• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFIKASI ISOLAT LOKAL Bacillus thuringiensis YANG MEMPUNYAI GEN CRY TERHADAP LALAT Chrysomya bezziana SECARA IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI EFIKASI ISOLAT LOKAL Bacillus thuringiensis YANG MEMPUNYAI GEN CRY TERHADAP LALAT Chrysomya bezziana SECARA IN VITRO"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFIKASI ISOLAT LOKAL Bacillus thuringiensis YANG

MEMPUNYAI GEN CRY TERHADAP LALAT Chrysomya

bezziana SECARA IN VITRO

(In Vitro Trial of Local Isolates of Bacillus Thuringiensis which Contain Cry

Gene Against Chrysomya Bezziana)

SRI MUHARSINI danAPRIL H. WARDHANA

Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114 ABSTRACT

Bacillus thuringiensis is a species of bacteria which produces toxic crystal protein and has potential use

for biological control of parasite. The aim of the study is to test in in vitro of isolates have been collected from West Java, Yogyakarta and South Sulawesi for control of myiasis fly, Chrysomya bezziana. Eighty three isolate have been tested in vitro. The results showed that seven isolates (I4, 108.3, 177.42, 31R, 31S, 104.3A and 104.4B) have high toxicity, while ten isolates (31B, 31L, 31M, 31N, 31O, 31Q, 31T, 103.3A, 187.33 and 227.41) have moderate toxicity and 66 isolates have no toxicity. Those pathogen and moderate isolates were collected from Bogor, Sukabumi, Majalengka, Sidedeng Rappang and DI. Yogyakarta. However, more screening are needed to choose the most pathogen isolate for in vivo trial. In vivo trial is needed for further experiment.

Key Words: Bacillus Thuringiensis, In Vitro, Chrysomya bezziana ABSTRAK

Bacillus thuringiensis adalah bakteri berbentuk batang yang mampu menghasilkan protein kristal toksik

yang diharapkan dapat digunakan sebagai kontrol biologis terhadap parasit. Tujuan penelitian adalah menguji secara in vitro isolat-isolat lokal Bacillus thuringiensis yang telah dikoleksi dari daerah Jawa Barat, Yogyakarta dan Sulawesi Selatan yang mempunyai gen cry untuk kontrol lalat Chrysomya bezziana. Sebanyak 83 isolat telah diisolasi protein kristalnya dengan menggunakan medium T3 dan diuji secara in

vitro dengan dua metoda yang berbeda. Hasil uji menunjukkan bahwa tujuh isolat (I4, 108.3, 177.42, 31R,

31S, 104.3A dan 104.4B) mempunyai toksisitas tinggi, sepuluh isolat (31B, 31L, 31M, 31N, 31O, 31Q, 31T, 103.3A, 187.33 dan 227.41) mempunyai toksisitas moderat dan sisanya 66 isolat tidak patogen. Isolat-isolat yang patogen dan moderat tersebut berasal dari Kabupaten Bogor, Sukabumi, Majalengka, Sidedeng Rappang dan DI Yogyakarta. Perlu dilakukan skrening terhadap isolat yang paling patogen untuk dipilih pada waktu uji in vivo. Uji secara in vivo perlu dilakukan untuk tahap penelitian selanjutnya.

Kata Kunci: Bacillus Thuringiensis, Uji In Vitro, Chrysomya Bezziana

PENDAHULUAN

C. bezziana merupakan penyebab utama terjadinya penyakit myiasis yang tersebar di kawasan Afrika subtropis dan tropis, Timur Tengah, subkontinen India, dataran China dan Taiwan, Asia Tenggara dan PNG (NORRIS dan

MURRAY, 1964; SPRADBERY dan

VANNIASINGHAM, 1980; SIGIT dan PARTOUTOMO, 1981; SUKARSIH et al., 1989).

Kasus myiasis di Indonesia telah banyak dilaporkan di NTB, NTT, Sulawesi Selatan dan

Sulawesi Utara terutama pada hewan ternak yang dipelihara secara ekstensif dan semiintensif (SIGIT dan PARTOUTOMO, 1981; SUKARSIH et al., 1989; SUNARYA, 1998).

