II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Gracilaria verrucosa
Klasifikasi Gracilaria verrucosa menurut Dawes (1981) adalah:
Kingdom : Plantae Division : Rhodophyta Class : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Family : Gracilariaceae Genus : Gracilaria
Species : Gracilaria verrucosa
Gracilaria memiliki bentukan yang menyerupai akar, batang, daun, atau buah
yang disebut thallus. Ciri-ciri umum Gracilaria verrucosa pada bentuk thallusnya
yang menipis dan silindris dengan bentukan percabangan yang tidak teratur. Pada pangkal percabangan thallusnya menyempit. Umumnya ujung thallus Gracilaria
meruncing dengan permukaan yang halus namun terkesan berbintil. Diameter thallus
Gracilaria berkisar antara 0,5 – 4,0 mm. Susunan thallus terdiri dari satu dan banyak
sel. Percabangan thallus ada yang dichotomous (dua-dua menerus), pinnate (dua-dua
berlawanan sepanjang thallus utama) dan yang sederhana tanpa percabangan. Sifat substansi thallus bervariasi, ada yang gelatinous (lunak seperti gelatin), calcareous
(keras diliputi atau mengandung zat kapur), cartilaginous (seperti tulang rawan) dan spongtous (berserabut) (Atmadja dkk, 1993). Morfologi Gracilaria dapat dilihat pada
Gambar 1. Gracilariaverrucosa (Sinulingga dan Darmanti,2006)
Gracilaria merupakan rumput laut dari kelas alga merah yang memiliki
ciri-ciri thallus berbentuk silindris. Thallus berukuran panjang 250mm dan diameter berkisar antara 0,5 – 1,5mm (Aslan, 1998).
2.2 Habitat dan Penyebaran
Rumput laut ini pada habitat aslinya mendiami wilayah 300-1000 m dari garis pantai. Gracilaria verrucosa termasuk rumput laut yang bersifat euryhalin , sifat
tersebut dapat terlihat dari kemampuan hidupnya pada perairan bersalinitas 15-30 ppt. Pertumbuhan Gracilaria diketahui lebih baik di tempat dangkal yang memiliki
intensitas cahaya tinggi dari pada di tempat dalam. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan adalah 20-28oC dan pH optimum antara 6-9. Pada umumnya Gracilaria
terdapat di muara sungai, melekat pada substrat karang di terumbu karang yang berarus sedang (Anggadiredja dkk, 2006). Selain itu, substrat tempat melekatnya Gracilaria berupa batu, pasir dan lumpur (Aslan, 1998). Gambaran umum rumput
laut adalah macrobenthic (besar dan melekat), organisme autothrophic,
membutuhkan cahaya untuk keberlangsungan hidupnya sehingga rumput laut tidak dapat hidup pada kedalaman laut yang tidak ada penetrasi cahaya (Guanzon Jr., 2003).
Wilayah penyebaran Gracilaria di Indonesia meliputi di wilayah Sulawesi
selatan (Jeneponto, Takalar, Sinjai, Bulukumba, Wajo, Paloppo, Bone, Maros), Sulawesi tenggara dan Sumbawa barat. Daerah budidaya Gracilaria terdapat di
Sulawesi selatan, Lombok barat, Sumbawa, Pantai utara Jawa, Serang, Lamongan dan Sidoarjo. Gracilaria juga ditemukan hidup di teluk atau laguna yang keruh,
dangkal dekat dengan aliran air tawar yang mengandung banyak nutrien. Biasanya melekat di batu pasir, lumpur dan sebagainya. Pertumbuhan Gracilaria diketahui
lebih baik di tempat yang dangkal dimana memiliki intensitas cahaya yang tinggi daripada di tempat yang dalam (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2009).
2.3 Daur Hidup Gracilaria verrucosa.
Proses perkembangbiakan Gracilaria verrucosa terdiri dari
(Lewmanomont, 1995). Daur hidup Gracilaria verrucosa dapat dilihat pada
gambar.2.
