INA-CBG’s
dalam
•
Suatu sistem pengklasifikasian penyakit
yang mengkombinasikan antara sekelompok
penyakit dengan karakteristik klinis serupa
dengan biaya perawatan disuatu rumah sakit
•
Penyakit dengan karakteristik klinik serupa
biasanya membutuhkan sumber daya yang
hampir sama sehingga biaya perawatan juga
sama
UTILIZATION
(Resources Use)
Gejala Klinis
similar/sama
CLINICAL
CHARACTERISTIC
Penggunaan
Sumber Daya
homogen
Dasar Pengelompokan
• Dasar Pengelompokan dengan menggunakan :
ICD – 10 Untuk Diagnosa (14.500 kode)
ICD – 9- CM Untuk Prosedur/Tindakan (8.500 kode)
• Untuk mengkombinasikan kode diagnosa dan prosedur
tidak mungkin dilakukan secara manual, maka diperlukan
yang namanya
“ Grouper “
Casemix Main Group
• Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000 kode ke dalam
group -group
• Terdiri dari
23 CMG
(Casemix Main Group)
• Terdiri dari
1077
kode INA-CBG yang terdiri dari 789 kode
untuk rawat inap dan 288 untuk rawat jalan
Koding adalah memberi kode pada :
Diagnosis utama
Diagnosis Sekunder (komplikasi &
ko-morbiditi)
Prosedur utama
Prosedur Sekunder
menggunakan
ICD-10 (Penyakit) & ICD-9CM
Pemanfaat
Koding
Di rs.
Sistem Pelaporan
(SIRS)
Sistem Pembayaran
DRGs / CBGs
Registrasi Kanker
Sertifikat Medis
Penyebab Kematian
Database RS
(Penelitian)
Adalah
diagnosa akhir/final
yang dipilih dokter pada hari
terakhir perawatan dengan criteria
paling banyak
menggunakan sumber daya
atau yang menyebabkan hari
rawatan paling lama
(LOS)
•
Diagnosis utama selalu ditetapkan pada
akhir
perawatan
seorang pasien.
(established at the end of
the episode of health care)
•
Jika terdapat lebih dari satu diagnosis maka dipilih satu
diagnosis yg
paling banyak menggunakan resouces
(SDM, bahan pakai habis, peralatan medik, tes
pemeriksaan dan lain2).
Diagnosis sekunder adalah diagnosis selain dari
diagnosis utama (Komplikasi + Ko-morbiditi)
• Komplikasi adalah diagnosis yang muncul
setelah pasien berada di RS.
Ex: Wound infection, Pneumonia etc.
• Ko-morbiditi adalah diagnosis lain yang sudah
ada sebelum masuk RS.
Prosedur utama adalah prosedur tindakan
yang
paling banyak menghabiskan
sumber daya
atau yang menyebabkan
hari rawatan paling lama
dan biasanya
berhubungan erat dengan diagnosa
utama
.
Seluruh
signifikan
prosedur tindakan yang
dijalankan pada pasien rawat inap atau
rawat jalan, membutuhkan
peralatan
special
atau dikerjakan oleh
staf terlatih
•
DOKTER
menegakkan dan menuliskan diagnosis primer dan diagnosis sekunder
apabila
ada
sesuai
dengan
ICD
10
serta
menulis
seluruh
prosedur/tindakan yang telah dilaksanakan dan membuat resume medis
pasien secara lengkap dan jelas selama pasien dirawat di rumah sakit.
•
KODER
melakukan kodifikasi dari diagnosis dan prosedur/tindakan yang diisi oleh
dokter yang merawat pasien sesuai dengan ICD 10 untuk diagnosa dan ICD
9 CM untuk prosedur/tindakan
Tulisan
dr. sulit
dibaca
Diagnosis
tidak
spesifik
Banyak yang
belum di
koding
Singkatan
tidak
standar
HINDARI SINGKATAN
DIAGNOSIS/PROSEDUR
Ketepatan pengkelasan CBG (CBG grouping) sangat
tergantung kepada ketepatan diagnosis
utama.
Diagnosis utama
akan menentukan
CMG
(Casemix
Main Group) atau
sistem organ yg terlibat
.
Tingkat keparahan penyakit
(severity level )
ditentukan oleh diagnosis sekunder,
prosedur dan umur pasien.
Ketepatan jumlah biaya
rawatan pasien
ditentukan
oleh ketepatan pengkelasan CBG dan
pemilihan diagnosis
• Mengikuti standar resmi WHO dalam pengkodean
diagnosis (WHO Morbidity Refference Group)
• Mengikuti standar resmi aturan coding ICD-10 dan
ICD-9-CM
• Untuk kasus pasien bayi baru lahir (usia 0-30 hari)
data berat badan lahir dalam gram harus
dimasukkan.
• Gunakan kode P (perinatal) untuk diagnosa utama
jika umur pasien kurang dari 30 hari.