Selama ini upaya pengendalian myiasis yang sudah dilakukan antara lain dengan pembuatan lalat jantan steril, penggunaan insektisida asuntol dan rotenon, obat-obatan tradisional seperti air tembakau, minyak tanah, dan oli, bahkan dengan vaksin rekombinan (VUOCOLO et al., 2000; SUKARSIH et al.,

(2)

menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Penelitian pendahuluan dengan ekstrak air daun mindi untuk pengobatan myasis secara in vitro ternyata daun mindi hanya mempunyai efek cerna (MUHARSINI et al., 2004). Larva

myiasis menjadi lebih kecil, namun masih dapat menetas menjadi lalat. Obat insektisida yang baik yang mengandung ivermectin harganya cukup mahal untuk ukuran peternak kecil. Selain itu, pemakaian insektisida perlu dipertimbangkan efek residu. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diarahkan ke pengendalian secara kontrol biologis dengan menggunakan B. thuringiensis sebagai alternatif pengganti insektisida yang ramah lingkungan.

Bacillus thuringiensis merupakan salah satu anggota B. cereus grup bersama dengan B. anthraxis. B. thuringiensis mempunyai ciri khusus yaitu kemampuannya untuk menghasilkan protein kristal protoksin intraseluler dari kelompok δ-endotoksin sehingga dapat dibedakan dengan B. cereus (BRAVO, 1997). Endospora berbentuk oval hingga silindris, terletak parasentral atau terminal. Bakteri tersebut dapat nonmotil atau motil dengan adanya flagela tipe peritrik (HEIMPEL, 1967; BUCHANAN dan GIBBONS, 1974). Protein kristal sering disebut sebagai protein parasporal, berjumlah satu hingga lebih dan tersusun secara paralel atau seri terhadap spora. Struktur protein kristal tersebut terletak di luar eksosporium dan terpisah dari endospora bakteri (KRIEG dan HOLT, 1984).

Pengembangan bioinsektisida B. thuringiensis didasarkan pada kemampuan bakteri tersebut dalam menghasilkan protein kristal yang toksik terhadap insekta sasaran yang bersifat spesifik, namun tidak toksik terhadap tumbuhan, manusia maupun organisme yang bukan sasarannya. Beberapa strain B. thuringiensis mampu menyintesis lebih dari satu jenis δ-endotoksin (CARROZI et al., 1991). Endotoksin tersebut sangat toksik terhadap serangga hama dan telah berhasil digunakan sebagai bioinsektisida pada pertanian dan perkebunan (LERECLUS et al.,

1995). Toksisitas δ-endotoksin pada B. thuringiensis mempunyai kesamaan dengan pestisida golongan organofosfat. Beberapa isolat Bt dari beberapa daerah di Indonesia telah dikoleksi dan diuji keefektifannya terhadap serangga tanaman (BROTONEGORO et

al., 1997). Penelitian lain menunjukkan bahwa bakteri ini juga berpotensi sebagai kontrol biologis pada lalat peternakan antara lain Hematobia irritans exiqua, Lucilia cuprina, L. sericata, Musca domestica, Bovicola ovis dan Buffalo fly (CHILCHOTT et al., 1998; JOHNSON et al., 1998; GOUGH et al., 2002). Namun sampai saat ini belum ada laporan yang menyebutkan daya toksisitas B. thuringiensis terhadap lalat C. bezziana.

Saat ini telah diperoleh beberapa isolat B. thuringiensis lokal yang diisolasi dari beberapa daerah di Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan DI Yogyakarta. Isolat-isolat tersebut mengandung gen cry yang berfungsi sebagai penghasil protein kristal (δ-endotoksin) dibuktikan dengan teknik PCR yang menghasilkan amplikon yang berukuran 797 pb (MUHARSINI et al., 2003). Empat isolat diduga mempunyai gen cryIV dengan ditunjukkan pita samar yang berukuran 857 pb dan sebanyak 12 isolat mempunyai pita terang berukuran 400 pb. Melihat potensi B. thuringiensis yang menguntungkan sebagai bioinsektisida dan sifatnya yang ramah lingkungan dan hasil penelitian terdahulu dengan PCR, maka dalam penelitian ini isolat-isolat yang telah ada perlu diuji secara in vitro untuk mengetahui daya toksisitasnya terhadap C. bezziana, lalat penyebab myiasis.

MATERI DAN METODE Koleksi sampel tanah

Sampel tanah dikoleksi dari beberapa daerah yaitu: Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Sulawesi Selatan. Sampel tanah diambil dari lokasi sekitar kandang atau padang penggembalaan hewan sapi, kambing, domba, kerbau dan kuda. Sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik bersih berukuran 250 g, diberi label tanggal pengambilan, lokasi dan pemilik hewan.

