• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR KETIDAKAKTIFAN BUMDESA DI PROVINSI JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR KETIDAKAKTIFAN BUMDESA DI PROVINSI JAMBI"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Dr. Sigit Indrawijaya, SE, M.Si

Dr. Tona Aurora Lubis, SE, MM

Drs. Firmansyah , ME

FAKTOR-FAKTOR

KETIDAKAKTIFAN BUMDESA

DI PROVINSI JAMBI

(4)

©copyright 2020

Penulis

Dr. Sigit Indrawijaya, SE, M.Si

Dr. Tona Aurora Lubis, SE, MM

Drs. Firmansyah , ME

Layout

Zainudin Alamsyah

Desain Sampul

Ades Danan Abdianto

Penerbit Salim Media Indonesia

Anggota IKAPI

Alamat

: Jalan H. Ibrahim Lorong Budaya No. 09

RT. 21 Kelurahan Rawasari, Kecamatan

Alam Barajo, Jambi

Telepon/Hp

: (0741) 306 2851

Surel

: salimmediaindonesia@gmail.com

Website

: www.salimmedia.com

Agustus 2020

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini

tanpa izin tertulis dari penerbit

FAKTOR-FAKTOR KETIDAKAKTIFAN BUMDESA

DI PROVINSI JAMBI

I

V + 1

29

Halaman

ISBN :

978-623-7638-51-3

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Buku Faktor-faktor ketidakaktifan BUMdes di Provinsi Jambi ini dapat diselesaikan. Didalam penyusunan buku ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis demi penyelesaian buku ini.

Titik sentral pembangunan nasional adalah pembangunan daerah pedesaan. Arti penting pembangunan pedesaan adalah bahwa dengan menempatkan desa sebagai sasaran pembangunan, usaha untuk mengurangi berbagai kesenjangan dapat diwujudkan. Untuk membantu hal tersebut pemerintah desa diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat mengelola secara mandiri lingkup desa melalui lembaga-lembaga ekonomi di tingkat desa. Lembaga-lembaga tersebut salah satunya adalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun sayangnya, dalam prakteknya di lapangan, tidak semua BUMDes yang didirikan dapat mencapai tujuan secara maksimal, bahkan ada yang sampai tidak aktif.

Buku ini mengupas tentang BUMDes dan UU yang menaunginya, menceritakan contoh beberapa BUMDes yang sukses di seluruh Indonesia juga menjelaskan faktor faktor penyebab beberapa BUMDes yang tidak aktif baik di daerah lain dan di provinsi Jambi.

Buku ini dapat digunakan sebagai referensi bagi mahasiswa, baik strata 1, strata 2 ataupun strata 3 pada bidang kajian yang terkait. Buku ini dapat digunakan untuk memberikan wawasan tambahan kepada para pembaca yang

(6)

ingin mengetahui faktor apa yang menyebabkan ketidakaktifan BUMDes di provinsi Jambi. Selain itu, buku ini juga dapat digunakan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan buku ini. Penulis menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif akan sangat berguna bagi penulis. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jambi, Agustus 2020

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I BUMDESA ... 1

1.1 Definisi BUMDesa ... 2

1.2 Latar Belakang BUMDesa ... 19

1.3 Landasan Hukum BUMDesa ... 32

BAB II KELEBIHAN BUMDESA YANG AKTIF ... 63

2.1 Bukti Empiris BUMDesa Tummulo ... 64

2.2 Bukti Empiris BUMDesa Batang ... 66

2.3 Bukti Empiris BUMDesa Rukun Makmur ... 68

2.4 Bukti Empiris BUMDesa Desa Liberia ... 70

2.5 Bukti Empiris BUMDesa Hanyukupi ... 73

2.6 Bukti Empiris BUMDesa Barokah... 79

2.7 Bukti Empiris BUMDesa Surya Gemilang ... 81

2.8 Bukti Empiris BUMDES Kabupaten Jepara ... 82

2.9 Bukti Empiris BUMDES di desa Kadu Ela... 86

2.10 Bukti Empiris BUMDesa Al Madina... 92

2.11 Bukti Empiris BUMdes di Desa Gondowangi ... 97

BAB III BUMDesa Yang Tidak Aktif ... 103

3.1 Bumdes Batu Hijau ... 103

3.2 Bumdes Bukit Lau Kersik, Sumatera Utara ... 105

3.3 BUMDesa Kabupaten Bantul ... 106

3.4 BUMDesa di Jepara ... 108

3.5 BUMDesa Kamang ... 111

3.6 BUMDes Di Sumbawa Barat ... 113

BAB IV BUMDes Di Provinsi Jambi ... 117

(8)
(9)

BAB I

(10)

1.1 Definisi BUMDesa

embangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan keseluruhan sistem penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan nasional. Tujuan dilaksanakannya pembangunan nasional ialah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berkedaulatan rakyat. Titik berat pembangunan diletakkan pada bidang ekonomi yang merupakan penggerak utama pembangunan seiring dengan kualitas sumber daya manusia dan didorong secara saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilaksanakan selaras, serasi dan seimbang guna keberhasilan pembangunan dibidang ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan serta mencapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional.

Bertitik tolak pada pembangunan tersebut, maka pemerintah dan rakyat Indonesia mempunyai kewajiban untuk menggali, mengolah dan membina kekayaan alam tersebut guna mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33. Bangsa Indonesia yang sebagian besar penduduknya hidup di daerah pedesaan. Oleh karena itu titik sentral pembangunan adalah daerah pedesaan. Arti penting pembangunan pedesaan adalah bahwa dengan menempatkan desa sebagai sasaran pembangunan, usaha untuk mengurangi berbagai kesenjangan dapat diwujudkan. Pada kenyataannya

(11)

pembangunan pedesaan masih kurang sehingga masih banyak pedesaan yang tertinggal.

Menurut data Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), terdapat 38.232 (54,14 persen) kategori desa maju, yang terdiri dari 36.793 (52,03 persen) kategori maju dan 1.493 (2,11 persen) kategori amat maju. Sementara itu, desa tertinggal berjumlah 32.379 (45,86 persen) yang terdiri dari 29.634 (41,97 persen) kategori tertinggal dan2.745 (3,89 persen) kategori amat tertinggal. (sumber: http://kemenegpdt.go.id/).

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah tertinggal di Indonesia hampir separuhnya masih tertinggal. Tentu langkah-langkah untuk mengentaskan daerah tertinggal sudah banyak dilakukan oleh pemerintah seperti anggaran untuk pembangunan desa yang terus ditingkatkan dari tahun ke tahun agar mampu mengurangi jumlah desa tertinggal, namun pada kenyataannya desentralisasi fiskal kurang optimal berjalan sehingga menyebabkan pembangunan basis perekonomian didesa yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersendat.

