• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA MODEL INTERAKSI TIGA SPESIES PREY-PREDATOR- MUTUALISTIK PADA POPULASI KONSTAN S K R I P S I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAMIKA MODEL INTERAKSI TIGA SPESIES PREY-PREDATOR- MUTUALISTIK PADA POPULASI KONSTAN S K R I P S I"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA MODEL INTERAKSI TIGA SPESIES PREY-PREDATOR-

MUTUALISTIK PADA POPULASI KONSTAN

S K R I P S I

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat sarjana

(S-1)

HASRUN

F1A1 11 030

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2016

(2)
(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Dinamika Model Interaksi Tiga Spesies Prei-Predator-Mutualistik Pada

Populasi Konstan”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu

persyaratan akademik Program Studi Matematika (S1) Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo Kendari.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa dalam penyelesaian Skripsi ini,

dihadapkan dengan berbagai macam kendala dan hambatan, namun dengan

bantuan dari berbagai pihak akhirnya penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan

juga. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tinggiya kepada

Bapak Drs. Asrul Sani, M.Sc., Ph.D selaku

Pembimbing I dan Bapak La Gubu, S.Si., M.Si selaku Pembimbing II yang telah

meluangkan waktunya, memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan sejak awal

penyusunan hingga selesainya penulisan Skripsi ini. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Bapak Drs. Jufra, M.S, Bapak Rasas Raya, S.Si., M.Si, dan

Bapak Dr. Mukhsar, M.Si, selaku tim Penguji yang telah memberikan saran dan

kritik sehingga Skripsi ini menjadi lebih baik.

Ungkapan rasa cinta dan terima kasih yang dalam penulis tujukan kepada

ayahanda

Haeruddin

dan ibunda tercinta

Hasnawati

yang telah memberikan

dorongan, pengorbanan dan do’a yang tulus, demi kesuksesan penulis. Tak

(4)

iv

terlupa, terima kasih kepada saudaraku tercinta, kakak-kakaku (Hasrida

Anggraini, muhammad alimin, dayat) dan adikku

(ekis), serta seluruh

keluargaku atas segala dukungan, motivasi dan doa selama penulis melaksanakan

studi.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan pula kepada semua

pihak yang telah banyak membantu penulis baik secara langsung maupun tidak

langsung, utamanya kepada:

1.

Bapak Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S., selaku Rektor Universitas Halu

Oleo.

2.

Bapak Dr. Muh. Zamrun F., S.Si., M.Si., M.Sc, selaku Dekan Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo

3.

Bapak La Gubu, S.Si, M.Si, selaku Ketua Jurusan Matematika Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo.

4.

Kepala Laboratorium Komputasi Matematika FMIPA Universitas Halu Oleo,

Ibu Norma Muchtar, S.Si, M.Si.

5.

Kepala Perpustakaan FMIPA Universitas Halu Oleo, Ibu Dra. Hj. Indrawati,

M.Si.

6.

Bapak dan Ibu Dosen dalam lingkup FMIPA Universitas Halu Oleo, dimana

atas bimbingan dan ilmunya yang telah diberikan selama masa perkuliahan

penulis.

7.

Sahabat-sahabatku The Vooh: muh. Izharul prianda, hardiati, liza tanzil,

nuraini, miadi, asarudin terima kasih atas dukungan, motivasi, dan do’anya.

(5)

v

8.

Kepada keluarga Bapak kos leni’s, khususnya Bapak La Lera selaku Bapak

kos dan Ibu kos serta putra putrinya, Jafar, Ayu, Leny, Arif dan Fadila yang

selalu memberikan dukungan dan motifasi serta selalu bertanya kapan wisuda.

9.

Sahabat-sahabat dan teman-temanku di Asrama Leni’s: bang rajab, bang awal

S.Sos, bang carli S.Pd, bang arbin S.H, bang nasrun S.Sos,bang darman S.P,

bang aspin S.Sos, om dodi hartono syahrir S.T, kanda rasnan A.Md.ars, kanda

david A.Md.ars, kanda amran S.pd, kanda rahmat S.Sos, Asri, Rosnawati,

sarina, riska, siti harsia S.pd, fanto, fandi, oda, saban, boni, gafar, komang,

amir, la gamsir, ayu lestary, rida, nursia, heli, wa feti, azrat, susi, awal.

10.

