• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. SIKAP KANTOR PERTANAHAN KOTA PEMATANG

B. Pendaftaran Tanah Pada Kantor Pertanahan Pematang

Pembangunan di bidang hukum diarahkan pada terwujudnya sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang meliputi pembangunan materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum, serta budaya hukum sebagai perwujudan negara hukum yang lebih menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia untuk menciptakan masyarakat yang tertib, aman dan tentram.

Salah satu perwujudan pembangunan di bidang materi hukum, adalah produk legislatif yang diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang bertujuan untuk mengendalikan penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah dan pengalihan hak atas tanah, dalam rangka menunjang berbagai kegiatan pembangunan, terutama pembangunan di sektor pertanahan nasional.

Tanah sebagai karunia Tuhan merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia, sebagaimana dikemukakan oleh Suardi:

Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupannya seperti misalnya untuk bercocok tanam guna mencukupi kebutuhannya (tempat tinggal/perumahan), maupun untuk melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya.48

Tanah merupakan permukaan, sehingga hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, sebagaimana dikemukakan oleh Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad:

48

Pasal 4 ayat (1) UUPA mengartikan tanah sebagai permukaan bumi (the

surface of the earth). Dengan demikian, hak atas tanah adalah hak atas

permukaan bumi. Selanjutnya ayat (2) dari Pasal 4 tersebut menyatakan bahwa hak-hak atas tanah tersebut memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lainnya. Tegasnya, meskipun secara pemilikan hak atas tanah hanya atas permukaan bumi, penggunaannya selain atas tanah itu sendiri, juga atas tubuh bumi, air dan ruang yang ada di atasnya. Itu sangat logis, karena suatu hak atas tanah tidak akan bermakna apapun juga kepada pemegang haknya tidak diberikan kewenangan untuk menggunakan sebagian dari tubuh bumi, air dan ruang di atasnya tersebut.49 Sebagai contoh, seorang pemilik sebidang tanah yang akan menggunakan tanahnya untuk membangun bangunan (construction) rumah tinggal, selain menggunakan tanah itu sendiri, otomatis juga akan menggunakan ruang di atas tanah tersebut untuk tinggi bangunan rumah dan ruang tubuh bumi untuk pondasi bangunan rumah. Dengan perkataan lain, kewenangan penggunaan hak tersebut diperluas. Oleh karena itulah maka Boedi Harsono menyatakan, “yuridis tanah merupakan permukaan bumi, yang berdimensi dua; dalam penggunaannya tanah berarti ruang, yang berdimensi tiga”.50

Kalau dikaitkan dengan pengertian tanah menurut berbagai sistem hukum di berbagai negara, terdapat persamaan dalam pengertian tanah, yakni: tanah merupakan permukaan bumi, pemilikannya terhadap yang ada di permukaan bumi; penggunaannya juga terhadap sebagian yang ada di atas bumi dan tubuh bumi.

49

Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad, Hukum Agraria di Indonesia Konsep Dasar dan

Implementasi, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2006, hal. 71.

50

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I, Cetakan Kesembilan (Edisi Revisi), Penerbit Djambatan,

Mengenai penggunaan di atas bumi misalnya, harus disesuaikan dengan batas-batasnya, yakni: keperluannya, kemampuan dari tanahnya, dan kewajaran serta ketentuan-ketentuan hukum lainnya.51

Pengaturan kegiatan pendaftaran tanah terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA), tepatnya dalam Pasal 19 yang berbunyi:

(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak atas tanah

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

(4) Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) di atas dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Ketentuan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 di atas ialah meletakkan kewajiban untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah pada pemerintah, cara ini disebut juga pendaftaran tanah secara sistematik atau atas prakarsa pemerintah. Lawannya adalah pendaftaran tanah dengan cara sporadik yakni atas permintaan pemilik tanah sendiri.

Kewajiban subjek hak atas tanah untuk melakukan pendaftaran tanah secara sporadik tersebut diatur dalam UUPA, yaitu pasal-pasal.

51

Pasal 23:

(1) Hak milik demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud Pasal 19.

(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.

Pasal 32:

(1) Hak Guna Usaha termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19

(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

Pasal 38:

(1) Hak Guna Bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.