• Prosedur utama harus berkaitan dengan Diagnosa
CODE CREEP
•
Code Creep
adalah perubahan dalam pencatatan Rumah
Sakit (rekam medis) yang dilakukan praktisi untuk
meningkatkan penggantian biaya dalam sistem Casemix
(Seinwald dan Dummit, 1989)
•
Code Creep
sering disebut sebagai
upcoding
, dan apabila
mengacu pada konteks Tagihan Rumah Sakit (hospital
billing) maka disebut
DRG Creep
•
Penyebab variasi pengkodean
:
- Kurangnya pengetahuan koder
- Pengembangan serta revisi dalam sistem koding
- Kebijakan khusus suatu negara
• Memahami Diagnosis yang dikenal oleh
DRG Grouping
• Meningkatkan Akurasi Diagnosis
• Mengawasi pekerjaan Coding
1
A - B
A00 - B99
Penyakit Infeksi & Parasitik Tertentu
2
C
C00 - C48
Neoplasma
3
D
D50 - D89
Penyakit Darah & Organ Pembuat Darah
4
E
E00 - E96
Peynyakit Endokrin, Nutrisi & Metabolik
5
F
F00 - F99
Gangguan Mental & Perilaku
6
G
G00 - G99
Penyakit Sistem Saraf
7
H
H00 - H59
Penyakit Mata & Adneksa
8
H
H60 - H95
Penyakit Telinga & Pros. Mastoideus
9
I
I00 - I99
Penyakit Sistem Sirkulasi Darah
10
J
J00 - J99
Penyakit Sistem Napas
11
K
K00 - K96
Penyakit Sistem Cerna
12
L
L00 - L99
Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan
13
M
M00 - M99
Penyakit Sistem Muskuloskeletal
14
N
N00 - N99
Penyakit system Kemih
15
O
O00 - O99
Kehamilan, Persalinan & Masa Nifas
16
P
P00 - P96
Kondisi
– Kondisi Tertentu
17
Q
Q00 - Q99
Kelainan Bawaan
18
R
R00 - R99
Gejala, Tanda (penemuan lab)
19
S – T
S00 - T98
Cedera & Keracunan
20
V – Y
V01 - Y98
Penyebab Luar
21
Z
Z00 - Z99
Faktor yg mempengaruhi Kesehatan dan kontak dengan pelkes
A - Z
H65 – H75
H80 – H83
H60 – H62
H90 – H95
BLOKS
3-KARAKTER
4-
KARAKTER
H61
dst
H60
H69
H60.1
dst
H60.0
H60.9
S02.10 S06.21 dst
T14.21
M00.01 M02.22 dst
M99.99
KARAKTER BAB I - 21
5-KARAKTER
THE UNUSED
“
U
”
CODES
Volume 1 dan 3 harus digunakan bersama-sama
untuk menemukan kode yang benar dari setiap kasus
Kategori penyakit khusus memperoleh prioritas di
atas kategori sistem tubuh.
Contoh: Ca. Paru-Paru akan diklasifikasikan dalam
Bab II Neoplasma bukan dalam Bab X Penyakit Sistem
pernafasan
LANGKAH MENENTUKAN KODE
19
Identifikasi Pernyataan (penyakit,cedera,kondisi lain) yg akan
diberi kode, Pilih bagian yang tepat pada Buku Indeks Volume
3.
Tentukan kata kunci, menggunakan nama penyakit atau
kondisi patologis (
Subdural Hematoma
) >>>
Hematoma
kata
kunci,
subdural
penjelasan
Baca dan ikuti petunjuk dibawah kata kunci
Baca setiap catatan dalam tanda kurung ( )
Ikuti setiap petunjuk rujukan silang
( “see” dan “see also”)
Cek ketepatan kode pada volume 1 (baca penjelasan pada
judul Blok atau Bab).
Labor (
see also
Delivery)
Untuk Kategori 3 karakter dengan .- (point dask) berarti ada
karakter ke 4 pada Volume 1
Baca tuntunan setiap
“Inclusion” dan “Exclusion” dibawah
kode yang dipilih.
Pasien
Demografi
Diagnosis
Utama &
Sekunder
Prosedur
Utama &
Sekuder
Injury &
External
Cause
Morphology
& Histolgy
Cek & Group
Entry data atau
import data dari
SIM RS
ICD10
Kode Diagnosis
Utama sesuai
resume dengan
memenuhi aturan
coding, kemudian
kode diagnosis
sekunder
ICD9CM
V01-Y98
M8000/0-M9989/1
Jika diagnosis utama
atau diagnosis
sekunder adalah
cedera/injury harus
diikuti dengan
penyebab luar (external
cause) yang relevan
dengan diagnosisnya.
Jika diagnosis utama
atau diagnosis
sekunder adalah
Neoplasma harus
diikuti dengan kode
Morfology untuk
menggambarkan
histology dan
behavior (sifat,
prilaku) nya
Review hasil
pengkodean
dan Grouping
DRGs
Kode Prosedur
Utama yang
berhubungan
dengan Diagnosis
Utama dilanjutkan
dengan mengkode
prosedur-prosedur
lainnya.
kLAsifikasi operasi &
prosedur
KLASIFIKASI PROSEDUR ICD-9-CM
Diterbitkan berisi daftar yang tersusun dalam tabel
dan Index Alfabetis
Prosedur bedah dikelompokkan pada bagian 01-86
Prosedur bukan bedah dibatasi pada bagian 87-99
Struktur klasifikasi berdasarkan anatomi
Kode angka
Berdasarkan struktur 2-digit dengan 2 digit desimal
diperlukan
ICD-9-CM 3 Volume
1. Numerical list of disease code
2. Alphabetical index
3. Clasification system for surgical
diagnostic and therapeutic
Prosedur berdasarkan (ICD-9CM)
•
Semua prosedur
–
Termasuk prosedur Operasi dan
pengobatan
–
Termasuk prosedur non operasi
seperti CT Scan, MRI, USG
•
Prosedur yang dikoding
–
Semua prosedur dilakukan didalam
kamar operasi
–
Semua prosedur melibatkan staf
ahli dan menggunakan alat canggih.
