• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,13 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.14 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.15

Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam tesis ini adalah teori keadilan pemikiran dari Roscou Pound yang menganut teori sociological

jurisprudence yang menitikberatkan pendekatan hukum ke masyarakat. Menurut Sociological Jurisprudence, hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan

hukum yang hidup (the living law) di masyarakat.16

Teori Roscoe Pond tersebut di atas dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya yang berjudul Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan dimana hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat (a tool of

social engineering). Di samping itu, juga dikemukakan bahwa hukumpun dapat

13

M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203, 14

Ibid., hal. 203. 15

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. 16

Roscou Pound dalam Dayat Limbong, Penataan Lahan Usaha PK-5 Ketertiban vs

dipakai sebagai sarana dalam proses pembangunan. Demikian pula halnya, bahwa hukum secara potensial dapat digunakan sebagai sarana pembangunan dalam berbagai sektor/bidang kehidupan,17 termasuk di dalamnya hak-hak atas tanah milik bersama anak di bawah dan pengalihannya (jual beli).

Jual beli atas tanah hak milik yang dimiliki bersama anak di bawah yang dilakukan orang tuanya (ibu) di hadapan PPAT dan pendaftarannya pada Kantor Pertanahan maka sesuai KUH Perdata harus dilakukan dengan penetapan Pengadilan. Ketentuan penetapan pengadilan ini di beberapa daerah yang tidak menundukkan diri kepada hukum barat tetapi tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ataupun tunduk pada hukum adat yang tidak mengharuskan pengalihan tanah hak milik bersama anak di bawah umur harus melalui penetapan pengadilan. Oleh karena itu dalam jual beli hak milik yang dimiliki bersama anak di bawah umur yang dilakukan orangtua guna kepentingan si anak harus dapat dilaksanakan sesuai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Dengan diberikannya hak atas tanah pada seseorang, maka telah terjalin suatu hubungan hukum antara tanah dengan seseorang tersebut. Dengan adanya hubungan hukum itu, dapatlah dilakukan perbuatan hukum oleh yang mempunyai hak itu terhadap tanah kepada pihak lain. Untuk hal-hal tersebut umpamanya dapat melakukan perbuatan hukum berupa jual beli atas tanah tersebut.18

Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal-pasal lainnya, tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan

17

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, PT. Alumni, Bandung, 2002, hal 20-21 dan hal. 24.

18

menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar-menukar, dan hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam pasal hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli.

Apa yang dimaksud jual beli itu sendiri oleh UUPA tidak diterangkan secara jelas, akan tetapi mengingat dalam Pasal 5 UUPA disebutkan bahwa Hukum Tanah Nasional adalah Hukum Adat, berarti menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga hukum, dan sistem Hukum Adat.

Hukum agraria di Indonesia didasarkan pada Hukum Adat, hal itu diartikan bahwa Hukum Agraria harus sesuai dengan kesadaran hukum dari rakyat banyak yang hidup dan berkembang dinamis sesuai dengan tuntutan zaman. Hukum adat yang dimaksudkan dalam hal ini sesuai dengan Penjelasan Umum angka III ayat (1) UUPA adalah hukum asli dari rakyat Indonesia yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam Negara yang modern dan dalam hubungannya dengan dunia internasional, atau sebagaimana diartikan oleh A.P. Parlindungan adalah hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang telah dihilangkan sifat-sifatnya yang khusus daerah dan diberi sifat nasional serta yang disana sini mengandung unsur agama, atau seperti dikatakan oleh Boedi Harsono adalah Hukum Adat yang disaneer, dan oleh Sudargo Gautama disebut sebagai Hukum Adat yang diretool.19

Dijadikannya Hukum Adat sebagai dasar dari Hukum Agraria Indonesia dapat juga merupakan pengakuan dan penghormatan terhadap hukum asli dari rakyat

19

Lihat, Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran

Indonesia yang di dalamnya terdapat hak-hak tradisional rakyat atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat.20

Pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat merupakan perbuatan pemindahan hak, yang sifatnya tunai, riil dan terang. Sifat tunai berarti bahwa penyerahan hak dan pembayaran harganya dilakukan pada saat yang sama. Sifat riil berarti bahwa dengan mengucapkan kata-kata dengan mulut saja belumlah terjadi jual beli, hal ini dikuatkan dalam Putusan MA No. 271/KlSip/1956 dan No. 840/K/Sip/1971. Jual beli dianggap telah terjadi dengan penulisan kontrak jual beli di muka Kepala Kampung serta penerimaan harga oleh penjual, meskipun tanah yang bersangkutan masih berada dalam penguasaan penjual.21 Sifat terang dipenuhi pada umumnya pada saat dilakukannya jual beli itu disaksikan oleh Kepala Desa, karena Kepala Desa dianggap orang yang mengetahui hukum dan kehadiran Kepala Desa mewakili warga masyarakat desa tersebut. Sekarang sifat terang berarti jual beli itu dilakukan menurut peraturan tertulis yang berlaku.22

Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya jual beli di

20

Ibid., hal. 213. 21

Boedi Harsono, “Perkembangan Hukum Tanah Adat Melalui Yurisprudensi”, Ceramah disampaikan pada Simposium Undang-Undang Pokok Agraria dan Kedudukan Tanah-Tanah Adat Dewasa ini, Banjarmasin, 7 Oktober 1977, hal. 50.

22

Lihat, ketentuan Pasal 1886 KUH Perdata yang menyatakan: Pada setiap tingkat perkara, masing-masing pihak dapat meminta kepada hakim, supaya pihak lawannya diperintahkan menyerahkan surat-surat kepunyaan kedua belah pihak, yang menyangkut hal yang sedang dipersengketakan dan berada di tangan pihak lawan.

hadapan PPAT, dipenuhi syarat terang dan mengikuti prosedur dengan melakukan cek bersih di Kantor Pertanahan, membayar PPh dan BPHTB, dibuat akta dan ditandatangani. Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata atau riil perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa benar telah dilakukan perbuatan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya dan pembayaran harganya. Karena perbuatan hukum yang dilakukan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut membuktikan bahwa penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang haknya yang baru. Akan tetapi, hal itu baru diketahui oleh para pihak dan ahli warisnya, karenanya juga baru mengikat para pihak dan ahli warisnya karena administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum.23

Syarat jual beli tanah ada dua, yaitu syarat materiil dan syarat formil. a. Syarat materiil

Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara lain sebagai berikut:

1) Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan.

Maksudnya adalah pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya. Untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah yang dibelinya tergantung pada hak apa yang

23

Boedi Harsono, Hukum Agraria: Sejarah Pembentukan Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1997, hal. 296..

ada pada tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai. Menurut UUPA, yang dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya warga negara Indonesia tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah (Pasal 21 UUPA). Jika pembeli mempunyai kewarganegaraan asing di samping kewarganegaraan Indonesianya atau kepada suatu badan hukum yang tidak dikecualikan oleh pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah jatuh pada negara (Pasal 26 ayat (2) UUPA).

2) Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan

Yang berhak menjual suatu bidang tanah tentu saja si pemegang yang sah dan hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik sebidang tanah hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Akan tetapi, bila pemilik tanah adalah dua orang maka yang berhak menjual tanah itu ialah kedua orang itu bersama-sama. Tidak boleh seorang saja yang bertindak sebagai penjual.24

3) Tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak sedang dalam sengketa.

Mengenai tanah-tanah hak apa yang boleh diperjualbelikan telah ditentukan dalam UUPA yaitu hak milik (Pasal 20), hak guna usaha (Pasal 28), hak guna bangunan (Pasal 35), hak pakai (Pasal 41). Jika salah satu syarat materiil ini tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya atau pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas

24

Effendi Perangin, Praktik Jual Beli Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, hal. 2.

tanah atau tanah, yang diperjualbelikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh diperjualbelikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak sah. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak adalah batal demi hukum. Artinya, sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli.25

b. Syarat formal

Setelah semua persyaratan materiil dipenuhi maka PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) akan membuat akta jual belinya. Akta jual beli menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 harus dibuat oleh PPAT. Jual beli yang dilakukan tanpa di hadapan PPAT tetap sah karena UUPA berlandaskan pada Hukum Adat (Pasal 5 UUPA), sedangkan dalam Hukum Adat sistem yang dipakai adalah sistem yang konkret/kontan/nyata/riil. Kendatipun demikian, untuk mewujudkan adanya suatu kepastian hukum dalam setiap peralihan jual beli tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai peraturan pelaksana dari UUPA telah menentukan bahwa setiap penjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT.26 Setelah akta jual beli dibuat, selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak akta jual beli tersebut ditandatangani, PPAT menyerahkan akta jual beli tersebut kepada kantor pendaftaran tanah untuk pendaftaran pemindahan haknya.27

25

Ibid., hal. 2. 26

Bachtiar Effendi, Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah, Alumni, Bandung, 1998, hal. 23.

