• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Internal Kusta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Internal Kusta"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

B A B I

P E N D A H U L U A N

A. LATAR BELAKANG

Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah yang sangat kompleks. Masalah yang ada bukan saja dari segi medisnya, tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya serta keamanan dan ketahanan nasional.

Penyakit kusta bila tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan cacat dan keadaan ini menjadi penghalang bagi pasien kusta dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi.

Pendapat yang keliru dari masyarakat tentang penyakit kusta serta rasa takut yang berlebihan akan memperbesar persoalan sosial ekonomi penderita.

Angka kesakitan kusta masih sangat tinggi dari tahun 2015 sampai sekarang jumlah penderita mencapai angka 10, hal ini disebabkan :

1. Terlambat ditemukan

2. Terlambat tegakkan diagnosa 3. Terlambat pemberian obat

4. Belum tersedianya laboratorium penunjang pemeriksaan kusta.

Salah satu cara untuk mengintensifkan penanganan penyakit kusta adalah penyusunan rencana kegiatanatau Plan Of Action (POA) tahunan. POA ini disusun berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan Program P2 Kusta, yang termasuk fungsi perencanaan. Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan Program P2 Kusta di wilayah kerja Puskesmas Kalianget dengan tetap mempertahankan kegiatan yang sudah dicapai sebelumnya.

Dengan POA ini diharapkan dapat memberikan petunjuk dalam membuat rencana pelaksanaan kegiatan secara efektif dan efisien demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan, memudahkan pengawasan dan pertanggungjawaban dengan tetap mempertimbangkan hambatan, dukungan dan potensi yang ada.

B. TUJUAN

(2)

Meningkatkan cakupan pelayanan program puskesmas sesuai dengan masalah yang dihadapi Puskesmas Kalianget, sehingga dapat meningkatkan fungsi Puskesmas secara efektif dan efisien.

2. Tujuan Khusus

a. Penemuan kusta sedini mungkin

b. Penurunan angka kejadian penyakit kusta c. Memutus mata rantai penularan penyakit kusta d. MenyusunRencanaPelaksanaanKegiatantahun2017 e. Menyusun Rencanan Usulan Kegiatan tahun 2017 3. Langkah-langkah

1. Peningkatan pengetahuan petugas tentang kusta 2. Memenuhi peralatan untuk menegakkan diagnosa 3. Penyediaan stok obat kusta

(3)

BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA 1. Dokter Umum

Kompetensi :

- Mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktek, - Mempu mengidentifikasi, merencanakan, memecahkan masalah,

mengevaluasi program

- Mampu mengkoordinir dan memonitor program kusta di wilayah kerjanya,

- Mampu melaksanakan pelayanan darurat

- Mampu melaksanakan pelayanan medik sesuai kompetensi dan kewenangan,

Uraian Tugas :

- Melaksanakan dan memberikan upaya pelayanan kesehatan dengan penuh tanggung jawab sesuai kompetensi dan kewenangannya,

- Melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SOP), tata kerja dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pimpinan puskesmas,

- Melakukan pencatatan dan menyusun pelaporan serta visualisasi data kegiatan sebagai bahan informasi dan pertanggungjawaban kepada Kepala Puskesmas,

- Mengindentifikasi, merencanakan, memecahkan masalah, serta mengevaluasi kinerja program kesehatan,

- Melaksanakan dan menjaga keselamatan pelayanan kesehatan di puskesmas meliputi keamanan, kebersihan alat, ruangan serta pencegahan pencemaran lingkungan,

- Melaksanakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, - Sebagai penanggungjawab program.

2. Perawat Kompetensi :

(4)

Uraian Tugas :

- Melaksanakan dan memberikan upaya pelayanan dengan penuh tanggung jawab sesuai kompetensi dan kewenangannya,

- Melaksanakan pelayanan keperawatan sesuai standar prosedur operasional, tata kerja dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pimpinan puskesmas,

- Membuat catatan-catatan yang perlu dalam rekam medik secara baik dan lengkap serta dapat dipertanggung jawabkan,

- Melaksanakan upaya pelayanan sesuai standar profesi dan mematuhi peraturan perundangan yang berlaku,

- Melaksanakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, - Melaksanakan dan menjaga keselamatan klinik pelayanan

kesehatan meliputi keamanan dan kebersihan ruangan serta mencegah pencemaran lingkungan,

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN - Dokter Umum = 1 orang - Perawat = 3 orang

C. JADWAL KEGIATAN

- Pemeriksaan kusta murid SD/MI = Maret,April,Mei - Pencarian Suspek Penderita kusta = Juli

(5)

BAB III

STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG

- Bergabung dengan poli umum

B. STANDAR FASILITAS

(6)

BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

1. Penderita Baru A. Anamnesis.

 Nama, alamat, daerah asal

 Riwayat tanda-tanda kulit / saraf yang dicurigai  Riwayat penyakit yang pernah diderita

 Riwayat penyakit dalam keluarga

 Riwayat pengobatan maupun alergi terhadap obat-obatan tertentu B. Pemeriksaan klinis.

