• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP

NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG

RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

Menimbang : a. bahwa setiap orang atau Badan Hukum yang mengadakan kegiatan usaha dengan menggunakan tempat atau ruang tertentu di Daerah, diwajibkan memiliki dan atau mendapat Izin Tempat Usaha, sedangkan setiap orang atau Badan Hukum yang mengadakan kegiatan usaha yang termasuk dalam 20 (dua puluh) jenis usaha sebagaimana terinci dalam Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang Gangguan (Hinderordonantie) Staatsblaad 1926 Nomor 226 yang telah diubah dan ditambah dengan Staatsblaad d 1940 Nomor 14 dan 450 diwajibkan memiliki Izin Undang-undang Gangguan;

b. bahwa berdasarkan Permendagri Nomor 4 Tahun 1987 tentang Penertiban Pungutan-Pungutan dan Jangka Waktu terhadap Pemberian Izin Undang-undang Gangguan, maka dalam pemungutan izin Undang-undang Gangguan perlu dilakukan penertiban guna pemantapan pelaksanaan penanaman modal;

c. bahwa khusus untuk perusahaan industri, izin Undang-undang Gangguan perlu memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 tentang Izin mendirikan Bangunan dan Izin Undang-undang Gangguan bagi Perusahaan Industri;

d. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Cilacap Nomor 1 Tahun 1999 tentang Izin Gangguan sudah tidak sesuai sehingga perlu dicabut ;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, b, c dan d maka perlu diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Retribusi Izin Gangguan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara Tanggal 8 Agustus 1950 ) ;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

(2)

4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3469);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesai Nomor 4844);

8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4724);

9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahubn 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725);

10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

12. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

13. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran

(3)

17. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Pinjaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575).

18. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Cilacap (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 45 Tahun 2003, Seri C Nomor 3); 12. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap Nomor 9 Tahun

1986 tentang Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan (Lembaran Daerah Tahun 1987 Nomor 4, Seri C Nomor 3) ;

13. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap Nomor 2 Tahun 1998 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap ( Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap Tahun 1988 Nomor 6, Seri D Nomor 3 );

14. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 6 Tahun 2005 tentang Tata Ruang Wilayah (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 6 seri R Nomor 2);

15. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 8).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP Dan

BUPATI CILACAP MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Cilacap ;

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah ;

3. Bupati adalah Bupati Cilacap ;

4. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan , firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta badan usaha lainnya ;

5. Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan adalah orang perseorangan dan/ atau kelompok dan / atau badan yang bertanggungjawab atas suatu usaha dan/atau kegiatan yang dilaksanakan;

(4)

7. Tempat Usaha adalah tempat yang digunakan untuk melaksanakan usaha baik yang berupa ruang tertutup maupun ruang terbuka yang dijalankan secara teratur dalam bidang usaha tertentu dengan maksud mencari keuntungan ;

8. Izin Gangguan adalah izin yang diberikan bagi tempat-tempat usaha berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Gangguan (HO) Stbl. Tahun 1926 Jo Stbl Tahun 1940 Nomor 14 dan Nomor 450;

9. Lokasi adalah Letak Tempat Usaha di Daerah ;

10. Retribusi Izin Gangguan yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin tempat usaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat atau oleh Pemerintah Daerah ;

11. Undang-undang Gangguan adalah Hinder Ordonantie ( HO ) Stbl 1926 Nomor 226 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Stbl 1940 Nomor 14 dan 450 ;

12. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan hukum yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi ; 13. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi

wajib retribusi untuk memanfaatkan izin tempat usaha ;

14. Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPTRD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut Peraturan Perundang-undangan retribusi daerah;

15. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang ;

16. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda ;

17. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lainnya yang dipersamakan, SKRDKDT, SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi;

18. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDKBT adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan;

19. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi daerah ;

20. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

21. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara RI atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi tugas wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

22. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap penyelenggaraan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap.

