• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN KEPALA

BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN

NOMOR : KEP-03/BAPEDAL/09/1995

TENTANG

PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN

LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang :

a. bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun telah diatur ketentuan mengenai Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu ditetapkan

Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3551) yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3595);

4. Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA

(2)

TENTANG

PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Pasal 1

Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun.

Pasal 2

Persyaratan pengolahan limbah B3 meliputi persyaratan: a. Lokasi pengolahan limbah B3;

b. Fasilitas pengolahan limbah B3;

c. Penanganan limbah B3 sebelulm diolah; d. Pengolahan limbah B3;

e. Hasil pengolahan limbah B3.

Pasal 3

Persyaratan teknis pengolahan limbah B3 meliputi: a. fisika dan kimia;

b. atabilisasi/solidifikasi; c. insinerasi.

Pasal 4

Ketentuan pengolahan dan persyaratan teknis pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini.

Pasal 5

Setiap penanggungjawab kegiatan pengolah limbah B3 yang berhubungan langsung dengan pengolahan limbah B3 wajib:

a. mempunyai latar belakang pendidikan tentang pengelolaan limbah B3; atau

b. pernah mengikuti pelatihan pengelolaan limbah B3;

Pasal 6

Setiap karyawan/operator yang langsung berhubungan dengan unit operasi pengolahan limbah B3 wajib mengikuti pelatihan pengelolaan limbah B3;

Pasal 7

Pengolah limbah B3 wajib membuat dan menyampaikan laporan tentang pengolahan limbah B3 secara berkala sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) bulan sekali kepada Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan tembusan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, tentang:

(3)

a. Jenis, karakteristik, jumlah timbulan limbah B3 dan waktu diterimanya limbah B3;

b. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu limbah B3 yang diolah;

c. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu timbulan limbah B3 (cair dan/atau padat) hasil pengolahan;

d. Jenis, karakteristik, jumlah, dan waktu limbah B3 yang ditimbun (landfill);

Pasal 8

Setiap pengolah limbah B3 wajib melakukan pemantauan terhadap baku mutu limbah yang dihasilkan dari kegiatan yang dilakukan.

Pasal 9

Hasil pemantauan terhadap baku mutu limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib dilaporkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan tembusan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.

Pasal 10

Persyaratan teknis pengolahan yang belum diatur dalam keputusan ini akan diatur kemudian.

Pasal 11

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan : di Jakarta

Pada tanggal : 5 September 1995 Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

Sarwono Kusumaatmadja

(4)

LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN

NOMOR : KEP-03/BAPEDAL/09/1995 PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

1. PENDAHULUAN

Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah b3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika dan kimia, stabilisasi/solidifikasi, dan insinerasi.

Proses pengolahan secara fisika dan kimia bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah B3 dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak berbahaya. Proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi bertujuan untuk mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat B3 agar pergerakan senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi dan membentuk massa monolit dengan struktur yang kekar. Sedangkan proses pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak mengandung B3.

Pemilihan proses pengolahan limbah B3, teknologi dan penerapannya didasarkan atas evaluasi kriteria yang menyangkut kinerja, keluwesan, kehandalan, keamanan, operasi dari teknologi yang digunakan, dan pertimbangan lingkungan. Timbulan limbah B3 yang sudah tidak dapat diolah atau dimanfaatkan lagi harus ditimbun pada lokasi penimbunan (landfill) yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

2. PERSYARATAN PENGOLAHAN LIMBAH B3

1. Persyaratan Lokasi Pengolahan Limbah B3

Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah B3 atau di luar penghasil limbah B3. Untuk pengolahan di dalam lokasi penghasil, lokasi pengolahan disyaratkan :

a. Merupakan daerah bebas banjir, dan

b. Jarak antara lokasi pengolahan dan lokasi fasilitas umum minimum 50 meter.

