• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENURUNAN KADAR ION Cd 2+ DALAM LARUTAN DENGAN KITOSAN IMOBILISASI DITIZON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENURUNAN KADAR ION Cd 2+ DALAM LARUTAN DENGAN KITOSAN IMOBILISASI DITIZON"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PENURUNAN KADAR ION Cd

2+

DALAM LARUTAN

DENGAN KITOSAN IMOBILISASI DITIZON

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

oleh

Nur Rachmi Idzati 4311412036

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

(2)

i

PENURUNAN KADAR ION Cd

2+

DALAM LARUTAN

DENGAN KITOSAN IMOBILISASI DITIZON

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

oleh

Nur Rachmi Idzati 4311412036

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

(3)
(4)
(5)
(6)

v

MOTTO

1. Life is too short to worry about stupid things. Have fun. Regret nothing, and don’t let people bring you down.

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk :

1. Bapak Mohammad Suyatno dan Ibu Tukini yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, serta bimbingan untuk tercapainya cita-cita. 2. Mas Budi, Mbak Indah dan Hasna yang selalu

memberikan semangat.

3. Sahabat yang turut memberikan doa, dorongan dan semangat.

(7)

vi

PRAKATA

Alhamdulillahhirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat, kesehatan, kemudahan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penurunan Kadar Ion Cd2+

dalam Larutan dengan Kitosan Imobilisasi Ditizon”.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam penelitian maupun dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada :

1. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin dan kemudahan melakukan penelitian.

2. Ketua Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan bantuan administrasi teknis dan non teknis dalam penelitian dan pelaporan hasil penelitian.

3. Ibu Dra.Woro Sumarni, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan perbaikan dalam penelitian maupun penulisan skripsi.

4. Bapak Drs. Eko Budi Susatyo, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Ella Kusumastuti, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pembelajaran dan bimbingan dari awal penulisan.

(8)

vii

5. Seluruh Dosen Program Studi Kimia yang telah membekali ilmu selama dibangku perkuliahan.

6. Ibu Ida selaku teknisi Laboratorium Kimia Analitik, Ibu Martin selaku teknisi Laboratorium Kimia Anorganik, Bapak Danang selaku teknisi Laboratorium Teknik Kimia, Asisten Kimia Analitik, dan seluruh laboran Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam atas bantuan yang diberikan selama penelitian.

7. Teman-teman seperjuangan Kimia Unnes 2012 atas semangat dan dukungan selama ini.

8. Dan semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca maupun pihak yang berkepentingan.

Semarang, Agustus 2016

(9)

viii

ABSTRAK

Idzati, Nur Rachmi. 2016. Penurunan Kadar Ion Cd2+ dalam Larutan dengan Kitosan Imobilisasi Ditizon. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Drs. Eko Budi Susatyo, M.Si dan Pembimbing Pendamping Ella Kusumastuti, S.Si., M.Si

Telah dilakukan sintesis kitosan terimobilisasi ditizon sebagai adsorben untuk menurunkan kadar ion Cd2+ dalam larutan . Ion Cd2+ merupakan ion logam berat beracun dan berbahaya yang sering ditemukan di industri elektroplating. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan karakterisasi gugus fungsi pada keduanya dengan FT-IR dan mengetahui pengaruh imobilisasi pada kitosan dalam adsorbsi. Penelitian ini meliputi tahap sintesis kitosan (pembentukan kitosan bead, dan imobilisasi kitosan bead dengan ditizon), optimasi penurunan kadar Cd2+ dengan metode batch meliputi variasi waktu kontak dan konsentrasi larutan Cd2+, serta aplikasinya pada larutan Cd2+ terinterferensi Pb2+. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kapasitas adsorbsi pada kitosan yang telah diimobilisasi. Keberhasilan imobilisasi kitosan terbukti dengan munculnya gugus S=C pada panjang gelombang 1078,87 cm-1, dan C-N pada 1033,50 cm-1 dalam hasil FT-IR kitosan terimobilisasi ditizon. Kondisi optimal penyerapan logam Cd2+ pada pH 6 adalah 75 menit dengan konsentrasi 30 ppm untuk kitosan dan 50 ppm untuk kitosan terimobilisasi ditizon. Kenaikan kadar ion Cd2+ dalam larutan interferensi Pb2+ dalam keadaan optimum mengalami peningkatan dari 6,6020 mg/g menjadi 8,4949 mg/g pada kitosan dan 11,0395 mg/g menjadi 15,8257 mg/g dengan imobilisasi. Adanya gangguan ion logam Pb2+ menyebabkan interferensi positif, artinya terjadi peningkatan nilai adsorbsi yang bisa disebabkan oleh letak panjang gelombang kedua ion logam yang berdekatan dan sama-sama berada pada valensi 2+.

(10)

ix

ABSTRACT

Idzati, Nur Rachmi. 2016. The Decreasing of Cd2+ Ion Level in Solution of Chitosan Immobilized by Ditizon. Thesis. Chemistry of Math and Science Faculty of Semarang State University. Prime Supervisor by Drs. Eko Budi Susatyo, M. Si and Supervisor by Ella Kusumastuti, S. Si., M. Si.

It has been done a synthesis of kitosan immobilized by ditizon as adsorbent to decrease the level of Cd2+ ion in solution. Cd2+ ion is a toxic and dangerous heavy metal ion often found in electroplate industry. The aim of the research is to know the impact of ditizon imobilization in chitosan towards adsorption and the difference of its both functional groups characterization by FT IR. This research covers chitosan synthesis phase, bead chitosan formation, and bead chitosan imobilization using ditizon. Optimation decreased level of ion Cd2+ using batch method covers contact time variation and concentration of Cd2+ solution, and its application towards Cd2+ solution interferenced by Pb2+. The result of the research presents that there is increasing in adsorption capacity of kitosan that has been immobilized. The success of kitosan immobilization is proven by the appearance of S=C formation in 1078,87cm-1 wavelength and C-N in 1033,50cm-1 in the result of FT IR chitosan immobilized by ditizon. Optimal condition of Cd2+ metal adsorption in pH 6 is 75 minutes with 30 ppm concentration for chitosan, and 50 ppm for chitosan immobilized by ditizon. the decreasing level of Cd2+ in interferenced Pb2+ solution in optimum condition decreases from 6,6020 mg/g becomes 8,4949 mg/g in cytosan, and 11,0395 mg/g becomes 15,8257 mg/g by immobilization. The Pb2+ metal ion interference causes positive interference, means that there is an increase in absorbance value that could be caused by the location of both adjacent metal ion wavelength and are in the same valency 2+.