Pembangunan merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk tercapainya tujuan nasional yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945. Desa memiliki peranan penting dalam upaya pembangunan nasional dikarenakan penduduk Indonesia cenderung bermukim di wilayah pedesaan sehingga hal tersebut memberikan pengaruh yang cukup besar dalam upaya penciptaan stabilitas nasional (Sa’dullah, 2016). Selain itu pula posisi desa dinilai strategis dalam

(12)

pembangunan negara karena desa menjadi dasar dalam identifikasi permasalahan masyarakat hingga pada perencanaan serta realisasi tujuan negara yang terdapat pada tingkat desa (Sidik, 2015).

Pembangunan pedesaan adalah menempatkan desa sebagai sarana pembangunan, sehingga tujuan untuk mengurangi berbagai kesenjangan dapat diwujudkan. Desa dipandang masih jauh tertinggal dibandingkan dengan kota baik dari segi ekonomi, kesejahteraan, pendidikan dan fasilitas-fasilitas lainnya. Pemerintah banyak melakukan program untuk mendorong percepatan pembangunan pedesaan, tetapi hasilnya belum signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Salah satu faktor penyebab kegagalan pembangunan desa adanya besarnya campur tangan pemerintah sehingga berdampak pada terhambatnya kreativitas serta inovasi masyarakat desa dalam pengelolaaan dan perekonomian desa.

Berangkat dari pengalaman masa lalu, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) melakukan perubahan paradigma pembangunan daerah tertinggal yang sebelumnya berbasis pada kawasan menjadi berbasis pada pedesaan (Base on village). Sehubungan dengan itu, skala prioritas yang dilakukan KPDT bagi pembangunan daerah berbasis pedesaan antara lain mencakup :

(1) pengembangan kelembagaan; (2) pemberdayaan masyarakat; (3) pengembangan ekonomi lokal dan

(13)

(Sumber: http://www.kemenegpdt.go.id/)

Skala prioritas ini diharapkan mampu menstimulus dan menggerakkan roda perekonomian di pedesaan, salah satunya melalui pendirian pengembangan kelembagaan basis ekonomi yang dikelola sepenuhnya oleh masyarakat. Lembaga pengembangan ekonomi ini tidak lagi didirikan atas dasar intruksi pemerintah akan tetapi berangkat dari adanya potensi yang ada, sehingga jika dikelola dengan baik akan menggerakan roda perekonomian. Agar keberadaan lembaga pengembangan ekonomi ini tidak dikuasai pihak tertentu (pemilik modal besar) maka kepemilikan lembaga ini harus dikelola oleh desa dan dikontrol bersama-sama sehingga tujuan utama lembaga dalam pemberdayaan masyarakat dapat terwujudkan. Salah satu kelembagaan sebagaimana dimaksud diatas adalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Badan usaha ini sesungguhnya telah diamanatkan di dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 71 Tahun 2005 Tentang Desa. Pendirian badan usaha ini harus disertai dengan penguatan kapasitas dan dukungan dari pemerintah (kebijakan) yang memfasilitasi dan melindungi usaha ini dari ancaman persaingan para pemodal besar. Mengingat badan usaha ini merupakan lembaga ekonomi yang baru beroperasi sehingga membutukan dukungan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang.

Budiono (2015) menjelaskan salah satu cara untuk mendorong pembangunan di tingkat desa adalah pemerintah desa diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat mengelola secara mandiri lingkup desa melalui lembaga-lembaga ekonomi di tingkat desa. Lembaga-lembaga-lembaga tersebut salah satunya

(14)

adalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Kebutuhan dan potensi desa menjadi dasar dalam pendirian BUMDes sebagai bentuk upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat (PKDSP, 2007).

Pembangunan masyarakat desa pada umumnya telah berlangsung berdampingan dengan perubahan ekologis, sosial-budaya manusianya serta aspirasi material dan spiritualnya. Pembangunan masyarakat desa diharapkan bersumber pada manusia sendiri tanpa campur tangan dari pihak luar. Perkembangan harus berupa metamorfose sosial-ekonomi dan budaya yang wajar, yang meningkatkan kualitas hidup.

Sehingga pembangunan desa haruslah kembali kepada masyarakat desa sendiri yang lebih sejahtera. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, desa diartikan sebagai berikut:

Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan / atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.10

Dalam pasal 78 UU No. 6 tahun 2014 tujuan pembangunan desa dijelaskan sebagaimana berikut:

(15)

1) Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

2) Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

3) Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.

Dalam mewujudkan tujuan pembangunan desa, Desa dapat mendirikan kegotongroyongan. Hasil usaha BUMDesa dimanfaatkan untuk:

a) pengembangan usaha. b) pembangunan desa.

c) pemberdayaan masyarakat desa.

d) pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah. e) bantuan sosial

f) kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam APBDesa.

Oleh karena itu, setiap Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sesuai dengan karakteristik local, potensi, dan sumberdaya yang dimiliki masing-masing Desa. BUMDes dapat berfungsi mewadahi berbagai usaha yang dikembangkan di pedesaan.

(16)

Pengembangan BUMDes perlu dilakukan agar BUMDes yang telah berdiri dapat berfungsi sesuai dengan peranannya. Tujuan dan sasaran BUMDes dapat tercapai jika BUMDes dikelola secara terarah dan profesional. BUMDes merupakan solusi atas permasalahan-permasalahan yang terjadi di desa. BUMDes diharapkan dapat mendorong dan menggerakkan perekonomian desa (Ramadana dkk, 2013). Keberadaan BUMDes dapat membantu pemerintah dalam mengelola potensi desa yang kreatif dan inovatif, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru sehingga dapat menyerap tenaga kerja di pedesaan.

Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) merupakan lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa.

BUMDesa didirikan dengan kesepakatan melalui musyawarah desa yang ditetapkan dengan peraturan desa. BUMDesa sebagai penghubung antara pemerintah desa dengan masyarakat dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat dan mengelola potensi desa untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hasil usaha BUMDesa dimanfaatkan untuk pengembangan usaha, pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa.

BUMDesa merupakan lembaga ekonomi yang berdirinya harus didasari oleh adanya potensi ekonomi, sehingga sumber daya yang penting dalam

(17)

beroperasi di pedesaan harus memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Hal ini dimaksudkan agar keberadaan dan kinerja BUMDesa mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Disamping itu, agar tidak berkembang sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat mengakibatkan terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat.

Terdapat 7 (tujuh) ciri utama yang membedakan BUMDesa dengan lembaga ekonomi komersial pada umumnya yaitu:

1. Badan usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama 2. Modal usaha bersumber dari desa (51%) dan dari masyarakat (49%)

melalui penyertaan modal (saham atau andil)

3. Operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal (local wisdom)

4. Bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada potensi dan hasil informasi pasar

5. Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (penyerta modal) dan masyarakat melalui kebijakan desa (village policy)

6. Difasilitasi oleh Pemerintah, Pemprov, Pemkab, dan Pemdes.

7. Pelaksanaan operasionalisasi dikontrol secara bersama (Pemdes, BPD, anggota).

Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan BUMDesa adalah suatu badan usaha yang didirikan atau dibentuk secara bersama oleh

(18)

masyarakat dan pemerintah desa dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat dalam rangka memperoleh keuntungan bersama sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Desa.