Persyaratan lokasi pengolahan limbah B3 di luar lokasi penghasil adalah :

(5)

b. Pada jarak paling dekat 150 meter dari jalan utama/jalan tol dan 50 meter untuk jalan lainnya;

c. Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan pendidikan; d. Pada jarak paling dekat 300 meter dari garis pasang naik laut,

sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air dan sumur penduduk;

e. Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah yang dilindungi (cagar alam, hutan lindung dan lain-lainnya).

2. Persyaratan Fasilitas Pengolahan Limbah B3

Dalam pengoperasian fasilitas pengolahan limbah B3 harus menerapkan sistem operasi yang meliputi :

a. Sistem Keamanan Fasilitas

Sistem keamanan yang diterapkan dalam pengoperasian fasilitas pengolahan limbah B3 sekurang-kurangnya harus : 1. Memiliki sistem penjagaan 24 jam yang memantau,

mengawasi dan mencegah orang yang tidak berkepentingan masuk ke lokasi;

2. Mempunyai pagar pengaman atau penghalang lain yang memadai dan suatu sistem untuk mengawasi keluar masuk orang dan kendaraan melalui pintu gerbang maupun jalan masuk lain;

3. Mempunyai tanda yang mudah terlihat dari jarak 10 meter dengan tulisan "Berbahaya" yang dipasang pada unit/bangunan pengolahan dan penyimpanan, serta tanda

"Yang Tidak Berkepentingan Dilarang Masuk" yang ditempatkan di setiap pintu masuk ke dalam fasilitas dan pada setiap jarak 100 meter di sekeliling lokasi;

4. Mempunyai penerangan yang memadai di sekitar lokasi. b. Sistem Pencegahan Terhadap Kebakaran

Untuk mencegah terjadi kebakaran atau hal lain yang tak terduga di fasilitas pengolahan, maka sekurang-kurangnya harus:

1. Memasang sistem arde (Electrical Spark Grounding)

2. Memasang tanda peringatan, yang jelas terlihat dari jarak 10 meter, dengan tulisan

"Awas Berbahaya", "Limbah B3 (Mudah terbakar, ...., dll.) Dilarang keras menyalakan api atau merokok !"

(6)

3. Memasang peralatan pendeteksi bahaya kebakaran yang bekerja secara otomatis selama 24 jam terus menerus, berupa :

(a) Alat deteksi peka asap (smoke sensing alarm), dan (b) Alat deteksi peka panas (heat sensing alarm);

2. Tersedianya sistem pemadam kebakaran yang berupa : (a) Sistem permanen dan otomatis, dengan menggunakan

bahan pemadam air, busa, gas atau bahan kimia kering, dengan jumlah dan mutu sesuai kebutuhan;

(b) Pemadam kebakaran portable dengan kapasitas minimum 10 kg untuk setiap 100 m2 dalam ruangan;

3. Menata jarak atau lorong antara kontainer-kontainer yang berisi limbah B3 minimum 60 cm sehingga tidak mengganggu gerakan orang, peralatan pemadam kebakaran, peralatan pengendali/pencegah tumpahan limbah, dan peralatan untuk menghilangkan kontaminasi ke semua arah di dalam lokasi;

4. Menata jarak antara bangunan-bangunan yang memadai sehingga mobil pemadam kebakaran mempunyai akses menuju lokasi kebakaran.

c. Sistem Pencegahan Tumpahan Limbah

1. Fasilitas pengolahan limbah B3 harus mempunyai rencana, dokumen dan petunjuk teknis operasi pencegahan limpahan limbah B3 yang meliputi :

(a) Pemeriksaan mingguan terhadap fasilitas pengolahan, dan

(b) Sistem tanda bahaya peringatan dini yang bekerja selama 24 jam dan yang akan memberi tanda bahaya sebelum terjadi tumpahan/luapan limbah (level control); 2. Pengawas harus dapat mengidentifikasi setiap kelainan yang

terjadi, seperti malfungsi, kerusakan, kelalaian operator, kebocoran atau tumpahan yang dapat menyebabkan terlepasnya limbah dari fasilitas pengolahan ke lingkungan. Program ini juga harus menyangkut mekanisme tanggap darurat;