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... i PERNYATAAN ... ii PERSETUJUAN ... iii PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 5 1.3. Tujuan Penelitian ... 5 1.4. Manfaat Penelitian ... 6 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Logam Berat ... 7

2.2. Kadmium (Cd) ... 9

2.3. Interferensi ... 9

2.4. Adsorpsi ... 10

2.5. Kitosan Imobilisasi Ditizon ... 12

2.4.1 Kitosan ... 12

2.4.2 Kitosan Imobilisasi Ditizon ... 15

2.4.3 Difeniltiokarbazon (Ditizon) ... 16

(12)

xi 3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian ... 21

3.2. Variabel Penelitian... 21

3.3. Prosedur Penelitian ... 22

3.3.1 Alat dan Bahan ... 22

3.3.2 Cara Kerja ... 23

3.3.3.1 Pembuatan Larutan Kitosan ... 23

3.3.3.2 Pembuatan Kitosan Bead dan Kitosan Bead Imobilisasi Ditizon ... 23

3.3.3.3 Penentuan Waktu Kontak Optimum ... 24

3.3.3.4 Penentuan Konsentrasi Larutan Optimum ... 24

3.3.3.5 Pembuatan Larutan Standar Kadmium ... 25

3.3.3.6 Aplikasi Penurunan Kadar Ion Cd2+ Terhadap Kitosan dan Kitosan Imobilisasi Ditizon ... 25

3.3.3.7 Pembuatan Larutan Standar Timbal ... 26

3.3.3.8 Aplikasi Penggunaan Kitosan Imobilisasi Ditizon pada Larutan Kadmium Interferensi Timbal ... 26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Kitosan Imobilisasi Ditizon ... 27

4.2. Karakterisasi Kitosan Imobilisasi Ditizon ... 30

4.3. Optimasi Waktu Kontak terhadap Adsorpsi Ion Cd2+ ... 33

4.4. Optimasi Konsentrasi Larutan terhadap Adsorpsi Ion Cd2+ ... 34

4.5. Aplikasi optimasi penurunan kadar ion Cd2+, dan interferensinya terhadap Pb2+ pada kitosan dan kitosan Imobilisasi Ditizon ... 36

5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 40

(13)

xii

DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN ... 44

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1. Tabel Hasil FTIR Kitosan dan Kitosan Imobilisasi Ditizon. ... 31 4.2. Aplikasi titik optimum konsentrasi dan waktu kontak ... 37

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan ... 8

2.2. Struktur Kitin ... 13

2.3. Struktur Kitosan ... 13

2.4. Reaksi imobilisasi kitosan dengan ditizon ... 16

2.5. Struktur Ditizon ... 17

2.6. Interaksi Cd2+ dengan adsorben Kitosan Imobilisasi Ditizon ... 18

4.1. Perbedaan Fisik (a) Kitosan bead basah, (b) Kitosan bead kering, (c) Kitosan bead Imobilisasi ditizon, (d) Serbuk kitosan, (e) Serbuk Kitosan Imobilisasi ditizon ... 27

4.2. Hasil Spektra Inframerah Kitosan Imobilisasi Ditizon dan Kitosan ... 31

4.3. Pengaruh waktu kontak pada kitosan dan KTD ... 33

4.4. Pengaruh konsentrasi larutan pada kitosan ... 35

4.5. Pengaruh interferensi Pb2+ dalam Cd2+ pada kitosan dan Kitosan Imobilisasi Ditizon ... 38

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Sertifikat Analisis Kitosan ... 44

2. Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 45

3. Pembuatan Larutan ... 45

4. Alur Kerja ... 48

5. Foto Penelitian ... 55

6. Spektrum FT-IR ... 57

7. Data Penentuan Waktu Kontak Optimum Adsorpsi Cd2+ oleh Kitosan dan Kitosan Imobilisasi Ditizon ... 58

8. Data Penentuan Konsentrasi Optimum Adsorpsi Cd2+ oleh Kitosan dan Kitosan Imobilisasi Ditizon ... 65

9. Data Penentuan Aplikasi Optimum Adsorpsi Cd2+ oleh Kitosan dan Kitosan Imobilisasi Ditizon ... 74

10. Data Perhitungan Penentuan Adsorpsi Cd2+ Terinterferensi Pb2+ oleh Kitosan dan Kitosan Imobilisasi Ditizon ... 79

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Air merupakan komponen vital kehidupan setelah oksigen sekaligus menjadi media transport utama bagi produk buangan yang dihasilkan dalam proses kehidupan karena sifatnya sebagai pelarut yang baik.

Pencemaran perairan yang menjadi permasalahan global salah satunya disebabkan oleh adanya logam berat. Meskipun berada dalam konsentrasi rendah (ppm), keberadaan logam berat di lingkungan seperti Pb, Cd, Zn, Co, Ni, dan Cu bersifat toksik dan berbahaya karena sifatnya yang sukar terurai ketika terakumulasi dari banyaknya sisa industri yang dilepaskan ke perairan bebas tanpa pengelolaan limbah. Hal ini akan membawa dampak negatif pada makhluk hidup di lingkungan sekitarnya.

Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (United States Environment Protection Agency/USEPA) mengklasifikasikan beberapa logam berat ke dalam daftar “Top 20 Hazardous Substance Priority List” yang mereka rilis. Logam berat yang termasuk dalam 20 daftar berbahaya tersebut antara lain : raksa pada peringkat 6, kadmium pada peringkat 7, kromium pada peringkat 8, dan nikel di peringkat 13. Sedangkan peringkat pertama ditempati oleh arsenik (Ghifari, 2011). Kadmium merupakan logam berat berbahaya yang dalam bentuk garamnya banyak digunakan pada beberapa jenis pabrik untuk proses produksinya. Industri elektroplating merupakan salah satu industri yang banyak menggunakan kadmium

(18)

2

murni sebagai pelapis logam. Hingga kini diketahui bahwa kadmium merupakan logam berat yang paling banyak menimbulkan toksisitas pada makhluk hidup (Agusnar, 2007).

