• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFRAT demam kurang dari 7 hari pada anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFRAT demam kurang dari 7 hari pada anak"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

DEMAM KURANG DARI TUJUH HARI

Disusun oleh:

Rizka Arifani, S. Ked

072011101050

Dosen Pembimbing:

Dr. H. Ahmad Nuri, Sp. A Dr. Gebyar Tri Baskoro, Sp. A

Dr. Ramzy Syamlan, Sp. A

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya di SMF Ilmu Kesehatan Anak

RSD. dr.Soebandi

SMF. ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

2011

(2)

1 1. PENDAHULUAN 1 2. DEFINISI 2 3. EPIDEMIOLOGI 2 4. ETIOLOGI 2 5. PATOFISIOLOGI 4

6. DIFERENSIAL DIAGNOSIS DEMAM KURANG DARI

TUJUH HARI 5

7. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN 6

7.1 Anamnesis 7

7.2 Pemeriksaan Fisik 9

7.3 Pemeriksaan Penunjang 11

8. ALGORITMA DIAGNOSIS 12

9. KEADAAN KHUSUS AKIBAT DEMAM 17

10. TATALAKSANA 17

11. PROGNOSIS 24

12. LAMPIRAN 1 25

(3)

PENDAHULUAN

Pusat regulasi mempertahankan agar suhu di dalam tubuh normal di dalam titik ambang 37˚C ( 98,6˚F) dan sedikit berkisar antara 1-1,5˚C. Hipotalamus adalah pusat integrasi utama untuk memelihara keseimbangan energi dan suhu tubuh. Hipotalamus berfungsi sebagai termostat tubuh. Hipotalamus sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh, menerima informasi aferen mengenai suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai penyesuaian – penyesuaian terkoordinasi yang sangat rumit dalam mekanisme penambahan dan pengurangan suhu sesuai dengan keperluan untuk mengoreksi setiap penyimpangan suhu inti dari patokan normal. Hipotalamus sangat peka sehingga mampu berespon terhadap perubahan suhu darah sekecil 0.01ºC.

Dalam keadaan demam, keseimbangan suhu tubuh bergeser hingga terjadi peningkatan suhu dalam tubuh. Demam atau peningkatan suhu tubuh merupakan manifestasi umum penyakit infeksi, namun dapat juga disebabkan oleh penyakit non-infeksi ataupun keadaan fisiologis, misalnya setelah latihan fisik atau apabila kita berada di lingkungan yang sangat panas. Penyebab demam adakalanya sulit ditemukan, sehingga tidak jarang pasien sembuh tanpa diketahui penyebab penyakitnya. Pada kebanyakan anak demam disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan demam menghilang sesudah masa yang pendek. Demam pada anak dapat digolongkan sebagai (1) demam kurang dari tujuh hari dengan tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat sehingga diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, dengan atau tanpa uji laboratorium. (2) demam kurang dari tujuh hari tanpa tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat, sehingga riwayat dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnosis tetapi uji laboratorium dapat menegakan etiologi dan (3) demam lebih dari tujuh hari dan demam yang tidak diketahui sebabnya (fever of unknown origin = FUO), serta (4) demam dengan ruam. Dalam referat ini akan dibahas tentang demam kurang dari 1 minggu beserta diagnosis bandingnya.

(4)

2

pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas. Batasan yang diterima adalah seorang anak disebut demam jika pengukuran suhu aksilla >37,50 C. Hipertermia ( kenaikan suhu tubuh 41˚C atau lebih) adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik penyetelan (set point) hipotalamus, disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas. Interleukin-1 pada keadaan ini tidak terlibat, oleh karena itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus berada dalam keadaan normal.

2. EPIDEMIOLOGI

Demam sering ditemukan pada bayi dan anak. Pizzo et al. mengatakan bahwa 10-15% bayi yang berkunjung ke dokter mengeluh demam. Orang tua menaruh perhatian lebih untuk berobat bila anaknya demam dibandingkan keluhan yang lain, meskipun keluhan selain demam lebih dahulu diderita. Penelitian lain menyebutkan bahwa anak-anak berusia kurang dari 2 tahun mengalami 4-6kali serangan sakit yang memiliki gejala demam. Selain itu, demam pada anak-anak berusia kurang dari 2 tahun seringkali merupakan manifestasi dari penyakit yang serius. Oleh karena itu perlu diketahui karakter klinis demam pada anak agar dapat mengatasi secara komprehensif.

3. ETIOLOGI

Demam atau peningkatan suhu tubuh merupakan manifestasi umum penyakit infeksi, namun dapat juga disebabkan oleh penyakit non-infeksi ataupun keadaan fisiologis. Demam karena infeksi melputi infeksi bakteri maupun infeksi virus. Demam non infeksi meliputi alergi, autoimun, atau keganasan. Demam fisiologis misalnya setelah latihan fisik atau apabila kita berada di lingkungan yang sangat panas.

Penyebab demam adakalanya sulit ditemukan, sehingga tidak jarang pasien sembuh tanpa diketahui penyebab penyakitnya. Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekakatan masalah. Untuk kepentingan diagnosis, demam dapat diklasifikasikan menurut WHO menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Demam kurang dari 7 hari 2. Demam lebih dari 7 hari 3. Demam dengan ruam

(5)

Penyebab terbanyak dari demam pada anak, utamanya demam yang berlangsung kurang dari tujuh hari, adalah infeksi (>50%). Sedangkan demam yang bersifat non infeksius memerlukan pemeriksaan khusus, dan dipikirkan setelah kemungkinan infeksi dapat disingkirkan.