1) Kulit

 Pemeriksaan Pandang

 Pemeriksaan dilakukan dengan melihat dan memperhatikan keadaan kulit dari kepala sampai kaki, dari depan dan belakang penderita.  Catat / gambar semua kelainan pada kulit yang ditemukan.  Pemeriksaan Rasa Raba

 Periksa rasa raba pada kelainan kulit untuk mengetahui hilang/ kurangnya rasa (dengan menggunakan kapas yang diruncingkan ujungnya) secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai.  Kelainan kulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal

disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi. 2) Saraf tepi

a. Perabaan (Palpasi) Saraf

 Perabaan dengan tekanan ringan sehingga tidak menyakiti penderita  Perhatikan adanya penebalan / pembesaran.

 Saraf kiri dan kanan sama besar atau berbeda.

 Ada nyeri atau tidak (dengan melihat mimik penderita) b. Pemeriksaan Gangguan Fungsi Saraf

1. Mata

Periksa adanya lagopthalmus pada mata 2. Tangan

 Periksa adanya mati rasa pada telapak tangan kanan dan kiri.  Periksa kekuatan pada jari kelingking, ibu jari dan pergelangan

(7)

3. Kaki

 Periksa adanya mati rasa pada telapak kaki kanan dan kiri.  Periksa kekuatan pada pergelangan kaki kanan dan kiri. C. Pengobatan

Pengobatan dengan menggunakan regimen MDT 1. MDT PB (6 blister untuk 6 – 9 bulan)

Hari pertama (diminum didepan petugas):  Rifampisin 600 mg

 Dapsone (DDS) 100 mg Hari ke 2 – 28 (dibawa pulang):  1 tablet dapsone (DDS) 100 mg

2. MDT MB (12 blister untuk 12 – 18 bulan) Hari pertama (diminum didepan petugas):  Rifampisin 600 mg

 Dapsone (DDS) 100 mg

 Clofazimine /Lamprene 300 mg Hari ke 2 – 28 (dibawa pulang):  Dapsone (DDS) 100 mg  Clofazimine /Lamprene 50 mg Dosis untuk anak:

 Rifampisin : 10-15 mg/kg BB  Dapsone (DDS) : 1-2 mg/kg BB

 Clofazimine : 1 mg/kg BB

D. Pencatatan dan pelaporan

Catat semua hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada buku penderita

E. Pemeriksaan BTA (Skin Smear)

Pemeriksaan skin smear ini hanya dilakukan apabila hasil pemeriksaan klinis meragukan.

2. Pengambilan Obat

Pada saat penderita datang untuk mengambil obat, lakukan: a. Anamnesis tentang kondisi penderita

b. Pemeriksaan fungsi saraf mulai dari mata, tangan dan kaki c. Catat hasil pemeriksaan pada buku penderita

(8)

3. Reaksi Kusta a. Reaksi Ringan

 Berobat jalan, istirahat dirumah  Pemberian analgetik/antipiretik

 MDT tetap diminum (bila masih dalam pengobatan)  Mencari dan menghilangkan faktor pencetus

b. Reaksi Berat

 Immobilisasi lokal/istirahat di rumah  Pemberian analgesik/sedatif

 Pemberian prednison sesuai skema (tappering off)  MDT tetap diminum (bila masih dalam pengobatan)  Mencari dan menghilangkan faktor pencetus

4. Metode

1. Kegiatan dalam gedung

a. Penyebarani nformasi melalui media poster, leaflet yang mudah dilihat pengunjung.

b. Melakukan pemeriksaan dan tatalaksana penderita Kusta

c. Melakukan rujukan kasus yang tidak bisa ditangani di Puskesmas d. Pengambilan obat dan pengawasan menelan obat MDT (awal bulan) e. Penanganan pasien reaksi

f. Pelayanan konseling

g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan

2. Kegiatan luar gedung

a. Melakukan pencarian kasus penderita secara aktif (pelacakan kasus) b. Melakukan kunjungan rumah

c. Pemeriksaan kontak penderita kusta

d. Penyuluhan kepada masyarakat melalui kegiatan yang ada di desa/ kelurahan setempat

e. Melakukan koordinasi lintas sektor dan tokoh masyarakat dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit kusta

(9)

BAB V LOGISTIK

Pelaksanaan penyakit kusta ditunjang dengan sarana prasarana sesuai yang dipersyaratkan. Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan program kusta direncanakan dalam pertemuan lokakarya mini lintas program sesuai dengan tahapan kegiatan dan metode yang akan dilaksanakan.