Selain kadmium terdapat logam berat seperti timbal (Pb) yang sangat lambat penyerapannya di dalam tubuh, sehingga akan menyebabkan keracunan progresif. Keracunan ini menyebabkan kadar timbal tinggi dalam aorta, hati, ginjal, pancreas, paru-paru, tulang, limpa, testis, jantung dan otak. Kasus ini yang terjadi di Amerika pada 9 kota besar yang pernah diteliti (Supriyanto, 2007).

Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengolah ion logam berat antara lain netralisasi, presipitasi, pertukaran ion, biosorpsi dan adsorpsi. Adsorpsi dapat dilakukan terhadap logam berat dengan menggunakan berbagai macam adsorben, diantaranya zeolit, kitin-kitosan, biosorben dari spesialis alga, fly ash, karbon aktif dan selulosa (Sholikhah, 2014).

Teknik adsorpsi merupakan salah satu teknik pengolahan limbah yang diharapkan dapat menurunkan konsentrasi logam berlebih pada sistem perairan yang di dasarkan interaksi ion logam dengan gugus fungsional pada permukaan adsorben melalui interaksi pembentukan ion kompleks (Effendi, 2015).

Kitosan dipilih sebagai material dasar adsorben karena biaya produksinya rendah, tidak menghasilkan limbah baru, dan efektif pada konsentrasi ionik rendah. Senyawa kitin dan kitosan mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi, berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berfungsi sebagai absorben terhadap logam berat (Agusnar, 2007). Kitosan juga memliki selektivitas dan kapasitas adsorbsi yang tinggi. Akan tetapi, kitosan memiliki sifat

(19)

3

mudah larut dalam sebagian dalam asam encer, seperti HNO3, HCl, HClO4, dan lain-lain, sehingga penggunaan kitosan secara langsung sebagai adsorben menjadi kurang efektif dan perlu dilakukan modifikasi terhadap kitosan.

Modifikasi adsorben dapat dilakukan dengan menggunakan ligan organik seperti asam humat, 2-mercaptoimidazole dan ditizone untuk meningkatkan kapasitas adsorbsi dan selektifitas pemisahan. Salah satu ligan organik yang banyak digunakan adalah ditizon (1,5-difeniltiokarbazon) yang mempunyai atom S dan N pada gugus –S-H dan –N-H yang sangat efektif berperan sebagai donor pasangan elektron untuk membentuk khelat dengan adsorben. Interaksi ligan ditizon yang terikat dalam permukaan kitosan memiliki pasangan elektron bebas yang efektif sebagai basa lunak dan basa menengah pada atom N dan S. Selektif ligan ini dalam membentuk ikatan koordinasi dengan logam berat dalam golongan asam lunak dan asam menengah yang mendasari proses adsorbsi.

Muslimah (2015) menyebutkan penelitian menggunakan kitosan sebagai adsorben logam telah dilakukan Ketkangplu dkk (2005) namun hasilnya kurang selektif. Hal ini karena dalam suasana asam menyebabkan berkurangnya gugus amina yang merupakan gugus aktif yang mampu berikatan dengan ion-ion logam (Hastuti, 2011). Modifikasi kitosan untuk meningkatkan daya adsorbsi dapat dilakukan dengan imobilisasi menggunakan penambahan ligan. Ligan yang digunakan adalah ditizon yang sangat sensitif terhadap logam berat seperti Cd, Cr, dan Cu karena banyak mengandung atom donor –NH, dan kelompok –SH. Imobilisasi dengan ditizon diharapkan dapat memaksimalkan kemampuan adsorpsi dan kestabilan menjadi semakin baik karena adanya penambahan gugus

(20)

4

aktif baru pada kitosan. Perbedaan kitosan dan kitosan yang telah diimobilisasi dapat dikarakterisasi menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi baru yang muncul setelah imobilisasi yang menyebabkan kemampuan adsorbsi meningkat.

Solikhah (2014) menyebutkan bahwa zeolit imobilisasi ditizon lebih optimum menyerap ion logam Cu2+ dibandingkan dengan zeolit teraktivasi. Rohyami (2013) melaporkan jika menggunakan kitin imobilisasi ditizon sebagai adsorben pengisi kolom ekstraksi fase padat dapat meningkatkan selektivitas dan kapasitas adsorbsi untuk prekonsentrasi ion logam Cd(II). Modifikasi kitosan imobilisasi ditizon diharapkan agar kitosan tersebut tidak mudah larut dalam suasana asam dan memaksimalkan penyerapan.

Pengukuran penyerapan logam menggunakan SSA memungkinkan terjadinya interferensi. Interferensi adalah munculnya gangguan substansi lain terhadap analit yang sedang diukur. Interferensi menyebabkan hasil analisis menjadi menyimpang dari nilai sebenarnya. Mengingat adanya akumulasi limbah bermacam-macam industri menyebabkan di dalam saluran perairan tidak hanya terdapat satu jenis pengotor logam, melainkan terdapat cemaran ion logam Pb2+ dan Cu2+. Yuliasari (2013) menyebutkan penurunan pembacaan konsentrasi Ni pada larutan yang mengandung Fe dan Cr mencapai 32,19%. Penelitian Suliana (2014) juga menyebutkan interferensi dari logam pengganggu Cu2+ dan Al3+ dengan pH optimum 6 dapat mempengaruhi arus puncak Cd2+. Hal ini terjadi karena ion pengganggu akan menempel pada adsorben sehingga jumlah ion logam Cd(II) yang terserap menjadi berbeda.

(21)

5

Penelitian ini menyelidiki kemampuan kitosan imobilisasi ditizon dalam menyerap ion logam, dimana logam tersebut memiliki potensi pencemaran lingkungan relatif tinggi. Dengan menggunakan metode statis (batch) serta analisis penyerapan logam menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan pengetahuan dalam pengelolaan limbah industri sehingga mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan oleh keberadaan senyawa beracun.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang diungkapkan di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a) Bagaimana perbedaan karakteristik kitosan sebelum dan sesudah imobilisasi ditizon ditinjau dari gugus fungsi?

b) Bagaimana kondisi optimal (waktu pengadukan dan konsentrasi larutan) adsorbansi Cd2+ oleh kitosan dan KTD ?

c) Bagaimana interferensi Pb2+ dalam larutan Cd2+ terhadap pengukurannya menggunakan kitosan imobilisasi ditizon pada kondisi optimum?

