dalam Mendukung Pembangunan Nasional
84
BIOLIQUEFAKSI LIGNIT HASIL IRADIASI GAMMA
OLEH KAPANG
Trichoderma asperellum
Irawan Sugoro
1,2,
Sandra Hermanto
3, Dea Indriani Astuti
1, Dwiwahju Sasongko
4dan
Pingkan Aditiawati
11Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung 2Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional
3Prodi Kimia, FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4Departemen Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
BIOLIQUEFAKSI LIGNIT HASIL IRADIASI GAMMA OLEH KAPANG Trichoderma asperellum. Bioliquefaksi batu bara adalah proses yang memiliki potensi untuk mengubah batu bara padat menjadi bahan bakar cair dengan bantuan mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati kemampuan kapang Trichoderma asperellium dalam mencairkan batu bara dari jenis lignit hasil iradiasi gamma. Dosis iradiasi yang digunakan adalah 20 kGy dan sebagai pembanding adalah kontrol, yaitu batu bara hasil autoklaf. Metode yang digunakan adalah submerged culture dan inkubasi dilakukan pada suhu ruang dan agitasi 150 rpm selama 28 hari. Parameter yang diukur adalah kolonisasi, pH medium dan produk solubilisasi berdasarkan nilai absorbansi pada 250nm dan 450nm
serta analisis GC-MS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioliquefaksi batu bara lignit oleh kapang T. asperellum dapat ditingkatkan dengan pra perlakuan iradiasi 20 kGy. Kapang T. asperellum dapat tumbuh dengan baik dalam medium batu bara lignit hasil iradiasi gamma dan hasil solubilisasi berdasarkan nilai absorbansi supernatan perlakuan batu bara iradiasi pada λ250nm dan λ450nm lebih
tinggi dibandingkan kontrol. Senyawa-senyawa yang terdeteksi pada perlakuan iradiasi gamma memiliki rantai karbon yang lebih panjang dibandingkan perlakuan autoklaf. Senyawa terbanyak yang dihasilkan oleh batu bara iradiasi adalah, naftalenaa (C10H8) sebesar 31,58 %, sedangkan pada batu
bara autoklaf tetrapentakontana (C54H110) sebesar 15,85%.
Kata kunci: bioliquefaksi, lignit, Trichoderma asperellum,GC-MS
ABSTRACT
BIOLIQUEFACTION OF GAMMA IRRADIATED LIGNIT by Trichoderma asperellum FUNGI. Bioliquefaction of coal is a process of converting solid coal to liquid fuel/chemicals by mean of microorganism. The research has been conducted to know the effect of gamma rays irradiation on lignite coal liquefaction by Trichoderma asperellum. The dose of gamma irradiation used was 20 kGy and autoclaved coal was used as control. The method was submerged culture in MSS+ medium and incubated at room temperature and agitated at 150 rpm for 28 days. The parameters observed were colonization, pH and bioliquefaction product based on absorbance value at 250nm and 450nm and
GC/MS analysis for the best treatment. The results showed that coal bioliquefaction could be increased by gamma irradiation. The fungi of T. asperellum could grow well in medium MSS+ lignite irradiated and control. Bioliquefaction of irradiated lignite was higher than control based on absorbance value at λ250nm and λ450nm. The bioliquefaction products of irradiated lignite have more complex hydrocarbon than
control. The highest compound product was naftalena (C10H8) i.e. 31.58 % for irradiated lignite and
tetrapentakontane (C54H110) i.e. 15.85% for control.
85
1. PENDAHULUANLignit merupakan jenis batu bara yang paling muda dan berkualitas rendah, karena memiliki kandungan air, abu dan porositas tinggi serta kalori rendah. Kandungan lignit di dunia mencapai sepertiga dari cadangan dunia, sedangkan di Indonesia mencapai 59%. Sampai saat ini, Indonesia belum memanfaatkan lignit sebagai sumber energi [1]. Batu bara lignit di dunia sebesar 96,4 % digunakan untuk pembangkit tenaga listrik dan panas. Hal tersebut dapat mengakibatkan polusi udara yang cukup serius. Emisi dari pembakaran lignit terutama berupa sulfur oksida (SOx), nitrogen oksida (NOx), karbon dioksida (CO2) dan logam berat [2]. Oleh karena itu,
pembakaran lignit secara langsung bukan merupakan teknologi yang baik dilihat dari sisi perlindungan lingkungan, sehingga dibutuhkan teknologi baru untuk penanganannya.