3. Penggunaan bahan penyerap (absorbent) yang sesuai dengan jenis dan karakteristik tumpahan limbah B3.

d. Sistem Penanggulangan Keadaan Darurat

Fasilitas pengolahan limbah B3 harus mempunyai sistem untuk mengatasi keadaan darurat yang mungkin terjadi. Persyaratan minimum untuk sistem tanggap darurat antara lain :

(7)

1. Ada koordinator penaggulangan keadaan darurat, yang bertanggung jawab melaksanakan tindakan-tindakan yang sesuai dengan prosedur penanganan kondisi darurat yang terjadi;

2. Jaringan komunikasi atau pemberitahuan kepada : (a) Tim penanggulangan keadaan darurat,

(b) Dinas pemadam kebakaran, (c) Pihak kepolisian,

(d) Ambulans dan pelayanan kesehatan,

(e) Sekolah, rumah sakit dan penduduk setempat, (f) Aparat pemerintah terkait setempat;

3. Memiliki prosedur evakuasi bagi seluruh pekerja fasilitas pengolahan limbah B3;

4. Mempunyai peralatan penaggulangan keadaan darurat; 5. Tersedianya peralatan dan baju pelindung bagi seluruh staf

penanggulangan keadaan darurat di lokasi, dan sesuai dengan jenis limbah B3 yang ditangani di lokasi tersebut; 6. Memiliki prosedur tindakan darurat pengangkutan;

7. Menetapkan prosedur untuk penutupan sementara fasilitas pengolahan;

8. Melakukan pelatihan bagi karyawan dalam penanggulangan keadaan darurat yang dilakukan minimum dua kali dalam setahun.

e. Sistem Pengujian Peralatan

1. Semua alat pengukur, peralatan operasi pengolahan dan perlengkapan pendukung operasi harus diuji minimum sekali dalam setahun;

2. Hasil pengujian harus dituangkan dalam berita acara yang memuat hasil uji coba penanganan sistem keadaan darurat. Informasi tersebut harus selalu tersedia di lokasi fasilitas pengolahan limbah B3.

f. Pelatihan Karyawan

Perusahaan wajib memberikan pelatihan secara berkala kepada karyawan yang meliputi :

1. Pelatihan dasar, diantaranya :

(a).pengenalan limbah : meliputi jenis limbah, sifat dan karakteristik serta bahayanya terhadap lingkungan dan manusia, serta tindakan pencegahannya;

(b).peralatan pelindung: menyangkut kegunaan dan penggunaanya;

(8)

(c). pelatihan untuk keadaan darurat: meliputi kebakaran, ledakan, tumpahan, matinya listrik, evakuasi, dan sebagainya;

(d).prosedur inspeksi;

(e).pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) (f). peraturan keselamatan kerja (K3);

(g).peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan limbah B3.

2. Pelatihan Khusus :

(a).pemeliharaan peralatan pengolahan dan peralatan penunjangnya;

(b).pengoperasian alat pengolahan dan peralatan penunjangnya;

(c). laboratorium;

(d).dokumentasi dan pelaporan;

(e).prosedur penyimpanan dokumentasi dan pelaporan. 3. Persyaratan Penanganan Limbah B3 Sebelum Diolah

Sebelum melakukan pengolahan, terhadap limbah B3 harus dilakukan uji analisa kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi guna menetapkan prosedur yang tepat dalam proses pegolahan limbah B3 tersebut.

Setelah kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi yang terkandung dalam limbah B3 tersebut diketahui, maka tahapan selanjutnya adalah menentukan pilihan proses pengolahan limbah B3 yang dapat memenuhi kualitas dan baku mutu pembuangan dan/atau lingkungan yang ditetapkan.

Alternatif proses teknologi pengolahan limbah B3 dapat dilihat pada diagram dibawah ini.

