BUDIDAYA JENUH AIR SECARA ORGANIK
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BUDIDAYA JENUH AIR SECARA ORGANIK
OLEH
KALIMATUL JUMRO
A24070018
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Pengaruh Residu Pupuk Organik terhadap Produktivitas Dua Varietas Kedelai dengan Budidaya Jenuh Air secara Organik
The Effect of Organic Manure Residues on Productivity of Two Soybean Varieties under Organically Saturated Soil Culture
Kalimatul Jumro1, Maya Melati2 1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, A24070018
2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Abstract
This research aimed to study the effect of organic manure residues and soybean varieties on the productivity of soybean at second season under saturated soil culture with organic farming system. The experiment was conducted at IPB Research Station in Cikarawang, Bogor, from October 2010 to February 2011. The experiment used Split Plot Design with three replication; the organic manure residues as the main plot and the soybean varieties as the sub plot. The experiment used two varieties of soybean seed, i.e Wilis and Anjasmoro. The manure dosage was 50% of that from the first season; they were 5 ton chicken manure/ha, 2.1 ton Centrocema pubescens/ha and 2.1 ton Tithonia diversifolia/ha. All treatments were added with 5 ton chicken manure/ha, 1 ton rice husk charcoal/ha dan 1 ton dolomite/ha. The effect of organic manure residues (Tithonia diversifolia, chicken manure, and Centrocema pubescens) were significantly different in leaf wet weight, seed dry weight and number of filled pod. Wilis and Anjasmoro were significantly different in height of plant (at 2-7 WAP), number of trifoleat leaf (at 4-8 WAP), leaf wet weight, K content of leaf, N P K uptake of leaf, 100 seed dry weight, root dry weight (at 14 WAP), and number of filled pod. However, interaction between organic manure residues and soybean varieties did not affect all growth and production components of soybean. Productivity of soybean with Tithonia diversifolia, chicken manure, and Centrocema pubescens were 2.43, 2.37, and 2.42 ton/ha respectively. Productivity of soybean of Wilis and Anjasmoro were 2.38 and 2.43 ton/ha respectively.
Key words : Tithonia diversifolia, chicken manure, Centrocema pubescens, green manure, organic farming
KALIMATUL JUMRO. Pengaruh Residu Pupuk Organik terhadap Produktivitas Dua Varietas Kedelai dengan Budidaya Jenuh Air secara Organik. (Dibimbing oleh MAYA MELATI)
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mempelajari pengaruh residu pemupukan organik dan varietas terhadap produktivitas kedelai pada musim tanam ke-dua dengan budidaya jenuh air secara organik. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.
Penelitian menggunakan rancangan percobaan RKLT-Split Plot (petak terpisah) sebanyak tiga ulangan dengan pemupukan sebagai petak utama dan varietas sebagai anak petak. Penelitian menggunakan benih kedelai varietas Wilis (berbiji kecil) dan Anjasmoro (berbiji besar). Perlakuan dosis pupuk organik yang digunakan sebanyak 50% dari dosis musim tanam sebelumnya yaitu 5 ton pupuk kandang ayam, 2.1 ton biomass Centrocema pubescens, dan 2.1 ton biomass Tithonia diversifolia per hektar. Masing-masing perlakuan tersebut diberi pemupukan dasar sebanyak 5 ton pupuk kandang ayam, 1 ton arang sekam dan 1 ton dolomit per hektar.
Teknik budidaya jenuh air (BJA) yang diterapkan adalah pemberian air irigasi sejak 4 MST hingga 1 minggu sebelum panen dengan ketinggian 5 cm dari permukaan tanah. Saluran air berada di luar anak petak dengan lebar 30 cm dan dalam 20 cm. Tanaman yang dijenuhi biasanya mengalami klorosis, oleh karena itu diberikan pemupukan tambahan melalui daun. Pemupukan tambahan dengan pupuk kandang ayam cair diberikan melalui penyemprotan dengan dosis 1 L pupuk kandang ayam cair per 10 L air saat tanaman kedelai berumur 4 MST pada hari ke 3, 5 dan 7 setelah pemberian air irigasi. Penanaman benih dilakukan pada alur pupuk dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm. Sebelum ditanam, benih diberi inokulum sebanyak 6.25 g rhizoplus/kg benih. Tagetas erecta dan tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus) digunakan sebagai tanaman penghambat organisme pengganggu tanaman (OPT) pengganti pestisida kimia.
ii
Hasil percobaan menunjukkan bahwa residu pupuk organik (Tithonia diversifolia, pupuk kandang ayam, dan Centrocema pubescens) berpengaruh nyata pada bobot basah daun, bobot kering biji dan jumlah polong isi. Kedelai varietas Wilis dan Anjasmoro menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada tinggi tanaman pada 2-7 MST, jumlah daun trifoleat pada 4-8 MST, bobot basah daun, kadar K daun, serapan N P K daun, bobot 100 butir biji kering, bobot kering akar pada 14 MST dan jumlah polong isi. Namun, interaksi antara residu pupuk organik dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh komponen pertumbuhan dan produksi kedelai yang diamati. Produktivitas kedelai dengan perlakuan pemupukan Tithonia diversifolia, pupuk kandang ayam, dan Centrocema pubescens berturut-turut adalah 2.43, 2.37, dan 2.42 ton/ha. Produktivitas kedelai dengan penggunaan varietas Wilis dan Anjasmoro berturut-turut adalah 2.38 dan 2.43 ton/ha.
BUDIDAYA JENUH AIR SECARA ORGANIK
Skripsi sebagai
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BUDIDAYA JENUH AIR SECARA ORGANIK
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
OLEH
KALIMATUL JUMRO
A24070018
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul : PENGARUH RESIDU PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKTIVITAS DUA VARIETAS KEDELAI DENGAN BUDIDAYA JENUH AIR SECARA ORGANIK
Nama : Kalimatul Jumro
NIM : A24070018
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Maya Melati, M.S., M.Sc. NIP. 19640128 199103 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 3 Agustus 1989. Penulis merupakan anak ke-dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Darlis Yurdani dan Ibu Maliana.
Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1993-1995 di TK Witri I Bengkulu. Penulis melanjutkan pendidikan ke SDN 20 pada tahun 1995-2001, SLTPN 2 Bengkulu pada tahun 2001-2004 dan SMAN 5 bengkulu pada tahun 2004-2007. Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Mahasiswa IPB (USMI) pada tahun 2007.
Selama di Institut Pertanian Bogor, penulis menjabat sebagai Bendahara Ikatan Mahasiswa Bumi Rafflesia (IMBR), Institut Pertanian Bogor, periode 2007/2008. Penulis juga mengikuti kegiatan kemahasiswaan di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Fakultas Pertanian, periode 2008/2009 dan menjabat sebagai Bendahara di Divisi Politik dan Kajian Strategis (POLKASTRAT). Pada tahun 2010 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekologi Pertanian.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alah SWT. atas rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian yang berjudul “Pengaruh Residu Pupuk Organik terhadap Produktivitas Dua Varietas Kedelai dengan Budidaya Jenuh Air secara Organik” disusun penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Maya Melati, M.S., M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S. dan Ir. Sofyan Zaman, M.P. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi.
3. Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.
4. Seluruh dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura atas ilmu dan bimbingan selama perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.
5. Staf Kebun Percobaan Cikarawang, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Ilmu Tanah atas bantuan selama pelaksanaan penelitian. 6. Keluarga tercinta Bapak, Mak, Dang Dedek, Adek Yasin yang telah
memberikan doa dan dukungan selama ini.
7. Yuyun “Uta”, Desi “Usti”, Endang, Tatied, Merry, Esta, Mbak Risa, Pak Baso dan teman-teman Tim Organik lainnya serta teman-teman AGH 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan, perhatian, persahabatan dan kebersamaan yang indah.
8. Keluarga Cendana 53: Ayang, Mbak Lisa, Ai, Tati, Fitrah, Ica, Lida, Mbak Ita dan Mbak Alin atas doa, semangat, dukungan dan kebersamaan selama berada di “negeri orang”.