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan tujuan berikut :

a) Mengetahui perbedaan karakteristik kitosan sebelum dan sesudah imobilisasi ditizon ditinjau dari gugus fungsi.

b) Mengetahui kondisi optimal (konsentrasi larutan dan waktu pengadukan) adsorbansi Cd2+ oleh kitosan dan KTD.

(22)

6

c) Mengetahui interferensi Pb2+ dalam larutan Cd2+ terhadap pengukurannya menggunakan kitosan imobilisasi ditizon pada kondisi optimum.

1.4

Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendorong para peneliti mengetahui kondisi optimal dan interferensinya pada logam-logam lain.

(23)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pencemaran Logam Berat

Pencemaran lingkungan perairan merupakan masalah global dan perlu penanganan serius dari semua kalangan. Banyak industri menghasilkan limbah yang hanya dialirkan ke perairan menjadi salah satu penyebab keberadaan logam berat di lingkungan perairan. Tingginya kandungan logam berat di suatu perairan dapat menyebabkan kontaminasi, akumulasi bahkan pencemaran terhadap lingkungan seperti biota, sedimen, air dan sebagainya.

Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm³, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan. Berdasarkan toksikologi, logam berat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, keberadaanya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah berlebih menimbulkan efek racun, misalnya Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dll. Sedangkan jenis kedua logam tidak esensial atau beracun, dimana kebaradaanya dalam tubuh belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dll (Muhajir, 2009).

Dalam perairan logam-logam ditemukan dalam bentuk (Hamidah,1980 dalam Bangun, 2005) :

1. Terlarut, yaitu ion logam bebas air dan logam yang membentuk kompleks dengan senyawa organik dan anorganik.

(24)

8

2. Tidak terlarut, terdiri dari partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kompleks metal yang terabsorbsi pada zat tersuspensi.

Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami tiga macam proses akumulasi, yaitu proses fisik (disebarkan oleh adukan turbulensi da arus laut), kimia (pemekatan) dan biologis (dibawa oleh arus laut maupun biota). Buangan limbah industri yang mengandung bahan berbahaya dengan toksisitas tinggi dan kemampuan biota laut untuk menimbun logam-logam bahan pencemar langsung terakumulasi secara fisik dan kimia kemudian mengendap di dasar perairan sesuai Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut (Bangun, 2005).

(25)

9

2.2

Kadmium (Cd)

Kadmium merupakan logam lunak mudah dibentuk berwarna putih yang disimbolkan dengan Cd. Logam dengan nomor atom 48 dan berat atom sebesar 112,411, umumnya mempunyai valensi 2+ dalam persenyawaan. Bila dimasukkan dalam larutan mengandung ion OH, ion-ion Cd2+ akan mengalami proses pengendapan dalam bentuk senyawa terhidrasi berwarna putih.

Kadmium merupakan salah satu logam berat yang bersifat racun dan merugikan bagi semua organisme hidup, bahkan juga berbahaya untuk manusia. Batas toleransi untuk kadmium adalah 20 ppm dan dalam air minum sebesar 0,01 ppm. Jika berakumulasi dalam jangka waktu yang lama dapat menghambat kerja paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker paru-paru, mual, muntah, diare, kram, anemia, dermatis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, serta gangguan kardiovaskuler. Kadmium dapat pula merusak tulang (osteomalacia, osteoporosis) dan meningkatkan tekanan darah. Gejala umum keracunan kadmium adalah sakit dada, nafas sesak (pendek), batuk-batuk dan lemah (Setyaningrum 2013).

2.3

Interferensi

Interferensi secara umum didefinisikan sebagai gangguan yang menyebabkan hasil analisis menyimpang dari hasil yang sebenarnya (true value). Interferensi menyebabkan nilai yang terukur lebih besar atau lebih kecil dari pada nilai sebenarnya. Jika nilai yang terukur lebih besar, dikatakan terjadi interferensi positif. Sebaliknya, jika yang terukur lebih kecil dikatakan terjadi interferensi

(26)

10

negatif. Terjadinya interferensi tersebut dapat merugikan kedua belah pihak yaitu industri maupun pengguna lingkungan.

Bila dilihat dari penyebabnya, dikenal dua jenis interferensi, yaitu : a. Interferensi Spektra

Interferensi spektra disebabkan karena tumpang tidih (overlap) dari garis-garis resonansi unsur yang diemisikan, karena unsur memiliki garis spektra pada berbagai panjang gelombang. Ganggungan spektra ini dapat diatasi dengan meningkatnya resolusi dengan prisma dan filter, atau dengan teknik pemisahan baik pengendapan atau ekstraksi pelarut.

b. Interferensi Kimia

Terjadinya interferensi kimia disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang stabil yang menyebabkan peruraian tidak sempurna. Jenis gangguan ini dapat diatasi dengan meningkatkan temperatur nyala, menggunakan zat pembebas dan ekstraksi. Penyebab lain interfernsi kimia adalah ionisasi atom atom gas dalam keadaan dasar. Gangguan ini dapat diatasi dengan menggunakan temperatur nyala yang lebih rendah atau dengan menambahkan zat penekan ionisasi (Sunarto, 2005).

2.4

Adsorpsi

Adsorpsi merupakan proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam. Adsorpsi menjadi salah satu metode untuk menghilamgkan zat pencemar dari air limbah. Adsorpsi

(27)

11

merupakan terjerapnya suatu zat pada permukaan adsorben. Zat yang teradsorpsi merupakan fase teradsorpsi (adsorbat) dan zat yang mengadsorpsi disebut adsorben (Agustiningtyas, 2012).

Adsorpsi dapat terjadi karena gaya tarik atom atau molekul pada permukaan padatan tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan cenderung menarik molekul-molekul yang lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa larutan ke dalam permukaanya. Akibatnya, konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada dalam fasa gas atau zat terlarut dalam larutan.

Banyaknya adsorbat yang terserap pada permukaan adsorben dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (Apriliani, 2010)

1. Jenis adsorbat, meliputi ukuran molekul adsorbat dan polaritas molekul adsorbat;

2. Sifat adsorben, meliputi kemampuan adsorben, luas permukaan, temperature, dan tekanan.

Apriliani (2010) menyebutkan metode adsorpsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Statis yaitu ke dalam wadah berisi sorben dimasukkan larutan yang mengandung komponen yang diinginkan, selanjutnya diaduk dalam waktu tertentu, kemudian dipisahkan dengan penyaringan atau dekantasi. Komponen yang telah terikat pada sorben dilepaskan kembali dengan melarutkan sorben dalam pelarut tertentu dan volumenya lebih kecil dari volume larutan mula-mula.

