• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KEMAJUAN

PENELITIAN DOSEN PEMULA

MODEL ADAPTASI PERMAINAN MACANAN KE DALAM

PERANCANGAN PERMAINAN DIGITAL SEBAGAI UPAYA

PELESTARIAN BUDAYA PERMAINAN TRADISIONAL

TIM PENGUSUL

(Ketua) Khamadi, M.Ds NIDN:0608019001

(Anggota) Abi Senoprabowo, M.Ds NIDN:0609118801

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

AGUSTUS 2016

(2)

HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN DOSEN PEMULA

Judul Penelitian : Model Adaptasi Permainan Macanan ke Dalam Perancangan Permainan Digital Sebagai Upaya Pelestarian Budaya Permainan Tradisional Kode/Nama Rumpun Ilmu : 708/Desain Komunikasi Visual

Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Khamadi, M.Ds

b. NIDN : 0608019001

c. Jabatan Fungsional : -

d. Program Studi : Desain Komunikasi Visual

e. Nomor HP : 085640571591

f. Alamat surel (e-mail) : khambienk@gmail.com Anggota Peneliti

a. Nama Lengkap : Abi Senoprabowo, M.Ds

b. NIDN : 0609118801

c. Perguruan Tinggi : Universitas Dian Nuswantoro

Biaya Penelitian : - diusulkan ke DIKTI Rp 11.600.000 - dana internal PT Rp -

- dana institusi lain Rp -

Mengetahui,

Semarang, 28 April 2015

Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro

(Dr. Abdul Syukur) NPP. 0686.11.1992.017 Ketua Peneliti (Khamadi,M.Ds) NPP: 0686.11.2011.417 Menyetujui, Direktur LPPM

(Prof. Vincent Didiek Wiet Aryanto, Ph.D) NPP.0686.11.2014.606

(3)

RINGKASAN

Hasil observasi awal menunjukkan keberadaan permainan Macanan di dusun Karang Pandan dan dusun Margorejo semakin terpinggirkan. Hal ini dikarenakan oleh kehadiran game digital, berkurangnya waktu bermain anak, serta kurang diapresiasinya permainan tradisional dibanding budaya kesenian tradisi setempat. Namun, melihat pentingnya permainan tradisional khususnya Macanan sebagai warisan budaya sebagai ciri dan potensi budaya masyarakatnya, menjaga keberadaannya menjadi sebuah keharusan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model rancangan permainan tradisional Macanan yang diadaptasikan ke dalam sebuah permainan digital yang menarik melalui metode ATUMICS untuk menjaga permainan Macanan tetap dikenal oleh masyarakat khususnya anak dan tetap lestari sesuai perkembangan jaman.

Penelitian ini menggunakan tahapan analisis data meliputi analisis deskriptif ualitatif, analisis metode transformasi budaya tradisi ATUMICS untuk menganalisis elemen budaya permainan Macanan menurut teknik (technique), kegunaan (utility), materi (material), ikon (icon), konsep (concept), dan bentuknya (shape), selanjutnya mengadaptasikannya ke dalam struktur permainan digital untuk mendapatkan konsep awal perancangan permainan digital Macanan.

Hasil penelitian sejauh ini menunjukkan faktor apresiasi budaya menjadi salah satu faktor penting bagi keberlangsungan sebuah budaya tradisi khususnya permainan Macanan baik bersaing dengan sesama budaya tradisi maupun budaya modern. Selanjutnya pada proses adaptasi permainan Macanan ke dalam permainan digital, tetap mempertahankan elemen Concept, Icon, dan Shape dimana dalam elemen-elemen tersebut terkandung nilai budaya khas yang dimiliki permainan Macanan. Perancangan konsep permainan digital Macanan menambahkan elemen sumber daya yang tidak dijumpai di permainan Macanan tradisional.

(4)

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kemajuan kegiatan penelitian yang berjudul “Model Adaptasi Permainan Macanan ke Dalam Perancangan Permainan Digital Sebagai Upaya Pelestarian Budaya Permainan Tradisional”.

Laporan kemajuan kegiatan ini dapat diselesaikan dengan baik, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Abdul Syukur selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

2. Prof. Vincent Didiek Wiet Aryanto, MBA, Ph.D selaku ketua LPPM Univesitas Dian Nuswantoro Semarang.

3. Ir. Siti Hadiati Nugraini, M.Kom, Ph.D selaku ketua Program Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

4. Bapak As’ad dan Bapak Kusmin selaku narasumber dari dusun Karang Pandan dan dusun Margorejo.

5. Pihak-pihak lain yang telah membantu dan mensukseskan pelaksanaan kegiatan ini.

Kami berharap kegiatan yang telah terlaksana ini dapat bermanfaat untuk masyarakat pada umumnya dan kelestarian budaya tradisi Indonesia.

Semarang, 09 Agustus 2016 Ketua Tim Peneliti

(5)

DAFTAR ISI

Ringkasan ... iii

Prakata ... iv

Daftar Isi... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Permasalahan... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Urgensi (Keutamaan) Penelitian... 3

1.5 Luaran ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kajian Penelitian dan Jurnal Terdahulu ... 5

2.2 Telaah Pustaka ... 6

2.3 Kajian Teori ... 11

2.4 Kerangka Roadmap Penelitian ... 13

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT... 14

3.1 Tujuan Penelitian ... 14

3.2 Manfaat Penelitian ... 14

BAB IV METODE PENELITIAN ... 15

4.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 15

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 15

4.3 Teknik Pengumpulan Data ... 15

4.4 Objek dan Variabel Penelitian ... 16

4.5 Analisis Data ... 16

4.6 Tahap-tahap Penelitian ... 17

BAB V HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI ... 19

5.1 Data hasil observasi penelitian ... 19

(6)

BAB VI RENCANA TAHAP BERIKUTNYA ... 32

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

7.1 Kesimpulan ... 33

7.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Adaptasi permainan Macanan ke dalam struktur permainan digital .... 27 Tabel 6.1 Rencana tahapan kegiatan penelitian selanjutnya ... 32 Tabel 3 Anggaran biaya penelitian ... 36 Tabel 4 Rincian anggaran biaya ... 36

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Arena permainan Macanan ... 8

Gambar 2.2 Bagan transformasi budaya tradisi metode ATUMICS ... 12

Gambar 3.3 Bagan roadmap penelitian ... 13

Gambar 4.1 Skema Tahapan Penelitian ... 17

Gambar 5.1 Model permainan Dham-dhaman... 20

Gambar 5.2 Anak di Dusun Margorejo ... 20

Gambar 5.3 Pemetaan elemen-elemen permainan Macanan berdasarkan metode ATUMICS level mikro ... 25

Gambar 5.4 Tingkatan elemen motivasi adaptasi permainan Macanan berdasarkan metode ATUMICS level makro ... 26

Gambar 5.5 Implementasi elemen Macanan dalam struktur permainan digital yang belum memenuhi semua elemen game ... 30

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Anggaran Biaya ... 36 Lampiran 2 Justifikasi Anggaran Penelitian ... 36 Lampiran 3 Bukti Penerimaan Naskah Ilmiah ... 39

(10)

1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Permainan tradisional Macanan saat ini terdengar asing di kalangan masyarakat dewasa ini, khususnya bagi anak-anak. Menurut Dharmamulya (2008), permainan Macanan bersanding dengan permainan bas-basan sepur, mul-mulan, dan dhakon merupakan jenis permainan papan tradisional yang kini telah dilupakan karena hadirnya permainan digital yang lebih menarik bagi anak. Kini sebagian besar permainan tradisional juga jarang bahkan hampir tidak lagi dikenalkan oleh generasi sebelumnya atau orang tua ke anak (Purwaningsih, 2006).

Adi dan Sulistiyo dalam Khamadi, dkk (2013) mengungkapkan bahwa penelitian tentang pemahaman anak terhadap permainan tradisional Jawa menunjukkan 63% anak cenderung mengetahui nama permainan tradisional dari guru atau orang dewasa tetapi tidak mengetahui cara dan aturan permainannya secara keseluruhan karena jarang dimainkan. Sementara 27% anak tidak mengetahui permainan tradisional Jawa. Dari penelitian tersebut juga menunjukkan 65% anak dekat dengan videogame, 13% secara rutin menonton TV, 11% di arena bermain, dan 11% lainnya mengisi waktu luang dengan aktivitas positif seperti les dan mengaji. Kini dengan beragamnya jenis platform game seperti mobile game dan digital game yang makin mudah dijangkau dan dimainkan, persentase anak bermain game digital akan meningkat lebih dari 65%. Sehingga dapat diketahui bahwa permainan digitallebih diminati anak-anak daripada permainan tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa permainan tradisionalsemakin tergeser dan mulai dilupakan padahal di dalamnya terdapat nilai budaya, nilai moral, dan nilai keterampilan yang dapat membantu perkembangan sosial dan kecerdasan motorik, afektif serta kognitif anak (Misbach, 2007).