(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

Selanjutnya sebagai landasan operasional guna merealisir instruksi Pasal 19 UUPA di atas, maka dikeluarkan peraturan pelaksanaan UUPA yakni PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang dimuat dalam LN 1961 No. 28 tanggal 23 Januari 1961, yang sejak tanggal 8 Juli 1997 telah diganti dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (LN 1997-57). Dalam ketentuan peralihan Pasal 64 dinyatakan, bahwa semua peraturan perundang-undangan pelaksanaan PP No. 10 Tahun 1961 yang telah ada, tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau

diubah ataupun diganti berdasarkan peraturan pemerintah yang baru. Juga dinyatakan, bahwa hak-hak yang didaftar serta hal-hal lain yang dihasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan ketentuan PP No. 10 Tahun 1961 tetap sah sebagai hasil pendaftaran tanah menurut peraturan pemerintah yang baru. Ketentuan peralihan tersebut memungkinkan pendaftaran tanah tetap dilaksanakan tanpa ditunda menunggu tersedianya secara lengkap peraturan-peraturan pelaksanaannya yang baru.52

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir 1 UUPA, pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Unsur-unsur pengertian pendaftaran tanah di atas meliputi (a) rangkaian kegiatan (b) dilakukan oleh pemerintah (c) terus menerus, berkesinambungan dan teratur. Rangkaian kegiatan, maksudnya bahwa pendaftaran tanah itu dilakukan secara sistematis baik kegiatan yang bersifat administrasi maupun kegiatan operasional yang meliputi pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, serta pemberian sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat.

Dilakukan oleh pemerintah, maksudnya bahwa urusan pendaftaran tanah dimonopoli oleh satu lembaga pemerintah secara sentralistik. Hal ini sesuai dengan instruksi

52

M. Yamani Qomar, dkk., Hukum Agraria Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, LEMLIT UNIB Press, Bengkulu, 2000, hal. 77-78.

UUPA pada ketentuan Pasal 19 ayat (1) yang memerintahkan agar pemerintah mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Unsur terus menerus, berkesinambungan dan teratur maksudnya, bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah itu mengarah pada terpeliharanya tertib administrasi pendaftaran tanah, sehingga data fisik dan yuridis selalu tetap terpelihara secara akurat. Pada akhirnya dengan tertib administrasi itu fungsi pendaftaran tanah sebagai alat kontrol penguasaan tanah (present land tenure) dan penggunaan tanah (present land use) dalam konteks land information system and geographic

information system dapat dijalankan secara optimal. Artinya setiap persil tanah yang

terdapat dalam suatu wilayah dapat dimonitor kondisi penguasaannya/pemilikannya apakah sudah beralih kepada subjek hak lain, jika beralih dengan cara bagaimana peralihan hak itu berlangsung dan lain sebagainya. Demikian juga mengenai aspek penggunaan tanahnya itu sendiri, akan selalu dapat dimonitor, sehingga dapat diketahui apakah tanah itu digunakan atau justru diterlantarkan.53

Menurut A.P. Parlindungan:

Pendaftaran tanah berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda kadaster) yaitu suatu istilah teknis untuk suatu rekaman, yang menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemilikan (atau lain-lain alas hak) terhadap suatu bidang tanah. Pengertian lebih tegas, cadastre berarti alat yang tepat untuk memberikan uraian dan identifikasi dari lahan dan juga sebagai continues recording dari hak atas tanah.54 Pendapat ini menjelaskan bahwa pendaftaran tanah itu adalah merupakan rekaman data fisik dan data yuridis yang dibuat dalam

53

Ibid., hal. 78-79. 54

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia (Berdasarkan PP 24 Tahun 1997

dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah PP 37 Tahun 1998), Mandar Maju,

bentuk peta dan daftar bidang-bidang tanah tertentu, yang dilaksanakan secara objektif dan itikad baik, oleh pelaksana administrasi negara.55