9. Teman-taman asrama, TPB dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuannya.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Bogor, Juli 2011
DAFTAR ISI
Halaman PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Hipotesis ... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 5 Botani Kedelai ... 5 Pertanian Organik ... 6 Kedelai Organik ... 7 Pupuk Hijau ... 8Pupuk Kandang Ayam ... 10
Residu Pupuk Organik ... 11
Budidaya Jenuh Air ... 11
BAHAN DAN METODE ... 13
Tempat dan Waktu Percobaan ... 13
Bahan dan Alat ... 13
Metode Pelaksanaan ... 13
Pelaksanaan Penelitian ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
Hasil ... 19
Pembahasan ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
Kesimpulan ... 40
Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
Nomor Halaman
1. Komposisi Pupuk Kandang yang Berasal dari Berbagai Jenis ternak ... 10
2. Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai serta Jadwal Pelaksanaannya ... 16
3. Intensitas Serangan Hama dan Kejadian Penyakit ... 18
4. Hasil Analisis Tanah ... 23
5. Hasil Analisis Air pada 6 dan 8 MST ... 24
6. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam pada Perlakuan Pupuk dan Varietas ... 25
7. Kandungan Hara Makro dan MikroTithonia diversifolia, Centrocema pubescens, dan Pupuk kandang ayam ... 26
8. Sumbangan Unsur Hara Pupuk Organik ... 26
9. Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Perlakuan Tiga Jenis Pupuk Organik ... 27
10. Estimasi Ketersediaan dan Serapan Unsur Hara ... 28
11. Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Perlakuan Dua Varietas Kedelai ... 29
12. Komponen Produksi Kedelai pada 14 MST dengan Perlakuan Tiga Jenis Pupuk Organik ... 31
13. Komponen Produksi Kedelai pada 14 MST dengan Perlakuan Dua Varietas Kedelai ... 31
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Data (a) Curah Hujan, (b) Intensitas Cahaya, dan (c) Kecepatan
Angin pada Musim Tanam I dan II ... 20 2. Kondisi Benih yang Terserang Aspergillus flavus ... 21 3. Penyakit Kedelai (a) Karat Daun, (b) Virus Mosaik Kuning ... 22
Nomor Halaman
1. Layout Petak Percobaan ... 46
2. Kriteria Penilaian Analisis Tanah ... 47
3. Deskripsi Kedelai Varietas Wilis dan Anjasmoro ... 48
4. Hama yang Menyerang Pertanaman Kedelai ... 49
5. Perbandingan Kondisi Tanaman Kedelai pada 7 MST ... 50
6. Perbandingan Kondisi Tanaman Kedelai pada 13 MST ... 51
7. Centrocema pubescens dan Tithonia diversifolia ... 52
8. Polong dan Biji Kedelai Varietas Anjasmoro dan Wilis ... 52
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan salah satu komoditas pangan di Indonesia yang terus mengalami peningkatan permintaan setiap tahunnya. Komoditas kedelai memegang peranan penting dalam ekonomi rumah tangga petani, konsumsi pangan, kebutuhan dan perdagangan pangan nasional. Beberapa tahun terakhir ini produksi kedelai nasional terus mengalami fluktuasi. Produksi kedelai pada tahun 2004 mencapai 723 483 ton dan mengalami peningkatan pada tahun 2005 menjadi 808 353 ton. Produksi kedelai pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 747 611 ton, bahkan sempat mengalami penurunan drastis menjadi 592 534 ton pada tahun 2007. Produksi kedelai mulai mengalami peningkatan kembali menjadi 775 710 ton pada tahun 2008 dan 974 512 ton pada tahun 2009, namun terjadi penurunan kembali pada tahun 2010 menjadi 908 111 ton (BPS, 2011).
Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan dan permintaan komoditas pertanian organik yang semakin meningkat membuat sebagian petani beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Pertanian jenis ini mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya. Saat ini pupuk organik mulai digunakan petani sebagai pilihan untuk mengatasi peningkatan harga pupuk anorganik dan distribusinya yang tidak merata. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik secara kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).
Pemupukan dengan pemberian bahan-bahan organik dapat memperbaiki struktur fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk organik berperan dalam memperbaiki pertumbuhan tanaman dengan menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Pupuk organik dapat menekan pengaruh buruk yang ditimbulkan dari budidaya kimiawi dengan pemupukan anorganik. Namun,
ketersediaan hara dari pupuk organik lebih lambat dibandingkan dengan pupuk buatan karena pupuk organik memerlukan proses dekomposisi, sehingga bahan organik sebaiknya diapikasikan beberapa minggu sebelum penanaman. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menggunakan bahan organik sebagai sumber hara tanaman, seperti pupuk kandang, pupuk guano, kompos, abu sekam padi Centrocema pubescens, dan Tithonia diversifolia (Widiyanti, 2009; Melati et al., 2008; dan Kurniansyah, 2010).
Pemberian pupuk kandang ayam dapat meningkatkan bobot kering bintil akar sebanyak 162% dibandingkan tanpa pemberian pupuk. Pemberian pupuk kandang ayam dapat meningkatkan ketersediaan P dalam tanah dan kadar P dalam daun, sehingga pemupukan 15 ton pupuk kandang ayam per ha dapat menghasilkan biji kedelai kering 4 kali lebih banyak dari tanaman yang tidak mendapat pupuk kandang (Melati et al., 2008). Penelitian yang dilakukan Sinaga (2005) menunjukkan bahwa pemberian 20 ton pupuk kandang ayam per ha memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah vegetatif dan generatif tanaman kedelai, namun tidak berbeda nyata dengan pengaruh pemupukan 25 kg Centrocema pubescens per ha.
Menurut Widiwurjani dan Suhardjono (2006), Tithonia diversifolia mempunyai potensi yang setara dengan pupuk anorganik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Tithonia merupakan gulma yang banyak tumbuh di daerah tropis, kaya akan unsur hara, dan mengandung zat yang dapat menghalau ulat tanah serta dapat menyerap polutan dan menurunkan persentase jerapan P, Al dan Fe aktif. Biofertilizer Tithonia mampu meningkatkan berat segar tanaman karena mudah terdekomposisi dan dapat menyediakan nitrogen serta unsur hara lainnya yang dibutuhkan tanaman.
Penggunaan varietas unggul yang sesuai dengan agroklimat lokasi penanaman merupakan faktor penting untuk meningkatkan produktivitas kedelai. Beberapa varietas unggul memiliki kemampuan untuk meningkatkan hasil kedelai per satuan luas. Varietas-varietas kedelai unggul harus mempunyai kriteria-kriteria tertentu, seperti umur panen, produksi per hektar, dan daya tahan terhadap penyakit yang didapatkan melalui seleksi galur maupun persilangan (Andrianto dan Indarto, 2004).
3
Budidaya kedelai dengan teknik jenuh air merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan produksi kedelai dan memaksimalkan penggunaan lahan setelah penanaman padi. Budidaya jenuh air dilakukan dengan memberikan irigasi terus-menerus dan membuat tinggi muka air tetap ± 5 cm di bawah permukaan tanah sehingga lapisan di bawah perakaran jenuh air (Hunter et al., 1980). Kemungkinan pada kondisi tersebut ketersediaan air masih cukup banyak, sehingga dapat mendukung pertumbuhan kedelai. Menurut Ghulamahdi (2007), budidaya jenuh air nyata meningkatkan kandungan ACC akar, etilen akar, glukosa akar, lingkar leher akar, bobot kering bintil, aktivitas nitrogenase, serapan hara daun, bobot kering tanaman, dan bobot kering biji/petak. Selain itu, budidaya jenuh air nyata menurunkan kandungan Ca dan Mg daun.
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa residu bahan organik masih berpengaruh baik pada tanaman hingga beberapa waktu. Melati et al. (2008) menyatakan bahwa residu pupuk kandang dan kompos menghasilkan jumlah dan bobot polong isi lebih tinggi dibandingkan dengan yang mendapat residu pupuk kandang ayam saja. Menurut Widiyanti (2009) peningkatan dosis residu pupuk kandang sapi akan meningkatkan kandungan hara di dalam tanah terutama unsur P. Adanya peningkatan kandungan P di dalam tanah akan meningkatkan bobot basah dan bobot kering 100 butir biji kedelai. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut ditujukan pada produksi kedelai panen muda (sayur). Oleh karena itu, penelitian mengenai produksi biji kering kedelai organik perlu dilakukan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh residu pemupukan organik dan varietas terhadap produktivitas kedelai pada musim tanam ke-dua dengan budidaya jenuh air secara organik.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Ada residu jenis pupuk organik tertentu yang akan memberikan pengaruh terbaik terhadap produktivitas kedelai biji kering organik pada budidaya jenuh air.
2. Varietas tertentu dapat menghasilkan produktivitas kedelai yang lebih tinggi pada budidaya jenuh air secara organik.
3. Terdapat pengaruh interaksi antara pemupukan organik dan varietas yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produktivitas kedelai biji kering organik pada budidaya jenuh air.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kedelai
Kedelai (Glycine max (L.) Merr) merupakan tanaman yang telah dibudidayakan sejak tahun 2500 SM di dataran China. Tanaman ini berasal dari daerah Manchuria dan Jepang, Asia Timur (Suprapto, 2002). Pitojo (2003) mengklasifikasikan kedelai berdasarkan :
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Polypetales Famili : Leguminosae Subfamili : Papilionoideae Genus : Glycine Spesies : Glycine max
Sistem perakaran kedelai terdiri atas akar tunggang dan akar sekunder (serabut). Akar tunggang umumnya hanya tumbuh pada kedalaman lapisan olah tanah yang tidak terlalu dalam yaitu 30 – 50 cm. Akar tunggang dapat mencapai kedalaman hingga lebih dari 2 m pada kondisi lahan optimal. Akar serabut tumbuh hingga kedalaman tanah 20 – 30 cm. Selain itu, akar adventif dapat terbentuk saat terjadinya cekaman kekeringan dan salinitas tinggi (Adisarwanto, 2006).
