PROBLEMATIKA JUAL BELI DAN PENDAFTARAN TANAH
HAK MILIK YANG DIMILIKI BERSAMA ANAK DI BAWAH
UMUR (STUDI DI PEMATANG SIANTAR)
TESIS
Oleh
NIRWAN HARAHAP 087011171/MKn
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PROBLEMATIKA JUAL BELI DAN PENDAFTARAN TANAH
HAK MILIK YANG DIMILIKI BERSAMA ANAK DI BAWAH
UMUR (STUDI DI PEMATANG SIANTAR)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
NIRWAN HARAHAP 087011171/MKn
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : PROBLEMATIKA JUAL BELI DAN PENDAFTARAN TANAH HAK MILIK YANG DIMILIKI BERSAMA ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI DI PEMATANG SIANTAR)
Nama Mahasiswa : Nirwan Harahap Nomor Pokok :
087011171
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum) Ketua
(Hj. Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn) Anggota
(Notaris Syahril Sofyan, S.H., M.Kn) Anggota
Ketua Program Studi Dekan
Telah diuji pada
Tanggal: 27 Januari 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum
Anggota : 1. Hj. Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn. 2. Notaris Syahril Sofyan, S.H., M.Kn.
ABSTRAK
Kantor Pertanahan mengharuskan dilakukan penetapan pengadilan untuk jual beli dan pendaftaran tanah hak milik yang dimiliki bersama anak dibawah umur mengacu pada ketentuan KUH Perdata, sedangkan menurut UU No.1 Tahun 1974 anak di bawah umur adalah dibawah kekuasaan orang tua dan orangtua dapat mengalihkan harta bersama anak di bawah umur apabila untuk kepentingan si anak, dan tidak ada dinyatakan dengan penetapan pengadilan. Batasan usia anak dibawah umur juga terjadi perbedaan antara peraturan tersebut. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang sikap Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar dalam mendaftarkan jual beli tanah hak milik yang dimiliki bersama dengan anak di bawah umur, problematika dan upaya yang dilakukan oleh PPAT dan penghadap untuk mengatasi kendala jual beli dan pendaftaran tanah hak milik yang dimiliki bersama dengan anak di bawah umur.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis secara pendekatan yuridis normatif tentang problematika jual beli pendaftaran tanah hak milik yang dimiliki bersama anak dibawah umur, dengan mengkaji peraturan yang berlaku dan wawancara kepada PPAT di Pematang Siantar, Pejabat/Kepala Kantor Pertanahan Pematang Siantar, Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Pematang Siantar, serta orangtua atau wali yang melakukan jual beli atas tanah hak milik bersama anak di bawah umur.
Hasil penelitian menunjukkan sikap Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar dalam mendaftarkan jual beli tanah hak milik yang dimiliki bersama dengan anak di bawah umur yang dilakukan di hadapan PPAT adalah mengharuskan adanya Penetapan Pengadilan karena anak di bawah umur tidak cakap bertindak dalam hukum mengacu pada ketentuan KUH Perdata dibawah usia 21 tahun, kecuali sudah kawin walaupun masih berumur di bawah 21 tahun. Problematika yang dihadapi oleh PPAT dan penghadap dalam jual beli dan pendaftaran tanah hak milik yang dimiliki bersama anak di bawah umur adalah harus memohon ke Pengadilan untuk memperoleh penetapan pengadilan baru dapat dilakukan jual beli dan pendaftaran ke Kantor Pertanahan. Permohonan penetapan pengadilan merupakan kewajiban dari penghadap, tetapi para penghadap mengetahui hal ini setelah diterangkan oleh PPAT. Selain itu terjadi perbedaan ketentuan umur dewasa dalam jabatan Notaris/PPAT yaitu 18 tahun sedangkan pengadilan mengacu pada KUH Perdata yaitu 21 tahun. Upaya yang dilakukan PPAT adalah memberikan pemahaman kepada penghadap ada ketentuan penetapan pengadilan karena salah satu subjek hak atas tanah milik bersama adalah dibawah umur, mendampingi penghadap mengajukan permohonan penetapan pengadilan. PPAT bersama dengan penghadap yang telah beritikat baik melakukan jual beli tanah tersebut untuk biaya-biaya si anak yang masih dibawah umur tanpa penetapan pengadilan dengan membuat pernyataan bersama. Memberikan solusi bagi penjual bila harga tanah tersebut sangat kecil sedangkan biaya yang dihadapi untuk biaya anak sangat besar dengan menyebut secara tegas, ayah/abang anak tersebut adalah wali dari anak tersebut mewakili anak dibawah umur menurut hukum Islam (kalau beragama Islam) dibuat pada komparisi aktanya
Disarankan kepada BPN/Kantor Pertanahan harus membedakan jual beli atas tanah hak milik bersama anak di bawah umur bagi WNI Keturunan diperlukan Penetapan Pengadilan, sedangkan untuk WNI (Asli) cukup hanya membuat Pernyataan Bersama ahli warisnya. Pemerintah harus memberi batasan harga mulai Rp. 60 juta ke atas diperlukan surat penetapan pengadilan dan tanah yang berharga dibawah itu cukup hanya surat pernyataan bersama, dan memberikan prioritas bagi janda/duda kemudahan penetapan pengadilan dengan biaya murah dan terjangkau. PPAT harus mengusulkan kepada BPN/Kantor Pertanahan menerapkan batasan dewasa adalah 18 tahun sesuai UUJN.
ABSTRACT
The Land Affairs Office mandates the establishment of court for sale and purchase and registration of land owned joint by the child under age (minor age) referring to the regulation of Civil Code whereas according to the Laws No. 1 of 1974, the child minor age is under parental control and the parents can transfer the property owned jointly by the child minor age, if it is for the importance of the child, and if there is nothing the establishment of court. the range of age of any child minor age also contains differences according to the rule. Therefore, a study of the attitude of the Municipal Land Affairs office to register any sale and purchase of the property owned jointly by child minor age, the problem and effort made by the PPAT (Title Certificate Authority) and the attendants to deal with the challenges of sale and purchase and certification of the land owned jointly by the child minor age.
The present study was a descriptive analysis using a juridical normative approach of the problematic sale and purchase of certification of land owned jointly by the child minor age by assessing the statutory rules and interview with the PPAT (Title Certificate Authority) of Pematang Siantar, the Authority/Head of the Municipal Land Affairs Office of Pematang Siantar and the parents or proxy/guardian who make the sale and purchase of the land owned jointly by the child minor age.