Pendaftaran tanah di Indonesia hanya terfokus untuk pendaftaran tanah pada bidang tanah yang merupakan bagian dari permukaan bumi dalam satuan bidang yang terbatas, artinya tidak mencakup bumi, air, dan ruang angkasa.56 Penyelenggaraan pendaftaran tanah dilaksanakan melalui 2 (dua) cara: pertama, pendaftaran tanah secara sistematik, yaitu pendaftaran untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan dan terutama kegiatan ini dilakukan atas prakarsa pemerintah. Kedua, pendaftaran tanah secara sporadik, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama sekali mengenai suatu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.57

Pelaksanaan pendaftaran tanah harus memperhatikan bukan hanya pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya, tetapi juga harus memperhatikan pemeliharaan data fisik maupun data yuridis, sebagaimana yang dikemukakan oleh Safruddin Kalo:

55

Safruddin Kalo, Op. Cit., hal. 8. 56

Sedangkan pendaftaran untuk hak-hak dari kehutanan atau pertambangan dilakukan sendiri oleh departemen yang bersangkutan dengan surat-surat keputusan tentang HPH atau HPHH atau KP. Dengan diaturnya secara sektoral mengenai hak pengelolaan hutan oleh pengaturan yang akan berdampak kepada pengelolaan pertanahan yang diatur dalam UUPA. Misalnya akan terjadi konflik antara pemberian hak guna usaha (HGU) dan Hak Pengelolaan Hutan (HPH) pada lokasi yang sama masing-masing menyatakan berhak untuk melakukan pengelolaan. Konflik akan merugikan pemegang hak yang bersangkutan. Ibid., hal. 9.

57

Lihat Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Pelaksanaan pendaftaran tanah harus memperhatikan bukan hanya pelaksanaan pendaftaran tanah untuk petama kalinya, tetapi juga harus memperhatikan pemeliharaan data fisik maupun data yuridis dari obyek pendaftaran tanah yang sudah terdaftar. Setiap perubahan terjadi baik data fisik maupun data yuridis pada objek pendaftaran tanah yang sudah terdaftar diwajibkan bagi pemegang hak untuk mendaftarkan perubahan tersebut. Pendaftaran terhadap perubahan dan peralihan serta hapusnya dan pembebanan hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan juga harus didaftarkan sebagai alat bukti yang kuat. Dengan demikian maksud dari pemeliharaan data pendaftaran tanah, agar tetap terpelihara dan selalu sesuai dengan kenyataan di lapangan. Pemegang hak yang berkepentingan dapat membuktikan haknya kepada pihak ketiga, sehingga tercipta kepastian hukum dan perlindungan hukum atas pemegang hak-hak atas tanah yang merupakan salah satu unsur penting dari keadilan dan kesejahteraan rakyat.58

1. Asas Pendaftaran Tanah

Asas pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka:

a. Asas sederhana, maksudnya agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

b. Asas aman, dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan pendaftaran tanah itu sendiri.

c. Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukannya.

58

d. Asas mutakhir, dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan keseimbangan dalam pemeliharaan data. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di kantor pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.

e. Asas terbuka, dimana asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di kantor pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan pula asas terbuka.59

2. Tujuan Pendaftaran Tanah

Tujuan pendaftaran tanah, dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tetap mempertahankan tujuan diselenggarakan pendaftaran tanah seperti yang sudah ditetapkan dalam Pasal 19 UUPA, yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan (suatu rechskadaster atau legal cadastre).60 Adapun secara rinci tujuan pendaftaran tanah ini diatur dalam Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997, yaitu:

59

A.P. Parlindungan, Op. Cit., , hal. 76-78 60

Pendaftaran tanah bertujuan:

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Dengan demikian, kemajuan pranata hukum bidang pendaftaran tanah ini antara lain terletak pada, “perluasan tujuan pendaftaran tanah yaitu bukan hanya untuk kepastian hukum, tetapi juga untuk perlindungan hukum bagi para pemiliknya”.61

3. Objek pendaftaran tanah

Objek pendaftaran tanah adalah sesuai dengan Pasal 9 PP Nomor 24 Tahun 1997, yaitu:

(1) Objek pendaftaran tanah meliputi:

a. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;

b. tanah hak pengelolaan; c. tanah wakaf;

d. hak milik atas satuan rumah susun; e. hak tanggungan;

f. tanah negara

(2) Dalam hal tanah negara sebagai objek pendaftaran tanah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.

