• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemerintah Kabupaten Wakatobi"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

2.1 Aspek Geografi dan Demografi

2.1.1 Luas dan Batas Wilayah Administrasi

Luas wilayah Kabupaten Wakatobi adalah sekitar 19.200 km², terdiri dari daratan seluas ± 823 km² atau hanya sebesar 3,00 persen dan luas perairan (laut) ± 18.377 km2 atau sebesar 97,00 persen dari luas Kabupaten Wakatobi. Atas dasar kondisi tersebut, maka potensi sektor perikanan dan kelautan serta sektor pariwisata berbasis wisata laut/bahari menjadi sektor andalan daerah Kabupaten Wakatobi.

Kabupaten Wakatobi terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan, yaitu Kecamatan Wangi-Wangi, Wangi-Wangi Selatan, Kaledupa, Kaledupa Selatan, Tomia, Tomia Timur, Binongko dan Kecamatan Togo Binongko. Wilayah kecamatan terluas adalah kecamatan Wangi-Wangi dengan luas 241 km² atau 29,40 persen yang sekaligus merupakan wilayah ibu kota kabupaten. Sedangkan kecamatan yang wilayahnya paling kecil adalah Kecamatan Kaledupa, yaitu seluas 45,50 km² atau 5,53 persen dari total luas wilayah daratan Kabupaten Wakatobi. Luas Wilayah Kebupaten Wakatobi menurut kecamatan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Wakatobi Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Luas Daratan (km²) Persentase (%)

1. Wangi-Wangi 241,98 29,40 2. Wangi-Wangi Selatan 206,02 25,03 3. Kaledupa 45,50 5,53 4. Kaledupa Selatan 58,50 7,11 5. Tomia 47.10 5,72 6. Tomia Timur 67,90 8,25 7. Binongko 93,10 11,31 8. Togo Binongko 62,90 7,64

Luas Total Darat 823,00 3,00

Luas Laut 18.377,00 97,00

Total 19.200,00 100,00

Sumber: Kabupaten Wakatobi Dalam Angka, 2011

B

B

A

A

B

B

I

I

I

I

G

(2)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Wilayah Kabupaten Wakatobi diapit oleh perairan laut, yaitu Buton, Laut Banda dan Laut Flores. Dengan demikian, maka batas-batas administratif daerah

Kabupaten Wakatobi berada pada wilayah perairan laut, sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah perairan laut Kabupaten Buton dan Buton Utara

- Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda - Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores

- Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah perairan laut Kabupaten Buton.

Batas wilayah administrasi Kabupaten Wakatobi dapat dilihat pada Gambar 2.

2.1.2 Letak dan Kondisi Geografis

Letak geografis, Kabupaten Wakatobi berada dalam gugusan

pulau-pulau di jazirah Tenggara Kepulau-pulauan Sulawesi Tenggara, tepatnya di sebelah Tenggara Pulau Buton. Secara astronomis terletak pada bagian selatan garis khatulistiwa, membentang dari Utara ke Selatan pada posisi garis lintang 5º12‟

– 6º25‟ Lintang Selatan (sepanjang kurang lebih 160 km) dan garis bujur Gambar 2. Peta Batas Wilayah Kabupaten Wakatobi.

(3)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

123º20‟ – 124º39‟ Bujur Timur (sepanjang kurang lebih 120 km), sebagaimana disajikan pada Gambar 3.

Posisi Geostrategis, Kabupaten Wakatobi terletak pada posisi sangat

strategis karena: (1) Perairan laut Kabupaten Wakatobi dilalui oleh jalur pelayaran kawasan Timur dan Barat Indonesia; (2) Ditinjau dari sisi bioregion, letak geografis Kabupaten Wakatobi sangat penting karena berada pada kawasan yang sangat potensial yakni diapit oleh Laut Banda dan Laut Flores yang memiliki potensi sumberdaya keragamanhayati kelautan dan perikanan yang cukup besar; dan (3) Kabupaten Wakatobi berada pada Pusat Kawasan Segi Tiga Karang Dunia (Coral Tri-angle Center) yang meliputi 6 (enam) negara, yakni Indonesia, Malaysia, Philipines, Papua New Guine, Solomon

(4)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Island, dan Timor Leste. Posisi Kabupaten Wakatobi pada Pusat Segi Tiga Karang Dunia, disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Posisi Wakatobi Dalam Pusat Segi Tiga Karang Dunia

Kabupaten Wakatobi merupakan gugusan kepulauan yang berjumlah 39 pulau,terdiri atas 4 (empat) pulau besar, yakni Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko (WAKATOBI). Keempat pulau tersebut mudah terjangkau baik dalam region Provinsi Sulawesi Tenggara, regional Kawasan Timur Indonesia, nasional maupun internasional. Di Pulau Wangi-Wangi terdapat Bandara Udara Matahora, Pelabuhan Laut Nasional Panggulu Belo ,dan jalur angkutan ferry ASDP Kamaru-Wanci, dan di Pulau Tomia tersedia Bandara Udara Maranggo moda transportasi khusus untuk wisatawan dari Bali dan Singapura.

Transportasi laut antar pulau Kabupaten Wakatobi cukup lancar. Akses dari ibukota kabupaten (Wangi-Wangi) ke Pulau Kaledupa dan Binongko tersedia setiap hari dengan armada kapal cepat (speed boat). Satu-satunya wilayah pulau kecil yang relatif sulit dijangkau namun telah berpenghuni ialah Pulau Runduma, termasuk ke dalam administratif Kecamatan Tomia, terletak di bagian timur Pulau Tomia tepat di tengah Laut Banda.

(5)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

2.1.3 Topografi

Topografi wilayah daratan Kabupaten Wakatobi sebagian besar atau sekitar 40 persen adalah landai dengan ketinggian sekitar 3 s.d. 20 m di atas permukaan air laut (dpl). Topografi landai terutama terdapat dibagian selatan Pulau Wangi-Wangi, bagian utara dan selatan Pulau Kaledupa, bagian barat dan timur Pulau Tomia, serta wilayah bagian selatan Pulau Binongko. Sedangkan bentuk topografi perbukitan, berada di tengah-tengah pulau dengan ketinggian berkisar antara 20 s.d. 350 m dpl.

Selain bentangan pulau-pulau kecil, relief dan topografi, di Wakatobi juga membentang Gunung Tindoi di Pulau Wangi-Wangi, Gunung Pangilia di Pulau Kaledupa, Gunung Patua di Pulau Tomia dan Gunung Watiu‟a di Pulau Binongko. Pada puncak gunung di empat pulau besar tersebut, terdapat situs peninggalan sejarah berupa benteng dan makam yang sangat erat kaitannya dengan penyebaran agama Islam di Wakatobi maupun sejarah perkembangan kejayaan Kesultanan Buton, Tidore, dan Ternate. Situs sejarah dimaksud ialah Benteng Liya, Benteng Tindoi, Benteng Patu‟a, dan Benteng Suosuo serta peninggalan benda-benda purbakala lainnya. Kesemuanya merupakan aset daerah yang sangat berharga, terutama dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai obyek wisata budaya, baik nasional maupun internasional.

2.1.4 Hidrologi dan Geologi

Secara umum tidak terdapat sungai yang mengalir sepanjang tahun di Kabupaten Wakatobi. Sumber mata air di Kabupaten Wakatobi umumnya berasal dari air tanah (ground water) dari wilayah perbukitan dan gua-gua karst yang oleh penduduk setempat disebut “Tofa/Loba/Lia”. Dari sumber mata air tersebut, air dialirkan ke rumah penduduk dengan menggunakan pipa. Sebagian dari sumber air tanah dari perbukitan dan gua-gua karst tersebut tidak layak minum sehinggga hanya bisa digunakan untuk mandi, cuci dan kakus (MCK). Sumber air minum lainnya ialah air sumur tetapi jumlahnya tidak terlalu banyak. Adapun data sumber air beserta kapasitas produksi air dapat dilihat pada Tabel 2.

(6)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Tabel 2. Sumber Air dan Kapasitas Produksi Air Kabupaten Wakatobi Tahun 2009

No Sumber Air Pulau Kapasitas Air (Liter/detik)

Daerah Pelayanan

1 Wa Gehe-Gehe Wangi-Wangi 15 Wanci dan Mandati

2 Te'e Bete Wangi-Wangi 10 Numana dan Mola

3 Longa Wangi-Wangi 5 Longa

Sub Total 30

4 Te'e Liya Wangi-Wangi 5 Liya

5 Hu'u Wangi-Wangi 10 Bandara, Matahora dan

Melai One

6 Kampa (Kapota) Wangi-Wangi 5 Kampa

7 Betambawi (Kapota) Wangi-Wangi 5 Kollowowa

Sub Total 25

8 Lenteaoge Kaledupa 5 Lenteaoge

9 Palea Kaledupa 15 Ambeua dan sekitarnya

Sub Total 20

10 He'ulu (Kahianga) Tomia 10 Tomia dan sekitarnya

Sub Total 10

11 Popalia Binongko 10 Binongko dan sekitarnya

Sub Total 10

Total 95

Sumber: Dinas PU Pertambangan dan Energi Kabupaten Wakatobi.

Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti DAS Posalu, Banduha-nduha, dan Waginopo di Kecamatan Wangi-Wangi mempunyai peranan penting pada ketersediaan air tanah. Dalam konteks ini, peranan vegetasi terutama hutan sangat penting dalam konservasi air tanah. Permukaan air terutama pada gua-gua karst dan sumur penduduk banyak dipengaruhi oleh naik turunnya muka air laut, memberikan indikasi tentang pentingnya perlindungan daerah pantai dari pengaruh abrasi.

Peta geologi Lembar Kepulauan Tukang Besi Sulawesi Tenggara skala 1 : 25.000 tahun 1994, menunjukkan secara umum formasi geologi batuan daratan Kepulauan Wakatobi dikelompokkan kedalam formasi geologi Qpl dengan jenis bahan induk batu gamping jenis koral. Jenis tanah yang tersebar pada beberapa tempat di empat pulau Kabupaten Wakatobi ialah jenis organisol, alluvial, grumosol, mediteran, latosol, serta didominasi oleh podsolik. Formasi geologi batuan daratan dengan bahan induk batu gamping jenis koral dan dominasi tanah podsolik, secara umum mengindikasikan kesuburan tanah yang rendah akibat pH dan bahan organik rendah. Terkait hal tersebut, pemerintah daerah akan

(7)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

mencanangkan program pertanian terpadu yang berbasis ekologi (integrated ecofarming).

2.1.5 Klimatologi

Menurut klasifikasi Schmidt-Fergusson, iklim di Kepulauan Wakatobi termasuk tipe C, dengan dua musim yaitu musim kemarau (musim timur: April– Agustus) dan musim hujan (musim barat: September–April). Musim angin barat berlangsung dari bulan Desember sampai dengan Maret yang ditandai dengan sering terjadi hujan. Musim angin timur berlangsung bulan Juni sampai dengan September. Peralihan musim yang biasa disebut musim pancaroba terjadi pada bulan Oktober-November dan bulan April-Mei.

Berdasarkan pencatatan dari Stasiun Meteorologi Kls III Betoambari, curah hujan di Kepulauan Wakatobi 10 tahun terakhir berkisar antara 0,4-288,2 mm (Gambar 5), curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember dengan rata-rata mencapai 19,51 mm (Gambar 6). Jumlah hari hujan mengikuti pola jumlah curah hujan dengan kisaran antara 1-19 hari hujan. Suhu udara maksimum berkisar 31,5-34,40C dan suhu udara minimum berkisar pada 22,3-24,90C, dengan kisaran suhu rata-rata antara 23,7-32,40C. Kelembaban udara antara 71-86%.

Gambar 5. Rata-Rata Curah Hujan Selama Tahun 2001-2009 (Sumber: Stasiun Metereologi Kls III Betoambari, 2010).

138,6 178,7 151,1 103,6 55,2 41,2 70,3 0,4 31,8 1 33,7 288,2 0 50 100 150 200 250 300 350

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Cu rah h u jan (m m ) Bulan

(8)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Pola curah hujan (Gambar 5) dapat menjadi arahan dalam perencanaan pola tanaman lahan kering terutama untuk tanaman pangan (semusim) dan hortikultura (sayur-sayuran). Dalam hal tersebut, musim tanam (MT) I bisa dilaksanakan pada bulan November dan MT II pada bulan Maret. Pada tanaman perkebunan, pola curah hujan tersebut dapat dipakai sebagai arahan penanaman bibit di lapang sehingga tidak diperlukan penyiraman.

Kecepatan angin berkisar antara 2 – 5 4 knot/det dengan rata-rata sebesar 4 knot/det. Angin kencang bertiup pada bulan Juli sampai September, kemudian bulan November, Januari dan Februari (Gambar 6). Tiupan angin yang kecang dapat menimbulkan gelombang yang berpengaruh pada frekuensi melaut para nelayan dan selanjutnya terhadap jumlah ikan hasil tangkapan. Terkait hal ini, program pengadaan kapal ikan dengan ukuran yang memadai akan sangat membantu para nelayan.

Gambar 6. Rata-Rata Kecepatan Angin Selama Tahun 2001-2009 (Sumber: Stasiun Metereologi Kls III Betoambari, 2010)

2.1.6 Penggunaan Lahan

Dalam periode dua tahun terakhir (2008 – 2010), secara umum terjadi penambahan luas penggunaan lahan. Peningkatan yang signifikan terjadi pada penggunaan lahan untuk bangunan dan halaman sekitar dan hutan rakyat, yaitu

4 4 3 3 2 3 4 5 4 3 4 3 0 1 2 3 4 5 6

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

ke c. an gi n ( kn o t/ d e t) Bulan

(9)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

meningkat masing-masing sebesar 150 Ha dan 303 Ha (Tabel 3). Peningkatan penggunaan lahan untuk bangunan dan halaman sekitar terjadi karena pertambahan jumlah penduduk, baik penduduk lokal maupun migrasi dari luar Wakatobi. Pada sisi yang lain, indikasi positif ditunjukkan oleh penambahan areal hutan rakyat yang berarti semakin bertambahnya luas tutupan hutan terhadap luas daratan.

Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Wakatobi Tahun 2008 dan 2010

No. Jenis

Penggunaan Tanah

Luas

Lahan (Ha) Persentase (%)

2008 2010 2008 2010

1 Tanah Sawah - - - -

2 Bangunan dan Halaman Sekitar 4.185 4.335 5,40 5,27

3 Tegal/Kebun 8.793 8.793 11,35 10,68

4 Ladang/Huma 670 851 0,86 1,03

5 Padang Rumput 1.760 1.784 2,27 2,17

6 Lahan yang Sementara Tidak Diusahakan 9.512 10.572 12,27 12,85

7 Hutan Rakyat 7.045 7.348 9,09 8,93

8 Hutan Negara 2.345 2.480 3,03 3,01

9 Perkebunan Rakyat 9.069 9.069 11,70 11,02

10 Rawa yang Tidak Ditanami 4 9 0,01 0,01

11 Lainnya 34.117 37.059 44,02 45,03

Jumlah 77.500 82.300 100,00 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi, 2009 dan 2011.

Pertumbuhan dan migrasi penduduk terutama ke ibu kota kabupaten (Wang-Wangi) akan menjadi perhatian pemerintah terkait penggunaan lahan dan dampaknya pada lingkungan. Dalam konteks tersebut, penggunaan lahan untuk kawasan perumahan dan infrastruktur pemerintah ialah sesuai RTRW dan Perda terkait lainya. Oleh karenanya, dalam konteks pengembangan potensi wilayah, khususnya wilayah darat, wilayah Kabupaten Wakatobi sesuai RTRW Kabupaten Wakatobi dibagi ke dalam 2 (dua) fungsi kawasan yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Kedua kawasan dimaksud diuraikan sebagai berikut:

2.1.6.1 Potensi Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya merupakan kawasan yang karena kondisi dan potensi fisik sumberdaya alamnya dapat dimanfaatkan guna kepentingan produksi

(10)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Luas kawasan budidaya mencapai 66.647,10 Ha atau 80,98 persen dari luas keseluruhan wilayah daratan Kabupaten Wakatobi. Potensi pengembangan kawasan budidaya menurut wilayah kepulauan di Kabupaten Wakatobi disajikan pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Potensi Pengembangan Kawasan Budidaya menurut Wilayah Kepulauan di Kabupaten Wakatobi Tahun 2010-2030

No. Pola Ruang

Kecamatan

Kabupaten (Ha) Binongko Binongko Togo Tomia Tomia Timur Kaledupa Kaledupa Selatan Wangi-Wangi Wangi-Wangi

Selatan 1. Pertanian Lahan Kering 403.80 345.70 976.30 1,431.10 257.40 341.10 124.60 176.30 4,056.30 2. Perkebunan 2,176.00 1,764.00 1,176.60 1,764.90 754.20 876.40 1,265.00 1,476.70 11,253.80 3. Hutan Produksi 578.00 975.00 337.60 763.80 1,072.20 1,883.50 654.00 743.80 7,007.90 4. Hutan Adat/ Rakyat - - - 1,654.30 587.50 2,241.80 5. Hutan Lindung - - - 1,857.30 - 1,857.30 6. Pemukiman 87.60 125.80 98.20 145.90 154.00 145.90 1,465.30 1,746.30 3,969.00 7. Lainnya 4,678.60 553.50 1,863.30 2,060.30 - - 15.031.80 12,073.50 36,261.00 Kawasan Budidaya 7,974.00 3,764.00 4,452.00 6,166.00 2,237.80 3,246.90 22,052.30 16,804.10 66,647.10 Sumber: Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Kab. Wakatobi, 2011.

Potensi Kawasan Pertanian Lahan Kering; Kawasan ini mencapai areal

seluas 4.056,3 Ha atau 6,09 persen dari total luas kawasan budidaya dan 4,93 persen dari luas seluruh wilayah daratan Kabupaten Wakatobi (Tabel 4). Rencana pengembangan lahan kering lebih dititikberatkan untuk lahan tanaman pangan (ubi kayu, jagung, ubi jalar, dan kacang tanah). Lebih jelasnya disajikan pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Luas Panen, Produksi, dan Produktifitas Tanaman Pangan, Tahun 2010

No. Komoditi Luas panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) 1. Jagung 523,5 1466,0 2.8 2. Ubi kayu 1932,0 50232,0 26.0 3. Ubi jalar 11,0 90.2 8.2 4. Kacang tanah 18.2 145.6 8.0

Sumber: Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, Peternakan Kab. Wakatobi, 2011.

