• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Muhammad Quraish Shihab tentang poligami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemikiran Muhammad Quraish Shihab tentang poligami"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)PEMIKIRAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG POLIGAMI. SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI). Oleh : RAHMAT HIDAYAT NIM : 04210012/S-1. PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG 2008. 1.

(2) MOTTO. Ν6 à Ζu ÷ /t ≅ Ÿ èy _ y ρu $γ y Šø 9s )Î #( θþ Ζã 3 ä ¡ ó Ft 9jÏ %` [ ≡ρu —ø &r Ν ö 3 ä ¡ Å  à Ρ&r  ô ΒiÏ /3 ä 9s , t =n { y β ÷ &r  ÿ µÏ GÏ ≈ƒt #u  ô ΒÏ ρu tβρã 3 ©  x Gt ƒt Θ 5 θö ) s 9jÏ M ; ≈ƒt ψ U 7 y 9Ï ≡Œs ’ûÎ β ¨ )Î 4 πº ϑ y m ô ‘u ρu οZ Š¨ θu Β¨. ”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteriisteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Q.S Ar-Ruum: 21)1. 1. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (edisi revisi, Semarang: PT. Kumudasmoro Grafindo Semarang, 1994), 644.. 2.

(3) PERSEMBAHAN. Alhamdulillah, puji syukur selalu terpanjatkan ke hadirat Allah SWT, dengan segala rahmat dan hidayah –Nya. Shalawat serta salam tak lupa dihaturkan ke haribaan junjungan Nabi besar Sayyidul Anbiya Muhammad SAW yang telah memperjuangkan agama yang haq. Kupersembahankan karya tulis ini untuk : Bapak dan Ibuku tercinta, Bapak Suroso dan Ibu Marfu’atun, dorongan dan bait doa yang tak pernah henti menjadi motivasi semangat dalam hidupku untuk selalu mempersembahkan yang terbaik Moga Alllah selalu menjaga keduanya di Dunia maupun di Akhirat. Mbakku Sri Dewi Handayani dan Masku Andi Santoso terima kasih untuk do’a dan supportnya. Tak lupa buat Dinda Rohma seorang terkasih yang Allah ciptakan untuk menemani dalam perjalanan hidupku. Saudara-saudaraku yang selalu menyemangatiku untuk menjadi yang bermanfaat dan dapat dibanggakan.. 3.

(4) SURAT PERNYATAAN. Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama. : Rahmat Hidayat. NIM. : 04210012. Alamat. : Menanti, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara 21462. Menyatakan bahwa Skripsi yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Program Studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, dengan judul: PEMIKIRAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG POLIGAMI. adalah hasil karya saya sendiri, bukan duplikasi dari karya orang lain. Selanjutnya, apabila dikemudian hari ada claim dari pihak lain, bukan menjadi tanggung jawab Dosen Pembimbing dan atau Pengelola Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, tetapi menjadi tanggung jawab saya sendiri. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tanpa paksaan dari siapapun.. Malang, 24 Oktober 2008 Penulis. Rahmat Hidayat NIM. 04210012. 4.

(5) PERSETUJUAN PEMBIMBING. Pembimbing penulisan skripsi saudara Rahmat Hidayat, NIM 04210012, mahasiswa Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, setelah membaca, mengamati kembali berbagai data yang ada di dalamnya dan mengoreksi, maka skripsi yang bersangkutan dengan judul: PEMIKIRAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG POLIGAMI. Telah dianggap memenuhi syarat-syarat ilmiah untuk disetujui dan diajukan pada majelis dewan penguji.. Malang, 24 Oktober 2008 Pembimbing. H. Isroqunnajah, M.Ag NIP. 150 278 262. 5.

(6) PEMIKIRAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG POLIGAMI. SKRIPSI Nama. : Rahmat Hidayat. NIM. : 04210012. Jurusan. : Al-Ahwal As-Syakhshiyyah. Fakultas. : Syari’ah. Tanggal, 24 Oktober 2008 Yang mengajukan Rahmat Hidayat 04210012/S-1 Telah disetujui oleh: Pembimbing. H. Isroqunnajah, M.Ag NIP. 150 278 262 Mengetahui Dekan Fakultas Syari’ah. Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag NIP. 150 216 425. 6.

(7) PENGESAHAN SKRIPSI Dewan penguji skripsi saudara Rahmat Hidayat, NIM. 04210012, Mahasiswa Fakultas Syari’ah angkatan 2004, dengan judul: PEMIKIRAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG POLIGAMI. Telah dinyatakan LULUS dan berhak menyandang gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Dewan Penguji: 1. Musleh Herry, S.H, M.Hum (Ketua Penguji) NIP. 150 294 456. (. ). 2. H. Isroqunnajah, M.Ag NIP. 150 278 262. (. ). (. ). (Sekretaris Penguji). 3. Dr. Umi Sumbulah, M.Ag (Penguji Utama) NIP. 150 289 266. Malang, 29 Oktober 2008 Dekan Fakultas Syari’ah. Drs. H. Dahlan Tamrin M.Ag. NIP. 150 216 425. 7.

(8) KATA PENGANTAR Dengan pertolongan Allah Swt dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan studi tingkat pertama dalam jenjang akademis dengan judul “PEMIKIRAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG POLIGAMI.” Shalawat dan salam atas Nabi Muhammad saw, keluarga dan sahabat, serta ummatnya yang setia sampai hari kiamat. Penelitian ini tidak mungkin akan terwujud tanpa bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, maka dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. 2. Bapak Drs. H. Dahlan Tamrin M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. 3. Bapak H. Isroqunnajah, M.Ag, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan tulus ikhlas telah mengorbankan waktu, pikiran serta tenaga dalam membimbing penulisan dan penyusunan skripsi ini. 4. Segenap dosen Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, yang telah banyak berperan aktif dalam menyumbangkan ilmu, wawasan dan pengetahuannya kepada penulis. 5. Bapak dan Ibuku tercinta dan saudaraku mbak Dewi dan mas Andi yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, baik materil maupun spritual sampai selesainya skripsi ini.. 8.

(9) 6. KH. Marzuki Mustamar dan Seluruh keluarga besar Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Gasek-Sukun Malang. 7. Adinda Rohma dan tujuh cahaya hidupku, semoga Allah menjadikan kami dari golongan orang yang taqwa. 8. Teman-teman satu angkatan Fakultas Syari’ah tahun 2004. Hasanuddin Berutu (Sidikalang), Sulaeman (Cirebon), Ramadha (Nganjuk), Ali Akbar (Makassar), Tuti (NTB), Solikhah (Pasuruan), Juwartin (Ngantang), Elmi (Kediri), Anis (Madiun), Wiwin (Pasuruan), Aisyah, Fifin (Pamekasan), Wahyu (Bengkulu), dan lainnya yang tidak dapat di sebutkan satu persatu. 9. Teman-teman dan Sedulurku, Mas Qowim, Mas Heri, Mas Hanan, Zainuddin, Kamsay, Zen, Irfan, Amin, teman-teman kamar Sunan Ampel, Hubeb, Syahrul, Gus fik, Muttaqin Jambi, teman-teman P.P Sabilurrosyad. Teman kontrakan Slamet Sidoarjo, Fikri, Tabi’in, Ridho, Shodiq, Alfu, Agung, Umam, Saudah, Husna, Adik-adik di FKMM-SUMUT, Fitri, Rizky, Lily, Fahmi, Ronny, Rifa, Neta, Eva, Ziza, Reza, dan lainnya yang tidak dapat di sebutkan satu persatu. Penulis menyadari sepenuh hati bahwa penyelesaian tugas akhir ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, wawasan dan pengalaman penulis. Untuk itu penulis sangat berharap semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi orang yang membacanya. Amin ya rabbal ‘alamin. Malang, 24 Oktober 2008. Penulis. 9.

(10) DAFTAR ISI. Halaman Judul Halaman Motto ........................................................................................... i Halaman Persembahan...............................................................................ii Halaman Pernyataan ................................................................................. iii Halaman Persetujuan Pembimbing .......................................................... iv Halaman Pengajuan Skripsi.......................................................................v Halaman Pengesahan................................................................................. vi Kata Pengantar ..........................................................................................vii Daftar Isi .................................................................................................... ix Abstrak....................................................................................................... xi. BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................1 B. Rumusan Masalah .............................................................................8 C. Tujuan Penelitian ..............................................................................9 D. Manfaat Penelitian ............................................................................9 E. Penelitian Terdahulu .........................................................................9 F. Metode Penelitian.............................................................................11 1. Jenis Penelitian ..........................................................................11 2. Metode Pengumpulan Data ........................................................11 3. Sistematika Pembahasan ............................................................13. 10.

(11) BAB II. KAJIAN TEORI ..........................................................................14 A. Pengertian Poligami .........................................................................14 B. Sejarah Poligami ..............................................................................15 1. Poligami Pra-Islam ....................................................................19 2. Poligami Pada Masa Islam .........................................................22 C. Poligami Dalam Al-Qur’an dan Hadits .............................................37 D. Poligami Dalam Hukum Yang Berlaku DiIndonesia.........................41. Bab III. Poligami Dalam Perspektif Muhammad Quraish Shihab..........49 A. Biografi Muhammad Quraish Shihab ...............................................49 B. Poligami Menurut Muhammad Quraish Shihab ................................53. Bab IV. Analisa Data .................................................................................71. Bab V. Penutup ..........................................................................................86. Daftar Pustaka Lampiran. 11.