(9)

Type and Caracteristics Management Process Emissions of Hazardous and Toxic Waste

Landfill Solid Waste Waste Discharge Air Emission Gas Liquid Solid Recovery Incineration or Thermal Destruction Solidification/ Stabilitation Physical- Chemical Toxic Inorganic Toxic Organic Corrosive Infectious Toxic (TCLP and LD 50 test Reactive Flamable Explosive Keterangan:

1. Baku mutu limbah cair wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kep-men 03/1991 atau yang ditetapkan oleh Bapedal.

2. Baku mutu emisi udara wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kep-men 13/1995 atau yang ditetapkan oleh Bapedal.

3. Penimbunan wajib memenuhi semua persyaratan yang tercantum dalam PP 19/1994 dan ketentuan lain yang ditetapkan.

4. Pengolahan Limbah B3

a. Pengolahan Limbah B3 Secara Fisika dan Kimia

Perlakuan terhadap limbah B3 dapat dilakukan dengan proses pengolahan sebagai berikut :

1. Proses pengolahan secara kimia antara lain : (a) Reduksi-Oksidasi, (b) Elektrolisa, (c) Netralisasi, (d) Presipitasi/Pengendapan, (e) Solididifikasi/Stabilisasi, (f) Absorpsi,

(10)

(g) Penukar lon, (h) Pirolisa.

2. Proses pengolahan secara fisika antara lain : (a) Pembersihan gas :

(1) Elektrostatik presipitator, (2) Penyaringan partikel, (3) Wet scrubbing,

(4) Adsorpsi dengan karbon aktif. (b) Pemisahan cairan dan padatan :

(1) Sentrifugasi, (2) Klarifikasi, (3) Koagulasi, (4) Filtrasi, (5) Flokulasi, (6) Flotasi, (7) Sedimentasi, (8) Thickening.

(c) Penyisihan komponen-komponen yang spesifik : (1) Adsorpsi, (2) Kristalisasi, (3) Dialisa, (4) Electrodialisa, (5) Evaporasi, (6) Leaching, (7) Reverse osmosis, (8) Solvent extraction, (9) Stripping.

Penjelasan lebih rinci mengenai proses pengolahan fisika dan kimia sebagaimana yang dimaksud, akan diterbitkan dalam panduan pengolahan limbah B3, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lampiran keputusan ini.

b. Pengolahan Stabilisasi/solidifikasi

Proses stabilisasi/solidifikasi adalah suatu tahapan proses pengolahan limbah B3 untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 melalui upaya memperkecil/membatasi daya larut, pergerakan/penyebaran dan daya racunnya

(11)

(immobilisasi unsur yang bersifat racun) sebelum limbah B3 tersebut dibuang ke tempat penimbunan akhir (landfill).

Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat (aditif) sehingga pergerakan senyawa-senyawa B3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar (massive).

Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi (bahan aditif) antara lain :

1. Bahan pencampur: gipsum, pasir, lempung, abu terbang; dan

2. Bahan perekat/pengikat: semen, kapur, tanah liat, dll. Tata cara kerja stabilisasi/solidifikasi :

1. Limbah B3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus dianalisa

karakteristiknya guna menentukan resep stabilisasi/solidifikasi yang diperlukan terhadap limbah B3 tersebut;

2. Setelah dilakukan stabilisasi/solidifikasi, selanjutnya terhadap hasil olahan tersebut dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter dalam lindi (extract/eluate) sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 1 keputusan ini. Hasil uji TCLP sebagaimana dimaksud, kadarnya tidak boleh melewati nilai ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam Tabel 1;

3. Terhadap hasil olahan tersebut selanjutnya dilakukan uji kuat tekan (Compressive Strength) dengan "Soil Penetrometer Test", dengan harus mempunyai nilai tekanan minimum sebesar 10 ton/m2 dan lolos uji "Paint Filter Test";

4. Limbah B3 olahan yang memenuhi persyaratan kadar TCLP, nilai uji kuat tekan dan lolos paint filter test; selanjutnya harus ditimbun di tempat penimbunan (landfill) yang ditetapkan pemerintah atau yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

(12)

Tabel 1. Baku mutu TCLP (Hasil Ekstraksi/Lindi)