Sementara itu, untuk jenis hortikultura (sayur-sayuran, bawang dan berbagai jenis tanaman semusim lainnya) dapat dilihat pada Tabel 6.

(11)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Tabel 6. Produksi Tanaman Hortikultura/Sayuran, Tahun 2010

No. Komoditi Produksi (ton)

1. Bawang merah 67,50 2. Sawi 30,60 3. Kacang merah 22,50 4. Kacang panjang 35,00 5. Cabe 19,05 6. Tomat 133,00 7. Terung 97,00 8. Ketimun 16,20 8. Kangkung 90,00

Sumber: Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, Peternakan Kab. Wakatobi, 2011.

Kenyataan menunjukkan bahwa produksi tanaman pangan dan hortikultura (sayuran) sebagaimana disajikan pada Tabel 5 dan 6 ialah tidak mencukupi kebutuhan masyarakat Kabupaten Wakatobi. Untuk memenuhi kekurangan tersebut, maka didatangkan dari Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton dan Kendari.

Program terpenting dalam pemanfaatan lahan kering ialah intensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh ekstensifikasi terbatas. Optimasi pola tanam ditempuh melalui tumpang sari (intercropping system) yang menserasikan jenis tanaman dengan kondisi iklim dan tanah. wialayah pengembangan diarahkan di Kecamatan Wangi-wangi, Wangi-wangi Selatan, Kaledupa, Kaledupa Selatan, Tomia, Tomia Timur, Binongko dan Togo Binongko. Selain itu, potensi lahan kering dapat juga dimanfaatkan untuk pengembangan peternakan dengan sistem pertanian terpadu (integrated farming system).

Potensi dan Pengelolaan Kawasan Pertanian Lahan Basah; Kegiatan

pertanian lahan basah di Kabupaten Wakatobi dapat dikatakan masih sangat minim. Potensi pengembangan pertanian lahan basah khususnya persawahan terdapat di Pulau Kaledupa pada areal seluas kurang lebih 120 Ha. Rencana pengembangan pertanian lahan basah tersebut sejalan (sepaket) dengan pengembangan saluran irigasi untuk penunjangan pencetakan sawah seluas 60 ha di wilayah Sombano.

(12)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Potensi Kawasan Perkebunan dan Hortikultura (buah-buahan);

Potensi pengembangan tanaman perkebunan mencapai luas 11.253,8 Ha atau 16,89 persen dari total luas kawasan budidaya dan 13,67 persen dari total luas daratan Wakatobi (Tabel 4). Luas areal tanaman perkebunan pada tahun 2010 mencapai 4.357,63 Ha (Gambar 7) yang berarti bahwa masih terdapat areal potensi pengembangan seluas 6.896,17 Ha.

Gambar 7. Jenis Tanaman, Luas Lahan, dan Produksi Tanaman Perkebunan, Tahun 2010 (Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, Peternakan Kab. Wakatobi, 2011).

Tanaman perkebunan yang paling banyak dikembangkan oleh masyarakat di Kabupaten Wakatobi ialah kelapa dalam, yaitu mencapai luas areal 3.496,52 Ha dengan produksi 1.278,47 ton, diikuti oleh jambu mete (730,20 Ha), kakao (60,50 Ha), kopi (49,10 Ha), dan lainnya (antara lain ialah pala) seluas 21,31 Ha (Tabel 6 dan Gambar 8). Sedangkan untuk tanaman buah-buahan, yang banyak dikembangkan oleh masyarakat ialah pisang, diikuti oleh jeruk, lainnya, sirsak, nangka, nenas, dan mangga (Gambar 9).

Pengembangan tanaman kelapa memungkinkan di semua kecamatan Kabupaten Wakatobi dengan sentra pengembangan di Kecamatan Kaledupa dan Kaledupa Selatan, demikian pula dengan jambu mete. Khusus tanaman pala (lainnya), saat ini hanya terdapat di Kecamatan Wangi-Wangi dan Tomia. Komoditi pala potensial dikembangkan karena selain memiliki nilai ekonomis tinggi juga dapat berfungsi sebagai tanaman konservasi. Selain Wangi-Wangi dan Tomia, tanaman pala juga bisa dikembangkan di Kaledupa dan Kaledupa Selatan. Pengembangan tanaman perkebunan dan buah-buahan dapat diintegrasikan dengan ternak sapi dan kambing.

Kelapa Jambu

mete Kakao Kopi

Lainny a Luas (ha) 3.497 730,2 60,5 49,1 21,31 Produksi (ton) 1.278 94,97 52,25 3,1 13,25 3.497 730,2 60,5 49,1 21,31 1.278 94,97 52,25 3,1 13,25 000 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000

(13)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Gambar 8. Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman (Dinas Pertanian,

Kehutanan, Perkebunan, Peternakan Kab. Wakatobi, 2011).

Gambar 9. Produksi Tanaman Buah-Buahan Menurut Jenis Tanaman (Dinas Pertanian,

Kehutanan, Perkebunan, Peternakan Kab. Wakatobi, 2011).

Potensi Kawasan Peternakan; Peternakan merupakan salah satu

komponen dalam sistem usaha tani lahan kering yang mempunyai hubungan paling kuat dengan sub sistem lainnya. Populasi ternak terbanyak di Kabupaten Wakatobi ialah ayam buras dan terus mengalami peningkatan dari

1278,47 94,97 52,25 3,1 13,25 0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Kelapa Jambu mete Kakao Kopi Lainnya

Pr o d u ksi ( to n ) 4,8 235,2 7,3 5,6 18,9 49,06 35,04 0 50 100 150 200 250

Mangga Pisang Nangka Nenas Sirsak Jeruk Lainnya

Pr o d u ksi ( to n )

(14)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

tahun ke tahun. Populasi sapi juga terus meningkat, sebaliknya pupulasi kambing yang terus mengalami penurunan (Gambar 10).

Gambar 10. Populasi Ternak di Kabupaten Wakatobi Tahun 2008 – 2010 (Dinas Pertanian,

Kehutanan, Perkebunan, Peternakan Kab. Wakatobi, 2011).

Sesuai dengan potensinya maka rencana pengembangan peternakan di Kabupaten Wakatobi diarahkan pada pada ternak besar, yaitu kambing dan sapi dengan tetap mempertahankan populasi ternak lainnya. Potensi lahan untuk pengembalaan ternak ialah seluas 1.759,5 Ha. Rencana wilayah pengembangan sektor peternakan adalah di Pulau Kaledupa dan Tomia. Selain intensifikasi, pengembangan peternakan juga diarahkan pada sistem pertanian terpadu berbasis ekologi (integrated ecofarming system), yaitu mengintegrasikan peternakan ke dalam pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan (agro-forestry pasteur). Dalam konteks ini, selain sapi dan kambing, juga dapat dikembangkan ayam buras dan ras.

Potensi Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Adat/Rakyat; Kawasan

hutan produksi dan hutan adat/rakyat meliputi total areal seluas 9.249,70 Ha atau 13,87 persen dari total kawasan budidaya dan 11,24% dari total luas daratan Kabupaten Wakatobi. Perkembangan infrastruktur pembangunan dan pertambahan penduduk cenderung pada penebangan kayu yang berlebihan

754 691 527 6964 4544 3655 24381 27601 48915 907 2978 1944 3645 1298 3945 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 Th 2008 Th 2009 Th 2010 Pop u lasi (e ko r) Sapi Kambing Ayam Buras Ayam Ras Itik/Bebek

(15)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

yang besumber dari hutan produksi dan hutan adat/rakyat. Oleh karena itu, pengelolaan kedua kawasan ini diarahkan pada pembinaan masyarakat untuk melakukan tebang pilih dan rehabilitasi sehingga fungsi kemanfaatan sebagai sumber tambahan pendapatan masyarakat dan fungsi ekologi bisa berjalan harmonis. Kawasan ini juga akan diintegrasikan dengan pengembangan peternakan.

2.1.6.2. Potensi Kawasan Lindung

Sesuai Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, kawasan-Kawasan Lindung meliputi:

1. Kawasan yang berfungsi Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya, terdiri atas: a) Kawasan Hutan Lindung; b) Kawasan Lahan Basah; dan c) Kawasan Konservasi dan Resapan Air.

2. Kawasan Perlindungan Setempat, terdiri atas: a) Sempadan Pantai; b) Sempadan Sungai; c) Kawasan Sekitar Danau/Waduk; dan d) Kawasan Sekitar Mata Air.

3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya, terdiri atas: a) Kawasan Suaka Alam; b) Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya; c) Kawasan Pantai Berhutan Bakau; d) Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam; dan e) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan.

4. Kawasan Rawan Bencana Alam, terdiri atas: a) Kawasan Rawan Gempa Bumi; b) Kawasan Rawan Tanah longsor; dan c) Kawasan Rawan Gelombang Pasang (Tsunami) dan Banjir.

1). Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya a. Kawasan Hutan Lindung

Sebaran lokasi kawasan hutan lindung di Kabupaten Wakatobi, dapat dibagi kedalam 2 (dua) kawasan, yaitu (a) kawasan lindung darat dan (b) kawasan lindung laut. Kawasan lindung darat yaitu semua kawasan lindung yang ditetapkan sebagai hutan lindung di daratan, sedangkan kawasan lindung laut ialah kawasan perairan laut yang ditetapkan sebagai kawasan lindung yang termasuk didalamnya adalah pulau-pulau tidak berpenghuni.