27

Dengan demikian dari penjelasan di atas diketahui bahwa hak atas tanah tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan jual beli. Di mana dalam peralihan dengan jual beli tersebut maka harus dilakukan atau dibuat dalam Akta Jual Beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan juga Akta Jual Beli tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

Dengan demikian, peralihan hak atas dengan jual beli itu harus dapat dilakukan terlebih harus dipenuhi syarat materiil yang sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, di antaranya penjual tanah harus berhak menjual tanah yang bersangkutan. Yang berhak menjual suatu bidang tanah tentu saja si pemegang yang sah dan hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik sebidang tanah hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Akan tetapi, bila pemilik tanah adalah dua orang maka yang berhak menjual tanah itu ialah kedua orang itu bersama-sama, misalnya tanah warisan yang harus memperoleh persetujuan dari semua ahli waris untuk dapat dilakukan jual beli. Jadi, tidak boleh seorang saja yang bertindak sebagai penjual, tetapi harus semua ahli waris atau para ahli waris yang tidak hadir memberi kuasa kepada ahli waris lainnya..

Subyek hak atas tanah merupakan orang perseorangan atau badan hukum yang dapat memperoleh sesuatu hak atas tanah, sehingga namanya dapat dicantumkan di dalam buku tanah selaku pemegang sertipikat hak atas tanah.

Menurut Dirdjosisworo, bahwa subyek hukum (subject van een recht) adalah orang perseorangan (nutuurlijke persoon) atau badan hukum rechts persoon

yang mempunyai hak, mempunyai kehendak, dan dapat melakukan perbuatan hukum.28

Pendapat tersebut dikaitkan dengan isi Undang-undang Pokok Agraria maka subyek hukum hak atas tanah merupakan orang atau badan hukum yang dapat mempunyai sesuatu hak atas tanah dan dapat melakukan perbuatan hukum untuk mengambil manfaat dari tanah tersebut.

Orang perseorangan selaku subyek hak atas tanah, yaitu setiap orang yang identitasnya terdaftar selaku Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing, berdomisili di dalam atau di luar wilayah Republik Indonesia dan tidak kehilangan hak memperoleh sesuatu hak atas tanah.

Menurut Satjipto Rahardjo:29

Sekalipun manusia diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban, namun hukum dapat mengecualikan manusia sebagai makluk hukum atau hukum bisa tidak mengakuinya sebagai orang dalam arti hukum. Apabila hukum sudah menentukan demikian maka tertutup kemungkinan bagi manusia tersebut menjadi pembawa hak dan kewajiban selaku subyek hukum.

Menurut S. Chandra dari pendapat di atas, bahwa menurut hukum manusia tidak sama dengan orang, sebagaimana dijelaskan berikut ini:30

Menurut hukum (juris), manusia tidak sama dengan orang, karena manusia merupakan gejala alam dalam pengertian biologis, misalnya tidur atau menghirup udara merupakan hak manusia yang tidak diiringi kewajiban, dengan kata lain bahwa tidak semua manusia dapat menjadi subyek hukum, hanya manusia yang memenuhi syarat tertentu dapat diterima menjadi subyek hukum, yaitu manusia penyandang hak sekaligus juga penyandang kewajiban, misalnya penjaga lintas kereta api atau pemegang sertipikat kepemilikan hak

28

Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, cetakan ketiga, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hal. 126.

29

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 67. 30

atas tanah. Maka yang menjadi pusat perhatian hukum bukan manusianya melainkan orangnya yang patut diterima menjadi subyek hukum.

Menurut KUH Perdata, kecakapan bertindak dalam hukum (rechtsbekwaam

heid) merupakan kemampuan seseorang untuk membuat suatu perjanjian, sehingga

perikatan yang diperbuatnya menjadi sah menurut hukum.31 Oleh karena itu setiap perbuatan hukum kepemilikan hak atas tanah yang diperbuat oleh pihak yang tidak cakap bertindak dalam hukum seperti anak yang belum dewasa atau belum pernah kawin atau orang yang diletakkan di bawah pengampuan dapat dibatalkan demi hukum.32

Kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum dikaitkan dengan dewasa secara fisik dalam hukum pertanahan, bersandar kepada ketentuan Pasal 330 KUH Perdata, yaitu “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan sebelumnya belum kawin”., hal ini dapat dimaklumi karena tidak tegas mengenai ketentuan umur dewasa dalam hukum, terutama hukum adat yang dapat dijadikan dasar pengaturannya.

Tidak satu pun ketentuan hukum khusus secara umum dan tegas menetapkan cakap melakukan perbuatan hukum yang dikaitkan dengan unsur dewasa secara yuridis dan unsur umur secara biologis sehingga dianggap secara normal mempunyai kematangan berpikir dan kemampuan menyadari sepenuhnya tindakan dan akibatnya.

