• Tidak ada hasil yang ditemukan

Economics Development Analysis Journal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Economics Development Analysis Journal"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

313

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj

TINGKAT EFISIENSI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS)

DI KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014

Eko Setiawan,

1

, Y. Titik Haryati

2

Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel

________________ Sejarah Artikel: Diterima April 2017 Disetujui Juni 2017 Dipublikasikan Agustus 2017 ________________ Keywords:

DEA, Efficiency, Public Health Centers

__________________

Abstrak

___________________________________________________________________

Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan yang bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat dan sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama yang langsung menjangkau seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan sejahtera. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan Puskesmas dalam mengelola sumber daya dan seberapa besar cakupan pelayanan Puskesmas di Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan variabel input dan output. Input yang digunakan terdiri dari 4 variabel, yaitu: jumlah tenaga medis, jumlah tenaga nonmedis, pembiayaan bersumber APBD dan jumlah Posyandu. Variabel output yaitu: pelayanan kesehatan terhadap balita, cakupan imunisasi, jumlah kunjungan pasien rawat jalan dan cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten, BPS, dan sumber lainnya.Dari hasil perhitungan DEA menghasilkan 18 Puskesmas efisien secara teknis dan 8 Puskesmas tidak efisien secara teknis. Unit Puskesmas yang sudah efisien akan menjadi pembanding bagi Puskesmas yang belum efisien. Bagi Puskesmas yang tidak efisien secara teknis dapat memperbaiki nilai efisiensinya dengan cara meningkatkan output berdasarkan hasil perhitungan DEA.

Abstract

Public health centers is a technical implementation unit of Local Health Department which is responsible for conducting health efforts forh the whole society and as a first-rate health services that directly reach the whole community to achieve a healthy and prosperous society.The purpose of this study is to determine the ability of Community Health Center in managing the resources and how wide the coverage range of the Community Health Centre in district of Semarang.This study using vaariable input and output.The input which is used is consisting of four variables, they are: the number of medical personnel, the number of non -medical personnel, financing sourced from regional government budget and the number of integrated service post.. While the outputvariables are the health services towards toddlers, the immunization coverage, the number of outpatient visits and coverage of births assisted by health personnel The data used was secondary data obtained from Local Health Department in district of Semarang, Central Bureau of Statistics and other sources.From the calculation of DEA, the results are, in 18 Community Health Centers are technically efficient and 8 Community Health Centers are technically inefficient.Unit public health centers that have efficient will be comparison for puskesmas that not efficient. For public health centers inefficient technically can improve efficiency value by raising output based on the calculation on DEA.

© 2017 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi:

Gedung L2 Lantai 2 FE Unnes

Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: edaj@mail.unnes.ac.id

(2)

314

PENDAHULUAN

Dalam UU nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak azasi dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan, yang kelak kedepannya diharapkan dapat menjadi sarana untuk pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang bisa dijadikan modal untuk mewujudkan pembangunan nasional seutuhnya.

Program-program kesehatan sebaiknya dapat dilihat sebagai sebuah strategi yang menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi dari suatu penduduk.Strategi tersebut membutuhkan pilihan program-program yang dapat meningkatkan derajat kesehatan secara efisien.Misal dengan pengembangan jaringan pelayanan kesehatan, pembangunan infrastruktur air bersih, peningkatan gizi masyarakat, imunisasi, dan sebagainya. (Lubis, 2009)

Menurut Tjiptoherijanto dan Soesetyo (1994) pembahasan ekonomi kesehatan lebih fokus kepada pelayanan kesehatan daripada kesehatannya sendiri. Dalam pandangan ilmu ekonomi, hal ini penting artinya demi mengingat bahwa ilmu ekonomi akan selalu mengarah pada permintaan, penawaran dan distribusi komoditi, di mana komoditinya adalah pelayanan kesehatan bukan kesehatannya sendiri.