(16)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Kawasan lindung darat. Luas kawasan hutan darat tersebar di semua

wilayah kepulauan berdasarkan peta tata batas data tata batas hutan pengukuhan kawasan hutan kompleks (Kanwil Departemen Kehutanan tahun 1992) seluas 7.943,28 Ha yang meliputi, yaitu Pulau Wangi-Wangi terdapat hutan lindung seluas 4.830 Ha, Pulau Kaledupa 772,78 Ha, Pulau Tomia 1.359,5 Ha dan Pulau Binongko 981 Ha, sehingga luas kawasan lindung wilayah darat pulau-pulau utama adalah 7.943.28 Ha dan luasan kawasan lindung pulau-pulau berpenghuni (Pulau Komponone, Pulau Sumanga, Pulau Kapota) seluas 2.244 Ha. Total kawasan lindung wilayah darat adalah 10,167,28 Ha atau sekitar (12,22%) dari luas wilayah Kabupaten Wakatobi (82.300 Ha). Adapun rencana kawasan lindung menurut wilayah kecamatan lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Potensi Pengembangan Kawasan Lindung menurut Wilayah Kepulauan di Kabupaten Wakatobi Tahun 2010-2030

No Pulau Luas Fungsi Hutan Lindung (Ha) Rencana Penambahan (Ha) Total Luas Hutan Lindung (Ha) % 1 Binongko 981,00 5.023,8 6.004,8 20,4 2 Tomia 1.359,50 3.768,0 5.127,5 20,0 3 Kaledupa 772,78 2.966,5 3.739,3 16,5 4 Wangi-Wangi 7.054,00 2.764,4 9.818,4 13,8 Jumlah 10.167,28 14.522,7 24.690,0

Sumber: Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Kab. Wakatobi.

Selain itu, dengan melihat letak geografis Kabupaten Wakatobi yang merupakan daerah kepulauan, maka perlu penambahan kawasan lindung yaitu pada titik-titik tertentu dimana terdapat hutan mangrove di kawasan pesisir pantai maka dapat ditetapkan sebagai kawasan lindung darat. Dengan demikian, khususnya wilayah daratan, sebagian akan ditetapkan sebagai kawasan lindung sekitar 30% dari luas wilayah daratan. Secara keseluruhan, maka luas kawasan lindung darat di Kabupaten Wakatobi direncanakan 24.690 Ha atau terjadi penambahan seluas 14.522,7 Ha.

Kawasan lindung laut; Terdiri dari kawasan-kawasan terumbu karang

dan pulau-pulau tak berpenghuni. Luas kawasan lindung laut ialah 1.837.700 Ha atau 87,0%.

(17)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

b. Kawasan Resapan Air

Untuk menentukan suatu wilayah ke dalam jenis kawasan dapat dilihat dari jenis batuannya. Untuk wilayah Kabupaten Wakatobi yang memiliki topografi bukit dengan susunan struktur geologi didominasi batuan gamping, potensi daerah resapan air untuk cadangan air sangat tinggi terutama pada gua-gua air yang tersebar di setiap kecamatan. Kawasan DAS juga berperan sebagai kawasan resapan air. Upaya perlindungan dan pelestarian terhadap kawasan resapan air di Kabupaten Wakatobi mutlak sangat diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan ekosistem di wilayah ini dan sebagai kawasan penyimpan cadangan air.

2). Kawasan Perlindungan Setempat a. Kawasan Sempadan Pantai

Kawasan sempadan pantai merupakan kawasan di sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Kawasan sempadan pantai di Kabupaten Wakatobi terdapat di semua kecamatan pada setiap pulau yang lebarnya proporsional atau disesuaikan dengan peraturan dan ketentuan yang ditetapkan di daerah setempat.

b. Kawasan Sempadan Sungai

Kawasan sempadan sungai merupakan kawasan disepanjang sungai sekurang-kurangnya antara 50 - 100 m di kiri dan kanan sungai, bila di luar permukiman. Sedangkan di daerah permukiman seperti halnya di Kota Wanci, sempadan sungai ini diperkirakan seluas 10 - 15 m sebagai daerah bebas dari kegiatan manusia atau permukiman penduduk. Alur sungai khusus terdapat di wilayah Kecamatan Wangi-Wangi, Wangi-wangi Selatan dan Kecamatan Kaledupa dan Kaledupa Selatan bentangannya tidak terlalu lebar.

3). Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya a. Kawasan Suaka Alam

Kawasan Suaka Alam ialah suatu kawasan yang memiliki ekosistem khas, yaitu habitat alami yang memberikan perlindungan bagi perkembangan

(18)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

flora dan fauna yang khas dan beraneka ragam. Perlindungan terhadap kawasan suaka alam dilakukan untuk melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan flasma nutfah, ilmu pengetahuan

dan pembangunan pada umumnya. Alokasi kawasan Suaka Alam (Cagar Alam) ditujukan untuk melindungi satwa tertentu (penyu dan satwa

burung laut) di sekitar Pulau Moromaho Kecamatan Togo Binongko dengan luasan zona inti seluas 1.300 ha.

b. Kawasan Pantai Berhutan Bakau

Kawasan pantai berhutan bakau yang mempunyai fungsi perlindungan dan konservasi tersebar di Pulau Kaledupa dan sebagian Pulau Binongko.

c. Kawasan Taman Wisata Alam Laut

Kawasan taman wisata alam laut terdapat hampir di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Wakatobi. Berdasarkan surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor 149 Tahun 2007, kawasan yang diarahkan untuk daerah perlindungan laut/bahari dan taman wisata laut/bahari meliputi Karang Atol Kaledupa (Karang Kaledupa 1, 2 dan 3), Anano, Ujung Runduma, Karang Runduma, Kenteolok, Tuwutuwu, Karang Koko, Moromaho, Lentea, Darawa, Utara Kaledupa, Buranga, Lentea-Kaledupa, Karang Gurita, Matahora. Luasan Kawasan Taman Wisata Laut/perlindungan bahari adalah seluas 36.450 Ha.

d. Taman Nasional Laut Wakatobi

Kawasan Kepulauan Wakatobi dan perairan di sekitarnya seluas ± 1.390.000 Ha ditunjuk sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Menhut No. 393/Kpts-VI/1996, tanggal 30 Juli 1996 dan telah ditetapkan berdasarkan SK Menhut No. 7651/Kpts-II/2002, tanggal 19 Agustus 2002, terdiri dari 4 (empat) pulau besar (Pulau Wangi-Wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Pulau) yang terbagi menjadi 5 (lima) kecamatan dalam wilayah administratif Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara.

Taman Nasional Wakatobi (TNW) dikelola dengan sistem zonasi, yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 198/Kpts/DJVI/1997 tanggal 31 Desember 1997, terdiri

(19)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

atas: zona inti, zona pelindung, zona rehabilitasi, zona pemanfaatan, dan zona pemanfaatan tradisional. Rumusan zonasi TNW diuraikan sebagai berikut:

1. Zona Inti (Core Zone), bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas.

Zona inti yang hanya terdapat di sebagian Pulau Moromaho memiliki potensi dan keterwakilan sumberdaya penting yaitu ekosistem mangrove, habitat burung, dan pantai peneluran penyu yang mutlak dilindungi dan tertutup dari berbagai macam aktivitas manusia untuk menjaga keutuhan dan kelestarian ekosistem asli dan fungsi ekologisnya. Zona inti TNW

meliputi wilayah perairan dan sebagian daratan Pulau Moromaho seluas ± 1.300 Ha (0,09%).

2. Zona Perlindungan Bahari (No Take Zone), adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan.

Zona perlindungan bahari di TNW memiliki potensi dan keterwakilan sumberdaya penting yaitu ekosistem mangrove, daerah pemijahan ikan (SPAGS), pantai peneluran penyu, keterwakilan ekosistem karang penghalang (barrier reef), keterwakilan ekosistem karang cincin (atoll) yang harus dilindungi untuk menjaga keutuhan dan kelestarian keterwakilan ekosistem asli dan fungsi ekologisnya serta mendukung zona inti.

Zona perlindungan bahari TNW meliputi sebagian wilayah karang penghalang bagian timur Pulau Wangi-Wangi, karang Pasiroka, bagian Utara dan Timur Pulau Kaledupa, perairan bagian Selatan Pulau Lentea Utara, perairan bagian Utara Pulau Darawa, bagian Selatan Karang Tomia/Kaledupa, pantai dan perairan Pulau Anano, perairan bagian Tenggara Pulau Runduma, karang Runduma, perairan Pulau Kenteole, perairan Pulau Cowo-Cowo/Tuwu-Tuwu, karang Koko dan perairan Pulau Moromaho (di luar zona inti) seluas ± 36.450 Ha (2,62%).

3. Zona Pariwisata (Tourism Zone), adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya.

Zona pariwisata di TNW memiliki potensi dan keterwakilan sumberdaya penting yang merupakan daya tarik wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan lainnya berupa ekosistem mangrove, daerah pemijahan ikan (SPAGS), pantai pasir putih Pulau Hoga, keterwakilan ekosistem karang

(20)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

penghalang (barrier reef), keterwakilan ekosistem karang cincin (atoll) dan keterwakilan ekosistem karang tepi (fringing reef) yang harus dilindungi untuk menjaga keutuhan dan kelestarian keterwakilan ekosistem asli dan fungsi ekologisnya serta mendukung zona inti.