Isolasi dan pemurnian bakteri

Sebanyak 10 g sampel tanah disuspensikan ke dalam 90 ml akuades steril dalam labu Erlenmeyer secara aseptik, dikocok 3–5 menit, dan dipanaskan pada suhu 80oC selama 15

(3)

menit. Sebanyak 1 ml supernatan suspensi sampel tanah tersebut dipindahkan ke tabung berisi akuades steril dan diencerkan menjadi 10-1–10-6. Sebanyak 0,1 ml supernatan yang telah diencerkan menjadi 10-3 dan 10-4, diinokulasi pada medium Nutrient Agar (NA) dengan cara sebar pada seluruh permukaan agar menggunakan spatel Drygalski dan diinkubasi pada suhu 28oC selama 1–2 hari hingga koloni bakteri tumbuh. Koloni bakteri dengan ciri morfologi yang menunjukkan koloni Bacillus spp. yaitu berbentuk batang dan berspora dipindahkan ke medium NA yang baru, diberi nomor dan disimpan dalam ruang dingin bersuhu 4oC (BROTONEGORO et al., 1997; WIDYASARI, 2001).

Isolat B. thuringiensis dipisahkan dari koloni isolat Bacillus spp. yaitu dengan cara sebanyak satu ose koloni bakteri Bacillus spp. dari medium NA diinokulasikan ke dalam 10 ml medium cair LB dapar asetat (0,25 M, pH 6,8). Kultur cair bakteri tersebut dibiarkan tumbuh selama 1 hari dan dikocok dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 28oC. Kultur cair tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 80oC selama 5 menit. Setelah dingin, sebanyak 0,1 ml kultur cair disebar di atas medium LB padat pH 7,2 menggunakan spatel Drygalski. Setelah 1-2 hari koloni bakteri tersebut diperiksa di bawah mikroskop fase kontras dengan perbesaran 1000 x untuk mengamati adanya spora dan kristal protein. Setelah tumbuh dengan baik, bakteri disimpan dalam kamar dingin yang bersuhu 4oC untuk tahap penelitian selanjutnya.

Isolasi kristal protein

Semua isolat lokal yang diperoleh diinokulasikan ke medium T3 cair pH 6,8 sebanyak 50 ml di dalam erlenmeyer 100 ml atau dalam tabung conical 50 ml. Inokulum dikocok dengan shaker (250 rpm) selama 5-7 hari. Setelah 5-7 hari, kristal dan spora dipanen dengan cara disentrifuse selama 5 menit (3000 rpm). Pelet dikoleksi, kemudian dicuci dengan dH2O steril sebanyak 3 kali (masing-masing selama 5 menit, 3000 rpm). Terakhir dicuci dengan 1 M NaCl. Sebelum disimpan untuk diproses lebih lanjut, maka kristal dan spora bakteri disuspensikan ke dalam 1 ml dH2O steril.

Uji in vitro

Uji in vitro menurut metoda SUKARSIH et al., 2000

Media dibuat dengan cara mendidihkan 50 ml air suling kemudian ditambah 4% agar Nobel (Difco Nobel) sambil diaduk, setelah didinginkan sampai 50oC ditambah dengan 8% ekstrak yeast. Selanjutnya, medium disimpan dalam penangas dengan suhu 40oC. Sebanyak 5 ml serum domba, dipanaskan dalam penangas ini dengan suhu yang sama dengan suhu pada medium kemudian sebanyak 1,65 ml dan 200 µl suspensi kristal B. thuringiensis dimasukkan ke dalam tabung serum sambil terus diaduk sampai homogen. Akhirnya campuran serum dan medium dipindahkan ke dalam 5 buah pot obat, masing-masing 1 ml. Medium dibiarkan sampai dingin kemudian diberi goresan supaya larva mudah menembus. Ke dalam setiap pot obat dimasukkan 10 L1 dan diinkubasi selama 30 jam dengan kelembaban relatif 80% (RH 80%). Setelah inkubasi, larva dihitung dan ditimbang beratnya.