(12) Abstrak Rahmat Hidayat (04210012). Pemikiran Muhammad Quraish Shihab Tentang Poligami. Fakultas Syari’ah Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyah Universitas Islam Negeri Malang (UIN) Malang. Dosen Pembimbing: H. Isroqunnajah, M.Ag.. Kata kunci: Pemikiran, Poligami, Muhammad Quraish Shihab Poligami sudah muncul sejak dahulu sebelum agama Islam lahir, dimana hal poligami tersebut sudah dilakukan oleh orang-orang Yunani dahulu, dan poligami juga dikenal oleh syariat agama-agama sebelum Islam. Dalam memahami ayat tentang poligami terjadi perbedaan sehingga menimbulkan pro dan kontra. Perbedaan tersebut terjadi dalam memahami ayat poligami tersebut. Oleh karena itu perlu ada pemahaman yang lebih mendalam lagi untuk memahami ayat poligami tersebut, dan juga harus melihat kepada aspek sejarah pada masa pelaksanaan poligami baik pada masa Rasulullah dan juga melihat situasi dan kondisi masyarakat, apakah membutuhkan poligami atau tidak, sehingga dapat menjadi solusi atau sebaliknya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pemikiran Muhammad Quraish Shihab tentang poligami dan juga implikasi dari pemikiran tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian literatur (Library Research). Sumber data yang digunakan meliputi primer dan sekunder. Dalam pengumpulan data, peneliti mengumpulkan buku-buku Quraish Shihab yang membahas poligami yang kemudian memaparkannya. Hasil analisis terhadap permasalahan yang dibahas dipaparkan secara deskriptif dalam laporan hasil penelitian. Muhammad Quraish Shihab berpendapat bahwa poligami seperti pintu darurat yang boleh dibuka dalam keadaan tertentu saja, dan dengan syarat yang tidak ringan. Sehingga poligami merupakan salah satu alternatif dalam kondisi darurat saja dan orang yang ingin melakukan poligami haruslah memiliki pengetahuan tentang kasih sayang, dukungan baik materil maupun spritual sampai selesainya skripsi ini. poligami dan dapat memenuhi persyaratan dan ketentuan dalam melakukan poligami.. 12.

(13) BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan hal yang fitrah bagi setiap manusia yang bertujuan untuk melangsungkan kehidupan. Allah menciptakan makhluk dengan berpasangpasangan, dengan naluri makhluk masing-masing memiliki pasangan dan berupaya bertemu dengan pasangannya.2 Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat adz-Dzariyat: 49 :. tβρ㍩.x‹s? ÷/ä3ª=yès9 È÷y`÷ρy— $oΨø)n=yz >óx« Èe≅à2 ÏΒuρ. 2. M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an, Kalung Permata Buat Anak-anakku (Cet. III, Jakarta: Lentera Hati, 2007), 2.. 13.

(14) Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. Dari sinilah dapat dipahami bahwa setiap manusia sangat mendambakan setiap pasangannya dan dapat hidup bersama dengan pasangannya tersebut, sehingga dalam mengarungi kehidupannya tidak merasa sendiri, melainkan ada seseorang yang menemani dan mendampingi baik suka maupun duka. Sedangkan di dalam agama Islam pernikahan merupakan suatu ibadah. Karena tujuan pernikahan itu sendiri untuk menciptakan rasa tenang, bahagia, sejahterah atau dengan kata lain untuk membentuk sakinah, mawaddah, wa rahmah. Sebagaimana Allah jelaskan dalam firman-Nya yang terdapat dalam al-Qur’an surat ar-Rum: 21:. Zο¨Šuθ¨Β Νà6uΖ÷t/ Ÿ≅yèy_uρ $yγøŠs9Î) (#þθãΖä3ó¡tFÏj9 %[`≡uρø—r& öΝä3Å¡àΡr& ôÏiΒ /ä3s9 t,n=y{ ÷βr& ÿϵÏG≈tƒ#u ôÏΒuρ ∩⊄⊇∪ tβρ㍩3xtGtƒ 5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) 4 ºπyϑômu‘uρ Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Keadaan tersebut merupakan dambaan setiap pasangan yang melakukan pernikahan untuk mengarungi kebahagiaan, cinta dan kasih sayang dalam suatu bingkai keluarga yang itu merupakan bagian dari komunitas masyarakat terkecil dan sebuah keluaga diharapkan akan menjadi sumber mata air kebahagian, cinta, dan kasih sayang seluruh anggota keluarga nantinya. Namun, terkadang hal itu tidak dapat terwujud yaitu hidup dengan satu pasangan saja (sepasang suami isteri), hal ini terjadi karena beberapa faktor, seperti. 14.

(15) salah satu antara suami isteri tersebut tidak mendapatkan suatu kebahagiaan atau merasa kurang, sehingga membutuhkan dari yang lain. Oleh karena itu dibutuhkan solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, dalam menyelesaikan permasalan tersebut sudah dikenal sejak dahulu di masyarakat dengan poligami. Poligini adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) isteri dalam waktu yang bersamaan. Namun, permasalahan poligami tersebut sampai sekarang masih banyak menimbulkan kontroversi dan mengalami pro dan kontra. Permasalahan poligami pernah menjadi sorotan publik ketika berpoligaminya da’i selebritis, kondang dan menjadi idola para wanita KH Abdullah Gymnastiar yang lebih terkenal dengan sebutan AA Gym yang telah menguak kembali polemik lama mengenai eksistensi poligami dalam Islam. Menanggapi permasalahan tersebut, terjadi tambah ramainya pesan pendek melalui handphone (sms) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sehingga membuat orang nomor satu di Indonesia tersebut serta merta mengadakan sidang singkat dengan para menterinya, antara lain Menteri Agama, Menteri Pemberdayaan Perempuan, dan menteri-menteri lain yang terkait. Isi dari sidang singkat tersebut berupa peninjauan kembali Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan tersebut.3 Sikap pro maupun kontra terhadap poligami sebenarnya sangat bergantung pada latar belakang sosial budaya dalam suatu komunitas dan sejauh mana. 3. Titik Triwulan Tutik dan Trianto, Poligami Perspektif Perikatan Nikah, Telaah Kontekstual Menurut Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 (Cet. I, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2007), 2.. 15.

(16) pemahaman suatu kelompok masyarakat (bahkan dalam tingkat negara) terhadap ajaran agama (Islam) mengenai poligami itu sendiri. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural, sehingga dapat di maklumi bila dalam memahami makna di balik hukum Islam khususnya mengenai poligami terjadi pro dan kontra. Pada golongan yang pro atau sepakat dengan poligami itu, mereka memahami bahwa praktik poligami adalah suatu yang di bolehkan didalam al-Qur’an sebagaimana termaktup dalam Q.S an-Nisa: 3 tersebut, dan juga melihat bolehnya poligami tersebut di pandang dari sisi atau sudut pandang bahwa praktik poligami tersebut dalam rangka untuk menyelesaikan suatu problem yang terjadi di dalam keluarga secara khusus maupun masyarakat secara umum yang mana dalam praktik poligami tersebut dapat mendapatkan maslahah. Sedangkan pada golongan yang kontra atau tidak sepakat dengan poligami mengutarakan dengan berbagai pendapatnya, karena hal itu merupakan “penindasan” terhadap kaum wanita. Dan mereka juga berdalil pada al-Qur’an yang terdapat dalam surat an-Nisa: 3, bahwa asas yang berlaku dalam agama Islam adalah monogami, hal tersebut terlihat pada akhir ayat tersebut dimana apabila para suami takut tidak berlaku adil maka seyogyanya melakukan monogami (menikah tidak lebih hanya satu isteri saja). Dan juga yang terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nisa: 129, ayat tersebut mengutarakan bahwa suami tidak mungkin dapat berlaku berlaku adil, sehingga tidak mungkin dapat melakukan praktik poligami. Dari sinilah dapat dipahami bahwa pada dasarnya ajaran agama Islam dalam hal pernikahan berasaskan kepada asas monogami.. 16.

(17) Dalam menyikapi poligami, harus dilihat dari berbagai sisi. Tidak bisa hanya memandang dari keuntungan dari pihak suami yang melakukan poligami. Dalil yang bisa digunakan untuk mempersoalkan poligami, yaitu berbagai kewajiban yang ditetapkan oleh Islam untuk orang yang berpoligami. Kewajiban yang paling pokok adalah bisa berlaku adil kepada isteri-isterinya dan bisa memberikan nafkah kepada mereka. Jika tidak memenuhi kewajiban, maka ancaman akhiratnya sangat berat. Oleh karena itu, jika kira-kira tidak bisa memenuhi berbagai tanggung jawab dan kewajibannya, maka jangan coba-coba melakukan poligami. Dalil tentang berpoligami dalam agama Islam sangatlah kuat, tidak diragukan lagi, mulai dari al-Qur’an, hadits maupun pernyataan ulama-ulama salaf. Tetapi, kemudian poligami menjadi isu yang selalu memancing reaksi di Indonesia yang mana mayoritas penduduknya muslim. Masalah poligami ini hanyalah pertarungan opini, sehingga menimbulkan pro dan kontra. Namun, jika kedua belah pihak yang pro dan kontra tersebut sama-sama jernih dalam bersikap dan berpandangan, maka poligami bisa menjadi solusi ekonomi, solusi moral dan juga kesucian diri, baik laki-laki maupun perempuan. Bila seluruh lelaki yang ekonominya mapan mendapat rekomendasi kawin dua dari isterinya, maka minimal hal itu akan mengurangi angka pelacuran karena alasan ekonomi.4 Namun, juga dibarengi dengan syarat-syarat dan ketentuan yang telah di tentukan, sehingga poligami benar-benar dapat menjadi solusi di tengah masyarakat dan tidak ada yang merasa dirugikan atas praktik poligami tersebut.. 4. Ahmad Dairobi, Poligami dan Kekuatan Opini Perempuan, Buletin Sidogiri, edisi 13, tahun ke II, Dzul Hijjah 1427 H, hal 14.. 17.