Prosedur yang tidak termasuk
• Prosedur yang dilakukan oleh perawat
• Prosedur yang tidak memerlukan staf ahli
• Prosedur yang tidak menggukan alat
canggih
•
Ordinary plain X Ray
•
Word Catheterization
•
Cardiopulmonary resuscitation
•
Cardiac massage
•
Laboratoriun test
•
IV Therapy
•
Pemeriksaan pemulihan (physioteraphy)
BAB
CODE
PROCEDURE
0
00
Procedures and intervention, not elsewhere clasified
1
01 – 05
Operations on the nervous system
2
06 – 07
Operations on the endocrine system
3
08 – 16
Operations on the eye
4
18 – 20
Operations on the ear
5
21 – 29
Operations on the nose, mouth, and pharynx
6
30 – 34
Operations on the respiratory system
7
35 – 39
Operations on the cardiovascular system
8
40 – 41
Operations on the hemic dan lymphatic system
9
42 – 54
Operations on the digestive system
10
55 – 59
Operations on the urinary system
11
60 – 64
Operations on the male genital organs
12
65 – 71
Operations on the female genital organs
13
72 – 75
Obstetrical procedures
14
76 – 84
Operation on the musculoskeletal system
15
85 – 86
Operations on the integumentary system
16
87 – 99
Miscellaneous diagnostic and therapeutic procedures
Contoh :
Lead Term
Lead Term
:
Example: Case of Acute Appendicitis with
Appendicectomy
done
Lead term
: Appendicectomy
(with drainage) 47.09
- incidental 47.19
Tabular list : 47 Operations on appendix
Includes
: appendiceal stump
47.0 Appendectomy
Exclude
: incidental
appendectomy,described
laparoscopic (47.11)
other (47.19)
47.1 Incidental appendectomy
47.2 Drainage of appendiceal abscess
Excludes:
that with appendectomy
(47.0)
ex. INA-CBG CLASSIFICATION
PRINCIPAL DIAGNOSIS O06.1 : UNSPECIFIED ABORTION INCOMPLETE
SECONDARY DIAGNOSIS : O16 : MATERNAL HYPERTENSION
SURGICAL PROCEDURE
69.09 : DILATATION & CURETTAGE
NON-OPERATING ROOM PROCEDURE :
88.78 DIAGNOSTIC ULTRASOUND OF GRAND UTERUS INTRAUTERINE
KODE INACBG :
W-1-11-I
DESKRIPSI : PROSEDUR DILATASI, KURET, INTRAUTERIN & SERVIK RINGAN
RP. 4.860.098,00
28
INACBG :
W-1-11-I
PROSEDUR DILATASI, KURET, INTRAUTERIN & SERVIK RINGAN
INACBG :
W-1-11-II
PROSEDUR DILATASI, KURET, INTRAUTERIN & SERVIK SEDANG
INACBG :
W-1-11-III
PROSEDUR DILATASI, KURET, INTRAUTERIN & SERVIK BERAT
CBG pasien akut & rawat jalan
E-4-10-iii
CMG
Tipe Kasus (1-9)
Spesifik CBGs
Severity Level
1. Pencatatan Informasi Diagnosis
•
Dokter hrs memilih kondisi utama utk dicatat
•
Diagnosa hrs mempunyai nilai informatif sesuai kategori
ICD yg spesifik :
Acute appendicitis with perforation
Diabetic cataract, insulin-dependent
Meningococcal pericarditis
Antenatal care for pregnancy-induced hypertension
Diplopia due to allergic reaction to antihistamine taken
as prescribed
Osteoarthritis of hip due to an old hip fracture fracture
of neck of femur following a fall at home
1. Pencatatan Informasi Diagnosis (2)
•
Diagnosa atau gejala2 yg tak pasti :
Jika tidak ada diagnosa yg pasti, maka gejala,
temuan abnormal dpt dijadikan diagnosa selama
belum dapat ditegakkan.
•
Datang ke yankes krn alasan selain sakit :
BAB XXI (Z00-Z99) memberikan kategori untuk
klasifikasi keadaan ini :
Monitor kondisi-kondisi yg ditangani
sebelumnya
Imunisasi
Kontrasepsi, perawatan antenatal dan post
partum
Keterangan sehat utk asuransi, pekerjaan, SIM
dll.
1. Pencatatan Informasi Diagnosis (3)
•
Kondisi Multiple :
Cidera multiple, Multiple sequelae pd penyakit,
kondisi multiple pd kasus AIDS. Pilih kondisi yg
paling berat & resources lebih besar hrs dicatat
sbg diagnosa utama diikuti oleh daftar kondisi
tsb.
•
Kondisi Sebab-sebab Eksternal :
Kondisi cedera, keracunan, atau akibat dr sebab
eksternal, harus dicatat utk menggambarkan sifat
& keadaan yg menimbulkannya.
Contoh
: “ Fraktur neck of femur akibat jatuh
terpeleset diatas trotoar yang licin”
2. Pedoman pemberian kode Kondisi utama
& kondisi lain
K
ondisi utama & Kondisi lain yg relevan harus dicatat
oleh dokter, dan koder memberi kode pd kondisi tsb.
Bila kondisi pencatatan utama sudah tidak konsisten atau
salah dicatat, harus dikembalikan utk penjelasan.
Bila gagal mendapatkan klarifikasi peraturan MB1 s/d
MB5 akan menolong koder.
•
Sistem dual-klasifikasi
Dagger (†) & Asterisk (*)
Contoh :
Measles pneumonia
= B05.2† J17.1*
Pericarditis
tuberculosis = A18.8† I32.0*
NIDDM karatak
= E10.3† H28.0*
2. Pedoman pemberian kode Kondisi
utama & kondisi lain (3)
•
Symptoms (gejala), Sign dan temuan abnormal
dan situasi yg bukan penyakit :
Hati2 dlm kode diagnosa utama utk BAB XVIII (kode “R”) &
XXI (kode “Z”) utk KASUS RAWAT INAP.
Jika diagnosa yg lbh spesifik (penyakit atau cidera) tidak
dibuat pd akhir rawat inap maka dizinkan memberi kode
“R” atau kode “Z”.
Jika diagnosa utama masih disebut “suspect” dan tdk ada
informasi lebih lanjut atau klarifikasi maka harus di kode
seolah-olah telah ditegakkan.
Kategori Z03.- (
Medical observation and evaluation for
suspected diseases and conditions
) diterapkan pada
“Suspected” yg dapat dikesampingkan seudah
pemeriksaan.
2. Pedoman pemberian kode Kondisi
utama & kondisi lain (4)
contoh :
Kondisi utama
: Suspected acute Cholecystitis
Kondisi lain
:
-Diberi kode Acute Cholecystitis (K81.0) sebagai diagnosa utama
Kondisi utama
: masuk RS utk pemeriksaan neoplasma ganas cervix
Diberi kode observation for suspected malignant neoplasm (Z03.1) sbg
diagnosa utama.
Kondisi utama
: Suspected myocardial infarction
Kondisi lain
:
-Diberi kode observation for suspected myocardial infarction (Z03.4) sbg
diagnosa utama.
Kondisi utama
: Epitaxis berat
Kondisi lain
:
-Pasien di RS satu hari, tidak ada prosedur atau pemeriksaan yg dilaporkan.