Di Indonesia sudah terdapat beberapa lembaga pelayanan kesehatan masyarakat seperti rumah sakit, poliklinik dan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas). Puskesmas merupakan salah satu unit pelaksana teknis dinas kesehatan yang bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat dan sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama. Puskesmas merupakan sarana kesehatan yang langsung menjangkau seluruh lapisan masyarakat serta menjadi ujung tombak untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan sejahtera. Selain menjalankan fungsi kuratif, Puskesmas juga mempunyai peran dalam

kegiatan preventif dan promotif, yang dapat dilihat dari 3 fungsi Puskesmas seperti yang disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/ Menkes/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar Puskesmas, yaitu pusat penggerak pembangunan dan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Secara kuantitatif, Puskesmas merupakan sarana kesehatan yang persebarannya paling merata dibandingkan dengan sarana kesehatan lainnya.Puskesmas didirikan bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar, menyeluruh, paripurna dan terpadu bagi seluruh penduduk yang tinggal di jangkauan kerja Puskesmas. Kinerja Puskesmas di Indonesia masih terbilang kurang optimal, hal ini disebabkan oleh masih lemahnya organisasi dan manajemen Puskesmas serta dukungan sumber dayanya.

Namun seringkali Puskesmas ini dihadapkan dengan beberapa kendala seperti kumlah Puskesmas yang belum sebanding dengan jumlah penduduk, SDM Puskesmas yang masih minim, tenaga kesehatan yang belum merata antar Puskesmas, pelayanan yang kurang prima, fasilitas yang belum memadai, kurangnya dana operasional dan program, keterbatasan obat, alat kesehatan sarana penunjang lainnya baik jenis maupun jumlahnya.

Di era otonomi ini pengelolaan Puskesmas diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing, sehingga Pemda mempunyai kewenangan penuh untuk mengelola Puskesmas serta memiliki kewenangan penuh untuk menentukan kebutuhan dan penempatan tenaga kesehatan di daerahnya, namun sering ditemukan pengangkatan dan penempatan tenaga kesehatan yang kurang selaras dengan kebijakan Departemen Kesehatan RI.

Kinerja manajemen Puskesmas diukur oleh 2 (dua) konsepsi utama yaitu efisiensi dan efektivitas. Jika efisiensi lebih memfokuskan diri pada proses pemanfaatan, penghematan, dan pemberdayaan masukan (input) sumber daya, maka efektivitas lebih memfokuskan pada output dan outcome atau hasil kinerja Puskesmas yang

(3)

315 diharapkan. Efisiensi terkait dengan hubungan antara input dan pelayanan kesehatan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output dan outcome (Handoko, 2003; dalam Razali, 2012)

Puskesmas merupakan badan layanan umum yang non-profit oriented, meskipun begitu puskesmas tetap harus mengutamakan efektivitas dan efisiensi anggaran karena sebagian besar pengeluaran Puskesmas masih didanai APBD. Jadi penilaian kinerja Puskesmas baik keuangan dan non-keuangan tetap perlu dilaksanakan agar pemerintah mengetahui efektivitas dan efisiensi penggunaan dana, perkembangan Puskesmas dan perkembangan Pelayanan terhadap masyarakat.

Secara langsung maupun tidak langsung, gangguan kesehatan akan mempengaruhi perekonomian rumah tangga. Hal yang berkaitan dengan itu adalah sakit secara tidak langsung akan meningkatkan biaya rumah tangga untuk biaya pengobatan, hilangnya waktu kerja, hilangnya asset produktif. Penyakit juga dapat menyebabkan berkurangnya kesejahteraan masyarakat.Hal yang berkaitan dengan hal tersebut adalah tingginya angka kesakitan akan menurunkan produktivitas, mundurnya investasi pada dunia usaha dan berkurangnya sumber daya manusia yang produktif

Tabel 1. Jumlah Puskesmas dan Rasio Dokter Puskesmas per 100000 penduduk di Lima Kabupaten/Kota dengan PDRB ADHB Tertinggi di Jawa Tengah Tahun 2014

Sumber: BPS Jawa Tengah, 2015

Kemampuan Puskesmas dalam

pengelolaan sumber daya dapat mencerminkan tingkat efisiensi Puskesmas. Untuk mengetahui seberapa besar cakupan pelayanan Puskesmas-Puskesmas di Kabupaten Semarang dapat dihitung dengan cara membandingkan antara kegiatan pelayanan aktual yang dilakukan Puskesmas dengan indikator keluaran yang mencerminkan tingkat pencapaian dari setiap program kegiatan pelayanan kesehatan. Puskesmas di Kabupaten Semarang memiliki rasio dokter yang paling tinggi di bandingkan dengan 4 daerah lainnya, yaitu sebesar 7,64 (dibulatkan 8) yang berarti setiap 8 dokter di Kab. Semarang ditugaskan untuk memberikan pelayanan kepada 100.000 penduduk.