Bioliquefaksi batu bara adalah salah satu teknologi yang menjanjikan dengan memanfaatkan mikroba untuk mencairkan padatan batu bara sehingga diperoleh sumber energi dengan produk bersih. Produknya berupa cairan hitam menyimpan 97,5% dari nilai pemanasan lignit mentah [3]. Dibandingkan dengan liquefaksi termal batu bara, bioliquefaksi batu bara memiliki beberapa keuntungan, yaitu proses dilakukan dalam kondisi suhu dan tekanan atmosfer, mikroba dapat menggunakan hidrogen dari air dan tidak membutuhkan energi eksternal hidrogen untuk membentuk lignit tersolubilisasi. Mikroba dapat mencairkan batu bara dengan bantuan enzim pada kondisi suhu dan tekanan atmosfer, sedangkan proses termal membutuhkan suhu dan tekanan yang tinggi. Peningkatan rasio H/C produk batu bara cair diperoleh dengan memanfaatkan hidrogen dari air, sedangkan proses termal perlu proses hidrogenasi yang menyebabkan biaya operasi tinggi. Produk yang dihasilkan pun tidak menghasilkan SOx dan NOx selama proses pembakaran dan itulah sumber energi bersih [4].
Batu bara dicairkan menggunakan suhu dan tekanan sangat tinggi. Disamping itu, penelitian ini mendukung program pemerintah melalui Peraturan Presiden. No.5 Tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional (KEN), dimana penggunaan batu bara akan ditingkatkan menjadi 33% dan batu bara yang dicairkan sebesar 2 % pada tahun 2025 untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi [1].
Bioliquefaksi batu bara dapat ditingkatkan dengan pra perlakuan secara fisika dan kimia. Pra perlakuan secara fisika dilakukan dengan memanfaatkan panas menggunakan autoklaf, sedangkan secara kimia dengan memanfaatkan asam nitrat atau asam peroksida [5].
Dalam penelitian ini dilakukan bioliquefaksi batu bara lignit hasil iradiasi gamma dengan pembanding pra perlakuan dengan autoklaf. Iradiasi batu bara akan menyebabkan terputusnya ikatan komplek dan diharapkan dapat meningkatkan site adsorpsi enzim. Dari penelitian sebelumnya dengan memanfaatkan kapang Penicillium sp yang merupakan hasil isolasi dari batu bara subbituminus, diperoleh bahwa tingkat bioliquefaksi batu bara subbituminus dapat ditingkatkan dengan iradiasi gamma pada dosis 20 kGy. Beberapa produk bioliquefaksi yang dihasilkan setara dengan bensin dan diesel. Kapang yang digunakan dalam penelitian ini adalah Trichoderma asperellum hasil isolasi dari tanah pertambangan batu bara di Sumatera Selatan. Kapang tersebut telah terseleksi dan memiliki kemampuan untuk mengkonversi batubara lignit [6]. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kemampuan kapang Trichoderma asperellum dalam mengkonversi batu bara lignit hasil iradiasi gamma dan melakukan karakterisasi produk bioliquefaksinya. Dosis iradiasi gamma yang digunakan adalah 20 kGy dan sebagai pembanding adalah batu bara hasil pra perlakuan dengan autoklaf.