BUMDes ini diharapkan juga mampu menstimulasi dan menggerakkan roda perekonomian di pedesaan. Aset ekonomi yang ada di desa harus dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa. Substansi dan filosofi BUMDes harus dijiwai dengan semangat kebersamaan dan self help sebagai upaya memperkuat aspek ekonomi kelembagaannya. Pada tahap ini, BUMDes akan bergerak seirama dengan upaya meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli desa, menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat di mana peran BUMDes sebagai institusi payung dalam menaungi. Upaya ini juga penting dalam kerangka mengurangi peran free-rider yang seringkali meningkatkan biaya transaksi dalam kegiatan ekonomi masyarakat melalui praktek rente Nurcholis (2011:88).

Pada Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Bab IV tentang Kewenangan Desa dijelaskan bahwa desa memiliki kewenangan di bidang penyelengaraan Pemerintahan Desa, Pelaksanaan Pembangunan masyarakat desa, Pembinaan kemasyarakat pedesaan, pemberdayaan masyarakat pedesaan berdasarkan prakarsa masyarakat desa, hak asal usul dan adat istiadat desa.

Dalam hal ini desa memiliki otonomi dalam pengelolaan politik di pedesaan dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itulah desa menjadi instrument yang dikembangkan oleh pemerintah pusat untuk mengimplementasikan berbagai kebijakan (Kemendesa, 2015). Termasuk

(19)

kebijakan yang sekarang ini menjadi sorotan public yaitu tentang “Dana Desa” yang dikembangkan oleh Kementerian Pedesaan dan Daerah Tertinggal.

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Pengunaan Dana Desa Tahun 2016, dalam konteks ini tertulis pada pasal 6 tentang prioritas pengunan Dana desa, antara lain :

1. Pembangunan, Pengembangan, dan Pemeliharaan infrastruktur atau sarana dan prasarana fisik untuk penghidupan, termasuk ketahanan pangan dan pemukiman.

2. Pembangunan, Pengembangan dan Pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.

3. Pembangunan, Pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan, sosial dan kebudayaan.

4. Pengembangan Usaha ekonomi masyarakat yang meliputi pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana produksi dan distribusi.

5. Pembangunan dan Pengembangan sarana dan prasarana energy terbarukan serta kegiatan pelestarian lingkungan hidup.

(20)

Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) merupakan lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. BUMDesa sebagai salah satu lembaga ekonomi yang beroperasi di pedesaan harus memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Hal ini dimaksudkan agar keberadaan dan kinerja BUMDesa mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Disamping itu, agar tidak berkembang sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat mengakibatkan terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat.

Pendekatan yang diharapkan mampu menstimulus dan menggerakkan roda perekonomian di pedesaan adalah melalui pendirian kelembagaan ekonomi yang dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa. Lembaga ekonomi ini tidak lagi

(21)

didirikan atas dasar instruksi pemerintah, tetapi harus didasarkan pada keinginan masyarakat desa yang berangkat dari adanya potensi yang jika dikelola dengan tepat akan menimbulkan permintaan di pasar. Lembaga ekonomi ini agar keberadaannya tidak dikuasai oleh kelompok tertentu yang memiliki modal besar di pedesaan, maka kepemilikan lembaga itu oleh desa dan dikontrol bersama dimana tujuan utamanya untuk meningkatkan standar hidup ekonomi masyarakat.

BUMDesa dalam operasionalisasinya ditopang oleh lembaga moneter desa (unit pembiayaan) sebagai unit yang melakukan transaksi keuangan berupa kredit maupun simpanan. Jika kelembagaan ekonomi kuat dan ditopang kebijakan yang memadai, pertumbuhan ekonomi yang disertai pemerataan distribusi aset kepada rakyat secara luas akan mampu menanggulangi berbagai permasalahan ekonomi di pedesaan. Tujuan akhirnya, BUMDesa sebagai instrumen merupakan modal sosial (social capital) yang diharapkan mampu menjembatani upaya penguatan ekonomi di pedesaan.

Mencapai kondisi tersebut diperlukan langkah strategis dan taktis guna mengintegrasikan potensi, kebutuhan pasar, dan penyusunan desain lembaga tersebut ke dalam suatu perencanaan, disamping itu perlu memperhatikan potensi lokalistik serta dukungan kebijakan (good will) dari pemerintahan di atasnya untuk mengatasi rendahnya surplus kegiatan ekonomi desa disebabkan kemungkinan tidak berkembangnya sektor ekonomi di wilayah pedesaan. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya integrasi sistem dan struktur pertanian dalam arti

(22)

luas, usaha perdagangan, dan jasa yang terpadu akan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam tata kelola lembaga.

Desa memerlukan sistem pengelolaan baru, sehingga desa mampu mewujudkan perannya sesuai dengan amanat otonomi desa. Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) mempunyai posisi strategis dalam mendukung terwujudnya kemandirian desa. BUMDesa bisa menjadi tulang punggung pemerintahan desa yang pada akhirnya bisa mewujudkan kemandirian desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

BUMDes adalah suatu bentuk partisipasi masyarakat secara keseluruhan yang didirikan berdasarkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa. BUMDes didirikan pula atas pertimbangan penyaluran inisiatif masyarakat desa, pengembangan potensi desa, pengelolaan, pemanfaatan potensi desa, pembiayaan dan kekayaan pemerintah desa yang diserahkan untuk dikelola oleh BUMDes.

BUMDes yang merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). BUMDes sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran sumberdaya local (barang dan jasa) ke pasar. Dalam menjalankan usahanya prinsip efisiensi dan efektifitas harus selalu ditekankan. BUMDes sebagai badan hukum, dibentuk berdasarkan tata perundang-undangan yang

(23)

Kesimpulannya Peran Badan Usaha Milik Desa dalam pemberdayaan masyarakat desa mempunyai tujuan profit atau hasil akhirnya yang di maksud sisa hasil usaha disini nantinya dibagi untuk kepentingan lingkungan dan masyarakat yang tidak mampu (janda dan anak yatim). BUMDes bukan hanya sebagai bentuk lembaga sosial saja tapi menjadi lembaga ekonomi yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat (anggota). Peran yang diakukan oleh relawan sosial (pekerja sosial) yaitu peran sebagai pemercepat perubahan (enabler),

peran sebagai perantara (broker), peran sebagai pendidik (educator), peran sebagai tenaga ahli (expert), peran sebagai perencana sosial (social planner). Peranan-peranan pemberdayaan ditujukan untuk mensejahterakan masyarakat khususnya masyarakat menengah kebawah yang memerlukan bantuan modal usaha agar bisa memiliki usaha sendiri dengan begitu mereka bisa meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan hidupnya.