Faktor pendukung diagnosis demam yang disebabkan oleh infeksi adalah: a. Bayi dengan imunokompromais

b. Adanya intravenous cateter c. Telah dilakukan splenektomi

d. Demam lebih dari 400C, adanya demam dengan fluktuasi durnal, menggigil e. Adanya fokus yang jelas

f. Tanpa fokus tetapi dapat dikenali dengan cepat dengan dengan lab, misalnya infeksi saluran kemih, malaria, dll

g. Leukositosis

h. Demam yang pendek

i. Respon membaik yang cepat dengan pemberian antibiotik

Faktor yang tidak mendukung diagnosis demam disebabkan karena infeksi: a. Anamnesa (contohnya setelah imunisasi)

b. Persisten atau demam yang rendah

c. Berkaitan dengan pruritic rash, multiple joint involvement

d. Kultur bakteri negative pada darah, feses, urin, dan LCS e. Tidak ada menggigil dan pola diurnal demam

f. Disingkirkan adanya infeksi secara anamnestik, pemeriksaan fisik, dan laboratorik g. Demam tidak berespon terhadap antibiotik tetapi berespon terhadap steroid

h. Tidak ditemukan adanya leukositosis dan shift to the left

Meskipun sebagian besar penyebab demam infeksius adalah virus (>80%), namun 10-20% demam infeksius dapat disebabkan oleh bakteri. Oleh karena itu harus dapat dibedakan antara demam yang disebabkan oleh virus dan bakteri, sehingga dapat dilakukan tatalaksana yang sesuai. Penderita dengan defisiensi imun justru harus dipikirkan penyebab demam yang utama adalah bakteri sampai dibuktikan penyangkalannya. Membedakan kedua jenis infeksi dari sisi demam saja memang sulit, namun dapat digunakan patokan di bawah ini untuk mempermudah (Radhi et al., 2009):

(6)

Gambaran klinis yang meningkatkan kemungkinan infeksi virus

Gambaran klinis yang meningkatkan kemungkinan infeksi bakteri Banyak organ terlibat pada waktu yang

sama, sering pada traktus respirasi atas

Umumnya terlokalisasi

Ada riwayat kontak dengan orang yang memiliki gejala yang sama

Demam tinggi (>390C), durasi >3hari

Penampakan baik, interaksi dengan orang tua tidak terganggu

Irritable, letargi, terlihat “toxic”

CRP dan leukosit normal atau menurun. Limfositosis, trombositopenia.

CRP dan sel darah putih meningkat

Penurunan sitokin Sitokin meningkat

Procalcitonin normal Procalcitonin tinggi (>1,2ng/ml)

Seperti disebutkan diatas, 10% kasus demam pada anak, dapat digunakan sebagai tanda bahwa anak tersebut terserang infeksi bakteri. Hubungan demam sebagai prediktor bakteria tersembunyi adalah:

 Demam dengan suhu 39 0C– 39,40C, kemungkinan bakterimia <2 %

 Demam dengan suhu 39,50C – 400C, kemungkinan bakterimia 2-3 %

 Demam dengan suhu 400C – 40,40C, kemungkinan bakterimia : 3-4 %

 Demam dengan suhu >40,50C, kemungkinan bakterimia 4-5%

Bakterimia pada anak yang mengalami demam, juka ditandai dengan peningkatan jumlah leukosit. Leukosit lebih dari 15000 meningkatkan risiko bakterimia menjadi 3-5%. Leukosit lebih dari 20.000 meningkatkan risiko bakterimia menjadi 8-10%. Untuk mendeteksi bakterimia tersembunyi, hitug neutrofil absolute lebih sensitive daripada hitung leukosit. Selain itu, absoulut neutrofil >10.000/mm3 meningkatkan risiko bakterimia menjadi 8-10%.

4. PATOFISIOLOGI DEMAM

Demam ditimbulkan oleh senyawa yang dinamakan pirogen. Dikenal dua jenis pirogen, yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen merupakan senyawa yang berasal dari luar tubuh pejamu dan sebagian besar terdiri dari produk mikroba, toksin atau mikroba itu sendiri. Bakteri Gram negative memproduksi pirogen eksogen berupa polisakarida yang disebut pula sebagai endotoksin. Bakteri Gram positif tertentu dapat pula memproduksi pirogen eksogen berupa polipeptida yang dinamakan eksotoksin. Pirogen eksogen

(7)

menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen tersebut diproduksi oleh berbagai jenis sel di dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang tergolong pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (interleukin-1β, interleukin-1, interleukin-6), tumor necrosis factor (α, TNF-β) dan interferon.

Pirogen endogen yang dihasilkan oleh sel monosit, makrofag dan sel tertentu lainnya secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk system sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus di daerah preoptik berikatan dengan reseptor, akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2 yang selanjutnya akan melepaskan asam arakhidonat dari

membran fosfolipid dan kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 akan diubah menjadi PGE2.

Di dalam pusat pengendalian suhu tubuh pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antara lain sintesis prostaglandin E2 (PGE2) yang mempengaruhi pusat

pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk mengurangi aktivitasnya dengan vasokontriksi pembuluh darah kulit sehingga suhu tubuh meningkat atau terjadi demam.

5. DIFERENSIAL DIAGNOSIS DEMAM KURANG DARI TUJUH HARI

Untuk penegakan diagnosis demam kurang dari tujuh hari, dapat dipikirkan dari klasifikasi demam kurang dari 7 hari pada anak menurut WHO:

1. Demam kurang dari tujuh hari tanpa tanda lokal

Merupakan penyakit demam tanpa terlihat tanda yang jelas di salah satu sistem tubuh. Penyebab terjadinya demam jenis ini adalah:

a. Infeksi virus dengue (demam dengue, demam berdarah dengue, sindrom syok dengue)

b. Malaria

c. Demam pasca vaksinasi d. Sepsis

e. Demam yang berhubungan dengan HIV 2. Demam kurang dari tujuh hari dengan tanda lokal

a. Infeksi pada saluran nafas bagian atas:

 VURTI (viral upper respiratory tract)

(8)

b. Sinusitis

c. OMA (otitis media akut)

d. Infeksi pada saluran nafas bagian bawah:

 Bronkiolitis

 Pneumonia

e. Infeksi saluran kemih f. Meningitis

g. Infeksi jaringan lemak dan kulit h. Gastroenteritis

Diferensial diagnosis demam juga dapat dipikirkan dari kelompok usia penderita, antara lain:

a. Kelompok bayi muda, 0-48 hari

Demam pada anak usia usia <28hari (neonates) akan menyulitkan dokter, karena 75% dari yang menderita infeksi bakteri tetap baik kondisi klinisnya pada saat pemeriksaan. Anak usia 1-2 bulan yang terinfeksi bakteri, hanya 10% yang menunjukkan gejala demam. Pada neonates, ditemukan 17% termasuk golongan SBI (serious bakteri infection) meskipun penampakan demamnya tidak tinggi. Adanya antibody maternal mempengaruhi presentasi klinik infeksi yang terjadi. Karena itulah demam pada neonates merupakan salah satu indikasi masuk rumah sakit.

b. Kelompok 2-36 bulan

Bayi dan balita demam pada usia ini tampilan klinisnya berada di daerah “abu-abu”, antara demam yang mengindikasikan SBI dan demam yang berarti infeksi bila ada fokus yang jelas.

c. Kelompok usia >3 tahun

Anak usia diatas 3 tahun dapat memberikan gejala klinis yang lebih jelas, seperti adanya kelainan anatomik atau kelainan fungsional. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk penentuan diagnosis.

6. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN

Untuk menegakkan diagnosis maka perlu dilakukan :

a. Anamnesis yang lengkap mengenai umur, karakteristik demam termasuk cara timbul demam, lama demam, sifat harian demam, tinggi demam dan keluhan serta gejala lain yang menyertai demam.

(9)

b. Pemeriksaan fisik yang teliti

c. Pemeriksaan penunjang lainnya untuk menegakkan diagnosis.

6.1 Anamnesis

Anamnesis merupakan bagian penting dalam menegakkan diagnosis. Sebanyak 80% penyakit dapat didiagnosis dengan anamnesis yang baik. Anamnesis demam meliputi: a. Pola demam

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan, variasi derajad suhu selama periode 24 jam dan selama apisode kesakitan, siklus demam, dan respon terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:

 Demam septik, suhu demam berangsur naik ke tingkat tinggi pada malam hari, dan kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.

 Demam kontinu, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,40C selama periode 24 jam. Pola ini dapat ditemukan pada typhoid (minggu kedua), endokarditis, tuberkuloid

 Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,50C selama periode 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatric dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu.

 Demam intermiten, ditandai dengan suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncak demam pada siang hari. Pola ini merupakan pola kedua terbanyak yang ditemukan dalam praktek pediatric, dan dapat ditemukan pada malaria.

 Demam bifasik, menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam. Dapat ditemukan pada penderita demam dengue.

b. Tanda infeksi saluran pernafasan

Penyebab utama dari demam pada anak kurang dari tujuh hari adalah infeksi saluran pernafasan atas. Keluhan paling umum adalah adanya batuk, pilek, sesak. Untuk batuk perlu ditanyakan jenis batuk (berdahak atau tidak), warna dahak, kekentalan, bau, dan ada tidaknya darah. Untuk sesak perlu ditanyakan adanya mengi dan kecenderungan timbulnya sesak. Untuk pilek perlu ditanyakan ada tidaknya rasa gatal pada hidung, warna secret, dan kekentalan secret.

(10)

c. Nyeri saat buang air kecil dan gangguan berkemih lainnya

Penyebab kedua tersering terjadinya demam pada anak adalah ISK. Karena itu perlu ditanyakan adakah keluhan nyeri saat BAK, tidak bisa menahan kencing, dan berkemih lebih sering dari biasanya. Gejala khas ISK tersebut hanya dapat digali dari anak berusia >3tahun. Sedangkan untuk bayi, gejala ISK tersamarkan. Waspadai bayi dengan urosepsis, dan diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan penunjang.

d. Nyeri telinga

Anamnesis mengenai gejala yang menunjukkan gangguan pada telinga peru ditanyakan, mengingat bahwa otitis media akut merupakan salah satu penyebab demam yang sering ditemukan pada anak. Adanya demam tinggi yang terus menerus disertai nyeri telinga, keluar secret dari telinga, tinnitus, dan gangguan kesadaran mengarahkan diagnosis ke otitis media akut. Hal ini terlihat lebih jelas pada anak berusia >3tahun. Sedangkan pada bayi, manifestasi lokal dari otitis tersamarkan. Gejala yang timbul justru demam tinggi yang disertai diare, muntah, dan terkaddang timbul kejang.

e. Tempat tinggal dan Riwayat bepergian dalam 2 minggu terakhir

Pertanyaan mengenai riwayat bepergian dan tempat tinggal dapat dgunakan untuk menyingkirkan diferensial diagnosis penyakit yang bersifat endemis. Contohnya adalah malaria. Jika riwayat bepergian ke daerah endemis malaria disangkal, adanya kerabat yang berasal dari daerah endemis disangkal, maka diagnosis malaria dapat disingkirkan.

f. Gejala perdarahan

Salah satu diferensial diagnosis dari demam kurang dari 7 hari adalah demam akibat infeksi virus dengue. Karena itu perlu ditanyakan riwayat perdarahan pada pasien. Perlu digali apakah ada perdarahan gusi, hematemesis ataupun melena pada pasien. Keluhan gejala perdarahan yang dibuktikan dengan pemeriksaan fisik dan lanjutan yang mengarahkan diagnosis ke demam akibat infeksi virus dengue.

Jika pasien mengeluhkan BAB yang mengandung darah, maka lanjutkan penggalian data ke arah infeksi gastrointestinal. Namun pada umumnya, pasien dengan penyakit gastrointestinal tidak mengeluhkan BAB berdarah sebagai keluhan utama. Infeksi gastrointestinal umumnya memiliki keluhan utama berupa diare atau muntah.

(11)

g. Riwayat imunisasi

Hal ini perluditanyakan untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis demam yang termasuk dalam KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi). Perlu dipikirkan bahwa 50% dari anak pasca imunisasi akan menunjukkan gejala demam sebagai reaksi dari tubuhnya.

Imunisasi yang menimbulkan efek demam antara lain:

a. Imunisasi DPT, pada umumnya demam terjadi selama 1-2 hari.

b. Imunisasi campak, pada umumnya demam dapat diikuti dengan timbulnya ruam setelah 7-12 hari.

6.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasien demam kurang dari tujuh hari: a. Keadaan umum dan tanda vital

Keadaan umum dan tanda vital dari anak merupakan penapis utama ada tidaknya

serious bakteri infection (Infeksi bakteri serius (SBI)) pada anak. Anak yang tampak toksik merupakan salah satu tanda dari SBI dan memerlukan pemeriksaan lanjut serta penanganan segera.

Gejala toksik pada anak demam usia 0-36 bulan adalah (Isaacs et al., 2007): Toksisitas Tanda

A Penurunan aktivitas, penurunan kewaspadaan B Kesulitan bernafas

C Gangguan sirkulasi (kulit pucat, CRT melambat, akral dingin) dan

high pitch cry

D Penurunan intake cairan (< setengah porsi biasanya) dan penurunan jumlah urine

b. Pemeriksaan dada

Hal-hal yan perlu diperhatikan dalam pemeriksaan dada adalah:

 Inspeksi: bentuk dada, ada tidaknya retraksi dan kesimaetrisan dada

 Palpasi: teraba tidaknya iktus kordis dan normal tidaknya fremitus vokal

 Perkusi: Perkusi normal untuk paru adalah sonor.