2. TATAKERJA
Alat utama yang digunakan adalah Gas
Chromatograph Mass Spectrometer (GC-MS)
Shimadzu QP 2010 untuk analisis hidrokarbon hasil bioliquefaksi, spektrofotometer UV-Vis
Spectronic Genesys, mikroskop, Laminar Air Flow
Cabinet (LAFC), pH meter HANNA Instruments
HI 8520 dan saringan berukuran 100 mesh. Bahan yang digunakan adalah batu bara jenis lignit dengan ukuran ≤100 mesh hasil pra perlakuan autoklaf dan iradiasi gamma dosis 20 kGy, isolat kapang Trichoderma asperellum berasal dari tanah pertambangan Tanjung Enim - Sumatera Selatan, Minimal Salt Solution (MS/1 g NH4(SO4); 0,52 g
MgSO4.7H2O; 5 g KH2PO4; 0,005 g FeSO4.7H2O;
0,003 g MnCl2.4H2O dan 0,003 g ZnSO4.7H2O lalu
ditambah akuades hingga volumenya mencapai 1000 ml dan pH 5,5), medium PDMA (Potatoes Dextrose Agar : MS (1 : 1) + serbuk batu bara 0,1%), medium MSS+ (MS + sukrosa 0,1 % + ekstrak ragi 0,01% + batu bara 5%), benzena, heksana, dan dietil eter.
Kapang diremajakan dalam medium PDMA dan diinkubasi selama 4 hari hingga dihasilkan spora. Spora dilepaskan dari miselia dan sebanyak 5% v/v (106 sel spora/ml) diinokulasikan ke dalam 30 ml medium MSS. Kultur diinkubasi menggunakan shaking incubator dengan kecepatan 150 rpm dan suhu ruang selama 28 hari.
86
Pencuplikan sampel kultur dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28 untuk pengukuran pH medium, kolonisasi, bioliquefaksi, dan analisis produk bioliquefaksi dengan GC-MS. Kolonisasi kapang diamati dengan bantuan mikroskop pada pembesaran 400x. Bioliquefaksi diukur berdasarkan nilai absorbansi supernatan pada 250nm dan 450 nm dengan menggunakanspektrofotometer UV-Vis.
Analisis hasil solubilisasi batu bara oleh kapang dilakukan menggunakan GC-MS. Supernatan hasil bioliquefaksi ditambah pelarut dengan perbandingan 1:1. Pelarut yang digunakan adalah campuran benzena : heksana : dietil eter dengan perbandingan 3:1:1. Campuran lalu diaduk, didiamkan beberapa saat sampai terbentuk fase atas dan bawah. Fase atas selanjutnya dimasukkan ke dalam vial untuk dianalisis dengan alat GC-MS. Kontrol yang digunakan adalah batu bara yang dilarutkan dalam medium MSS+, kemudian diekstrak dengan pelarut yang sama [7]. Data yang diperoleh dianalisis dengan bantuan program Excel versi 2003.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat kapang Trichoderma asperellum mampu tumbuh dalam medium MSS+ yang mengandung lignit iradiasi atau kontrol. Hal tersebut dapat dilihat dari terjadinya kolonisasi (Gambar 1) dan perubahan pH medium (Gambar 2). Tingkat kolonisasi batu bara oleh kapang Trichoderma
asperellum tidak memperlihatkan adanya
perbedaan baik pada lignit iradiasi atau pun kontrol. Jumlah batu bara yang terjebak dalam matriks kapang terlihat sama. Berbeda halnya dengan hasil penelitian sebelumnya yang menggunakan batu bara jenis subbituminus dan kapang Penicillium sp., di mana iradiasi gamma meningkatkan pertumbuhan dan jumlah batu bara yang terjebak dalam matriks kapang [8]. Struktur batu bara dan jenis kapang yang berbeda menjadi penyebab adanya perbedaan tersebut.
Terjadinya pertumbuhan kapang Trichoderma asperellum dapat dilihat dari terjadinya perubahan nilai pH medium. pH medium awal yang mengandung lignit iradiasi lebih rendah (3,80) dibandingkan dengan lignit kontrol (3,84). Perbedaan tersebut karena adanya struktur permukaan serbuk batu bara yang mengalami pemutusan ikatan yang meningkatkan senyawa terlarut ke dalam medium, seperti asam humat dan fulvat atau sulfat. Akan tetapi, hal tersebut tidak mempengaruhi pertumbuhan bila dilihat dari tingkat kolonisasi.