Untuk menaksir pencapaian kinerja Puskesmas, selain melihat indikator masukan di atas kita juga harus melihat indikator keluaran. Ada beberapa sub indikator keluaran dalam pelayanan Puskesmas, yaitu Angka Kematian Bayi (AKB).

Tabel 2. Angka Kematian Bayi di Lima Kabupaten/Kota dengan PDRB ADHB Tertinggi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014

Sumber: Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2014. Kabupaten Semarang memiliki AKB tertinggi sebesar 10 bayi meninggal di setiap 1000 kelahiran bila dibandingkan dengan 4 daerah lainnya. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan No Kota/Kabupaten Jumlah Puskesmas Rasio Dokter Umum 1 Kab. Semarang 26 7.64 2 Kota Semarang 37 7.25 3 Kab. Kudus 19 6.70 4 Kab. Banyumas 39 3.89 5 Kab. Cilacap 38 2.03

No

Kabupaten/Kota

Angka Kematian Bayi Per 1000 kelahiran hidup

1

Kab. Kudus

8

2

Kab. Banyumas

9

3

Kota Semarang

9

4

Kab. Cilacap

9

5

Kab. Semarang

10

(4)

316 KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah.

Di tingkat nasional, tingkat pencapaian ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Puskesmas yang mencapai target pelayanan berarti mampu mengelola sumber daya dengan baik sehingga dapat menyelenggarakan program kegiatan dengan maksimal. Kemampuan pengelolaan sumber daya dapat mencerminkan tingkat efisiensi Puskesmas. Efisiensi merupakan rasio output dan input, secara umum suatu unit dikatakan efisien jika menggunakan input yang lebih sedikit dibandingkan unit-unit lainnya namun dapat mencapai output yang sama dengan unit-unit lainnya, bahkan bisa lebih besar.

Untuk mengurutkan efisiensi Puskesmas diperlukan adanya suatu benchmark, yaitu Puskesmas yang memiliki efisiensi terbaik dapat dijadikan sebagai dasar acuan dalam menghitung nilai efisiensi Puskesmas yang satu dengan yang lainnya.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis Data Envelopment Analisys (DEA). Pemilihan DEA sebagai metode analisis dalam penelitian karena DEA merupakan suatu pendekatan non-parametric yang pada dasarnya teknik berbasis

pemrograman linier yang mampu

mengakomodasi satu-satuan variabel-variabel input dan output yang saling berbeda dan mampu membandingkan secara langsung efisiensi setiap Decision Making Unit (DMU).

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kepustakaan dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan kabupaten, Puskesmas, BPS, dan profil kesehatan Kabupaten Semarang, serta berbagai buku dan literatur baik berupa jurnal penelitian maupun publikasi laporan kinerja pemerintah yang berkaitan dengan penelitian ini.

Model DEA yang dipakai adalah model yang memaksimalkan nilai output (output maximizing), yaitu Model DEA BCC (VRS). Model ini digunakan jika kita berasumsi bahwa perbandingan terhadap input maupun output suatu perusahaan/organisasi akan mempengaruhi produktifitas yang mungkin tercapai, yaitu VRS (variabel Returns to Scale). Model VRS digunakan karena adanya persaingan tidak sempurna, keterbatasan dana dan lain-lain.

Penelitian ini menggunakan model output maximizing dikarenakan apabila menggunakan inputmaximizing pencapaian efisiensi Puskesmas akan sulit didapatkan. Sebagai contoh adalah pendekatan input pada variabel anggaran. Penyusunan alokasi anggaran pemerintah membutuhkan proses panjang dan wkatu yang lama karena diperlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat dan menyesuaikan ketersediaan anggaran di masing-masing daerah. Dengan demikian, bagi Puskesmas input anggaran tidak dapat dikontrol secara penuh.