(18) Dan yang menjadikan perbedaan sehingga menimbulkan pro dan kontra tersebut adalah terkait dalam memahami, memaknai dan menafsiri ayat poligami itu sendiri, sehingga terjadi perbedaan dibanyak kalangan. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, ada yang setuju dan ada juga yang menentang, dalam pertentangan tersebut didukung dengan argumen-argumen yang menguatkan pendapatnya, yang sama-sama menggunakan dalil Al-Qur’an dan Hadits, yang membedakannya adalah dalam memahami, memaknai dan menafsiri ayat poligami tersebut, dengan perbedaan tersebut menghasilkan pemikiran yang berbeda dan berimplikasi pada hukum yang dihasilkan yang kemudian menjadi bervariasi pula terkait dengan pelaksanaan hukumnya. Oleh karena itulah, sampai saat sekarang ini poligami masih menimbulkan polemik bagi banyak kalangan. Karena poligami atau mempunyai lebih dari satu isteri itu, terdapat didalam Al-qur’an, seperti yang terdapat dalam Q.S An-Nisa: 3. y]≈n=èOuρ 4o_÷WtΒ Ï!$|¡ÏiΨ9$# zÏiΒ Νä3s9 z>$sÛ $tΒ (#θßsÅ3Ρ$$sù 4‘uΚ≈tGu‹ø9$# ’Îû (#θäÜÅ¡ø)è? āωr& ÷ΛäøÅz ÷βÎ)uρ (#θä9θãès? āωr& #’oΤ÷Šr& y7Ï9≡sŒ 4 öΝä3ãΨ≈yϑ÷ƒr& ôMs3n=tΒ $tΒ ÷ρr& ¸οy‰Ïn≡uθsù (#θä9ω÷ès? āωr& óΟçFøÅz ÷βÎ*sù ( yì≈t/â‘uρ Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.. Dan juga pada al-Qur’an surat an-Nisa: 129. È≅øŠyϑø9$# ¨≅à2 (#θè=ŠÏϑs? Ÿξsù ( öΝçFô¹tym öθs9uρ Ï!$|¡ÏiΨ9$# t÷t/ (#θä9ω÷ès? βr& (#þθãè‹ÏÜtFó¡n@ s9uρ ∩⊇⊄∪ $VϑŠÏm§‘ #Y‘θàxî tβ%x. ©!$# €χÎ*sù (#θà)−Gs?uρ (#θßsÎ=óÁè? βÎ)uρ 4 Ïπs)‾=yèßϑø9$$x. $yδρâ‘x‹tGsù. 18.

(19) Artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteriisteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Pemikiran terhadap satu ayat hukum dalam Al-Qur’an selalu berimbas pada pembentukan implikasi hukumnya. Itu tak lain karena pemikiran tersebut yang diwujudkan dalam satu karya pemahaman, pemaknaan, dan juga penafsiran itu sesungguhnya merupakan satu bagian dari usaha untuk mendekatkan teks dengan realitas kontemporer. Oleh karena itu diperlukan pemahaman, pemaknaan dan penafsiran yang teliti untuk dapat menjelaskan petunjuk-petunjuk dan pesan-pesan Al-Qua’an.5 Bahkan M.Quraish Shihab dalam bukunya membumikan Al-Qur’an menjelaskan bahwa pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, melalui penafsiranpenafsirannya, mempunyai peranan yang sangat besar bagi maju mundurnya umat. Sekaligus penafsiran-penafsiran itu dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran mereka.6 Demikian juga dengan pemikiran terhadap ayat-ayat hukum. Satu pemikiran dengan pemikiran lainnya tidak mustahil berbeda pendapat, karena hal itu dipengaruhi oleh lingkungan dimana dan kapan ia hidup. Pemikiran terhadap satu ayat hukum selalu berimbas pula pada perubahan-perubahan dalam pelaksanaan hukum itu sendiri. Pemikiran terhadap satu ayat hukum juga tidak sepi dari pengaruh-pengaruh luar teks sebagai pangkal pemikiran. Demikian juga dengan Muhammad Quraish Shihab yang akan diteliti ini. Quraish Shihab adalah seorang ulama dan cendekiawan muslim dan juga sebagai mufassir yang cukup terkenal dengan kitab tafsirnya Al-Mishbah.. 5 6. M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005), 108. M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1995), 83.. 19.

(20) Pemikiran beliau dalam memahami, memaknai dan menafsiri ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an patut di perhatikan karena beliau di kenal luas. di. masyarakat yang pastinya berdampak luas pula dalam pemikiran hukum Islam. Penelitian ini bermaksud melihat pemikiran Muhammad Quraish Shihab dalam memahami ayat tentang poligami dalam Al-Qur’an yang dikaitkan dengan konteks sejarah dan realita masa kini. Oleh karena itulah, kami tertarik menelaah dan menganalisis pemikiran Quraish Shihab dalam masalah poligami, yaitu bagaimana beliau memahami terkait tentang ayat-ayat poligami. Dalam hal ini peneliti menelaah pemikiran Quraish Shihab tentang poligami, peneliti dalam menelaah pemikiran Quraish Shihab tersebut dengan menelaah dari buku-buku dan juga hasil penafsiran Quraish Shihab tentang ayat poligami yang terdapat dalam tafsir Al-Mishbah. Dari hasil pemikiran Quraish Shihab tersebut dapat ditarik suatu pemahaman dalam masalah poligami, sehingga dapat ditarik suatu implikasi hukum dari pemikiran tersebut.. B. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang penulis ungkapkan di atas, maka akan timbul permasalahan yang banyak. Dan agar lebih fokus, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah yang terkait dengan pemikiran dari Muhammad Quraish Shihab terkait masalah poligami. Oleh sebab itu, yang termasuk permasalahan disini adalah: 1. Bagaimana Pemikiran Quraish Shihab tentang poligami? 2. Bagaimana Implikasi Hukum Dari Pemikiran Tersebut?. 20.

(21) C. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan diatas, maka disini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti, yaitu: untuk mengetahui pemikiran Quraish Shihab tentang poligami, dan implikasi hukum dari pemikiran Quraish Shihab tersebut.. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Teoritis a. Untuk memperkaya khasanah keilmuan dalam hal masalah poligami. b. Untuk memberikan kontribusi keilmuan bagi Fakultas Syariah UIN Malang tentang poligami. 2. Praktis Dapat dijadikan sumber wacana bagi setiap pembaca dalam hal poligami. Sehingga dapat memberikan masukan dan wawasan terkait dengan poligami.. E. Penelitian Terdahulu Untuk mengetahui lebih jelas tentang penelitian ini, kiranya penting untuk mengetahui penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini baik secara teori maupun kontribusi keilmuan. Penelitian yang dilakukan oleh: Jumhairiyah, pada tahun 2001 dengan judul “Konsepsi dan Aplikasi Adil Sebagai Salah Satu Syarat Poligami (Studi Kasus Pada Perizinan Poligami diPengadilan Agama Malang dan Persepsi Adil Menurut Para Isteri)”. Dalam penelitin ini, penulis memaparkan bahwa secara konsep syarat adil sebagai salah satu syarat poligami yang terdapat dalam permohonan izin poligami di Pengadilan Agama. 21.

(22) Malang yang mengacu pada semua aspek bidang perkawinan yang diatur dalam Undang-undang No 1 tahun 1974. Sedangkan konsep adil dalam poligami menurut para isteri adalah lancarnya materi, penggiliran yang tepat, nafkah dan kasih sayang. Islami Rahayu, pada tahun 2003 dengan judul “Poligami Sebagai Salah Satu Alternatif Mengangkat Derajat Kaum Wanita (Studi Komparatif Terhadap Pandangan Ulama Dalam Hukum Islam dan Undang-undang No 1 tahun 1974)”. Dalam penelitian ini, penulis membagi kepada dua kelompok ulama yang setuju dengan poligami dan kelompok yang tidak setuju terhadap poligami. Dimana kekuatan argumenasi kelompok yang setuju dan kelompok yang tidak setuju terhadap poligami hal tersebut terletak pada kemashlahatan dan kemudharatan dagi wanitan dan kesanggupan untuk berlaku adil diantara isteri-isterinya. Sedangkan tingkat relevansinya terletak pada tingkat harga diri, kehormatan, dan derajat kaum wanita itu sendiri. Masfida Eri Mahani, pada tahun 2004 dengan judul “Pandangan Hakim Terhadap Pernyataan Berlaku Adil Dalam Poligami (Studi Kasus di Pengadilan Agama Malang)”. Dalam penelitian ini, penulis menyatakan bahwa pernyataan berlaku adil dalam poligami menurut beberapa hakim sangat bervariasi, dari hasil wawancara penulis dengan empat hakim hanya ada satu hakim yang menyatakan bahwa pernyataan adil dalam poligami merupakan keharusan atau prasyarat untuk dapat diterimanya izin poligami. Lain halnya pendapat hakim yang lainnya yang menyatakan bahwa tanpa pernyataan adil poligami dapat berlangsung. Noer Aini Rachman, pada tahun 2007 dengan judul ”Poligami Dalam Pandangan Ulama ( Studi Pada pengasuh Pondok Pesantren di Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo)”. Dalam penelitian ini, penulis dalam hal ini. 22.