(5)

Pasal 2

(1) Setiap orang atau Badan Hukum yang mendirikan dan atau memperluas tempat-tempat usaha di Daerah yang kegiatan usahanya berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Gangguan (Hiderordonantie) tahun 1926 Jo. Stbl. Tahun 1940 Nomor 14 dan 450 diwajibkan memiliki Izin Gangguan (HO) dari Bupati, kecuali tempat-tempat usaha yang berlokasi di dalam kawasan industri dan Zona Industri (Zona Khusus Industri ).

(2) Bupati dapat melimpahkan penandatanganan Izin kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah / Unit Kerja berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

Untuk kepentingan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, Pemerintah Daerah dapat menetapkan tempat-tempat yang dilarang untuk didirikan tempat-tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Daerah ini .

BAB II

TATA CARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN IZIN Pasal 4

(1) Permohonan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Pasal ini diajukan secara tertulis kepada Bupati Cilacap.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini harus disertai keterangan yang seksama, jika perlu diterangkan dengan gambar yang teliti tentang tempat usaha yang akan dibangun, termasuk tentang mesin-mesin, perkakas dan alat penolong serta cara memasangnya dan keterangan tentang apa yang akan dikerjakan, dibuat, dikumpulkan untuk disimpan dalam bangunan tenpat usaha tersebut.

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang persyaratan permohonan izin diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 5

(1) Bupati dapat memberikan izin atau menolak izin setelah mendapat pertimbangan dari Tim Pemeriksa berdasarkan Berita acara Pemeriksaan.

(2) Pemberian izin atau penolakan permohonan izin harus dapat diselesaikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas diterima secara benar dan lengkap.

Pasal 6

(1) Penolakan suatu izin dilakukan dengan Surat Ketetapan yang menyebut sebab-sebabnya.

(2) Yang dapat menyebabkan izin ditolak hanya : a. bahaya ;

b. kerusakan harta milik, perusahaan atau kesehatan ; c. gangguan yang berat, termasuk didalamnya :

1. hal yang menjadikan rumah atau bagian-bagian rumah tidak baik atau kurang baik didiami orang, hal yang merintangi orang menggunakan sekolah atau fasilitas kesehatan/perawatan orang sakit atau melakukan ibadah umum, yang letaknya dalam lingkungan 200 m (dua ratus meter), keliling bangunan atau ruang tempat kerja itu.

2. penyebaran kotoran atau penguapan yang memuakkan atau bau yang memuakkan.

(3) Kekhawatiran akan mendapat persaingan dalam suatu perusahaan, yang datang dari orang atau orang-orang yang berkepentingan tidak boleh menyebabkan penolakan izin.

(6)

Pasal 7

Apabila dengan persyaratan-persyaratan dapat diusahakan hilangnya keberatan tentang bahaya, kerugian atau gangguan maka izin itu diberikan dengan bersyarat.

Pasal 8

(1) Izin diberikan atas nama pemohon dan mereka yang mendapat haknya karena hukum. (2) Dalam izin itu ditentukan suatu jangka waktu berupa lama pembangunan selesai dan

tanggal berapa mulai dijalankan.

(3) Jika pekerjaan itu tidak selesai atau tidak dijalankan dalam waktu yang ditentukan, maka izin dicabut oleh Pejabat yang memberikannya, kecuali jika ia memandang ada alasan untuk mempepanjang jangka waktu tersebut dengan jangka waktu yang baru. (4) Hal memperpanjang jangka waktu hanya boleh terjadi sekali saja.

(5) Dalam melaksanakan pembangunan tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, harus berdasarkan Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang berlaku.

Pasal 9

Pemegang Izin diwajibkan mengajukan permohonan izin baru apabila :

a. memperluas pekerjaan (tempat kerja/usaha) atau mengerjakannya dengan cara lain, sehingga menyebabkan sifat pekerjaan itu berubah ;

b. suatu pekerjaan yang sudah terhenti selama 4 (empat) tahun tetapi ingin dimulai kembali.

c. Memperbaiki suatu pekerjaan yang telah hancur (binasa) sebagai akibat oleh sifat atau hal pemakaian tempat kerja/usaha.