Parameter Konsentrasi dalam ekstraksi limbah (mg/L) 1. 2. Aldrin + Dieldrin 0,07 Arsen 5,0 Barium 100,0 Benzine 0,5 Boron 500,0 Cadmium 1,0 Carbon tetrachloride 0,5 Chlordane 0,03 Chlorobenzene 100,0 Chloroform 6,0 Chromium 5,0 Copper 10,0 o-Cresol 200,0 m-Cresol 200,0 p_Cresol 200,0 Total Cresol 200,0 Cyanide (free) 20,0 2,4-D 10,0 1,4-Dichloroethane 7,5 1,2-Dichloroethane 0,5 1,1-Dichloroethylene 0,7 2,4-Dinitrotoluene 0,13 Endrin 0,02 Fulorides 150,0

Heptachlor + Heptachlor epoxide 0,008

Hexachlorobenzene 0,13 Hexachlorobutadiene 0,5 Hexachloroethane 3,0 Lead 0,5 Lindane 0,4 Mercury 0,2 Methoxychlor 10,0

Methyl ethyl ketone 200,0

Methyl Parathion 0,7

Nitrate + Nitrite 1.000,0

Nitrite 100,0

Nitrobenzene 2,0

Nitrilot riacetic acid 5,0

Pentachlorophenol 100,0 Pyridine 5,0 Parathion 3,5 PCBs 0,3 Selenium 1,0 Silver 5,0 Tetrachloroethylene (PCE) 0,7 Toxaphene 0,5 Trichloroethylene (TCE) 0,5 Trihalomethanes 35,0 2,4,5-Trichlorophenol 400,0 2,4,6-Trichlorophenol 2,0 2,,5-TP (Silvex) 1,0 Vynil chloride 0,2 Zinc 50,0

(13)

Khusus untuk unsur lain yang belum tercantum dalam tabel di atas akan diatur kemudian.

Penjelasan lebih rinci mengenai proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi sebagaimana yang dimaksud akan diterbitkan dalam panduan pengolahan limbah B3, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lampiran keputusan ini.

c. Pengolahan dengan Insinerasi (Thermal Treatment)

Pengoperasian insinerator dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Sebelum mulai membangun atau memasang insinerator fasilitas pengolahan limbah B3, pemilik harus memberikan data-data spesifikasi teknis di bawah ini :

(a) Spesifikasi insinerator, sekurang-kurangnya memuat informasi antara lain :

(1) Nama pabrik pembuat dan nomor model. (2) Jenis insinerator.

(3) Dimensi internal dari unit insinerator termasuk luas penampang zona/ruang proses pembakaran.

(4) Kapasitas udara penggerak utama (prime air mover).

(5) Uraian mengenai sistem bahan bakar (jenis/umpan). (6) Spesifikasi teknis dan desain dari nozzle dan burner. (7) Temperatur dan tekanan operasi di zona/ruang

bakar.

(8) Waktu tinggal limbah dalam zona/ruang

pembakaran. (9) Kapasitas blower.

(10) Tinggi dan diameter cerobong.

(11) Uraian peralatan pencegah pencemaran udara dan peralatan pemantauan emisi cerobong (stack/chimney).

(12) Tempat dan deskripsi dari alat pencatat suhu, tekanan, aliran dan alat-alat pengontrol yang lain. (13) Deskripsi sistem pemutus umpan limbah yang

bekerja otomatis.

(14) Efesiensi Penghancuran dan Penghilangan (DRE), dan Efesiensi Pembakaran (EP).

(b) Memperkirakan tingkat maksimum ambient konsentrasi pada permukaan tanah akibat emisi udara dari insinerator dengan memakai pesamaan distribusi GAUSS dan/atau

(14)

pengembangannya dengan mempertimbangkan kondisi meteorologi setempat.

(c) Memberikan uraian tentang jadwal konstruksi, mulai dari tahap pra-konstruksi, pelaksanaan konstruksi, penyelesaian konstruksi, dan tahap persiapan operasi.