Gambar 2. Nilai pH medium isolat kapang Trichoderma asperellum dalam medium MSS+ yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 150 rpm.
Nilai pH medium mengalami penurunan hingga hari ke-7 inkubasi dan setelah itu cenderung stasioner. Perubahan pH terjadi akibat adanya pertumbuhan atau metabolisme dari kapang.Pola perubahan pH tersebut, sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sugoro dkk. [6] dengan menggunakan kapang yang berasal dari tanah pertambangan batu bara. pH medium selalu mengalami penurunan pada awal inkubasi dan selanjutnya cenderung stasioner. Kisaran pH medium kapang masih dalam batas normal untuk pertumbuhan kapang dan kerja enzim pengsolubilisasi batu bara, yaitu 2,5 – 5 [9]. Penurunan pH terjadi karena terbentuknya asam-asam organik seperti asam humat, asam
87
fulvat, dan asam karboksilat [10]. Selain itu, pada proses solubilisasi batu bara juga terbentuk produk berupa fenol, aldehid dan keton [3]. Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus benzen dan hidroksi yang bersifat asam dan mudah dioksidasi. Aldehid terbentuk dari oksidasi alkohol primer, dan mempunyai kecenderungan untuk dioksidasi lebih lanjut menjadi asam karboksilat. Keton terbentuk dari oksidasi alkohol sekunder sehingga keton juga bersifat asam. Meningkatnya konsentrasi asam organik ini diduga terjadi karena batu bara tersebut telah didegradasi oleh enzim lignin peroksidase, fenol oksidase, dan mangan peroksidase yang dimiliki oleh kapang T. asperellum ini [6].Selain terjadi penurunan pH, juga terjadi peningkatan pH selama proses bioliquefaksi pada perlakuan batu bara autoklaf setelah hari ke 14. Peningkatan pH terjadi karena dihasilkannya senyawa ammonia dari proses degradasi piridin pada batu bara. Ammonia dihasilkan karena terbukanya cincin piridin menjadi pentanol dan ammonia [11]. Menurut Fakoussa dan Hofrichter [4], senyawa alkali seperti ammonia dan amina berperan dalam proses bioliquefaksi karena senyawa alkali tersebut dapat meningkatkan hidrofilisitas sehingga batu bara dapat bercampur dengan air dan medium. Selain itu juga dihasilkan senyawa kimia alkali seperti amina dari kapang [3]. Senyawa amina ini dihasilkan karena terjadi peningkatan jumlah sel kapang yang lisis. Sel yang lisis tersebut akan menyebabkan suasana medium menjadi lebih basa.
Pertumbuhan kapang Trichoderma asperellum dan perubahan pH medium menyebabkan terjadinya proses bioliquefaksi yang dapat dilihat dari hasil pengukuran absorbansi supernatan pada 250nm dan 450 nm (Gambar 3). Enzim ekstraselular
yang dihasilkan kapang menyebabkan batu bara lignit terkonversi dan terlarut dalam medium. Pengukuran absorbansi pada 250nm ini bertujuan
untuk mendeteksi adanya gugus fenolik. Pada panjang gelombang ini yang terdeteksi adalah senyawa sinar tak tampak dimana senyawa ini telah tersolubilisasi dengan baik. Gugus fenolik merupakan gugus yang terdapat pada proses degradasi lignin. Pengukuran pada 450 nm ini
bertujuan untuk mengukur adanya ikatan terkonjugasi pada senyawa aromatik batu bara [5]. Nilai absorbansi 250nm pada perlakuan batu
bara autoklaf mengalami kenaikan hingga hari ke 7, sedangkan pada perlakuan batu bara iradiasi hingga hari ke 14 dan setelah itu mengalami penurunan. Berbeda halnya dengan nilai absorbansi 450nm kenaikan terjadi hingga hari ke
14 untuk kedua perlakuan dan memiliki pola yang sama. Nilai absorbansi yang meningkat terjadi
karena larutnya senyawa-senyawa seperti asam humat dan fulvat yang ada pada permukaan batu bara akibat aktivitas enzim ekstraselular kapang
Trichoderma asperellum, sedangkan penurunan
absorbansi yang terjadi karena senyawa-senyawa terkonjugasi tersebut didegradasi lebih lanjut menjadi fulvat dan senyawa alifatik. Kemudian setelah senyawa-senyawa alifatik tersebut tidak cukup untuk nutrisi kapang, kapang mendegradasi kembali senyawa lignin yang ada pada batu bara yang mengakibatkan senyawa lignin larut ke dalam medium, sehingga nilai absorbansinya kembali meningkat. Degradasi ini dilakukan oleh enzim lakase dan peroksidase yang mengakibatkan terputusnya ikatan-ikatan konjugasi pada senyawa tersebut.