Diberi kode Epitaxis (R04.0), ini dpt diterima krn pasien dng jelas berurusan dng
gawat darurat.
38
2. Pedoman pemberian kode Kondisi
utama & kondisi lain (5)
•
Kode kondisi multiple
Bila terdapat kondisi
“Multiple” tdk ada kondisi
tunggal yg menonjol, diberi kode
“multiple” yg
digunakan & kode sekunder dapat ditambahkan
untuk daftar kondisi individu
Kode ini diterapkan terutama pada yg
berhubungan dng penyakit HIV, Cedera &
Sequelae
39
2. Pedoman pemberian kode Kondisi
utama & kondisi lain (6)
•
Kode kategori kombinasi
Kategori kombinasi digunakan apabila diagnosa utama dan
sekunder yg berkaitan dapat digambarkan dalam satu kode
Kondisi utama
: Renal failure
Kondisi lain
: Hypertensive renal disease
Diberi kode hypertensive renal disease with renal failure (I12.0)
Kondisi utama
: Intestinal obstruction
Kondisi lain
: Hernia inguinalis kiri
Diberi kode Unilateral or unspecified inguinal hernia, with obstruction, without
gangren (K40.3)
Kondisi utama
: Katarak, Insulin dependent DM
Kondisi lain
: Hypertensi
Spesialisasi
: Mata
Diberi kode IDDM with opthalmic complication (E10.3+) dan Diabetic cataract
(H28.0*) sebagai kondisi utama
Coding of combination categories
41
2. Pedoman pemberian kode Kondisi
utama & kondisi lain (7)
•
Kode morbiditas penyebab eksternal
Sifat dasar kondisi & keadaan penyebab eksternal harus
diberi kode.
Biasanya sifat dasar pd BAB XIX (S00-T98) & penyebab
external pd BAB XX (V01-Y98) sbg kode tambahan
contoh :
Kondisi utama
: Fraktur colum femoris karena jatuh tersandung pd
trotoar yang tidak rata.
Diberi kode
Fracture of neck of femur
(S72.0) sbg kode utama. Kode penyebab
eksternal pada
fall on the same level from slipping, tripping or stumbing on
street or hagway
(W01.4) sbg kode sekunder
Fracture of neck of f emur caused by fall due to tripping on
uneven pavement S72.0 dan W01.4
43
2. Pedoman pemberian kode Kondisi
utama & kondisi lain (8)
•
Kode sequelae pada kondisi tertentu
“Sequelae of …”(B90-B94, E64-E68, G09, I69, O97, T90-T98,
Y85-Y89) digunakan untuk kondisi yg sudah tdk ada lagi
saat ini (telah diobati/diperiksa).
kode utamanya adalah sifat dasar sequelae itu sendiri,
kode “sequelae of ..” (old; no longer present) sbg kode
sekunder optional.
contoh :
Kondisi utama
: Dysphasia dari old cerebral infarction
Diberi kode
Dysphasia (R47.0)
sbg kode utama. Kode untuk
sequelae cerebral
infarction
(I69.3) sbg kode sekunder.
Kondisi utama
: Late effect dari poliomyelitis
Kondisi lain
:
-Diberi kode Sequelae poliomyelitis (B91) sbg kode utama krn tdk ada informasi
lain.
44
2. Pedoman pemberian kode Kondisi
utama & kondisi lain (9)
•
Kode kondisi Akut & Kronis
Kondisi utama akut & kronis dijumpai kategori yg terpisah,
tetapi bg kombinasi kode kondisi akut digunakan sbg
kondisi utama yg harus dipilih.
contoh :
Kondisi utama
: Cholecystitis akut & kronis
kondisi lain
:
-Diberi kode acute cholecystitis (K81.0) sbg kode utama dan chronic
cholecystitis (K81.1) digunakan sbg kode sekunder
Kondisi utama
: Acute exacerbation of chronic bronchitis
Kondisi lain
:
-Diberi kode Chronic obstructive pulmonary disease with acute exacerbation
(J44.1) sbg kode utama krn ICD memberikan kode yg tepat utk kombinasi
45
2. Pedoman pemberian kode Kondisi
utama & kondisi lain (10)
•
Kode kondisi & komplikasi post prosedur
Bab XIX (T80-T88) utk komplikasi yg berhubungan dng
pembedahan & tindakan lain.
mis : Infeksi luka, komplikasi mekanis dr implant, shock dll.
contoh :
Kondisi utama
: Hypothyroidism karena thyroidektomi satu tahun lalu
kondisi lain
:
-Diberi kode postsurgical hypothyroidism (E89.0) sbg kode utama
Kondisi utama
: Haemorrhage hebat setelah cabut gigi
Kondisi lain
: Nyeri
Spesilaisasi
: Gimul
46
3. Peraturan reseleksi diagnosa utama
salah dicatat
Pada keadaan adanya informasi yg dpt
menunjukan bahwa dokter salah tidak mengikuti
prosedur ICD yg benar :
•
Klarifikasi (minta penjelasan) dr dokter yg
merawat.
•
Jika tidak mungkin gunakan peraturan
RULE MB1
•
Kondisi minor direkam sebagai “Kondisi utama” (
main
condition
), kondisi yang lebih bermakna direkam sebagai
“kondisi lain” (
other condition
)
Kondisi utama adalah kondisi yang relevan bagi perawatan
yang terjadi, dan jenis spesialis yang mengasuh.
pilih kondisi yang relevan sebagai “Kondisi utama”
Contoh:
K. utama :
Dyspepsi
Kondisi lain:
Acute appendicitis
Acute abdominal pain
Prosedur:
Appendectomy
Spesialis:
Bedah digesti
Maka reseleksi: Acute appendicitis sebagai kondisi utama.
RULE MB2
•
Beberapa Kondisi yang direkam sebagai kondisi utama
Beberapa kondisi tidak bisa digabung untuk dapat dicode bersama
dan direkam semua sebagai kondisi utama,
dan salah satu kondisi
lain pada rekaman menunjuk sebagai kondisi utama, maka pilih ini
sebagai kondisi utama, bila tidak ada maka pilih yang pertama
disebut.