(d) Menyerahkan laporan yang berisi informasi tentang butir (a), (b), dan (c) kepada Kepala Bapedal sebagai lampiran untuk pertimbangan dalam permohonan perizinan.

2. Sebelum insinerator dioperasikan secara terus-menerus atau kontinu, pemilik harus melakukan uji coba pembakaran (trial burn test). Uji coba ini harus mencakup semua peralatan utama dan peralatan penunjang termasuk peralatan pengendalian pencemaran udara yang dipasang. Uji coba dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Bapedal mengenai kelengkapan pada butir (1), dan dalam pelaksanaanya diawasi oleh Bapedal.

Uji coba pembakaran ini bertujuan untuk memperoleh : (a) Deskripsi kualitatif dan kuantitatif sifat fisika, kimia, dan

biologi dari :

(1) Limbah B3 yang akan dibakar termasuk semua jenis bahan organik berbahaya dan beraun utama (POHCs, PCBs, PCDFs, PCDDs), Halogen, Total Hidrokarbon (THC), dan Sulfur serta konsentrasi timah hitam dan merkuri dalam limbah B3;

(2) Emisi udara termasuk POHCs, produk pembakaran tidak sempurna (PICs) dan parameter yang tercantum pada Tabel 3;

(3) Limmbah cair yang dikeluarkan (effluent) dari pengoperasian insinerator dan peralatan pencegahan pencemaran udara, termasuk semua POHCs, PICs dan parameter-parameter sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.

(b) Menentukan kondisi operasi,

(1) Suhu di ruang bakar, sesuai dengan jenis limbah B3; (2) Waktu tinggal (residence time) gas di zona/ruang

bakar minimum 2 detik;

(3) Konsentrasi dari excess oxygen di exhaust pengeluaran.

(c) Menentukan kondisi meteorologi yang spesifik (arah angin, kecepatan angin, curah hujan, dan lain-lain) dan konsentrasi ambient dari POHCs, PICs, dan parameter yang tercantum pada Tabel 3;

(15)

(d) Menentukan efesiensi penghancuran dan Penghilangan (DRE) dengan menggunakan persamaan di bawah ini. Rumus Perhitungan DRE (Efesiensi Penghancuran dan Penghilangan) :

Win - Wout

DRE = x 100% Win

DRE = Destruction and Removal Efficiency

(Efesiensi Penghancuran dan Penghilangan) Win = Laju alir masa umpan masuk insinerator

Wout = Laju alir masa umpan keluar insinerator

(e) Menentukan efesiensi pembakaran (EP) dengan menggunakan persamaan di bawah ini :

CO2

EP = x 100% CO2 + CO

CO2 = Konsentrasi emisi CO2 di exhaust

CO = Konsentrasi emisi CO di exhaust

(f) Uji coba pembakaran harus dilakukan minimum selama 14 hari secara terus menerus dan tidak terputus atau yang ditetapkan oleh Bapedal.

(g) Menyerahkan laporan yang berisi informasi tentang butir (a), (b), (c), (d), (e), dan (f) kepada Kepala Bapedal sebagai pertimbangan dalam pemberian perizinan.

3. Pada saat pengoperasian diwajibkan melaksanakan hal-hal sebagai berikut :

(a) Pengoperasian :

(1) Memeriksa insineratar dan peralatan pembantu (pompa, conveyor, pipa, dll) secara berkala;

(2) Menjaga tidak terjadi kebocoran, tumpahan atau emisi sesaat;

(3) Menggunakan sistem pemutus otomatis pengumpan limbah B3 jika kondisi pengoperasian tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan;

(4) Memastikan bahwa DRE dari insinerator sama dengan atau lebih besar dari yang tercantum pada Tabel 2;

(5) Mengendalikan peralatan yang berhubungan dengan pembakaran maksimum selama 15 - 30 menit pada saat start-up sebelum melakukan operasi pengolahan secara terus menerus;

(16)

(6) Pengecekan peralatan perlengkapan insinerator (conveyor, pompa, dll) harus dilakukan setiap hari; (7) Pengolah hanya boleh membakar limbah sesuai

dengan izin yang dipunyai;

(8) Residu/abu dari proses pembakaran insinerator harus ditimbun sesuai dengan peersyaratan penimbunan (landfill).