Gambar 2. Daur Hidup Gracilariaverrucosa (Lewmanomont, 1995)
Daur hidup Gracilaria dimulai dari tetrasporofit diploid (2n) hasil dari
meiosis, beberapa akan berkembang menjadi gametofit jantan yang haploid (n) dan
yang lain menjadi gametofit betina yang juga haploid (n). Gametofit jantan yang
dewasa akan membentuk spermatangia, sedangkan yang betina akan membentuk
carpogonia. Setelah terjadi fertilisasi dan terbentuk cystocarp pada tumbuhan betina,
lagi. Sulit dibedakan antara gametofit jantan dan gametofit betina pada vegetatif tetrasporofit (Lewmanomont, 1995).
Reproduksi secara aseksual terdiri dari penyebaran tetraspora, vegetatif, dan konjugatif. Sporofit dewasa menghasilkan spora yang disebut tetraspora yang sesudah proses germinasi tumbuh menjadi tanaman beralat kelamin, yaitu gametofit jantan dan gametofit betina. Reproduksi secara vegetatif adalah dengan cara stek. Potongan seluruh bagian dari thallus akan membentuk percabanganbaru dan tumbuh
berkembang menjadi tanaman biasa (Sulistijo dan Atmaja, 1993).
2.4 Kandungan Agar
Gracilaria merupakan rumput laut yang menghasilkan metabolit primer
berupa senyawa hidrokoloid yang disebut agar. Agar adalah hidrokoloid rumput laut yang memiliki kekuatan gel sangat kuat (Anggadiredja dkk, 2006). Agar merupakan
senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan, tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas dengan membentuk gel. Rumus molekul agar adalah (C12H14O5(OH)4)n. Sifat agar adalah pada suhu 25°C dengan kemurnian tinggi tidak larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas, pada suhu 32–39°C berbentuk padat dan mencair pada suhu 60–97°C pada konsetrasi 1,5% dalam keadaan kering agar sangat stabil, pada suhu tinggi dan pH rendah agar mengalami degradasi (Istiani
Senyawa agar ini dihasilkan dari proses ekstraksi rumput laut kelas
Rhodophyceae, terutama genus Gracilaria, Gelidium, Pterocladia, Acanthopeltis dan Ceramium. Dilihat dari stuktur molekul, agar merupakan senyawa polisakarida
dengan rantai panjang yang disusun oleh ulangan dari pasangan dua unit molekul
agarose dan agaropektin. Pada industri makanan agar berfungsi sebagai pengental
dan pembentuk gel. Agarose merupakan senyawa agar yang telah dipisahkan dari unit
molekul agaropektin dengan muatan listrik mendekati netral. Oleh karena itu,
senyawa ini memiliki kemampuan membentuk gel yang kuat sehingga banyak digunakan di bidang bioteknologi. Contohnya, pada proses elektroforesis, imunologi, kultur mikro organisme, khromatografi dan teknologi sistem imobilisasi (Anggadiredja dkk, 2006).
Aslan (1998) menyatakan bahwa agar berguna dalam industri makanan (stabilizer dan emulsifier), mikrobiological (sebagai kultur media), kosmetik (campuran pembuatan masker, hand body dan lulur) dan sebagai bahan tambahan
dalam pembuatan kertas, tekstil, keramik dan cat. Selain itu agar juga digunakan sebagai komponen tambahan dalam pembuatan coklat, milk, pudding, instant milk,
makanan kaleng dan bakery. Pada industri farmasi agar digunakan sebagai suspensi, emulsi, stabilizer dalam pembuatan pasta gigi dan obat-obatan.