Sebenarnya upaya pelestarian permainan tradisional telah dilakukan seperti identifikasi dan dokumentasi permainan tradisional lewat foto dan video, pengajaran di beberapa komunitas permainan tradisional, serta adanya kegiatan perlombaan permainan tradisional. Namun, sejauh ini upaya tersebut hanya sampai kepada mereka yang benar-benar menggemari permainan tradisional.

(11)

Purwaningsih (2006) menegaskan bahwa upaya pelestarian tidak sebatas menjaga permainan tradisional agar tetap ada, tetapi juga dapat berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Sehingga dengan memanfaatkan perkembangan teknologi digital saat ini, permainan tradisional Macanan dirasa dapat diadaptasikan ke dalam bentuk permainan digital yang digemari anak. Melalui metode transformasi budaya tradisi ATUMICS, beberapa elemen tradisi dalam permainan tradisional Macanan akan disesuaikan ke dalam elemen permainan digital yang menarik untuk mendapatkan rancangan model permainan digital baru hasil adaptasi permainan Macanan. Dalam proses adaptasi atau transformasi tersebut harus mempertahankan nilai budaya dan nilai kognitif yang terkandung dalam permainan Macanan. Sehingga diharapkan model permainan digital baru tersebut selain dapat menarik minta anak juga dapat mempertahankan nilai budaya yang terkandung di dalam permainan tradisional. Proses pelestarian budaya secara tidak langsung akan terjadi saat anak memainkan permainan tersebut, yaitu anak mengetahui nama, aturan bermain, dan bentuk permainan tradisional Macanan yang dikemas dalam bentuk digital yang menarik.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang ada dirumuskan bahwa pentingnya adaptasi budaya permainan tradisional khususnya permainan Macanan ke dalam permainan digital untuk menjaga permainan Macanan dikenal anak dan tetap lestari sesuai perkembangan jaman.

Memadukan dua budaya permainan yang hampir bertolak belakang yaitu budaya tradisional dan budaya digital bukanlah hal yang mudah, sehingga perlu adanya sebuah model adaptasi budaya permainan Macanan ke dalam permainan digital yang tidak hanya menarik minat anak tetapi juga harus mempertahankan nilai budaya dan kognitif yang dimiliki permainan Macanan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini diusulkan untuk mendapatkan model rancangan permainan tradisional Macanan yang diadaptasikan ke dalam sebuah permainan digital yang menarik melalui metode ATUMICS untuk menjaga permainan Macanan tetap dikenal oleh masyarakat khususnya anak dan tetap lestari sesuai perkembangan jaman.

(12)

1.4 Urgensi (Keutamaan) Penelitian

Permainan tradisional khususnya permainan Macanan dianggap sebagai permainan kuno yang tidak sesuai dengan perkembangan jaman sehingga mulai ditinggalkan. Padahal di dalamnya banyak terkandung nilai budaya dan sosial seperti kebersamaan, kejujuran, keterampilan, kesabaran, strategi, sikap menghargai dan sebagainya yang baik untuk perkembangan sosial dan kognitif anak (Misbach, 2007). Berbeda dengan permainan digital saat ini yang secara tidak langsung dapat mendidik anak menjadi pribadi yang individualis dan kurang terampil baik dalam kepribadian maupun kehidupan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa permainan tradisional memiliki nilai lebih dibanding dengan permainan digital saat ini, meskipun secara teknologi dapat dikatakan tertinggal dan mulai dilupakan. Melihat kelebihan ini, permainan tradisional khususnya Macanan seharusnya tetap dipertahankan keberadaannya.

Sebenarnya upaya pelestarian permainan tradisional telah banyak dilakukan seperti identifikasi dan dokumentasi permainan tradisional lewat penulisan, foto dan video, serta pengajaran di beberapa komunitas permainan tradisional, hingga adanya kegiatan perlombaan permainan tradisional. Namun, sejauh ini upaya tersebut melalui media konvensional yang hanya sampai kepada mereka yang benar-benar tertarik dengan permainan tradisional. Kecenderungan saat ini adalah untuk dapat bertahan hidup dengan baik, sesuatu harus mampu mengikuti perkembangan teknologi yang ada. Sehingga untuk dapat bertahan dengan baik, permainan tradisional Macanan pun harus dapat mengikuti perkembangan teknologi game digital saat ini. Tetapi sejauh ini, permainan Macanan tidak bergerak dari tempatnya di ranah teknologi manual yang identik dengan kesan kuno dan usang sehingga tidak dapat menarik masyarakat untuk memainkannya.

Melalui pemanfaatan kemudahan teknologi digital dan kecepatan informasinya,seharusnya permainan Macanan dapat diadaptasikan ke dalam bentuk permainan digital yang menarik dan tetap mempertahankan nilai budaya tradisi sebagai bentuk pelestarian budaya yang lebih dinamis.

(13)

1.5 Luaran

Penelitian yang akan dilakukan ini akan menghasilkan luaran penelitian yaitu: 1. Laporan hasil penelitian tentang model adaptasi permainan Macanan ke dalam perancangan permainan digital sebagai upaya pelestarian budaya permainan tradisional.

2. Penerbitan naskah ilmiah di Jurnal Nasional.

3. Model rancangan permainan digital hasil adaptasi permainan tradisional Macanan.

(14)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu (1) kajian penelitian dan jurnal terdahulu merupakan karya hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan naskah jurnal sebelumnya, (2) telaah pustaka merupakan pendapat berbagai ilmuwan yang telah diwujudkan dalam bentuk literatur, dan (3) kajian teori yaitu teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

2.1 Kajian Penelitian dan Jurnal Terdahulu

Khamadi, dkk (2013) telah meneliti tentang Perancangan Konsep Adaptasi Permainan Tradisional Bas-basan Sepur dalam Permainan Digital “Amukti Palapa”. Pada perancangan ini menitikberatkan pada proses transformasi budaya permainan tradisional Bas-basan Sepur ke dalam budaya permainan digital dengan memasukkan elemen-elemen tradisi ke dalam elemen digital melalui metode transformasi budaya tradisi ATUMICS (Artefact, Technique, Utility, Material, Icon, Concept, Shape). Penelitian tersebut menghasilkan konsep adaptasi permainan tradisional khususnya permainan papan yang tetap mempertahankan elemen Technique, Utility, Icon dan Concept. Sedangkan elemen Material dan Shape tergantikan oleh elemen budaya Digital.

Namun, berbeda dengan permainan bas-basan sepur yang tidak memiliki konten cerita sendiri sebagai pengantar permainannya, permainan Macanan memiliki konten cerita bawaan dalam permainannya. Sehingga dalam penelitian saat ini, proses adaptasi budaya permainan yang terjadi juga akan mentransformasikan konsep cerita permainan Macanan ke dalam bentuk digital. Besarnya peran cerita dalam sebuah game selain mempengaruhi bentuk material game seperti karakter dan lingkungan juga akan mempengaruhi aturan dan tujuan di dalam rancangan permainan digital yang baru.

Penelitian lain terkait permainan Macanan sendiri berupa implementasi permainan Macanan sebagai media pembelajaran konvensional terkait fungsi pengembangan kognitif yang dimiliki. Penelitian-penelitian tersebut seperti “Peningkatan Keaktifan Belajar Mata Pelajaran Akuntansi melalui Metode Team Game Tournament (TGT) dengan Media Permainan Macan-Macanan Pada Siswa

(15)

Kelas XI IPS 1 SMA N 1 Wuryantoro Tahun Pelajaran 2012/2013” (Wahyudi & Suyatmini, 2013).

2.2 Telaah Pustaka 1. Permainan Tradisional

Menurut Misbah (2007), yang disebut permainan adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat. Adapun yang dimaksud dengan “tradisional” berasal dari kata dasar “tradisi” yang artinya antara lain “adat kebiasaan turun temurun yang masih dijalankan”. Sedangkan kata “tradisional” sendiri berarti “sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun”. Atau tradisional ialah segala apa yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang tua atau nenek moyang. Sehubungan dengan masing-masing pengertian permainan dan tradisional di atas, maka yang dimaksud dengan permainan tradisional adalah segala bentuk permainan yang sudah ada sejak jaman dahulu baik mempergunakan alat atau tidak, yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam permainan tradisional terdapat kegiatan pewarisan turun-temurun agar tetap dikenal tiap generasinya. Jadi permainan tradisional harus selalu dimainkan agar tidak hilang atau terlupakan.

Permainan tradisional di Indonesia sendiri terdapat ratusan jumlahnya dan beragam jenisnya. Menurut Dharmamulya (2008) aneka ragam permainan tradisional tersebut memiliki beberapa sifat permainan tersendiri seperti kompetitif, rekreatif, atraktif, yang semuanya diekspresikan lewat beberapa gerakan fisik, nyanyian, dialog, tebak-tebakan, adu kecermatan dalam penghitungan, ketepatan menjawab pertanyaan, belajar komunikasi, dan sebagainya. Purwaningsih (2006) mengungkapkan bahwa dalam permainan anak terkandung nilai-nilai pendidikan yang tidak secara langsung terlihat nyata, tetapi terlindung dalam sebuah lambang – nilai-nilai tersebut berdimensi banyak antara lain rasa kebersamaan, kejujuran, kedisiplinan, sopan-santun, dan aspek-aspek kepribadian yang lain.