Pasal 10

(1) Bupati harus segera memberitahukan keputusan atas permohonan izin gangguan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja kepada Pemohon izin, dan juga kepada umum dengan cara memasang pengumuman (pemberitahuan) pada kantornya dan pada tempat-tempat dan atau tempat-tempat pengumuman masyarakat yang letaknya berdekatan dengan tempat usaha yang bersangkutan.

(2) Dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak hari pemberitahuan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, setiap orang yang berkepentingan berhak untuk menyatakan keberatannya terhadap pemberian izin tersebut kepada Bupati. (3) Bupati harus memeriksa keberatan-keberatan terhadap pemberian izin dan dapat

meminta keterangan dari orang-orang yang berkepentingan guna kepentingan mereka serta harus memeriksa adanya keberatan-keberatan lain tentang pemberian izin gangguan tersebut.

Pasal 11

(1) izin gangguan dapat dipindahkan kepada pihak lain.

(2) Pemindahan izin gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, dapat dikenakan syarat-syarat baru baik administrasi maupun teknis kepada Pemegang izin yang menerima pemindahan tersebut dengan menyebutkan pertimbangan-pertimbangannya.

(3) Dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak diberitahukannya persyaratan-persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, maka pihak yang menerima pengalihan hak harus segera memenuhi persyaratan-persyaratan pemindahan hak.

(4) Apabila persyaratan-persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, tidak terpenuhi maka pemindahan izin tidak dapat dilakukan ataupun mencabut izin.

(5) Pihak yang mendapatkan hak sebagai akibat adanya pemindahan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, wajib mengajukan permohonan balik nama kepada Bupati.

(7)

Pasal 12

(1) Jangka waktu berlakunya izin selama usaha masih berjalan.

(2) Untuk kepentingan pembinaan dan pengawasan setiap 5 (lima) tahun sekali pemegang izin wajib mendaftarkan ulang.

(3) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum jangka waktu izin berakhir.

(4) Sebagai tanda bukti telah dilakukannya daftar ulang, kepada pemegang izin diberikan pengesahan daftar ulang.

Pasal 13

(1) Pendaftaran ulang Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Peraturan Daerah ini, dapat dikenakan syarat-syarat baru baik administrasi maupun teknis kepada Pemegang Izin yang menerima pemindahan tersebut dengan menyebutkan pertimbangan-pertimbangannya.

(2) Dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak diberitahukannya persyaratan-persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, maka pihak yang mengajukan daftar ulang harus segera memenuhi persyaratan-persyaratan pemindahan hak.

(3) Apabila persyaratan-persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, tidak terpenuhi, maka Bupati menolak perpanjangan izin gangguan/pendaftaran ulang dan dilakukan pencabutan izin.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang persyaratan, tatacara permohonan pemberian dan penolakan serta perpanjangan/daftar ulang izin gangguan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 14

(1) Jika ada suatu tempat usaha yang didirikan tanpa izin, atau yang terus bekerja juga sesudah izinnya dicabut atau yang dijalankan tanpa izin baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Peraturan Daerah ini, atau bertentangan dengan Pasal 2 dan 3, maka Bupati berkuasa mencegah hal itu, menutup tempat usaha dan menyegel mesin-mesin perkakas dan alat penolong yang dipergunakan untuk itu atau mengambil tindakan lain supaya benda-benda itu tidak dipakai lagi.

(2) Penerapan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, dilakukan setelah diberikan peringatan tertulis kepada yang bersangkutan.

BAB III

PEDAFTARAN DAN PENDATAAN Pasal 15

(1) Bagi orang atau badan yang akan mendirikan tempat-tempat usaha sebagaimana dimaksud Pasal 2 Peraturan Daerah ini, diharuskan mengajukan izin dan mendaftarkan dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Cilacap.