31

Pasal 1320, Pasal 1330, dan 1451 KUH Perdata. 32

Namun, sebaliknya kita hanya dapat melihat tujuannya, yaitu untuk melindungi anak di bawah umur yang tidak patut menerima akibat hukum.33

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak ada disebutkan batasan umur anak di bawah umur dalam pasalnya. Sehingga dalam pelaksanaannya PPAT akan mengaju pada ketentuan peraturan-perundangan yang terkait dengan pelaksanaan jual beli atas tanah. Akan tetapi ketentuan umur itu terjadi perbedaan dari beberapa ketentuan peraturan ada yang menentukan 18 tahun dan ada yang menentukan 21, dikecualikan untuk yang sudah menikah.

Menurut Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menentukan, Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Demikian juga Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menentukan dewasa setelah mencapai umur 18 tahun.

Pasal 39 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ditentukan, penghadap harus memenuhi syarat paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah.

Selanjutnya, dijelaskan oleh Mariam Darus Badrulzaman bahwa dengan adanya Ordonansi tanggal 3l Januari 1931 Lembaran Negara Nomor 1931-54 maka

33

J. Satrio, Hukum Pribadi Bagian I Person alamian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 48- 60.

kriteria belum dewasa itu diperlakukan juga terhadap golongan bumi putra. Hal ini dijelaskan oleh beliau sekedar untuk mengetahui sejarahnya, karena ketentuan hukum adat juga tidak tegas.34

Menurut hukum Islam dewasa itu ditentukan tanda baligh dan berakal, sebagaimana dikemukakan S. Chandra berikut ini:

Menurut hukum Islam bahwa dewasa bukan ditentukan karena batasan umur, melainkan oleh perkembangan fisik dan mental, baik secara biologis maupun psikologis, yaitu pada saat seorang pria atau wanita telah melihat dan merasakan dalam dirinya sesuatu tanda baligh dan berakal, dengan ketentuan bahwa mulai saat itu ia wajib bertanggungjawab atas segala perbuatannya.35

Sebagaimana uraian terdahulu bahwa anak di bawah umur, yaitu anak yang belum berumur 21 tahun maka kepengurusan terhadap harta kekayaan anak bawah umur tersebut dapat dilakukan melalui perwakilan orangtua atau perwalian anak di bawah umur, baik menurut undang-undang ataupun berdasarkan penetapan pengadilan.

Dalam hal diperlukannya tindakan hukum atas harta kekayaan anak di bawah umur, dapat dilangsungkan melalui lembaga perwakilan menurut undang-undang berdasarkan kekuasaan orang tua (onderljke macht) atau perwalian yang ditetapkan pengadilan kepada salah seorang dari kedua orang tuanya (voogd) atau perwalian menurut undang-undang oleh pihak lain (wettelijke voogdij).36 Akan tetapi, kekuasaan perwakilan atau perwalian tidak boleh digunakan untuk

34

Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III

Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1996, hal. 103.

35

S. Chandra, Op. Cit., hal. 30. 36

memindahtangankan, mengalihkan, atau membebankan harta kekayaan anak di bawah umur, kecuali dalam hal kepentingan si anak menghendaki.37

Kecakapan seseorang yang dikaitkan dengan kemampuan bertindak dalam hukum pertanahan bersandar kepada ketentuan Pasal 452 KUH Perdata, yaitu orang yang ditempatkan di bawah pengampuan berkedudukan sama dengan anak yang belum dewasa. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan mental atau sifat pemborosan atau karena pailitnya subyek hukum.

Oleh karena itu, sebagaimana ditentukan Pasal 446 KUH Perdata, bahwa setiap perbuatan hukum hak atas tanah yang diperbuat oleh orang yang mempunyai kedudukan di bawah pengampuan dapat dibatalkan demi hukum.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.38 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.39 Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

37

Lihat, Pasal 48 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 38

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang

Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia,

Jakarta, 1993, hal. 10. 39

Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

a. Pendaftaran tanah adalah pendaftaran mengenai bidang-bidang tanah baik untuk pertama kali maupun pengalihan haknya (jual beli) dengan pemberian surat tanda bukti haknya dari Kantor Pertanahan.

b. Jual beli atas tanah hak milik adalah pengalihan hak atas tanah yang dilakukan para pihak dengan Akta Jual Beli di hadapan PPAT dan pendaftaran balik nama di Kantor Pertanahan.

c. Kantor Pertanahan adalah unit kerja badan pertanahan nasional di wilayah kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.40

d. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.41

e. Anak di bawah umur adalah anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan.42

G. Metode Penelitian

Dokumen terkait