Pertumbuhan tanaman kedelai dibagi menjadi tipe indeterminate dan determinate. Pertumbuhan vegetatif pada tipe determinate berhenti setelah fase berbunga, buku teratasnya mengeluarkan bunga, dan batang tanaman teratas cenderung berukuran sama dengan batang bagian tengah sehingga pada kondisi normal batang tidak melilit. Sebaliknya, tipe indeterminate membentuk bunga pertama pada buku bagian bawah batang, ukuran ujung batang lebih kecil dari batang bagian tengah dan terus melanjutkan pertumbuhan vegetatifnya setelah berbunga (Adie dan Krisnawati, 2007).
Kedelai tergolong tanaman berbunga sempurna, yang memiliki organ reproduksi jantan dan betina pada satu bunga. Kedelai melakukan penyerbukan sendiri secara tertutup (kleistogami). Penyerbukan ini terjadi karena posisi kepala sari lebih rendah dari kepala putik pada waktu bunga masih kuncup dan ketika bunga hampir mekar kepala sari sama tinggi dan menempel pada kepala putik (Sumarno, 1985). Warna bunga kedelai umumnya adalah ungu dan putih. Periode berbunga kedelai untuk daerah subtropik adalah 3 – 5 minggu dan untuk daerah tropik sekitar 2 – 3 minggu (Fachruddin, 2000).
Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai daun (trifoleat). Daun berbentuk bulat (ovale) dan lancip (lanceolate). Bentuk daun diperkirakan mempunyai hubungan dengan produksi tanaman, daun yang lebih lebar diperkirakan mampu menyerap sinar matahari lebih banyak daripada yang berdaun sempit. Beberapa varietas kedelai mempunyai bulu (trikoma) yang terdapat pada daun. Ketebalan bulu pada daun berkaitan dengan tingkat toleransi kedelai terhadap serangan jenis hama tertentu (Adisarwanto, 2006).
Kedelai dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai daerah
dengan ketinggian 1200 m dpl. Suhu optimum bagi pertumbuhan kedelai adalah 25oC – 30oC dengan curah hujan berkisar antara 150 mm – 200 mm/bulan, lama
penyinaran matahari 12 jam/hari, dan kelembaban rata-rata 65% (Fachruddin, 2000). Kedelai dapat tumbuh optimal dengan produktivitas maksimal sekitar 2 ton biji kering per ha jika ditanam pada wilayah yang curah hujannya 300-400 mm per 3 bulan dengan ketinggian tempat (elevasi) 1-700 m di atas permukaan laut (Sumarno dan Manshuri, 2007).
Pertanian Organik
Pertanian organik merupakan sistem usahatani yang mengikuti prinsip-prinsip alam dalam membangun keseimbangan agroekosistem agar bermanfaat bagi tanah, air, tanaman dan seluruh makhluk hidup yang ada sehingga mampu menyediakan bahan-bahan yang sehat, khususnya pangan bagi kehidupan manusia (Sudaryanto, 2004). Pertanian organik menerapkan sistem pertanian berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk melindungi keseimbangan ekosistem alam dengan meminimalkan penggunaan bahan-bahan sintetik (Winarno et al., 2003).
7
Pertanian organik bertujuan untuk memperoleh hasil optimal yang disertai dengan rotasi tanaman, penggunaan pupuk hijau, kompos, cover crop, dan mulsa. Rotasi tanaman merupakan pilihan pengganti pestisida, pupuk hijau dan kompos digunakan sebagai sumber hara untuk kesuburan tanah, sedangkan cover crop dan mulsa diterapkan untuk mencegah pertumbuhan gulma (Suwena, 2002).
Budidaya organik berupaya untuk meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya konvensional. Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya menjadi hara dalam larutan tanah setelah mengalami proses mineralisasi. Pertanian organik dapat mendaur-ulang unsur hara melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini bertolak belakang dengan sistem pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung (Sutanto, 2002).
Kedelai Organik
Budidaya kedelai secara organik menggunakan bahan-bahan organik sebagai sumber hara. Pupuk organik yang merupakan hasil-hasil akhir dari perubahan atau peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (serasah) tanaman dan binatang (Sutedjo, 1994) dapat menjadi pilihan sumber hara bagi tanaman kedelai. Bahan organik dapat menyerap air sebanyak 5-10 kali beratnya, misalnya 1 kg bahan organik dapat menyerap 5-10 L air (Bintoro et al., 2007). Pupuk organik memiliki keunggulan dalam hal memperbaiki struktur tanah, meningkatkan bahan organik tanah, harga relatif murah, mengandung unsur hara makro dan mikro, menambah daya serap air, dan memperbaiki kehidupan mikroorganisme dalam tanah (Indriani, 2001). Mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk organik dapat menyebabkan unsur hara yang tidak tersedia bagi tanaman menjadi mudah diserap tanaman, sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman.
Penelitian yang dilakukan Melati et al. (2008) memperlihatkan adanya kecenderungan bahwa pemberian pupuk organik secara tunggal dengan pupuk kandang ayam lebih baik dibandingkan pupuk organik yang lain. Namun,
perlakuan kombinasi pupuk organik menghasilkan jumlah dan bobot polong isi per tanaman lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pupuk tunggal. Kombinasi pupuk organik memiliki peranan masing-masing, seperti: pupuk kandang ayam berperan membantu proses dekomposisi pupuk hijau dan kompos, pupuk hijau menyumbang hara yang terkandung (terutama N), sedangkan kompos berperan dalam meningkatkan bahan organik karena kandungan unsur makronya rendah.
Pemberian pupuk organik dan adanya residu abu sekam padi dapat menurunkan intensitas serangan hama pada pertanaman kedua rata-rata sebesar 75% dari kontrol. Lebih rendahnya intensitas serangan hama pada perlakuan yang menggunakan abu sekam padi diduga disebabkan oleh kandungan utama yang terdapat didalamnya yaitu silikat dan karbon. Peranan silikat bagi tanaman selain sebagai unsur hara mikro juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit melalui pengerasan jaringan. Abu sekam dapat diberikan sebagai kombinasi dengan pupuk organik untuk menekan intensitas serangan hama, namun tidak dianjurkan untuk diberikan secara tunggal karena menyebabkan jumlah maupun bobot polong kedelai rendah (Melati et al., 2008).
Pengendalian hama penyakit tanaman kedelai organik dilakukan dengan metode pengendalian hayati melalui penggunaan tanaman perangkap (trap crops) maupun pestisida biologis, seperti tahi kotok (Tagetes erecta) dan serai (Cymbopogon nardus). Tanaman tagetes dapat menghasilkan senyawa yang bersifat toksik bagi nematoda parasit tanaman (Agrios, 1997) dan dapat mengusir lalat putih maupun kupu-kupu kubis putih (Mac Donald, 1994). Menurut Kusheryani dan Aziz (2006), tanaman kedelai dengan tanaman penolak OPT jenis Tagetes erecta memiliki total intensitas serangan hama dan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman kedelai dengan tanaman penolak OPT yang lain.
Pupuk Hijau
Pupuk hijau merupakan salah satu bahan organik yang digunakan sebagai pupuk dalam pertanian organik. Pupuk hijau berasal dari bagian-bagian tanaman seperti daun, tangkai dan batang yang dapat dimanfaatkan sebagai penambah bahan organik tanah dan unsur-unsur lainnya, terutama nitrogen (Lingga, 1998;
9
dan Sutanto, 2002). Pupuk hijau yang digunakan biasanya berasal dari tanaman legum karena memiliki kandungan N dan kemampuan mengikat nitrogen yang tinggi dibandingkan tanaman yang lain (Sugito, 1995). Pupuk hijau dapat memberikan keuntungan dalam memperkaya bahan organik tanah, memberikan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan mikroorganisme tanah, mengembalikan unsur hara yang tercuci dan menambah unsur N dalam tanah. Penggunaan pupuk hijau sebagai pupuk langsung dan penutup tanah sebaiknya dilakukan dengan menebarkan benih sekitar 3-4 bulan sebelum penanaman tanaman semusim (Marsono dan Sigit, 2001).
Tithonia diversifolia atau bunga matahari Meksiko adalah salah satu jenis tanaman dari famili Asteraceae yang tumbuh baik pada tanah yang kesuburannya rendah. Tithonia merupakan tanaman semak yang tumbuh di pinggir jalan, tebing, dan sekitar lahan pertanian. Tithonia dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif melalui akar dan stek batang atau tunas (Jama et al., 2000). Tithonia merupakan tanaman yang mengandung unsur N dan K yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau dan sumber bahan organik tanah. Daun Tithonia kering mengandung 3.5 - 4.0% N, 0.35 - 0.38% P, 3.5 - 4.1% K, 0.59% Ca, dan 0.27% Mg. Pupuk hijau dari Tithonia juga dapat mensubstitusi pupuk KCl. Penggunaan Tithonia sebagai pupuk organik dapat meningkatkan berat segar tanaman karena mampu menyediakan nitrogen sebagai bahan dasar pembentukkan klorofil dan mudah terdekomposisi, sehingga dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Tithonia mempunyai potensi yang setara dengan pupuk anorganik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Penggunaan Tithonia sebagai biofertilizer dapat memberikan respon yang lebih baik pada peningkatan berat segar tanaman (Widiwurjani dan Suhardjono, 2006).