(16)

2. Permainan Macanan

Permainan Macanan adalah salah satu jenis permainan papan tradisional dari Jawa, meskipun di beberapa daerah juga dikenal jenis permainan seperti ini (Dharmamulya, 2008). Mayoritas anak masyarakat Jawa, setidaknya yang berada di daerah Yogyakarta, yang hidup di era tahun 1970-an telah mengenal permainan yang banyak digemari oleh anak laki-laki ini. Permainan ini termasuk permainan kompetitif, mengasah otak, danadu strategi.

Merujuk namanya, permainan ini tidak berhubungan langsung dengan hewan macan atau harimau. Namun, sebuah alat yang dipakai untuk bermain, dianggap sebagai sebuah macan, yang memang fungsinya menyerang pihak lawan, yakni alat lain yang dianggap sebagai manusia. Permainan ini cukup sederhana, tidak banyak menggunakan tempat untuk bermain, hanya sekitar 1 meter persegi. Syarat lokasi bermain bersih, bisa menggunakan tempat berlantai tanah, tegel, keramik, atau lainnya, asalkan rata dan nyaman. Alat yang digunakan juga mudah dicari dan sederhana, seperti kerikil atau biji-bijian buah (seperti: sawo, asam, tanjung, dan lainnya). Sementara gambar berupa segitiga dan persegi empat bisa digambar dengan kapur, pensil, atau benda lain, menyesuaikan lahannya.

Permainan Macanan sering dimainkan oleh anak laki-laki berusia di atas 10 tahun. Mereka bermain di waktu senggang, baik pagi, siang, sore, atau malam hari. Setidaknya, permainan ini harus dimainkan oleh 2 orang. Jika lebih, bisa dimainkan secara beregu, namun syaratnya harus tetap berpasangan. Mereka saling berhadapan untuk saling mengalahkan. Ada empat versi dalam permainan Macanan, yakni;

a. Macanan 21 wong (orang) 1 macan,

Macanan 21 wong 1 macan, kedua pemain berbagi peran. Peran wong harus mencari 21 kecik (biji sawo, dll.), sementara yang berperan macan harus mencari 1 kerikil berfungsi sebagai Macanan. Bisa juga menggunakan alat lainnya, yang penting antara dua pemain tidak sama jenis alat yang digunakan. Setelah itu membuat arena permainan seperti gambar dibawah ini.

(17)

Gambar 2.1 Arena permainan Macanan

Apabila gambar sudah selesai, maka satu pemain, misalkan pemain A yang berperan sebagai wong mulai meletakkan 9 kecik di titik-titik persilangan dan diatur berbaris 3x3. Mengenai letak kecik bebas, terserah pemain A. Kemudian, pemain yang berperan mengatur macan, yakni B mulai meletakkan kerikil (berfungsi sebagai macan) di sebuah titik. Pada awal permainan ini, pemain B boleh memakan 3 wong yang diletakkan pemain A secara bebas sesuai pilihannya. Setelah itu, giliran pemain A meletakkan 1 kecik cadangan ke titik yang dikehendaki atau memindah satu kecik dari satu titik ke titik lain. Lalu pemain B mulai menggeserkan kerikil macan 1 langkah, bebas ke kanan, ke kiri, maju, atau mundur.

Macan (kerikil) boleh makan wong (kecik) jika jumlahnya ganjil, bisa 1,3,5, dan seterusnya. Caranya makan, dengan melompati wong (kecik) yang akan dimakannya. Untuk itu, pemain A harus jeli dan pandai menghindar atau penutup gerak pemain B. Jangan sampai pemain B bebas bergerak sehingga bisa melompati kecik yang diletakkan pemain A. Pemain A dan B harus sama-sama jeli menempatkan kecik atau kerikil di setiap titiknya. Bila macan bisa melompati 3 wong, maka wong menjadi milik macan. Sementara pemain A tetap bisa menempatkan kecik satu-persatu ke titik selama masih punya cadangan kecik. Dalam usaha mematikan gerak macan, maka pemain A terus membendung serangan pemain B dengan cara mengepungnya. Namun kepungan dengan kecik yang jumlahnya harus genap, sehingga macan mati

(18)

langkah.Pemain A dinyatakan menang, jika macan sudah tidak bisa bergerak. Pemain B menang apabila jumlah wong (kecik) pemain A habis dan tidak bisa mengepung macan atau jumlah kecik kurang dari 14 biji. Jika sudah ada salah satu pemain yang kalah, maka permainan dimulai dari awal lagi.

b. Macanan 8 wong 1 macan,

Gambar arena bermain sama dengan versi pertama, yakni kotak dengan 25 titik dan segitiga “gunungan” terbaring di kanan kiri kotak persegi. Jumlah pemain juga tetap sama, 2 orang misalkan pemain A dan B. Pemain A berperan sebagai penggerak wong, dan pemain B berperan sebagai penggerak macan. Biasanya yang bermain dulu di versi kedua adalah pemain yang memegang peranan wong, yakni pemain A. Ia pertama-tama meletakkan sebuah kecik “wong” di titik dalam kotak. Peletakan sembarang. Setelah itu pemain B menyusul meletakkan sebuah macan ke titik lain di kotak. Penempatan juga bebas. Kedua pemain harus punya siasat untuk saling mengalahkan lawan, dengan cara menyudutkan wong atau macan agar tidak bisa bergerak. Lalu disusul lagi pemain A meletakkan kembali 1 kecik lainnya. Pemain B kembali meletakkan 1 macan lainnya ke titik yang masih kosong.

Pemain A dan B kemudian mulai mengalihkan kecik dan macan yang sudah ditaruh di gambar arena bermain. Setiap bergerak atau berpindah hanya boleh melangkah 1 titik ke kiri, kanan, ke depan, atau ke belakang. Pemain A selalu menghindari 2 keciknya dalam satu garis sejajar, sebab kalau lengah bisa dimakan oleh macan. Demikian juga macan harus bergerak gesit, agar tidak dikepung oleh wong. Dalam permainanMacanan versi kedua ini, macan bisa memakan lawan (wong) apabila ada 2 wong yang letaknya sejajar dengan macan. Cara memakannya sama yakni dengan cara melompati 2 wong tadi. Sementara itu, pemain A boleh menambah meletakkan wong cadangan ke titik yang masih kosong agar mudah mengepung macan. Apabila ternyata pemain A lengah dan macan bisa memakan 2 wong, maka pemain B berhasil menyusun strategi mainnya. Maka pemain A harus lebih berhati-hati melangkah. Jika kiranya, ternyata pemain A dalam kesempatan lain masih juga kehilangan 2 wongnya, maka ia bisa dikatakan kalah, karena jumlahnya wongnya tinggal 4. Jumlah

(19)

tersebut sulit untuk mengepung gerak macan. Kecuali jika macan terjerumus ke “gunungan”.Dengan demikian pemain B bisa dianggap pemain menang dan permainan bisa diawali dari awal.

c. Macanan 4 wong 1 macan

Bagan arena bermain berbentuk segitiga. Di sini macan hanya boleh memakan 1 wong dengan cara sama, yakni melompati wong yang akan dimakan. Adapun awal permainan dimulai dari pemain B yang memegang macan. Ia meletakkan bebas macan ke satu titik di segitiga. Lalu disusul pemain A meletakkan 1 wong ke sebuah titik. Pemain B kembali bermain dengan cara melangkahkan macan satu langkah ke titik lainnya yang kosong. Pemain A kembali bermain, dengan cara melangkahkan wong yang sudah diletakkan atau menambah wong cadangan ke titik baru. Pemain B yang menggerakkan macan harus berusaha memangsa wong yang digerakkan pemain A. Jika pemain B lengah, bisa jadi justru macan dikepung oleh wong. Jika hal itu terjadi, maka pemain B dianggap kalah.

d. Macanan 3 wong 1 macan.

Pada versi ini, peraturannya sama dengan versi ketiga, hanya bagan arena bermain seperti versi 1 dan 2. Langkah-langkah atau cara bermain sama.

Dari permainan Macanan ini mengajarkan kepada anak sifat-sifat fairplay, bermain jujur, dan melatih kecerdasan. Anak yang kalah bermain harus berani menerima kenyataan, demikian pula pemain menang juga tidak boleh menghina pemain kalah secara berlebihan.