 Auskultasi: ada tidaknya suara nafas tambahan. Misalnya pada bronkiolitis akan terdengar ronkhi.

(12)

c. Pemeriksaan Perut

Hal-hal yang perlu diperhatikan seperti bentuk perut, bising usus, turgor kulit dan elastisitas perut, serta suara perkusi pada perut. Diperhatikan pula ada tidaknya pembesaran hati atau limpa.

d. Kaku kuduk dan tanda meningeal

Dilakukan untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis meningitis. Perlu diingat bahwa anak berusia kurang dari 1 tahun sering menunjukkan hasil negatif palsu.

e. Pemeriksaan telinga

Dilakukan dengan otoskopi, dan dilakukan pada pasien yang mengarah ke otitis media. Interpretasi ditentukan dari stadium dari OMA. Pada stadium I akan ditemukan retraksi membrane timpani dan membrane timpani yang berwarna keruh. Pada stadium II akan ditemukan membrane timpani yang hiperemis dan edem. Pada stadium III didapatkan membrane timpani pulging, secret purulen, dan terlihat daerah yang lembek serta kekuningan akibat nekrosis membrane timpani. Pada stadium IV, tampak nanah keluar dari telinga.

Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan jika ada dugaan kemungkinan resiko terjadinya infeksi bakteri yang serius (Serious Bakteri Infectin (IBS)). Hal ini tergantung dari usia, tingginya suhu tubuh, tanda adanya toksisitas, dan ada tidaknya tanda infeksi lokal. Yang dimaksud infeksi bakteri yang serius adalah meningitis, bakterimia, infeksi saluran kemh, pneumoni, infeksi tulang dan sendi, dan gastroenteritis bakterialis. Dugaan adanya infeksi bakteri yang serius sering dipakai istilah jika keadaan umum anak tampak toksik (toxic child) pada anak usia 0-36 bulan.

Skala observasi untuk membedakan anak kondisi baik dengan penyakit demam dengan infeksi bakteri serius (El radhi et al., 2009)

Penilaian observasi Tanda demam tidak menghawatirkan

Demam dengan curiga infeksi bakteri serius

Tangisan Kuat Lemah, high pitch cry

Stimulasi Respon cepat dan kuat respon lambat

(13)

Warna kulit Pink Pucat, lembab Pernafasan Normal Takipnea, grunting

Respon Senyum Tidak ada senyum dull face

Keinginan bermain Ada Tidak ada Minum / makan Baik Tidak tertarik

Kontak mata Ada Tidak ada

Keadaan klinis yang mengidentifikasi risiko rendah infeksi bakteri serius pada bayi dengan demam. menurut kriteria Rochester adalah:

a. Bayi tampak baik-baik saja b. Bayi sebelumnya sehat:

 Lahir cukup bulan (>= 37 minggu kehamilan)

 Tidak ada riwayat pengobatan untuk hiperbilirubinemia (kuning) tanpa sebab yang jelas

 Tidak ada riwayat pengobatan dengan antibiotika

 Tidak ada riwayat rawat inap

 Tidak ada penyakit kronis atau penyakit lain yang mendasari demam

 Dipulangkan dari tempat bersalin bersama / sebelum ibu

 Tidak ada tanda infeksi kulit, jaringan lunak, tulang, sendi, atau telinga c. Nilai laboratorium sebagai berikut:

 Leukosit 5000 – 15000/µl

 Hitung jenis neutrofil batang 1500/µl

 ≤ 10 leukosit/LPB di urin

 ≤ 5 eritrosit (sel darah merah)/LPB pada feses bayi dengan diare

6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan: a. Pemeriksaan darah tepi

 Hasil pemeriksaan darah tepi yang mengarah ke demam berdarah dengue: 1. Trombositopenia (<100.000/mm3)

(14)

b. Apusan darah tepi

Pada penderita malaria dapat ditemukan parasit dalam apusan darah tepi. Ada 2 macam apusan, yaitu tetes tebal dan tetes tipis. Pada tetes tebal dapat ditentukan ada tidaknya parasit sedangkan pada tetes tipis dapat ditentukan jenis Plasmodium.

c. Analisis urin

Dilakukan jika ada kecurigaan ke arah ISK. Interpretasi untuk ISK adalah adanya kuman dalam urin >5/lpb, dan leukosituria >5/lpb. Diagnosis pasti dengan ditemukannya bakteriuria bermakna pada kultur urin, yang jumlahnya tergantung dari metode pengambilan sampel urine.

d. Foto thorak

Pemeriksaan foto thorak tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan infeksi saluran nafas bawah akut ringan tanpa komplikasi.Pemeriksaan foto thorak direkomendasikan pada penderita pneumoni yang dirawat di rumah sakit, atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan. Foto thorak follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumoni berat, gejala yang menetap atau memburuk, dan tidak berespon terhadap antibiotik.

e. Pungsi lumbal

Pemeriksaan LCS dilakukan untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnose meningitis. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi berusia <12 bulan, dianjurkan pada bayi usia 12-18 bulan, dan tidak rutin dilakukan pada anak usia >18 bulan. Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi meningitis. Pada meningitis bakteri akan ditemukan:

1. Cairan keruh atau opalescence dangna Nonne (-)/(+) dan pandy (+)/(++)

2. Jumlah sel 100-100.000/mm3 dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear 3. Protein 200-500mg/dL

(15)

Demam kurang dari 7 hari

Dengan tanda local

Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang Diagnosis

batuk Dahak putih, nyeri sendi,

malaise

VURTI

Dahak kuning kehijauan ISPA non pneumoni

Demam subfebris, Nyeri telan, rhinitis, suara serak

Hiperemis tonsil, Pembesaran tonsi Faringotonsilitis Hiperemis tonsil, Pembesaran tonsil, pseudomembran positif, yang mudah berdarah jika diangkat,

Bullneck, limfadenitis servical

uji schick (+)