(2) Formulir pendaftaran diisi oleh Pemohon sebagai wajib retribusi dengan jelas, lengkap dan benar sebagai bahan mengisi daftar induk wajib retribusi.

(3) Daftar induk wajib retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, dapat dipergunakan sebagai Nomor Pokok Wajib Retribusi Daerah (NPWRD) .

(8)

BAB IV RETRIBUSI Bagian Kesatu

Nama, Obyek dan Subyek Retribusi Pasal 16

Dengan nama Retribusi Izin Gangguan dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas setiap pemberian izin gangguan kepada orang pribadi atau badan.

Pasal 17

(1) Obyek retribusi adalah pemberian izin gangguan kepada orang atau badan.

(2) Dikecualikan dari obyek retribusi adalah tempat-tempat usaha yang didirikan pada kawasan industri atau zona industri.

Pasal 18

Subyek retribusi adalah setiap orang pribadi atau badan yang memperoleh izin gangguan yang selanjutnya disebut Wajib Retribusi dari Pemerintah Daerah.

Bagian Kedua Golongan Retribusi

Pasal 19

Retribusi Izin Gangguan digolongkan sebagai Retribusi Perijinan Tertentu.

Bagian Ketiga

Prinsip dan Sasaran dan Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 20

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin.

(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini meliputi biaya-biaya administrasi, pemungutan retribusi, pembinaan dan pengendalian, pemeriksaan lapangan dan pengawasan.

Bagian Keempat

Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 21

(1) Besarnya tarif retribusi ditetapkan berdasarkan luas ruangan tempat usaha, indeks gangguan, indeks lokasi, indeks modal dikalikan tarif retribusi izin gangguan.

(2) Luas ruang tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini termasuk bangunan bertingkat yang luasnya dihitung disetiap lantai.

(3) Luas ruang tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini termasuk bangunan menara yang cara penghitungannya ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati. (4) Indeks gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan

berdasarkan besar kecilnya gangguan dengan klasifikasi sebagai berikut : a. Perusahaan dengan gangguan besar : indeksnya = 10 ; b. Perusahaan dengan gangguan sedang : indeksnya = 5 ; c. Perusahaan dengan gangguan kecil : indeksnya = 2 ; d. Perusahaan dengan gangguan sangat kecil : indeksnya = 1.

(9)

(5) Indeks lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan berdasarkan letak perusahaan dengan klasifikasi sebagai berikut :

a. Dekat dengan jalan negara : indeksnya = 2 ; b. Dekat dengan jalan provinsi : indeksnya = 3 ; c. Dekat dengan jalan kabupaten : indeksnya = 4 ; d. Dekat dengan jalan desa : indeksnya = 5.

(6) Indeks modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan berdasarkan besarnya modal sesuai neraca keuangan yang disusun dengan klasifikasi sebagai berikut : a. ≤ Rp.5.000.000,- : indeksnya = 2 ; b. Rp.5.000.000,- < ≤ Rp.15.000.000 : indeksnya = 4 ; c. Rp.15.000.000,- < ≤ Rp.25.000.000 : indeksnya = 6 ; d. Rp.25.000.000,- < Rp.50.000.000 : indeksnya = 8 ; e. Rp.50.000.000,- < ≤ Rp.100.000.000 : indeksnya = 10 ; f. Rp.100.000.000,- < ≤ Rp.200.000.000 : indeksnya = 12 ; g. Rp. 200.000.000,- < ≤ Rp.500.000.000 : indeksnya = 14 ; h.> Rp.500.000.000,- : indeksnya = 16.