3. Permainan Digital

Game sendiri merupakan salah satu produk budaya digital. Karena sesuai konsep digital, game sebagai produk perkembangan zaman telah mengubah dari semua yang bersifat manual menjadi otomatis, dan dari semua yang bersifat rumit menjadi ringkas. Selain itu, game, sesuai dengan prinsip digital yang disebutkan Creeber dan Martin (2009) yaitu selalu berhubungan dengan new media/media baru.Media baru yaitu media yang terbentuk dari interaksi manusia dengan teknologi, memiliki karakteristik dapat dimanipulasi, bersifat jaringan, padat,

(20)

mudah, interaktif dan tidak memihak. Dan itu semua terdapat pada gamesaat ini. Selain itu game juga telah memenuhi karakteristik digitalgame seperti yang disebutkan Salen dan Zimmerman (2004) yaitu;

a. Game memberikan umpan balik interaktif secara langsung yaitu bertindak sesuai dengan input pemain baik dengan mouse, keyboard, joystick, maupun perangkat lainnya,

b. Game dapat memanipulasi informasi baik manipulasi audio, grafis, maupun program komputer sehingga dapat diciptakan sebuah dunia tersendiri di dalam sebuah game komputer,

c. Game mampu menyediakan sistem otomatis yang kompleks yang berarti pemain tidak perlu terlibat dengan ukuran peraturan permainan yang kompleks, seperti dalam game perang, pemain tidak harus memikirkan sistematika atribut nyawa karakter, karena komputer yang akan melakukannya dengan menampilkan informasi atribut tersebut,

d. Game juga mampu menyediakan jaringan komunikasi antar pemain yang tidak terikat ruang dan waktu, sehingga pemain dari berbagai tempat dapat saling terkoneksi dan berkomunikasi dalam sebuah game komputer.

2.3 Kajian Teori

1. Metode Transformasi Budaya Tradisi

Nugraha (2012) menyebutkan bahwa melestarikan budaya tradisi itu menjadi penting karena beberapa alasan, seperti jika budaya tradisi hilang sulit untuk ditemukan kembali; sebagian besar pengetahuan (knowledge) dan tingkah laku masyarakat sehari-hari (practice) beroperasi sangat harmoni dengan alam, dan untuk mencapai tingkat keberlanjutannya (sustainability), masyarakat modern seharusnya berkaca pada sesuatu di alam yang dipraktikan oleh masyarakat lokal yaitu budaya tradisi. Selain itu dengan melestarikan budaya tradisi berarti mendukung kebudayaan lokal dan meningkatkan identitas budaya masyarakat.Pelestarian budaya tradisi tersebut dapat dilakukan dengan mentransformasikan budaya tradisi ke dalam budaya modern. Salah satunya adalah dengan metode ATUMICS (akronim dari kata Artefact, Technique, Utility, Material, Icon, Concept, dan Shape). Metode ini digunakan untuk mengkombinasikan beberapa elemen budaya tradisi dengan beberapa elemen budaya modern pada sebuah desain produk.

(21)

Gambar 2.2 Bagan transformasi budaya tradisi metode ATUMICS (Sumber: Nugraha, 2012)

Dari bagan di atas, melalui metode ATUMICS sebuah produk budaya dapat dilihat dari dua level utama tingkat keberadaannya yaitu level mikro dan level makro. Level mikro lebih berkaitan dengan sifat teknis dan penampilan produk. Produk dianalisis untuk didapatkan susunan ideal dari enam elemen dasarnya, yaitu teknik (Technique), kegunaan (Utility), bahan (Material), ikon (Icon), konsep (Concept), dan bentuk (Shape). Level makro berkaitan dengan aspek-aspek yang lebih luas, yaitu semangat dan motivasi dibalik produk yang dihasilkan. Hal ini terkait dengan bagaimana menemukan keseimbangan yang tepat di antara beberapa aspek yang berbeda; budaya, sosial, ekologi, ekonomi, kelangsungan hidup (survival), atau ekspresi diri dalam pembuatan sebuah produk. Di dalam konsep metode ATUMICS ini, perancangan sebuah produk harus menyatukan kedua level tersebut, level mikro dan level makro.

Elemen Tradisi Elemen Modern Artefak, objek Elemen Motivasi

A

artefak,

T

technique,

U

utility,

M

material,

I

icon,

C

concept,

S

shape

(22)

2. Struktur Permainan Digital

Fullerton, Swain dan Hoffman (2008) mengklasifikasikan struktur game dalam dua elemen dasar, yaitu elemen formal dan elemen dramatis.

a. Elemen Formal

Elemen formal game adalah elemen dasar yang membentuk sebuah game, tanpa salah satu elemen ini suatu aplikasi tidak bisa disebut game. Yang termasuk dalam elemen formal game adalah Pemain (Players), Tujuan (Objectives), Prosedur (Procedures), Aturan (Rules), Sumber Daya (Resources), Konflik (Conflict), Batasan (Boundaries), dan Hasil/Akibat (Outcomes).

b. Elemen Dramatis

Elemen dramatis adalah elemen yang berkaitan dengan segi emosional pemain dalam bermain game, yaituTantangan (Challenge), Play, Alasan (Premise), Karakter (Character), dan Cerita (Story).

2.4 Kerangka Roadmap Penelitian

Penelitian sebelumnya yang sudah pernah peneliti lakukan berhubungan dengan permainan digital. Penelitian tersebut mendasari penyusunan roadmap penelitian yang peneliti akan lakukan sebagaimana tergambar pada bagan dibawah ini,

Gambar 3.3 Bagan roadmap penelitian

Perancangan Game Warak Ngendog Untuk Menanamkan Nilai-Nilai

Spiritual Kepada Anak Sekolah Dasar (2013) Model Adaptasi Permainan Macanan Ke Dalam Perancangan Permainan Digital Sebagai Upaya Pelestarian Budaya Permainan Tradisional (2015) Semangat Gotong Royong pada Anak Usia

Dini Melalui Game “Semangat Si Semut” (2007) Adaptasi Permainan Tradisional Bas-Basan Sepur ke Dalam Perancangan Permainan Digital Bertema “Amukti

Palapa” (2013)

Model Adaptasi Permainan Papan Papan

Mul-Mulan ke Dalam Permainan Digital

(2016)

Adaptasi Permaianan Tradisional Jawa Tengah

Jenis Permainan Papan ke dalam Permainan

Digital (2018) Model Adaptasi

Permainan Papan Dakon ke Dalam Permainan

(23)

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Mendapatkan gambaran tentang keberadaan permainan tradisional saat ini khususnya permainan Macanan.

2. Mendapatkan model rancangan permainan tradisional Macanan yang diadaptasikan ke dalam sebuah permainan digital yang menarik melalui metode ATUMICS untuk menjaga permainan Macanan tetap dikenal oleh masyarakat khususnya anak dan tetap lestari sesuai perkembangan jaman.

3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Dokumentasi permainan tradisional khususnya permainan Macanan sebagai arsip budaya yang dapat diajarkan kepada generasi penerus. 2. Masyarakat dapat mengenal permainan tradisional Macanan melalui

media yang menarik dan digemari sehingga proses pelestarian budaya permainan Macanan dapat berjalan beriringan dengan perkembangan jaman.

(24)

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu menyajikan gambaran tentang objek perancangan (Sugiyono, 2012). Dengan metode tersebut akan dipaparkan situasi dan fenomena permainan tradisional Macanan pada saat ini. Dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat menghasilkan perancangan yang sistematis, aktual, dan menarik mengenai objek perancangan. Berdasarkan Suyanto & Sutinah (2006), pertimbangan penggunaan rancangan ini adalah: (1) data yang akan diambil bersifat alamiah atau wajar dengan konteks utuh (holistik), (2) Instrumen penelitian baik peneliti dan sumber data berupa manusia (human instrument), (3) metode pengumpulan data observasi dan wawancara sebagai metode utama, (4) analisis data dilakukan secara induktif dengan pendekatan teori-teori yang mendekati permasalahannya, dan (5) penelitian dibatasi oleh fokus sehingga penelitian menjadi lebih terarah.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama tiga (3) bulan yaitu bulan Juni, Juli, dan Agustus. Lokasi penelitian dilakukan di dua lokasi, yaitu

a. Lokasi penelitian yang pertama adalah Dusun Karang Pandan, Desa Ujungpandan, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara.

b. Lokasi yang kedua adalah Dusun Margorejo, Desa Ngadirojo, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali.

4.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data penelitian dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu:

1. Studi literatur yaitu data diperoleh dengan mengumpulkan beberapa buku dan jurnal yang terkait dengan permainan Macanan.

2. Observasi langsung, yaitu data diperoleh dari pengamatan langsung kepada obyek yang diteliti yaitu pengamatan pada pelaksanaan permainan Macanan di kedua lokasi penelitian. Berdasarkan keterlibatan peneliti dalam kegiatan-kegiatan orang yang diamati, observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi tak partisipan (non participant observation), yaitu peneliti

(25)

berada di luar objek yang diamati dan tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Melalui cara ini peneliti lebih mudah mengamati munculnya tingkah laku yang diharapkan.

3. Wawancara, yaitu data diperoleh dari beberapa sumber dengan cara tatap muka dan berhubungan langsung dengan narasumber yang dekat dengan permainan tradisional khususnya Macanan. Wawancara dilakukan kepada Bapak As’ad selaku tokoh warga yang memiliki pengalaman dalam permainan Macanan di Dusun Karang Pandan dan Bapak Kusmin di Dusun Margorejo. Kegiatan wawancara ini juga melibatkan anak-anak di kedua dusun untuk mendapatkan perspektif langsung dari anak sebagai pelaku permainan saat ini. Secara khusus menyasar kepada anak usia 10 tahun ke atas.