Contoh:1.
K. Ut.
Osteoporosis
Candida bronchopneumonia
Rheumatism
K. lain:
-Bidang spesialisasi: Peny.Paru
Reseleksi K. Ut. Candida bronchopneumonia
2.
K.Ut.
KPD, letak lintang dan anemia
K.lain:
-Partus spontan
Reseleksi K. ut. Premature rupture of membrane
RULE MB3
•
Kondisi yang direkam sebagai kondisi utama
menggambarkan suatu gejala yang timbul akibat suatu
diagnosa atau kondisi yang ditangani
Jika kondisi terkait diberi code yang ditemukan di Bab XVIII
(R.-), dan di rekam medis ada terekam kondisi lain yang lebih
menggambarkan diagnosis pasien dan kepada kondisi ini
terapi diberikan
maka reseleksi kondisi akhir tersebut
sebagai kondisi utama.
Contoh:
K. ut. Hematemesis
K. lain: Varices esophagus
Cirrhosis hepatis
Bidang spesialis: Penyakit Dalam konsul ke Bedah
Reseleksi kondisi utama: Varices esophagus pada
cirrhosis hepatis (K74.-! I98.2*)
RULE MB4
•
Spesialisitas
Bila diagnosis yang terekam sebagai kondisi utama adalah istilah yang
umum, dan ada istilah lain yang memberi informasi lebih tepat tentang
lokasi tubuh atau sifat dasar suatu kondisi, maka reseleksi kondisi terakhir
sebagai kondisi utama.
Contoh:
K.Ut.
CVA
K. lain-lain:
Stroke
Hemiplegia
Cerebral haemorrhage
Reseleksi: Kondisi utama: Stroke cerebral
hemorhage
K.Ut.
DM tanpa terapi insulin
K. lain-lain:
Cataract mata bilateral
Spesialisasi: Ophthalmologist
Reseleksi: Kondisi Utama: NIDDM cataract.
RULE MB5
•
Alternatif diagnoses utama
Suatu tanda/gejala direkam sebagai kondisi utama, dengan
indikasi kondisi terkait adalah suatu kondisi atau kondisi lain,
reseleksi gejala tersebut sebagai “kondisi utama”.
Bila ada 2 atau > dari 2 kondisi direkam sebagai pilihan diagnostik
sebagai kondisi utama, pilih yang pertama disebut.
Contoh:
1.
K. ut. Sakit kepala mungkin krn sinusitis atau stres.
Reseleksi: Sakit kepala
2.
K.ut.
Kolekistitis akut atau gastritis
Reseleksi: kolekistitis akut
3.
K. ut. GE akibat infeksi atau keracunan makanan
Reseleksi: Infectious GE.
KHUSUS UNTUK BAYI PERINATAL:
• Apabila bayi lahir sehat maka tidak memiliki code
diagnosis penyakit (P)
hanya perlu kode bahwa ia
lahir hidup di lokasi persalinan, tunggal atau multiple
(Z38)
• Apabila lahir ada masalah/gangguan. cari kode P.
termasuk bayi lahir sehat tetapi dipengaruhi oleh faktor
ibunya : komplikasi saat hamil & melahirkan
P00 s/d P04
(contoh : hamil dengan hypertensi O10.0)
B20-B24 : HIV
53
Kondisi Utama penyakit HIV disertai beberapa penyakit, HARUS
dipilih subkategori 7. yg tepat dari B20-B22.
Sub kategori B22.7 dbila tdp dua (2) kategori atau lebih dari B20-B22,
diikuti kode tambahan utk menentukan daftar kondisi individua dapat
digunakan B20-B24
Contoh :
1. KU
: Penyakit AIDS dan Sarcoma Kaposi
K.Lain
:
-Diberi kode HIV disease resulting in Kaposi’s sarcoma (B21.0)
2. KU : Toxoplasmosis dan Cryptococcosis pd pasien HIV
K. Lain
:
-Diberi kode HIV multiple infection (B20.7), B20.8 dan B20.5 dapat
digunakan sbg kode tambahan
B20-B24 : HIV
54
Contoh :
3. KU
: Penyakit HIV dng Pneumocytis cariini pneumonia,
Burkitt’s lymphoma dan Kandidiasis mulut.
K.Lain
:
-Diberi kode HIV multiple disease (B22.7), B20.6 , B21.1 dan B20.4
digunakan sbg kode tambahan
Code to HIV disease resulting in multiple diseases (
B22.7). Additional codes B20.6
(HIV disease resulting in Pneumocystis carinii pneumonia), B21.1 (HIV disease
resulting in Burkitt's lymphoma) and B20.4 (HIV disease resulting in candidiasis)
may be used, if desired.
B90-B94 : Sequelae penyakit infeksi & parasit
56
Kode ini tidak digunakan kode kondisi utama jika dicatat
sifat kondisi residual .
Bila kode utk kondisi residula tersebut , B90-B94 dapat
digunakan sbg kode tambahan.
B95-B97 : Bakteri,Virus & Infetiuos agent yg
lain
57
Kode ini tidak digunakan kode kondisi utama.
Kategori tsb diberikan bg penggunaan optional sbg kode tambahan
utk identifikasi kuman penyebab infeksi.
Contoh :
1. K.Utama : Cystitis akut karena E.Coli
K.lain
:
-Diberi kode Cystitis acute (N30.0) dan B96.2 penyebab penyakit
sbg kode tambahan.
2. K.Utama : Infeksi bakteri
K.lain
:
-Diberi kode Bacterial infection, unspesified (A49.9) sbg kode
utama , tidak pada kode B95-B97
NEOPLASMA
58
Neoplasma primer atau metastase yg merupakan fokus perawatan,
harus dicatat dan diberi kode sbg “Kondisi utama”
Contoh :
1. K.Utama : Ca. prostat
K.lain
: Bronchitis kronis
Prosedure : Prostatektomi
Diberi kode Ca. Prostat (C61) sbg kondisi utama
2. K.Utama : Ca Mamae direseksi 2 tahun lalu
K.lain
: Ca sekunder paru
Prosedur
: Bronkoskopi dng biopsi
Diberi kode secondary Ca paru (C78.0) sbg kode utama , Z85.3
(personal history Ca.breast ) digunakan sbg kode tambahan
E10-E14 DIABETES MELLITUS
59
Subkategori .7 digunakan kode utama bila komplikasi multiple pada
DM. diikuti kode komplikasi yg terdaftar dapat ditambahkan sbg
kode tambahan.