The result of the study showed that the attitude of the Municipal Land Affairs Office of Pematang Siantar in certifying or registering the sale and purchase of the land owned jointly by the child minor age made in the presence of the PPAT (Title Certificate Authority) was that the Office mandated the establishment of Court due to the child minor age were still not capable of taking action in law referring to the regulation of Civil Code minor age 21 years unless of those who have married, although still old age under 21 year. The problem facing the PPAT (Title Certificate Authority) and the attendants in sale and purchase included a mandatory to make an application to the Court for a new establishment of court for sale and purchase and registration to the Land Affairs Office. The application for establishment of court was an obligation of the attendants, but the attendants know this after informed by the PPAT. In addition, there was a difference of the regulation of adulthood age in the position of Notary/PPAT; namely 18 years whereas the court refers to the Civil Code of 21 years. The effort made by the PPAT was to give an understanding to the attendants that there is an establishment of court due to one of the subject of right on land owned jointly was minor age, accompanying the attendants to apply the establishment of court. PPAT (Title Certificate Authority) with the attendants who have good will to make the sale and purchase of the land for any expenses charged by the child still underage without the establishment of court by making a joint statement, giving a solution for the seller if the price of land is so lower whereas the cost is so large by citing completely that the father/older brothers of the child is the proxy to represent the child minor age according to the Islamic Statutory Law (if the child is Moslem) is made at its act comparison
It is suggested to BPN/Land Office Affairs have to differentiate sales of private property with child minor age to Citizen Indonesian Clan needed by Stipulating of Justice, while for the Citizen Indonesian Aborigines. enough make only Statement With its heir. Government have to give limit-pricing start Rp. 60 million to the needed by letter stipulating of that valuable land and justice below/under enough only statement with, and give priority to widow/widower amenity of stipulating of justice with cheap expense and reached. PPAT have to propose to BPN/Land office Affairs apply adult definition is 18 year according to Law of Notary (UUJN)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan ridhoNya telah dapat
diselesaikan penulisan Tesis dengan judul “PROBLEMATIKA JUAL BELI DAN
PENDAFTARAN TANAH HAK MILIK YANG DIMILIKI BERSAMA ANAK
DI BAWAH UMUR (STUDI DI PEMATANG SIANTAR)” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan moril berupa
bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu,
diucapkan terima kasih kepada dosen komisi pembimbing, yang terhormat Bapak
Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., Ibu Hj. Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn.,
dan Bapak Notaris Syahril Sofyan, S.H., M.Kn., selaku dosen pembimbing, juga
kepada dosen penguji Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., dan
Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S., atas bimbingan dan arahan untuk
kesempurnaan penulisan tesis ini. Selanjutnya diucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Chairrudin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, serta seluruh Staf atas bantuan, kesempatan dan
fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program
Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
beserta seluruh Staf yang memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat
diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., selaku Sekretaris Program
Studi Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara.
5. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.)
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu
kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.
6. Kepada semua rekan-rekan seangkatan mahasiswa Magister Kenotariatan (M.Kn)
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang tidak dapat disebut satu
persatu dalam kebersamaannya mulai masa studi sampai pada penulisan dan
penyelesaian tesis ini.
Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
penulis Ayahanda (alm) A. Parlindungan Harahap dan Ibunda (almh) Hj. Sariani
Siregar yang selalu memberikan limpahan kasih sayang dan nasihat untuk berbuat
sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis, demikian juga kepada isteri tercinta
Rosmiaty serta anak-anakku Ahmad Syah Putra Harahap, M. Yunus Salim Harahap, Siti Aisyah Fithri Harahap, dan Lukman Hakim Harahap yang
menjadi motivasi bagi penulis mulai masa pendidikan sampai pada penyelesaian
Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
terima kasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Medan, Januari 2010 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Nirwan Harahap
Tempat/ Tgl. Lahir : Medan, 07 Juni 1957 Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jln. Selamat No. 108 A Sp. Limun Medan
II. Orang Tua
Nama Ayah : A. Parlindungan Harahap (alm) Ibu : Hj. Sariani Siregar (almh)
III. Pekerjaan
Notaris / PPAT Pematang Siantar
III. Pendidikan
1. SD Negeri No. 8 Medan 2. SMP Swasta Yosua Medan 3. SMA Negeri 3 Medan
4. S-1 Fakultas Hukum UISU Medan 5. Spesialis PPSN USU
6. S-2 Pascasarjana USU Program Magister Kenotariatan
Medan, Januari 2010 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian Penelitian ... 10
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 11
1. Kerangka Teori ... 11
2. Konsepsi ... 23
G. Metode Penelitian ... 24
BAB II. SIKAP KANTOR PERTANAHAN KOTA PEMATANG SIANTAR DALAM MENDAFTARKAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK YANG DIMILIKI BERSAMA DENGAN ANAK DI BAWAH UMUR... 28
A. Deskripsi Kantor Pertanahan Pematang Siantar ... 28
B. Pendaftaran Tanah Pada Kantor Pertanahan Pematang Siantar ... 34
C. Jual Beli Tanah Menurut UUPA... 50
BAB III. PROBLEMATIKA JUAL BELI DAN PENDAFTARAN TANAH HAK MILIK YANG DIMILIKI BERSAMA ANAK DI BAWAH UMUR YANG DILAKSANAKAN DI
HADAPAN PPAT ... 66
A. Ketentuan Anak Cakap Bertindak Karena Dewasa ... 66
B. Kecakapan Anak Di bawah Umur Sebagai Hak Atas Tanah Dalam Jual Beli Atas Tanah ... 71
C. Problemaika Jual Beli Dan Pendaftaran Tanah Hak Milik Yang Dimiliki Bersama Anak Dibawah Umur Yang Dilaksanakan di Hadapan PPAT... 79
BAB IV. UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PPAT DAN PENGHADAP UNTUK MENGATASI KENDALA DALAM MELANGSUNGKAN JUAL BELI DAN PENDAFTARAN TANAH HAK MILIK YANG DIMILIKI BERSAMA ANAK DI BAWAH UMUR ... 90
A. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)... 90
B. Akta PPAT Sebagai Alat Pembuktian Jual Beli Atas Tanah 99
C. Upaya Yang Dilakukan oleh PPAT dan Penghadap Untuk Mengatasi Kendala Dalam Melangsungkan Jual Beli dan Pendaftaran Tanah Hak Milik Yang Dimiliki Bersama Dengan Anak Dibawah Umur ... 105
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 109
A. Kesimpulan ... 109
B. Saran ... 110
ABSTRAK
Kantor Pertanahan mengharuskan dilakukan penetapan pengadilan untuk jual beli dan pendaftaran tanah hak milik yang dimiliki bersama anak dibawah umur mengacu pada ketentuan KUH Perdata, sedangkan menurut UU No.1 Tahun 1974 anak di bawah umur adalah dibawah kekuasaan orang tua dan orangtua dapat mengalihkan harta bersama anak di bawah umur apabila untuk kepentingan si anak, dan tidak ada dinyatakan dengan penetapan pengadilan. Batasan usia anak dibawah umur juga terjadi perbedaan antara peraturan tersebut. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang sikap Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar dalam mendaftarkan jual beli tanah hak milik yang dimiliki bersama dengan anak di bawah umur, problematika dan upaya yang dilakukan oleh PPAT dan penghadap untuk mengatasi kendala jual beli dan pendaftaran tanah hak milik yang dimiliki bersama dengan anak di bawah umur.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis secara pendekatan yuridis normatif tentang problematika jual beli pendaftaran tanah hak milik yang dimiliki bersama anak dibawah umur, dengan mengkaji peraturan yang berlaku dan wawancara kepada PPAT di Pematang Siantar, Pejabat/Kepala Kantor Pertanahan Pematang Siantar, Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Pematang Siantar, serta orangtua atau wali yang melakukan jual beli atas tanah hak milik bersama anak di bawah umur.