(23) meneliti terkait dengan pandangan ulama atau kiai yang bermonogami dan yang berpoligami terhadap praktek poligami. Dimana kesemuanya dari kiai menyetujui praktik poligami karena menurut para kiai ada dasar hukum dan telah dipraktekkan pada masa Rasulullah SAW. Dari beberapa penelitian diatas, bahwa penelitian ini belum pernah diteliti tentang pemikiran hukum Quraish Shihab dan juga implikasi hukumnya. Dalam hal ini menelaah dari buku-buku Quraish Shihab yang membahas tentang poligami, dan penelitian ini merupakan penelitian literatur atau kajian pustaka.. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat kepustakaan murni (Library Research), deskriptif analitis dengan metode pendekatan conten analysis, yaitu menggambarkan secara umum tentang objek yng akan diteliti.7 Dalam hal ini peneliti memaparkan pemikiran Quraish Shihab terkait dengan poligami, yang kemudian ditarik suatu implikasi hukum dari pemikirannya. 2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan.8. 7 8. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia, 1984), 48. M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Op.Cit., 171.. 23.

(24) a. Sumber data Pengelompokan data kepustakaan berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya, adalah: a. Bahan primer, yakni bahan utama dalam penelitian, yaitu bahan pustaka yang berisikan tentang pemikiran Quraish shihab terkait poligami. Dalam bahan primer ini, peneliti membagi lagi menjadi dua, yang menjadi bahan primer adalah karya Quraish shihab dalam buku Perempuan dan bahan sekunder yaitu Wawasan Al-Qur’an, dan tafsir Al-Mishbah yang di jadikan bahan utama dalam penelitian. b. Bahan sekunder, yaitu bahan pustaka yamg berisi tentang informasi yang menjelaskan dan membahas tentang bahan primer.9 Dalam hal ini buku-buku atau artikel-artikel dan juga buletin yang mendukung dari bahan primer tersebut.. b. Pengolahan dan Analisa data Menurut Patton, Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu dengan memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.10 Dalam metode ini dilakukan dengan melihat dan menelaah pemikiran dari Quraish Shihab terkait dengan poligami, serta melihat implikasi hukum dari pemikirannya.. 9. Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), 103. Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 280.. 10. 24.

(25) G. Sistematika Pembahasan Untuk lebih mempermudah dalam memahami isi pembahasan hasil penelitian yang dalam bentuk skripsi ini, maka dalam pembahasannya peneliti membagi menjadi lima bab agar tersusun secara sistematis. Dengan perincian sebagai berikut : Bab satu dalam hal ini penelitian akan memberi gambaran kenapa hal tersebut harus teliti, dan dalam bab ini berisi latar belakang yang memberi gambaran umum atas permasalahan yang akan diteliti, rumusan masalah kepada apa yang akan di teliti, sehingga tidak membuat melebar pembahasan, tujuan dan manfaat penelitian ini, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan juga dalam pengelolahan data. Bab dua berisi tentang poligami dalam Islam, yang meliputi pengertian poligami, sejarah poligami, yang meliputi poligami Pra-Islam, poligami pada masa Islam, poligami dalam Al-Qur’an dan Hadits, dan juga poligami ditinjau dari hukum di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memberikan deskripsi secara umum mengenai obyek penelitian yang diambil dari berbagai referensi. Bab III berisi tentang biografi Muhammad Quraish Shihab dan juga poligami menurut Quraish Shihab. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran Quraish Shihab, dengan memaparkan karyanya, yaitu dalam buku-bukunya yang membahas tentang poligami. Pada Bab IV analisis data mengenai pemikiran Quraish Shihab dan Implikasi hukum dari pemikiran tersebut. Pembahasan ini ditulis sebagai telaah atas pertanyaan- pertanyaan dalam rumusan masalah. Bab lima penutup, yang berisi kesimpulan merupakan penjelasan secara singkat, padat, dan jelas terhadap hasil penelitian. Sehingga mempermudah dalam memahami dari hasil penelitian ini.. 25.

(26) BAB II POLIGAMI DALAM ISLAM. A. Pengertian Poligami Kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly atau polus yang berarti banyak dan gamein atau gamos yang berarti kawin atau perkawinan. Jadi menurut bahasa poligami adalah “suatu perkawinan yang banyak” atau “suatu perkawinan yang lebih dari seorang” baik pria maupun wanita. Sedangkan poligami menurut istilah adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak mengawini beberapa (lebih dari satu) dalam waktu bersamaan.11. 11. Abuddin Nata, dkk, Insiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002, jilid III), 107.. 26.

(27) Poligami ini dapat digolongkan menjadi tiga bentuk, yaitu: a. Poligini adalah sistem perkawinan yang membolehkan seorang laki-laki memiliki atau mengawini beberapa perempuan sebagai isterinya dalam waktu yang bersamaan. b. Poliandri adalah sistem perkawinan yang membolehkan seorang perempuan mempunyai suami lebih dari satu orang dalam waktu yang bersamaan. c. Perkawinan kelompok merupakan kombinasi poliandri dan poligini.12. Namun poligami yang berkembang di masyarakat adalah seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari satu. Untuk memudahkan pemahaman pembaca, maka peneliti disini tetap menggunakan istilah poligami untuk poligini tersebut.. B. Sejarah Poligami Keberadaan poligami atau menikah lebih dari seorang isteri dalam lintasan sejarah bukan merupakan masalah baru. Poligami telah ada dalam kehidupan manusia sejak dahulu kala di antara berbagai kelompok masyarakat di berbagai kawasan dunia. Orang-orang Arab telah berpoligami jauh sebelum kedatangan Islam, demikian pula masyarakat lain di sebagian besar kawasan dunia selama masa itu, termasuk di Indonesia. Para raja dan pembesar kerajaan umumnya memiliki isteri lebih dari seorang.13 Poligami ada setiap zaman sebelum Nabi Muhammad, poligami. 12. Chandra Sabtia Irawan, Perkawinan Dalam Islam Monogami atau Poligami (Cet. I. Yogyakarta: An-Naba’, 2007), 21. 13 Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar Untuk Mempelajari Hukum Adat. (Cet.III, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), 105.. 27.

(28) ini juga telah dilakukan oleh orang-orang Yunani yang berkebudayaan tinggi dan bangsa-bangsa lainnya di dunia.14 Bila orang menelaah kitab suci agama Yahudi dan Nasrani, maka akan mendapatkan bahwa poligami telah merupakan jalan hidup yang diterima. Semua nabi yang disebutkan dalam Talmud, Perjanjian Lama (Bibble), dan Al-Qur’an, beristeri lebih dari seorang, seperti Nabi Ibrahim, Nabi daud, Nabi Sulaiman dan lain-lain.15 Para ahli ilmu pengetahuan yang mengadakan pembahasan sekitar sebabsebab poligami mempunyai beberapa pendapat, antara lain: 1. Poligami timbul sebagai pengaruh dari sifat yang ada pada laki-laki terhadap wanita. 2. Poligami adalah pengaruh dari faktor seksual yang ada pada laki-laki dan wanita. 3. Poligami adalah pengaruh Undang-undang alam yang amat mempermudah hidup wanita lebih mudah dari hidup kaum lelaki.16 1. Sifat yang ada pada laki-laki terhadap wanita Secara fungsi wanita di ciptakan sebagai pendamping pria (suami), ibu rumah tangga yang akan melahirkan anak, menyusui, mengasuh dan melayani suami serta memelihara kesinambungan dalam keluarga, dan pria adalah pemimpin dari kaum wanita, kepala rumah tangga, pencari nafkah bagi kehidupan dan juga Pembina. 14. Yusuf Wibisono, Monogami Atau Poligami, Masalah Sepanjang Masa (Cet. I, Jakarta: Bulan Bintang, 1980), 47. 15 Abdul Rahman I Doi, Shari’ah The Islamic Law, terjemahan, Basri Iba Asghary dan Wadi Masturi, Perkawinan Dalam Syari’at Islam (Cet. II Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), 46. 16 Syekh Mahmud Syaltut, al-Islam Aqidah wa Syari’ah, alih bahasa Fachruddin dan Nasharuddin, Aqidah dan Syari’at Islam (Cet.I Jakarta: PT. Bina Aksara, 1984), 195.. 28.

(29) kehidupan keluarga. Sehingga tidak salah apabila pria adalah pelindung keluarga (wanita). Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa: 34 yang berbunyi:. ôÏΒ (#θà)xΡr& !$yϑÎ/uρ <Ù÷èt/ 4’n?tã óΟßγŸÒ÷èt/ ª!$# Ÿ≅āÒsù $yϑÎ/ Ï!$|¡ÏiΨ9$# ’n?tã šχθãΒ≡§θs% ãΑ%y`Ìh9$# tβθèù$sƒrB ÉL≈©9$#uρ 4 ª!$# xáÏym $yϑÎ/ É=ø‹tóù=Ïj9 ×M≈sàÏ≈ym ìM≈tGÏΖ≈s% àM≈ysÎ=≈¢Á9$$sù 4 öΝÎγÏ9≡uθøΒr& Ÿξsù öΝà6uΖ÷èsÛr& ÷βÎ*sù ( £èδθç/ΎôÑ$#uρ ÆìÅ_$ŸÒyϑø9$# ’Îû £èδρãàf÷δ$#uρ €∅èδθÝàÏèsù €∅èδy—θà±èΣ ∩⊂⊆∪ #ZŽÎ6Ÿ2 $wŠÎ=tã šχ%x. ©!$# ¨βÎ) 3 ¸ξ‹Î6y™ £ÍκöŽn=tã (#θäóö7s? Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. Sifat ini yang mendorong laki-laki untuk memiliki sebanyak mungkin wanita. Sifat itu kalau memang ada dan boleh dijadikan sebab untuk gejala-gejala poligami, terang pula bahwa itu bukan bertujuan menguasai dan memiliki semata-mata melainkankan bertujuan memperkenankan panggilan seksual yang ada pada laki-laki. 2. Pengaruh dari faktor seksual yang ada pada laki-laki dan wanita Wanita secara kodrati diciptakan berbeda dengan pria, baik dari fungsi maupun fisik. Secara fisik (jasmani) wanita diciptakan dengan sosok lebih lemah, feminism, dan lmbut budi pekertinya dibanding pria, termasuk di dalamnya sistem reproduksi biologisnya. Sedangkan pria memiliki postur tubuh yang gentle, perkasa, berotot, dan kuat. Kondisi biologis demikian berpengaruh terhadap perilaku seksual mereka.. 29.