Contoh :
1. K.Utama : Renal failure krn diabetic glumenulonephrosis
Diberi kode E14.2+ dan N08.3*
2. K.Utama : IDDM dng Nephropathy, Gangrene & Cataracts
Diberi kode utama IDDM with multiple complication (E10.7)
dan E10.2+ N08.3* IDDM dng nephropathy, E10.5 NIDDM
with Gangrene, E10.3+ H28.0* IDDM with cataract
O80
–
O84 PERSALINAN dlm CBGs
61
Semua persalinan bila terdapat penyulit dan
penyulit atao komplikasinya tersebut
memang resourse terbesar maka PENYULIT
menjadi kode diagnosis utama
INACCURATE
ICD
Principle diagnose : HYPERTENSI I10
Secondary diagnose : ANEMI
D64.9
Procedure :
-Department
` : OBGYN
ACCURATE
ICD
Principle diagnose : HYPERTENSI
O16
Secondary diagnose : ANEMI
O99.0
Procedure :
-Department
: OBGYN
Gunakan kode O820, O821, O828 dan O829 sebagai diagnosa
utama jika terdapat prosedur tindakan bedah Caesar (caesarian
section)
Ketentuan lain
SE Sesdirjen BUK no
HK.03.03/X/1185/2015 ttg Pedoman
Penyelesaian Permasalahan Klaim INA
CBG dlm Penyelenggaraan JKN
Lampiran I SE Sesdirjen
utama
Sekunder
Prosedur
1 HIV
Candidiasis
Pada kasus-kasus HIV ditambahkan kode candidiasis (B.37)
Hipertensi
Beberapa hal yang disalahgunakan:
(I10-I15)
1. Koding Hipertensi disertai dengan kode CHF
2. Koding Hipertensi disertai kode CRF
dampak: Peningkatan severity level
3 Thalasemia
Penagihan Top Up obat kelasi/ Thalasemia (Deferipron Deferoxsamin)
dalam sebulan lebih dari 1x
Hiperglikemia
Hiperglikemia dicoding terpisah dengan diagnosis utama seperti DM
R739
Dampak : secara nilai klaim tidak ada, kecuai dibalik menjjadi diagnosis
primer
NO
Kode Diagnosis-Prosedur
Perihal
2
4
Kesepakatan
Pada kasus HIV dikoding dengan kode kombinasi, tidak dapat dikoding sendiri-sendiri/terpisah.
(yang seharusnya B20.4 dan B.37 tidak dicoding)
Diagnosis hipertensi dan gagal jantung atau dan gagal ginjal hanya dapat dikoding dengan satu
koding kombinasi tanpa mengentri gagal jantung/gagal ginjalnya ( Permenkes no. 27 )
Top up klaim obat kelasi (sebagai klaim rawat inap) hanya dapat dikoding 1x sebulan (sesuai
Permenkes No.59 tahun 2014)
utama Sekunder Prosedur
Tonsilektomi selalu dikoding dengan kauter faring
Dampak: peningkatan biaya akibat perubahan grouping
6
Appendectomy dengan laparotomi (47.0+54.1)
Tindakan operasi yang membuka lapisan perut dikoding terpisah dengan kode tindakan utama
7
Herniotomi dengan laparotomi (53.9+54.1)
Dampak: Meningkatkan biaya, hasil grouping berbeda atau bertambah
Tindakan operasi dikoding terpisah-pisah misalnya SC/appendectomy dengan insisi peritoneum
Dampak: meningkatkan biaya,hasil grouping berbeda atau bertambah
Persalinan normal sering dikoding dengan lacerasi perineum dengan tindakan repair perineum (75.69)
Dampak: entri tindakan repair perineum (75.69) akan menyebabkan perubahan grouper menjadi O-6-12I dengan biaya klaim yang lebih tinggi dari grouper persalinan normal
NO Kode Diagnosis-Prosedur Perihal
8 5 Tonsilektomi dengan Kauter Faring (28.2 dan 29.39) Insisi Peritoneum 9 Repair Perineum (7569)
Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
Repair pada rutin episiotomy saat persalinan normal dikoding dengan 73.6 (bukan kode 75.69)
Kesepakatan
utama Sekunder Prosedur
USG pada Kehamilan
Penggunaan kode 88.76 atau 88.79 pada koding USG kehamilan, biasanya pada kasus rawat jalan
88.76/88.79
Dampak: biaya klaim kode 88.76/88.79 lebih tinggi dibandingkan kode 88.78
pada kasus-kasus dengan pemasangan WSD (34.04) sering disalahgunakan dengan menambah koding puncture of lung (33.93) Dampak: peningkatan biaya karena koding 33.93 akan merubah hasil grouper menjadfi lebih tinggi
12 Endotrakeal Tube
Pada operasi atau tindakan yang perlu pemasangan endotracheal tube dikoding terpisah
Educational therapy pada konsultasi ke dokter (misalnya dokter gizi) pada klaim rawat jalan
NO Kode Diagnosis-Prosedur Perihal
10
11 WSD dan puncture of lung
13 Skingraft Skin graft ditagihkan pada kasus kelloid, sellulitis, dll
Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
Tidak bisa dijamin pada yang berhubungan dengan kosmetik
catatan: perhatian penggunaan koding graft, pastikan tindakan graft wajar dilakukan pada pasien (misalnya pada luka/injury yang luas dan dalam), jika hanya luka kecil dikoding skin graft perlu dikonfirmasi
Educational Therapy (93.82)
Koding USG pada kehamilan dapat dikoding menggunakan kode 88.78 dan bila terbukti melakukan tindakan USG
koding tindakan WSD adalah 34.04
Kesepakatan
14
1. episode sesuai dengan aturan episode rawat jalan, educational therapy bukan untuk konsultasi gizi
utama Sekunder Prosedur
15 Collar Neck
Penggunaan Collar neck dikode Insertion Other Spinal Device (84.59) karena langsung dikode oleh dr. Sp.OT
16
DHF pada pasien hamil
Pasien hamil dirawat dr. Sp.PD dengan kasus penyakit dalam (Contoh DHF). Diagnosis sekundernya bagaimana??