Hasil penelitian menunjukkan sikap Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar dalam mendaftarkan jual beli tanah hak milik yang dimiliki bersama dengan anak di bawah umur yang dilakukan di hadapan PPAT adalah mengharuskan adanya Penetapan Pengadilan karena anak di bawah umur tidak cakap bertindak dalam hukum mengacu pada ketentuan KUH Perdata dibawah usia 21 tahun, kecuali sudah kawin walaupun masih berumur di bawah 21 tahun. Problematika yang dihadapi oleh PPAT dan penghadap dalam jual beli dan pendaftaran tanah hak milik yang dimiliki bersama anak di bawah umur adalah harus memohon ke Pengadilan untuk memperoleh penetapan pengadilan baru dapat dilakukan jual beli dan pendaftaran ke Kantor Pertanahan. Permohonan penetapan pengadilan merupakan kewajiban dari penghadap, tetapi para penghadap mengetahui hal ini setelah diterangkan oleh PPAT. Selain itu terjadi perbedaan ketentuan umur dewasa dalam jabatan Notaris/PPAT yaitu 18 tahun sedangkan pengadilan mengacu pada KUH Perdata yaitu 21 tahun. Upaya yang dilakukan PPAT adalah memberikan pemahaman kepada penghadap ada ketentuan penetapan pengadilan karena salah satu subjek hak atas tanah milik bersama adalah dibawah umur, mendampingi penghadap mengajukan permohonan penetapan pengadilan. PPAT bersama dengan penghadap yang telah beritikat baik melakukan jual beli tanah tersebut untuk biaya-biaya si anak yang masih dibawah umur tanpa penetapan pengadilan dengan membuat pernyataan bersama. Memberikan solusi bagi penjual bila harga tanah tersebut sangat kecil sedangkan biaya yang dihadapi untuk biaya anak sangat besar dengan menyebut secara tegas, ayah/abang anak tersebut adalah wali dari anak tersebut mewakili anak dibawah umur menurut hukum Islam (kalau beragama Islam) dibuat pada komparisi aktanya
Disarankan kepada BPN/Kantor Pertanahan harus membedakan jual beli atas tanah hak milik bersama anak di bawah umur bagi WNI Keturunan diperlukan Penetapan Pengadilan, sedangkan untuk WNI (Asli) cukup hanya membuat Pernyataan Bersama ahli warisnya. Pemerintah harus memberi batasan harga mulai Rp. 60 juta ke atas diperlukan surat penetapan pengadilan dan tanah yang berharga dibawah itu cukup hanya surat pernyataan bersama, dan memberikan prioritas bagi janda/duda kemudahan penetapan pengadilan dengan biaya murah dan terjangkau. PPAT harus mengusulkan kepada BPN/Kantor Pertanahan menerapkan batasan dewasa adalah 18 tahun sesuai UUJN.
ABSTRACT
The Land Affairs Office mandates the establishment of court for sale and purchase and registration of land owned joint by the child under age (minor age) referring to the regulation of Civil Code whereas according to the Laws No. 1 of 1974, the child minor age is under parental control and the parents can transfer the property owned jointly by the child minor age, if it is for the importance of the child, and if there is nothing the establishment of court. the range of age of any child minor age also contains differences according to the rule. Therefore, a study of the attitude of the Municipal Land Affairs office to register any sale and purchase of the property owned jointly by child minor age, the problem and effort made by the PPAT (Title Certificate Authority) and the attendants to deal with the challenges of sale and purchase and certification of the land owned jointly by the child minor age.
The present study was a descriptive analysis using a juridical normative approach of the problematic sale and purchase of certification of land owned jointly by the child minor age by assessing the statutory rules and interview with the PPAT (Title Certificate Authority) of Pematang Siantar, the Authority/Head of the Municipal Land Affairs Office of Pematang Siantar and the parents or proxy/guardian who make the sale and purchase of the land owned jointly by the child minor age.
The result of the study showed that the attitude of the Municipal Land Affairs Office of Pematang Siantar in certifying or registering the sale and purchase of the land owned jointly by the child minor age made in the presence of the PPAT (Title Certificate Authority) was that the Office mandated the establishment of Court due to the child minor age were still not capable of taking action in law referring to the regulation of Civil Code minor age 21 years unless of those who have married, although still old age under 21 year. The problem facing the PPAT (Title Certificate Authority) and the attendants in sale and purchase included a mandatory to make an application to the Court for a new establishment of court for sale and purchase and registration to the Land Affairs Office. The application for establishment of court was an obligation of the attendants, but the attendants know this after informed by the PPAT. In addition, there was a difference of the regulation of adulthood age in the position of Notary/PPAT; namely 18 years whereas the court refers to the Civil Code of 21 years. The effort made by the PPAT was to give an understanding to the attendants that there is an establishment of court due to one of the subject of right on land owned jointly was minor age, accompanying the attendants to apply the establishment of court. PPAT (Title Certificate Authority) with the attendants who have good will to make the sale and purchase of the land for any expenses charged by the child still underage without the establishment of court by making a joint statement, giving a solution for the seller if the price of land is so lower whereas the cost is so large by citing completely that the father/older brothers of the child is the proxy to represent the child minor age according to the Islamic Statutory Law (if the child is Moslem) is made at its act comparison
It is suggested to BPN/Land Office Affairs have to differentiate sales of private property with child minor age to Citizen Indonesian Clan needed by Stipulating of Justice, while for the Citizen Indonesian Aborigines. enough make only Statement With its heir. Government have to give limit-pricing start Rp. 60 million to the needed by letter stipulating of that valuable land and justice below/under enough only statement with, and give priority to widow/widower amenity of stipulating of justice with cheap expense and reached. PPAT have to propose to BPN/Land office Affairs apply adult definition is 18 year according to Law of Notary (UUJN)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai
dari negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut Undang-undang Pokok Agraria
yang individualistik komunalistik religius, selain bertujuan melindungi tanah juga
mengatur hubungan hukum hak atas tanah melalui penyerahan sertipikat sebagai
tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya, demikian juga dalam peralihan hak
dengan jual beli atas tanah tersebut.
Orang perseorangan selaku subyek hak atas tanah, yaitu setiap orang yang
identitasnya terdaftar selaku Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing,
berdomisili di dalam atau di luar wilayah Republik Indonesia dan tidak kehilangan
hak memperoleh sesuatu hak atas tanah. Namun, untuk melakukan tindakan hukum
dalam lalu-lintas hukum pertanahan tidak semua orang dapat melakukannya1
Misalnya anak di bawah umur sebagai ahli waris yang juga sebagai subjek hak atas
tanah tersebut.
Di dalam ketentuan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan setiap peralihan hak atas tanah
melalui jual-beli hanya dapat didaftarkan jika dapat dibuktikan dengan akta yang
1
S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, Persyaratan Permohonan
dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Di mana, pendaftaran hak atas tanah ini
menurut ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPA yang merupakan pembuktian yang kuat
mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan atas tanah tersebut.
Selanjutnya, dalam Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, adanya larangan bagi PPAT untuk membuat akta
jual beli atas tanah yang sudah terdaftar, jika kepadanya tidak disampaikan sertifikat
asli hak yang bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan
daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan.
Pemahaman dari ketentuan itu bahwa dalam peralihan hak dengan jual beli
atas tanah harus dilihat kedudukan hak atas tanah itu, jika hak atas tanah tersebut
sebagai milik bersama, maka semua yang berhak atas tanah itu harus setuju baru
dilakukan jual beli.
Kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum dikaitkan dengan
dewasa secara fisik dalam hukum pertanahan bersandar kepada ketentuan Pasal 330
KUH Perdata yaitu “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap
21 tahun dan sebelumnya belum kawin”, hal ini dapat dimaklumi karena tidak tegas
mengenai ketentuan umur dewasa dalam hukum, terutama hukum adat yang dapat
dijadikan dasar pengaturannya.2
Sungguhpun demikian undang-undang juga memberikan pemecahan masalah
ketika anak di bawah umur harus melakukan perbuatan hukum sendiri tanpa harus
menggunakan lembaga perwakilan atau perwalian, yaitu dengan cara meniadakan
keadaan belum dewasa bagi si anak, dengan syarat anak sudah mencapai umur 20
2
tahun dan telah ditetapkan pendewasaannya (handlichting) oleh Presiden berdasarkan
rekomendasi Mahkamah Agung.3 Oleh karena itu dalam melakukan jual beli tanah
bersertifikat milik bersama anak di bawah umur harus dilengkapi dengan Surat
Penetapan dari Pengadilan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 309 dan Pasal 393 KUH
Perdata, pengalihan hak milik dari anak yang masih di bawah umur harus
berdasarkan pada Penetapan dari Pengadilan.