61

Chadidjah Dalimunthe mengemukakan, semua hak-hak atas tanah yang tercantum pada ayat (1) di atas dengan membukukan Tanah tersebut di Kantor Pertanahan akan diterbitkan sertifikat hak atas tanahnya yang merupakan salinan dari buku tanah. Sedangkan tanah negara tidak diterbitkan sertifikat. Sertifikat yang diterbitkan tersebut diserahkan kepada yang berhak sebagai alat bukti haknya.62

Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah, kepada para pemegang hak atas tanah diberikan penegasan tentang sejauh mana kekuatan pembuktian sertifikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat. Untuk itu dikatakan bahwa selama belum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di Pengadilan sepanjang data tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanahnya. Seseorang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertifikat atas nama orang atau, badan hukum lain jika selama 5 tahun sejak dikeluarkannya sertifikat tersebut tidak diajukannya gugatan ke Pengadilan.63

4. Prosedur pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan Pematang Siantar

Dasar hukum pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan Pematang Siantar adalah harus mengaju pada ketentuan pendaftaran tanah secara nasional yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)

62

Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform Indonesia dan Permasalahannya, Universitas Sumatera, Medan, cetakan ketiga, edisi revisi, Februari 2005, hal. 173.

63

2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

4) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional. 5) Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan No.600-1900 tanggal 31 Juli 2004.

6) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.

Persyaratan pendaftaran tanah pertama kali dan pelaksanaannya di Kantor Pertanahan Pematang Siantar sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional, yaitu:

1. Surat Permohonan dan Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan.

2. Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya (untuk perseorangan: fotocopy KTP dan KK yang masih berlaku atau untuk Badan Hukum: fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan-perubahannya) (telah dilegalisir pejabat yang berwenang).

3. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu:

a. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau

b. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No. 9/1959, atau c. surat keputusan pemberian hak milik dan Pejabat yang berwenang, baik

sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya, atau

d. Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kikitir dan Verponding Indonesia

sebelum berlakunya PP No. 10/1961, atau

e. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

f. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

g. akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan PP No. 28/1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau

h. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

i. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah, atau

j. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan (dilegalisir pejabat yang berwenang), atau

k. lain-1ain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagai mana dimaksud dalam Pasal II, VI, dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA, atau

1. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya UUPA. atau

4. Bukti lainnya. apahila tidak ada surat bukti kepemilikan: Surat Pernyataan Penguasaan fisik lebih dari 20 tahun secara terus menerus dan surat keterangan Kades/Lurah disaksikan oleh 2 orang tetua adat/penduduk setempat.

5. Surat Pernyataan telah memasang tanda batas. 6. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan.64

7. Fotocopy SK izin Lokasi dan Sket Lokasi (apabila pemohon adalah Badan Hukum).

Persyaratan Tanda Batas yang dimaksud dalam ketentuan di atas, bentuk dan ukuran luas di bawah 10 ha adalah:

a. Pipa besi, Panjang 100 cm dan bergaris tengah 5 cm, atau

b. Pipa paralon diisi beton, panjang 100 cm dan bergaris tengah 5 cm

c. Kayu besi, bengkirai, jati. atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100 cm dan hergaris tengah 7.5 cm, atau

d. Tugu dari batu bata atau batako dilapisi semen 0,20 m x 0,20 m tinggi 0.40 m, atau

64

Apabila nama yang tertera di dalam SPPT PBB tidak sama dengan Surat Bukti lainnya, maka dibuatkan keterangan dan surat pernyataan dan surat penyataan dari pemilik tanah/calon pemegang hak.

e. Tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 m2 tinggi 0,5 m, atau f. Tembok-tembok atau pagan besi/beton/kayu.

Adapun waktu pengumuman pendaftaran tanah adalah 145 hari terdiri dari: 1. Pengukuran dan Pemetaan Kadasteral 25 hari

2. Proses Pemberian Pengakuan Hak Konversi 3. Pengumuman 30 hari.

Setiap permohonan pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan Pematang Siantar, maka bagi para pemohon akan dikenakan biaya, yang mana biaya tersebut sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional.

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 menentukan jenis

Dokumen terkait