(30) Pengaruh dari faktor seksual yang ada pada laki-laki dan wanita tersebut menuntut senantiasa adanya kekuatan dan kesediaan untuk itu. Dalam pada itu, pada wanita terjadi di mana kesediaannya sama sekali tidak ada, seperti dalam masa haid, mengandung, melahirkan dan nifas. Juga kesediaan masa penerimaan wanita lebih pendek dari pada masa kesediaan laki-laki. Masa kesediaan wanita habis sampai wanita berhenti haid, sedangkan kesediaan laki-laki mengingat kesehatan dan kekuatan badannya sampai kepada umur 40 atau 50 tahun. Bahkan hasil medis menentukan, bahwa seorang laki-laki memiliki kekuatan seksual selama dalam kondisi sehat. Artinya, bagi laki-laki kesediaan seksual tidak mengenal batas umur asalkan kondisi tubuhnya sehat. Hal ini akan mengancam kesehatan dan susila lakilaki jika tidak di salurkan. Berdasarkan demikian, bahwa poligami untuk memelihara kesucian dan kesopanan adalah suatu yang baik, asal sanggup mengendalikan hati untuk adil antara isteri. 3. Pengaruh Undang-undang alam yang amat mempermudah hidup wanita lebih mudah dari hidup kaum lelaki Undang-undang alam menentukan kekejaman alam terhadap laki-laki yang menyebabkan tingkat angka kematian di kalangan laki-laki lebih tinggi dari pada dikalangan perempuan. Kalau tidak ada sebab-sebabnya selain peperangan yang selalu dikobarkan diseluruh pelosok dunia, itu saja sudah cukup kiranya untuk membuktikan kekejaman alam terhadap laki-laki. Apalagi kalau dipikirkan bahaya peperangan yang menyikat jiwa laki-laki dan mengakibatkan kebanyakan penduduk terdiri anak-anak, orang tua, dan wanita. Tambah lagi menghadang kesulitan perjuangan hidup yang meminta korban nyawa, terutama di lapisan yang melakukan. 30.

(31) pekerjaan di antara besi dan api, di dasar lautan, di tengah-tengah ombak dan gelombang serta pekerjaan lain yang banyak menimbulkan resiko korban jiwa bagi laki-laki. Itulah sebab-sebab sosial, biologis, dan norma menurut pendapat para sarjana dan ahli-ahli penyelidik. Sebab-sebab itu dirumuskan oleh karenanya poligami mendapatkan kedududukan kuat dalam pergaulan di zaman dahulu. Dan poligami pada dasarnya merupakan kodrati yang dimiliki oleh manusia (lelaki) yang keberadaannya sudah ada sejak peradaban manusia itu sendiri.17 1. Poligami Pra-Islam Praktek poligami sudah dilakukan sejak sebelum agama Islam lahir, hal itu terlihat sudah dipaktikkan oleh masyarakat sejak dahulu, dan juga agama Yahudi dan Nasrani tidak melarang poligami, hal itu terdapat dalam Talmud, Perjanjian Lama (Bibble), dan Al-Qur’an, bahwa Nabi-nabi terdahulu juga beristeri lebih dari seorang, seperti Nabi Ibrahim, Nabi daud, Nabi Sulaiman dan lain-lain. Namun, praktik poligami sebelum Islam dilakukan tanpa batas. Bahkan diArab sebelum Islam juga telah dipraktikkan poligami yang tanpa batas tersebut. Bentuk poligami ini di kenal pula oleh orang-orang Medes, Babilonia, Abbesinia, dan Persia. Nabi Muhammad saw membolehkan poligami di antara masyarakatnya karena hal itu telah dipraktekkan juga oleh orang-orang Yunani yang diantaranya bahkan seorang isteri bukan hanya dapat dipertukarkan tetapi juga bisa diperjual belikan secara lazim antara mereka.18. 17 18. Titik Triwulan Tutik dan Trianto, Op.Cit., 62. Titik Triwulan Tutik dan Trianto, Ibid, 57.. 31.

(32) Bahkan budaya Arab sebelum Islam mengenal institusi pernikahan yang kurang beradab, dimana tidak saja para laki-laki memilih banyak isteri, bahkan para perempuan menggauli banyak pria dan menjadikannya suami.19 Poligami sudah dikenal sejak lama oleh orang-orang Mesir, Perancis, Asyuria, Babilonia, dan India, sebagaimana diketahui oleh orang-orang Rusia dan Jerman, sebagian raja-raja Yunani, dan sebagaimana juga yang telah diberitakan oleh agama Yahudi dan kitab mereka tidak melarang adanya poligami. Risalah Taurat memberikan kebebasan kepada kaumnya untuk berpoligami tanpa ada batasan-batasan tertentu, yakni jumlah perempuan yang boleh dinikahi. Taurat juga menyebutkan beberapa Nabi yang melakukan poligami tanpa menyebutkan jumlahnya. Taurat menyebutkan, “Seorang perempuan dengan saudara perempuannya tidak boleh dijadikan isteri simpanan untuk membuka keburukannya dalam hidupnya”. Maksud kitab ini adalah tidak pernah ada pengharaman terhadap poligami, tetapi yang diharamkan apabila seorang laki-laki menikahi saudara perempuan isterinya. Kitab Taurat ini juga mengandung berita yang mengatakan bahwa nabi Daud memiliki 99 isteri dari perempuan merdeka dan 300 isteri dari budak. Sedangkan Isa bin Ishaq memiliki isteri lebih dari satu, sebagaimana terkandung dalam Taurat, “Maka, Isa pergi ke Ismail untuk memeristeri Mahlah binti Ismail bin Ibrahim, saudara perempuan Nabayut, atas isteri-isterinya”. Taurat juga menyebutkan bahwa nabi Sulaiman a.s memiliki lebih dari satu isteri dengan mengatakan: “Dia (Sulaiman a.s) memiliki 900 isteri dari perempuan bebas dan 300 dari budak.” 19. Chandra Sabtia Irawan, Op.Cit, 25.. 32.

(33) Rasulullah bersabda,”Sulaiman bin Daud a.s. berkata, Saya akan tidur dengan isteri-isteri saya sebanyak 99 orang dalam satu malam, yang akan menghasilkan para penunggang kuda dalam berjihad. Kemudian sahabat Sulaiman berkata insya Allah. Tetapi nabi Sulaiman tidak mengatakan insya Allah, sehingga dari semua isterinya itu, tidak ada yang hamil kecuali satu perempuan saja yang melahirkan seorang anak laki-laki yang cacat kakinya. Orang yang bersama Rasullah berpendapat apabila Sulaiman a.s mengucapkan insya Allah, maka semua anaknya akan menjadi penunggang kuda yang mampu berjihad di jalan Allah”. Hadits tersebut menegaskan bahwa nabi Sulaiman melakukan poligami. Jadi poligami pernah lahir dalam syariat-syariat sebelum Islam. Ketika Allah swt mengutus Musa a.s maka dia menetapkan poligami tanpa ada batasan jumlah wanita yang boleh dinikahi. Sehingga Bani Talmud memberikan batasan dalam berpoligami. Lain halnya dengan dengan Bani Israil yang mengharamkannya dan sebagian mereka menghalalkannya dengan alasan apabila isterinya sakit, mandul, berkhianat, dan sebagainya. Menurut Yahudi bahwa Talmud membolehkan poligami tetapi memberi batasan tertentu. Dasar poligami telah muncul pada zaman Bani Israil, dan tidak ada undangundang regional. ataupun syariat yang melarangnya. Dan Yahudi hidup dalam. kelompok masyarakat yang sudah terbiasa dengan poligami sampai akhirnya terdapat ketetapan gereja yang melarang poligami, untuk menekan kehidupan masyarakat pada saat itu. Ketetapan tersebut terjadi kurang lebih pada abad sebelas yang dipublikasikan oleh Dewan Gereja dikota Warmes, Jerman. Pada mulanya ketetapan ini hanya berlaku. bagi orang Yahudi di Jerman dan diutara Perancis. Yang. kemudian menyebar keseluruh umat Yahudi di Eropa. Undang-undang perdata. 33.

(34) Yahudi telah memtuskan untuk melarang poligami, dan mengharuskan untuk bersumpah setia ketika mengadakan akad nikah. Apabila seorang laki-laki ingin menikah dengan perempuan lain lagi, maka dia harus menceraikan isteri pertamanya dan memberikan semua hak-haknya, kecuali apabila isterinya membolehkan untuk menikah lagi, dan dengan lapang hati untuk berkeluarga dengan dua isteri dan berbuat adil antara keduanya. Mereka juga dibolehkan untuk berpoligami, seperti apabila isterinya mandul.20 Apabila kita melihat dari penjelasan diatas maka kita akan dapat mengetahui bahwa praktek poligami sudah terjadi pada zaman Bani Israil yaitu dari golongan orang-orang Yahudi. Agama al-Masih, pada dasarnya tidak melarang umatnya untuk berpoligami, bahkan dalam ajarannya terdapat nash yang membolehkan mereka untuk berpoligami, sebagaimana yang dikatakan oleh Bulls yang mengatakan, “Seharusnya para uskup tidak hanya memiliki satu isteri saja”. Begitu juga dia mengatakan, “Seharusnya penjaga gereja memiliki isteri satu”.21 Dari keterangan diatas bahwa poligami sudah dilakukan atau dipraktikkan sebelum agama Islam muncul.. 2. Poligami Pada Masa Islam Islam membolehkan poligami untuk tujuan kemaslahatan yang ditetapkan bagi tuntunan kehidupan. Allah paling mengetahui kemaslahatan hambanya. Allah 20. Karim Hilmi Farhat Ahmad, Ta’addu az-Zauzah fi al-Adyan diterjemahkan oleh Munirul Abidin Farhan, Poligami Berkah atau Musibah (Cet. I, Jakarta: Senayan Publishing, 2007), 6. 21 Karim Hilmi Ahmad, Ibid., 9.. 34.