Penetapan pengadilan adalah sebagai akta otentik. Setiap produk yang
diterbitkan hakim atau pengadilan dalam menyelesaikan permasalahan yang diajukan
kepadanya, dengan sendirinya merupakan akta otentik,4 yaitu merupakan akta resmi
yang dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu. Bertolak dari doktrin yang
dikemukakan di atas, setiap penetapan atau putusan yang dijatuhkan pengadilan
bernilai sebagai akta otentik.5 Doktrin ini pun sesuai dengan ketentuan digariskan
Pasal 1868 KUH Perdata.
Penetapan pengadilan berbentuk akta otentik, namun demikian, nilai kekuatan
pembuktian yang melekat padanya, berbeda dengan yang terdapat pada putusan yang
bersifat contentiosa. Dalam putusan yang bersifat partai (contentiosa), nilai kekuatan
pembuktiannya, adalah:6
3
Lihat, Pasal 419 dan Pasal 420 KUH Perdata. 4
Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992, hal. 199.
5
Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Jakarta, 1977, hal. 126. 6
1. Benar-benar sempurna dan mengikat;
2. Kekuatan mengikatnya meliputi:
a. Para pihak yang terlibat dalam perkara dan ahli waris mereka;
b. Kepada orang atau pihak ketiga yang mendapat hak dari mereka.
Tidak demikian halnya dengan penetapan, karena sesuai dengan sifat proses
pemeriksaannya yang bercorak ex-parte atau sepihak, nilai kekuatan pembuktian
yang melekat dalam penetapan sama dengan sifat ex-parte itu sendiri, dalam arti:7
1. Nilai kekuatan pembuktiannya hanya mengikat pada diri pemohon saja.
2. Tidak mempunyai kekuatan mengikat kepada orang lain atau kepada pihak ketiga.
Pada Penetapan tidak melekat asas ne bis in idem, karena sesuai sesuai
dengan ketentuan Pasal 1917 KUH Perdata, apabila putusan yang dijatuhkan
pengadilan bersifat positif (menolak untuk mengabulkan), kemudian putusan tersebut
memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dalam putusan melekat ne bis in idem.
Oleh karena itu, terhadap kasus dan pihak yang sama, tidak boleh diajukan untuk
kedua kalinya.8 Tidak demikian halnya dengan penetapan pengadilan. Pada dirinya
hanya melekat kekuatan mengikat secara sepihak, yaitu pada diri pemohon, jadi tidak
mengikat dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian pada pihak mana pun. Oleh
karena itu, pada penetapan tidak melekat ne bis in idem. Setiap orang yang merasa
7
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, cetakan keempat, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 39-40.
8
dirugikan oleh penetapan itu, dapat mengajukan gugatan atau perlawanan
terhadapnya.9
Kewajiban penetapan pengadilan dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah
dengan jual beli milik bersama anak di bawah umur pada Kantor Pertanahan adalah
didasari pada KUH Perdata untuk melindungi kepentingan dari anak di bawah umur
yang bersangkutan.
Namun demikian, hingga saat ini belum ada aturan yang tegas bersifat
universal tentang batasan usia cakap bertindak dalam hukum di Indonesia, hal ini
terlihat bervariasinya batasan usia dinyatakan sebagai anak di bawah umur dalam
berbagai peraturan perundangan di antaranya yang terkait dengan jual beli atas tanah
berikut ini:
a. Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
orang dinyatakan cakap bertindak dalam hukum perkawinan setelah mencapai
umur 21 tahun, namun dalam Pasal 7 dinyatakan bahwa pria berumur 19 tahun
atau wanita berumur 16 tahun dapat melakukan perbuatan hukum
perikatan/perjanjian perkawinan atas persetujuan orangtua atau walinya.
b. Menurut Pasal 39 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris disebutkan: penghadap harus memenuhi syarat paling
sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah.
Perbedaan ketentuan cakap bertindak karena umur dewasa dalam uraian
tersebut di atas, menunjukkan adanya perbedaan anggapan pada kemampuan fisik
9
dan atau mental manusia untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang terukur
secara biologis atau psikologis, sehingga dinilai sanggup menyandang hak dan
kewajiban khusus terhadap perbuatan hukum tertentu.10
Secara faktual, pertentangan pengaturan umur dewasa justeru terjadi pada
perbuatan hukum, subyek hukum dan obyek hukum tertentu, contohnya
Notaris/PPAT dengan kewenangannya membuat akta pertanahan untuk penghadap
yang berumur 18 tahun, tentu tidak akan diterima ketika akta tersebut didaftarkan di
kantor pertanahan, karena subyek hukum belum mencapai umur 21 tahun.11
Konflik hukum seperti di atas dapat diselesaikan dengan cara berfikir hukum
sehingga konstelasi hukum menjadi satu sistem yang sinkronisasi dan konsistensi,
dalam hal ini menurut S Chandra dengan mengutip pendapat Alvi Syahrin, bahwa
“Perbuatan hukum anak yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat
persetujuan dari orangtua atau walinya”.12
Sebagaimana uraian terdahulu bahwa anak di bawah umur, yaitu anak yang
belum berumur 21 tahun maka kepengurusan terhadap harta kekayaan anak bawah umur
tersebut dapat dilakukan melalui perwakilan orangtua atau perwalian anak di bawah
umur, baik menurut undang-undang ataupun berdasarkan penetapan pengadilan.
Kewajiban melakukan penetapan pengadilan ini sering dipermasalahkan,
ketika orang tua (dalam hal ini si ibu) atau saudara kandung sebagai pemilik hak atas
tanah bersama anak di bawah umur yang memperoleh ahli waris dari peninggalan
orang tuanya suami atau orang tua anak-anak tersebut yang akan menjual tanah milik
10
S. Chandra, Op. Cit., hal. 31. 11
Ibid., hal. 31. lihat juga Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 39 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
12
bersama itu. Walaupun orang tua (si ibu) sudah layak sebagai subjek hukum untuk
melakukan jual beli atas tanah milik bersama anak di bawah umur itu, tetapi si anak
yang masih di bawah umur tidak layak sebagai subjek hukum untuk bertindak atas
jual beli tanah tersebut. Seorang ibu melakukan penjualan atas tanah milik bersama
anak dibawah umur adalah demi kepentingan si anak, karena anak yang masih
dibawah umur dan belum cakap melakukan perbuatan hukum itu membutuhkan biaya
hidup dan/atau pendidikan.
Kepemilikan tanah anak di umur dapat terjadi karena berbagai hal seperti
kewarisan atau karena memang dilakukan peralihan hak atas tanah misalnya jual beli
yang dibeli oleh si anak. Oleh karena perlu ditegaskan di sini bahwa tulisan ini
difokuskan pada kepemilikan tanah bersama dengan anak di bawah umur yang dalam
kedudukan anak sebagai ahli waris dari orang tuanya (si bapak yang telah meninggal
dunia).