Uji in vitro menurut KUMARASINGHE et al, 2002

Uji dilakukan dalam cawan petri kecil berdiameter 3 cm. Sebanyak 100 µl suspensi kristal B. thuringiensis ditambahkan 1,9 ml H20 steril dimasukkan ke dalam cawan petri. Sepuluh L2 C. bezziana awal ditanam di dalam cawan petri dan diamati selama 24 jam. Jumlah larva yang hidup dan yang mati dihitung. Setiap isolat dilakukan 5 kali ulangan. Kontrol negatif menggunakan air, sedangkan kontrol positif menggunakan asuntol 0,1%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi kristal protein

Dari seluruh isolat lokal B. thuringiensis yang berjumlah 83 isolat telah diisolasi protein kristalnya dengan ditumbuhkan di medium T3. Medium basal T3 merupakan medium khusus untuk perbanyakan spora. Namun, dapat juga menumbuhkan spora dan protein kristal dengan menggunakan medium Luria Bertani (LB)

(4)

yang diperkaya dengan yeast extract 0,3% (WIDYASARI, 2001). Untuk koleksi kristal ini dibutuhkan koloni yang banyak (satu cawan petri), sehingga kristal yang diperoleh akan cukup digunakan untuk uji in vitro.

Uji in vitro

Telah dilakukan uji secara in vitro terhadap 83 isolat dengan metoda KUMARASINGHE et al.

(2002) dan dengan metoda SUKARSIH et al. (2000) dengan hasil yang bervariasi. Dari 83 isolat, 7 isolat mempunyai toksisitas tiggi (patogen), 10 isolat mempunyai toksisitas moderat dan sisanya sebanyak 66 isolat tidak patogen (Tabel 1). Kedua metoda ini dapat diaplikasikan untuk uji Bt namun masing-masing ada kekurangan dan kelebihannya.

Dengan metoda SUKARSIH et al. (2000)

larva L1 akan makan media yang telah dicampur dengan kristal Bt dan diharapkan penurunan bobot atau kematian larva. Namun

dalam penelitian ini, isolat yang diuji hanya menurunkan bobot larva dan tidak mematikan larva. Metoda ini juga telah diaplikasikan pada larva lalat L. cuprina oleh GOUGH et al. (2002)

dengan hasil yang cukup baik. Namun dalam metoda GOUGH et al. (2000), larva dipelihara

dalam media yang mengandung Bt sampai menjadi pupa dan diamati hingga menjadi lalat dewasa. Sementara itu, dalam penelitian ini L1 hanya dipelihara selama 30 jam hingga menjadi L2 akhir. Dengan metoda KUMARASINGHE et al. (2002) ini, selain tidak perlu menggunakan serum normal juga dapat secara langsung diketahui apakah isolat Bt tersebut tidak patogen, moderat atau patogen. (toksisitas tinggi). Namun metoda pencelupan ini, lebih sesuai untuk menguji bahan-bahan yang bersifat efek kontak terhadap larva. Karena jumlah produksi larva yang terbatas untuk menguji secara in vitro, maka kedua uji ini digunakan pada isolat yang berbeda.

Tabel 1. Isolat-isolat Bt yang telah diuji secara in vitro dan menunjukkan toksisitas tinggi dan moderat

No. Isolat Asal isolat Toksisitas

I4 Cijeruk, Kabupaten Bogor Tinggi

108.3 Sleman, DI Yogyakarta Tinggi

177.42 Kabupaten Majalengka Tinggi

31B Cijeruk, Kabupaten Bogor Moderat

31L Cijeruk Kabupaten Bogor Moderat

31M Cijeruk, Kabupaten Bogor Moderat

31N Cijeruk, Kabupaten Bogor Moderat

31O Cijeruk, Kabupaten Bogor Moderat

31Q Cijeruk Kabupaten Bogor Moderat

31R Cijeruk Kabupaten Bogor Tinggi

31S Cijeruk, Kabupaten Bogor Tinggi

31T Cijeruk, Kabupaten Bogor Moderat

103.3A Sleman, DI Yogyakarta Moderat

104.3A Sleman, DI Yogyakarta Tinggi

104.3B Sleman, DI Yogyakarta Tinggi

187.33 Kabupaten Majalengka Moderate

(5)

KESIMPULAN DAN SARAN

Untuk isolasi kristal B. thuringiensis diperlukan biakan yang banyak, sehingga kristal yang dihasilkan cukup untuk uji in vitro ini. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa dari 83 isolat yang telah diuji, maka 7 isolat (nomer I4, 31R, 31S, 108.3, 104.3A, 104.3B dan 177.42) mempunyai toksisitas tinggi, 10 isolat (nomer 31B, 31L, 31M, 31N, 31O, 31Q, 31T, 103.3A, 187.33 dan 227.41) mempunyai toksisitas moderat dan sisanya (66 isolat) tidak patogen. Perlu dilakukan pemilihan isolat yang paling patogen untuk secara in vitro sebelum memilih isolat yang baik untuk uji in vivo. Uji in vivo perlu dilakukan sebagai tahap yang paling menentukan untuk aplikasi di lapangan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini dibiayai oleh Proyek APBN tahun anggaran 2004. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Eko Setyo Purwanto yang selalu tekun memelihara kultur lalat myiasis di Bagian Parasitologi Balitvet.