Centrosema pubescens termasuk tanaman dari famili Leguminoceae yang berasal dari Amerika Selatan. Centrosema pubescens termasuk tanaman legum yang tahan terhadap kondisi kering dan naungan (Reksohadiprodjo, 1981). Centrosema pubescens bersifat memanjat dan merambat, serta dapat dijumpai di pinggiran sungai, pantai, jalan dan perkebunan-perkebunan. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah masam dengan drainase yang buruk (Smith, 1985). Pemberian pupuk hijau jenis Centrocema pubescens dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai lebih baik daripada penggunaan pupuk hijau jenis Colopogonium mucunoides (Sinaga, 2005).
Pupuk Kandang Ayam
Pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat, cair, bahan hamparan dan sisa makanan (Wuryaningsih, 1994). Campuran tersebut mengalami pembusukan dan menghasilkan kandungan hara yang menunjang pertumbuhan tanaman. Pupuk kandang mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda tergantung dari jenis ternak, umur ternak, keadaan ternak, sifat dan jumlah amparan, cara penanganan, dan penyimpanan sebelum digunakan (Soepardi, 1983). Komposisi pupuk kandang dari beberapa jenis ternak dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Pupuk Kandang yang Berasal dari Berbagai Jenis ternak Jenis Ternak Bentuk Kotoran Kadar Air (%) N (%) P (%) K (%)
Sapi Padat 85 0.40 0.20 0.10 Cair 92 1.00 0.15 1.50 Domba Padat 60 0.75 0.50 0.45 Cair 85 1.35 0.05 2.10 Babi Padat 80 0.95 0.35 0.40 Cair 97 0.40 0.10 0.45 Kuda Padat 75 0.55 0.30 0.40 Cair 90 1.40 0.02 1.60 Kerbau Padat 85 0.60 0.30 0.34 Cair 90 1.40 0.02 1.60 Kambing Padat 60 0.60 0.30 0.17 Cair 85 1.50 0.13 1.80 Ayam Padat 55 0.40 0.10 0.45 Cair 97 1.00 0.80 0.40
Sumber : Marsono dan Sigit (2001)
Pemberian pupuk kandang ayam dapat meningkatkan bobot kering bintil akar sebanyak 162% dibandingkan tanpa pemberian pupuk. Pemberian pupuk kandang ayam dapat meningkatkan ketersediaan P dalam tanah dan kadar P dalam daun, sehingga pemupukan 15 ton pupuk kandang ayam per ha dapat menghasilkan biji kedelai kering 4 kali lebih banyak dari tanaman yang tidak mendapat pupuk kandang (Melati et al., 2008). Penelitian yang dilakukan Sinaga (2005) menunjukkan bahwa pemberian 20 ton pupuk kandang ayam per ha
11
memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah vegetatif dan generatif tanaman kedelai.
Residu Pupuk Organik
Penelitian yang dilakukan Melati et al. (2008) memperlihatkan bahwa tingginya jumlah polong total pada pertanaman ke-dua disebabkan adanya residu pupuk organik dari pertanaman pertama sehingga ketersediaan hara di dalam tanah meningkat. Berbeda dengan pupuk buatan, ketersediaan hara dari pupuk organik lebih lambat karena pupuk organik memerlukan proses dekomposisi. Pupuk hijau dan kompos membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dekomposisi dibandingkan dengan pupuk kandang ayam, sehingga pada penanaman pertama hara belum banyak diserap oleh tanaman kedelai. Selanjutnya pada penanaman ke-dua diduga hara telah tersedia yang menyebabkan jumlah dan bobot polong isi kedelai lebih tinggi dibanding yang mendapat pupuk kandang.
Menurut Widiyanti (2009), peningkatan dosis residu pupuk kandang sapi dapat meningkatkan bobot basah 100 butir biji kedelai. Sebaliknya, bobot basah dan bobot kering bintil akar menurun seiring dengan peningkatan residu pupuk kandang sapi. Kombinasi perlakuan residu pupuk kandang sapi 3 ton/ha dan residu pupuk guano 216 kg/ha mampu menghasilkan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan kombinasi dosis lainnya.
Budidaya Jenuh Air
Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi terus-menerus dan membuat tinggi muka air tetap (± 5 cm di bawah permukaan tanah) sehingga lapisan di bawah perakaran jenuh air (Hunter et al., 1980). Tahap aklimatisasi tanaman kedelai terhadap jenuh air berlangsung selama 2-4 minggu setelah pelaksanaan irigasi dimulai (Lawn, 1985). Pada tahap aklimatisasi terjadi alokasi hasil fotosintesis ke bagian bawah tanaman untuk pertumbuhan akar dan bintil akar (Troedson et al., 1983).
Budidaya jenuh air dapat meningkatkan kandungan N pada daun (Nathanson et al., 1984), meningkatkan bobot kering akar dan bintil akar serta
aktivitas bakteri penambat N bila dibandingkan cara irigasi biasa (Troedson et al., 1983). Menurut Ghulamahdi (2007), budidaya jenuh air nyata meningkatkan kandungan ACC akar, etilen akar, glukosa akar, lingkar leher akar, bobot kering bintil, aktivitas nitrogenase, serapan hara daun, bobot kering tanaman, dan bobot kering biji/petak. Selain itu, budidaya jenuh air nyata menurunkan kandungan Ca dan Mg daun. Mekanisme adaptasi kedelai pada budidaya jenuh air dimulai dengan meningkatnya kandungan ACC akar yang diikuti oleh meningkatnya kandungan etilen akar. Etilen akar meningkatkan terbentuknya jaringan aerenkhima dan perakaran baru. Pertumbuhan akar-akar baru akan meningkatkan pembentukan bintil akar yang selanjutnya meningkatkan aktivitas nitrogenase dan meningkatkan serapan hara daun.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011. Jenis tanah di daerah Darmaga, Bogor, adalah tanah latosol dengan ciri agak masam dan tingkat kesuburan tanah yang termasuk rendah (Pratiwi, 2010).
Bahan dan Alat
Penelitian menggunakan benih kedelai varietas Wilis (berbiji kecil) dan Anjasmoro (berbiji besar). Pupuk organik yang digunakan terdiri dari pupuk kandang ayam, Centrocema pubescens, dan Tithonia diversifolia. Bahan lain yang digunakan adalah dolomit, arang sekam, jerami dan rhizobium (inokulum). Tagetas erecta dan tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus) digunakan sebagai tanaman penghambat organisme pengganggu tanaman (OPT) pengganti pestisida kimia.
Metode Pelaksanaan
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan RKLT-Split Plot (petak terpisah) sebanyak tiga ulangan dengan pemupukan sebagai petak utama dan varietas sebagai anak petak. Perlakuan dosis pupuk organik yang digunakan sebanyak 50% dari dosis pupuk pada musim tanam sebelumnya yaitu 5 ton pupuk kandang ayam, 2.1 ton biomass Centrocema pubescens, dan 2.1 ton biomass Tithonia diversifolia/ha. Masing-masing perlakuan pemupukan organik tersebut diberi pemupukan dasar sebanyak 5 ton pupuk kandang ayam, 1 ton arang sekam dan 1 ton dolomit/ha. Dosis pupuk hijau mengacu pada percobaan pada musim tanam sebelumnya yaitu dari 25 kg benih yang ditanam hanya dapat menghasilkan 4.2 ton biomass Centrocema pubescens.
Model rancangan yang digunakan adalah:
Keterangan :
Yijk : nilai pengamatan pada perlakuan petak utama ke-i, anak petak ke-j dan ulangan ke-k (k = 1, 2, 3)
µ : nilai rata-rata umum
αi : pengaruh perlakuan pemupukan pada taraf ke-i (i = 1, 2, 3) €k : pengaruh ulangan ke-k
δik : galat petak utama
βj : pengaruh perlakuan varietas pada taraf ke-j (j = 1, 2)
(αβ)ij : pengaruh interaksi antara pemupukan ke-i dengan varietas ke-j
εijk : pengaruh galat karena pengaruh pemupukan taraf ke-i dan varietas pada ulangan ke-k
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila ada perbedaan akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan 5%.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan
Penyiapan lahan dilakukan dengan terlebih dahulu membersihkan lahan dari gulma dan sisa tanaman sebelumnya. Ukuran setiap anak petak adalah 2 m x 4 m dan di antara dua anak petak terdapat tanaman tagetes, sedangkan di luar anak petak dikelilingi saluran air dengan lebar 30 cm dan dalam 20 cm (Lampiran 1). Petakan yang digunakan berjumlah 18 petak dan terdapat tanaman serai di luar petakan. Air irigasi diberikan sejak 4 MST hingga 1 minggu sebelum panen dengan ketinggian 5 cm dari permukaan tanah. Pengolahan tanah untuk perlakuan pemupukan Centrocema pubescens dan Tithonia diversifolia dilakukan pada empat minggu sebelum tanam kedelai, sedangkan pengolahan tanah untuk perlakuan pupuk kandang ayam dilakukan pada dua minggu sebelum tanam kedelai.