BUMDes memiliki tujuan yang jelas dan direalisasikan dengan menyediakan layanan kebutuhan bagi usaha produktif diutamakan untuk masyarakat desa yang tergolong kelompok miskin, mengurangi adanya praktek rentenir dan pelepasan uang. Selain itu pula tujuan didirikan BUMDes adalah menciptakan pemerataan lapangan usaha sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat (Ridlwan, 2014).

Prinsip-prinsip dalam mengelola BUMDes (Ridlwan, 2014), adalah

(1) Kooperatif, adanya partisipasi keseluruhan komponen dalam pengelolaan BUMDes dan mampu saling bekerja sama dengan baik.

(24)

(2) Partisipatif, keseluruhan komponen yang ikut terlibat dalam pengelolaan BUMDes diharuskan memberikan dukungan serta kontribusi secara sukarela atau tanpa diminta untuk meningkatkan usaha BUMDes.

(3) Emansipatif, keseluruhan komponen yang ikut serta dalam pengelolaan BUMDes diperlakukan seimbang tanpa membedakan golongan, suku, dan agama;

(4) Transparan, seluruh kegiatan yang dilaksanakan dalam pengelolaan BUMDes dan memiliki pengaruh pada kepentingan umum harus terbuka dan segala lapisan masyarakat mengetahui seluruh kegiatan tersebut;

(5) Akuntabel, keseluruhan kegiatan secara teknis maupun administrative harus dipertanggungjawabkan;

(6) Sustainabel,masyarakat mengembangkan dan melestarikan kegiatan usaha dalam BUMDes.

BUMDes terdiri dari unit-unit usaha berbadan hukum dimana kepemilikan saham BUMDes diperoleh dari pemerintah desa dan masyarakat. Pengelolaan BUMDes terpisah dengan pengelolaan dalam organisasi Pemerintah Desa. Susunan kepengurusan BUMDes terdiri dari penasihat, pelaksana operasional dan pengawas. Penasihat BUMDes dijabat oleh lurah desa atau petinggi desa. Penasihat memiliki kewajiban antara lain memberikan nasihat mengenai pelaksanaan pengeolaan BUMDes pada pelaksana operasional, memberikan saran dan pendapat mengenai permasalahan-permasalahan yang

(25)

kegiatan dalam pengelolaan BUMDes. BUMDes memerlukan orang-orang yang berkompeten untuk melaksanakan operasional BUMDes secara professional.

BUMDes dalam melaksanakan kegiatannya dikelola oleh desa (unit pembiayaan) sebagai unit yang melakukan transaksi berupa simpan-pinjam, persewaan tanaman dan penanaman buah serta pembagian hasil peternakan. Jika lembaga tersebut bekerja dengan baik dan didukung kebijakan yang memadai maka pertumbuhan ekonomi pedesaan akan tergerak ke arah yang lebih baik sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. BUMDes selanjutnya diharapkan dapat menjembatani upaya penguatan ekonomi pedesaan. Untuk mencapai kondisi yang diharapkan perlu adanya langkah strategi dan taktik guna mengoptimalkan potensi dan kebutuhan pasar serta perlunya penyusunan desain lembaga tersebut ke dalam perencanaan. Selain itu potensi lokalistik dan dukungan kebijakan pemerintah harus diperhatikan ini untuk meminimalisir tidak berkembangnya lembaga karena rendahnya kegiatan ekonomi di pedesaan. Sehingga perlunya partisipasi masyarakat dalam menjalankan lembaga tersebut.

Perekrutan pengelola BUMDes terutama untuk jabatan manager minimal memiliki pengalaman di lembaga yang memiliki orientasi pada profit kegiatan usaha. Latar belakang pendidikan juga penting bagi pengelola BUMDes agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan pekerjaannya. Kewajiban pelaksana operasional sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2015, yaitu melaksanakan dan mengembangkan BUMDes agar menjadi lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan pelayanan umum masyarakat desa, menggali dan memanfaatkan potensi usaha ekonomi desa untuk

(26)

meningkatkan Pendapatan asli Desa serta melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga perekonomian desa lainnya.

Pengembangan BUMDes dapat dilakukan dengan cara menambah jenis usaha yang diluar usaha yang dilakukan. Kerjasama yang dilakukan oleh BUMDes dengan beberapa lembaga-lembaga perekonomian desa diperlukan dalam hal pelatihan dan bimbingan untuk meningkatkan ketetrampilan masyarakat. Selain itu, untuk menyambungkan hasil produk usaha mikro masyarakat kepada pasar luas. Pengelolaan BUMDes memerlukan idealisme kuat dari para pengurus BUMDes sehingga kegiatan dapat dilakukan dengan maksmial dan sesuai dengan sasaran yang telah direncanakan. Pengelolaan BUMDes dilaksanakan berdasakan pada prinsip kooperatif, transparansi, partisipatif, emansipatif, akuntable, dan sustainable dengan mekanisme keanggotaan dasar dan self help yang diterapkan secara mandiri dan profesional. Pembangunan BUMDes memerlukan informasi-informasi akurat dan tepat mengenai karakteristik lokal desa (ciri sosial budaya masyarakat) dan peluang pasar atas produk barang dan jasa yang telah dihasilkan oleh masyarakat lokal (Sofyan, 2015). Kegiatan BUMDes yang bersifat antar desa diperlukan adanya kerjasama antar pemerintah desa untuk mengelola dan memanfaatkan sumber-sumber ekonomi desa. Mekanisme yang harus diterapakan dalam upaya kerjasama yang dilakukan oleh BUMDes dengan pihak lain adalah harus melalui konsultasi dan persetujuan dari penasihat dan pengawas BUMDes.

Pengelola BUMDes dalam pelaksanaan kegiatan harian harus berdasarkan pada aturan-aturan yang telah disusun dan disepakati bersama

(27)

seperti yang telah tercantum pada AD/ART BUMDes dan memiliki kesesuaian dengan prinsip-prinsip tata kelola BUMDes. Transparansi dan akuntabilitas menjadi standar utama dalam pengelolaan sebuah organisasi. Dasar pengelolaan harus transparan dan terbuka sehingga terdapat mekanisme pelaporan rutin setiap tahun. Laporan tersebut setelah selesai diberikan kepada pemerintah desa dan masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui alokasi biaya dari keuntungan BUMDes atau mengenai pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU).

1.2 Latar Belakang BUMDesa

Untuk mencapai pembangunan nasional, desa merupakan agen pemerintah terdepan yang dapat menjangkau kelompok sasaran yang rill, yang hendak disejahterakan, Pengembangan basis ekonomi di pedesaan sudah semenjak lama dijalankan oleh Pemerintah melalui berbagai program. Namun upaya itu belum membuahkan hasil yang memuaskan sebagaimana diinginkan bersama. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan kurang berhasilnya program-program tersebut. Salah satu faktor yang paling dominan adalah intervensi Pemerintah terlalu besar, akibatnya justru menghambat daya kreatifitas dan inovasi masyarakat desa dalam mengelola dan menjalankan mesin ekonomi di pedesaan. Sistem dan mekanisme kelembagaan ekonomi di pedesaan tidak berjalan efektif dan berimplikasi pada ketergantungan terhadap bantuan Pemerintah sehingga mematikan semangat kemandirian.