Model BCC dengan input-output oriented untuk DMU dapat dapat ditulis dengan:

𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 → ℎ𝑠= ∑𝑚 𝑢𝑟𝑘𝑦𝑟𝑘 𝑟 =1 ∑𝑛𝑖=1𝑣𝑟𝑘𝑥𝑟𝑘 . Dimana :

hs : efisiensi teknik obyek s m : output obyek yang diamati n : inputobyek yang diamati

yrk : jumlah output r yang diproduksi oleh obyek k

xrk : jumlah input r yang digunakan oleh obyek k

urk : bobot output r yang dihasilkan oleh obyek k

vrk : bobot input r yang diberikan oleh obyek k dan r dihitung dari 1 ke m serta i dari 1 ke n

Persamaan diatas menunjukkan adanya penggunaan satu variabel input dan satu variabel output. Rasio efisiensi (hs), kemudian dimaksimalkan dengan kendala sebagai berikut:

∑ 𝑢𝑟𝑗𝑌𝑟𝑗 𝑚 𝑟=1 ∑ 𝑉𝑖𝑘𝑋𝑖𝑗 𝑛 𝑟 =1

(5)

317 1; 𝑗 = 1, … , 𝑁

Kriteria non-negatif, urk0;r=1,…,m vrk0;1=1,…,n

Nilai-nilai efisiensi BCC diperoleh dengan menjalankan model diatas untuk setiap DMU.Nilai efisiensi dari hasil BCC ini adalah nilai efisiensi teknis murni. Model BCC menganalisa tiap DMU secara local, jika telah didapatkan nilai efisiensi murni, maka nilai efisiensi skala (scale efficiency) dapat dihitung dengan persamaan:SE =𝑝𝑢𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑐ℎ𝑛𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦𝑇𝑒𝑐ℎ𝑛𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menghitung efisiensi teknis, yaitu efisiensi yang menggambarkan proses pengubahan input menjadi output. Efisiensi memiliki rentang nilai dari 1-100%, unit Puskesmas yang sudah memiliki nilai 100% berarti sudah efisien, sedangkan unit Puskesmas yang memiliki nilai kurang dari 100% berarti kurang efisien. Unit Puskesmas yang sudah mencapai efisiensi akan menjadi pembanding (benchmark) bagi unit Puskesmas yang belum efisien. Hal ini disebabkan oleh 2 faktor, yaitu: 1) terdapat penggunaan intput yang kurang efisien yang disebabkan kelebihan ataupun kelangkaan input, dan 2) output yang dihasilkan dari input belum setara dengan pembanding.

Dari 26 Puskesmas di Kabupaten Semarang yang diteliti, terdapat 18 Puskesmas (69,23%) yang efisien dan 8 unit Puskesmas(30,77%) yang tidak efisien secara teknis. Puskesmas yang dinyatakan efisien merupak Puskesmas yang memiliki nilai efisiensi 100%, yaitu Puskesmas Tuntang, Ambarawa, Bancak, Banyubiru, Bawen, Bergas, Bringin, Dadapayam, Duren, Gedangan, Jetak, jimbaran, Lerep, Leyangan, Pabelan, Pringapus, Semowo, Suruh dan Ungaran. Adapun Ringkasan Table of peers units 26 Puskesmas di Kabupaten Semarang, dapat dilihat pada tabel 3.

Puskesmas yang tidak efisien secara teknis adalah Puskesmas dengan nilai efisiensi dibawah 100% yaitu, Puskesmas Sumowono, Susukan, Kaliwungu, Tengaran, Jambu, Getasan,

Kalongan dan Tuntang. Jika dilakukan pemeringkatan, maka Puskesmas dengan nilai efisiensi 100% memiliki peringkat 1, kemudian peringkat ke-2 dan selanjutnya dipegang Puskesmas yang memiliki nilai efisiensi kurang dari 100% (<100%) diurutkan dari yang nilai efisiensinya terbesar ke terkecil. Puskesmas yang memiliki peringkat terendah adalah Puskesmas Sumowono dengan nilai efisiensi 51,86%, dan yang memiliki peringkat ke-2 adalah Puskesmas Tuntang dengan nilai efisiensi 95,22%.

Unit Puskesmas yang sudah mencapai efisiensi akan menjadi benchmark bagi unit-unit Puskesmas yang belum efisien. Nilai multiplier untuk melakukan dapat dilihat pada ringkasan table of peers units hasil perhitungan DEA.