DL: leukositosis, anemia diagnosis pasti: biakan kuman

Difteri

Sesak, mengi Nafas cepat Retraksi

negative

ISPA pneumoni ringan

Retraksi positif

ISPA pneumoni berat

Retraksi positif,

Foto thoraks tampak paru emfisematous, costa

(16)

dan ronkhi, ekspirasi memanjang, paru

hipersonor

Pilek Secret kuning hijau,

berbau,nyeri tekan di sinus, illumination test positive

Foto waters positif Sinusitis

Nyeri telinga Gangguan pendengaran, keluar cairan dari telinga, bisa disertai nyeri kepala

Sekret (+), membran timpani hiperemis

Otitis media akut

Gangguan berkemih - Nyeri ketika berkemih - Berkemih lebih

sering dari biasanya - Mengompol (diatas

usia 3 tahun) - Ketidakmampuan

untuk menahan kemih pada anak yang sebelumnya bisa melakukannya

- Nyeri ketok sudut costovertebral - Nyeri tekan supra

simfisis - Bias terdapat kelainan genitalia eksterna Urine lengkap: 1. Bakteri > 104 pada midstream urine (golden standart) 2. Leukosituria (>5/lpb) 3. Hematuria 4. proteinuria ISK

(ISK pada bayi tidak memiliki gambaran khas. Gejala yang timbul dapat berupa panas, malas minum, mencret, muntah, berat badan turun)

(17)

Feses berdarah GE disentriform Nyeri kepala Gangguan kesadaran,

muntah, kejang

Tanda rangsang menngeal (+)

Lumbal pungsi ditemukan bakteri positif

(18)

tanpa tanda lokal

Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang Diagnosis

Pasca imunisasi Demam pasca

imunisasi Riwayat bepergian ke

daerah endemis malaria

Demam intermiten, anemia, anoreksia, mual, muntah, nyeri epigastrik,

nyeri kepala

 anemia

 Hepatomegali

 Splenomegali

 Hapusan darah tepi, tetes tebal dan tipis ditemukan Plasmodium  Leukositosis atau leukopeni  Trombositopeni  IgM meningkat  Komplemen turun Malaria Disertai gangguan kesadaran Syok  Anemia  Ikterus  Edema pulmo

 Tanda DIC positif

 Bilirubin serum >50mg/dL

 Hb<7g/dL

 Hiperparasitemia (>5% PE)

 Gangguan asam basa

Malaria berat (karena

P.falciparum)

Demam mendadak tinggi Muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi,

tanda perdarahan (mimisan, hematemesis,dll)  Tes bendung (+)  Facial flush  Hepatomegali  Trombositopenia (<100.000/µL)  Hemokonsentrasi (Htc meningkat >20%)  Gold standard: haemoglobin inhibition

(19)

Untuk bayi (<12 bulan)

1. Tentukan pasien tersebut termasuk dalam kategori SBI atau bukan

Penilaian Non SBI SBI

Tangisan Kuat Lemah, high pitch cry

Stimulasi Respon cepat dan kuat respon lambat

Kewaspadaan Waspada Mengantuk

Warna kulit Pink Pucat, lembab

Pernafasan Normal Takipnea, grunting

Respon Senyum Tidak ada senyum dull face

Keinginan bermain Ada Tidak ada

Minum / makan Baik Tidak tertarik

Kontak mata Ada Tidak ada

2. Jika dicurigai termasuk dalam criteria SBI, maka lakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis meningitis

(20)

8. KEADAAN KHUSUS AKIBAT DEMAM

Beberapa hal yang dapat terjadi karena demam adalah: a. Hiperpireksia

Hiperpireksia adalah keadaan suhu tubuh di atas 41,10 C. Hiperpereksia sangat berbahaya pada tubuh karena dapat menyebabkan berbagai perubahan metabolisme, fisiologi dan akhirnya kerusakan susunan saraf pusat.3 Pada awalnya anak tampak menjadi gelisah disertai nyeri kepala, pusing, kejang serta akhirnya tidak sadar. Keadaan koma terjadi bila suhu >430 C dan kematian terjadi dalam beberapa jam bila suhu 430 C sampai 450 C

b. Dehidrasi

Dehidrasi terjadi karena pada demam terjadi peningkatan metabolisme dan peningkatan penguapan cairan tubuh. Gejala klinis dapat terjadi dehidrasi ringan, sedang, hingga berat. Pada bayi, risiko terjadinya dehidrasi lebih besar daripada pada anak-anak.

c. Kejang demam

Terjadi pada rentang umur 6 bulan sampai 5 tahun. Tanda-tandanya : hilang kesadaran, kedua tangan kakinya bergerak dalam waktu yang sebentar (istilahnya kejang yg menyeluruh atau generalized, tidak hanya satu sisi saja atau tangan saja atau kaki saja), biasanya berlangsung beberapa detik dan tidak lebih dari 5 menit. Berbeda dgn kejang yg disebabkan epilepsi (kejangnya lama, tidak harus seluruh anggota tubuh yang mengalami kejang, dan setelah kejang tidak sadar)

9. TATALAKSANA

Banyak disebutkan bahwa demam mempunyai banyak manfaat, sehingga intervensi intervensi secara rutin menurunkan suhu pada anak sebenarnya bukan merupakan hal yang diharuskan. Penurunan suhu dapat dilakukan denganpendinginan eksernal dan pemberian antipiretik. Untuk pengobata demam, dilakukan sesuai dengan etiologi dari penyakit asalnya.

a. Pendinginan eksternal (external cooling)

Untuk menurunkan shu tubuh dikenal juga metode pendinginan secara fisik, antara lain dengan mengurangi aktifitas dengan bed rest. Hal ini karena aktivitas fisik dapat meningkatkan suhu. Yang kedua dengan menggunakan pendinginan eksternal, antara lain:

(21)

 Kompres alcohol, sudah mulai ditinggalkan, karena bisa menyebabkan terjadinya hipoglikemi dan koma

 Kompres air dingin, menyebabkan vasokonstriksi yang justru akan meningkatkan panas. Selain itu juga membuat anak tidak nyaman.

 Kompres panas, mneyebabkan anak merasa tidak nyaman

 Menyeka (sponging) dengan air hangat kuku (27-340C) . Cara ini yang paling sering digunakan karena nyaman bagi anak dan akan lebih cepat menurunkan demam.