Zona pariwisata TNW meliputi wilayah perairan bagian Timur Pulau Wangi-Wangi (barrier reef), perairan dan pantai bagian Barat Pulau Hoga, perairan Tanjung Sombano, mangrove di pesisir Sombano-Mantigola Pulau Kaledupa, mangrove di pesisir Pulau Darawa, perairan bagian Barat Waha Pulau Tomia, perairan sekitar Pulau Tolandono Tomia (Onemobaa), dan sebagian wilayah bagian Tengah ke arah Selatan karang Koromaho, karang bagian Barat, Utara dan Selatan karang Tomia, bagian Tenggara karang Kapota, perairan bagian Utara dan Selatan Pulau Binongko serta Karang Otiolo yang merupakan lokasi di wilayah perairan Kep. Wakatobi yang selama ini telah menjadi daerah tujuan wisata serta menjadi sasaran pengembangan pariwisata Kabupaten Wakatobi seluas 6.180 Ha (0,44%).

4. Zona Pemanfaatan Lokal (Local Using Zone) adalah zona yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan terbatas secara tradisional untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat sekitarnya yang biasanya menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam laut.

Zona pemanfaatan lokal memiliki kekayaan sumberdaya alam laut berupa ikan karang, ikan pelagis dan biota laut ekonomis lainnya yang dapat dikembangkan untuk usaha perikanan karang dan perikanan tangkap laut dalam bagi masyarakat Wakatobi berdasarkan ketentuan yang berlaku. Zona pemanfaatan lokal TNW meliputi sebagian besar wilayah perairan pesisir pulau pulau di Kep. Wakatobi selain peruntukan zona lainnya dalam radius ± 4 mil dari Pulau Wangi-Wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, Pulau Binongko, Pulau Runduma, Pulau Kapota, Pulau Komponaone, Pulau Nuabalaa, Pulau Nuaponda, Pulau Matahora, Pulau Sumanga, Pulau Oroho, Pulau Ndaa dan serta sebagian besar wilayah karang Kapota, karang Kaledupa/Tomia, dan bagian Tengah ke arah Utara karang Koromaho seluas 804.000 Ha (57,84 %).

5. Zona Pemanfaatan Umum (Common Using Zone) adalah zona yang

diperuntukan bagi pengembangan dan pemanfaatan perikanan laut dalam. Zona pemanfaatan umum memiliki kekayaan sumberdaya alam laut berupa ikan ikan pelagis yang dapat dikembangkan untuk usaha perikanan tangkap laut dalam bagi masyarakat Wakatobi maupun bagi nelayan atau pengusaha perikanan dari luar Wakatobi berdasarkan ketentuan yang berlaku.

(21)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Zona pemanfaatan umum TNW meliputi sebagian besar wilayah perairan di luar radius ± 4 mil dari pulau-pulau dan gugusan terumbu karang di Wakatobi seluas 495.700 Ha (35,66 %).

6. Zona Daratan/Khusus (Land Zone) adalah wilayah daratan berupa pulau-pulau yang berpenduduk dan telah terdapat hak kepemilikan atas tanah oleh masyarakat atau kelompok masyarakat yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional dimana pengaturannya akan dilakukan lebih lanjut melalui rencana tata ruang wilayah kabupaten. Cakupan zona daratan/khusus meliputi Pulau Wangi-Wangi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, Pulau Binongko, Pulau Runduma, Pulau Anano, Pulau Kapota, Pulau Komponaone, Pulau Hoga, Pulau Lentea, Pulau Darawa, Pulau Lentea Selatan, Pulau Sawa, Pulau Kenteole, Pulau Tuwu-Tuwu, dan sebagian Pulau Moromaho seluas ± 46.370 Ha (3,34 %).

Peta Pembagian zonasi Taman Nasional Kabupaten Wakatobi sebagaimana diuraikan di atas dapat dilihat pada Gambar 11.

(22)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

e. Kawasan Cagar Budaya

Kawasan Cagar Budaya diantaranya peninggalan sejarah berupa kompleks bangunan peninggalan kerajaan yang mempunyai nilai historis yang cukup tinggi dan perlu dipertahankan keberadaannya. Lokasi kawasan ini terdapat di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Wakatobi.

2.1.7 Kawasan Perikanan dan Kelautan

Perikanan dan kelautan merupakan sektor unggulan daerah Kabupaten Wakatobi, selain pariwisata. Pengembangan kegiatan perikanan dan kelautan merupakan bagian dari visi pemerintah Kabupaten Wakatobi yang berbasis pada potensi sumberdaya wilayah kepulauan dan karakteristik wilayah serta tetap mengacu pada penetapan wilayah Kabupaten Wakatobi sebagai Taman Nasional Laut Kepulauan Wakatobi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN.

Dalam menunjang pemanfaatan dan pengendalian kegiatan sektor perikanan kelautan berdasarkan arahan pengelolaan wilayah dalam Zonasi Taman Nasional Wakatobi (Surat Keputusan Dirjen Hutan dan Konservasi Alam Nomor 149/IV-KK/2007), terdapat berbagai arahan kegiatan pengembangan budidaya perikanan dan kelautan sebagai berikut:

2.1.7.1 Kawasan Perikanan Tangkap

Kawasan perikanan tangkap ialah kawasan yang diperuntukkan bagi penangkapan ikan/perikanan dengan berbagai jenis ikan bernilai ekonomi tinggi seperti jenis ikan pelagis, ikan dasar, ikan sunu, teripang, dan gurita. Kawasan pengembangan berupa perairan laut. Kawasan perikanan di perairan laut yang menjadi kewenangan dari Pemda Kabupaten Wakatobi adalah 4 (empat) mil dari pantai yang masuk dalam zona pemanfaatan lokal dan pemanfaatan umum:

- Pemanfaatan lokal (khusus masyarakat lokal), dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kesempatan (nelayan lokal) dalam memanfaatkan sumber potensi kekayaan laut yang ada dengan sarana dan prasarana penunjang kegiatan perikanan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

(23)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

- Pemanfaatan umum, bersifat terbuka bagi masyarakat lokal dan luar. Kawasan ini seperti di perairan Pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Pulau Binongko dengan luasan zona pemanfaatan lokal (ZPL) sekitar 804.000 Ha dan zona pemanfaatan umum sekitar 495.700 Ha (ZPU).

2.1.7.2 Kawasan Budidaya Perikanan

Kawasan budidaya perikanan merupakan kawasan dengan kegiatan budidaya perikanan berupa keramba dan tambak. Setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Wakatobi ialah wilayah potensial untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan. Oleh karena itu, dalam rentang lima tahun (2012-2016), pengembangan budidaya perikanan menjadi program prioritas pemerintah daerah Kabupaten Wakatobi.

Secara umum, kawasan pengembangan budidaya perikanan berada di sepanjang area pantai pesisir pulau. Wilayah potensial untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan ialah Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kaledupa, Kaledupa Selatan, Togo Binongko, Tomia dan Tomia Tiumur.

Budidaya perikanan yang sudah berkembang diusahakan oleh masyarakat adalah jenis Rumput Laut. Produksi komoditi jenis Rumput Laut dengan luasan area lahan terbesar terdapat di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan. Selain itu, pilot project Program Bajo berupa Rumah Budidaya yang dikembangkan oleh COREMAP II di Desa Mola Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, Samabahari Kecamatan Kaledupa, dan Lamanggau Kecamatan Tomia, telah berhasil dalam budidaya ikan kerapu, bobara, dan jenis ikan lainnya.

2.1.7.3 Hasil Perikanan dan Dukungan Infrastruktur

Luas wilayah perairan laut Kabupaten Wakatobi mencapai sekitar 97% (18.377 km2) dari luas total keseluruhan kabupaten. Jenis/species ikan yang terdapat di perairan lautnya tidak kurang dari 942 jenis ikan. Namun potensi perikanan laut tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan teknologi alat tangkap maupun perahu yang digunakan oleh para nelayan lokal Kabupaten Wakatobi. Produksi perikanan tangkap dan budidaya tahun 2008 dan 2010 disajikan pada Gambar 12.

(24)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Gambar 12. Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Kabupaten Wakatobi Tahun 2008 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Wakatobi Tahun, 2009) dan 2010 (BPS Kab. Wakatobi, 2011).

Pada Gambar 12 tampak bahwa produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan yaitu dari 3.932,7 ton pada tahun 2008 menjadi 5.952,5 ton pada tahun 2010, sebaliknya dengan terjadi pada produksi perikanan budidaya (rumput laut) menurun dari 10.917,3 ton tahun 2008 menjadi 927,2 ton pada tahun 2010. Tampak pula bahwa pada tahun 2008, proporsi produksi perikanan tangkap lebih rendah dibanding budidaya, kejadian sebaliknya pada tahun 2010. Hasil perikanan laut, termasuk hasil budidaya rumput laut menurut kecamatan di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Laut Kabupaten Wakatobi Tahun 2008

No. Kecamatan

Hasil Laut (Ton) Persen- tase (%) Ikan Pelagis Ikan Dasar Ikan Sunu Teri- pang Gurita Rumput Laut Jumlah 1 Binongko/Togo Binongko 884.4 85.7 - 3.8 - 225.0 1,198.9 8.1 2 Tomia 226.2 281.8 16.7 8.7 9.3 1,478.7 2,021.4 13.6 3 Tomia Timur 210.0 236.5 6.9 7.3 11.9 2,163.7 2,636.3 17.8 4 Kaledupa 256.2 166.8 16.7 5.2 7.4 2,702.9 3,155.2 21.2 5 Kaledupa Selatan 222.0 205.1 15.0 7.4 12.6 2,932.2 3,394.3 22.9 6 Wangi-Wangi 175.2 201.2 20.1 8.4 4.2 - 409.1 2.8 7 Wangi-Wangi Selatan 296.8 289.0 15.9 8.8 9.5 1,414.8 2,034.8 13.7 Jumlah 2,270.8 1,466.1 91.3 49.6 54.9 10,917.3 14,850.0 100.00

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Wakatobi Tahun 2009.