(b) Pemantauan :

(1) Secara terus-menerus mengukur dan mencatat; a. Suhu di zona/ruang bakar;

b. Laju umpan limbah (waste feed rate); c. Laju bahan bakar pembantu;

d. Kecepatan gas saat keluar dari daerah pembakaran;

e. Konsentrasi karbon monoksida, karbon dioksida, nitrogen oksida, sulfur dioksida, oksigen, HCl, Total Hidrokarbon (THC) dan partikel debu di cerobong (stack/chimney);

f. Opasitas.

(2) Secara berkala mengukur dan mencatat konsentrasi POHCs, PCDDs, PCDFs, PICs dan logam berat di ceerobong.

(3) Memantau kualitas udara sekeliling dan kondisi meteorologi sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam sebulan, yang meliputi :

a. Arah da kecepatan angin b. Kelembaban

c. Temperatur

d. Curah hujan

(4) Mengukur dan mencatat timbulan limbah cair (effluent) dari pengoperasian insinerator dan peralatan pengendali pencemaran udara yang harus memenuhi kriteria limbah cair yang tercantum dalam Tabel 4;

(5) menguji sistem pemutus otomatis setiap minggu. (c) Pelaporan :

(1) Melaporkan hasil pengukuran emisi cerobong yang telah dilakukan selama 3 bulan terakhir sejak digunakan dan dilakukan penngujian kembali setiap 3 tahun untuk menjaga nilai minimum DRE.

(17)

(2) Konsentrasi maksimum untuk emisi dan nilai minimum DRE sebagaimana tercantum dalam Tabel 2 dan 3. Pelaporan data-data di atas dilakukan setiap 3 (tiga) bulan ke Bapedal.

Tabel 2.

Baku mutu DRE Insinerator

(Efesiensi Penghancuran dan Penghilangan)

Parameter Baku Mutu DRE

POHCs 99,99%

Polychlorinated biphenil (PCBs) 99,9999%

Polychlorinated dibenzofuran 99,9999%

Polychlorinated dibenzo-p-dioksin 99,9999%

Tabel 3.

Baku Mutu Emisi Udara Untuk Insinerator

Parameter Kadar maksimum (mg/Nm3

Partikel 50

Sulfur dioksida (SO2) 250

Nitrogen dioksida (NO2) 300

Hidrogen flourida (HF) 10

Karbon monoksida (CO) 100

Hidrogen khlorida (HCl) 70

Total hidrokarbon (sebagai CH4) 35

Arsen (As) 1 Kadmium (Cd) 0,2 Kromium (Cr) 1 Timbal (Pb) 5 Merkuri (Hg) 0,2 Talium (Tl) 0,2 Opasitas 10% Kadar maksimum pada Tabel di atas dikoreksi terhadap

10% oksigen (O2) dan pada kondisi normal (25 oC, 760 mm Hg) dan berat kering (dry basis).

Catatan :

1. Kadar pada Tabel 3 diatas akan dievaluasi kembali berdasarkan pemantauan emisi udara yang terbaru dan pemodelan dispersi.

2. Efeisiensi pembakaran insinerator sama atau lebih besar dari 99,99%.

(18)

3. Baku Mutu emisi udara dapat ditetapkan kembali sesuai dengan jenis limbah yanh akan diolah, dampaknya terhadap lingkungan dan perkembangnan teknologi.

4. Bagi penggunaan Tanur Semen (Rotary Cement Kiln) sebagai insinerator, baku mutu emisi udaranya sebagaimana yang ditetapkan pada Kep-Men 13/1995 dan bagi parameter yang tidak tercantum dalam Kep-Men 13/1995 mengikuti sebagaimana yang tercantum pada Tabel 3, atau sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.