Dalam tabel 3 tersebut terdapat Efficient Reference Set yang berfungsi menjadi acuan bagi Puskesmas yang belum efisien untuk mencapai efisien dengan cara menyesuaikan output yang belum efisien menggunakan multiplier sebagai dasar acuan untuk penyesuaian. Sebagai contoh, Puskesmas tuntang belum efisien yang memiliki nilai 95,22%. Agar Puskesmas Tuntang tersebut efisien perlu melihat Efficient Reference Set yaitu Puskesmas Jimbaran dan Bancak, dengan memiliki shadow price 0,952 dan 0,048. Shadow price tersebut berfungsi sebagai angka pengganda (multiplier) yang digunakan sebagai dasar untuk menyesuaikan input dan output Puskesmas Tuntang agar menjadi efisien. Sedangkan Puskesmas Jimbaran dan Bancak merupakan acuan efisiensi bagi Puskesmas Tuntang, dimana Puskesmas Tuntang dapat melakukan benchmarking.Perhitungan penyesuaian variabel output Puskesmas Tuntang dengan cara mengalikan multiplier dengan nilai variabel dari Puskesmas yang dijadikan acuan (penyesuaian variabel input diabaikan). Sebagai contoh, untuk menghitung nilai perbaikan variabel output “Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan”, yaitu sebagai berikut:

(0,952 X 94,52) + (0,048 X 93,95) = 94,49%

dst, hal yang sama juga perlu dilakukan pada variabel output lain yang belum efisien.

(6)

318

Tabel 3. Ringkasan Table of peers units 26 Puskesmas di Kabupaten Semarang No Puskesmas Efisiensi Efficient Reference Set Multipliers

1 Sumowono 51.86 % DADAPAYAM SEMOWO JIMBARAN PRINGAPUS 0.628 0.142 0.095 0.135 2 Susukan 63.05 % SURUH DADAPAYAM DUREN 0.491 0.239 0.270 3 Kaliwungu 74.09 % JETAK SURUH DADAPAYAM DUREN 0.130 0.378 0.259 0.233

4

Tengaran

75.25 %

SURUH

PABELAN

SEMOWO

BANYUBIRU

0.432

0.086

0.174

0.308

5

Jambu

81.46 %

DADAPAYAM

SEMOWO

BANYUBIRU

DUREN

BAWEN

LEYANGAN

0.047

0.069

0.208

0.560

0.013

0.102

6

Getasan

90.41 %

SURUH

DADAPAYAM

DUREN

0.589

0.144

0.267

7

Kalongan

93.86 %

DADAPAYAM

DUREN

JIMBARAN

UNGARAN

0.299

0.287

0.391

0.023

8

Tuntang

95.22 %

JIMBARAN

BANCAK

0.952

0.048

9

Ambarawa

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

10

Bancak

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

11

Banyubiru

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

12

Bawen

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

13

Bergas

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

14

Bringin

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

15

Dadapayam

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

(7)

319

16

Duren

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

17

Gedangan

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

18

Jetak

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

19

Jimbaran

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

20

Lerep

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

21

Leyangan

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

22

Pabelan

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

23

Pringapus

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

24

Semowo

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

25

Suruh

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

26

Ungaran

100 %

TIDAK ADA

TIDAK ADA

SIMPULAN

Dari hasil penghitungan analisis efisiensi menggunakan DEA model BCC (asumsi VRS) orientasi output diperoleh hasil dari 26 Puskesmas Kabupaten Semarang tahun 2014 terdapat 18 Puskesmas (69,23%) Efisien secara teknis dan 8 Puskesmas (30,77%) lainnya memiliki nilai efisiensi dibawah 100% sehingga dinyatakan tidak efisien secara teknis. Delapan Puskesmas yang tidak efisien tersebut adalah Puskesmas Getasan, Tengaran, Susukan, Kaliwungu, Tuntang, Jambu, Sumowono dan Kalongan. Puskesmas yang telah efisien akan menjadi acuan perbaikan input dan output bagi Puskesmas yang tidak efisien.Bagi Puskesmas yang tidak efisien secara teknis dapat memperbaiki nilai efisiensinya dengan cara meningkatkan output berdasarkan hasil perhitungan DEA. Disarankan hasil penilaian efisiensi dengan metode DEA dapat dijadikan sebagai alternatif untuk menilai efisiensi Puskesmas di Kabupaten Semarang secara berkala dan sebagai salah satu masukan untuk menilai, memantau dan memperbaiki kinerja Puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

BPS.2015. Jawa Tengah Dalam Angka 2015. BPS.2015. Kabupaten Semarang Dalam Angka 2015.