3932,7 5952,5 10917,3 927,2 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 th 2008 th 2010 Pr o d u ksi ( to n ) Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya

(25)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Berdasarkan Tabel 8, hasil laut yang paling banyak adalah rumput laut (agar-agar) yaitu mencapai 10.917,3 ton. Kecamatan dengan hasil laut tertinggi ialah Kecamatan Kaledupa yaitu 3.394,3 ton yang sebagian besar berasal dari rumput laut mencapai 2.932,2 ton, sedangkan kecamatan dengan hasil laut terendah ialah Kecamatan Wangi. Peran dan fungsi Kecamatan Wangi-Wangi sebagai ibukota kabupaten menyebabkan jenis mata pencaharian/ pekerjaan masyarakatnya cukup beragam, selain nelayan dan pedagang juga terdapat PNS, pengusaha, petani dan lain-lain. Perbedaan volume produksi hasil laut di Kabupaten Wakatobi menurut jenis komoditi dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Grafik Hasil Laut Kabupaten Wakatobi Tahun 2008.

Gambar 13 menunjukkan bahwa persentase hasil laut antara bulan yang satu dengan bulan lainnya bervariasi. Hal ini terkait dengan musim angin kencang dan gelombang besar di laut sehingga mengurangi intensitas melaut dari nelayan. Hasil laut Kabupaten Wakatobi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Laut Kabupaten Wakatobi Menurut Bulan Tahun 2008

No Bulan

Jenis Hasil Laut (Ton)

Persentase (%) Ikan Pelagis Ikan Dasar Ikan Sunu Teri- pang Gurita Rumput Laut Jumlah 1 Januari 123.0 128.5 6.5 3.2 4.3 923.4 1,189.0 8.0 2 Februari 188.4 119.5 6.3 3.4 4.8 914.5 1,236.8 8.3 3 Maret 204.4 121.5 6.7 3.4 4.7 954.0 1,294.7 8.7 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 Ikan

Pelagis DasarIkan Ikan

Sunu Teripang Gurita

Rumput Laut 2270,8 1466,1 91,3 49,6 54,9 10917,3

(26)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

No Bulan

Jenis Hasil Laut (Ton)

Persentase (%) Ikan Pelagis Ikan Dasar Ikan Sunu Teri- pang Gurita Rumput Laut Jumlah 4 April 210.0 120.8 7.2 4.2 4.4 965.7 1,312.3 8.8 5 Mei 216.6 126.3 7.1 4.5 4.6 881.6 1,240.7 8.4 6 Juni 212.4 124.0 7.1 4.3 4.4 878.0 1,230.2 8.3 7 Juli 169.2 109.7 6.3 4.0 4.1 868.5 1,161.8 7.8 8 Agustus 180.0 113.5 6.7 3.8 4.0 870.3 1,178.3 7.9 9 September 193.8 117.8 7.0 4.7 4.8 894.6 1,222.7 8.2 10 Oktober 199.8 124.6 7.4 4.8 5.1 926.1 1,267.8 8.5 11 November 207.0 134.4 15.7 5.2 5.4 943.3 1,311.1 8.8 12 Desember 166.2 125.3 7.4 3.9 4.6 897.3 1,204.6 8.1 Jumlah 2,270.8 1,465.9 91.3 49.6 54.9 10,917.3 14,849.8 100.0

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Wakatobi Tahun 2009.

Pada Tabel 9 tampak pada bulan Juli – Agustus dengan persentase hasil laut lebih rendah yakni sekitar 7 persen. Pada bulan tersebut angin bertiup kencang sehingga sebagian nelayan memutuskan untuk tidak melaut.

Pengembangan kegiatan perikanan dan kelautan sebagai leading sector daerah, akan didukung dengan pengembangan infrastruktur perikanan, diantaranya ialah pengembangan Tempat Pendaratan Ikan (TPI), Pelabuhan Perikanan Nusantara, Cold Storage, dan Kampung Nelayan. Tempat Pendaratan Ikan direncanakan di Kecamatan Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Pelabuhan Perikanan Nusantara direncanakan di Pulau Binongko, sedangkan Cold Storage direncanakan berada di setiap kecamatan. Disamping itu, juga direncanakan pembangunan/rehabilitasi pemukiman nelayan pada setiap pulau. Rencana pengembangan fasilitas/infrastruktur sektor perikanan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rencana Pengembangan Fasilitas/Infrastruktur Sektor Perikanan Kelautan di Kabupaten Wakatobi

No Kepulauan Kecamatan Fasilitas/Infrastruktur

1 Wangi-Wangi Wangi-Wangi - TPI

- Cold Storage - Marina

- Kampung Nelayan Wangi-Wangi Selatan - Cold Storage

- Marina

- Kampung Nelayan

(27)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

No Kepulauan Kecamatan Fasilitas/Infrastruktur

- Cold Storage - Marina

- Kampung Nelayan Kaledupa Selatan - Cold Storage

- Marina

- Kampung Nelayan

3 Tomia Tomia - TPI

- Cold Storage - Marina

- Kampung Nelayan Tomia Timur - Cold Storage

- Marina

- Kampung Nelayan 4 Binongko Binongko dan Togo

Binongko

- Pelabuhan Nusantara Perikanan - TPI

- Cold Storage - Marina

- Kampung Nelayan

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi.

Pengembangan perikanan kedepan diarahkan pada dukungan kelengkapan sarana dan prasarana pendukung perikanan seperti dermaga, pabrik es, tempat pelelangan ikan, balai benih, pusat BBM, bank/koperasi perikanan dan ketersediaan sarana dan prasarana perikanan lainnya. Pembangunan industri pengolahan hasil perikanan seperti industri Pengolahan Rumput Laut di Kaledupa Selatan dan industri tepung ikan atau pengalengan merupakan bagian dari perencanaan pengembangan perikanan. Sentra perikanan layak dikembangkan di Pulau Kaledupa (khususnya di Kecamatan Kaledupa Selatan) dan di Pulau Binongko.

Perikanan budidaya sebagai program prioritas sektor perikanan kurun waktu tahun 2012 – 2016, ditujukan untuk: (1) Meningkatkan produksi perikanan tangkap maupun budidaya dan pendayagunaan investasi; (2) Meningkatakan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; (3) Meningkatkan pendapatan masyarakat; (4) Meningkatkan kesempatan kerja; (5) Meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam; dan (6) Mengembangkan dan memperluas pemasaran hasil/ produk laut, terutama untuk eksport.

(28)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

2.1.7.4 Terumbu Karang

Kabupaten Wakatobi yang terletak di pusat segitiga karang dunia (World Coral Triangle Center) memiliki jenis/species terumbu karang terbanyak di dunia yaitu mencapai 750 species dari total 850 species yang ada di dunia atau mencapai 88%, sebagai bahan perbandingan adalah jumlah jenis species terumbu karang di Selat Karibia yang hanya mencapai 50 species dan Laut Merah mencapai 300 species. Data tersebut mengindikasikan bahwa Kepulauan/Kabupaten Wakatobi ialah tempat yang terbaik dunia bagi tujuan menyelam (diving).

Berdasarkan data BTNW-TNC/WWF Tahun 2006, terdapat 11 sumberdaya penting yang perlu dikelola sebagai modal pembangunan Kabupaten Wakatobi yakni: (1) Terumbu Karang Cincin (atoll reef), (2) Terumbu Karang Tepi (fringing reef), (3) Terumbu Karang Penghalang (barrier reef), (4) Gosong Karang (patch reef), (5) Bakau (mangrove), (6) Daerah pemijahan ikan (SPAGs), (7) Padang Lamun (Seagrass), (8) Daerah upwelling, (9) Tempat bertelur burung pantai, (10) Daerah terlihatnya paus dan lumba-lumba (cetacean) dan (11) Pantai Peneluran Penyu.

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa terumbu karang menjadi bagian dari 11 sumberdaya penting yang ada di Kabupaten Wakatobi (yaitu berjumlah 4 sumberdaya yang merupakan bagian dari terumbu karang).

2.1.8 Kawasan Peruntukan Industri

Kawasan industri merupakan areal yang diperuntukan bagi kegiatan industri, berupa tempat pemusatan kegiatan industri yang bersifat non polutif (tanpa dan minim polusi). Kriteria yang dipakai dalam menetapkan kawasan Industri ialah: a) Kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi industri[ b) Tersedia sumber bahan baku; c) Tersedia sistem pengolahan dan pembuangan limbah; d) Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan sosial setempat; dan e) Tidak terdapat dalam kawasan yang dilindungi.