(35) mensyariatkan poligami untuk diterima tanpa keraguan demi kebahagian seorang mukmin didunia dan akhirat. Islam tidak menciptakan aturan poligami dan tidak mewajibkan poligami terhadap kaum muslimin. Dan hukum dibolehkannya telah didahului oleh agama-agama lainnya, seperti agama Yahudi dan Nasrani. Kedatangan Islam memberikan landasan dan dasar yang kuat untuk mengatur dan serta membatasi keburukan dan kemudharatannya yang terdapat dalam masyarakat yang melakukan poligami. Tujuan semua itu adalah untuk memelihara hak-hak wanita, memelihara kemuliaan mereka yang dahulu terabaikan karena poligami yang tanpa ikatan, persyaratan, dan jumlah tertentu. Syariat Islam tidak menjadikan poligami sebagai kewajiban terhadap laki-laki muslim dan tidak mewajibkan pihak wanita atau keluarganya menagawinkan anaknya dengan laki-laki yang telah beristeri satu atau lebih. Syariat memberikan hak kepada wanita dan keluarganya untuk menerima poligami jika terdapat manfaat atau maslahat bagi putri mereka, dan mereka berhak menolak jika dikhawatirkan sebaliknya. Seorang wanita yang bersedia dimadu membuktikan kerelaan dan kepuasannya bahwa perkawinannya itu tidak akan mengakibatkan kemudharatan, mengabaikan haknya, atau merendahkan martabatnya. Syariat poligami dan pembatasannya terdapat dalam dua ayat firman Allah berikut ini: a.Q.S an-Nisa: 3. 35.

(36) y]≈n=èOuρ 4o_÷WtΒ Ï!$|¡ÏiΨ9$# zÏiΒ Νä3s9 z>$sÛ $tΒ (#θßsÅ3Ρ$$sù 4‘uΚ≈tGu‹ø9$# ’Îû (#θäÜÅ¡ø)è? āωr& ÷ΛäøÅz ÷βÎ)uρ (#θä9θãès? āωr& #’oΤ÷Šr& y7Ï9≡sŒ 4 öΝä3ãΨ≈yϑ÷ƒr& ôMs3n=tΒ $tΒ ÷ρr& ¸οy‰Ïn≡uθsù (#θä9ω÷ès? āωr& óΟçFøÅz ÷βÎ*sù ( yì≈t/â‘uρ Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. b.Q.S an-Nisa: 129. È≅øŠyϑø9$# ¨≅à2 (#θè=ŠÏϑs? Ÿξsù ( öΝçFô¹tym öθs9uρ Ï!$|¡ÏiΨ9$# t÷t/ (#θä9ω÷ès? βr& (#þθãè‹ÏÜtFó¡n@ s9uρ ∩⊇⊄∪ $VϑŠÏm§‘ #Y‘θàxî tβ%x. ©!$# €χÎ*sù (#θà)−Gs?uρ (#θßsÎ=óÁè? βÎ)uρ 4 Ïπs)‾=yèßϑø9$$x. $yδρâ‘x‹tGsù Artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteriisteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Kedua ayat di atas cukup menjelaskan hal-hal yang telah dipahami Rasulullah, sahabat-sahabatnya, tabi’in, dan jumhur ulama muslimin tentang hukumhukum berikut ini: 1. Boleh berpoligami paling banyak hingga empat orang isteri. 2. Disyariatkan dapat berbuat adil diantara isteri-isterinya. Barang siapa yang belum mampu memenuhi ketentuan diatas, dia tidak boleh mengawini wanita lebih dari satu orang. Seorang laki-laki yang sebenarnya meyakini dirinya tidak akan mampu berbuat adil, tetapi tetap melakukan poligami, dikatakan bahwa akad nikahnya sah, tetapi dia telah berbuat dosa. 3. Keadilan yang disyaratkan oleh ayat diatas mencakup keadilan dalam tempat tinggal, makan, dan minum, serta perlakuan lahir bathin.. 36.

(37) 4. Kemampuan suami dalam hal nafkah kepada isteri kedua dan anak-anaknya.. Ayat kedua ditafsirkan bahwa keadilan yang berkaitan dengan kasih sayang dan kecenderungan hati tidak mungkin terlaksana. Tetapi, seorang suami tidak boleh menjauhi. isteri. pertamanya. dan. membiarkannya. terkatung-katung,. tidak. diperlakukan sebagai isteri, dan juga tidak dicerai. Suami harus memperlakukan isterinya dengan baik agar memperoleh cintanya. Allah tidak menuntut suami atas kecenderungan hatinya asalkan tidak berlebih-lebihan dan tetap mengindahkan isteri pertamanya.. 22. dan juga poligami dilakukan kalau memang lelaki itu merasa aman. tidak akan terganggu dengan isteri-isterinya. Dia tidak akan melalaikan hak Allah pada dirinya lantaran isteri-isterinya dan tidak tersibukkan dengan mereka untuk beribadah kepada Allah.23 Dalam masalah fisik material, Rasulullah saw sangat adil kepada seluruh isterinya, tetapi beliau lebih menaruh kecenderungan cintanya kepada ‘Aisyah ra melebihi isteri-isteri lainnya. Tentang kecenderungan cintanya itu, beliau berdoa kepada Allah: “Ya Allah, ini adalah bagian yang bisa kumiliki, maka janganlah menuntut aku terhadap apa yang Engkau miliki dan yang tidak aku miliki”. Kalangan yang tidak memahami syariat Islam mengklaim bahwa al-Qur’an melarang poligami dalam dua ayat diatas. Menurut mereka, ayat pertama membolehkan praktik poligami dengan syarat harus ada keadilan di antara isteriisterinya, sedangkan ayat kedua menetapkan bahwa keadilan terhadap isteri. 22. Musfir Husain aj-Jahrani, Nazharatun fi Ta’addudi az-Zaujat diterjemahkan Muh. Suten Ritonga, Poligami Dari Berbagai Persepsi (Cet. II, Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 41. 23 Abu Abdillah Musthofa al-Adawi, Ahkam an-Nikah wa az-Zifaf, diterjemahkan Aris Munandar dan Eko Haryono, Tanya Jawab Masalah Nikah Dari A sampai Z (Cet. I; Yogyakarta: Media Hidayah, 2005), 298.. 37.

(38) merupakan hal yang mustahil. Dengan demikian, praktik poligami harus memenuhi persyratan-persyaratan yang mustahil dapat dipenuhi sehingga poligami itu dilarang. Kita lihat bahwa tuduhan itu tidaklah benar karena alasan-alasan di bawah ini: 1. Bersikap adil yang disyaratkat pada ayat pertama “...maka kawinilah wanitawanita lain yang kamu cintai...” (Q.S an-Nisa: 3) bukanlah adil yang di tetapkan sebagai mustahil yang tercantum pada ayat kedua: “...sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara isteri-isterimu walaupun kamu sangat ingin berlaku demikian...” ( Q.S an-Nisa: 129). Adil pada ayat pertama erat kaitannya dengan masalah fisik (material) yang terasa, seperti papan, sandang, pangan, giliran bermalam, dan perlakuan. Adapun adil yang mustahil direalisasikan oleh manusia adalah keadilan yang berkaitan dengan masalah immaterial, seperti kecintaan dan kecenderungan hati. 2. Tidak masuk akal jika Allah membolehkan praktik poligami kemudian dikaitkan dengan persyaratan yang mustahil dapat dilakukan manusia. Jika Allah menghendaki, untuk melarangnya, pasti Dia akan langsung melarangnya dengan satu ungkapan kita (lafal) yang tercantum dalam satu ayat. 3. Nash al-Qur’an atas pengharaman menghimpun dua isteri yang bersaudara kandung, seperti dalam ayat berikut ini, Q.S an-Nisa: 23 :. öΝä3çG≈n=≈yzuρ öΝä3çG≈£ϑtãuρ öΝà6è?≡uθyzr&uρ öΝä3è?$oΨt/uρ öΝä3çG≈yγ¨Βé& öΝà6ø‹n=tã ôMtΒÌhãm Νà6è?≡uθyzr&uρ öΝä3oΨ÷è|Êö‘r& ûÉL≈©9$# ãΝà6çF≈yγ¨Βé&uρ ÏM÷zW{$# ßN$oΨt/uρ ˈF{$# ßN$oΨt/uρ. 38.