Budi, Daniel Setyo. 2010. Efisiensi Relatif Puskesmas-Puskesmas di Kabupaten Pati Tahun 2009. Tesis MPKP FE UI.

Depkes RI 2002, 2004.Sistem Kesehatan Naional. Departemen Kesehatan RI.

. 2008. Kepmenkes Nomor: 828/MENKES/SK/ IX/2008. Departemen Kesehatan RI. Dinkes Jateng. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2014. Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah.

Dinkes Jateng. 2014. Buku Kesehatan Triwulan 3 Tahun

2014.Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan

Indonesia 2014. Kementrian Kesehatan RI

Kurnia, Akhmad Syakir. 2006. Model Pengukuran

Kinerja dan Efisiensi Publik Metode Free Disposable Hull (FDH). Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 2.

http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/articl e/viewfile/567/49

Lubis, Ade Fatma. 2009. Ekonomi Kesehatan. Usu Press Mahardika, Ketut. Supadmi, Ni Luh. 2014. Analisis komparatif Puskesmas Denpasar Selatan dan Denpasar Timur dengan menggunakan Metode Balenced scorecard. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.

PAU Studi Ekonomi UGM. 2000. Data Envelopment

Analisys.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

Prakoso, S. (2015). EFEKTIVITAS PELAYANAN KESEHATAN BPJS DI PUSKESMAS

KECAMATAN BATANG. Economics

(8)

320 4(1).doi:http://dx.doi.org/10.15294/edaj.v4i

1.5672

Razali, Roni. 2012. Analisis Efisiensi Puskesmas di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa barat Tahun 2011. Tesis, Universitas Indonesia.

Setyaningrum, Dewi Utami. 2014. Analisis Efisiensi Puskesmas Metode Data Envelopment Analysis

(DEA).Skripsi, Universitas Diponegoro.

Sukirno, Sadono. 2014. Mikroekonomi, Teori Pengantar (Edisi ke-3). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tjiptoherijanto, Prijono. Soesetyo, Boedhi. 1994.

Ekonomi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Wulandari, Retno RR. 2009. Efisiensi Relatif operasional Puskesmas-Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2009.Tesis MKPFE UI. Irmawati, S., Damelia, D., & Puspita, D. (2013).

MODEL INKLUSI KEUANGAN PADA UMKM BERBASIS PEDESAAN. JEJAK:

Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan, 6(2).

doi:http://dx.doi.org/10.15294/jejak.v6i2.38 85.

Gambar

Tabel  2.  Angka  Kematian  Bayi  di  Lima  Kabupaten/Kota  dengan  PDRB  ADHB  Tertinggi di Provinsi Jawa Tengah  Tahun  2014
Tabel 3. Ringkasan  Table of peers units 26 Puskesmas  di Kabupaten  Semarang

Referensi

Dokumen terkait

Effendy (2009:50) menyatakan hubungan antar manusia merupakan komunikasi persuasif yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam situasi

Variabel SHARIAH SHARE merupakan sebuah variabel yang bergerak di dekat garis x , hal ini menunjukkan bahwa goncangan dari tingkat bunga PUAB mempunyai pengaruh yang relatif

bermacam bentuk, seperti gerakan separatis dan lain-lain, antara lain: Gerakan Separatis dengan lepasnya Timor Timur dari Indonesia yang dimulai dengan

Orang Kelantan, walau pun yang berkelulusan PhD dari universiti di Eropah (dengan biasiswa Kerajaan Persekutuan) dan menjawat jawatan tinggi di Kementerian atau di Institusi

Model fluida mosaik mengusulkan bahwa protein integral membran memiliki gugus R asam amino yang bersifat hidrofobik pada permukaan protein yang akan

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

kesesuaian tindakan aktor yang terlibat. • Yang menunjukkan bahwa lebih berpengaruh dibandingkan variabel lainnya, yang mana menunjukkan besarnya kekuatan masyarakat dalam

A gyakorló tanítók sokoldalúan, és komplexen fogalmazták meg a diszkalkulia jelenté- sét. Többek között említették a részképességek fejlődésének elmaradását,