(28)

12

2. Dinamis (kolom) yaitu ke dalam kolom yang telah diisi dengan sorben dilewatkan larutan yang mengandung komponen tertentu selanjutnya komponen yang telah terserap dilepaskan kembai dengan mengalirkan pelarut (eluen) sesuai dengan volume yang lebih kecil

Adsorpsi atau dalam bentuk lain disebut pertukaran ion (ion exchange) ini sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi kecil dari campuran yang mengandung bahan lain berkonsentrasi tinggi. Kecepatan adsorpsi tidak hanya bergantung pada perbedaan konsentrasi dan luas permukaan adsorben, melainkan juga suhu, pH, larutan, tekanan (untuk gas), ukuran partikel, dan porositas adsorben tetapi jugabergantung pada ukuran molekul bahan yang akan diadsorbsi dan viskositas campuran yang akan dipisahkan (Apriliani, 2010).

2.5

Kitosan Imobilisasi Ditizon

2.5.1

Kitosan

Kitosan adalah suatu biopolimer dari D-glukosamin yang dihasilkan dari pross deasetilasi khitin dengan menggunakan alkali kuat. Kitosan bersifat polimer kationik yang tidak larut dalam air, dan larutan alkali dengan pH diatas 6,5. Kitosan mudah larut dalam asam organik seperti asam formiat, asam asetat, dan asam sitrat (Rahayu 2007).

Pada dasarnya, baik kitosan maupun kittin keduanya merupakan ko-polimer N-asetil-D-Glukosamin dan D-Glukosamin. Kitin biasanya mempunyai derajat deasetilasi kurang dari 10 %, Sedangkan sekitar 60% derajat deasetilasi untuk kitosan dan 90-100% untuk kitosan yang mengalami deasetilasi penuh.

(29)

13

Harga ini didasarkan dari bahan baku kittin yang digunakan dan proses yang dijalankan (Rahayu 2007).

Perbedaan kitin dan kitosan didasarkan pada kandungan nitrogennya. Bila nitrogen kurang dari 7% disebut kitin dan apabila kandungan total nirogennya lebih dari 7% maka disebut kitosan.

Kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik yang artinya memiliki muatan elektron yaitu muatan negatif sehingga mampu berikatan dengan logam berat yang bermuatan positif, disamping itu kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein, oleh karena itu kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai industri terapan dan industri kesehatan (Rahawarin, 2011).

Gambar 2.2 . Struktur kitin

Gambar 2.3 . Struktur kitosan

Gambar 2.2 dan 2.3 memperlihatkan struktur dari kitin dan kitosan. Secara umum proses pembuatan khitosan meliputi 3 tahap, yaitu deproteiasi, demineralisasi dan deasetilasi. Proses deproteinasi bertujuan mengurangi kadar protein dengan menggunakan larutan alkali encer dan pemanasan yang cukup.

(30)

14

Proses demineralisasi dimaksudkan untuk mengurangi kadar mineral (CaCO3) dengan menggunakan asam konsentrasi rendah untuk mendapatkan khitin, sedangkan proses deasetilasi bertujuan menghilangkan gugus asetil dari khitin melalui pemanasan dalam larutan alkali kuat dengan konsentrasi tinggi. Proses deasetilasi dengan menggunakan alkali pada suhu tinggi akan menyebabkan terlepasnya gugus asetil (CH3CHO) dan molekul khitin. Gugus Amida pada khitin akan berikatan dengan gugus hydrogen yang bermuataan positif sehingga membentuk gugus amina bebas –NH2 . Dengan adanya gugus ini kitosan dapat mengadsorpsi ion logam dengan membentuk senyawa kompleks. (Yunizal dkk 2001 dalam Rahayu 2007).

Prinsip dasar dalam mekanisme pengikatan antara kitosan dan logam berat yang terkandung dalam limbah cair adalah prinsip penukar ion. Gugus amina khususnya nitrogen dalam kitosan akan bereaksi dan mengikat logam dari persenyawaan limbah cair. Kitosan sebagai polimer kationik yang dapat mengikat logam dimana gugus amino yang terdapat pada kitosan berikatan dengan logamdapat membentuk ikatan kovalen. Gaya yang bekerja yaitu gaya Van der Walls, gaya elektrostatik, ikatan hydrogen dan ikatan kovalen. Standarisasi penyerapan limbah logam dengan kitosan sebesar ≥ 70%. Kitosan yang tidak dapat larut dalam air akan menggumpalkan logam menjadi flok-flok yang akan bersatu dan dapat dipisahkan dari air limbah.

Wiyarsi, dkk (2009) menyatakan bahwa kitosan diketahui tidak larut di dalam air dan beberapa pelarut organik seperti dimetilsulfoksida (DMSO) dan pelarut alkohol organik namun kitosan dapat larut dalam asam organik encer

(31)

15

melalui protonasi gugus amino bebas pada pH kurang dari 6,5. Sebagai pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Ketkangplu,dkk.(2005) yang melakukan prekonsentrasi logam Cu(II), Cd(II) dan Pb(II) menggunakan adsorben kitosan, maka akan dilakukan modifikasi dari kitosan yang memiliki gugus aktif amina (-NH2) dengan penambahan ditizon agar kemampuan adsorpsi dan kestabilannya menjadi semakin baik. Peningkatan kemampuan penyerapan logam diperkirakan terjadi karena adanya penambahan gugus aktif baru pada kitosan yang telah diimobilisasi menggunakan ditizon.

2.5.2

Kitosan Imobilisasi Ditizon

Imobilisasi merupakan suatu modifikasi untuk meniru keadaan asalnya di alam yang diyakini berada dalam keadaan terikat pada partikel-partikel dalam sel. Tujuan utama mengimobilisasi adalah untuk memperoleh adsorpsi plus yang diharapkan akan meningkatkan daya serap atau adsorpsi (Zaborsky,1973 dalam Fatimah 2013).