Jual beli atas tanah milik bersama ahli waris anak di bawah umur di beberapa
daerah tertentu, penetapan Pengadilan ini tidak terlalu menjadi suatu keharusan
mengingat para pihak tersebut dapat dianggap tidak menundukan diri kepada Hukum
Perdata Barat tetapi tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, ataupun tunduk pada hukum adat yang tidak mengharuskan pengalihan
hak milik dari seorang anak yang masih di bawah umur harus melalui penetapan
Pengadilan.
Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
berkedudukan dan berkapasitas sebagai wali anak-anak sampai mereka dewasa. Oleh
karena itu, orang tua adalah kuasa yang mewakili kepentingan anak-anak yang belum
dewasa kepada pihak ketiga maupun di depan pengadilan tanpa memerlukan surat
kuasa khusus dari anak tersebut. Hal ini juga secara tegas disebutkan dalam Pasal 48
UU No.1 Tahun 1974, orangtua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau
menggadaikan barang-barang tetap, misalnya tanah yang dimiliki anaknya yang
belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. Demikian juga
terhadap wali sesuai dengan Pasal 52 UU No.1 Tahun 1974 berlaku ketentuan di atas.
Jadi, dari ketentuan Pasal 48 dan Pasal 52 UU No.1 Tahun 1974 tersebut tidak ada
ditentukan harus dengan penetapan pengadilan.
Oleh karena itu dalam prakteknya atas dasar pertimbangan kemanusiaan
karena orang tua si anak yang masih dibawah umur tersebut memang beritikad baik
dalam menjual tanah milik bersama anak di bawah umur untuk kebutuhan hidup si
anak, maka Kantor Pertanahan tetap melakukan pendaftaran peralihan atas tanah
milik bersama anak di bawah umur itu walaupun tanpa dilakukan Penetapan
Pengadilan, tetapi cukup hanya dengan Surat Pernyataan. Pasal 35 dan Pasal 37 KUH
Perdata mengatur perihal pemberian izin, yaitu anak di bawah umur masih juga harus
mendapat izin dari orang tuanya, atau dari hakim dalam hal izin orang tua itu dapat
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul
”Problematika Jual Beli Dan Pendaftaran Tanah Hak Milik Yang Dimiliki Bersama
Anak Di Bawah Umur (Studi di Pematang Siantar)”.
B. Permasalahan
Bertitik tolak dari uraian di atas maka yang menjadi permasalahan di dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sikap Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar dalam mendaftarkan
jual beli tanah hak milik yang dimiliki bersama dengan anak di bawah umur?
2. Apakah problematika jual beli dan pendaftaran tanah hak milik yang
dimiliki bersama dengan anak di bawah umur yang dilaksanakan di hadapan
PPAT?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh PPAT dan penghadap untuk mengatasi
kendala dalam melangsungkan jual beli dan pendaftaran tanah hak milik yang
dimiliki bersama dengan anak di bawah umur?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan sikap Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar dalam
mendaftarkan jual beli tanah hak milik yang dimiliki bersama dengan anak di
2. Untuk menjelaskan problematika jual beli dan pendaftaran tanah hak milik yang
dimiliki bersama dengan anak di bawah umur yang dilaksanakan di hadapan
PPAT
3. Untuk menjelaskan upaya yang dilakukan oleh PPAT dan penghadap untuk
mengatasi kendala dalam melangsungkan jual beli dan pendaftaran tanah hak
milik yang dimiliki bersama dengan anak di bawah umur.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoretis dan secara praktis,
yaitu:
1. Secara teoretis, penelitian dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum
terutama hukum pertanahan.
2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini adalah sebagai masukan bahan
pertimbangan dalam menyelenggarakan kebijakan pertanahan bagi aparat
pemerintahan yang terkait, khususnya dalam hal jual beli tanah milik bersama
anak di bawah umur dan pendaftarannya.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi
dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara penelitian
dengan judul “Problematika Jual Beli Dan Pendaftaran Tanah Hak Milik Yang
dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini dapat dinyatakan asli dan dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,13 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya
pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.14 Kerangka teori
adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu
kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan
teoritis.15
Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam tesis ini adalah
teori keadilan pemikiran dari Roscou Pound yang menganut teori sociological
jurisprudence yang menitikberatkan pendekatan hukum ke masyarakat. Menurut
Sociological Jurisprudence, hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan
hukum yang hidup (the living law) di masyarakat.16
Teori Roscoe Pond tersebut di atas dikembangkan oleh Mochtar
Kusumaatmadja dalam bukunya yang berjudul Konsep-Konsep Hukum dalam
Pembangunan dimana hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat (a tool of
social engineering). Di samping itu, juga dikemukakan bahwa hukumpun dapat
13
M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203, 14
Ibid., hal. 203. 15
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. 16
Roscou Pound dalam Dayat Limbong, Penataan Lahan Usaha PK-5 Ketertiban vs
dipakai sebagai sarana dalam proses pembangunan. Demikian pula halnya, bahwa
hukum secara potensial dapat digunakan sebagai sarana pembangunan dalam
berbagai sektor/bidang kehidupan,17 termasuk di dalamnya hak-hak atas tanah milik
bersama anak di bawah dan pengalihannya (jual beli).
Jual beli atas tanah hak milik yang dimiliki bersama anak di bawah yang
dilakukan orang tuanya (ibu) di hadapan PPAT dan pendaftarannya pada Kantor
Pertanahan maka sesuai KUH Perdata harus dilakukan dengan penetapan Pengadilan.
Ketentuan penetapan pengadilan ini di beberapa daerah yang tidak menundukkan diri
kepada hukum barat tetapi tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, ataupun tunduk pada hukum adat yang tidak mengharuskan
pengalihan tanah hak milik bersama anak di bawah umur harus melalui penetapan
pengadilan. Oleh karena itu dalam jual beli hak milik yang dimiliki bersama anak di
bawah umur yang dilakukan orangtua guna kepentingan si anak harus dapat
dilaksanakan sesuai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Dengan diberikannya hak atas tanah pada seseorang, maka telah terjalin
suatu hubungan hukum antara tanah dengan seseorang tersebut. Dengan adanya
hubungan hukum itu, dapatlah dilakukan perbuatan hukum oleh yang mempunyai hak
itu terhadap tanah kepada pihak lain. Untuk hal-hal tersebut umpamanya dapat
melakukan perbuatan hukum berupa jual beli atas tanah tersebut.18
Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang
menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal-pasal lainnya, tidak ada kata
yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan
17
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, PT. Alumni, Bandung, 2002, hal 20-21 dan hal. 24.
18
menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas
tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar-menukar, dan hibah wasiat.
Jadi, meskipun dalam pasal hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya
adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli.
Apa yang dimaksud jual beli itu sendiri oleh UUPA tidak diterangkan secara
jelas, akan tetapi mengingat dalam Pasal 5 UUPA disebutkan bahwa Hukum Tanah
Nasional adalah Hukum Adat, berarti menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga
hukum, dan sistem Hukum Adat.