2.5 Morfologi Jaringan Thallus Gracilaria verrucosa.
Morfologi jaringan pada Gracilaria dapat diamati dengan cara histopatologi
dari salah satu thallusnya, hal ini untuk mengetahui keadaan thallusnya. Secara morfologi tampak adanya cystocarp pada Gracilaria. Cystocarp ini nampak seperti
bintil atau tonjolan yang menyebar di permukaan thallus. Pada tumbuhan sejenis alga, thallusnya bersifat substansi kartilagenus dengan percabangan yang tidak teratur dan cenderung memusat ke arah pangkal dengan cabang lateralnya tumbuh berselang – seling namun beberapa tumbuhnya searah. Sedangkan secara anatomi, Gracilaria
memiliki susunan sel mulai dari luar hingga dalam berurut-urut adalah epidermis, korteks dan medulla. Sel epidermis nampak kecil dan tipis apabila dilihat dari samping. Semakin ke arah dalam, penampakan selnya semakin besar yaitu pasa sel korteks yang paling besar adalah medulla (Pramesti dan Nirwani, 2007). Lapisan sel yang dibahas dalam paragraf diatas dapat dilihat pada Gambar 3.
Kaspospora pada Gracilaria merupakan spora yang terbentuk dari hasil
perkawinan antara sperma dan sel telur yang merupakan spora diploid (2n). Bentuk kaspospora dibentuk dalam suatu organ yang disebut Cystocarp (Dhewani, 2010).
2.6 Amoniak (NH3)
Budidaya rumput laut dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu masalah dalam budiaya perairan penyebab kematian adalah akumulasi senyawa toksik amoniak (NH3) (Ozimek et al., 1990). Amoniak (NH3) dan garam-garamnya bersifat
mudah larut didalam air. Ion amonium adalah bentuk transisi dari amoniak. Senyawa amoniak yang terdapat dalam perairan merupakan hasil reduksi senyawa nitrat atau nitrit oleh bakteri (Purba, 2009). Effendi (2003) menambahkan bahwa sumber amoniak di perairan berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) yang terdapat dalam tanah dan air serta berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Tinja dan ekskresi biota akuatik merupakan limbah dari aktivitas metabolisme yang menghasilkan amoniak.
Distribusi vertikal kadar amoniak semakin tinggi dengan pertambahan kedalaman air dan sejalan dengan semakin rendahnya oksigen. Sedangkan distribusi horizontal kadar amoniak semakin tinggi menuju ke arah perairan pantai atau muara sungai. Peningkatan kadar amoniak berkaitan erat dengan masuknya bahan organik yang mudah terurai (Hutagalung dan Rozak 1997). Amoniak yang terukur di perairan berupa amoniak total (NH3 dan NH4+). Presentase amoniak bebas meningkat dengan
meningkatnya nilai pH dan suhu perairan. Amoniak bebas bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas ini akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Kadar amoniak pada perairan alam biasanya kurang dari 0,1 mg/l. Kadar amoniak yang tinggi mengindikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan sisa pupuk pertanian yang tidak terurai (Effendi, 2003).
Tingginya kadar amoniak di dalam perairan menurut Whitfiled (1974) dalam Komarawidjaja (2006), baik dalam bentuk amoniak non-ionik (NH3) dan amoniak ionik (NH4+) dipengaruhi oleh pH, suhu, salinitas dan tekanan osmotik. Amoniak non-ionik (NH3) sangat toksik terhadap oganisme akuatik (Smart, 1978; Colt and Armstrong, 1981 dalam Komarawidjaja, 2006). Amoniak ionik (NH4+) dapat bersifat toksik bilamana terjadi penurunan pH dan amoniak ionik (NH4+) dijumpai dalam konsentrasi sangat tinggi. NH3 dalam air dianggap bentuk racun utama dalam lingkungan, sedangkan NH4+ merupakan unsur beracun utama dalam tubuh. (Shaw, 1960 dalam Komarawidjaja, 2006).