4. Dokumentasi, merupakan pembuatan dan penyimpanan bukti-bukti (gambar, tulisan, suara, dll) terhadap segala hal baik obyek maupun peristiwa yang terjadi terkait permainan tradisional Macanan.

4.4 Objek dan Variabel Penelitian

Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah salah satu jenis permainan tradisional yang berjenis permainan papan olah pikir, yaitu Macanan. Yaitu salah satu jenis permainan papan (board game) tradisional yang mempertandingkan kemampuan strategi antar pemainnya. Pada penelitian ini variabel yang akan dikaji mengenai bentuk visual arena permainan, bentuk visual alat permainan, aturan permainan, serta cara memainkan (gameplay) permainan tradisional Macanan.

4.5 Analisis Data

Proses analisis data yang dilakukan melalui beberapa tahap yaitu;

1. Analisis desriptif kualitatif yang berupa reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Data yang dikumpulkan dipilah-pilah hal pokok dan fokus pada hal-hal penting terhadap permainan Macanan. Selanjutnya data disusun secara sistematis kemudian dianalisis dan dibuat kesimpulan sementara.

2. Analisis permainan Macanan menggunakan metode ATUMICS. Melalui metode ini permainan Macanan dianalisis dalam dua level utama tingkat keberadaannya yaitu level mikro dan level makro. Level mikro lebih berkaitan dengan sifat teknis dan penampilan produk. Produk dianalisis untuk didapatkan susunan ideal dari enam elemen dasarnya, yaitu teknik (Technique), kegunaan

(26)

(Utility), bahan (Material), ikon (Icon), konsep (Concept), dan bentuk (Shape). Level makro berkaitan dengan aspek-aspek yang lebih luas, yaitu semangat dan motivasi dibalik produk yang dihasilkan. Hal ini terkait dengan bagaimana menemukan keseimbangan yang tepat di antara beberapa aspek yang berbeda; budaya, sosial, ekologi, ekonomi, kelangsungan hidup (survival), atau ekspresi diri dalam pembuatan sebuah produk.

3. Adaptasi elemen budaya permainan Macanan ke dalam struktur permainan digital yaitu ke dalam elemen formal dan elemen dramatis permainan digital.

4.6 Tahap-tahap Penelitian

Proses dalam penelitian ini dapat dijelaskan dalam skema proses perancangan berikut ini:

Gambar 4.1 Skema Tahapan Penelitian

Tahapan pada penelitian ini dibagi menjadi delapan tahap sebagai berikut: a. Tahap 1: Pengumpulan Data. Pengumpulan data merupakan tahap awal dalam

penelitian ini untuk melihat situasi dan fenomena permainan tradisional Macanan pada saat ini, meliputi : keberadaan permainan Macanan, bentuk visual arena permainan, bentuk visual alat permainan, aturan permainan, serta

Pengumpulan Data: a. Studi literatur b. Observasi c. Wawancara d. Dokumentasi Identifikasi Masalah

Analisa data Tahap II (metode ATUMICS)

Analisa data Tahap III (Adaptasi ke dalam konsep permainan digital)

Kesimpulan

Penyusunan model rancangan permainan digital Macanan Analisis data Tahap I (metode deskriptif kualitatif)

(27)

cara memainkan (gameplay) permainan tradisional Macanan. Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Target luaran dari tahap ini adalah mendapatkan data primer tentang permainan tradisional Macanan yang ada saat ini.

b. Tahap 2: Identifikasi Masalah. Tahap ini peneliti melakukan identifikasi masalah yang ada pada permainan tradisional Macanan. Permasalah yang diidentifikasi meliputi perilaku dan latar belakang pemain permaianan Macanan, bentuk visual permainan Macanan yang sudah ada, serta latar belakang permaianan Macanan mulai ditinggalkan. Luaran yang dihasilkan pada tahap ini berupa deskripsi masalah yang jelas tentang permainan tradisional Macanan saat ini.

c. Tahap 3: Analisis Data Tahap I. Pada tahap ini dilakukan analisis data permainan tradisional Macanan yang sudah ada untuk mencari solusi yang paling tepat dengan permasalahan yang ada. Metode yang digunakan untuk menganalisis data yang adalah dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis tersebut berupa kesimpulan sementara tentang permainan tradisional Macanan.

d. Tahap 4: Analisis Data Tahap II. Analisis data dari tahap pertama dilanjutkan pada tahap kedua ini dengan menggunakan metode ATUMICS. Metode ini digunakan untuk mengkombinasikan beberapa elemen budaya tradisi dengan beberapa elemen budaya modern pada sebuah desain. Pada tahap ini akan dihasilkan model pemetaan elemen-elemen budaya permainan Macanan. e. Tahap 5: Analisa data Tahap III (Adaptasi ke dalam konsep permainan digital).

Perancangan konsep permainan digital berbasis pada hasil analisis tahap II. Perancangan konsep dilakukan berdasarkan perancangan permainan digital mengklasifikasikan struktur game dalam dua elemen dasar, yaitu elemen formal dan elemen dramatis. Tahap ini akan menghasilkan luaran berupa konsep permainan digital Macanan.

f. Tahap 6: Penyusunan model rancangan permainan digital Macanan. Tahap ini adalah tahap dimana hasil perancangan yang dilakukan pada tahap sebelumnya dibuat dalam satu buku model rancangan permainan digital Macanan yang berisi elemen formal dan elemen dramatis. Dalam bahasa dunia game, model rancangan permainan digital disebut Game Design Development (GDD).

(28)

BAB V HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

5.1 Data hasil observasi penelitian

Penelitian Permainan Macanan di Dusun Karang Pandan, Kabupaten Jepara dan Dusun Margorejo, Kabupaten Boyolali mendapatkan beberapa data penelitian terkait eksistensi permainan Macanan sebagai berikut:

1. Keberadaan permainan Macanan kian terpinggirkan oleh keberadaan permainan digital karena sifat kemudahan, interaktif, dan estetisnya. Hal ini dikarenakan permainan Macanan kini seakan terganti oleh jenis permainan baru seperti game digital yang dengan mudah diakses lewat handphone dan smartphone. Budaya digital lebih menarik dan menyenangkan bagi anak. Selain itu permainan digital dapat dimainkan sendiri berbeda dengan permainan Macanan yang membutuhkan lawan untuk bermain.

2. Waktu bermain anak berkurang akibat lamanya waktu belajar.

Wilayah pedesaan dengan rumah penduduk yang sebagian besar memiliki halaman yang cukup luas menunjang permainan Macanan untuk dimainkan. Namun, waktu bermain anak kini cenderung lebih sempit dikarenakan waktu belajar di Sekolah dari pagi hingga siang hari yang dilanjutkan waktu mengaji di sore hari. Waktu bermain penuh yang dimiliki anak dapat dibilang hanya di hari Minggu saja.

3. Macanan sebagai budaya permainan kalah berkembang dibanding budaya kesenian tradisional akibat faktor apresiasi budaya.

Permainan Macanan seperti permainan tradisional lainnya hanya menjadi permainan pengisi waktu luang bagi pemainnya sehingga keberadaannya semakin terabaikan jika pemain mengisi waktu luang dengan kegiatan lain yang lebih menarik. Hal ini berbeda dengan budaya kesenian yang hidup di Dusun Karang Pandan yaitu seni musik Rebana, dan juga budaya seni Reog dan Drumblek yang hidup di Dusun Margorejo. Budaya kesenian tersebut lebih diapresiasi masyarakat dengan seringnya dipentaskan sehingga bagi para “pemain” atau pelaku seni, budaya tersebut tidak sebatas pengisi waktu luang tetapi telah menjadi kebutuhan. Sehingga secara tidak langsung pertumbuhan budaya kesenian melemahkan budaya permainan tradisi.

(29)

4. Sebutan ”Dham-dhaman” bagi permainan Macanan di kedua lokasi penelitian dengan aturan permainan yang lebih kompleks.

Sebutan permainan tradisional seringkali berbeda di setiap tempat. Hal ini juga ditemukan di kedua lokasi penelitian yang menyebut permainan Macanan dengan nama Dham-dhaman. Pada dasarnya permainan Dham-dhaman ini menggunakan arena permainan yang sama serta penggunaan wong dan macan dalam permainan. Perbedaan yang ada adalah;

a. Penggunaan jumlah wong yang lebih banyak yaitu 32 wong dimana masing-masing 16 wong setiap pemain.

Pemain Pemain A B

Gambar 5.1 Model permainan Dham-dhaman

b. Peran pemain bukan sebagai satu pemain memainkan wong dan satu pemain lain sebagai macan, tetapi kedua pemain sama-sama memainkan wong. Namun, setiap pemain dapat mengubah wong miliknya menjadi macan dengan aturan tertentu.