17
Kelas rawat
Peserta yang dirawat inap di ruangan IGD atau ruang non kelas seperti ruang observasi/peralihan/ruangan kemoterapi, klaim ditagihkan sesuai hak kelas peserta (kelas 1-3)
Leukositosis dengan penambahan kode D728 sebagai diagnosis sekunder, sering disalahgunakan saat hasil laboratorium leukosit meningkat walaupun tidak mengikat dan tidak ada terapi spesifik. Dampak: peningkatan severity level menjadi II
Anemia sebagai diagnosis sekunder adalah anemia yang disebabkan oleh:
1.Komplikasi penyakit utamanya ( dimana terapi anemia berbeda dengan terapi utamanya, contoh : pasien kanker payudara yg diradioterapi , pada perjalanannnya timbul anemia maka anemia tersebut dapat dimasukkan diagnosa sekunder dan stadium lanjut, dll) yang memerlukan transfusi darah dan eritropoetin harus dimasukkan memerlukan transfusi darah sebelum radioterapi selanjutnya
Penggunaan Anemia sebagai diagnosis sekunder pada beberapa diagnosa utama seperti : persalinan, gagal Ginjal, dll. Menyebabkan peningkatan biaya klaim.
Dampak : Peningkatan Severity Level menjadi II
2. jika terdapat bukti klinis (lab) anemia tetap dicoding
Anemia pada persalinan: NO Kode Diagnosis-Prosedur Perihal
19 Leukositosis Anemia 18
Collar neck tidak perlu dikoding karena termasuk alat kesehatan yang ditanggung terpisah sesuai dengan Permenkes no. 27 tahun 2014 . Kode 84.59 bukan kode untuk collar neck
Kesepakatan
Jika Sp.PD yang merawat : koding diagnosis utama: kode DHF, sedangkan diagnosis sekunder adalah kode "O"
Kelas klaim dibayarkan setara dengan kelas 3
1. Standar Diagnosis Anemia dapat menggunakan standar WHO
2. Anemia gravis ( dibawah 8 ) pada penyakit kronik ( gagal ginjal kronik, kanker) menjadi diagnosa sekunder karena memerlukan pengobatan khusus yg berbeda dari penyakit dasarnya.
Leukositosis yang dimasukkan sebagai diagnosis sekunder bukanlah leukositosis yang disebabkan karena infeksi atau karena pemberian obat-obatan (GCSF, Steroid) dan myeloproliferatif neoplasma (MPN)
utama Sekunder Prosedur
20
Malnutrisi Penggunaan Malnutrisi dan Kaheksia sebagai diagnosa sekunder
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
kode Agranulositosis sebagai diagnosis sekunder, biasanya disalahgunakan pada hasil laboratorium leukosit yang menurun tetapi tidak bermakna (misalnya pada pasien-pasien kemoterapi juga dikoding D70 karena leukopeni)
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
Penggunaan Gas Gangrene sebagai diagnosis sekunder , biasanya didiagnosis gangrene dikoding gas gangrene
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
1. Terjadi peningkatan/penurunan kadar kreatinin serum sebanyak ≥0,3 mg/dl
Kecuali pada kanker stadium lanjut dimasukkan sebagai diagnosa sekunder karena memerlukan penatalaksanaan khusus
1. Dalam penegakan diagnosis perlu mencantumkan bukti medis (hasil lab) Diagnosis menyertakan bukti klinis (IMT,dll)
NO Kode Diagnosis-Prosedur Perihal
22 Gagal Ginjal Akut/AKI (N17) 21
Kaheksia
2. Diagnosis leukopenia pada pasien kanker adalah jumlah leukosit dibawah 3000 dan harus dituliskan diluar diagnosa kankernya karena hal ini berdampak pada pemberian GCSF pasca kemoterapi sampai leukosit diatas atau sama dengan 5000
1. Penegakan diagnosis Gas Gangrene : pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya krepitasi dibawah kulit dan mukosa atau pada foto rontgen didapatkan adanya gas dilokasi gangren 24 Gas Gangrene (A48.0) Leukopenia-Agranulositosis (D70) Kesepakatan 23
Kriteria Diagnosis Gagal Ginjal Akut:
2. Terjadi penurunan jumlah urin ≤0,5ml/Kg/Jam dalam 6 jam AKI sebagai diagnosis sekunder, biasanya sering disalahgunakan pada
hasil laboratorium ureum kreatinin yang meningkat tidak bermakna
2. Sesuai kaidah ICD Gas Gangrene dikode A48.0 dan gangrene DM diberi kode E10-E14 (sesuai dengan jenis DM) dengan digit terakhir .5 (contoh Gangrene DM Tipe 2 di kode E11.5). Jika tidak Jelas Tipe DM, maka gangrene DM dapat dikode E14.5
utama Sekunder Prosedur
Penggunaan Efusi Pleura sebagai Diagnosa sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
Penggunaan Respiratory Arrest sebagai diagnosis sekunder terutama pada kasus yang meninggal
Penggunaan Pneumonia sebagai diagnosis sekunder tanpa hasil rontgen atau tanda klinis
dampak: meningkat severity level II
Penambahan kode TB Paru sebagai sekunder pada pasien dengan TB Paru yang sedang pengobatan OAT rutin
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
NO Kode Diagnosis-Prosedur Perihal
TB Paru tetap ditulis sebagai diagnosis sekunder apapun diagnosis primernya karena merupakan komorbid yang harus tetap dipantau selama perawatan
25 Efusi Pleura (J90-J91)
28 TB Paru (A15) 27
Respiratory arrest dapat ditegakkan sebagai diagnosis sekunder bila:
Pneumonia/ Bronkopneumonia
Kesepakatan
26 Respiratory Arrest
(R09) (1). Terdapat usaha resusitasi dan/atau pemakaian alat bantu nafas (2). Terkait dengan diagnosis primer