Jenis kegiatan industri yang rencananya di kembangkan ialah industri kecil. Pengembangan kegiatan industri di Kabupaten Wakatobi secara umum

(29)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

berbasis pada pemanfaatan sumberdaya manusia (keahlian) setempat dan ketersediaan sumber bahan baku. Industri mikro (kerajinan besi) oleh penduduk di Kecamatan Togo Binongko akan terus dibina dan dikembangkan. Mengingat produksi rumput laut cukup besar, maka industri pengolahan rumput laut menjadi prioritas pemerintah dan direncanakan dibangun di Kaledupa Selatan dengan sumber bahan baku setempat dan pulau-pulai lainnya di Wakatobi serta Bau-Bau, Buton, dan Buton Utara.

2.1.9 Kawasan Peruntukan Pariwisata

Sektor unggulan wilayah Kabupaten Wakatobi selain perikanan dan kelautan ialah sektor Pariwisata berbasis wisata alam (bahari). Pengembangan kegiatan pariwisata merupakan bagian visi Kabupaten Wakatobi yang berbasis potensi sumberdaya wilayah kepulauan dan karakteristik wilayah.

Jenis kegiatan pariwisata yang dapat dikembangkan di Kabupaten Wakatobi adalah pariwisata laut/bahari berupa panorama pantai dan laut, potensi terumbu karang, ombak untuk olah raga air serta dinamika kehidupan nelayan, wisata alam (panorama pegunungan, goa-goa bawah tanah), wisata seni dan budaya dan wisata buatan lainnya.

Rencana pengembangan kegiatan pariwisata untuk Wilayah Kabupaten Wakatobi tidak terlepas dari rencana yang saat ini telah disusun dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Wakatobi dan rencana Zonasi Laut Kabupaten Wakatobi.

1. Pariwisata alam di wilayah Kabupaten Wakatobi terbagi atas pariwisata laut/bahari dan pariwisata pegunungan/daratan. Potensi pariwisata pantai dan panorama laut diprioritaskan pengembangannya di Pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Untuk pengembangan kegiatan Ecowisata Terpadu, alokasi ruang pengembangannya di Pulau Tomia.

a. Kegiatan pariwisata laut/bahari (panorama laut, bawah laut dan pantai) dikembangkan di Kecamatan Wangi-wangi dan Wangi-wangi Selatan, Kecamatan Kaledupa dan Kaledupa Selatan, Kecamatan Tomia Timur, dan Kecamatan Togo Binongko.

(30)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

b. Kegiatan pariwisata pegunungan/hutan (panorama perbukitan/hutan, goa-goa alam dan hutan bakau) di kembangkan di Kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi-Wangi-Wangi Selatan, Kecamatan Kaledupa dan Kaledupa Selatan, Kecamatan Tomia dan Tomia Timur, Kecamatan Binongko dan Kecamatan Togo Binongko.

2. Pariwisata budaya (seni dan budaya masyarakat Kabupaten Wakatobi) diantaranya atraksi seni budaya tari, upacara adat, situs peninggalan sejarah (benteng, makam, mesjid tua dan objek peninggalan sejarah lainnya), perkampungan tradisional, seni kerajinan. Kegiatan tersebar di wilayah di Kecamatan Wangi-wangi dan Wangi-wangi Selatan, Kecamatan Kaledupa dan Kaledupa Selatan, Kecamatan Tomia Timur, Kecamatan Binongko dan Kecamatan Togo Binongko.

3. Pengembangan kegiatan pariwisata merupakan potensi objek yang dirancang dan dibangun seperti pusat penelitian kelautan, pusat kebudayaan, museum, taman rekreasi, tempat olahraga dan lainnya. Pengembangan kegiatan wisata buatan tersebar di wilayah Kecamatan Wangi-wangi dan Wangi-wangi Selatan, Kecamatan Kaledupa dan Kaledupa Selatan, Kecamatan Tomia dan Kecamatan Tomia Timur, Kecamatan Binongko dan Kecamatan Togo Binongko.

Potensi pengembangan kawasan ekowisata dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 11. Potensi Kawasan Wisata dan Luas Lahan Pengembangannya di

Kabupaten Wakatobi

No Kawasan Pariwisata Luas (Ha) Lokasi

1 Matahora 3.500 Kecamatan wangi dan Wangi-wangi Selatan

2 Hoga 1.000 Kecamatan Kaledupa

3 Peropa 1.000 Kecamatan Kaledupa Selatan

4 Huntete 1.100 Kecamatan Tomia Timur

5 Tolandono 360 Kecamatan Tomia

6 Palahidu 2.250 Kecamatan Binongko dan Togo Binongko

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi.

Program pengembangan kawasan wisata Wakatobi adalah:

a. Mengembangkan dan membangun kawasan pariwisata bahari terpadu di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Wakatobi, dengan mengikutsertakan

(31)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

masyarakat setempat, pemanfaatan potensi yang tersedia seperti pembuatan barang souvenir.

b. Membangun dan pengembangkan kawasan wisata bahari secara profesional, dengan tetap memperhatikan kearifan lokal yang ada.

c. Mengembangkan dan meningkatan sarana penginapan berupa resort yang saat ini telah tersedia, untuk menunjang wisata seperti di Wanci (Pulau Wangi-Wangi), Pulau Hoga dan Pulau Kaledupa, Pulau Tolandono di Kecamatan Tomia.

d. Mengembangkan sarana dan prasarana penunjang sektor pariwisata (wisata buatan).

e. Mengembangan kegiatan kebudayaan masyarakat Kepulauan Wakatobi f. Mempertahankan situs-situs sejarah seperti makam, benteng, rumah ibadah. g. Penetapkan kalender wisata tahunan dengan memanfaatkan event-event

acara laut, dan gelar budaya lainya.

Konsep wisata yang dikembangkan adalah wisata bahari dan wisata alam dengan semangat „back to nature‟ dengan memperkuat visi Kabupaten Wakatobi ”Terwujudnya Surga Nyata Bawah Laut di Pusat Segitiga Karang Dunia”. Dengan demikian, pengelolaan kawasan wisata turut menjaga keseimbangan ekosistem darat dan laut Wakatobi. Menjaga kelestarian lingkungan berbasis wisata akan dapat mendatangkan devisa bagi Kabupaten Wakatobi. Adapun potensi pengembangan obyek wisata dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Potensi Pengembangan Obyek Wisata di Kabupaten Wakatobi

No Kegiatan Kepulauan Kecamatan Infrastruktur Fasilitas/

1. Pengembangan

Kegiatan Kebudayaan Wangi-Wangi Wangi-Wangi - Cultural Center

Kaledupa Kaledupa - Cultural Center - Tm. Miniatur Wakatobi Tomia Tomia - Cultural Center Binongko Binongko - Cultural Center

2. Pengembangan Wisata Buatan

Wangi-Wangi Wangi-Wangi - Golf Course

- Stasiun Pengawas Taman Laut

- Stasiun Penjaga Pantai - Sistem Transport. Wisata - Dermaga Wisata

(32)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

No Kegiatan Kepulauan Kecamatan Infrastruktur Fasilitas/

- Marina - Hotel Wangi-Wangi

Selatan

- Golf Course

- Stasiun Pengawas Taman Laut

- Stasiun Penjaga Pantai - Sistem Trasport. Wisata - Dermaga Wisata - Marina

- Hotel

Kaledupa Kaledupa - Stasiun Pengawas Taman laut

- Stasiun Penjaga Pantai - Sistem Trasport. Wisata - Dermaga Wisata - Marina

- Hotel

Kaledupa Selatan - Stasiun Pengawas taman laut

- Stasiun Penjaga Pantai - Sistem Transport Wisata - Dermaga Wisata - Marina

- Hotel Tomia Tomia - Golf Course

- Stasiun Pengawas taman laut

- Stasiun Penjaga Pantai - Sistem Transpor Wisata - Dermaga Wisata - Marina

- Hotel Tomia Timur - Golf Course

- Stasiun Pengawas Taman Laut

- Stasiun Penjaga Pantai - Sistem Trasport. Wisata - Dermaga Wisata - Marina

- Hotel

Binongko Binongko - Stasiun Pengawas Taman Laut - Stasiun Penjaga Pantai - Sistem Transpor Wisata

3. Pengembangan

Ecotourism Wangi-Wangi Wangi-Wangi - Kaw.Obyek wisata alam - Kampung Wisata

Wangi-Wangi Selatan

- Kaw.Obyek wisata alam - Kampung Wisata

(33)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

No Kegiatan Kepulauan Kecamatan Infrastruktur Fasilitas/

Kaledupa

Kaledupa - Kaw.Obyek wisata alam - Kampung Wisata Kaledupa Selatan - Kaw.Obyek wisata alam

- Kampung Wisata Tomia

Tomia - Kaw.Obyek wisata alam - Kampung Wisata Tomia Timur - Kaw.Obyek wisata alam

- Kampung Wisata Binongko Binongko - Kaw.Obyek wisata alam

- Kampung Wisata

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi. 2.1.10 Wilayah Rawan Bencana

Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi manusia dan kegiatannya yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia itu sendiri. Kawasan rawan bencana alam ialah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi mengalami bencana alam seperti rawan gelombang pasang (tsunami), gelombang laut berbahaya, erosi pantai dan angin puting beliung. Jenis potensi bencana tersebut seringkali terjadi di Kabupaten Wakatobi selama ini.