15
Pemupukan
Pupuk organik diberikan sebelum penanaman dengan dosis yang telah ditentukan. Pupuk ditaburkan ke dalam alur tanam secara merata dari ujung ke ujung dan diaduk. Perlakuan pemupukan dengan 2.1 ton biomass Centrocema pubescens/ha dan 2.1 ton biomass Tithonia diversifolia/ha dilakukan pada saat empat minggu sebelum tanam kedelai, sedangkan perlakuan pemupukan dengan 5 ton pupuk kandang ayam/ha dilakukan pada dua minggu sebelum tanam. Masing-masing perlakuan tersebut diberi pemupukan dasar sebanyak 5 ton pupuk kandang ayam, 1 ton arang sekam dan 1 ton dolomit per hektar. Pupuk kandang ayam cair diberikan melalui penyemprotan dengan dosis 1 liter pupuk kandang ayam cair per 10 liter air saat tanaman kedelai berumur 4 MST pada hari ke 3, 5 dan 7 setelah pemberian air irigasi.
Penanaman
Penanaman benih dilakukan pada alur pupuk dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm. Sebelum ditanam, benih diberi inokulum sebanyak 6.25 g rhizoplus/kg benih. Benih dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak
2 benih/lubang, kemudian ditutup. Jerami disebarkan di atas alur pupuk secara merata untuk menghindari serangan lalat bibit. Air diberikan secukupnya hingga lembab pada barisan alur tanam (apabila pada saat tanam tidak ada hujan atau tanah kering).
Pemeliharaan
Pengendalian gulma dilakukan sesuai kebutuhan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan saat terjadi ledakan populasi dengan menggunakan pestisida nabati yang didapatkan melalui perendaman 1 kg serai dan 1 kg Tithonia diversifolia per 10 L air selama 24 jam. Pemangkasan tanaman serai dilakukan untuk mencegah terjadinya naungan terhadap tanaman kedelai dan menstimulasi bau yang dikeluarkan untuk mengurangi organisme pengganggu tanaman (OPT).
Panen
Panen biji kering kedelai dilakukan pada saat masak panen yaitu 90% dari polong yang ada pada masing-masing petak telah mencapai warna polong masak (kuning kecoklatan), pengisian polong sudah maksimal, dan sebagian besar daun sudah menguning dan gugur (stadia generatif R8).
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi komponen pertumbuhan dan produksi kedelai (Tabel 2).
Tabel 2. Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai serta Jadwal Pelaksanaannya
No Peubah Satuan Waktu Keterangan 1 Analisis tanah - sebelum tanam
dan saat panen
sampel tanah diambil secara komposit dari tiap anak petak 2 Analisa hara pupuk
kandang ayam,
Centrocema pubescens,
Tithonia diversifolia
- sebelum aplikasi pupuk
analisa hara lengkap di laboratorium
3 Analisis air - 6 dan 8 MST analisa hara lengkap di laboratorium
4 Jenis hama dan penyakit - Setiap minggu mengidentifikasi jenis hama dan penyakit yang
menyerang 5 Intensitas serangan hama
dan kejadian penyakit
- 7 MST dihitung jumlah tanaman yang terserang hama dan penyakit pada setiap anak petak, kemudian dihitung persentase kejadiannya dengan menggunakan rumus intensitas serangan hama dan kejadian penyakit
Fase Vegetatif
6 Daya berkecambah % 1 – 2 MST - 7 Tinggi tanaman cm setiap minggu pengukuran dari buku
pertama sampai titik tumbuh 8 Jumlah daun trifoleat - 3 – 8 MST -
9 Jumlah daun tetrafoleat dan pentafoleat
- 7 MST -
10 Bobot basah daun, batang, akar dan bintil akar
g 7 MST diambil 4 tanaman per anak petak
11 Bobot kering daun, batang, akar dan bintil akar
g 7 MST daun di-oven pada suhu 600C selama 3x24 jam, sedangkan batang, akar dan bintil akar di-oven pada suhu 1050C selama 1x24 jam 12 Kadar air daun, batang,
akar dan bintil akar
% 7 MST dihitung dengan metode gravimetrik
13 Analisis hara daun - 7 MST N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn
17
No Peubah Satuan Waktu Keterangan Fase Generatif
14 Umur tanaman saat keluar bunga 75 % populasi
MST - -
15 Tinggi tanaman panen cm saat panen pengukuran dari buku pertama sampai titik tumbuh 16 Jumlah buku produktif per
tanaman
- saat panen - 17 Jumlah cabang per
tanaman
- saat panen - 18 Jumlah polong isi per
tanaman
- saat panen 19 Jumlah polong hampa per
tanaman
- saat panen - 20 Jumlah tanaman panen
petak bersih (4.56 m2)
- saat panen - 21 Jumlah tanaman panen
petak pinggir
- saat panen - 22 Bobot kering akar per
tanaman
g setelah panen - 23 Bobot kering tajuk per
tanaman
g setelah panen - 24 Analisis biji - setelah panen N, P, K, Ca, Mg, Zn, Fe 25 Kadar air biji % setelah panen dihitung dengan metode
gravimetrik (menggunakan rumus perhitungan kadar air) 26 Bobot kering biji per
tanaman
g setelah panen - 27 Bobot kering biji per petak
bersih (4.56 m2)
g setelah panen - 28 Bobot kering biji per petak
pinggir
g setelah panen - 29 Bobot 100 butir biji kering g setelah panen -
Perhitungan kadar air menggunakan rumus sebagai berikut :
KA = (bobot basah-bobot kering)
bobot basah x 100 % ,
sedangkan pengamatan intensitas serangan hama dan kejadian penyakit dilakukan dengan mengambil 20 tanaman secara diagonal pada tiap anak petak dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
IP = [ ∑kt=0n.vi]
NV x 100% Keterangan :
IP = intensitas serangan hama atau kejadian penyakit n = jumlah tanaman dengan skor serangan ke-i vi = skor tanaman 0, 1, 2, 3, 4
V = skor serangan tertinggi
Skor intensitas serangan hama dan kejadian penyakit dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Intensitas Serangan Hama dan Kejadian Penyakit
Skor Keterangan
0 Bagian tanaman yang terserang 0-5%
1 Bagian tanaman yang terserang 6-15%
2 Bagian tanaman yang terserang 16-30%
3 Bagian tanaman yang terserang 31-50%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Kondisi Umum
Penelitian dilakukan pada bulan basah (periode Oktober 2010 s.d. Februari 2011) dengan temperatur rata-rata 25.56o
C. Rata-rata temperatur pada musim tanam II tersebut lebih rendah dibanding dengan musim tanam I yang dilakukan pada bulan April s.d. Juli 2010 yaitu 26.35o
C. Menurut Sumarno dan Manshuri (2007), tanaman kedelai dapat membentuk pertumbuhan organ vegetatif dan generatif secara maksimal pada suhu kardinal (23-26oC). Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penghambatan pertumbuhan.
Penelitian yang dilakukan pada musim tanam II menunjukkan curah hujan yang lebih tinggi pada awal pertanaman dibandingkan pada musim tanam I (Gambar 1a). Curah hujan merata 100-150 mm per bulan pada dua bulan sejak tanam merupakan kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan kedelai. Tanaman kedelai bahkan dapat tumbuh optimal dengan produktivitas maksimal sekitar 2 ton biji kering/ha jika ditanam pada wilayah yang curah hujannya 300-400 mm per tiga bulan (Sumarno dan Manshuri, 2007). Intensitas cahaya matahari pada awal pertanaman kedelai musim tanam II lebih rendah dibandingkan musim tanam I dan mulai meningkat saat memasuki masa panen (Gambar 1b). Sebaliknya, kecepatan angin saat memasuki fase pengisian polong hingga panen pada musim tanam II terlihat lebih tinggi dibandingkan musim tanam I (Gambar 1c).
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Cu ra h H uj an (m m ) Musim Tanam I (April-Juli 2010) Musim Tanam II (Oktober 2010-Februari 2011) MST (a)
Gambar 1. Data (a) Curah Hujan, (b) Intensitas Cahaya, dan (c) Kecepatan Angin pada Musim Tanam I dan II
Benih kedelai mulai berkecambah pada 1 MST dengan daya tumbuh sebesar 77.3% dan meningkat menjadi 88.9% pada 2 MST setelah dilakukan penyulaman. Aspergillus flavus yang ditemukan pada awal perkecambahan menyebabkan beberapa benih tidak dapat tumbuh (Gambar 2). Gejala serangan cendawan tersebut ditandai dengan munculnya hifa berwarna putih kekuningan hingga kehitaman yang menyelimuti benih sehingga tidak dapat berkecambah. Tanaman kedelai mulai berbunga (sekitar 75% populasi) saat 42 HST untuk varietas Anjasmoro dan 49 HST untuk varietas Wilis. Umur berbunga kedua varietas kedelai tersebut lebih lama dibandingkan deskripsi kedelai untuk varietas Anjasmoro dan Wilis menurut Balitkabi (2008), yaitu 36 dan 39 HST.