Gambar 6.2 Anak di Dusun Margorejo bermain Dham-dhaman/Macanan

(30)

c. Aturan permainan yang lebih kompleks. Pada dham-dhaman, macan tidak muncul di awal permainan melainkan setelah pemain berhasil memainkan wong yang mampu menempati ke tujuh titik di arena segitiga musuh.

5. Permainan Macanan menjadi penting untuk dijaga keberadaannya karena nilai budaya dan nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya.

Menurut Bapak As’ad dan pak Kusmin, permainan Macanan harus dijaga keberadaannya sebagai warisan budaya yang dapat menjadi ciri dan potensi budaya masyarakatnya. Bersanding dengan budaya kesenian daerah masing-masing, permainan Macanan berpotensi meningkatkan kekuatan budaya tradisi. Selain itu permainan Macanan mengajarkan anak bersosialisasi dengan teman-temannya meliputi sikap menghargai, kejujuran, dan kebersamaan. Meskipun kini waktu bermain dan waktu sosialisasi anak menjadi berkurang, tetapi permainan Macanan harus dikenalkan kepada anak agar memiliki kebanggaan dan kekayaan berbudaya.

5.2 Analisis Data Penelitian

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, analisis data terbagi dalam tiga tahap yaitu;

1. Analisis desriptif kualitatif.

Berdasarkan data dari poin 5.1 didapatkan kesimpulan sementara berupa; a. Permainan Macanan menjadi penting bagi anak untuk menumbuhkan

kebanggaan berbudaya tradisi meskipun keberadaannya kian terpinggirkan. b. Waktu bermain anak dan upaya pelestarian permainan Macanan dapat

berjalan beriringan dengan membawa permainan Macanan ke dalam permainan digital yang memiliki nilai keunggulan menarik, interaktif, mudah diakses, dan dapat dimainkan sendiri tanpa harus mencari lawan bermain. c. Muncul variasi baru yang dapat memperkaya bentuk permainan Macanan.

Secara umum, dapat disimpulkan adaptasi ke dalam permainan digital menjadi langkah yang efektif untuk menjaga keberadaan permainan Macanan yang sarat dengan nilai budaya dan pendidikan. Meskipun banyak cara pelestarian seperti workshop, pementasan permainan, perlombaan, dan dokumentasi; tetapi faktor apresiasi budaya sangat menentukan

(31)

keberlangsungan cara pelestarian ini. Kegiatan pelestarian di atas cenderung bersifat sementara dan kurang ekonomis untuk jangka panjang. Berbeda dengan permainan digital yang merupakan budaya populer saat ini, memiliki banyak keunggulan seperti kemudahan akses, jangkauan audiens yang luas, disukai banyak orang khususnya anak-anak, dan ekonomis untuk pelestarian jangka panjang. Secara konten, permainan digital menawarkan kemudahan bagi pemain untuk merasakan pengalaman bermain Macanan berbagai variasi yang dapat dimainkan sendiri maupun dengan teman.

2. Analisis permainan Macanan dalam metode ATUMICS.

Sebagai langkah lanjut dari hasil analisis sebelumnya, permainan Macanan kemudian diadaptasikan ke dalam permainan digital dengan memetakan elemen budaya permainan Macanan yang bisa dibawa ke dalam permainan digital tanpa harus meninggalkan esensi budaya yang dimilikinya. Berikut adalah analisis permainan Macanan dalam metode ATUMICS.

a. Level mikro

Permainan Macanan dianalisis menurut enam elemen dasarnya, yaitu teknik (Technique), kegunaan (Utility), bahan (Material), ikon (Icon), konsep (Concept), dan bentuk (Shape) sebagai berikut:

1. Technique

Secara teknik, permainan Macanan dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Teknik bermain; memuat jumlah pemain yang terlibat yaitu minimal 2

pemain, dan memuat prosedur dan aturan permainan Macanan hingga hasil kalah dan menang dalam permainan.

b. Keahlian (skill) pemain dalam memainkan permainan Macanan. Pemain harus memiliki kemampuan berstrategi dan konsentrasi yang lebih baik untuk dapat memainkan dan memenangkan permainan. Faktor usia sering menentukan di bidang ini.

c. Teknologi; memuat penggunaan semua potensi sarana dan proses dalam permainan yang masih secara manual, yaitu kendali permainan langsung dari pemain, tidak otomatis seperti komputer.

(32)

d. Peralatan (tool) yang digunakan pun sangat sederhana yaitu arena permainan yang digambar dan sejumlah uwong atau pion permainan dari benda-benda kecil di sekitar.

2. Utility

Utility memiliki beberapa maksud di antaranya sebagai berikut;

a. Fungsi; Macanan biasa dimainkan untuk mengisi waktu luang dan dapat dilakukan sembarang waktu.

b. Kegunaan; Macanan dapat melatih kecerdasan daya pikir dan konsentrasi pemainnya.

c. Kebutuhan; meskipun termasuk permainan yang berat karena lebih membutuhkan olah pikir dibanding olahraga yang aktif, tetapi Macanan seperti permainan tradisional lainnya juga dapat memenuhi kebutuhan hiburan anak-anak khususnya yang menyukai jenis permainan ini. 3. Material

Bahan-bahan yang digunakan dalam permainan Macanan menggunakan bahan mudah dicari dan sederhana, seperti kerikil atau biji-bijian buah (seperti: sawo, asam, tanjung, dan lainnya). Sementara arena permainan berupa segitiga dan persegi empat bisa digambar dengan kapur, pensil, atau benda lain, menyesuaikan lahannya.

4. Icon

Sesuai dengan nama permainannya, Macanan dapat diidentifikasi dengan jenis pion yang dimainkan yaitu adanya macan dan wong. Berbeda dengan permainan papan lainnya seperti bas-basan sepur, dakon, dan mul-mulan hanya dikenal wong saja. Selain itu permainan Macanan memiliki bentuk arena permainan yang khas, yang tidak sama dengan permainan lain. Sehingga ikon permainan Macanan juga dapat dilihat dari bentuk arena permainannya yaitu segitiga dan persegiempat.

5. Concept

Konsep atau faktor tersembunyi terlihat dalam sebuah objek melalui tampilan visualnya, atau pada bentuk (shape), ikon (icon), atau kegunaan (utility) sebuah objek/artefak. Pada Macanan konsep tersebut terlihat dari;

(33)

a. Pion macan.

Berbeda dengan permainan bas-basan sepur yang telah dikaji Khamadi dkk (2013) sebelumnya, pion macan menjadi keunggulan tersendiri dalam permainan Macanan. Dalam budaya Jawa sendiri macan atau harimau dianggap sebagai sosok hewan pelindung/penguasa hutan, dimana akan menjadi buas jika diganggu keberadaannya. Namun, di dalam permainan ini sosok macan dianggap sebagai hewan buas yang memangsa manusia, sehingga cerita dalam permainan adalah upaya melumpuhkan macan oleh beberapa wong. Hal ini senada dengan maksud dari budaya gropyokan macan atau rampokan macan yaitu budaya mengadu macan dengan manusia. Menurut Javantiger (2010), lahirnya budaya ini karena kalangan kerajaan telah terpengaruh oleh budaya kebo bule yaitu hewan yang paling keramat. Imbas itu menjadikan macan sebagai hewan penjaga menjadi hewan layak ditangkap dan layak dibunuh (perusakan akar budaya). Dimana kekuatan yang dimiliki harimau (dianggap jahat) dan layak ditandingkan dengan kekuatan manusia. Duel secara langsung. Hal ini dikandung maksud agar Raja tahu, siapa pengawalnya, siapa Senopatinya dan sejauh mana kekuatan Senopati itu untuk mewakili kerajaan menyambangi kerajaan lain. Namun, kembali kepada kepercayaan budaya masyarakat pedalaman, sosok harimau adalah sosok pelindung dan keberadaannya sama pentingnya dengan menjaga kelestarian alam dan permainan Macanan ini khususnya.

b. Bentuk arena permainan.

Bentuk arena berupa persegi empat yang diapit oleh dua segitiga menjadi ikon permainan Macanan ini. Segitiga di sini sering dianalogikan sebagai sebuah gunung. Sehingga dengan mudah dapat teridentifikasi bahwa lingkungan yang digambarkan oleh permainan Macanan ini adalah alam pegunungan yang menjadi habitat bersama Macan dan manusia. Kehidupan pegunungan menjadi tempat yang ideal untuk manusia dan macan melangsungkan hidup yang bergantung pada alam. Namun, jika salah satunya mulai menunjukkan

(34)

keserakahannya akan terjadi pertikaian diantara keduanya yang membawa kepada kesengsaraan. Dari arena permainan ini terlihat bahwa masyarakat Jawa hidup bergantung dengan keadaan alamnya khususnya alam pegunungan. Namun, karena permainan papan tradisional khususnya Macanan lahir di kerajaan, maka arah cerita yang diwujudkan dalam permainan condong ke cerita gropyokan macan.