Kombinasi antara menyeka air hangat dan pemberian antipiretik dipertimbangkan jika demam >400C dan setelah 1 jam pemberian antipiretik tidak memberikan hasil. Penyekaan selama 30 menit memberikan hasil penurunan suhu yang baik.

b. Antipiretik

Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan pusat pengatur suhu di hipotalamus secara difusi dari plasma ke susunan saraf pusat. Keadaan ini tercapai dengan menghambat siklooksigenase, enzim yang berperan pada sintesis prostaglandin. Meski beberapa jenis prostaglandin dapat menginduksi demam, PGE2 merupakan mediator demam terpenting. Penurunan pusat suhu akan diikuti oleh respon fisiologi , termasuk penurunan produksi panas, peningkatan aliran darah ke kulit serta peningkatan pelepasan panas melalui kulit dengan radiasi, konveksi dan penguapan. Sebagian besar antipiretik dan obat anti-inflamasi non-steroid menghambat efek PGE2 pada reseptor nyeri, permeabilitas kapiler dan sirkulasi, migrasi leukosit, sehingga mengurangi tanda klasik inflamasi. Prostaglandin juga mengakibatkan bronkodilatasi dan mempunyai efek penting pada saluran cerna dan medulla adrenal. Oleh karena itu, efek samping biasanya berupa spasme bronkus, perdarahan saluran cerna dan penurunan fungsi ginjal. Antipiretik tidak mengurangi suhu tubuh sampai normal, tidak mengurangi lama episode demam atau mempengaruhi suhu normal tubuh. Efektivitas dalam menurunkan demam bergantung kepada derajat demam ( makin tinggi suhunya, makin besar penurunannya ), daya absorbsi dan dosis antipiretik. Pembentukan pirogen atau mekanisme pelepasan panas seperti berkeringat tidak dipengaruhi secara langsung.

Indikasi pemberian antipiretik jika ada resiko terjadinya kejang demam atau pasien memiliki riwayat kejang demam. Pertimbangkan pemberian antipiretik jika ada kemungkinan anak tidak mampu mengkompensasi kenaikan suhu tubuh. Misalnya pada pasien demam dengan kelainan neurologis nyata, sepsis, gangguan jantung, gangguan system respirasi, serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Alasan pemberiannya adalah atas dasar pertimbangan konsekuensi gangguan metabolik dan akibat merugikan dari penyakit di atas.

(22)

Indikasi tersering pemberian antipiretik adalah untuk membuat pasien merasa nyaman dan untuk penilaian seberapa serius penyakit anak yang lebih akurat. Selain mengurangi ketidaknyamanan anak juga mengurangi kecemasan orang tua. Dalam praktek sehari-hari, umumnya antipiretik diberikan jika suhu tubuh melebihi 38,50C.

Obat antipiretik dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu paraaminofenol, derivate asam propionate, salisilat, dan asam asetik.

 Paraaminofenol (Paracetamol)

Parasetamol merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin. Saat ini parasetamol merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai antipiretik dan analgesik dalam pengobatan demam pada anak, tetapi tidak punya efek anti inflamasi. Obat ini tersedia dalam sediaan sirup atau eliksir dan supositoria. Sediaan supositoria merupakan cara alternatif bila obat tidak dapat diberikan per oral, misal anak muntah, menolak pemberian cairan, mengantuk atau tidak sadar.

Beberapa penelitian menunjukan efektivitas yang setara antara parasetamol oral dan supositoria. Parasetamol juga efektif menurunkan suhu dan efek samping yang lain yang berasal dari pengobatan dengan sitokin, seperti interferon dan pada pasien keganasan yang menderita infeksi. Dosis yang biasa dipakai 10 – 15 mg/kgBB direkomendasikan setiap 4 jam. Dosis 20 mg/ kgBB tidak akan menambah daya penurunan suhu tapi memperpanjang daya antipiretik sampai 6jam. Bentuk sediaan dari paracetamol adalah tablet 500mg, forte tablet 650mg, sirup 120mg/5ml, sirup 160mg/5mL, dan drops 100mg/mL.

Setelah pemberian dosis terapeutik parasetamol, penurunan demam terjadi setelah 30 menit, puncak dicapai sekitar 3 jam dan demam akan rekurens 3-4 jam setelah pemberian. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 30 menit. Makanan yang mengandung karbohidrat tinggi akan mengurangi absorbsi sehingga menghalangi penurunan demam. Dengan penurunan demam, aktivitas dan kesegaran anak akan membaik, sedang rasa riang dan nafsu makan belum kembali normal.

Parasetamol mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam dosis biasa. Tidak akan timbul perdarahan saluran cerna, nefropati ( meskipun metabolit aktif adalah asetanilid dan fenasetin ) maupun koagulopati. Dosis maksimal adalah 2,6 gram/hari.Toksisitas terjadi apabila anak makan melebihi dosis rekomendasi yaitu lebih dari 10-15 mg/kgBB. Parasetamol berikatan dengan protein secara minimal, sehingga dieliminasi oleh tubuh dengan cepat. Organ utama yang terkena jika keracunan parasetamol adalah hepar.

(23)

1. lakukan sesegera mungkin pengosongan lambung dalam 24 jam pertama 2. untuk mengurangi absorpsi dapat digunakan activated charcoal

3. karena paracetamol mempunyai efek antidiuretik ringan maka forced diuresis tidak dianjurkan dan bila terjadi overhidrasi akan menyebabkan retensi cairan.

4. 4.N-asetil-sistein merupakan antidotum yang beraksi dengan mengubah penyimpanan glutation dan menghasilkan glutation substitusi. Dosis 300mg/kgBB, IV selama 20 jam ( diberikan dalam waktu 24 jam setelah pemberian paracetamol ). Dilaporkan obat ini cukup efektif bila diberikan 140 mg/kgBB per oral dilanjutkan 4 jam kemudian 70 mg/kgBB setiap 4 jam sampai 17 dosis

 Derivat Asam Proprionat

Ibuprofen adalah suatu derivate asam propionat yang mempunyai kemampuan antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi. Seperti antipiretik yang lain dan NSAID (non steroid anti inflammatory drug ), ibuprofen beraksi dengan memblok sintesis PGE2 melalui penghambatan

siklooksigenase. Obat ini diserap dengan baik oleh saluran cerna, mencapai puncak konsentrasi serum dalam 1 jam. Kadar efek maksimal untuk antipiretik dapat dicapai dengan dosis 5 mg/kgBB, yang akan menurunkan suhu tubuh 2°C selama 3-4 jam. Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan lebih poten dan mempunyai efek supresi demam lebih lama dibandingkan dengan dosis setara parasetamol. Onset antipiretik tampak lebih dini dan efek lebih besar pada bayi daripada anak yang lebih tua. Ibuprofen merupakan obat antipiretik kedua yang paling banyak dipakai setelah parasetamol oleh karena sifat efikasi antipiretiknya, tersedia dalam sediaan sirup dan keamanan serta tolerabilitasnya.