(7) Indeks luas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan berdasarkan luas tempat usaha dengan klasifikasi sebagai berikut :

a. Luas 1 sampai dengan 10 M2 : indeksnya = 2 ;

b. Luas 11 sampai dengan 25 M2 : indeksnya = 4 ; c. Luas 26 sampai dengan 50 M2 : indeksnya = 6 ; d. Luas 51 sampai dengan 100 M2 : indeksnya = 8 ‘ e. Luas 101 sampai dengan 200 M2 : indeksnya = 10 ; f. Luas 201 sampai dengan 500 M2 : indeksnya = 12 ; g. Luas 501 sampai dengan 1.000 M2 : indeksnya = 14 ; h. Lebih dari 1.000 M2 : indeksnya = 16.

Bagian Kelima Tarif Retribusi

Pasal 22

(1) Besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut :

a. Untuk ruang tertutup sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) ;

b. Untuk ruang terbuka sebesar Rp. 250,- (dua ratus lima puluh rupiah) ;

(2) Besarnya tarif retribusi atas izin pemindahan hak ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini.

(3) Besarnya biaya pendaftaran ulang ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini.

Bagian Keenam

Cara Penghitungan Retribusi Pasal 23

Retribusi yang terutang dihitung dengan mengalikan tingkat pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Peraturan Daerah ini dikalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).

Bagian Ketujuh

Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang Pasal 24

(10)

Pasal 25

Retribusi terutang terjadi pada saat diterbitkannya SKRD, SKRKB, SKRKBT.

Bagian Kedelapan

Wilayah Pemungutan dan Tatacara Pemungutan Pasal 26

Retribusi terutang dipungut di Daerah.

Pasal 27

(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.

(2) Retribusi dipungut berdasarkan SKRD, SKRKB, SKRKBT.

Bagian Kesembilan

Tatacara Pembayaran Retribusi Pasal 28

(1) Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditentukan oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SKRD, SKRDKB, SKRDKBT atau STRD. (2) Jika pembayaran retribusi dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan

retribusi harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam.

Pasal 29

(1) Pembayaran retribusi dilakukan sekaligus atau lunas.

(2) Bupati atau pejabat yang memberikan persetujuan kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur retribusi terutang dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

(3) Angsuran pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dari jumlah retribusi yang belum atau kurang bayar.

(4) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Retribusi unyuk menunda pembayaran sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan yang dikenakan bunga sebesar 2% (dua perseratus) dari jumlah retribusi yang belum atau kurang bayar.

Bagian Kesepuluh Penagihan Retribusi

Pasal 30

(1) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk sejak jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

Pasal 31

Jika jumlah retribusi yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis maka Bupati dapat melakukan tindakan-tindakan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(11)

Bagian Kesebelas

Pengurangan, Keringanan, dan Pembebasan Retribusi Pasal 32

(1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Retribusi dapat memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi.

(2) Tatacara pemberian, pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini diatur oleh Bupati.

Bagian Keduabelas

Pemberian, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi

Pasal 33

Bupati atau Pejabat yang ditunjuk karena jabatan atau permohonan Wajib Retribusi dapat : a. Membetulkan SKRD, SKRDKB, SKRDKBT atau STRD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Daerah.

b. Membatalkan ketetapan retribusi yang tidak benar ; atau

c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan retribusi yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Retribusi atau bukan karena kesalahannya.

Bagian Ketigabelas Kedaluwarsa Penagihan

Pasal 34

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak saat terutangnya retribusi kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.

(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tertanggung apabila :

a. Diterbitkannya surat teguran atau ;

b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

BAB IV

KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 35

(1) Pemilik, pemegang bezit, pemakai atau pengurus suatu tempat usaha dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) jika ia mendirikan atau menjalankan atau terus menjalankan suatu tempat kerja tanpa izin atau tempat usaha lain daripada yang diterangkan dalam izin atau jika ia berlaku bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 serta segala ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Tindak pidana pada ayat (1) Pasal ini dipandang sebagai pelanggaran.

(3) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, tindak pidana yang menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(12)

Pasal 37

(1) Selain dikenakan ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 dikenakan pula sanksi administrasi berupa :

a. peringatan tertulis ; b. pembekuan izin ; c. pencabutan izin.