0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 In te n si ta s Ca h ay a (C al /Cm 2 /M en it 2) Musim Tanam I (April-Juli 2010) Musim Tanam II (Oktober 2010-Februari 2011) 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 K ec ep at an A n gi n (k m /j am ) Musim Tanam I (April-Juli 2010) Musim Tanam II (Oktober 2010-Februari 2011) MST MST (b) (c)
21
Gambar 2. Kondisi Benih yang Terserang Aspergillus flavus
Selama pertanaman ditemukan beberapa jenis hama yang menyerang kedelai pada budidaya jenuh air mulai dari munculnya daun pertama hingga panen (Lampiran 4). Umumnya hama yang menyerang pada 2 MST hingga 4 MST adalah ulat grayak (Spodoptera litura). Saat 4 MST hingga 7 MST hama yang menyerang adalah belalang (terutama dari jenis Valanga sp.), lalat pucuk (Melanagromiza dolicostigma) yang mengakibatkan kerusakan pada bagian pucuk tanaman dan lalat batang (Melanagromiza sojae) yang menggerek bagian empulur batang. Memasuki 5 MST (setelah dilakukan penggenangan) serangan keong mas (Pomacea canaliculata) mulai menyebar ke seluruh areal pertanaman hingga 12 MST. Jenis hama yang paling dominan menyerang tanaman kedelai saat pembentukan polong hingga sebelum panen (7-12 MST), antara lain : ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites), kepik tungkai besar (Anoplocnemis phasiana), kepik polong (Riptortus linearis), kepik hijau (Nezara viridula), dan belalang hijau (Nympahea sp.).
Intensitas kejadian penyakit yang menyerang tanaman kedelai tidak setinggi intensitas serangan hamanya. Penyakit yang dominan muncul selama pertanaman adalah karat daun yang disebabkan oleh jamur Phakospora pachyrhizi dan ditandai dengan munculnya bercak berwarna coklat abu-abu yang penuh dengan spora pada permukaan daun bagian bawah. Selain itu ditemukan penyakit virus mosaik kuning kedelai pada lima tanaman dari anak petak yang berbeda. Tanaman kedelai yang sakit memperlihatkan gejala mosaik kuning yang nyata pada daunnya, tetapi tidak menjadi kerdil. Penyakit ini ditularkan oleh Aphis glycines secara persisten dan tidak ditularkan melalui biji (Gambar 3).
0.8 cm
(a) (b)
Gambar 3. Penyakit Kedelai (a) Karat Daun, (b) Virus Mosaik Kuning
Hasil analisis tanah menunjukkan ketersediaan unsur C-organik, N dan P pada lahan bekas perlakuan pupuk kandang ayam dan Centrocema pubescens musim tanam II mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan musim tanam I. Namun, ketersediaan unsur C-organik, N dan P pada lahan bekas perlakuan Tithonia diversifolia terlihat mengalami penurunan pada musim tanam II. Ketersediaan unsur K pada semua lahan bekas perlakuan pada musim tanam II juga lebih rendah dibandingkan musim tanam I. Ketersediaan unsur C-organik, N dan K setelah panen pada musim tanam II terlihat mengalami peningkatan dibanding saat sebelum tanam musim tanam II, namun ketersediaan unsur P terlihat mengalami penurunan kecuali pada lahan bekas perlakuan T. diversifolia untuk varietas Anjasmoro (Tabel 4). Ketersediaan unsur K setelah panen musim tanam I maupun II lebih tinggi dibandingkan sebelum tanam musim tanam II. Hal tersebut diduga karena setelah pertanaman dengan sistem BJA, kondisi tanah lembab sehingga kadar K meningkat, sedangkan sebelum tanam kondisi tanah kering dan kadar K rendah.
Hasil analisis tanah setelah perlakuan pemupukan/sebelum tanam musim tanam II (0 MST) menunjukkan lahan bekas perlakuan pupuk kandang ayam mengandung residu C-organik, N dan P paling tinggi. Sebaliknya, lahan bekas perlakuan Tithonia diversifolia mengandung residu C-organik, N dan P paling rendah. Kandungan unsur K tertinggi diperoleh pada lahan bekas perlakuan Centrocema pubescens (Tabel 4). Berdasarkan kriteria penilaian sifat-sifat tanah oleh Pusat Penelitian Tanah (1983), rata-rata ketersediaan C-organik musim tanam II tergolong sedang, unsur hara N tergolong rendah, unsur P dan K tergolong sedang (Lampiran 2).
23
Tabel 4. Hasil Analisis Tanah
Analisis pH H2O
Walkley
& Black Kjeldhal Bray l N NH4Oac pH 7.0 KB N KCl 0.05 N HCl Tekstur
C-org N-Total P K Mg Ca Na KTK Al H Fe Cu Zn Mn Pasir Debu Liat
..(%).. ..(%).. (ppm) ..(me/100g).. (%) (me/100g) …(ppm)… …..(%)…..
Setelah panen musim tanam I
PA 6.37 2.20 0.20 25.43 0.89 2.83 6.37 0.74 16.56 65.33 tr 0.05 1.24 0.31 0.18 8.06 7.36 31.36 61.28 PW 6.63 2.04 0.20 17.23 0.85 2.82 7.98 0.54 15.87 76.93 tr 0.07 1.35 0.36 0.22 9.85 9.08 37.78 53.14 TA 6.53 1.84 0.18 9.20 0.86 2.60 7.42 0.59 15.80 72.47 tr 0.04 1.35 0.33 0.21 7.85 8.07 34.33 57.59 TW 6.67 1.89 0.19 15.57 0.60 2.41 6.66 0.51 14.77 68.59 tr 0.04 1.35 0.32 0.20 9.03 24.20 27.49 48.31 CA 6.40 1.76 0.17 6.15 0.69 2.74 6.98 0.45 16.68 65.05 tr 0.06 1.30 0.29 0.19 7.32 7.54 38.22 54.25 CW 6.40 1.68 0.17 5.55 0.52 2.24 6.39 0.41 15.86 60.19 tr 0.06 1.29 0.31 0.20 8.43 8.40 31.85 59.75
Setelah perlakuan pemupukan/sebelum tanam musim tanam II
PA 6.30 2.63 0.22 33.50 0.38 3.06 7.94 0.61 17.76 67.51 tr 0.08 21.60 0.56 4.45 16.10 8.84 30.95 60.21 PW 6.50 2.55 0.22 28.80 0.34 2.90 7.82 0.48 18.36 62.85 tr 0.04 16.00 0.44 3.15 13.60 8.43 25.68 65.89 TA 6.40 1.60 0.15 8.50 0.36 3.57 8.72 0.47 21.45 61.17 tr 0.08 26.10 0.72 5.87 20.20 9.78 16.02 74.20 TW 6.60 1.68 0.15 12.70 0.48 3.26 8.32 0.64 18.37 69.13 tr 0.04 14.40 0.40 1.36 6.40 11.60 20.83 67.57 CA 6.60 2.00 0.19 25.00 0.48 3.78 8.46 0.80 18.16 74.45 tr 0.04 17.60 0.56 4.02 14.80 9.34 22.91 67.75 CW 6.30 1.92 0.18 28.70 0.40 4.76 9.23 0.75 21.76 69.58 tr 0.12 22.40 0.48 4.60 17.10 9.80 19.16 71.04
Setelah panen musim tanam II
PA 7.40 2.79 0.26 31.20 1.42 3.40 8.38 1.16 19.13 75.07 tr 0.04 2.43 0.13 1.12 42.10 11.09 29.62 59.29 PW 7.50 2.39 0.22 20.60 1.19 3.00 8.19 1.09 17.95 75.04 tr 0.04 2.32 0.08 0.55 58.48 10.21 34.32 55.47 TA 7.60 2.23 0.21 14.40 1.11 2.90 7.76 1.06 17.76 72.24 tr 0.04 1.81 0.07 2.52 45.04 12.35 25.66 61.99 TW 7.50 2.15 0.22 9.00 0.86 2.65 7.42 0.70 16.78 69.31 tr 0.04 1.31 0.03 0.33 4.15 13.07 22.47 64.46 CA 7.20 2.55 0.23 5.20 0.93 2.55 7.34 1.08 18.35 64.85 tr 0.04 0.62 0.04 0.26 34.46 9.44 40.68 49.88 CW 7.40 2.55 0.25 16.10 1.18 2.95 8.66 1.07 18.73 74.00 tr 0.04 3.16 0.05 2.24 76.42 14.41 17.65 67.94 Keterangan :
PA : perlakuan pupuk kandang ayam untuk varietas Anjasmoro PW : perlakuan pupuk kandang ayam untuk varietas Wilis TA : perlakuan Tithonia diversifolia untuk varietas Anjasmoro TW : perlakuan Tithonia diversifolia untuk varietas Wilis CA : perlakuan Centrocema pubescens untuk varietas Anjasmoro CW : perlakuan Centrocema pubescens untuk varietas Wilis
Analisis Air
Analisis air pada 6 dan 8 MST dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur yang terdapat di dalam air beserta nilainya. Hasil analisis tersebut menunjukkan unsur yang paling banyak tersedia adalah unsur C dengan nilai tertinggi dihasilkan pada 8 MST. Ketersediaan unsur NH4, Ca dan Mg pada 6 MST menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan pada 8 MST. Namun, unsur P, K dan Fe dihasilkan lebih tinggi saat 8 MST (Tabel 5).