Hukum agraria di Indonesia didasarkan pada Hukum Adat, hal itu diartikan
bahwa Hukum Agraria harus sesuai dengan kesadaran hukum dari rakyat banyak
yang hidup dan berkembang dinamis sesuai dengan tuntutan zaman. Hukum adat
yang dimaksudkan dalam hal ini sesuai dengan Penjelasan Umum angka III ayat (1)
UUPA adalah hukum asli dari rakyat Indonesia yang disempurnakan dan disesuaikan
dengan kepentingan masyarakat dalam Negara yang modern dan dalam hubungannya
dengan dunia internasional, atau sebagaimana diartikan oleh A.P. Parlindungan
adalah hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan
Republik Indonesia yang telah dihilangkan sifat-sifatnya yang khusus daerah dan
diberi sifat nasional serta yang disana sini mengandung unsur agama, atau seperti
dikatakan oleh Boedi Harsono adalah Hukum Adat yang disaneer, dan oleh Sudargo
Gautama disebut sebagai Hukum Adat yang diretool.19
Dijadikannya Hukum Adat sebagai dasar dari Hukum Agraria Indonesia dapat
juga merupakan pengakuan dan penghormatan terhadap hukum asli dari rakyat
19
Lihat, Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran
Indonesia yang di dalamnya terdapat hak-hak tradisional rakyat atas tanah yang
tunduk pada Hukum Adat.20
Pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat merupakan perbuatan
pemindahan hak, yang sifatnya tunai, riil dan terang. Sifat tunai berarti bahwa
penyerahan hak dan pembayaran harganya dilakukan pada saat yang sama. Sifat riil
berarti bahwa dengan mengucapkan kata-kata dengan mulut saja belumlah terjadi jual
beli, hal ini dikuatkan dalam Putusan MA No. 271/KlSip/1956 dan
No. 840/K/Sip/1971. Jual beli dianggap telah terjadi dengan penulisan kontrak jual
beli di muka Kepala Kampung serta penerimaan harga oleh penjual, meskipun tanah
yang bersangkutan masih berada dalam penguasaan penjual.21 Sifat terang dipenuhi
pada umumnya pada saat dilakukannya jual beli itu disaksikan oleh Kepala Desa,
karena Kepala Desa dianggap orang yang mengetahui hukum dan kehadiran Kepala
Desa mewakili warga masyarakat desa tersebut. Sekarang sifat terang berarti jual beli
itu dilakukan menurut peraturan tertulis yang berlaku.22
Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di
hadapan PPAT yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya jual beli di
20
Ibid., hal. 213. 21
Boedi Harsono, “Perkembangan Hukum Tanah Adat Melalui Yurisprudensi”, Ceramah disampaikan pada Simposium Undang-Undang Pokok Agraria dan Kedudukan Tanah-Tanah Adat Dewasa ini, Banjarmasin, 7 Oktober 1977, hal. 50.
22
hadapan PPAT, dipenuhi syarat terang dan mengikuti prosedur dengan melakukan
cek bersih di Kantor Pertanahan, membayar PPh dan BPHTB, dibuat akta dan
ditandatangani. Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah
terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran
harganya, telah memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata atau riil
perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut
membuktikan bahwa benar telah dilakukan perbuatan perbuatan hukum pemindahan
hak untuk selama-lamanya dan pembayaran harganya. Karena perbuatan hukum yang
dilakukan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut
membuktikan bahwa penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang haknya yang
baru. Akan tetapi, hal itu baru diketahui oleh para pihak dan ahli warisnya, karenanya
juga baru mengikat para pihak dan ahli warisnya karena administrasi PPAT sifatnya
tertutup bagi umum.23
Syarat jual beli tanah ada dua, yaitu syarat materiil dan syarat formil.
a. Syarat materiil
Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara
lain sebagai berikut:
1) Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan.
Maksudnya adalah pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk
memiliki tanah yang akan dibelinya. Untuk menentukan berhak atau tidaknya si
pembeli memperoleh hak atas tanah yang dibelinya tergantung pada hak apa yang
23
ada pada tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai.
Menurut UUPA, yang dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya warga negara
Indonesia tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah
(Pasal 21 UUPA). Jika pembeli mempunyai kewarganegaraan asing di samping
kewarganegaraan Indonesianya atau kepada suatu badan hukum yang tidak
dikecualikan oleh pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena hukum dan
tanah jatuh pada negara (Pasal 26 ayat (2) UUPA).
2) Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan
Yang berhak menjual suatu bidang tanah tentu saja si pemegang yang sah dan hak
atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik sebidang tanah hanya satu
orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Akan tetapi, bila pemilik
tanah adalah dua orang maka yang berhak menjual tanah itu ialah kedua orang itu
bersama-sama. Tidak boleh seorang saja yang bertindak sebagai penjual.24
3) Tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak sedang dalam
sengketa.
Mengenai tanah-tanah hak apa yang boleh diperjualbelikan telah ditentukan
dalam UUPA yaitu hak milik (Pasal 20), hak guna usaha (Pasal 28), hak guna
bangunan (Pasal 35), hak pakai (Pasal 41). Jika salah satu syarat materiil ini tidak
dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang
dijualnya atau pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas
24
tanah atau tanah, yang diperjualbelikan sedang dalam sengketa atau merupakan
tanah yang tidak boleh diperjualbelikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak
sah. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak adalah batal demi
hukum. Artinya, sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli.25
b. Syarat formal
Setelah semua persyaratan materiil dipenuhi maka PPAT (Pejabat Pembuat
Akta Tanah) akan membuat akta jual belinya. Akta jual beli menurut Pasal 37
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 harus dibuat oleh PPAT. Jual beli yang
dilakukan tanpa di hadapan PPAT tetap sah karena UUPA berlandaskan pada Hukum
Adat (Pasal 5 UUPA), sedangkan dalam Hukum Adat sistem yang dipakai adalah
sistem yang konkret/kontan/nyata/riil. Kendatipun demikian, untuk mewujudkan
adanya suatu kepastian hukum dalam setiap peralihan jual beli tanah, Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai peraturan pelaksana dari UUPA telah
menentukan bahwa setiap penjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah
harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT.26 Setelah
akta jual beli dibuat, selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak akta jual beli tersebut
ditandatangani, PPAT menyerahkan akta jual beli tersebut kepada kantor pendaftaran
tanah untuk pendaftaran pemindahan haknya.27
25
Ibid., hal. 2. 26
Bachtiar Effendi, Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah, Alumni, Bandung, 1998, hal. 23.
27
Dengan demikian dari penjelasan di atas diketahui bahwa hak atas tanah
tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan jual beli. Di mana dalam peralihan dengan
jual beli tersebut maka harus dilakukan atau dibuat dalam Akta Jual Beli di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan juga Akta Jual Beli tersebut harus
didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Dengan demikian, peralihan hak atas dengan jual beli itu harus dapat
dilakukan terlebih harus dipenuhi syarat materiil yang sangat menentukan akan
sahnya jual beli tanah tersebut, di antaranya penjual tanah harus berhak menjual tanah
yang bersangkutan. Yang berhak menjual suatu bidang tanah tentu saja si pemegang
yang sah dan hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik sebidang
tanah hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Akan tetapi,
bila pemilik tanah adalah dua orang maka yang berhak menjual tanah itu ialah kedua
orang itu bersama-sama, misalnya tanah warisan yang harus memperoleh persetujuan
dari semua ahli waris untuk dapat dilakukan jual beli. Jadi, tidak boleh seorang saja
yang bertindak sebagai penjual, tetapi harus semua ahli waris atau para ahli waris
yang tidak hadir memberi kuasa kepada ahli waris lainnya..
Subyek hak atas tanah merupakan orang perseorangan atau badan hukum
yang dapat memperoleh sesuatu hak atas tanah, sehingga namanya dapat
dicantumkan di dalam buku tanah selaku pemegang sertipikat hak atas tanah.
Menurut Dirdjosisworo, bahwa subyek hukum (subject van een recht) adalah
yang mempunyai hak, mempunyai kehendak, dan dapat melakukan perbuatan
hukum.28
Pendapat tersebut dikaitkan dengan isi Undang-undang Pokok Agraria maka
subyek hukum hak atas tanah merupakan orang atau badan hukum yang dapat
mempunyai sesuatu hak atas tanah dan dapat melakukan perbuatan hukum untuk
mengambil manfaat dari tanah tersebut.