Boyd (1990) menyatakan bahwa pada perairan konsentrasi amoniak lebih rendah dari 0,13 mg/l dianggap sebagai tingkat yang aman untuk organisme perairan golongan Crustacea. Pada air laut nilai rata-rata untuk toksisitas amoniak akut
sebesar 0,68mg/l (Wood, 1993). Kadar amoniak yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan sisa pupuk pertanian yang tidak terurai. Terbentuknya akumulasi
amoniak, salah satunya karena adanya peran mikroba dalam proses penguraian senyawa organik sisa pakan yang terakumulasi didasar perairan. Di alam dikenal ada banyak bakteri terlibat dalam konversi nitrat menjadi amoniak, atau sebaliknya. Proses-proses pengubahan dari amoniak menjadi nitrat disebut nitrifikasi. Sebaliknya, terjadi peristiwa pengubahan nitrat , nitrit menjadi amoniak atau N2 yang disebut denitrifikasi. Proses nitrifikasi melibatkan bakteri nitrosomonas dan nitrobakter. Pada proses pembusukan dari senyawa N-organik, akan dihasilkan ion-ion amoniak, yang prosesnya disebut amonifikasi (Effendi, 2003).
2.7 Interaksi Amoniak (NH3) serta Kaitannya dengan Kandungan Agar dan Morfologi Thalus.
Kualitas air sebagai medium pemeliharaan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup rumput laut. Ozimek et al.,(1990) menyatakan bahwa budidaya
rumput laut dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu masalah dalam budidaya perairan penyebab kematian adalah akumulasi senyawa toksik amoniak (NH3). Rumput laut merupakan komponen autotrof yang melakukan fotosintesa. Salah satu nutrient yang diperlukan untuk proses fotosintesis adalah nitrogen. Tumbuhan akuatik mengambil nitrogen dalam bentuk amoniak maupun nitrat. Medium pemeliharaan yang mengandung amoniak (NH3) yang berlebih akan mempengaruhi kualitas air tempat hidup Gracilaria verrucosa, yang akan mengganggu fungsi fisiologi dalam
nutrisi untuk melakukan proses fotosintesis oleh Gracilaria verrucosa tidak akan
cukup untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga pada akhirnya akan berakibat pada terhambatnya pertumbuhan.
Makroalga membutuhkan nutrisi dari lingkungan untuk tumbuh dan berkembang. Nutrisi merupakan faktor ekologis yang penting bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup setiap organisme. Tidak seperti tumbuhan pada umumnya yaitu zat haranya tersedia dalam tanah, zat hara alga diperoleh dari air sekelilingnya. Penyerapan zat hara dilakukan melalui seluruh bagian tanaman (Indriani dkk, 1997). Makroalga membutuhkan nutrisi dari lingkungan untuk tumbuh dan berkembang. Nutrisi tersebut berupa nitrogen, fosfor, sulfur, kalsium dan silika dalam jumlah sedikit. Unsur yang paling banyak dibutuhkan adalah C, H dan O. Nitrogen diserap oleh alga dalam bentuk nitrat dan ammonium (NH4+) (Luning, 1990). Jika kadar ammonium (NH4+) lebih banyak dari pada bahan lainnya, akan berakibat pada terhambatnya pertumbuhan Gracilaria karena efek toksik dari amoniak tersebut.
Gracilaria merupakan rumput laut yang menghasilkan metabolit primer
berupa senyawa hidrokoloid yang disebut agar. Agar adalah hidrokoloid rumput laut yang memiliki kekuatan gel sangat kuat (Anggadiredja dkk, 2006). Agar merupakan
senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan, tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas dengan membentuk gel (Istiani dkk., 1985). Metabolit primer
merupakan senyawa yang dihasilkan makhluk hidup dan bersifat esensial. Senyawa ini dihasilkan selama fase pertumbuhan dari makhluk hidup. Secara tidak langsung,
kandungan agar bergantung pada pertumbuhan dari Gracilaria sendiri. Jika fase
pertumbuhan terhambat karena medium pemeliharaan yang tercemar amoniak (NH3), diperkirakan bahwa agar yang terbentuk akan lebih rendah kadarnya dibanding