Pendirian lembaga ini antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan desa selain itu juga untuk memberdayakan masyarakat desa sekitar dan juga bisa meminimalisir atau mengurangi peran para tengkulak yang

(28)

seringkali menyebabkan meningkatnya biaya transaksi (transaction cost) antara harga produk dari produsen kepada konsumen akhir. Melalui lembaga ini diharapkan setiap produsen di pedesaan dapat menikmati selisih harga jual produk dengan biaya produksi yang layak dan konsumen tidak harus menanggung harga pembelian yang mahal. Membantu kebutuhan dana masyarakat yang bersifat konsumtif dan produktif.

Pendirian BUMDes dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan dibidang ekonomi dan /pelayanan umum yang dikelola oleh desa dan kerjasama antar-Desa. Pendirian BUMDes bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan pendapatan secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan, untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat menunjukan seseorang itu berdaya atau tidak, sehingga ketika sebuah program pemberdayaan sosial diberikan segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek apa saja dari sasaran perubahan, misalnya keluarga miskin.

Pemberdayaan masyarakat sebagai proses memampukan dan memandirikan masyarakat , pada umumnya ditujukan untuk peningkatan taraf kesejahteraan. Proses pemberdayaan dan pemandirian dalam hal ini tidak berbentuk fasilitasi yang diberikan kepada kepada masyarakat Desa untuk mengelola potensi ekonomi yang ada di Desanya.

(29)

kebijakan tatakelola Desa secara Nasional. Undang-Undang Desa ini tidak lagi menempatkan desa sebagai latar belakang Indonesia, tapi halaman depan Indonesia. Undang-Undang Desa yang disahkan pada akhir tahun 2014 lalu, juga mengembangkan prinsip keberagaman, mengedepankan azas rekognisi dan subsidiaritas Desa. Lain dari pada itu, Undang-Undang Desa ini mengangkat hak dan kedaualatan Desa yang selama ini terpinggirkan karena didudukan pada posisi Sub Nasional. Padahal Desa pada hakikatnya adalah identitas bangsa yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dinyatakan bahwa Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Dalam bagian penjelasan Undang tersebut dinyatakan bahwa tujuan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi dan budaya masyarakat Desa.

(30)

4. Mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama. 5. Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif,

terbuka, serta bertanggung jawab. Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum.

6. Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan Nasional.

7. Memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan Nasional.

8. Memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

Untuk menunjang Pembangunan Desa tersebut, akan ada alokasi dana cukup besar yang mengalir ke Desa. Pada Pasal 72 ayat (4) ditetapkan paling sedikit10% dari dana transfer daerah dalam Anggaran Pedapatan dan Belanja Negara (APBN) akan mengalir ke Desa. Berdasarkan simulasi anggaran, setiap Desa rata-rataa menerima Rp. 800.000.000,00 - 1,4 Milyar (Zatalini, 2015).

Alokasi Dana Desa sangat penting guna pembiayaan pengembangan wilayah tertinggal dalam suatu sistem wilayah pengembangan. Pelaksanaan Alokasi Dana Desa ini ditujukan untuk program-program fisik dan non fisik yang berhubungan dengan indikator perkembangan desa, meliputi tingkat pendidikan, tingkat pendapatan masyarakat, dan tingkat kesehatan. Salah satu alasan rasional mengapa perlu ada Alokasi Dana Desa (ADD) adalah karena

(31)

desa ditempatkan sebagai basis desentralisasi. Kebijakan ADD sangat relevan dengan perspektif yang menempatkan desa sebagai basis partisipasi, karena desa berhadapan langsung dengan masyarakat .

Desa mempunyai kewajiban untuk mewujudkan tujuan pengaturan desa diantaranya meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum, memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, desa perlu melakukan berbagai strategi. Strategi ini penting agar alokasi, potensi dan sumber daya yang ada di desa dapat diefektifkan untuk mendukung perwujudan pembangunan desa. Dimana pembangunan desa diupayakan untuk dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.

Salah satu strategi yang dap at dipertimbangkan adalah dengan pendirian Badan Usaha Milik Desa (untuk selanjutnya disingkat BUMDesa). Dimana pendirian BUMDesa ini disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi desa. Pendirian BUMDesa ini dapat dijadikan salah satu strategi yang patut Pendirian BUMDesa merupakan bagian dari program prioritas dipertimbangkan dalam upaya pembangunan desa. Bahkan di beberapa wilayah desa lainnya, BUMDesa ini telah beroperasional dan memberikan keuntungan serta menambah pemasukan bagi keuangan desa.

BUMDesa diharapkan menjadi salah satu wadah dalam pengembangan potensi lokal masyarakat Pedesaan, secara regulasi BUMDesa juga telah diatur

(32)

dalam Permendesa No. 5 Tahun 2014. Bahkan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 meniscayakan kehadiran BUMDes sebagai sentra pengembangan program ekonomi masyarakat dengan mengedepankan prinsip keterbukaan dan bertanggung jawab terhadap masyarakat. Pendirian BUMDesa adalah terobosan baru yang patut diapresiasi. Setidaknya BUMDesa menjadi bentuk baru kepemilikan bisnis masyarakat yang dapat mendorong proses pemerataan ekonomi sampai ke desa-desa yang selama ini seringkali terabaikan. Namun, hal yang perlu ditegaskan dan menjadi perhatian adalah pada saat BUMDesa akan didirikan. Ada mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang harus dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar BUMDesa berdiri berlandaskan kekuatan hukum sehingga dapat menjalankan aktifitasnya.

Keterkaitan antara kelembagaan masyarakat pedesaan dengan politik identitas adalah penekanan pada aspek kearifan lokal yang seharusnya menjadi pijakan dalam pengelolaan BUMDesa karena sejatinya suatu lembaga pedesaan dilakukan berdasarkan pemahaman dan simbolisasi politik masyarakat pedesaan, sehingga BUMDesa bisa menjadi lembaga pedesaan yang dapat memberikan kontribusi pada kehidupan masyarakat pedesaan. Pemberdayaan Masyarakat desa melalui BUMDesa menjadikan desa sebagai salah satu instrument yang seolah-olah dirancang memiliki identitas yang seragam oleh karena itulah yang menjadi sorotan utama disini adalah Bagaimana BUMDesa mampu memberikan kontribusi untuk membingkai kearifan local pada kehidupan masyarakat pedesaan.