Orang perseorangan selaku subyek hak atas tanah, yaitu setiap orang yang
identitasnya terdaftar selaku Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing,
berdomisili di dalam atau di luar wilayah Republik Indonesia dan tidak kehilangan
hak memperoleh sesuatu hak atas tanah.
Menurut Satjipto Rahardjo:29
Sekalipun manusia diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban, namun hukum dapat mengecualikan manusia sebagai makluk hukum atau hukum bisa tidak mengakuinya sebagai orang dalam arti hukum. Apabila hukum sudah menentukan demikian maka tertutup kemungkinan bagi manusia tersebut menjadi pembawa hak dan kewajiban selaku subyek hukum.
Menurut S. Chandra dari pendapat di atas, bahwa menurut hukum manusia
tidak sama dengan orang, sebagaimana dijelaskan berikut ini:30
Menurut hukum (juris), manusia tidak sama dengan orang, karena manusia merupakan gejala alam dalam pengertian biologis, misalnya tidur atau menghirup udara merupakan hak manusia yang tidak diiringi kewajiban, dengan kata lain bahwa tidak semua manusia dapat menjadi subyek hukum, hanya manusia yang memenuhi syarat tertentu dapat diterima menjadi subyek hukum, yaitu manusia penyandang hak sekaligus juga penyandang kewajiban, misalnya penjaga lintas kereta api atau pemegang sertipikat kepemilikan hak
28
Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, cetakan ketiga, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hal. 126.
29
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 67. 30
atas tanah. Maka yang menjadi pusat perhatian hukum bukan manusianya melainkan orangnya yang patut diterima menjadi subyek hukum.
Menurut KUH Perdata, kecakapan bertindak dalam hukum (rechtsbekwaam
heid) merupakan kemampuan seseorang untuk membuat suatu perjanjian, sehingga
perikatan yang diperbuatnya menjadi sah menurut hukum.31 Oleh karena itu setiap
perbuatan hukum kepemilikan hak atas tanah yang diperbuat oleh pihak yang tidak
cakap bertindak dalam hukum seperti anak yang belum dewasa atau belum pernah
kawin atau orang yang diletakkan di bawah pengampuan dapat dibatalkan demi
hukum.32
Kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum dikaitkan dengan
dewasa secara fisik dalam hukum pertanahan, bersandar kepada ketentuan Pasal 330
KUH Perdata, yaitu “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap
21 tahun dan sebelumnya belum kawin”., hal ini dapat dimaklumi karena tidak tegas
mengenai ketentuan umur dewasa dalam hukum, terutama hukum adat yang dapat
dijadikan dasar pengaturannya.
Tidak satu pun ketentuan hukum khusus secara umum dan tegas menetapkan
cakap melakukan perbuatan hukum yang dikaitkan dengan unsur dewasa secara
yuridis dan unsur umur secara biologis sehingga dianggap secara normal mempunyai
kematangan berpikir dan kemampuan menyadari sepenuhnya tindakan dan akibatnya.
31
Pasal 1320, Pasal 1330, dan 1451 KUH Perdata. 32
Namun, sebaliknya kita hanya dapat melihat tujuannya, yaitu untuk melindungi anak
di bawah umur yang tidak patut menerima akibat hukum.33
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak ada disebutkan batasan umur anak di
bawah umur dalam pasalnya. Sehingga dalam pelaksanaannya PPAT akan mengaju
pada ketentuan peraturan-perundangan yang terkait dengan pelaksanaan jual beli atas
tanah. Akan tetapi ketentuan umur itu terjadi perbedaan dari beberapa ketentuan
peraturan ada yang menentukan 18 tahun dan ada yang menentukan 21, dikecualikan
untuk yang sudah menikah.
Menurut Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, menentukan, Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya
selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Demikian juga Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menentukan
dewasa setelah mencapai umur 18 tahun.
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
ditentukan, penghadap harus memenuhi syarat paling sedikit berumur 18 (delapan
belas) tahun atau telah menikah.
Selanjutnya, dijelaskan oleh Mariam Darus Badrulzaman bahwa dengan
adanya Ordonansi tanggal 3l Januari 1931 Lembaran Negara Nomor 1931-54 maka
33
kriteria belum dewasa itu diperlakukan juga terhadap golongan bumi putra. Hal ini
dijelaskan oleh beliau sekedar untuk mengetahui sejarahnya, karena ketentuan hukum
adat juga tidak tegas.34
Menurut hukum Islam dewasa itu ditentukan tanda baligh dan berakal,
sebagaimana dikemukakan S. Chandra berikut ini:
Menurut hukum Islam bahwa dewasa bukan ditentukan karena batasan umur, melainkan oleh perkembangan fisik dan mental, baik secara biologis maupun psikologis, yaitu pada saat seorang pria atau wanita telah melihat dan merasakan dalam dirinya sesuatu tanda baligh dan berakal, dengan ketentuan bahwa mulai saat itu ia wajib bertanggungjawab atas segala perbuatannya.35
Sebagaimana uraian terdahulu bahwa anak di bawah umur, yaitu anak yang
belum berumur 21 tahun maka kepengurusan terhadap harta kekayaan anak bawah umur
tersebut dapat dilakukan melalui perwakilan orangtua atau perwalian anak di bawah
umur, baik menurut undang-undang ataupun berdasarkan penetapan pengadilan.
Dalam hal diperlukannya tindakan hukum atas harta kekayaan anak di bawah
umur, dapat dilangsungkan melalui lembaga perwakilan menurut undang-undang
berdasarkan kekuasaan orang tua (onderljke macht) atau perwalian yang ditetapkan
pengadilan kepada salah seorang dari kedua orang tuanya (voogd) atau perwalian
menurut undang-undang oleh pihak lain (wettelijke voogdij).36 Akan tetapi,
kekuasaan perwakilan atau perwalian tidak boleh digunakan untuk
34
Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III
Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1996, hal. 103.
35
S. Chandra, Op. Cit., hal. 30. 36
memindahtangankan, mengalihkan, atau membebankan harta kekayaan anak di
bawah umur, kecuali dalam hal kepentingan si anak menghendaki.37
Kecakapan seseorang yang dikaitkan dengan kemampuan bertindak dalam
hukum pertanahan bersandar kepada ketentuan Pasal 452 KUH Perdata, yaitu orang
yang ditempatkan di bawah pengampuan berkedudukan sama dengan anak yang
belum dewasa. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan mental atau sifat
pemborosan atau karena pailitnya subyek hukum.
Oleh karena itu, sebagaimana ditentukan Pasal 446 KUH Perdata, bahwa
setiap perbuatan hukum hak atas tanah yang diperbuat oleh orang yang mempunyai
kedudukan di bawah pengampuan dapat dibatalkan demi hukum.