(2) Penerapan sanksi berdasarkan tingkat pelanggaran yang dilakukan, tatacara penerapan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 38

Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 Peraturan Daerah ini merupakan penerimaan daerah.

BAB V PEMBINAAN

Pasal 39

(1) Pengendalian pelaksanaan pemberian ijin-ijin dilakukan oleh SKPD/unit kerja yang mendapat pelimpahan wewenang dari Bupati untuk menandatangani Izin Gangguan atas nama Bupati.

(2) Pengawasan dan pembinaan teknis dilaksanakan oleh SKPD/unit kerja yang secara teknis membidangi baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri.

BAB VI PENYIDIKAN

Pasal 40

(1) Penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah ini disamping dilakukan oleh Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cilacap yang pengangkatan dan kewenangannya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah tersebut ;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah ;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah ;

e. melakukan penggeledahan untuk memperoleh bahan bukti dari pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah ;

g. memberhentikan, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah ;

(13)

j. menghentikan penyidikan ;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 41

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, izin yang dikeluarkan sebelum Peraturan Daerah ini ditetapkan, tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir.

Pasal 42

Bagi tempat-tempat usaha yang didirikan dan belum memiliki izin, maka dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Daerah ini diundangkan wajib mengajukan permohonan izin kepada Bupati.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 43

(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku maka, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap Nomor 1 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Gangguan ( Seri B Nomor 1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

(2) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang peraturan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal 45

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap.

Disahkan di Cilacap

pada tanggal 26 Juni 2008

BUPATI CILACAP,

cap ttd

PROBO YULASTORO

Diundangkan di Cilacap

pada tanggal 14 Agustus 2008

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CILACAP,

(14)

PENJELASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH

NOMOR 12 TAHUN 2008

TENTANG

RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

I. PENJELASAN UMUM

Sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat dan perkembangan pembangunan di wilayah Kabupaten Cilacap, maka pertumbuhan tempat usaha dengan segala kegiatan usahanya menunjukkan peningkatan yang cukup pesat sehingga perlu adanya pembinaan, pengendalian dan pengawasan agar dapat dicegah sekecil mungkin timbulnya bahaya kerugian dan gangguan terhadap lingkungan.

Undang-Undang Gangguan (HO), Staatsblaad Nomor 226 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Staatsblaad 140 Nomor 14 dan 450 memberikan wewenang kepada Daerah untuk mengatur pemberian Izin Gangguan.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, beserta peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 1 Tahun 1997 tentang Izin Gangguan perlu untuk ditinjau kembali dan disesuaikan.

II PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 : Cukup Jelas Pasal 2 :

Ayat (1) Tempat Usaha berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Gangguan ( HO ) adalah tempat usaha :

1. Yang dijalankan dengan alat-alat memakai tenaga asap dan gas pula dengan electromotor dan lain-lain tempat usaha, dimana dipergunakan asap, gas-gas atau uap-uap dengan tekanan berat ; 2. Yang dipergunakan untuk membikin, mengerjakan dan

menyimpan mesin dan lain-lain bahan peledak terhitung pabrik-pabrik dan tempat penyimpanan mercon ;

3. Yang dipergunakan untuk membikin bahan-bahan kimia terhitung pabrik-pabrik korek api ;

4. Yang dipergunakan untuk mendapatkan, mengerjakan dan menyimpan benda-benda yang lekas menguap ( Vluch tige production ) ;

5. Yang dipergunakan untuk menyuling bahan-bahan berasal dari tumbuh-tumbuhan dan dari hewan dan untuk mengerjakan bahan yang diperdapat dari penyulingan tadi terhitung pabrik-pabrik gas ; 6. Yang dipergunakan untuk membikin macam-macam gemuk dan

macam-macam arpus ;

7. Yang dipergunakan untuk menyimpan dan mengerjakan kotoran ; 8. Yang dipergunakan untuk membikin mou, membikin bir, membikin