(10)

BAB VI

KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/ PROGRAM

Pelaksanaan pelayanan penyakit kusta di Puskesmas Kalianget mengacu : A. Pelaksanaan sesuai dengan prosedur

B. Petugas melaksanakan universal precaution dengan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri)

(11)

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Pelaksanaan pelayanan penyakit kustadi Puskesmas Kalianget A. Petugas melaksanakan APD

(12)

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan pelayanan penyakit kusta dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator sebagai berikut :

1. Ketepatan pelaksanaan sesuai dengan jadwal 2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan 3. Ketepatan metode yang digunakan

Standar ini digunakan sebagai acuan untuk mengukur pencapaian layanan mutu yang telah ditetapkan dalam pembinaan agar sesuai dengan persyaratan yang berlaku yang meliputi :

A. SOP

1. SOP Pemeriksaan penderita baru 2. SOP Pemeriksaan kontak intensif 3. SOP Pemeriksaan kontak sekolah B. Pengukuran dan Analisis

1) Pengukuran dapat dilakukan secara internal oleh Puskesmas Kalianget sendiri maupun secara eksternal yaitu oleh institusi terkait sesuai dengan kewenangannya

2) Cara pengukuran

 Metode yang digunakan metode Penilaian diri yaitu mengukur tentang apa yang dilakukannya telah memenuhi standar atau pedoman yang ditetapkan dan survey kepuasan pasien (Format Penilaian Kinerja Puskesmas)

(13)

BAB IX PENUTUP

Pedoman penyelenggaraan upaya kesehatan penyakit kusta ini sebagai penuntun pelaksanaan pelayanan kesehatan penyakit kusta di Puskesmas Kalianget sehingga pelaksanaan pelayanan dapat sesuai dengan yang dipersyaratkan.

(14)

BAB I DEFINISI

Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen, adalah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Indonesia dikenal sebagai satu dari tiga negara yang paling banyak memiliki penderita kusta. Dua negara lainnya adalah India dan Brazil. Umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah.

Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga dibawa

(15)

oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang. Pada 1995, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta.

Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Dan diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu.

A. DIAGNOSIS KUSTA

Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang terutama menyerang saraf tepi, kulit dan organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat. Manusia merupakan satu satunya sumber penularan. Penularan terjadi dari penderita kusta yang tidak diobati ke orang lain melalui pernafasan atau kontak kulit yang lama.

Diagnosis penyakit kusta hanya dapat ditegakkan berdasarkan pada penemuan tanda utama (Cardinal Sign) yaitu:

1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.

Kelianan kulit dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hipopigmentasi) atau kemerahan-merahan (eritematous), infiltrat atau nodul yang mati rasa (anestesi).

2. Penebalan saaraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf Gangguan fungsi saraf bisa berupa:

a. Gangguan fungsi sensorik : mati rasa

b. Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan (paralise)

c. Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, pembengkakan (edema) 3. Basil Tahan Asam (BTA)

Bahan pemeriksaan BTA diambil dari kerokan kulit (skin smear) cuping telinga dan bagian aktif suatu lesi kulit. Pemeriksaan skin smear hanya dilakukan pada kasus yang meragukan.

B. TIPE KUSTA

Berdasarkan tanda utama (cardinal sign) kusta dibagi menjadi 2 tipe: 1. Tipe PB (Paucy Bacyller)

a. Jumlah bercak kusta : 1 – 5 b. Jumlah saraf yang terlibat : 1

(16)

c. BTA : negatif 2. Tipe MB (Multy Bacyller)

a. Jumlah bercak kusta : >5 b. Jumlah saraf yang terlibat : >1

c. BTA : positif

C. REAKSI KUSTA

Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (seluler respon) atau reaksi antigen – antibody (humoral respons) dengan akibat merugikan penderita, terutama pada saraf tepi yang bisa menyebabkan gangguan fungsi (cacat) yang ditandai dengan peradangan akut baik di kulit maupun saraf tepi.