Gambar 3. Nilai absorbansi hasil bioliquefaksi isolat kapang Trichoderma asperellum dalam medium MSS+ yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 150 rpm.
Perbedaan absorbansi pada 250nm dan 450 nm
di setiap waktu dapat terjadi karena struktur batubara yang heterogen. Produk solubilisasi melalui depolimerisasi batu bara adalah substansi campuran teroksidasi berwarna coklat gelap bersifat larut dalam air yang memiliki berat molekuler menengah sekitar 30.000-300.000 Da [5].
Perbedaan absorbansi dapat pula menunjukkan adanya perbedaan produk hasil bioliquefaksi batu bara. Produk bioliquefaksi batub ara dapat diketahui lebih lanjut dari hasil analisis
88
GC-MS pada Gambar 4. Kromatogram produk bikonversi batu bara lignit pada perlakuan iradiasi gamma dan autoklaf memiliki pola yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan jenis dan konsentrasi senyawa produk bioliquefaksi yang berbeda. Jumlah jenis senyawa yang terdeteksi pada perlakuan autoklaf dan iradiasi gamma adalah sama, yaitu 34 senyawa. Senyawa-senyawa yang terdeteksi pada perlakuan iradiasi gamma memiliki rantai karbon yang lebih panjang dibandingkan perlakuan autoklaf. Senyawa tertinggi yang dihasilkan oleh batu bara iradiasi adalah, naftalenaa (C10H8) sebesar 31,58 %, sedangkanpada batubara autoklaf tetrapentakontana (C54H110)
sebesar 15,85%.
Degradasi senyawa-senyawa yang ada pada batu bara (kontrol) menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana terjadi karena adanya enzim-enzim ekstraseluler. Degradasi senyawa alifatik rantai panjang seperti 2, 6, 10-trimetil tertradekana (C17H36), n-oktadekana (C18H38) dan senyawa
lainnya terjadi karena adanya enzim lignin peroksidase (LiP) yang memutus ikatan-ikatan nonfenolik. Untuk senyawa-senyawa siklik dan siklik aromatik seperti naftalena (C10H8),
n-heneisilsiklopentana (C26H52) dan senyawa lainnya
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana karena adanya aktivitas dari enzim lakase dan mangan peroksidase (MnP).
Gambar 4. Kromatogram hasil bioliquefaksi isolat kapang Trichoderma asperellum dalam medium MSS+ yang diinkubasi 14 hari pada suhu ruang dan agitasi 150 rpm (A : iradiasi gamma; B : autoklaf).