(15)

9. Tempat-tempat penyembelihan, tempat-tempat pengulitan, tempat-tempat membersihkan tembalok, tempat-tempat penjemuran, pengasapan dan penggarangan bahan-bahan berasal dari hewan, pula tempat-tempat menyamak kulit ;

10. Pabrik-pabrik barang-barang porselin dan tanah, tempat-tempat pembikinan batu merah, genteng, bermacam-macam tegel ( Plavuisen tegel ), tempat-tempat pembikinan gamping dan gips dan tempat-tempat pembikinan kapur ;

11. Tempat-tempat meleleh logam, tempat-tempat mengecor logam, tempat-tempat tukang besi, tempat-tempat pencanaian logam ( metal pletterij ), tempat-tempat membikin barang-barang dari logam tembaga dan blok dan tempat-tempat membikin ketel ; 12. Tempat-tempat penggilingan tras, tempat-tempat penggergajian

dengan gilingan dan tempat-tempat penggilingan minyak ;

13. Tempat-tempat pembikinan kapal, tempat-tempat memecah batu dan penggergajian, tempat-tempat bikin gilingan (molon) dan kereta, tempat-tempat bikin tong dan pertukangan kayu ;

14. Tempat-tempat persewaan kereta dan tempat-tempat pemerah susu ;

15. Tempat-tempat menenun ;

16. Tempat-tempat penjemuran tembakau ; 17. Pabrik kasper / tapioca ;

18. Pabrik-pabrik mengerjakan karet mentah, karet matang dan bahan-bahan yang mengandung getah perca atau akucuk ;

19. Gudang-gudang kapok, tempat-tempat membatik ;

20. Warung-warung dalam bangunan tetap demikian pula semua tempat-tempat usaha lain yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan.

Ayat (2) : Cukup Jelas

Pasal 3 : Cukup Jelas

Pasal 4

Ayat (1) : Cukup Jelas

Ayat (2) : Yang dimaksud dalam Pasal ini adalah bahwa pada permohonan untuk mendapatkan izin harus diberikan keterangan yang cermat dari tempat dimana akan didirikan tempat usaha. Dengan gambar yang lengkap juga keterangan tentang mesin-mesin, perkakas dan alat-alat yang akan dipakai dan penempatannya di dalam tempat usaha, juga melaporkan mengenai apa yang dibuat, dijalankan, dikumpulkan atau disimpan di dalam tempat usaha.

Ayat (3) : Cukup Jelas.

Pasal 5 :

Ayat (1) : Cukup Jelas Ayat (2) : Cukup Jelas

Pasal 6

Ayat (1) : Cukup Jelas Ayat (2) : Cukup Jelas Ayat (3) : Cukup Jelas

(16)

Pasal 8

Ayat (1) s/d : Cukup Jelas Ayat (5)

Pasal 9 : Cukup Jelas

Pasal 10

Ayat (1) s/d : Cukup Jelas Ayat (3)

Pasal 11

Ayat (1) : Izin Gangguan pada dasarnya merupakan izin bagi Tempat Usaha bukan izin bagi dirinya pribadi, oleh karena itu orang yang bertindak sebagai peserta, ahli waris, pembeli tempat usaha atau yang menerima pelimpahan secara sah adalah mereka yang mendapatkan hak karena hukum.

Dengan demikian berarti izin Undang-Undang Gangguan dapat dipindahtangankan tanpa adanya izin baru. Untuk ketertiban pemindahtanganan izin, harus dilaporkan kepada Bupati.