Hasil analisis air yang dilakukan pada 6 dan 8 MST (Tabel 5) menunjukkan nilai daya hantar listrik (DHL) yang dihasilkan berada pada kisaran nilai DHL untuk air hujan yaitu 5-30 µs/cm. Menurut Irianto dan Machbub (2004), DHL merupakan parameter yang sering digunakan untuk pemantauan kualitas air. Daya hantar listrik dapat menunjukkan tingkat salinitas dari suatu badan air yang berpengaruh terhadap kehidupan akuatik, pemanfaatan air baku, dan korosifitas air.
Tabel 5. Hasil Analisis Air pada 6 dan 8 MST
Analisis pH C NH4 P K Ca Mg Fe DHL
...(ppm)... (µs/cm) Air 6 MST 6.70 51.20 3.56 0.26 1.48 3.61 3.52 0.31 28.80 Air 8 MST 6.50 102.40 1.78 0.38 2.88 2.85 2.73 1.21 24.60
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Perlakuan Pupuk dan Varietas
Perlakuan residu pupuk organik (Tithonia diversifolia, pupuk kandang ayam, dan Centrocema pubescens) berpengaruh nyata pada bobot basah daun, bobot kering biji dan jumlah polong isi. Perbedaan nyata pada peubah varietas (Wilis dan Anjasmoro) terlihat pada tinggi tanaman pada 2-7 MST, jumlah daun trifoleat pada 4-8 MST, bobot basah daun, kadar air batang, kadar K daun, serapan N daun, serapan P daun, serapan K daun, bobot 100 butir biji kering, bobot kering akar 14 MST, jumlah buku produktif, jumlah cabang, jumlah polong isi, jumlah tanaman panen petak bersih, bobot kering biji petak pinggir, dan jumlah tanaman panen petak pinggir. Interaksi antara residu pupuk organik dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh komponen pertumbuhan dan produksi kedelai yang diamati. Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi kedelai dapat dilihat pada Tabel 6.
25
Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam pada Perlakuan Pupuk dan Varietas
Peubah Umur (MST) Pupuk (P) Varietas (V) P*V KK (%) Daya tumbuh (%) 1 tn tn tn 9.32 2 tn tn tn 2.86 Tinggi tanaman (cm) 2 tn ** tn 4.97 3 tn ** tn 5.26 4 tn ** tn 5.17 5 tn ** tn 4.97 6 tn ** tn 4.66 7 tn * tn 4.57 8 tn tn tn 5.30 Jumlah daun trifoleat/tanaman 2 tn tn tn 0.00 3 tn tn tn 8.82 4 tn ** tn 3.37 5 tn ** tn 6.86 6 tn ** tn 10.18 7 tn * tn 10.19 8 tn ** tn 7.86 Intensitas serangan hama 7 tn tn tn 5.45 Intensitas kejadian penyakit 7 tn tn tn 11.42 Bobot basah akar (g/tanaman) 7 tn tn tn 34.91 Bobot basah batang (g/tanaman) 7 tn tn tn 17.21 (x) Bobot basah bintil akar (g/tanaman) 7 tn tn tn 19.77 (x) Bobot basah daun (g/tanaman) 7 * * tn 26.42 Bobot kering akar (g/tanaman) 7 tn tn tn 31.93 Bobot kering batang (g/tanaman) 7 tn tn tn 16.09 (x) Bobot kering bintil akar (g/tanaman) 7 tn tn tn 11.42 (x) Bobot kering daun (g/tanaman) 7 tn tn tn 27.85 Kadar air akar (%) 7 tn tn tn 9.09 Kadar air batang (%) 7 tn ** tn 0.47 Kadar air bintil akar (%) 7 tn tn tn 7.71 Kadar air daun (%) 7 tn tn tn 4.02 Kadar N daun (%) 7 tn tn tn 3.12 Kadar P daun (%) 7 tn tn tn 2.78 Kadar K daun (%) 7 tn ** tn 5.73 Serapan N daun (mg/tanaman) 7 tn * tn 27.07 Serapan P daun (mg/tanaman) 7 tn * tn 25.19 Serapan K daun (mg/tanaman) 7 tn * tn 33.37 Bobot 100 butir biji kering(g) 14 tn ** tn 6.20 Bobot kering akar (g/tanaman) 14 tn ** tn 9.00 Bobot kering biji (g/tanaman) 14 ** tn tn 11.01 Bobot kering tajuk (g/tanaman) 14 tn tn tn 13.11 Jumlah buku produktif/tanaman 14 tn ** tn 6.45 Jumlah cabang/tanaman 14 tn ** tn 7.12 Jumlah polong hampa/tanaman 14 tn tn tn 21.04 (x) Jumlah polong isi/tanaman 14 * ** tn 6.39 Kadar air biji (%) 14 tn tn tn 12.88 Bobot kering biji petak bersih (g/4.56 m2) 14 tn tn tn 11.79 Jumlah tanaman panen petak bersih (4.56 m2) 14 tn ** tn 6.96 Bobot kering biji petak pinggir (g) 14 tn * tn 15.01 Jumlah tanaman panen petak pinggir 14 tn * tn 11.95 Tinggi tanaman panen (cm) 14 tn tn tn 5.30 Produktivitas (ton/ha) 14 tn tn tn 11.82 Keterangan : (tn) tidak berbeda nyata, (*) berbeda nyata pada taraf 5%, (**) berbeda nyata pada
Kandungan Hara Makro dan Mikro Tithonia diversifolia, Centrocema pubescens, dan Pupuk kandang ayam
Hasil analisis ketiga pupuk organik (Tabel 7) menunjukkan bahwa T. diversifolia mengandung unsur C, N dan P tertinggi. Centrocema pubescens mengandung unsur C, N dan P lebih tinggi dari pupuk kandang ayam. Kandungan K tertinggi terdapat pada pupuk kandang ayam. Selain itu, T. diversifolia mengandung unsur hara mikro Mg, Zn dan Mn tertinggi, sedangkan kandungan Fe dan Cu tertinggi terdapat pada pupuk kandang ayam.
Tabel 7. Kandungan Hara Makro dan MikroTithonia diversifolia, Centrocema pubescens, dan Pupuk kandang ayam Pupuk Kandungan Hara C N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn ……… (%)……… ……..(ppm) …… Tithonia diversifolia 54.88 3.64 0.34 0.56 0.70 0.32 1 622.15 33.26 47.75 141.05 Centrocema pubescens 54.19 2.97 0.33 0.52 0.64 0.28 1 729.15 42.02 32.95 135.70 Pupuk kandang ayam 22.53 0.42 0.21 0.64 0.87 0.21 5 119.10 365.12 2.90 52.70
Sumbangan Unsur Hara Pupuk Organik
Perkiraan sumbangan N, P dan K dari masing-masing pupuk organik dapat diketahui dari hasil perkalian antara persentase bobot kering dan jumlah pupuk organik (ton atau kg) yang digunakan dengan kadar unsur hara dalam pupuk (%). Persentase bobot kering didapat dari hasil pengurangan terhadap kadar air masing-masing pupuk organik. Pupuk kandang ayam mengandung kadar air sebesar 57 % (Balittan, 2011), Tithonia diversifolia sebesar 62.20% dan Centrocema pubescens sebesar 59.00% (Kurniansyah, 2010). Hasil perkiraan sumbangan unsur hara N, P dan K ketiga perlakuan pupuk organik menunjukkan sumbangan N tertinggi pada perlakuan dengan 5 ton pupuk kandang ayam + 2.1 ton pupuk T. diversifolia. Sebaliknya, perlakuan 5 ton pupuk kandang ayam + 5 ton pupuk kandang ayam mampu menyumbang unsur P dan K tertinggi (Tabel 8).
Tabel 8. Sumbangan Unsur Hara Pupuk Organik
Pupuk Organik
Sumbangan hara N, P, dan K pupuk organik
(kg/ha) N P K 5 ton pupuk kandang ayam + 2.1 ton pupuk Tithonia diversifolia 37.92 7.21 18.21 5 ton pupuk kandang ayam + 2.1 ton pupuk Centrocema pubescens 34.60 7.36 18.24 5 ton pupuk kandang ayam + 5 ton pupuk kandang ayam 18.06 9.04 27.52
27
Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Perlakuan Tiga Jenis Pupuk Organik Perlakuan residu pemupukan Tithonia diversifolia, pupuk kandang ayam, dan Centrocema pubescens hanya berpengaruh nyata pada bobot basah daun pada 7 MST dan tidak berpengaruh nyata pada peubah pertumbuhan lainnya. Penggunaan C. pubescens mampu meningkatkan bobot basah daun 28.6 dan 26.4% lebih tinggi dibanding T. diversifolia dan pupuk kandang ayam (Tabel 9).