(3). Merupakan perjalanan penyakit primer Dampak: peningkatan severity level menjadi III
Pneumonia dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan imaging minimal foto thoraks dan berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan batuk produktif yang disertai dengan perubahan warna sputum (purulensi) dan dari pemeriksaan fisik didapatkan suara nafas tambahan berupa ronki atau suara nafas bronkial
Efusi Pleura dapat didiagnosis sekunder bila hasil pemeriksaan imaging (foto thoraks/ USG/CT scan) menunjukkan gambaran efusi atau/dan bila dilakukan proof punksi keluar cairan
utama Sekunder Prosedur
Penambahan kode TB Paru sebagai sekunder pada pasien dengan TB Paru yang sedang pengobatan OAT rutin
Dampak: peningkatan severity level menjadi II Disfagia pada kasus tonsilitis, tonsilektomi, dll
Penggunaan Kejang sebagai Diagnosa sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
Penambahan diagnosa hemiplegia/Hemiparese sebagai Diagnosa utama maupun sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim Dampak: Sebagai diagnosis sekunder peningkatan severity level menjadi II, sebagai diagnosis utama atau ditukar dengan stroke akan
meningkatkan biaya dan severity level III
NO Kode Diagnosis-Prosedur Perihal
TB Paru tetap ditulis sebagai diagnosis sekunder apapun diagnosis primernya karena merupakan komorbid yang harus tetap dipantau selama perawatan
28 TB Paru (A15) 29 Disfagia (R13) Kesepakatan Hemiparese/ Hemiplegia 32 Vertigo 30 Kejang 31
Vertigo dirawat inapkan
Tidak ada masalah sebagai diagnosis sekunder jika memang di rekam medis pada catatan perawatan dituliskan klinis Hemiparesis karena hemiparesis memang memiliki konsekuensi terhadap terapi dan tindakan rehabilitasi.
Indikasi vertigo yang dirawatinapkan:
1.Vertigo sentral dengan etiologinya : Stroke (iskemik, hemoragik), infeksi akut dan kronik, trauma kepala, tumor intraserebral dg peningkatan tekanan intra kranial
2.Vertigo perifer dengan muntah-muntah hebat sehingga dapat menyebabkan terjadi hiponatremia/ hipokalemia/hipoglikemia/insufisiensi renal
(2). Terdapat gizi kurang akibat gangguan menelan dimana berat badan kurang dibanding usia Diagnosis sekunder Disfagia dapat dikoding bersama dengan Prosedur Tonsilektomi dengan Syarat sebagai berikut:
(1). Pasien Anak Dampak: peningkatan severity level menjadi II
jika diagnosis disertai hasil pemeriksaan penunjang (EEG) atau terapi yang sesuai (diazepam, fenitoin, atau valproat) maka dapat di coding
utama Sekunder Prosedur
Penatalaksanaan kasus penderita katarak dan pterigium umumnya dilakukan rawat inap
Operasi Katarak dengan Teknik
Phacoemulsification: Untuk operasi katarak dengan Phacoemulsification (insisi ±3 mm) dilakukan di rawat jalan bila pasien katarak tanpa penyulit
Indikasi Secara Umum Rawat Inap Pada Operasi katarak:
Operasi Katarak dengan Teknik SICS (Small Incicion Cataract Surgery): Untuk operasi katarak dengan SICS (insisi ± 6 mm) maka dilakukan di rawat jalan
a. Memakai Teknik ECCE ( Ekstra Capsular Cataract Extraction )
Pasien dengan tindakan Phacoemulsification atau SICS dilakukan rawat inap apabila:
b. Katarak Pediatrik (anak – anak: kongenital, juvenil)
a. Ada komplikasi selama operasi (during operation) yang memerlukan pemantauan intensif setelah operasi
c. Katarak Hipermatur b.Operasi dilakukan pada salah satu mata pasien
dimana mata yang lain visusnya sudah 0 (buta) atau one eyes.
d. Katarak dengan gangguan pendengaran, kelainan jiwa/cacat mental dan dengan penyakit sistemik( HHD, Decomp, hipertensi, Diabetes mellitus, HBsAg+)
c. Jika ada underlying disease seperti : hipertensi, DM, HbsAG(+), dll
e. Kepatuhan pemakaian Obat Operasi Katarak dengan Teknik ECCE (Ekstra
Capsular Cataract Extraction), ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction)
f. Katarak dengan komplikasi penyakit mata ( contoh: Uveitis, glaukoma )
Indikasi rawat inap Jika:
g. Luksasi lentis/subluksasi lentis, katarak dengan iridodialisis,
a. Insisi dilakukan lebih kurang 9 mm
h. Katarak dengan sikatrik kornea b. Waktu operasi lebih lama dibandingkan
operasi dengan teknik Phaco
i. Zonulysis c. Untuk menghindari / meminimalkan resiko
infeksi, prolaps isi bola mata (iris, vitreous) paska operasi
j. Sinekia anterior/posterior lebih dari 180 derajat>2 quadran
k. Katarak dengan komplikasi intra operatif l. Fiksasi Sclera , IOL Sekunder, Capsulorexis Cataract secunder M. Katarak Grade 5 (Brunescent) N. Katarak + Glaukoma O. Katarak Post Vitrektomi P. Katarak Post Uveitis Q. Katarak Pada High Myopia R. KatarakTraumatika S. Komplikasi Post operatif T. Katarak + Ablatio Retina U. Katarak Polaris Posterior V. Pasien2 yang memerlukan pemeriksaan tambahan Khusus
W. Pasien tidak kooperatif , baik krn usia muda maupun keadaan psikologis pasien, cemas dll
X. Domisili jauh dari RS dan/ atau sulit transportasi.
NO Kode Diagnosis-Prosedur Perihal Kesepakatan
33