6. Shape

Unsur shape yang dapat diukur dalam Macanan adalah bentuk arena permainannya. Hal ini dikarenakan bentuk pion yang digunakan dapat berupa apa saja asalkan berukuran sedang atau kecil yang disesuaikan dengan besar arena permainan yang dibuat. Masing-masing pion pemain memiliki bentuk yang tidak sama agar dapat dikenali kepemilikannya. Misalnya; pemain 1 memakai pion dari batu kerikil maka pemain 2 tidak menggunakan batu kerikil, mungkin biji sawo kecik.

s

Gambar 7.3 Pemetaan elemen-elemen permainan Macanan berdasarkan metode ATUMICS level mikro

UTILITY - Fungsi: mengisi

waktu luang - Kegunaan: melatih daya pikir

- Kebutuhan: hiburan bagi anak MATERIAL - Alami: Tanah, kerikil, biji-bijian buah, dll - Sintetik: kertas, kapur, sedotan, dll ICON - Pion macan - Bentuk arena permainan yang khas, CONCEPT

- Nilai budaya Jawa terkait macan dan bentuk arena permainan

- Nilai kognitif anak: sikap kesabaran,

konsentrasi

SHAPE - Bentuk dan ukuran

arena permainan, - Struktur dan proporsi pion TECHNIQUE - Teknik bermain - Keahlian pemain -Teknologi manual - Peralatan: pion dan

arena permainan

permainan

MACANAN ARTEFACT

(35)

b. Level makro

Pada level makro ini adaptasi permainan Macanan ke dalam permainan digital didasari oleh motivasi berikut:

1. Motivasi utama berupa motivasi budaya. Diharapkan dengan perancangan permainan digital ini, masyarakat dapat mengenal permainan Macanan dan merasakan pengalaman memainkannya.

2. Motivasi sekunder berupa motivasi sosial dan ekonomi, dimana perancangan permainan digital ini memungkinkan dijadikan sebagai sarana komunikasi sosial antar pemain game, serta menjadi sebuah komoditas game yang dapat dijual ke masyarakat.

3. Motivasi lain berupa motivasi ekologi, kelangsungan hidup, dan kreasi ekspresi diri. Pada tingkat ini motivasi lain bukanlah motivasi yang dapat mendasari perancangan permainan digital ini.

Gambar 8.4 Tingkatan elemen motivasi adaptasi permainan Macanan berdasarkan metode ATUMICS level makro

Pemetaan tingkatan elemen motivasi ini memiliki andil terhadap porsi konten permainan Macanan dalam perancangan game. Karena motivasi utama berupa motivasi budaya maka permainan digital harus banyak memperkenalkan elemen Macanan seperti yang dijelaskan pada level mikro metode ATUMICS.

Artefak Budaya Motivasi Utama Motivasi Sekunder Motivasi lain BUDAYA SOSIAL EKONOMI KELANGSUNGAN HIDUP EKOLOGI KREASI EKSPRESI DIRI MACANAN -> DIGITAL

(36)

3. Adaptasi elemen budaya permainan Macanan ke dalam struktur permainan digital.

Elemen-elemen Macanan level mikro metode ATUMICS selanjutnya diadaptasikan ke dalam struktur permainan digital yang memuat elemen formal dan elemen dramatis sebuah perancangan game. Hal ini dilakukan untuk menemukan perpaduan yang sesuai sebagai dasar perancangan model permainan digital selanjutnya.

Tabel 5.1 Adaptasi permainan Macanan ke dalam struktur permainan digital

Artefak (Macanan)

Technique Utility Material Icon Concept Shape

Pemain Dimainkan oleh 2 Pemain: Pemain 1 vs Pemain 2 - - - - - Tujuan - Tujuan dalam game: Mengalahk an pemain lain - - - - Prosedur Rincian instruksi permainan terkait langkah pion wong dan macan serta bentuk arena permainan - Material Peralatan diganti Material Baru (Digital) Pion Macan dan Bentuk Arena Permainan Nilai budaya Jawa dan nilai

kognitif anak Bentuk, ukuran, proporsi pion dan arena permainan Aturan Aturan permainan Macanan 4 variasi ditambah aturan dham-dhaman - - Pion macan memiliki kemampua n lebih dalam memangsa pion wong. Nilai budaya Jawa dan nilai

kognitif anak terkait konsentrasi berpikir Jumlah pion wong lebih banyak dibanding pion macan Sumber Daya - - - - - - Elemen ATUMICS Elemen Permainan Digital

(37)

Konflik Langkah pemain terkait manajemen pion dan bentuk arena permainan untuk menyerang pion lawan - - - Nilai budaya Jawa dan nilai

kognitif anak - Batasan Batasan dalam aturan permainan terkait bentuk arena dan jumlah pion - - - Nilai budaya Jawa dan nilai

kognitif anak - Hasil/Akibat Menang dan kalah dalam permainan - - - - - Tantangan Keahlian pemain lawan Perasaan senang dan puas bermain - - Pion macan bergerak lebih bebas - Play - Memecahk an masalah dengan menyenan g-kan - - - - Alasan - Memenuhi kebutuhan hiburan bagi anak - - - - Karakter Pion Permainan (pion wong dan pion macan) tampil secara visual - Material Pion: Material Baru (Digital) - - Bentuk, ukuran, proporsi pion permainan Cerita - - - Macan sebagai pemangsa Cerita yang melekat adalah hubungan manusia dengan macan sebagai pemangsa bukan pelindung hutan -

(38)

Dari perpaduan kedua jenis elemen budaya tersebut terlihat bahwa elemen yang dapat dipertahankan dalam permainan Macanan adalah elemen Concept, Icon, dan Shape. Sedangkan pada elemen Material terjadi perubahan material tradisional menjadi material baru (digital). Hal ini terjadi karena pada permainan digital peralatan yang digunakan sudah menggunakan bahan yang berbau teknologi digital seperti layar komputer sebagai tempat arena permainan dan pion pun disediakan di dalam tampilan visual pada layar tersebut. Kerikil dan biji sawo kecik masih bisa dipertahankan secara visual pada layar permainan komputer.

Selain itu dari tabel di atas juga diketahui terdapat elemen Macanan yang tidak memenuhi elemen pada struktur permainan digital yaitu elemen sumber daya. Hal ini terjadi karena pada elemen sumber daya; dalam permainan bas-basan sepur tidak ada variabel peralatan permainan yang dibutuhkan bernilai tinggi dan langka. Pion sebagai peralatan main tidak memenuhi syarat langka karena jumlahnya memang dibatasi untuk setiap variasi permainannya. Jumlah pion untuk masing-masing pemain tidak akan bisa bertambah dalam permainan. Karena langka sebagai sebuah sumber daya dalam permainan berarti ada potensi keberadaannya tetapi jumlahnya sedikit dan membutuhkan usaha tertentu untuk mendapatkannya. Selain itu sumber daya akan mempermudah mencapai tujuan game jika digunakan.

Dari tabel di atas jika dibuat dalam bagan implementasi akan terlihat jelas elemen penyusun perancangan permainan digital dari elemen Macanan. Berikut ini adalah bagan implementasi elemen Macanan ke dalam struktur permainan digital:

(39)

Gambar 9.5 Implementasi elemen Macanan dalam struktur permainan digital yang belum memenuhi semua elemen game

4. Hasil konsep adaptasi Macanan ke dalam perancangan permainan digital. Secara umum dengan mengacu pada Fundamentals of Game Design (Adams, 2010) dan Game Design (Pulsipher, 2012) konsep perancangan permainan digital Macanan yang didasarkan pada aturan permainan dasar permainan tradisional Macanan menekankan pada beberapa aspek, yaitu:

MACANAN -> STRUKTUR GAME Dimainkan oleh Dua pemain PEMAIN Mengalahkan pemain lain TUJUAN

Pion permainan yang semula berasal dari bahan alami berupa kerikil,

biji-bijian buah dapat tetap mempertahankan bentuk visual tetapi dalam materi digital.