Tabel 9. Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Perlakuan Tiga Jenis Pupuk Organik Peubah Umur (MST) Uji F Pupuk Rata-rata Tithonia diversifolia Kandang Ayam Centrocema pubescens Daya tumbuh (%) 1 tn 79.7 77.8 74.5 77.3 2 tn 90.3 88.3 88.3 88.9 Tinggi tanaman (cm) 2 tn 11.38 11.12 11.42 11.31 3 tn 17.89 17.04 17.53 17.49 4 tn 32.86 32.37 32.44 32.56 5 tn 46.98 46.38 46.60 46.65 6 tn 75.52 74.21 73.97 74.57 7 tn 88.05 85.85 84.99 86.30 8 tn 94.09 91.28 90.46 91.94 Jumlah daun trifoleat/tanaman 2 tn 2.0 2.0 2.0 2.0
3 tn 3.8 3.7 3.8 3.8 4 tn 6.8 7.2 7.0 7.0 5 tn 9.3 10.3 9.5 9.7 6 tn 14.5 15.8 14.7 15.0 7 tn 18.5 19.5 18.3 18.8 8 tn 19.5 21.2 19.5 20.1 Intensitas serangan hama (%) 7 tn 28.9 30.8 29.4 29.7 Intensitas kejadian penyakit (%) 7 tn 8.8 10.6 8.5 9.3 Bobot basah akar (g/tanaman) 7 tn 3.79 3.29 3.92 3.67 Bobot basah batang
(g/tanaman)
7 tn 29.54 29.00 37.21
31.92 Bobot basah bintil akar
(g/tanaman)
7 tn 1.48 1.71 1.57
1.59 Bobot basah daun (g/tanaman) 7 * 16.92b 17.21b 21.75a 18.63 Bobot kering akar (g/tanaman) 7 tn 1.21 1.25 1.42 1.29 Bobot kering batang
(g/tanaman)
7 tn 5.75 5.63 7.25 6.21 Bobot kering bintil akar
(g/tanaman)
7 tn 0.51 0.59 0.53 0.54 Bobot kering daun (g/tanaman) 7 tn 5.92 6.04 7.21 6.39 Kadar air akar (%) 7 tn 67.3 59.1 63.2 63.2 Kadar air batang (%) 7 tn 80.5 80.5 80.6 80.5 Kadar air bintil akar (%) 7 tn 64.1 64.5 65.3 64.6 Kadar air daun (%) 7 tn 64.9 64.5 67.2 65.5 Kadar N daun (%) 7 tn 3.3 3.2 3.2 3.2 Kadar P daun (%) 7 tn 0.5 0.5 0.5 0.5 Kadar K daun (%) 7 tn 2.9 2.8 2.9 2.9 Serapan N daun (mg/tanaman) 7 tn 19.47 19.66 23.04 20.72 Serapan P daun (mg/tanaman) 7 tn 3.17 3.01 3.70 3.29 Serapan K daun (mg/tanaman) 7 tn 17.26 16.99 21.52 18.59
Peubah Umur (MST) Uji F Pupuk Rata-rata Tithonia diversifolia Kandang Ayam Centrocema pubescens
Jumlah buku produktif/tanaman 14 tn 29.2 34.3 28.8 30.8 Jumlah cabang/tanaman 14 tn 7.2 8.7 8.0 8.0 Tinggi tanaman panen (cm) 14 tn 94.09 91.28 90.46 91.94 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada α = 5% (*)
Estimasi Ketersediaan dan Serapan Unsur Hara
Serapan hara tajuk didapat dari hasil perkalian antara kadar N, P dan K dalam daun dengan bobot kering tajuk dan populasi tanaman kedelai per hektar. Serapan hara N, P, K pada tajuk tertinggi dihasilkan pada perlakuan residu pemupukan C. pubescens dan terendah pada perlakuan residu pupuk kandang ayam, walaupun kandungan hara N dan P dalam tanah pada perlakuan residu pupuk kandang ayam musim tanam II lebih tinggi dibandingkan kedua perlakuan pemupukan organik lainnya (Tabel 10).
Kandungan hara dalam tanah didapat dari hasil perkalian antara kadar N, P dan K tanah dengan bobot tanah per hektar. Berdasarkan dosis rekomendasi pupuk untuk budidaya konvensional, ketersediaan unsur N ketiga jenis pupuk organik (Tithonia diversifolia, pupuk kandang ayam, dan Centrocema pubescens) sudah cukup tinggi, namun ketersediaan unsur K masih kurang. Selain itu, ketersediaan unsur P pada perlakuan pemupukan Tithonia diversifolia masih lebih rendah dari dosis rekomendasi (Tabel 10). Adapun dosis rekomendasi N, P dan K pada budidaya kedelai konvensional didapat dari pemupukan 50 kg urea, 150 kg SP-36 dan 100 kg KCl/ha, yaitu 22.5 kg N, 54 kg P dan 60 kg K/ha.
Tabel 10. Estimasi Ketersediaan dan Serapan Unsur Hara
Unsur Hara Pemupukan Serapan Hara Tajuk (kg/ha)
Hara dalam Tanah (kg/ha) Dosis Rekomendasi Kedelai Konvensional (kg/ha) Sesudah Panen Musim Tanam I Saat Tanam Musim Tanam II N Tithonia diversifolia 96.28 45.60 36.00 22.50 Pupuk Kandang Ayam 93.36 48.00 52.80
Centrocema pubescens 115.68 40.80 45.60 P
Tithonia diversifolia 14.59 29.74 25.44
54.00 Pupuk Kandang Ayam 14.59 51.19 74.76
Centrocema pubescens 18.08 14.04 64.44 K
Tithonia diversifolia 84.61 70.08 40.32
60.00 Pupuk Kandang Ayam 81.69 83.52 34.56
29
Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Perlakuan Dua Varietas Kedelai Penggunaan dua varietas kedelai (Wilis dan Anjasmoro) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada daya tumbuh, tinggi tanaman pada 8 MST, jumlah daun trifoleat pada 2 dan 3 MST, bobot basah akar, bobot basah batang, bobot basah bintil akar, bobot kering akar, bobot kering batang, bobot kering bintil akar, bobot kering daun, kadar air akar, kadar air bintil akar, kadar air daun, dan tinggi tanaman panen. Kedua varietas tersebut mempunyai perbedaan nyata pada tinggi tanaman saat 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 MST, jumlah daun trifoleat pada 4, 5, 6, 7, dan 8 MST, bobot basah daun, kadar K daun, serapan N P K daun, kadar air batang, jumlah buku produktif, dan jumlah cabang (Tabel 11).
Tinggi tanaman varietas Anjasmoro pada 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 MST menunjukkan hasil yang lebih tinggi, yaitu 18.7, 26.4, 21.4, 16.8, 12.1, dan 7.2% lebih tinggi dibandingkan varietas Wilis. Jumlah daun trifoleat varietas Wilis menunjukkan hasil yang lebih tinggi pada 4, 5, 6, 7, dan 8 MST, yaitu 5.9, 24.1, 23.9, 18.0, dan 16.9% dibandingkan varietas Anjasmoro. Bobot basah daun, kadar K daun, serapan N daun, serapan P daun, dan serapan K daun varietas Anjasmoro menunjukkan hasil yang lebih tinggi sebesar 36.9, 15.5, 37.2, 31.9, dan 57.9% dibandingkan dengan varietas Wilis. Kadar air batang, jumlah buku produktif, dan jumlah cabang varietas Wilis lebih tinggi, yaitu 1.1, 48.4, dan 43.3% dibandingkan varietas Anjasmoro.
Tabel 11. Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Perlakuan Dua Varietas Kedelai
Peubah Umur (MST) Uji F Varietas Rata-rata Wilis Anjasmoro Daya tumbuh (%) 1 tn 75.5 79.2 77.3 2 tn 87.9 89.9 88.9 Tinggi tanaman (cm) 2 ** 10.34b 12.27a 11.31
3 ** 15.45b 19.53a 17.49 4 ** 29.41b 35.70a 32.56 5 ** 43.05b 50.26a 46.66 6 ** 70.32b 78.81a 74.57 7 * 83.32b 89.29a 86.31 8 tn 91.90 91.91 91.91 Jumlah daun trifoleat/tanaman 2 tn 2.0 2.0 2.0
3 tn 3.8 3.8 3.8 4 ** 7.2a 6.8b 7.0 5 ** 10.8a 8.7b 9.8 6 ** 16.6a 13.4b 15.0 7 * 20.3a 17.2b 18.8 8 ** 21.4a 18.3b 19.9