2. Konsepsi
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang
disebut dengan operational definition.38 Pentingnya definisi operasional adalah untuk
menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai.39 Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa
konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan, yaitu:
37
Lihat, Pasal 48 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 38
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang
Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia,
Jakarta, 1993, hal. 10. 39
Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan
a. Pendaftaran tanah adalah pendaftaran mengenai bidang-bidang tanah baik untuk
pertama kali maupun pengalihan haknya (jual beli) dengan pemberian surat tanda
bukti haknya dari Kantor Pertanahan.
b. Jual beli atas tanah hak milik adalah pengalihan hak atas tanah yang dilakukan
para pihak dengan Akta Jual Beli di hadapan PPAT dan pendaftaran balik nama
di Kantor Pertanahan.
c. Kantor Pertanahan adalah unit kerja badan pertanahan nasional di wilayah
kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah
pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.40
d. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi
kewenangan untuk membuat akta-akta tanah otentik mengenai perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.41
e. Anak di bawah umur adalah anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau
belum pernah melangsungkan perkawinan.42
G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya suatu penelitian yang
menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk
40
Pasal 1 angka 23 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 41
Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 42
teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian di lapangan,43 dalam hal ini
jual beli tanah bersertifikat yang dimiliki anak di bawah umur serta pendaftarannya di
Pematang Siantar. Penelitian ini menggunakan pendekatan juridis normatif, yaitu
penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada
peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.44
2. Sumber Data
Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung
penelitian lapangan, sebagai berikut:
a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan
melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang
meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tertier.45
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
c) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
e) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah.
43
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 63. 44
Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal.13 45
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah
dari kalangan hukum, yang berkaitan jual beli atas tanah milik bersama anak
di bawah umur dan pendaftarannya.
3) Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus
ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan jual beli atas tanah milik
bersama anak di bawah umur dan pendaftarannya.
b. Penelitian Lapangan (field research) untuk mendapatkan data yang terkait dengan
jual beli atas tanah milik bersama anak di bawah umur dan pendaftarannya di
Pematang Siantar dengan melakukan wawancara kepada:
a. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Pematang Siantar, sebanyak 5 orang.
b. Pejabat/Kepala Kantor Pertanahan Pematang Siantar, sebanyak 1 orang
c. Hakim Pengadilan Negeri Pematang Siantar, sebanyak 1 orang.
d. Hakim Pengadilan Agama Pematang Siantar, sebanyak 1 orang.
e. Orangtua atau wali anak di bawah umur yang melakukan jual beli atas tanah
hak milik bersama anak di bawah umur, sebanyak 1 orang.
3. Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu:
1.
Studi Dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait denganpermasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, hasil
penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait selanjutnya
39
am penelitian ini.
2.
Wawancara, yang dilakukan dengan pedoman wawancara yang terstruktur kepadaresponden yang telah ditetapkan yang terkait objek penelitian.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data
kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi
berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan responden
hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.
Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta
dievaluasi. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan
analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat
satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data
yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan
diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan
menggunakan metode pendekatan deduktif.46 Kesimpulan adalah merupakan
jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan
memberikan solusi atas permasalahan dal
46
Sutandyo Wigjosoebroto, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Kertas Kerja, Universitas Airlangga, Surabaya, tt, hal. 2. Prosedur Deduktif yaitu bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus. pada prosedur ini kebenaran pangkal merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik (self
BAB II
SIKAP KANTOR PERTANAHAN KOTA PEMATANG SIANTAR DALAM MENDAFTARKAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK YANG DIMILIKI
BERSAMA DENGAN ANAK DI BAWAH UMUR A. Deskripsi Kantor Pertanahan Pematang Siantar
Badan Pertanahan Nasional lahir berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26
Tahun 1988 Tentang Badan Pertanahan Nasional, yang diundangkan di Jakarta
tanggal 13 Oktober 1992 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
115). Berdasarkan Pasal 30 ayat (3) Keputusan Presiden nomor 26 Tahun 1988
tersebut menyebutkan Di setiap Ibu Kota Kabupaten/Kotamadya dibentuk Kantor
Pertanahan yang dalam pelaksanaan tugasnya secara taktis operasional dikoordinasi
oleh Bupati/Walikotamadya selaku Kepala Wilayah dan teknis administaratif di
bawah Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan setempat. Selanjutnya dalam Pasal
30 ayat (4) antara lain menyebutkan bahwa pembentukan Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan dilakukan dan ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan.
Struktur Organisasi Kantor Pertanahan sesuai dengan Keputusan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1989 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional. Struktur organisasi tersebut berlaku
untuk Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten di seluruh Indonesia. Untuk lebih jelasnya
tentang struktur organisasi kantor pertanahan tersebut sebagaimana jelas dalam bagan
Gambar 1.
Bagan Struktur Organisasi Kantor Pertanahan
Kepala Kantor Pertanahan merupakan Pejabat Eselon III, dan Kepala Sub Bagian
Tata Usaha merupakan Pejabat Eselon IV, sedangkan Kepala Seksi dan Sub Seksi
merupakan Pejabat Eselon V.
Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota
Sub Bagian Tata Usaha
Urusan Urusan Umum
dan Perencanaan
dan Keuangan Kepegawaian
Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1993
Tentang Uraian Tugas Sub Bagian Dan Seksi Pada Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Di Propinsi Dan Uraian Tugas Sub Bagian Seksi Dan Urusan
Kabupaten/Kotamadya maka petugas yang menangani masalah pemeriksaan sertifikat
hak atas tanah adalah Sub Seksi Peralihan Hak, Pembebanan Hak Dan PPAT.
Dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan tersebut telah dijabarkan secara
rinci tentang fungsi dan tugas masing-masing dari Kepala Seksi, Sub Seksi dan
Kepala Urusan. Mengetahui bidang yang menangani Pemeriksaan sertifikat hak atas
tanah adalah penting agar setiap orang/badan dapat dengan mudah di tempat/bidang
mana berurusan dalam peroses pemeriksaan sertifikat hak atas tanah.
Pelayanan pemeriksaan sertifikat hak atas tanah bila dilihat dari Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) tersebut menjadi tugas dari Sub Seksi
Peralihan Hak, Pembebanan Hak Dan PPAT. Sub seksi ini adalah merupakan
bagian dari seksi pengukuran dan Pendaftaran Tanah.
Seksi pengukuran dan pendaftaran Tanah tersebut terdiri dari:
a. Sub seksi pengukuran, Pemetaan dan konversi.
b. Sub seksi pendaftaran hak dan informasi pertanahan.
c. Sub seksi peralihan hak, pembebanan hak dan PPAT.
Secara teknis maka pemeriksaan sertifikat hak atas tanah ini menjadi tugas Sub seksi
Secara umum tugas dari Sub seksi pralihan hak, pembebanan hak dan PPAT
pada kantor Pertanahan adalah sebagai berikut;
1. Sub Seksi Peralihan Hak, Pembebanan Hak dan PPAT mempunyai tugas
menyiapkan penyelesaian peralihan hak atas tanah, pembebanan hak atas tanah
dan bahan-bahan bimbingan PPAT, serta penyiapan bahan-bahan daftar isian di
bidang pengukuran dan pendaftaran tanah.
2. Uraian tugas tersebut pada poin 1 adalah sebagai berikut:
a. Membantu Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah dalam
melaksanakan tugas di bidang penyelesaian peralihan hak atas tanah,
pembebanan hak atas tanah dan bahan-bahan bimbingan PPAT, serta
penyiapan bahan-bahan daftar isian di bidang pengukuran dan pendaftaran
tanah.
b. Menyampaikan saran-saran dan atau pertimbangan-pertimbangan kepada
Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah tentang langkah langkah
atau tindakan yang perlu diambil di bidang penyelesaian peralihan hak atas
tanah, pembebanan hak atas tanah dan bahan-bahan bimbingan PPAT, serta
bahan-bahan daftar isian di bidang pengukuran dan pendaftaran tanah.
c. Menghimpun dan mempelajari peraturan perundang-undangan,
kebijaksanaan, pedoman dan petunjuk teknis serta bahan-bahan lainnya yang
berhubungan dengan bidang sebagai pedoman dan landasan kerja.
d. Membuat rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Sub Seksi Peralihan