KARAKTER Macanan

memiliki unsur cerita tentang hubungan manusia dengan macan

TANTANGAN Keahlian pemain lawan ELEMEN DRAMATIS ELEMEN FORMAL KONFLIK HASIL AKIBAT Menang atau kalah dalam permainan ALASAN Mendapatkan hiburan bersama dengan teman sepermainan

Langkah pemain terkait manajemen pion dan arena permainan untuk menyerang pion lawan KONFLIK BATASAN Batasan dalam aturan permainan terkait bentuk arena dan jumlah pion PLAY Memecahkan masalah dengan menyenangkan; menemukan strategi baru ATURAN Aturan permainan Macanan di dalamnya terkandung nilai budaya Jawa dan nilai kognitif

PROSEDUR Rincian instruksi permainan terkait langkah pion dan arena permainan yang mengandung konsepsi nilai budaya Jawa dan kognitif

Macanan

tidak memiliki elemen sumber daya

SUMBER DAYA

(40)

a. Turn-based strategy game yaitu permainan strategi dengan pemain memainkan gilirannya secara bergantian. Strategi berarti perencanaan, termasuk mengambil keuntungan situasi dan sumber daya, mengantisipasi gerakan lawan, mengetahui dan meminimalisir kekurangan.

b. Konsep leveling yang mengacu pada variasi bentuk permainan Macanan menurut literatur ditambah data hasil observasi yaitu permainan dham-dhaman.

c. Pemberian cerita yang lebih baik kepada pemain dengan membuat narasi cerita besar yang diwujudkan dalam penggalan cerita setiap levelnya. Pesan cerita akan diarahkan kepada konteks macan atau harimau sebagai pelindung hutan. Hal ini didasarkan pada beberapa literatur yang menyebutkan posisi macan dalam kehidupan budaya Jawa.

d. Interaksi pemain terhadap narasi cerita yang disampaikan. Pemain akan diberikan misi yang berbeda pada setiap level sesuai konsep leveling dan cerita yang telah dijelaskan sebelumnya.

e. Pion divisualisasikan berupa tokoh manusia dan Harimau yang memiliki karakteristik berbeda yang ditunjukkan dengan atribut nyawa dan serangan masing-masing pion.

f. Bentuk arena papan permainan digital divisualisasikan sesuai dengan lingkungan yang dibangun dalam cerita. Namun secara umum, lingkungan arena adalah wilayah hutan pegunungan.

g. Pemberian hadiah dan hukuman (reward and punishment) yang tidak ada pada permainan Macanan tradisional. Hal ini dilakukan untuk memberikan motivasi lebih agar pemain merasa diapresiasi dan berusaha memainkan terus untuk mendapatkan reward yang lebih atau mengulangi permainan akibat mendapat punishment.

h. Terdapat item sumber daya yang dapat ditemukan seiring peningkatan level seperti sejumlah emas dan karakter baru yang menjadi reward dan dapat digunakan pada level selanjutnya. Ada pula item-item penghalang yang menambah tingkat kesulitan permainan seperti adanya bidang yang tak dapat ditempati atau dilalui, penghalang berupa kayu, runtuhan bangunan pada beberapa bidang permainan yang harus disingkirkan lebih dahulu, dan sebagainya.

(41)

BAB VI RENCANA TAHAP BERIKUTNYA

Berdasarkan tahap penelitian yang dilakukan, pelaksanaan penelitian telah sampai pada analisis tahap III yang menghasilkan rancangan konsep permainan digital hasil adaptasi elemen permainan Macanan. Selanjutnya akan dilakukan perancangan model permainan digital sesuai konsep yang telah dihasilkan dalam sebuah game design development (GDD) yang menjadi panduan dasar bagi pengembangan pembuatan game digital. Perancangan GDD ini akan membutuhkan waktu yang cukup lama mengingat variabel perancangan yang semakin kompleks dari pembuatan dokumen perancangan game hingga perancangan aset visual game yang sesuai dengan konsep game yang telah disebutkan pada bab sebelumnya.

Sejauh ini telah dilakukan penulisan tulisan ilmiah tentang penelitian ini. Tulisan ilmiah ini telah dimasukkan ke jurnal ber-ISSN yaitu Jurnal Andharupa. Rincian kegiatan selanjutnya dapat terlihat pada tabel berikut:

Tabel 26.1 Rencana tahapan kegiatan penelitian selanjutnya

Kegiatan Bulan

Agustus September Oktober November Desember Persiapan 1. Identifikasi Masalah 2. Studi Pustaka Pelaksanaan X X X 3. Analisis kebutuhan 4. Pengumpulan data

5. Analisis data tahap I

6. Analisa data tahap II

7. Analisa tahap III Adaptasi

Macanan dalam Perancangan konsep permainan digital X 8. Penyusunan model rancangan permainan digital X X X 9. Kesimpulan X Penutupan X X X 10. Pembuatan Laporan X X

(42)

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan penelitian sejauh ini didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor apresiasi budaya menjadi salah satu faktor penting bagi keberlangsungan sebuah budaya tradisi khususnya permainan Macanan baik bersaing dengan sesama budaya tradisi maupun budaya modern.

2. Adaptasi permainan Macanan ke dalam permainan digital tetap harus mempertahankan elemen Concept, Icon, dan Shape dimana dalam elemen-elemen tersebut terkandung nilai budaya khas yang dimiliki permainan Macanan.

3. Perancangan konsep permainan digital Macanan menambahkan elemen sumber daya yang tidak dijumpai di permainan Macanan tradisional.

7.2 Saran

Berkenaan dengan proses adaptasi yang dilakukan maka disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Tidak semua budaya tradisi harus diadaptasikan ke dalam budaya modern, maka perlunya memilih budaya tradisi khususnya permainan tradisional yang sesuai dalam menentukan objek penelitian.

2. Peneliti harus terlibat langsung merasakan pengalaman budaya yang ditelitinya. Posisi peneliti sebagai observator tidak langsung berpeluang salah memaknai konsp budaya tradisi yang diteliti.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, E. (2010) Fundamentals of Game Design: Second Edition. Berkeley: New Riders.

Creeber, G. & Martin, R. (2009). Digital Cultures: Understanding New Media. New York: Open University Press.

Dharmamulya, S.; dkk. (2008). Permainan Tradisional Jawa.Yogyakarta: Kepel Press Puri Arsita A-6.

Fullerton, T,. Swain, C. & Hoffman, S. (2008). Game Design Workshop: A Playcentric Approach to Creating Innovatine Games 2nd Edition. Burlington: Morgan Kaufmann Publishers.

Javantiger. (2010). Serangan Budaya konservasi Harimau Jawa di Pulau Jawa.

https://javantigercenter.wordpress.com/2010/07/29/serangan-budayakonservasi-harimau-jawa-di-p-jawa/. Diakses 23 juli 2016 pukul 09.00 WIB.

Khamadi, Sihombing, R. M., & Ahmad, H. A. (2013). Perancangan Konsep Adaptasi Permainan Tradisional Bas-basan Sepur dalam Permainan Digital “Amukti Palapa”. Jurnal Wimba Vol 5, No. 27. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Misbah, I.H. (2007). Peran Permainan Tradisional Yang Bermuatan Edukatif Dalam Menyumbang Pembentukan dan Identitas Bangsa. Bandung: IPI. Nugraha, A. (2012). Transforming Tradition: A Method for Maintaining Tradition

in a Craft and Design Context. Helsinki: Aalto University, School of Arts, Design and Architecture, Finland.

Pulsipher, L. (2012) Game Design: How to Create Video and Tabletop Games, Start to Finish. Carolina Utara: McFarland & Company, Inc., Publishers. Purwaningsih, E. (2006). Permainan Tradisional Anak: Salah Satu Khasanah

Budaya Yang Perlu Dilestarikan. Jantra History And Culture Jurnal, Vol 1[1], 40-46.Yogyakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Salen, K. & Zimmerman, E. (2004). Rules of Play: Game Design Fundamentals. USA: Massachusets Institute of Technology.

(44)

Sarwono, Jonathan & Lubis, Hary. (2007). “Metode Riset untuk Desain Komunikasi Visual”. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sugiyono. (2012). “Memahami Penelitian Kualitatif”. Bandung: Alfa Beta.

Suyanto, B. & Sutinah. (2006). “Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif Pendekatan”. Jakarta : Kencana.

Wahyudi, S., & Suyatmini. (2013). Peningkatan Keaktifan Belajar Mata Pelajaran Akuntansi melalui Metode Team Game Tournament (TGT) dengan Media Permainan Macan-Macanan Pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA N 1 Wuryantoro Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Pendidikan Bahasa Inggris, Vol. 1, No. 1. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Gambar

Gambar 2.1 Arena permainan Macanan
Gambar 2.2  Bagan transformasi budaya tradisi metode ATUMICS  (Sumber: Nugraha, 2012)
Gambar 3.3 Bagan roadmap penelitian
Gambar 4.1 Skema Tahapan Penelitian
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan suatu media pembelajaran interaktif berbasis mobile augmented reality yang dapat digunakan untuk

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena potensi produksi Eucheuma cottonii yang cukup tinggi, sehingga perlu adanya metode yang sederhana untuk

Sifat penelitian verifikatif pada dasarnya ingin menguji kebenaran dari suatu hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan, dimana dalam penelitian ini

Dengan adanya permasalahan pemanfaatan sistem informasi akuntansi dalam UMKM handicraft binaan Bank Jateng, penelitian ini dimaksudkan untuk menguji pemanfaatan

Naik turunya nilai IS dipengaruhi oleh Selisih Persentase PDRB ADHK Kabupaten Bogor terhadap Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2015 yang terdiri dari sub sektor pertanian yakni

Keberadaan Omah Mbok Mase di Laweyan mempunyai kedudukan penting sebagai asset budaya. Rumah tinggal merupakan ruang privat yang membentuk karakter kebudayaan

Berdasarkan data tentang perilaku penggunaan HP untuk mendengarkan musik saat berkendara dan riwayat kejadian kecelakaan lalu lintas yang pernah dialami responden

c) Bila tidak membawa KIB, maka tanyakanlah nama dan alamatnya untuk dicari dalam KIUP. d) Mencatat nama dan nomor rekam medis yang ditemukan di KIUP dalam