1. Reaksi tipe I

Reaksi Reversal – Reaksi Upgrading – Reaksi Borderline

Reaksi tipe I terjadi baik pada penderita PB maupun MB dan kebanyakan pada 6 bulan pertama pengobatan.

a. Reaksi Ringan

 Kelainan kulit : Tambah aktif, menebal merah, teraba panas dan nyeri tekan, makula yang menebal dapat sampai membentuk plaque.

 Saraf tepi : Tidak ada nyeri tekan saraf dan gangguan fungsi. b. Reaksi Berat

 Kelainan membengkak sampai ada yang pecah, merah, teraba panas dan nyeri tekan. Ada kelainan kulit baru, tangan dan kaki membengkak, sendi-sendi sakit.

 Nyeri tekan dan atau gangguan fungsi, misalnya kelemahan otot 2. Reaksi tipe II

ENL – Erythema Nodosum Leprosum

Terjadi pada penderita MB dan merupakan reaksi humoral dimana basil kusta yang utuh maupun yang tak utuh menjadi antigen.

a. Reaksi Ringan

 Kelainan kulit : Nodul merah yang nyeri tekan jumlah sedikit, biasanya hilang sendiri dalam 2-3 hari.

 Keadan umum : tidak ada demam atau demam ringan.  Saraf tepi : Tidak ada nyeri raba ataupun gangguan fungsi.  Organ tubuh : Tidak ada gangguan.

(17)

 Kelainan kulit : Nodul (benjol) nyeri tekan, ada yang pecah (ulceratif), jumlah banyak, berlangsung lama.

 Keadaan umum : Demam ringan sampai berat.  Saraf tepi : Ada nyeri raba dan atau gangguan fungsi.

 Organ tubuh : Terjadi peradangan pada organ-organ tubuh, mata (iridosiklitis), testis (epididymorchitis), ginjal (nefritis), sendi (arthritis), kelenjar limfe (limfadenitis)

BAB II RUANG LINGKUP

3. Kegiatan dalam gedung

h. Penyebarani nformasi melalui media poster, leaflet yang mudah dilihat pengunjung.

i. Melakukan pemeriksaan dan tatalaksana penderita Kusta

j. Melakukan rujukan kasus yang tidak bisa ditangani di Puskesmas k. Pengambilan obat dan pengawasan menelan obat MDT (awal bulan) l. Penanganan pasien reaksi

m. Pelayanan konseling

n. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan

4. Kegiatan luar gedung

g. Melakukan pencarian kasus penderita secara aktif (pelacakan kasus) h. Melakukan kunjungan rumah

i. Pemeriksaan kontak penderita kusta

j. Penyuluhan kepada masyarakat melalui kegiatan yang ada di desa/ kelurahan setempat

k. Melakukan koordinasi lintas sektor dan tokoh masyarakat dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit kusta

(18)

BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

4. Penderita Baru F. Anamnesis.

 Nama, alamat, daerah asal

 Riwayat tanda-tanda kulit / saraf yang dicurigai  Riwayat penyakit yang pernah diderita

 Riwayat penyakit dalam keluarga

 Riwayat pengobatan maupun alergi terhadap obat-obatan tertentu G. Pemeriksaan klinis.

3) Kulit

 Pemeriksaan Pandang

 Pemeriksaan dilakukan dengan melihat dan memperhatikan keadaan kulit dari kepala sampai kaki, dari depan dan belakang penderita.  Catat / gambar semua kelainan pada kulit yang ditemukan.  Pemeriksaan Rasa Raba

 Periksa rasa raba pada kelainan kulit untuk mengetahui hilang/ kurangnya rasa (dengan menggunakan kapas yang diruncingkan ujungnya) secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai.  Kelainan kulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal

disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi. 4) Saraf tepi

c. Perabaan (Palpasi) Saraf

 Perabaan dengan tekanan ringan sehingga tidak menyakiti penderita  Perhatikan adanya penebalan / pembesaran.

(19)

 Saraf kiri dan kanan sama besar atau berbeda.