DAFTAR PUSTAKA

BRAVO, A.S., S. SARABIA, L. LOPEZ, H. ONTIVEROS, C. ABARCA, A. OTRHZ, L. LINA, F.J. VILLALOBOS, G. PENA, M-E. NUNEZ-VALDES, M. SOBERON and R. QUINTERO. 1998. Characterisation of cry genes in Mexican

Bacillus thuringiensis strain collection. Appl. Environ. Microbiol. 64(12): 4965–4972.

BROTONEGORO, S., B. SUTRISNO, B. SOEGIARTO, LISTANTO, dan B SANTOSO. 1997. Perbaikan sifat beberapa isolat Bacillus thuringiensis untuk mendukung pemanfaatannya sebagai insektisida mikroba. Laporan Hasil Penelitian APBN. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor.

BUCHANAN, R.R. and N.E. GIBBON. 1974. Bergey's Mannual of Determinative Bacteriology. 8th

Ed. The Williams and Wilkins, Co., Baltimore. XXVI: 1268.

CAROZZI, N.B., V.C. KRAMER, G.W. WARREN, S. EVOLA, and M.G. KOZIEL. 1991. Prediction of insecticidal activity of Bacillus thuringiensis strains by polymerase chain reaction product profiles. Appl. Environ. Microbiol. 57: 3057– 3061.

CHILCHOTT, C.N., P.J. WIGLEY, A.H. BROADWELL, D.J. PARK and D. J ELLAR. 1998. Activities of

Bacillus thuringiensis insecticidal chrystal

proteins cyt1Aa and cyt2Aa against three species of sheep blow fly. Appl. Environ.

Microbiol. 64: 4060–4061.

GOUGH, J.M., R.J. AKHURST, D.J ELLAR, D.H. KEMP and G.L.WIJFFELS. 2002. New isolates of

Bacillus thuringiensis for control of livestock

ectoparasites. Biol. Control 23: 179–189. HEIMPEL, A.M. 1967. A critical review of Bacillus

thuringiensis var thuringiensis Berliner and

other crystalliferous bacteria. Dalam: Smith, RF & TE. Mittler. 1967. Annual review of

Entomology. Annual Reviews, Inc., California.

pp. 287–317.

JOHNSON, C., A.H. BISHOP and C.L. TURNER. 1998. Isolation and activity of strains of Bacillus

thuringiensis toxic to larvae of the house fly

(Diptera: Muscidae) and tropical blow flies (Diptera: Calliphoridae). J. Invertebr. Pathol. 71: 138–144.

KRIEG, M.R. and J.G. HOLT, 1984. Bergey's manual of systematic bacteriology. The William & Wilkins Co., Baltimore. XVII: 1581.

KUMARASINGHE, S.P., KARUNAWEERA, ND, IHALAMULLA R.L., ARAMBEWELA, L.S., DISSANAYAKE, R.D. 2002. Larvasidal effect of mineral turpentine, low aromatic white spirits, aqueous extracts of Cassia alata, and aqueous extracts, ethanolic extracts and essential oil of betel leaf (Piper betle) on Chrysomya megacephala. Int. J. Dermatol. 41(12): 877–

880.

LERECLUS, D., H. AGGAISE, M. GOMINET and J. CHAUFAUX. 1995. Overproduction of encapsulated insecticidal crystal proteins in a

Bacillus thuringiensis spoOA mutant. Bio Technology 13: 67–71.

MUHARSINI, S., A.H. WARDHANA dan Y. SANI. 2004. Studi pendahuluan pengaruh ekstrak air daun mindi (Melia azedarach Linn) terhadap larva lalat Chrysomya bezziana secara in vitro. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4–5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 689–693. MUHARSINI, S., A.H. WARDHANA, H. RIJZAANI dan

B. AMIRHUSEIN. 2003. Karakterisasi isolat

Bacillus thuringiensis dari beberapa daerah di

Jawa dan Sulawesi Selatan untuk kontrol biologi lalat myasis Crysomya bezziana. JITV 8(4): 256–263.