(39) ÏiΒ Νà2Í‘θàfãm ’Îû ÉL≈©9$# ãΝà6ç6Í×‾≈t/u‘uρ öΝä3Í←!$|¡ÎΣ àM≈yγ¨Βé&uρ Ïπyè≈|ʧ9$# š∅ÏiΒ yy$oΨã_ Ÿξsù €∅ÎγÎ/ ΟçFù=yzyŠ (#θçΡθä3s? öΝ©9 βÎ*sù £ÎγÎ/ ΟçFù=yzyŠ ÉL≈©9$# ãΝä3Í←!$|¡ÎpΣ š÷t/ (#θãèyϑôfs? βr&uρ öΝà6Î7≈n=ô¹r& ôÏΒ tÉ‹©9$# ãΝà6Í←!$oΨö/r& ã≅Í×‾≈n=ymuρ öΝà6ø‹n=tæ ∩⊄⊂∪ $VϑŠÏm§‘ #Y‘θàxî tβ%x. ©!$# āχÎ) 3 y#n=y™ ô‰s% $tΒ āωÎ) È÷tG÷zW{$# Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 4. Rasullah saw pernah memerintah para suami yang memiliki isteri lebih dari empat (diantaranya Qais bin Tsabit beristeri delapan orang dan Naufal bin Muawiyah beristeri lima orang) untuk menceraikan lebihnya jika praktik poligami mereka telah keluar dari ketentuan. Hal-hal tersebut merupakan argumenasi atau dalil yang kuat tentang bolehnya melakukan praktik poligami. 5. Rasulullah saw pun juga melakukan paktik poligami dan ketika wafat beliau meninggalkan sembilan orang isteri. Para sahabat dan kaum muslimin pun melakukan praktik poligami.24. 24. Musfir Husain aj-Jahrani, Op.Cit., 44.. 39.

(40) Poligami ini juga bukan kewajiban bagi setiap muslim, dalam hal ini sebagian ulama fuqaha berpendapat bahwa seorang wanita berhak membuat perjanjian dengan laki-laki yang akan menikahinya bahwa setelah menikah nanti dia tidak akan dimadu, jika ternyata suami tidak mampu menepati janji, artinya dia ternyata menikah lagi, isteri berhak mengajukan cerai. Tidak diragukan bahwa dalam agama Islam menetapkan poligami dengan kandungan hikmah yang sangat tinggi serta membawa maslahat bagi semua lapisan masyarakat baik secara langsung ataupun tidak, kemaslahatan tersebut paling tidak, meliputi tiga hal yaitu: 1. Mengatasi Problem Sosial Poligami dalam kehidupan masyarakat kita sering dipandang sebagai suatu problem yang sangat ditakuti kaum wanita. Padahal justru karena tidak diterapkannya sistem poligami, maka problem terus meningkat dikalangan kaum wanita. Namun, amat mengherankan karena justru problem ini tidak ditakuti walaupun telah membuat wanita menderita. Hal itu terjadi karena kurangnya pemahaman makna dan sasaran poligami serta kurangnya persiapan bagi yang melakukan poligami. Ada problem sosial yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya sehingga menuntut agar poligami diterapkan dalam kehidupan masyarakat, yaitu: Berkurangnya kaum pria akibat perang baik sebab politik maupun agama. Di Eropa telah terjadi dua kali perang dunia yang telah menelan korban mencapai jutaan kaum pria. Sehingga masyarakat Eropa dipenuhi dengan kaum wanita yang telah kehilangan suami dan gadis-gadis yang masih menunggu giliran sampai memasuki usia lanjut. Karena itu, sangat logis jika organisasi wanita di Eropa seperti jerman menuntut pemerintah setempat agar poligami diperbolehkan bagi setiap laki-laki. 40.

(41) yang mampu. Atau dengan kata lain, mereka menuntut agar ditetapkan atas setiap pria berkewajiban memenuhi keperluan wanita lebih dari satu orang karena setiap seorang laki-laki diperlukan untuk melindungi lebih dari seorang perempuan.25 2. Mengatasi Problem Pribadi Poligami sangat berperan dalam mengatasi problem pribadi yang muncul dengan beberapa sebab seperti isteri mandul, sementara suami mengharapkan untuk memiliki keturunan, isteri memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan, suami yang sering keluar kota atau negeri yang tidak mungkin membawa isteri, dan suami yang memiliki kekuatan seksual yang tinggi. Hal ini merupakan pilihan tepat untuk berpoligami dari pada isteri di ceraikan dan menjadi janda, dalam kondisi seperti inilah yang akan menjadi problem lagi bagi wanita. 3. Mengatasi Kerusakan Akhlak Secara umum, laki-laki dan wanita yang berpoligami sesuai dengan syariat akan diantarkan kepada kehidupan yang istiqamah, dan hidupnya jauh dari kesesatan. Bagaimanapun, poligami mampu memelihara kebaikan akhlak, memperkuat hubungan kemasyarakatan, serta menciptakan ketenangan dan keamanan hidup. Poligami merupakan solusi syariat untuk memelihara manusia agar tidak jatuh kepada kehidupan yang asusila (melampiaskan hawa nafsunya secara liar). Allah swt telah mensyariatkan poligami untuk hamba-Nya. Dalam hal ini, Islam telah mengatur dan membatasi praktik poligami dengan syarat-syarat poligami dalam tiga faktor berikut ini: a. Faktor Jumlah 25. Saiful Islam Mubarak, Poligami Antara Pro dan Kontra (Cet. II, Bandung: Syamil, 2007), 20.. 41.

(42) b. Faktor Nafkah c. Faktor Keadilan di Antara Para Isteri a. Faktor Jumlah Peraturan poligami telah di kenal dan dibolehkan sebelum Islam lahir dan itu berlaku di kalangan penganut agama-agama lain, seperti Yahudi, Majusi, dan juga yang lainnya. Agama-agama tersebut membolehkan praktik poligami dengan jumlah yang tidak terbatas. Aturan tentang poligami memang sudah dikenal dan berlaku dalam kabilahkabilah Arab Jahiliyah tanpa batasan tertentu. Telah dikatakan bahwa ada hadits yang mengatakan terdapatnya poligami di kalangan orang-orang Arab ketika mereka memeluk agama Islam dan tanpa pembatasan jumlah. Seperti yang diriwayatkan dari Ghailan bin Salamah ats Tsaqafi bahwa dirinya memiliki sepuluh orang isteri. Ketika masuk Islam, Rasulullah saw berkata: “ Pilih empat orang dan ceraikan yang lainnya”. Dan juga Naufal bin Muawiyah berkata: “Tatkala aku masuk Islam, aku memiliki lima orang isteri. Rasulullah saw berkata: “Ceraikanlah yang satu dan pertahankan yang empat”. Setelah Islam lahir, dasar-dasar dan syarat poligami diatur sedemikian rupa sehingga jelaslah bahwa jumlah yang di perbolehkan adalah empat orang dan ditekankan prinsip keadilan di antara para isteri dalam masalah fisik material atau nafkah bagi isteri dan anak-anaknya. Pada dasarnya, poligami dibolehkan dalam Islam dan bukan dengan syarat karena Isteri pertama sakit atau mandul, selama suami mampu memenuhi beban nafkah kepada isteri dan anak-anaknya.. 42.

(43) Umar ibnul Khattab telah menawarkan anaknya, hafshah, kepada Abu Bakar yang telah mempunyai isteri lebih dari seorang dan isteri-isterinya itu tidak dalam keadaan sakit atau mandul. Namun, Abu Bakar menolak dengan halus tawaran tersebut, begitu juga dengan Utsman, hingga akhirnya dinikahi oleh Nabi saw. Dalam hal ini, umat muslim telah sepakat mengatakan bahwa tidak boleh terjadi poligami untuk lebih dari empat orang wanita walaupun ada beberapa kalangan ada berbeda, hal ini terkait dengan penafsiran Q.S an-Nisa: 3 tersebut. Dan terkait pembatasan jumlah hanya empat orang itu, telah terbukti sejak kehidupan Rasulullah saw sampai dengan sekarang. Adapun mengenai praktik poligami Rasulullah saw hingga sembilan orang isteri, itu merupakan kekhususan beliau yang tidak boleh ditiru oleh umatnya.26 Terkait dengan hikmah yang terkandung dalam pembatasan jumlah empat orang wanita (tidak kurang dan tidak lebih). Kalangan pakar hanya menduga-duga penyebab pembatasan jumlah wanita yang boleh dimadu hanya empat orang. Ada yang berpendapat mungkin disesuaikan dengan adaptasi dari empat musim, ada yang menyimpulkan jumlah laki-laki satu banding empat, ada yang berpendapat karena kalangan laki-laki mencoba menghimpun berbagai jenis wanita pendek, tinggi, kurus, dan gemuk dalam soal bentuk tubuh, ada juga yang karena menginginkan dari jenis kulit, putih, pirang, hitam manis, dan kuning langsat. Ada juga berpendapat karena ingin menghimpun wanita yang beragama kuat, berparas cantik, keturunan bangsawan, dan memiliki harta (empat perkara ini merupakan hal yang dipandang sebagai pertimbangan laki-laki dalam memilih isteri). Batasan itupun sesuai dengan situasi bulanan kaum wanita yang meliputi masa haid. 26. Musfir Husain aj-Jahrani, Op.Cit., 54.. 43.