 Ada nyeri atau tidak (dengan melihat mimik penderita) d. Pemeriksaan Gangguan Fungsi Saraf

4. Mata

Periksa adanya lagopthalmus pada mata 5. Tangan

 Periksa adanya mati rasa pada telapak tangan kanan dan kiri.  Periksa kekuatan pada jari kelingking, ibu jari dan pergelangan

tangan kanan dan kiri

6. Kaki

 Periksa adanya mati rasa pada telapak kaki kanan dan kiri.  Periksa kekuatan pada pergelangan kaki kanan dan kiri. H. Pengobatan

Pengobatan dengan menggunakan regimen MDT 3. MDT PB (6 blister untuk 6 – 9 bulan)

Hari pertama (diminum didepan petugas):  Rifampisin 600 mg

 Dapsone (DDS) 100 mg Hari ke 2 – 28 (dibawa pulang):  1 tablet dapsone (DDS) 100 mg

4. MDT MB (12 blister untuk 12 – 18 bulan) Hari pertama (diminum didepan petugas):  Rifampisin 600 mg

 Dapsone (DDS) 100 mg

 Clofazimine /Lamprene 300 mg Hari ke 2 – 28 (dibawa pulang):  Dapsone (DDS) 100 mg  Clofazimine /Lamprene 50 mg Dosis untuk anak:

 Rifampisin : 10-15 mg/kg BB  Dapsone (DDS) : 1-2 mg/kg BB

 Clofazimine : 1 mg/kg BB

I. Pencatatan dan pelaporan

(20)

J. Pemeriksaan BTA (Skin Smear)

Pemeriksaan skin smear ini hanya dilakukan apabila hasil pemeriksaan klinis meragukan.

5. Pengambilan Obat

Pada saat penderita datang untuk mengambil obat, lakukan: e. Anamnesis tentang kondisi penderita

f. Pemeriksaan fungsi saraf mulai dari mata, tangan dan kaki g. Catat hasil pemeriksaan pada buku penderita

h. Obat diminum didepan petugas untuk hari pertama sesuai tipe kusta

6. Reaksi Kusta 4 Reaksi Ringan

 Berobat jalan, istirahat dirumah  Pemberian analgetik/antipiretik

 MDT tetap diminum (bila masih dalam pengobatan)  Mencari dan menghilangkan faktor pencetus

5 Reaksi Berat

 Immobilisasi lokal/istirahat di rumah  Pemberian analgesik/sedatif

 Pemberian prednison sesuai skema (tappering off)  MDT tetap diminum (bila masih dalam pengobatan)  Mencari dan menghilangkan faktor pencetus

 Rawat inap jika diperlukan Skema pemberian prednison

 2 minggu I : 40 mg/hari (1x8 tab) pagi hari sesudah makan  2 minggu II : 30 mg/hari (1x6 tab) pagi hari sesudah makan  2 minggu III : 20 mg/hari (1x4 tab) pagi hari sesudah makan  2 minggu IV : 15 mg/hari (1x3 tab) pagi hari sesudah makan  2 minggu V : 10 mg/hari (1x2 tab) pagi hari sesudah makan  2 minggu VI : 5 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah makan 7. Prosentase Target P2 Kusta

No Jenis kegiatan

2013 2014 2015

(21)

1 Penemuan Penderita kusta baru (Case Detection Rate)

>10% dari tahun 2012 >10% dari tahun 2013 >10% dari tahun 2014

2 Proporsi Kasus Kusta Anak <5% <5% <5%

3 Proporsi Kasus Kusta Cacat Tk II <5% <5% <5%

4 Prevalensi Kusta <1/10.000 <1/10.000 <1/10.000

5 RFT Rate Penderita PB 95% 95% 95%

Referensi

Dokumen terkait

Pada awal perjalanan penyakit kronis seringkali tidak bergejala dan tidak menunjukkan tanda Pada awal perjalanan penyakit kronis seringkali tidak bergejala dan tidak menunjukkan

Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang sebelumnya, diketahui hanya

 Kusta reaktif adalah merupakan reaksi tubuh yang hebat terhadap suatu invasi bakteri atau antigen, dimana menimbulkan manifestasi klinis yang sangat hebat, yang

Distribusi dosis awal ekuivalen kortikosteroid yang digunakan untuk terapi pasien kusta dengan reaksi tipe 2 episode pertama di Divisi Kusta URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD

M.leprae yang menyebabkan gangguan dalamkeseimbangan sistem imunologi.Penderita penyakit kusta dapat mengalami reaksi kusta, yang merupakan suatu reaksi kekebalan

Reaksi lepra adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang kronik disebabkan karena sistem kekebalan tubuh yang menyerang kuman M. Penderia lepra dapat

Penyakit infeksi yang bersifat kronis seperti halnya dengan kusta, dalam perkembangan penyakitnya dapat menimbulkan anemia yang sering disebut anemia penyakit

Perjalanan penyakit mata pada kusta terjadi melalui dua bentuk yaitu tuberkuloid dan lepromatosa.1,2,6,7,11 Kelainan mata pada kusta dapat menyebabkan perubahan pada kelopak mata akibat