Kitosan imobilisasi ditizon dapat memiliki karakter yang berbeda jika dibandingkan dengan tanpa imobilisasi. Hal ini disebabkan oleh adanya antaraksi yang terjadi antara ditizon dan material yang mengimobilisasi. Antaraksi yang terjadi dapat berupa gaya van der Waals, ikatan hidrogen, bahkan ikatan kovalen. Antaraksi yang terjadi dipengaruhi oleh teknik yang dilakukan dalam mengimobilisasi ditizon dengan materialnya, dalam penalitian ini berupa kitosan.

Kitosan yang berbentuk bead dimodifikasi dengan imobilisasi ditizon dapat meningkatkan kinerja adsorpsi dari kitosan. Adsorben yang awalnya

(32)

16

berwarna putih berubah menjadi merah keunguan setelah berinteraksi dengan ditizon sesuai dengan Gambar 2.4 (Agustrya modifikasi, 2015).

Gambar 2.4. Reaksi imobilisasi kitosan dengan ditizon melalui ikatan hidrogen Gambar 2.4 merupakan prediksi reaksi imobilisasi. Kitosan merupakan polimer yang terdiri dari beberapa monomer. Ditizon dapat berikatan dengan gugus N-H dan gugus –OH pada kitosan secara bersamaan pada dua monomer berbeda. Interaksi yang terjadi berupa interaksi fisik, karena kitosan terlebih dahulu dibentuk bead sebelum diimobilisasikan menggunakan larutan ditizon-khloroform. Perbedaan bentuk antara bead dan larutan menyebabkan pencampuran menjadi kurang optimal. Atom H dari gugus -NH pada ditizon dengan atom O dari gugus –OH pada kitosan berinteraksi melalui ikatan hidrogen.

2.5.3

Difeniltiokarbazon (Ditizon)

Difeniltiokarbazon (ditizon) memiliki rumus H2DZ (Mr 256,3 ; m.p.165°C) berupa serbuk kristal ungu kehitaman, tidak larut dalam air dan asam lemah, lebih larut dalam tetraklorida (0,5 mg/L) dan larut dengan baik dalam kloroform (20 mg/L). Ditizon merupakan reagen yang sudah dikenal dan

(33)

17

masih digunakan sebagai agen kromogenik untuk penentuan logam berat dengan ekstraksi klasik analit dalam medium pelarut organik (Nezio et al.2005 dalam Agustiningtyas 2012).

Gambar 2.5. Struktur Ditizon (Agustiningtyas, 2012).

Gambar 2.5 menampilkan struktur ditizon yang mempunyai dua atom hidrogen aktif yang dapat disubtitusi dengan kation. Selain itu ditizon juga merupakan molekul yang memiliki atom donor elektron, yaitu sulfur dan nitrogen yang dapat bereaksi dengan kation seperti Mn, Fe, Co, Ni, Cu, Zn, Pd, Ag, Cd, In, Sn, Pt, Au, Hg, Ti, Pb, Bi, Se, Te, dan Po.

Reaksi sejumlah ditizon dengan ion logam berat membentuk senyawa yang lebih dikenal sebagai “logam ditizonaid”. Beberapa logam berat dapat menempati satu atau kedua atom H membentuk ditizonat primer ataupun ditizonat sekunder. Bentuk primer lebih penting, dan hanya sedikit logam yang membentuk ditizonat sekunder yang bersifat labil dan kurang larut dalam pelarut organik. Dalam pembentukan kompleks ditizonat primer maupun sekunder, pH sangat berpengaruh. Ditizonat primer dibemtuk pada pH rendah (medium asam) sedangkan ditizonat sekunder pada pH tinggi (medium basa).

(34)

18

Gambar 2.6. Interaksi Cd2+ dengan adsorben Kitosan Imobilisasi Ditizon (Agustrya modifikasi 2015).

Gambar 2.6 menunujukkan interaksi ion logam Cd2+ dengan adsorben kitosan imobilisasi ditizon. Ligan ditizon yang terikat dalam permukaan adsorben kitosan memiliki pasangan elektron bebas yang efektif sebagai basa lunak dan basa menengah pada atom N dan S. Ligan ini sangat selektif membentuk ikatan koordinasi dengan logam berat dalam golongan asam lunak dan asam menengah. Kompleks logam-ditizonat dengan logam bervalensi dua merupakan kompleks netral. Interaksi inilah yang mendasari proses adsorbsi ion logam Cd2+ dengan ligan ditizon yang terikat pada permukaan kitin (Agustrya,2015).

Pada suasana asam, terjadi kompetisi antara ion Cd2+ dengan ion H+ untuk berikatan dengan ditizon. Jika ion H+ berikatan dengan ditizon maka akan terbentuk asam ditizonat sedangkan bila ion Cd2+ berikatan dengan ditizon akan terbentuk kompleks Cd2+-ditizon yang tidak stabil. Dalam suasana basa, ion OH -akan berikatan dengan salah satu ion H+ pada ditizon sehingga membentuk kompleks yang stabil dengan Cd2+ (Agustiningtyas, 2012).

Ditizon merupakan ligan organik yang banyak digunakan karena mempunyai atom S dan N pada gugus –S-H dan –N-H yang berperan sebagai donor pasangan eektron untuk membuat khelat dengan adsorben. Dengan penambahan ditizon diharapkan kemampuan adsorpsi dan kestabilan menjadi

(35)

19

semakin baik. Peningkatan kemampuan penyerapan logam diperkirakan terjadi karena adanya penambahan gugus aktif baru pada kitosan yang telah diimobilisasi menggunakan ditizon.

2.6

Hasil Penelitian Terkait

Berbagai modifikasi adsorben telah dikembangkan oleh peneliti untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif dalam penjerapan logam berat oleh material adsorben, dalam hal ini khususnya kitosan. Modifikasi adsorben dapat dilakukan dengan menggunakan ligan organik untuk meningkatkan kapasitas adsorbsi dan selektifitas pemisahan.

Allent 2014 dan Muslimah 2015 melakukan modifikasi kitosan dengan imobilisasi ditizon menggunakan ekstraksi fase padat untuk menurunkan kadar logam berat, didapatkan hasil yang lebih efektif dan selektif untuk kitosan yang telah diberi perlakuan imobilisasi dengan ditizon.

Allent dalam penelitiannya berjudul “Recovery Timbal dengan Ekstraksi Fase Padat Menggunakan Kitosan Imobilisasi Ditizon” menyebutkan penyerapan 20 mL larutan Pb2+ pada kolom prekonsentrasi mencapai optimum pada pH 6 dan konsentrasi EDTA 0,05 M dengan volume 10 mL.