Formulasi kimia yang masuk ke dalam fraksi bensin memiliki jumlah atom karbon sebanyak 4 sampai 12 [12]. Tiga komponen utama bensin
adalah parafin (misalnya oktana), naftena atau CnH2n (misalnya sikloheksana), dan aromatik
(misalnya benzen)). Hasil degradasi batu bara oleh kapang berpotensi sebagai energi alternatif penganti bahan bakar minyak yang setara dengan bensin karena kapang-kapang tersebut mampu mendegradasi batu bara yang kompleks menjadi senyawa dengan rantai karbon 4 sampai 12 dengan persentase cukup tinggi. Produk bioliquefaksi batu bara iradiasi gamma menghasilkan persentase area yang lebih tinggi, yaitu 65,65 dibandingkan batu bara hasil autoklaf, yaitu 30,41. Selain dapat digunakan sebagai energi alternatif pengganti bensin, hasil bioliquefaksi batu bara juga dapat dijadikan sebagai alternatif bahan bakar solar. Solar memiliki jumlah atom karbon 13 sampai 18. Komponen utama solar adalah heksadekan (C16H34) dan oktadekan (C18H38). Persentase area
tertinggi dihasilkan pada bioliquefaksi oleh produk bioliquefaksi batu bara iradiasi gamma dan autoklaf sebesar 14,04% dan 10,03%.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bioliquefaksi batu bara lignit oleh kapang Trichoderma asperellum dapat ditingkatkan dengan pra perlakuan iradiasi 20 kGy. Kapang Trichoderma asperellum dapat tumbuh dengan baik dalam medium batu bara lignit hasil iradiasi gamma. Hasil solubilisasi berdasarkan nilai absorbansi supernatan perlakuan batu bara iradiasi pada panjang gelombang 250 dan 450 nm lebih tinggi dibandingkan kontrol. Senyawa-senyawa yang terdeteksi pada perlakuan iradiasi gamma memiliki rantai karbon yang lebih panjang dibandingkan perlakuan autoklaf. Senyawa terbanyak yang dihasilkan oleh batu bara iradiasi adalah, naftalenaa (C10H8) sebesar 31,58 %,
sedangkan pada batu bara autoklaf adalah tetrapentakontana (C54H110) sebesar 15,85%.
Produk bioliquefaksi batu bara iradiasi yang setara bensin dan diesel lebih tinggi dibandingkan autoklaf.
5. DAFTAR PUSTAKA
1. ESDM, “Indonesia Energy Outlook 2010”, ESDM, Jakarta (2010).
2. XU, X.H., CHEN C.H., and QI H. Y., Development of coal combustion pollution control for SO2 and NOx in China, Fuel
Processing Technology, 62 (2/3)(2000) 153– 160.
3. SHI, K.Y., TAO, X.X., YIN, S. D., and DU, Y. LV. ZP., Bio-solubilization of Fushun
89
lignite (The 6th Proceeding Conference on Mining Science & Technology in Procedia Earth and Planetary Science), (2009) 627– 633.4. FAKOUSSA, R.M. and HOFRICHTER, M., Biotechnology and microbiology of coal degradation, Applied Microbiology and Biotechnology, 52 (1999) 25–40.
5. SELVI, A.P., BANERJEE R.B., RAM L.C. and SINGH G., Biodepolymerization studies of low rank Indian coals, World J. Microbiol. Biotechnol., 25 (2009) 1713– 1720.
6. SUGORO, I., SASONGKO, D.,
INDRIANI, D., dan ADITIAWATI, P., Isolasi dan Seleksi Fungi dari Pertambangan Batubara sebagai Agen Bioliquefaksi Batubara, dalam Laporan Penelitian Hibah Unggulan Strategis Nasional Tahap I, ITB, Bandung, 2010.
7. SILVA, M.E, VENGADAJELLUM, C.J., JANJUA, H.A., HARRISON, S.T.L., BURTON, S.G., dan COWAN, D.A., Degradation of low rank coal by Trichoderma atroviride ES11, Journal of Industrial Microbiology and Biotechnology, 34 (2007) 625–631.
8. SUGORO, I., SASONGKO, D.,
INDRIANI, D., dan ADITIAWATI, P., Bioliquefaksi batu bara hasil iradiasi gamma oleh Penicillium sp. (Prodising Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan VI), PTKMR – BATAN, Jakarta (2010).
9. FAKUOSA, R.M. dan FROST, J.,. Production of water-soluble coal-substance by partial microbial liquefaction of untreated hard coal, Resor. Conserve. Recycle. 251-60. (1998).