(33)

Tujuan pendirian BUMDesa antara lain dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADesa). Setiap Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Namun penting disadari bahwa BUMDesa didirikan atas prakarsa masyarakat didasarkan pada potensi yang dapat dikembangkan dengan menggunakan sumberdaya lokal dan terdapat permintaan pasar. Dengan kata lain, pendirian BUMDesa bukan merupakan paket instruksional yang datang dari Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten. Jika yang berlaku demikian dikawatirkan BUMDesa akan berjalan tidak sebagaimana yang diamanatkan di dalam undang-undang.

Tujuan utama pendirian BUMDesa adalah:

1. Meningkatkan perekonomian desa. 2. Meningkatkan pendapatan asli desa.

3. Meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

4. Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pedesaan.

5. Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa. 6. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi

desa.

7. Mengembangkan rencana kerjasama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga.

8. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga.

(34)

9. Membuka lapangan kerja.

10. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan, dan pemerataan ekonomi desa.

11. Meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan Pendapatan Asli Desa.

Mencapai tujuan BUMDesa dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat melalui pelayanan distribusi barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan Pemdes. Pemenuhan kebutuhan ini diupayakan tidak memberatkan masyarakat, mengingat BUMDesa akan menjadi usaha desa yang paling dominan dalam menggerakkan ekonomi desa. Lembaga ini juga dituntut mampu memberikan pelayanan kepada non anggota (di luar desa) dengan menempatkan harga dan pelayanan yang berlaku standar pasar. Artinya terdapat mekanisme kelembagaan/tata aturan yang disepakati bersama, sehingga tidak menimbulkan distorsi ekonomi di pedesaan disebabkan usaha yang dijalankan oleh BUMDesa. Dinyatakan di dalam undang-undang bahwa BUMDesa dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Maksud kebutuhan dan potensi desa adalah:

1. Kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok. 2. Tersedia sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal

terutama kekayaan desa dan terdapat permintaan di pasar

3. Tersedia sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat

(35)

4. Adanya unit-unit usaha yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi.

BUMDesa merupakan wahana untuk menjalankan usaha di desa. Apa yang dimaksud dengan “usaha desa” adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa seperti antara lain:

1. Usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha sejenis lainnya.

2. Penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa. 3. Perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan. 4. Perkebunan, peternakan, perikanan, dan agrobisnis; 5. Industri dan kerajinan rakyat.

Tujuan awal pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) untuk mendorong atau menampung seluruh kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat, baik yang berkembang menurut adat istiadat dan budaya setempat, maupun kegiatan perekonomian yang diserahkan untuk di kelola oleh masyarakat melalui program atau proyek Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Sebagai sebuah usaha desa, pembentukan BUMDes diharapkan mampu memaksimalkan potensi masyarakat desa dari aspek ekonomi, sumber daya alam, dan sumber daya manusianya.

Tugas dan peran Pemerintah adalah melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat desa melalui pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten tentang arti penting BUMDes bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui pemerintah desa masyarakat dimotivasi,

(36)

disadarkan dan dipersiapkan untuk membangun kehidupannya sendiri. Pemerintah memfasilitasi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan dan pemenuhan lainnya yang dapat memperlancar pendirian BUMDes dan selanjutnya, mekanisme operasionalisasi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat desa.

Masyarakat desa perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat menerima gagasan baru tentang lembaga ekonomi yang memiliki dua fungsi yakni bersifat sosial dan komersial dengan tetap berpegang teguh pada karakteristik desa dan nilai-nilai yang hidup dan dihormati. Persiapan yang dipandang paling tepat adalah berpusat pada sosialisasi, pendidikan, dan pelatihan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan standar hidup masyarakat desa (Pemerintah Desa, BPD, tokoh masyarakat atau ketua suku, ketua-ketua kelembagaan di pedesaan). Melalui cara demikian diharapkan keberadaan BUMDesa mampu mendorong dinamisasi kehidupan ekonomi di pedesaan. Peran pemerintah desa adalah membangun relasi dengan masyarakat untuk mewujudkan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), sebagai bagian dari upaya pengembangan komunitas desa yang lebih berdaya.

Keterlibatan pemerintah desa sebagai penyerta modal terbesar BUMDesa atau sebagai pendiri bersama masyarakat diharapkan mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), yang diwujudkan dalam bentuk perlindungan (proteksi) atas intervensi yang merugikan dari pihak ketiga (baik dari dalam maupun luar desa). Demikian pula, pemerintah desa ikut berperan dalam pembentukan BUMDesa sebagai badan hukum yang berpijak pada tata aturan

(37)

perundangan yang berlaku, serta sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. Adanya BUMDesa juga diharapkan dapat digunakan sebagai sumber pendapatan desa yang dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakat desa serta sebagai upaya untuk mensejahterakan masyarakat desa melalui penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat serta meningkatkan pendapatan masyarakat desa.

Pendirian BUMDesa diposisikan sebagai salah satu kebijakan untuk mewujudkan Nawa Cita pertama, ketiga, kelima, dan ketujuh, dengan pemaknaan sebagai berikut (Putra, 2015):

1) BUMDesa merupakan salah satu strategi kebijakan untuk menghadirkan institusi negara dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di desa atau tradisi berdesa;

2) BUMDesa merupakan salah satu strategi kebijakan membangun Indonesia dari pinggiran melalui pengembangan usaha ekonomi desa yang bersifat kolektif;

3) BUMDesa merupakan salah satu strategi kebijakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia di desa;

4) BUMDesa merupakan salah satu bentuk kemandirian ekonomi desa dengan menggerakkan unit-unit usaha strategis bagi usaha ekonomi kolektif desa.

Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 diamanatkan bahwa pendirian BUMDesa bertujuan:

(38)

1) Meningkatkan perekonomian desa;

2) Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa; 3) Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi

desa;

4) Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga;

5) Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga;

6) Membuka lapangan kerja;

7) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan, dan pemerataan ekonomi desa; dan

8) Meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan Pendapatan Asli Desa.

Pendirian BUMDesa harus memperhatikan beberapa hal penting sebagai bahan pengambilan keputusan, yaitu:

1) Inisiatif pemerintah desa dan/atau masyarakat desa (melalui proses musyawarah desa secara demokratis);

2) Potensi usaha ekonomi desa; 3) Sumber daya alam desa;

4) Sumber daya manusia yang mampu mengelola BUMDesa;

5) Penyertaan modal pemerintah desa dalam bentuk pembiayaan; dan 6) Kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari

(39)

Landasan operasional BUMDesa berpedoman pada Anggaran Dasar organisasi yang disusun berdasar musyawarah desa. Tim perumus Anggaran Dasar berjumlah ganjil dan paling banyak terdiri dari tujuh orang, terdiri dari unsur Perangkat Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan masyarakat yang melibatkan golongan kurang mampu dan perempuan. Tim perumus mempunyai tugas menggali aspirasi dan merumuskan pokok-pokok aturannya dan hasilnya dituangkan dalam bentuk rancangan Anggaran Dasar (AD) (Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 22 Tahun 2008). Selain Anggaran Dasar selanjutnya dirumuskan Anggaran Rumah Tangga (ART). Draft dari AD dan ART tersebut dibahas dalam forum musyawarah desa sehingga terwujud AD dan ART final sebagai landasan bagi BUMDesa.