Penelitian Rohyami tahun 2013 menyatakan penentuan logam berat Cu, Cd, Pb dengan metode ekstraksi padat didapatkan pH optimum untuk Cd dan Cu maksimal 6, sedangkan Pb optimal pada pH maksimal 5.

Agustiningtyas (2012) melakukan penelitian untuk meningkatkan kerja zeolit melalui modifikasi dengan agen pengelat ditizon dalam mengurangi ion

(36)

20

Pb2+ dari larutan. Hasil penelitian didapatkan kapasitas adsorbsi zeolit dengan modifikasi agen pengelat ditizon lebih tinggi dibandingkan dengan zeolit tanpa modifikasi. Bobot adsorben terbaik untuk zeolit modifikasi adalah 0,2 g. Kondisi terbaik untuk zeolit modifikasi diperoleh pada pH 6, konsentrasi Pb2+ 300 ppm dengan waktu kontak 60 menit, sedangkan untuk zeolite tanpa modifikasi didapatkan kondisi terbaik pada pH 4, konsentasi Pb2+ 250 ppm, dan waktu kontak 60 menit.

Agusnar (2007) menunjukkan penurunan kadar ion logam Cd dengan waktu kontak 75 menit diperoleh kondisi optimum dengan % penyerapan sebesar 35,74%. Hal serupa terjadi pada penelitian Solikhah (2014) yang menyebutkan waktu kontak optimum dari zeolit imobilisasi ditizon untuk penyerapan ion logam Cu2+ adalah 75 menit dengan 0,8437 mg/g dengan presentase sebesar 93,2847%, dan konsentrasi optimum 3 ppm dengan daya serap sebesar 1,0595 mg/g dengan presentase 95,4133%. Penelitian Solikhah juga menyebutkan bahwa zeolit imobilisasi ditizon lebih optimum menyerap ion logam Cu2+ dibandingkan dengan zeolit teraktivasi. Hal ini dikarenakan pada zeolit imobilisasi ditizon bukan hanya gugus-gugus aktif silanol dan siloksan yang ikut dalam proses penyerapan, tetapi juga gugus sulfur dan nitrogen dari ditizon yang ikut dalam proses penyerapan.

(37)

40

BAB V

PENUTUP

5.1.

Kesimpulan

1. Perbedaan karakteristik kitosan sebelum dan sesudah imobilisasi ditizon ditandai dengan munculnya gugus S=C pada panjang gelombang 1078,87 cm-1, dan C-N pada panjang gelombang 1033,50 cm-1.

2. Pengaruh kitosan imobilisasi ditizon terhadap penurunan ion Cd2+ berdasarkan kondisi optimal, didapatkan peningkatan adsoropsi dengan rata-rata jumlah ion Cd2+ yang terlepas sebesar 21,5420 mg/g untuk KTD dengan konsentrasi 50 ppm, dan 19,4511 mg/g untuk kitosan dengan konsentrasi 30 ppm.

3. Besar kenaikan kadar ion Cd2+ dalam larutan interferensi Pb2+ dalam keadaan optimum mengalami peningkatan dari 6,6020 mg/g menjadi 8,4949 mg/g pada kitosan dan 11,0395 mg/g menjadi 15,8257 mg/g dengan imobilisasi.

5.2.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk interferensi logam-logam yang lain.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk aplikasi langsung pada limbah.

(38)

41

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H. 2007. Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) Untuk Menurunkan Kadar Ion Logam Cd dengan Menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom. Jurnal Sains Kimia, Vol. 11(1): 15-20. Agustiningtyas, Z. 2012. Optimasi Adsorpsi Ion Pb(II) Menggunakan Zeolit Alam

Termodifikasi Ditizon. Skripsi. Bogor: IPB.

Agustrya, N., Lia.D., Titin,A.Z. 2015. Penentuan Kapasitas Adsorpsi Kitosan Terimobilisasi Ditizon Terhadap Cd(II). Jurnal Kimia Khatulistiwa, Vol. 4(3): 73-78.

Allen, C. V., Lia,D., Titin, A.Z. 2014. Recovery Timbal dengan Ekstraksi Fase Padat Menggunakan Kitosan Terimobilisasi Ditizon. Jurnal Kimia Khatulistiwa, Vol. 3(2): 1-6.

Apriliani, A. 2010. Pemanfaatan Arang Ampas Tebu Sebagai Adsorben Ion Logam Cd, Cr, Cu, dan Pb dalam Air Limbah. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Ardana,S.K., Eko,B.S., Fransisca,W.M. 2014. Sintesis Silika-Kitosan Bead untuk Menurunkan Kadar Ion Cd(II) dan Ni(II) dalam Larutan. Indonesian Journal of Chemistry Science, Vol. 3(3).:193-197.

Atkins, P. W. 1999. Kimia Fisika 2. Jakarta: Erlangga.

Bangun, J. M. 2005. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen, dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) Di Perairan Ancol, Teluk Jakarta. Skripsi. Bogor: ITB.

Cahyaningrum,S.E.,Narsito.,Sri,J.S.,Rudiana,A. 2008. Adsorpsi Ion Logam Zn(II) pada Bead Kitosan dari Cangkang Udang Windu (Penaus Monodon).Jurnal Manusia dan Lingkungan.Vol 15(2):90-99.

Cahyaningrum,S.E.,Narsito.,Sri,J.S.,Rudiana,A.,2008. Adsorpsi Ion Logam Zn(II) dan Cu(II) pada Kitosan Nano Bead dari Cangkang Udang Windu (Penaus Monodon).Jurnal Manusia dan Lingkungan.Vol 18(3):200-205. Effendi, R. 2015. Adsorbsi Logam Ni(II) dan Pb(II) dengan Menggunakan Arang

Aktif Sekam Padi yang Teraktivasi H3PO4. Skripsi. Yogyakarta: UIN Kalijaga.

(39)

42

Fatimah, N.,Agung.T.P., Woro,S. 2014. Penggunaan Silika Gel Terimobilisasi Biomassa Aspergillus niger untuk Adsorpsi Ion Logam Fe(III). Indonesian Journal of Chemistry Science, Vol. 3(3).:183-187.

Ghiffari, A. S. 2011. Biosorpsi Logam Berat di Lingkungan Akuatik Menggunakan Limbah Sekam Padi (Oryza sativa L.) sebagai Biosorben. Makalah Seminar Sains-Teknologi-Kesehatan. Depok: Universitas Indonesia.