Ayat (2) s/d Ayat : Cukup Jelas

(6) :

Pasal 12 : Cukup Jelas

Ayat (1) s/d Ayat (4)

Pasal 13

Ayat (1) s/d : Cukup Jelas Ayat (4)

Pasal 14

Ayat (1) s/d : Cukup Jelas Ayat (4)

Pasal 15

Ayat (1) s/d : Cukup Jelas Ayat (4)

Pasal 16 : Cukup Jelas

Pasal 17

Ayat (1) s/d ; Cukup Jelas (2)

Pasal 18 : Cukup Jelas

Pasal 19 : Cukup Jelas

Pasal 20

Ayat (1) s/d : Cukup Jelas (2)

(17)

Pasal 21

Ayat (1) : Cukup Jelas Ayat (2) : Cukup Jelas Ayat (3) : Cukup Jelas

Ayat (4) : Yang dimaksud rata-rata indeks gangguan, indeks lokasi, indeks modal serta indeks luas adalah :

( Indek gangguan + Indeks lokasi + Indeks modal + Indeks luas )

4

Contoh perhitungan untuk menentukan besarnya penggunaan tingkat penggunaan jasa sebagai berikut :

Diketahui :

- Luas Ruang Tempat Usaha = 50 M² - Indeks Gangguan = 2

- Indeks Lokasi = 2 - Indeks Modal = 2 - Indeks Luas = 6

Tingkat Penggunaan Jasa adalah : = 50 x ( 2 + 2 + 2 + 6 ) = 150

4

Pasal 22 :

Ayat (1) s/d : Cukup Jelas Ayat (3)

Pasal 23 : Cukup Jelas

Pasal 24 : Cukup Jelas

Pasal 25 : Cukup Jelas

Pasal 26 : Cukup Jelas

Pasal 27

Ayat (1) : Pengertian tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan lepada pihak ketiga, Namun dimungkinkan adanya kerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka proses pemungutan retribusi antara lain pencetakan formulir retribusi, pengiriman surat-surat pada wajib retribusi atau penghimpunan data obyek dan subyek retribusi.

Ayat (2) : Cukup Jelas

Pasal 28

Ayat (1) s/d (2) : Cukup Jelas

Pasal 29

Ayat (1) s/d : Cukup Jelas Ayat (4)

Pasal 30

Ayat (1) s/d : Cukup Jelas Ayat (20

(18)

Pasal 33 : Cukup Jelas

Pasal 34

Ayat (1) s/d : Cukup Jelas Ayat(2)

Pasal 35

Ayat (1) s/d ayat : Cukup Jelas (3)

Pasal 36

Ayat (1) s/d ayat : Cukup Jelas (2)

Pasal 37

Ayat (1) s/d : Cukup Jelas ayat (2)

Pasal 38 : Cukup Jelas

Pasal 39

Ayat (1) : Cukup Jelas s/d ayat (2)

Pasal 40

Ayat (1) s/d ayat : Cukup Jelas (2)

Pasal 41 s/d

Pasal 45 : Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN 208 NOMOR 20

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pilih kembali Sheet TRIALBALANCE, kemudian copy lah sheet tersebut, caranya pilih menu Edit&gt;Move or copy sheet, klik pada kotak create a copy sehingga muncul tanda

Bella Sukma Ananda (0901215), “Pengaruh Kompensasi Terhadap Motivasi Kerja Karyawan di PT.. Inti Bumi Perkasa (IBP) Bandung”,

[r]

Dalam proses bimbingan laporan Tugas Akhir baik Laporan Tugas Akhir yang berjalan pada Perguruan Tinggi Raharja masih dilakukan dengan cara konvensional, dapat dilihat

Pengembangan Manusia Melalui Peningkatan Kualitas Peningkatan Pilihan Hidup Pendidikan Pelatihan Pengalaman Pembiasaan/ Pembudayaan.. Pemurnian

Menurut penuturan bapak Afroh, nasi dikepal itu mirip seperti simbol yang sering digunakan dalam peribadatan Agama Hindu yaitu japa mala , untuk kemudian oleh Sultan

KENYATAAN MEDIA (19 JANUARI 2021) 1. Ini menjadikan jumlah keseluruhan kes positif COVID-19 di Sarawak meningkat kepada 2,367 kes. b) 26 kes lain-lain saringan