Efek anti inflamasi serta analgesic ibuprofen menambah keunggulan dibandingkan dengan parasetamol dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi yang berhubungan dengan demam. Pemberian sitokin ( missal GM-CSF ) seringkali menyebabkan demam dan mialgia, ibuprofen ternyata obat yang efektif untuk mengatasi efek samping tersebut. Ibuprofen mempunyai keuntungan pengobatan dengan efek samping ringan dalam penggunaan yang luas. Efek samping yang dapat terjadi berupa mual, muntah, nyeri perut, diare, nyeri kepala, pusing, ruam pada kulit.

Dosis yang dianjurkan adalah 5-10 mg/ kgBB yang dibagi dalam 4-6 dosis.. Dosis maksimal adalah 40mg/kgBB/hari atau 2,4-3,2 gram/hari. Contoh merek dagangnya adalah brufen, proris, motrin, nuprin, dan advil. Bentuk sediaannya adalah tablet 200mg dan 400mg, suspensi 100mg/5mL, forte suspensi 200mg/5mL.

(24)

Efek samping meliputi perdarahan saluran cerna, gangguan hati, dan gangguan ginjal. Kontra indikasi meliputi usia kurang dari 6 bulan, berat badan <7 kg, adanya hipersensitivitas terhadap asam asetil salisilat atau NSAID lainnya, dan ulkus peptikum aktif. Hati-hati pemakaian ibuprofen pada pasien dengan gangguan ginjal, gangguan hati, dan gangguan pembekuan darah. Obat ini juga tidak dianjurkan untuk anak demam dengan diare. Ibuprofen tidak dianjurkan dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui. Penggunaan pada trimester tiga meningkatkan risiko terjadinya penutupan duktus arteriosus pada janin, yang akan mengakibatkan terjadinya hipertensi pulmonal persisten neonatus.

 Salisilat

Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik analgetik yang luas dipakai dalam bidang kesehatan anak. Dalam penelitian perbandingan antara aspirin dan parasetamol dengan dosis setara terbukti kedua kelompok mempunyai efektifitas antipiretik yang sama, tetapi aspirin lebih efektif sebagai analgetik.

Setelah dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan aspirin, Committee on Infectious Diseases of the American Academy of Pediatrics berkesimpulan pada tahun 1982 bahwa aspirin tidak dapat diberikan pada anak dengan cacar air atau dengan kemungkinan influenza. Aspirin tidak direkomendasikan ntuk usia <16 tahun, tetapi pada kenyataannya aspirin masih digunakan secara luas terutama di negara berkembang. Kekurangan utama dari aspirin adalah tidak stabil dalam bentuk larutan ( oleh karena itu hanya tersedia dalam bentuk tablet ) dan efek samping lebih tinggi daripada parasetamol. Adapula peningkatan insiden interaksi dengan obat lain, termasuk antikoagulan oral ( menyebabkan peningkatan resiko perdarahan ), metoklopromid dan kafein ( menyebabkan peningkatan daya serap ) dan natrium valproat ( menyebabkan terhambatnya metabolisme natrium valproat ).

Pemberian aspirin pada kelompok beresiko harus dihindarkan, yaitu :

1. infeksi virus, khususnya infeksi saluran nafas bagian atas atau cacar air. Aspirin dapat menyebabkan sindrom Reye.

2. defisiensi glukosa 6-phosphat dehidrogenase ( G6PD ), aspirin dapat menyebabkan anemia hemolitik

3. anak yang menderita asma dapat timbul aspirin-induced sensitivity berupa mengi, urtikaria, pilek atau angioedem. Aspirin dapat menghambat sintesis, yang akan mempengaruhi efek dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti adanya peningkatan pembentukan leukotrin pada keadaan aspirin-induced asthma. Leukotrien adalah konstriktor yang poten terhadap otot polos saluran napas

(25)

4. pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien yang tendensi untuk mengalami pendarahan, aspirin dapat menghambat agregasi trombosit yang bersifat reversible.

Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah < 20 mg/100ml umummya dianggap sebagai efek samping, sedangkan gejala yang timbul pada kadar yang lebih tinggi disebut keracunan. Gambaran yang saling tumpang tindih timbul diantara kedua kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek langsung terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin pada organ-organ terkena.

 Antipiretik steroid

Steroid mempunyai efek antipiretik, pasien yang mendapat pengobatan steroid jangka panjang akan mengalami penurunan demam atau bebas demam dalam respon terhadap infeksi, seperti sepsis. Umumnya penekanan demam berlangsung sampai 3 hari setelah penghentian steroid. Efek antipiretik disebabkan pengurangan produksi Interleukin-1 (IL-1) oleh makrofag ( menyebabkan terhambatnya respon fase akut proses infeksi yang sedang berjalan ), supresi aktivitas limfosit dan respon inflamasi local dan menghambat pelepasan prostaglandin. Pemakaian steroid harus kita hindari, karena dapat menutupi gejala demam sementara memungkinkan infeksi untuk menyebar kecuali bila kemungkinan infeksi sudah disingkirkan dan penyakitnya bersifat inflamasi yang dapat menimbulkan cacat atau kematian.

Obat antipiretik lain seperti derivate pirazolon (dipyrone) mempunyai efek agranulositosis. Obat ini sudah tidak dianjurkan lagi penggunaannya.

Obat yang sering digunakan di rumah sakit Indonesia adalah metamizole natrium. Obat ini emiliki efek analgesik yang lebih kuat daripada efek antipiretiknya. Merk dagangnya adalah antrain atau norages. Sediaan tersedia dalam ampul 1000mg/ 2mL. Dosis penggunaan 5-10mg/kgBB/kali.