Hastuti, B., Masykur, A., Ifada, F. 2009. Modifikasi Kitosan Melalui Proses Swelling dan Crosslinking Menggunakan Glutaraldehit Sebagai Pengadsorbsi Logam Cr(VI) Pada Limbah Industri Batik. Jurnal. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Ketkangplu, P., Chanyut P., dan Unob F. 2005. Preconcentration of Heavy Metals from Aqueous Solution Using Chitosan Flake. Journal Sains Res Chula University, Vol 30(1): 87-95.

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Mudasir., Ginanjar, R., Iqmal, T., Endang.T.W. 2008. Immobillization of Dithizone onto Chittin Isolated from Prawn Seawater Shells (P. merguensis) and its Prellminary Study for the Adsorption of Cd(II) Ion.. Jurnal of Physical Science, Vol 19(1):63-78.

Muhajir, A. 2009. Studi Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) pada Kerang Darah (Anadara granosa) dari Beberapa Pasar Kota Malang. Skripsi. Malang:UIN Maulana Malik Ibrahim.

Muslimah, Lia D., Titin A. 2015. Prekonsentrasi Timbal (II) pada Air Sungai Kapuas Menggunakan Kitosan Terimobilisasi Ditizon. Jurnal Kimia Khatulistiwa, Vol. 4(3): 22-27.

Pratiwi,D.T., Agung T.P., Woro.S. 2013. Penentuan Kadar Kromium Dalam Limbah Industri Melalui Pemekatan Dengan Metode Kopresipitasi Menggunakan Cu-Pirolidin Dithiokarbonat. Indo.J.Chem. Sci.2(3) :235-240.

Rahawarin, S. L. 2011. Potensi Kitin Kepiting Bakau (Scylls olivacea Herbst) Dalam Menyerap Logam Berat Tembaga (Cu) Dari Limbah Tailing Industri Pertambangan di Timika, Papua. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Rahayu, L. H. Purnavita,S. 2007. Optimasi Pembuatan Kitosan dari Kitin Limbah Cangkang Rajungan (Portunus pelagicus) Untuk Adsorben Ion Logam Merkuri. Jurnal Reaktor Vol. 11(1): 45-49.

(40)

43

Rahmanita, N. 2015. Pemanfaatan Kulit Singkong untuk Mengadsorpsi Ion Logam Timbal (Pb). Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Rohyami, Y. 2013. Penentuan Cu, Cd, dan Pb dengan AAS Menggunakan Solid Phase Extraxtion. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, Vol. 2(1): 19-25. Setyaningrum, D., Eko, B.S., Mohammad,A. 2014. Sintesis Membran

Kitosan-Silika Abu Sekam Padi Untuk Filtrasi Ion Cd2+ dan Cu2+. Indonesian Journal of Chemistry Science, Vol. 3(1):75-80.

Sholikah, S. Budi, U. Budi, U. 2014. Perbedaan Penggunaan Adsorben dari Zeolit Alam Teraktivasi dan Zeolit Terimobilisasi Dithizon Untuk Penyerapan Ion Logam Tembaga (Cu2+). Makalah Seminar Nasional. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Suliana, A dan Pirim,S. 2014. Pembuatan Elektroda Pasta Karbon Termodifikasi Bentonit Untuk Analisisi Cadmium(II) Dengan Ion Pengganggu Aluminium(III) Dan Tembaga (II) Secara Voltametri. Jurnal Kimia, Vol 3(1):26-36.

Sunarto. 2005. Aplikasi Konstanta Kestabilan Kompleks Pada Analisis Spektrofotometri Serapan Atom. Artikel Ilmiah. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Halaman 1-7.

Supriyanto, C., Samin., Zainul K., 2007. Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu, dan Cd pada Ikan Air Tawar dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA). Seminar Nasional. ISSN 1978-0176. Yogyakarta: STTN-BATAN.

Trisnawati, E., Dewid, A., Abdullah,S. 2013. Pembuatan Kitosan Dari Limbah Cangkang Kepiting Sebagai Bahan Pengawet Buah Duku dengan Variasi Lama Pengawetan. Jurnal Teknik Kimia, Vol.19(2): 17-26.

Wiyarsi, A dan Erfan,P. 2009. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dari Cangkang Udang Terhadap Efisiensi Penjerapan Logam Berat. Jurnal. Yogyakarta: UNY.

Yuliansari, N., Widia, P., Frisca, Y.S. 2013. Studi Interferensi Besi dan Krom Terhadap Analisis Nikel Secara Spektrofotometer Atom dan Aplikasinya Pada Limbah Elektroplating Seng. Jurnal Penelitian Sains.Vol 16(1C): 21-26.

Gambar

Tabel  Halaman
Gambar 2.1. Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan  laut (Bangun, 2005)
Gambar 2.3 . Struktur kitosan
Gambar 2.4. Reaksi imobilisasi kitosan dengan ditizon melalui ikatan hidrogen
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Uang Beredar memiliki hubungan yang berlawanan arah (negative) dengan suku bunga. Jika JUB tinggi maka pada saat itu suku bunga rendah sehingga masyarakat

Setelah melakukan 3 siklus penelitian pada pembelajaran IImu Pengetahuan Sosial kelas IV Sekolah Dasar Swasta Amkur Pemangkat dengan menggunakan teknik Numbered

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dekriptif kualitatif dengan menekankan pada analisis kemampuan siswa dalam menyatakan faka dan opini pada pembelajaran bahasa

Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahira menyimpulkan pembelajaran seni tari khususnya pada penanaman kearifan lokal masih memerlukan penanganan yang

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara: (1) Membaca LKS “Wir Lernen Deutsch”, (2) Melihat simbol menulis dalam LKS yang menunjukkan

Rasa wajib yang telah tertanam dalam diri manusia Indonesia dan meresap dalam hati sanubari sebagai sebuah kesadaran, sehingga setiap manusia Indonesia dalam keadaan

 Mik Mikro roor organ ganism isme e ya yang ng men menem embus bus pert pertaha ahanan nan mek mekani anik k nonspesifik masih dapat dieliminasi oleh

Seperti dalam cerita mitos Gunung Kemukus, yang menceritakan cinta terlarang antara Pangeran Samudro dan ibunya, kemudian adanya wasiat dari tokoh mitos, dengan meniru