Kepengurusan BUMDesa terdiri dari Komisaris, Direksi, Badan Pengawas bila dipandang perlu, dan kepala unit usaha. Kepengurusan BUMDesa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Masing-masing unit tersebut mempunyai deskripsi tugas yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi BUMDesa secara umum. Dengan demikian yang perlu disiapkan oleh desa yang otonom dan mandiri dalam pembentukan BUMDesa adalah kesiapan manajemen yang profesional.

Dalam konteks organisasi publik, BUMDesa sebagai organisasi publik sebagian telah memenuhi kriteria new public management (NPM) dan citizen– centered governance (CCG). Organisasi BUMDesa merupakan organisasi lokal skala desa yang ditentukan oleh masyarakat sipil, menekankan jejaring dan kemitraan, kepemimpinan oleh masyarakat melalui proses musyawarah, adanya

(40)

kompetisi, bersentuhan dengan sektor pasar, adanya praktek bisnis, dan penekanan pada efisiensi dan kinerja pada tingkatan pemerintahan desa.

1.3 Landasan Hukum BUMDesa

BUMDesa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum. BUM Desa dapat membentuk unit usaha meliputi:

a. Perseroan Terbatas sebagai persekutuan modal, dibentuk berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal yang sebagian besar dimiliki oleh BUM Desa, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas; dan

b. Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUM Desa sebesar 60 (enam puluh) persen, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro.

Bahwa dasar hukum atau pengaturan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dapat dlihat dari beberapa peraturan perundang-undangan tersebut di bawah ini :

Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Pasal 213 menyebutkan bahwa :

(1) Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.

(2) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(3) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang-undangan.

(41)

Tentang BUMDes ini di atur pula dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Pasal 87 :

(1) Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa.

(2) BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotong-royongan.

(3) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 88 :

(1) Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa.

(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Pasal 90

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUMDesa dengan:

1) Memberikan hibah dan/atau akses permodalan;

2) Melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan

3) Memprioritaskan BUMDesa dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa.

(42)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Pasal 1 angka 7 :

Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Bagian Kesatu Pendirian dan Organisasi Pengelola Pasal 132

(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa.

(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui musyawarah Desa dan ditetapkan dengan peraturan Desa. (3) Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi

Pemerintahan Desa.

(4) Organisasi pengelola BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:

a. penasihat; dan

b. pelaksana operasional.

(5) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dijabat secara ex-officio oleh kepala Desa.

(43)

(6) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b merupakan perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala Desa.

(7) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilarang merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan Desa.

Pasal 133

(1) Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (4) huruf a mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada pelaksana operasional dalam menjalankan kegiatan pengurusan dan pengelolaan usaha Desa.

(2) Penasihat dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional mengenai pengurusan dan pengelolaan usaha Desa.

Pasal 134

1) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (4) huruf b mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

Bagian Kedua Modal dan Kekayaan Desa Pasal 135

(44)

(2) Kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.

(3) Modal BUM Desa terdiri atas:

a. penyertaan modal Desa; dan

b. penyertaan modal masyarakat Desa.

(4) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berasal dari APB Desa dan sumber lainnya.

(5) Penyertaan modal Desa yang berasal dari APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat bersumber dari:

a. dana segar;

b. bantuan Pemerintah;

c. bantuan pemerintah daerah; dan

d. aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa.

(6) Bantuan Pemerintah dan pemerintah daerah kepada BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c disalurkan melalui mekanisme APB Desa.

Bagian Ketiga Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Pasal 136

(1) Pelaksana operasional BUM Desa wajib menyusun dan menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga setelah mendapatkan pertimbangan kepala Desa.

(45)

(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, modal, kegiatan usaha, jangka waktu berdirinya BUM Desa, organisasi pengelola, serta tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan.

(3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit hak dan kewajiban, masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personel organisasi pengelola, penetapan jenis usaha, dan sumber modal.

(4) Kesepakatan penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui musyawarah Desa.

(5) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh kepala Desa.

Bagian Keempat Pengembangan Kegiatan Usaha Pasal 137

(1) Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM Desa dapat: a. menerima pinjaman dan/atau bantuan yang sah dari pihak lain; b. mendirikan unit usaha BUM Desa.

(2) BUM Desa yang melakukan pinjaman harus mendapatkan persetujuan Pemerintah Desa.

(3) Pendirian, pengurusan, dan pengelolaan unit usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(46)

Pasal 138

(1) Pelaksana operasional dalam pengurusan dan pengelolaan usaha Desa mewakili BUM Desa di dalam dan di luar pengadilan.

(2) Pelaksana operasional wajib melaporkan pertanggungjawaban pengurusan dan pengelolaan BUM Desa kepada kepala Desa secara berkala.

Pasal 139

Kerugian yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana operasional BUM Desa.

Pasal 140

(1) Kepailitan BUM Desa hanya dapat diajukan oleh kepala Desa.

(2) Kepailitan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pendirian BUM Desa Bersama Pasal 141

(1) Dalam rangka kerja sama antar-Desa, 2 (dua) Desa atau lebih dapat membentuk BUM Desa bersama.

(2) Pembentukan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa.

(47)

(3) Pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta pengelolaan BUM Desa tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 142

1. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, pengurusan dan pengelolaan, serta pembubaran BUM Desa diatur dengan Peraturan Menteri.

2. Bahwa sebelumnya pengaturan tentang BUM Desa diatur atau dibawah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia untuk melaksanakan ketentuan Pasal 142 (Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

3. Bahwa kemudian ketentuan Pasal 142 tersebut diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Pasal 143 :

1. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendirian, pengurusan dan pengelolaan, serta pembubaran BUM Desa dan BUM Desa Bersama diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa, pembangunan kawasan

(48)

perdesaan, dan pemberdayaan masyarakat Desa berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.

Pasal 88 :

(1) Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDesa.

(2) Pendirian BUMDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati melalui Musyawarah Desa.

(3) Hasil kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUMDesa.

Pasal 89 :

a. Pokok bahasan yang dibicarakan dalam Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) meliputi :

a) organisasi pengelola BUMDesa; b) modal usaha BUMDesa; dan

c) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUMDesa. b. Selain pokok bahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

(49)

pendirian BUMDesa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat.

c. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

Berdasarkan ketentuan tersebut pengaturan Desa dan BUMDESA berada dalam Kementerian mengenai pembangunan desa, pembangunan kawasan perdesaan, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Kemudian Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Mengeluarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan Dan Pengelolaan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa, sebagai berikut :

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak

(50)

tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

3. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

5. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. 6. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari

Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.