5. Penimbunan abu (bottom ash) dari insinerator di landfill setelah melalui uji Toxicity Characteristic Leaching Prosedure (TCLP) sesuai dengan metode US-EPA SW-846-METHOD 1310. Jika melebihi nilai batas maksimum TCLP Tabel 1 pada keputusan ini maka dilakukan stabilisasi terlebih dahulu.

6. Menjamin bahwa limbah yang sudah distabilisasi tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan (dengan melampirkan hasil analisa TCLP).

(19)

Tabel 4. Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Pengolahan Limbah Industri B3 (BMLCK-PPLIB3)

Konsentrasi Maksimum Parameter

Nilai Satuan Fisika

Suhu 38 oC

Zat padat terlarut 2000 mg/l

Zat padat tersuspensi 200 mg/l

Kimia

pH 6 - 9

Besi, terlarut (Fe) 5 mg/l

Mangan, terlarut (Mn) 2 mg/l

Barium, (Ba) 2 mg/l

Tembaga, (Cu) 2 mg/l

Seng, (Zn) 5 mg/l

Krom valensi enam, (Cr+3) 0,1 mg/l

Krom total, (Cr) 0,5 mg/l Kadmium, (Cd) 0,05 mg/l Merkuri, (Hg) 0,002 mg/l Timbal, (Pb) 0,01 mg/l Stanum, (Sn) 2 mg/l Arsen, (As) 0,1 mg/l Selenium, (Se) 0,05 mg/l Nikel, (Ni) 0,2 mg/l Kobal, (Co) 0,4 mg/l Siandia, (CN) 0,05 mg/l Sulfida, (S2-) 0,05 mg/l Flourida, (F) 2 mg/l Klorin bebas, (Cl2) 1 mg/l Amoniak bebas, (NH3-N) 1 mg/l Nitrat, (NO3-N) 20 mg/l Nitrit, (NO2-N) 1 mg/l BOD5 50 mg/l COD 100 mg/l

Senyawa aktif biru metilen, (MBAS) 5 mg/l

Fenol 0,5 mg/l

Minyak dan lemak 10 mg/l

AOX 0,5 mg/l

PCBs 0,005 mg/l

PCDFs 10 mg/l

PCDDs 10 mg/l

Catatan:

* Parameter Debit limbah maksimum bagi kegiatan ini disesuaikan dengan kapasitas pengolahan dan karakteristik dari kegiatan.

** Selain Parameter tersebut diatas Bapedal dapat menetapkan parameter kunci lainnya bila dianggap perlu.

Penjelasan lebih rinci mengenai proses pengolahan secara insinerasi sebagaimana yang dimaksud akan diterbitkan dalam panduan pengolahan limbah B3, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lampiran keputusan ini.

Gambar

Tabel 1. Baku mutu TCLP (Hasil Ekstraksi/Lindi)
Tabel 4.   Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Pengolahan  Limbah Industri B3 (BMLCK-PPLIB3)

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum melakukan pemeriksaan hal-hal yang dapat mempengaruhi ketepatan hasil dapat disebabkan oleh kondisi sampel buah atau kualitas buah, penyimpanan sebelum pemeriksaan

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

Jika ditaksir ke ratusan terdekat, maka nilai n adalah..... faktorisasi prima dari

Tanggal : 13 Januari 2014 PA/KPA Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya (K/L/D/I) Badan SAR Nasional.

Tahapan ini merupakan hasil dari implementasi manajemen pengetahuan berupa aplikasi Android yang datanya bisa dicari seperti penyakit, jurnal dan buku yang terdiri dari delapan

Demikian undangan ini kami sampaikan, mohon untuk membawa dokumen asli atau rekaman yang sudah dilegalisir oleh pihak yang berwenang yang Saudara upload pada aplikasi

Demikian penetapan penyedia jasa ini kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.. Sukamara, 15

Atas dasar dari masalah di atas penulis mencoba untuk menghindari resiko-resiko tersebut dengan membuatkan suatu sistem pelaksanaan ujian/tes seleksi yang dilangsungkan