(44) Jika dia memiliki empat isteri, dia akan mendapati diantara isteri-isterinya satu orang yang telah suci. Secara universal, pernyataan tersebut hanyalah intepretasi ijtihadiah dan pendapat yang bisa benar dan juga bisa tidak. Dan hanya Allah-lah yang Maha Tahu. b. Faktor Nafkah Nafkah mencakup makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan alat-alat rumah tangga yang umum. Laki-laki yang ingin menikah pertama-tama harus mampu menyediakan biaya untuk menafkahi wanita yang akan dinikahi. Sebagaimana menurut syariat, jika seorang laki-laki belum memiliki sumber rizki atau penghasilan untuk menafkahi isteri, dia belum dibolehkan kawin. Hal pertama yang harus diperhatikan laki-laki dan perempuan dalam berumah tangga adalah pemenuhan kebutuhan material.27 Dengan kecukupan materi, maka akan dapat diraih ketentraman, maka disini letak sasaran nikah mendapat sakinah (ketenangan) karena terpenuhinya kebutuhan materi.28 Menurut ijma’, hukum memberi nafkaf itu adalah wajib, sebagaimana wasiat Nabi pada hajjatul wada’: “Bertakwalah kamu dalam urusan wanita, sesungguhnya kamu telah mengambil mereka dengan amanah Allah. Dan telah dihalalkan kepadamu kesucian mereka dengan kalimat Allah. Dan bagimu atas mereka, yaitu tidak menginjak tempat tidurmu seseorang yang kamu tidak sukai. Jika mereka berbuat demikian pukullah mereka dengan pukulan yang tidak memberi bekas.. 27 Husain Mazhariri, Akhlak dar Khoneh diterjemahkan Abdullah Assegaf, Membangun Surga Dalam Rumah Tangga (Cet. X, Jakarta: Cahaya, 2006), 247. 28 Umay M. Dja’far Shiddieq, Indahnya Keluarga Sakinah Dalam Naungan al-Qur’an dan as-Sunah (Cet. I, Jakarta: Zakia Press, 2004), 16.. 44.

(45) Kewajiban kamu atas mereka bahwa kamu menafkahi mereka dan memberi pakaian dengan baik”. Pada hadits yang lain Rasulullah saw ditanya tentang kewajiban nafkah suami terhadap isterinya, beliau menjawab: “Beri makan dia jika kamu makan, beri pakaian dia jika kamu berpakaian, jangan pukul muka (wajah), jangan menjelek-jelekkan dia, dan jangan menjauhi dia kecuali di dalam rumah”.29 Dengan demikian, tidak ada ikhtilaf di antara fuqaha tentang kewajiban suami terhadap isterinya, baik makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. c. Faktor Keadilan di Antara Para Isteri Dalam Q.S an-Nisa: 3 merupakan dasar keadilan yang harus ditegakkan. Keadilan yang dimaksud adalah keadilan yang mampu diwujudkan manusia dalam kehidupan sehari-harinya, yaitu persamaan diantara isteri-isteri dalam urusan sandang, pangan, rumah tempat tinggal, dan perlakuan yang layak terhadap mereka masing-masing. Adapun keadilan dalam urusan yang tidak mampu diwujudkan dan disamakan seperti cinta atau kecenderungan hati, maka suami tidak dituntut mewujudkannya. Allah swt berfirman dalam surat al-Baqarah: 286:. $yγyèó™ãρ āωÎ) $²¡øtΡ ª!$# ß#Ïk=s3ムŸω “Allah. tidak. memberati. seseorang. kesanggupannya…”. 29. Musfir Husain aj-Jahrani., Op.Cit., 57.. 45. melainkan. sesuai. dengan.

(46) Kecintaan terhadap seseorang isteri dan kecenderungan hati padanya berkenaan dengan surat an-Nisa: 129: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara isteri-isterimu walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian…”. Adil yang dituntut pada ayat pertama mencakup adil dalam hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat dzahir atau nyata. Rasulullah saw adalah orang yang paling mengetahui tentang agama dan paling berhasrat melaksanakan keadilan diantara isteri-isterinya, dimana beliau pernah berdoa: “Ya, Allah bagian yang aku miliki dan janganlah Engkau menyalahkan aku dalam hal yang tidak aku miliki”, karena beliau lebih mencintai Aisyah daripada isteri-isterinya yang lain. Allah swt mengingatkan kita agar hati dan kecintaan kita tidak terlalu cenderung kepada salah seorang isteri sementara yang lain dilupakan dan ditelantarkan. Apabila seorang muslim ingin berpoligami, sedangkan dia yakin bahwa dirinya tidak mampu menerapkan keadilan diantara isteri-isterinya dalam masalah kebutuhan materi, maka itu adalah dosa di sisi Allah, dan wajib baginya untuk tidak kawin lebih dari seorang isteri. Rasulullah bersabda: “Apabila ada seorang laki-laki mempunyai dua orang isteri dan tidak berlaku adil diantara keduanya, maka dia akan datang pada hari kiamat dengan badannya miring”. Masalah yang berkaitan dengan bermalamnya seorang suami dengan isteriisterinya harus jelas, sehingga dari situ akan terdapat jadwal kapan seorang suami berada di rumah isteri yang satu jika dia memiliki rumah atau di kamar yang khusus. Pembagian jadwal yang jelas seperti itu harus sama bagi isteri yang sehat, sakit, haid, atau nifas, karena yang di maksud dengan bermalam beramanya (suami-isteri) itu. 46.

(47) adalah hiburan dan kesenangan bagi isteri karena seorang suami terhibur oleh isterinya meskipun tanpa bersetubuh, tetapi juga dengan saling memandang, berbincang-bincang, pegang memegang, berciuman dan lain sebagainya. Karena hal tersebut sebagai bentuk adil dalam melayani isteri, baik itu urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian, giliran dan segala hal yang bersifat lahiriah.30 Penyamarataan dalam hubungan jima’ antara isteri yang satu dengan isteri yang lain tidaklah wajib atas suami. Penyamarataan dalam jima’ sebaiknya satu hari satu malam untuk setiap isteri. Boleh juga dilakukan pembagian dengan dua malam atau tiga malam. Dalam hal ini, menginapnya seorang suami di tempat seorang isteri tidak boleh lebih dari tiga malam kecuali atas kesepakatan isteri-isteri lainnya. Jika suatu waktu suami bepergian dan dia memerlukan di temani salah seorang dari isteri-isterinya, dia berhak untuk memilih salah satu diantara mereka. Apabila hal itu di tolak oleh isteri-isteri yang lain dan menimbulkan sengketa, hendaknya suami mengundi di antara mereka untuk menentukan siapa yang akan menemaninya. Hal seperti itu juga dilakukan oleh Rasulullah saw yaitu dengan cara undian untuk menemaninya dalam perjalanan. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra dikatakan: “Bahwasanya Nabi saw bila ingin bepergian, beliau mengundi di antara para isterinya. Siapa yang terpilih dalam undian itu, dialah yang akan menemani Nabi saw” (HR. Abu Daud). Jika seorang suami menikah dengan seorang janda, dia di haruskan tinggal (tidur bersama) isterinya itu selama tiga hari dan jika mengawini seorang gadis (perawan), dia harus tinggal bersamanya selama tujuh hari. Dalam hal ini, isteri-isteri yang lama tidak berhak menuntut diperlakukan seperti isteri yang baru (muda). 30. Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Cet. II, Jakarta: Kencana, 2006), 129.. 47.

(48) Demikian ketiga syarat yang ditetapkan syariat Islam dalam hal berpoligami. Dan juga tidak boleh memadu dua orang yang mahram, yaitu mengawini dua orang kakak beradik sebagaimana ketetapan dalam kitab Allah swt. Tujuan diharamkannya menghimpun dua orang bersaudara dalam poligami adalah untuk menjaga hubungan cinta dan kasih saying diantara anggota keluarga muslim. Bagaimanapun, setiap isteri senantiasa mengusahakan agar kebaikan suaminya hanya terlimpah kepadanya sehingga akan tumbuh kebencian dan kecemburuan jika suaminya memberikan sesuatu kepada orang tua, kakak atau adiknya. Karena itulah Allah melarang para laki-laki memadu dua wanita kakak beradik. Jika hal itu dilanggar, para isteri akan saling menghalangi dalam memperoleh kebaikan suami sehingga terputuslah hubungan cinta dan kasih saying antara mereka yang bersaudara kandung, atau paling tidak muncul kecemburuan dan persengketaan di antara mereka.31 Ada beberapa adab yang perlu di pelihara seorang suami dalam bergaul dengan isteri-isterinya, yaitu antara lain: 1. Persamaan sikap dalam pergaulan sehari-hari. 2. Tidak membeberkan apa yang terjadi antara dia dan salah seorang dari isterinya di hadapan isteri-isterinya yang lain, termasuk hubungan intim suami isteri. 3. Jangan menyebut kekurangan atau memuji (yang berlebihan) isteri-isteri yang lain. Menyebutkan kekurangan akan menyebabkan dia merasa di hina dan memuji-muji menyebabkan mereka dengki kepadanya. 4. Seorang suami harus memelihara hubungan antaristeri sehingga tidak terjadi seorang isteri membicarakan kejelekan atau kekurangan isteri yang 31. Musfir Husain aj-Jahrani., Op.Cit., 63.. 48.

Referensi

Dokumen terkait

If you share this work, you must identify the creators named in this work and on the Living Archive of Aboriginal Languages website and abide with all other attribution

Yaitu kemampuan pegawai Puskesmas untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada masyarakat, berkaitan dengan penyampaian informasi yang jelas

Ayat ini menyebut sebagian yang lain dari rincian kezaliman itu, yakni bahwa pengharaman sebagian dari apa yang tadinya dihalalkan adalah juga disebabkan mereka

Misalnya, Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa Q.S al-Nisa’ (4): 3 bukanlah ayat untuk mewajibkan poligami atau menganjurkannya karena praktek poligami

Namun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian FR Retno Anggraini (2006) dan eddy (2005) yang menyebutkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh pada tingkat pengungkapan

lnstitut lnsinyur Wageningen di Hindia Belanda pada tahun 1932 mengungkapkan beberapa keinginan mengenai masa praktek sebagai berikut : &#34;banyak orang menganggap

o Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip

Cevat Tosun (2011:155) mengemukakan juga bahwa istilah partisipasi masyarakat berpotensi mencakup bidang filsafat yang luas, pertimbangan kebijakan, program, dan kerja