(51)

7. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.

8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

BAB II

PENDIRIAN BUM DESA

Pasal 2

Pendirian Bum Desa Dimaksudkan Sebagai Upaya Menampung Seluruh Kegiatan Di Bidang Ekonomi Dan/Atau Pelayanan Umum Yang Dikelola Oleh Desa Dan/Atau Kerja Sama Antar-Desa.

Pasal 3

Pendirian BUM Desa bertujuan:

a. Meningkatkan perekonomian Desa;

b. Mengoptimalkan aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa; c. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi

Desa;

d. Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga;

e. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga;

(52)

g. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa; dan

h. Meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa.

Pasal 4

(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa berdasarkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa.

(2) Desa dapat mendirikan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:

a. Inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa; b. Potensi usaha ekonomi Desa;

c. Sumberdaya alam di Desa;

d. Sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan e. Penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk

pembiayaan dan kekayaan Desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa.

Pasal 5

(1) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 disepakati melalui Musyawarah Desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertingggal, dan Transmigrasi tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.

(53)

(2) Pokok bahasan yang dibicarakan dalam Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat.

b. Organisasi pengelola BUM Desa; c. Modal usaha BUM Desa; dan

d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa. (3) hasil kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa.

Pasal 6

(1) Dalam rangka kerja sama antar-Desa dan pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa bersama yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih.

(2) Pendirian BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati melalui Musyawarah antar-Desa yang difasilitasi oleh badan kerja sama antar-Desa yang terdiri dari:

a. Pemerintah Desa;

b. Anggota Badan Permusyawaratan Desa. c. Lembaga kemasyarakatan Desa;

d. Lembaga Desa lainnya; dan

(54)

(3) Ketentuan mengenai Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pendirian BUM Desa bersama.

(4) BUM Desa bersama ditetapkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa tentang Pendirian BUM Desa bersama.

BAB III

PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN BUM DESA

Bagian Kesatu Bentuk Organisasi BUM Desa Pasal 7

(1) Bum Desa Dapat Terdiri Dari Unit-Unit Usaha Yang Berbadan Hukum.

(2) Unit usaha yang berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan masyarakat.

(3) Dalam hal BUM Desa tidak mempunyai unit-unit usaha yang berbadan hukum, bentuk organisasi BUM Desa didasarkan pada Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).

Pasal 8

Bum Desa Dapat Membentuk Unit Usaha Meliputi:

A. Perseroan Terbatas Sebagai Persekutuan Modal, Dibentuk Berdasarkan Perjanjian, Dan Melakukan Kegiatan Usaha Dengan

(55)

Modal Yang Sebagian Besar Dimiliki Oleh Bum Desa, Sesuai Dengan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perseroan Terbatas.

B. Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUM Desa sebesar 60 (enam puluh) persen, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro.

Bagian Kedua Organisasi Pengelola BUM Desa Pasal 9

Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa. Pasal 10

(1) Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari:

a. Penasihat;

b. Pelaksana Operasional; dan c. Pengawas.

(2) Penamaan susunan kepengurusan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.

Pasal 11

(1) Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a dijabat secara ex officio oleh Kepala Desa yang bersangkutan.

(56)

a. Memberikan nasihat kepada Pelaksana Operasional dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa;

b. Memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa; dan

c. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUM Desa. (3) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. Meminta penjelasan dari Pelaksana Operasional mengenai persoalan yang menyangkut pengelolaan usaha Desa; dan

b. Melindungi usaha Desa terhadap hal-hal yang dapat menurunkan kinerja BUM Desa.

Pasal 12

(1) Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

(2) Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban:

a. Melaksanakan dan mengembangkan BUM Desa agar menjadi lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan/atau pelayanan umum masyarakat Desa;

b. Menggali dan memanfaatkan potensi usaha ekonomi Desa untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa; dan

c. Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga perekonomian Desa lainnya.

(57)

(3) Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. Membuat laporan keuangan seluruh unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan;

b. Membuat laporan perkembangan kegiatan unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan;

c. Memberikan laporan perkembangan unit-unit usaha BUM Desa kepada masyarakat Desa melalui Musyawarah Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 13

(1) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Pelaksana Operasional dapat menunjuk Anggota Pengurus sesuai dengan kapasitas bidang usaha, khususnya dalam mengurus pencatatan dan administrasi usaha dan fungsi operasional bidang usaha.

(2) Pelaksana Operasional dapat dibantu karyawan sesuai dengan kebutuhan dan harus disertai dengan uraian tugas berkenaan dengan tanggung jawab, pembagian peran dan aspek pembagian kerja lainnya.

Pasal 14

(1) Persyaratan menjadi Pelaksana Operasional meliputi: a. Masyarakat Desa yang mempunyai jiwa wirausaha;

(58)

b. Berdomisili dan menetap di Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;

c. Berkepribadian baik, jujur, adil, cakap, dan perhatian terhadap usaha ekonomi Desa; dan

d. Pendidikan minimal setingkat SMU/Madrasah Aliyah/SMK atau sederajat;

(2) Pelaksana Operasional dapat diberhentikan dengan alasan: a. Meninggal dunia;

b. Telah selesai masa bakti sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa;

c. Mengundurkan diri;

d. Tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik sehingga menghambat perkembangan kinerja BUM Desa;

e. Terlibat kasus pidana dan telah ditetapkan sebagai tersangka.

Pasal 15

(1) Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c mewakili kepentingan masyarakat.

(2) Susunan kepengurusan Pengawas terdiri dari: a. Ketua;

b. Wakil Ketua merangkap anggota; c. Sekretaris merangkap anggota; d. Anggota.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan potensi demikian masyarakat dan pemerintah desa memamfaatkan lahan tambak tersebut sebagai salah satu potensi desa untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Küçük gruplardaki davranışları bakımından kadınlarla erkek­ ler arasında bazı farklılıklar belirlenmiştir. Grup tartışmalarında kadınlar daha arkadaşça ve

Dalam hal pembelian Unit Penyertaan KISI EQUITY FUND dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan secara berkala sesuai dengan ketentuan butir 13.3 Prospektus, maka Formulir

Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut dapat dicapai antara lain melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat, pembangunan wilayah dan pengelolaan

Hasil penelitian pada motivasi menunjukan bahwa karyawan telah baik termotivasi dari kekuatan dan motivasi afiliasi tetapi memiliki hubungan yang tidak signifikan

Kegiatan yang dilakukan dengan media pasir kinetik oleh anak kelompok B1 TK Pertiwi Lhoknga diantaranya adalah membuat berbagai jenis binatang yang sesuai imajinasi anak,

APMK juga disertai dengan soal – soal latihan yang dibuat berdasarkan pembelajaran dalam modul, dan juga terdapat fungsi media yang berisi video – video yang memutar lagu –

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan penggunaan alas kandang yang berbeda yaitu kawat, bambu dan papan yang ditambah sekam dan dengan