(6)

NORRIS, K.R. andM.D. MURRAY. 1964. Notes on the screwworm fly Chrysomya bezziana (Diptera: Calliphoridae) as a pest of cattle in Papua New Guinea. CSIRO Division of Entomology. Technical Paper 6: 1–26.

SIGIT, S.H. and S. PARTOUTOMO. 1981. Myasis in Indonesia. Bull. Off. Int.Epiz. 93: 173–178. SPRADBERY, J.P. and J.A VANNIASINGHAM. 1980.

Incidence of the screwworm fly (Chrysomya

bezziana), at the Zoo Negara, Malaysia. Malaysian Vet. J. 7: 28–32.

SUKARSIH, S. PARTOUTOMO, G. WIJFFELS and P. WILLADSEN. 2000. Vaccination trials in sheep againts Chrysomya bezziana larvae using recombinant peritrophin antigens Cb15, Cb42 and Cb48. JITV. 5: 192–196.

SUKARSIH, R.S. TOZER and M.R. KNOX. 1989. Collection and case incidence of the old world screwworm fly, Chrysomya bezziana, in three localities in Indonesia. Penyakit Hewan 21 (38): 114–117.

SUNARYA, M.I.G.M. 1998. Penyakit Myasis di Propinsi NTB. Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Bantuan EIVSP Pemerintah Australia. Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I NTB. Mataram.

VUOCOLO, T, F. SUPRIYANTI, S. MUHARSINI and G. WIJFFELS. 2000. cDNA library construction and isolation of genes for candidate vaccine antigens from Chrysomya bezziana (the Old World Screwworm fly). JITV 5: 160–169. WIDYASARI, E. 2001. Deteksi gen cry 3 Bacillus

thuringiensis Berliner dari Cibinong dan

Lampung dengan teknik PCR. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok. hlm. 78.

DISKUSI Pertanyaan:

Bagaimana cara mengetahui lalat jantan tersebut mandul? Apakah di Cijeruk ada kasus myasis mengingat Bt di daerah tersebut cukup tinggi patogenitasnya?

Jawaban:

Cara pemandulan lalat adalah dengan menggunakan cara radiasi sinar gamma dan dilakukan pada tahap pupa sehingga dapat dipastikan bahwa semua akan menjadi mandul dan di Amerika telah berhasil mendepopulasi lalat sampai 0, namun teknik ini perlu biaya yang mahal dan jangka waktu yang cukup lama. Sampiling Bt dilakukan di kandang ayam, kambing dan sapi. Sejauh ini memang di Cijeruk tidak ada kasus myasis.

Gambar

Tabel 1. Isolat-isolat Bt yang telah diuji secara in vitro dan menunjukkan toksisitas tinggi dan moderat

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air kelapa, tepung tempe kedelai, gula pasir, gula kelapa, gula aren, bawang putih, lengkuas, kemiri, wijen, keluwak, sereh,

Dampak penerapan Ekstrakurikuler Tahfidz al-Qur’an di MI Roudlotut Tholibin Dau Malang sesuai dengan teori Az-Zuhri berkata, “Hati seorang penuntut ilmu itu pada umumnya hanya

Penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan menggunakan model SAVI berpendekatan kontekstual tuntas baik individual maupun klasikal, kemampuan

Hasil analisis sifat biologi tanah di bawah bebe- rapa tegakan hutan yang disajikan pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa jenis-jenis yang dicobakan menghasilkan jumlah

perlakuan pada tingkat α=0,05, artinya berpengaruh nyata terhadap kadar etanol, dan hasil uji lanjut menggunakan DMRT dengan hasil yang efektif yaitu 11,8250% dari hasil perlakuan A

Berdasarkan metode yang digunakan, didapatkan hasil analisa hidrologi dan hidrolika yang akan dibandingkan untuk mendapatkan besarnya kapasitas saluran drainase yang

Seseorang dan/atau lembaga yang dengan segaja memperdagangkan anak untuk tujuan menguntukan diri sendiri dan/atau lembaga dapat dikenai sanksi pidana yang tercantum dalam pasal 83

 Apabila kita mnegetahui adanya kesempatan untuk menanamkan uang pada suatu kegiatan bisnis yang menguntungkan, kita dapat memilih untuk “mengaktifkan” uang kita sekarang