Potensi bencana gelombang untuk Kabupaten Wakatobi

sewaktu-waktu dapat terjadi sepanjang daerah pesisir pantai di wilayah Pulau Wangi-Wangi yaitu pesisir Wanci, Pongo, Wandoka, Waha, Waelumu, Patuno, Waetuno, Sousu, Mandati, Mola, Kapota, dan Liya; di Pulau Kaledupa yaitu pesisir Ambeua, Sampela, Laulua, Buranga, Waduri, Sombano, Peropa, Horou, dan Mantigola, Langge, Tanjung dan Tanomeha; di Pulau Tomia yaitu pesisir Waha, Onemay, Lamanggau dan Bahari; dan di Pulau Binongko yaitu Runduma.

Kabupaten Wakatobi yang diapit oleh perairan Laut Banda dan Laut Flores berpotensi besar terjadinya gelombang laut berbahaya, pada umumnya pada saat musim ekstrim yakni musim barat dan musim timur. Umumnya wilayah yang berpotensi ekstrim tersebut ialah di bagian sebelah barat Kabupaten Wakatobi bersamaan dengan hembusan musim angin barat yakni antara Bulan Desember dan Pebruari dan di bagian sebelah timur saat musim

(34)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

angin timur yakni antara Bulan Juni dan Agustus. Salah satu titik yang diwaspadai oleh pengaruh gelombang laut berbahaya musim barat ialah di sebelah barat Pulau Kapota, sebelah barat Pulau Kaledupa dan Tomia serta di sebelah selatan Pulau Binongko. Sementara pada saat musim timur ialah di sebelah utara laut Pulau Wangi-Wangi, selat antara Pulau Komponuone dan Pulau Kaledupa, selat antara Pulau Tomia dan Pulau Kaledupa, dan seluruh perairan timur Pulau Tomia dan Pulau Binongko.

Potensi bencana erosi pantai dan atau pengikisan sebagian dari volume pasir, juga menjadi ancaman di Kabupaten Wakatobi. Erosi pantai

merupakan pengurangan daratan atau mundurnya garis pantai, baik yang disebabkan oleh pengaruh alam dan/atau karena akibat dari penambangan pasir oleh manusia. Pengamatan lapangan menemukan bahwa disebagian besar pantai pasir di Kabupaten Wakatobi sudah mulai diambang kekhawatiran, yakni mulai dari Pantai Matahora, Longa, Patuno, Waha, Wandoka, Kapota, Numana, dan Liya Mawi sudah mulai tergerus oleh tekanan penambangan pasir oleh penduduk yang cukup tinggi. Hal yang sama juga terjadi di Pantai Sombano Kecamatan Kaledupa dan sepanjang pantai Desa Peropa, pantai Desa Kaswari Kecamatan Kaledupa Selatan. Penambangan pasir yang berpotensi menghilangkan pulau adalah yang terjadi di Pulau Sawa dan Pulau Anano, Pulau Runduma, Pulau Kenteolo Kecamatan Tomia dan yang berpotensi terjadinya abrasi pantai adalah penambangan pasir di pantai Desa Soha, Desa Waitii, Desa Kulati, dan Desa Dete.

Potensi ancaman angin puting beliung, di Kabupaten Wakatobi

seringkali terjadi bersamaan dengan datangnya musim angin barat yakni sekitar bulan Agustus hingga Februari setiap tahun. Data menunjukkan bahwa bencana angin kencang/puting beliung, terjadi sekitar bulan Agustus 2010, di Desa Numana dan Bulan Januari di Desa Mola Nelayan Bakti yang mana mengakibatkan sekitar 3 dan 6 buah rumah di tepi pantai mengalami kerusakan parah.

2.1.2 Demografi

2.1.2.1 Jumlah Penduduk

Pada tahun 2006, jumlah penduduk di Kabupaten Wakatobi tercatat sebanyak 91.772 jiwa dan pada tahun 2010 mencapai 92.995 jiwa (Gambar

(35)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

14). Dengan demikian, maka laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Wakatobi periode tahun 2006-2009 rata-rata sekitar 0,33 persen per tahun.

Kepadatan penduduk pada tahun 2006 sekitar 111 jiwa/km2 meningkat menjadi 113 jiwa/km2 tahun 2010. Kepadatan penduduk tertinggi pada tahun 2006 terdapat di Kecamatan Kaledupa yaitu sekitar 209 jiwa/km2 meningkat menjadi 219 jiwa/km2 tahun 2010. Sedangkan kepadatan penduduk yang terendah pada tahun 2006 adalah di Kecamatan Wangi-Wangi yakni 89 jiwa/km2. Pada tahun 2010, Kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Togo Binongko sekitar 75 jiwa/km2.

Gambar 14. Jumlah Penduduk Kabupaten Wakatobi Tahun 2006 dan 2010 (BPS Kabupaten Wakatobi, 2007 dan 2011).

Migrasi penduduk ke ibukota kabupaten (Wangi-Wangi) ialah fenomena yang sudah terasa seiring dengan dinamika pembangunan dan tuntutan pekerjaan. Hal ini dapat ditekan antara lain dengan terbukanya lapangan pekerjaan yang akan dikembangkan pada setiap kecamatan sesuai potensinya.

2.1.2.2 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Pada tahun 2006, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 44.253 jiwa dan perempuan sebanyak 47.520 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 93. Artinya, jumlah penduduk perempuan 7 persen lebih banyak dibanding laki-laki.

91000 91500 92000 92500 93000 Th 2006 Th 2010 91772 92995 Ju m lah Pe n d u d u k (ji wa)

(36)

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Pada tahun 2010, jumlah penduduk laki-laki meningkat menjadi 44.640 jiwa dan perempuan sebanyak 48.355 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 92 atau penduduk perempuan 8 persen lebih banyak dibanding laki-laki. Kondisi ini akan berimplikasi pada jenis pekerjaan dan kesempatan kerja perempuan.

2.1.2.3 Komposisi Penduduk Menurut Struktur Usia

Pada tahun 2006, penduduk berusia muda atau yang berumur 15 tahun ke bawah di Kabupaten Wakatobi mencapai 29.647 jiwa atau sekitar 32,30 persen dari total jumlah penduduk. Persentase jumlah penduduk berusia 15 tahun kebawah cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 misalnya, jumlah penduduk berusia 15 tahun ke bawah sebanyak 31.893 jiwa atau sebesar 34,30 persen. Kondisi tersebut, berimplikasi terhadap besarnya angka beban tanggungan pada tahun 2010 yang mencapai 69,34 persen yang merupakan perbandingan angka antara banyaknya penduduk yang tidak produktif (umur dibawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan banyaknya penduduk yang produktif yakni penduduk yang berusia antara 15-64 tahun. Angka tersebut menunjukan bahwa setiap 100 orang produktif menanggung 69 orang tidak produktif.

2.1.2.4 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

Pada tahun 2006, jumlah penduduk di Kabupaten Wakatobi yang tergolong usia kerja (umur 15 tahun ke atas) sebanyak 62.123 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 28.900 jiwa atau 46,52 persen dan perempuan sebanyak 33.223 jiwa atau 53,48 persen. Dari jumlah tersebut, terdapat angkatan kerja sebanyak 44.435 orang terdiri dari yang bekerja 40.525 jiwa atau 65,23 persen terhadap penduduk usia kerja dan pengangguran terbuka (rasio pencari kerja terhadap angkatan kerja) sebanyak 8,80 persen. Sedangkan penduduk yang bukan angkatan kerja sebanyak 17.688 jiwa atau 28,47 persen dari usia kerja yang terdiri dari sekolah 17.420 orang atau 9,08 persen, mengurus rumah tangga 10.433 orang atau sebesar 16,78 persen dan kegiatan lainnya sebesar 1.613 jiwa atau 2,60 persen.

Gambar

Tabel 1.  Luas Wilayah Kabupaten Wakatobi Menurut Kecamatan
Gambar 3. Letak Geografis Kabupaten Wakatobi.
Gambar 4.          Posisi Wakatobi Dalam Pusat Segi Tiga Karang Dunia
Tabel 2.  Sumber  Air  dan  Kapasitas  Produksi  Air  Kabupaten  Wakatobi  Tahun  2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sets the speed for movement of vertical servos. All vertical servo moves use this speed. LF sets the front value, i.e. the pulse width to move the leg to the maximum forward

Problem Based Learning & Inquiry (PBL) 3 x 50 menit Tugas 1 : Melakukan pelatihan pengenalan fungsi OR dan NOR dengan model jaringan McCulloch-Piits Kriteria Penilaian :

Andaikan meja tersebut adalah kerak Bumi dengan nilai limit elastisitas 3 × 10 8 N/m 2 , maka kita dapat memperkirakan tinggi maksimum “benda” yang berada di atasnya (gunung),

Bagaimana karakteristik RPP, LKS, alat peraga fisika, penilaian kognitif dan penilaian psikomotorik yang sesuai dengan karakter model pembelajaran Cooperative

Begitu pula dalam pemberitaan Rapublika mengenai kasus Ba’asyir ini, framing dipakai sebagai cara untuk mengetaui perspektif atau cara pandang awak redaktur Harian Republika

Berdasarkan penjelasan tersebut, beberapa hal yang melatarbelakangi perlu dikembangkan sarana teknologi informasi diantaranya adalah adanya sistem aplikasi yang dapat

Shift pagi dan sore : Klien memerlukan istirahat karena kondisi fisiknya (misalnya malam sebelumnya tidak tidur) tetapi klien tidak mampu istirahat kecuali