10. YING, D., XIUXIANG, T., SHI, K., dan YANG, L., Degradation of lignite model compounds by the action of white rot fungi, Mining Science and Technology, 20 (0076– 0081)(2010).
11. DU Y., XIUXIANG, T., KAIYI, S., and YANG, L.I., Degradation of Lignite Model Compounds by the Action of White Rot Fungi. China, School of Chemical Engineering and Technology, China University of Mining & Technology, Xuzhou, Jiangsu (2010).
12. AMERICAN PETROLEUM INSTITUTE, Properties of fuels. (2009, September, 29) Available: http://www. Afdc.energy.gov.pdf
6. DISKUSI Tegas Sutondo:
1) Sumber radiasi apa yang digunakan?
2) Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh kualitas terbaik? 3) Apakah ada jenis mikroba lain yang berpotensi untuk digunakan pada proses ini? Irawan Sugoro:
1) Co-60 (Reaktor Riset IRKA SENA).
2) Berdasarkan hasil penelitian, waktu terbaik adalah 7 hari.
3) Jenis mikroba lain adalah bakteri atau kapang pengguna lignin, karena lignin merupakan substrat awal pembentuk batu bara
Chaerul Rochman:
1) Bagaimana ketersediaan kapang di lingkungan?
2) Berapa lama proses radiasi gamma untuk mendapatkan produk akhir? 3) Apakah terdapat dampak lingkungan dengan penggunaan kapang? Irawan Sugoro:
1) Kapang yang berpotensi besar adalah yang hidup di lingkungan substrat target, sehingga jika substrat target yang digunakan batu bara maka sebaiknya sumber kapang berasal dari daerah pertambagan batu bara karena sudah teradaptasi.
2) Iradiasi dilakukan selama 1 (satu) jam karena sumber radiasi memiliki laju dosis 20 kGy/jam.
3) Kapang yang digunakan adalah sebagai sumber enzim untuk proses bioliquefaksi dan tidak berbahaya untuk manusia.
Hengky P. R.:
90
2. Dari hasil analisis (kurva merah dan biru) terlihat sangat bergantung dari waktu, waktu yang mana yang dianggap bagus? Kurva merah dan biru menyatu (sama) atau kurva merah merupakan lengkung parabola puncak dan kurva biru merupakan lengkung parabola ke bawah?
Irawan Sugoro:
1. Radiasi 20 kGy/jam adalah hasil optimasi, dimana dosis tersebut adalah dosis terbaik untuk proses bioliquefaksi perlakuan sebelumnya.
2. Ada waktu optimum untuk proses bioliquefaksi. Bila dilihat dari hasil pengukuran 250nm dan 450nm
waktu terbaik adalah selama 7 (tujuh) hari. Fatchatul Baiyinnah:
1. Mohon dibahas hasil polusi apakah ada perbedaan antara batu bara biasa dengan batu bara hasil bioliquefaksi karena polusi hasil pembakaran batu bara sangat berbahaya.
2. Apakah bio jasad yang digunakan untuk memproses bisa dipisahkan saat digunakan pembakaran karena jasad bio akan mati bila suhu tinggi.
Irawan Sugoro:
1. Batu bara hasil proses bioliquefaksi akan lebih bersih karena tidak mengandung sulfur dan nitrogen penghasil polutan utama SOx dan NOx.
2. Produk hasil bioliquefaksi akan dipisahkan dari kapang dan residu dan selanjutnya dilakukan fraksinasi untuk dijadikan produk bahan bakar.
Aprilia Sakti:
Apakah pernah dilakukan pengujian nilai ekonomis terhadap hasil penelitian ini? Irawan Sugoro:
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan memperhatikan keuntungan dan kendalanya masih bisa dikatakan ekonomis. Namun apabila digunakan untuk skala industri, proses ini masih perlu melewati beberapa tahap selanjutnya sehingga bisa dikatakan ekonomis atau tidak, dan memang hal tersebut belum dilakukan.