Obat antipiretik untuk anak idealnya memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Bisa menurunkan suhu secara cepat paling sedikit 1oC

b. Sediaan sirup atau supositoria

c. Toksisitas rendah jika terjadi overdose

d. Kejadian interaksi dengan obat lain endah

e. Kontraindikasi jarang pada pemberian dosis pediatric f. Murah dan mudah didapatkan

(26)

Dari pilihan diatas, maka antipiretik yang ideal adalah golongan aminofel, yaitu paracetamol, dan golongan asam propionate, yaitu ibuprofen. Paracetamol bekerja lebih cepat 30menit dibandingkan ibuprofen, namun efek antipiretik ibuprofen bertahan lebih lama. Sehingga pemberian paracetamol dan ibuprofen secara berselang seling tiap 4 jam lebih baik daripada pemberian paracetamol atau ibuprofen saja.

c. Antibiotik

Anak dengan demam pada umumnya tidak memerlukan antibiotik. Antibiotik dipertimbangkan diberikan jika:

a. Adanya gejala lokal yang diduga disebabkan oleh bakteri b. Semua neonates atau anak yang tampak toksik

c. Anak usia <36bulan tanpa gejala lokal dengan demam >400C

d. Anak demam tanpa gejala lokal dengan hasil laboratorium darah dan urine abnormal. Antibiotik yang diberikan harus dapat mencakup bakteri yang paling sering dijumpai, atau berdasar hasil kultur dan uji sensitifitas dari darah. Antibiotik yang sering digunakan adalah ceftriakson . Dosis ceftriakson untuk bayi 25-50mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 125 mg/hari. Dosis untuk anak 50-70mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, dan tidak melebihi 2 gram/hari.

Anak yang terkena demam, tidak harus dirawat di rumah sakit. Bayi dan anak yang perlu dipertimbangkan rawat inap di rumah sakit antara lain:

1. Neonates 2. Terlihat toksik

3. Ada riwayat demam tanpa sebab yang jelas atau berkepanjangan 4. Ada gejala infeksi bakteri serius

5. Ada nyeri abdomen dan diare berdarah 6. Ptechiae pada kulit

7. Demam >400C, terlebih lagi tanpa gejala lokal 8. Demam disertai kejang untuk pertama kalinya 9. Takipnea, merintih, ruam

10.Nyeri kepala berat yang disertai muntah terus menerus 11.Leukosit >20.000 atau CRP yang tinggi

(27)

13.Jika orang tua nampak tidak dapat diandalkan, atau diragukan kesaanggupan untuk datang kontrol

Edukasikan kepada orang tua untuk membawa anaknya kembali ke dokter jika terdapat tanda-tanda berikut:

a. Muntah dan diare b. Nyeri telinga

c. Demam hilang timbul lebih dari 7 hari d. High pitch cry

e. Hilang nafsu makan f. Pucat

g. Kejang

h. Nyeri kepala hebat i. Ruam kulit

j. Nyeri dan pembengkakan sendi k. Kaku kuduk

l. Ubun-ubun besar menonjol m. Mengi atau sesak

n. Penurunan kesadaran.

7. PROGNOSIS

Prognosis demam tergantung dari penyebab demamnya itu sendiri. Prognosis bayi dengan demam yang termasuk dalam SBI memiliki prognosis 50% lebih buruk daripada yang tidak termasuk dalam SBI. Demam yan disebabkan oleh infeksi sistemik dan SSP memiliki prognosis yang lebih buruk.

(28)
(29)

DAFTAR PUSTAKA

Azis, A.latief. 2003. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FKUNAIR. Surabaya Behrman, Kliegman et.al. 2002.Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 2. EGC. Jakarta.

Fam Phys. 2001 (64); 1219-26

Ganong, William F. 2002.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.20. EGC. Jakarta.

Gleadle, Jonathan. 2005. At a glance, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga Guyton, Arthur C. 2002.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.9. EGC. Jakarta.

Ismoedijanto. 2010. Pendekatan Diagnosis pada Anak dengan Demam. Tatalaksana Mutakhir

Kasus Demam pada Anak. Jember

Kliegman, Marchdante, Jehnson, Behrman. 2008. Nelson Essential of Pediatric, Fifth edition.

SF: Elsevier

Luszczak M. Evaluation and management of infants and young children with fever. Am

Purwoko, Ismail, dan Soetaryo. 2002. Demam pada Anak: Perabaan Kulit dan Pemahaman Ibu. Berkala Ilmu Kedokteran. J. 35(2).

Ratridewi, Irine. 2010. Edukasi tentang Demam kepada Orangtua. Tatalaksana Mutakhir

Kasus Demam pada Anak. Jember

Silbernagl, Stefan. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC. Jakarta

Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo.2002.. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Ed.I. IDAI. Jakarta.

Soegijanto, Sugeng. 2010. Demam pada Bayi dan Anak. Tatalaksana Mutakhir Kasus

Demam pada Anak. Jember

Soemakto. 2010. Penatalaksanaan Demam pada Anak. Tatalaksana Mutakhir Kasus Demam pada Anak. Jember

Sulistia dan Gunawan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK UI

WHO dan DEPKES RI. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia press.

Gambar

Foto thoraks tampak paru  emfisematous, costa
Foto waters positif  Sinusitis

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan terhadap lama latihan aerobik menggunakan permainan dance dance revolution (DDR) terhadap nilai VO 2 maks

NAMA INSTANSI NAMA BARANG JUMLAH KETERANGAN... Dinas

Dengan berpatsisipasi dalam acara ini, segenap panitia dan seluruh pendukung Tim Kreatif Pentas Seni dan Open House SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 mengucapkan

Penilaian yang dilakukan oleh wali kelas di Sma Muhammadiyah 2 Yogyakarta juga masih menggunakan cara manual dan mengalami sedikit kesulitan dalam menginformasikanya.hal

Menurut Lake (2009, p86), konsumen mengambil keputusan berdasarkan apa yang mereka artikan, bukannya berdasarkan kenyataan objek, oleh karena itu, investasi untuk persepsi

- Pemberian enhancer Na Lauryl Sulfat dapat meningkatkan penetrasi ekstrak etanol kencur dalam sediaan patch sehingga memberikan pengaruh terhadap efek

Kemal Paşa görüşler hakkındaki düşüncelerini belirtti, soruları yanıtladı, savaş anılarını, Milli Mücadele dönemini, yürürlükteki anayasanın temel İlkelerini,

Proses penelitian diawali dengan persiapan bahan baku kemudianTempurung kelapa dibakar menggunakan kompor pirolisis atau dibakar secara tidak langsung untuk memperoleh