Sahabat-sahabat seperjuangan mahasiswa (i) angakatan 2011 kelas genap:

arfan, amal syahrin S.Mat, asran, nisfa wardiana, agus noviar riyanto S.Mat,

I wayan ignasius S.Mat, randy S.Mat, jefrianto, muh. khoirul amin, gafur

asrima al azubait sadiah, muh. safar kasim, muh. samsir abd. samad, S.Mat,

usman, ahmad tahir, risnawati, nur hayati, uly hidayati, S.Mat, rina arsani,

S.Mat, citrawan fitri, S.Mat, mayan sari putri, S.Mat, eka rahmi syamsudin

S.Mat, siti sartina, cici trisnawati S.Mat, silfie elisa gauzan, elfisah, juriati,

siti erna linda, tendri sompa, yeni rahmawati, salfina.

11.

Teman-teman mahasiswa (i) angkatan 2011 kelas ganjil, senior-senior

angkatan 2010 dan Adik-adik angkatan 2012 terima kasih atas dukungan dan

do’anya

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun

(6)

vi

penulis terima dengan tangan terbuka. Akhir kata, semoga Skripsi ini bermanfaat

dan memberikan sumbangan yang berharga serta bernilai amal kebaikan.Amin.

Kendari, April 2016

Penulis

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………...

i

HALAMAN PENGESAHAN...

ii

KATA PENGANTAR ...

iii

DAFTAR ISI ...

vii

DAFTAR GAMBAR ...

x

DAFTAR TABEL ...

xi

DAFTAR LAMPIRAN ...

xii

ABSTRAK ...

xiii

ABSTRACT ...

xiv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang ...

1

1.2

Rumusan Masalah ...

3

1.3

Tujuan Penelitian ...

4

1.4

Manfaat Penelitian ...

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Interaksi Antar Spesies ...

5

2.2

Model Dasar Prey-Predator ...

6

2.3

Persamaan Diferensia ...

8

2.4

Persamaan Differensial Autonomous ...

9

2.5

Matriks Jakobi ...

10

(8)

viii

2.7

Linearisasi Di Sekitar Titik Kesetimbangan ...

11

2.8

Sifat Sifat Kestabilan Titi Kesetimbangan ...

12

2.9

kriteria kestabilan routh-hurwitz ...

14

2.10

Solusi Numerik ...

15

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Waktu Dan Tempat ...

18

3.2

Prosedur Penelitian ...

18

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Model Interaksi Tiga Spesies Prey-Predator-Mutualistik 19

4.1.1

Asumsi...

19

4.1.1.

Skema Model ...

20

4.1.2.

Model ...

21

4.2.

Titik Kesetimbangan ...

21

4.3.

Analisis Kestabilan Titik Kesetimbangan ...

23

4.3.1

Model Kestabilan sistem di titik kesetimbangn

𝐸

1

..

23

4.3.2

Kestabilan sistem di titik kesetimbangn

𝐸

2

...

24

4.3.3

Kestabilan sistem di titik kesetimbangn

𝐸

3

...

26

4.4.

Simulasi Numerik ...

28

4.4.1

Kasus I ...

28

4.4.2.

Kasus II ...

30

BAB V

PENUTUP

4.1.

Kesimpulan ...

34

(9)

ix

4.2.

Saran ...

34

DAFTAR PUSTAKA

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1

skema model dasar prey-predator

6

Gambar 2.2 skema

model

dasar

prey-predator

&

prey

bersimbiosis mutualisme dengan spesies lain

7

Gambar 4.1

Skema model interaksi tiga spesies

prey-predator-mutualistik.

20

Gambar 4.2

Grafik laju perubahan populasi prey , predator dan

mutualistik

29

Gambar 4.3

Phase potret untuk ketiga populasi pada setiap titik

kesetimbangan Kasus I

30

Gambar 4.4

Grafik laju perubahan populasi prey , predator dan

mutualistik (Kasus II)

32

Gambar 4.5

Phase potret untuk ketiga populasi pada setiap titik

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1

Array Routh persamaan (2.13)

15

Tabel 4.1

Sifat kestabilan sistem di titik kesetimbangan

𝐸

1

24

Tabel 4.2

Sifat kestabilan sistem di titik kesetimbangan

𝐸

2

26

Tabel 4.3

Titik kesetimbangan, nilai eigen, dan sifat kestabilan

sistem (Kasus I)

28

Tabel 4.4

Titik kesetimbangan, nilai eigen, dan sifat kestabilan

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.

Penentuan titik kesetimbangan dengan Maple 13

37

Lampiran 2.

Script Maple 13 untuk menetukan nilai eigen umum

38

Lampiran 3.

Script

Maple

13

untuk

menentukan

titik

kesetimbangan Kasus I

39

Lampiran 4.

Nilai eigen Kasus I

40

Lampiran 5.

Script

Maple

13

untuk

menentukan

titik

kesetimbangan Kasus II

41

Lampiran 6.

Nilai eigen Kasus II

42

Lampiran 7.

Skrip Mfile Matlab Kasus I

43

Lampiran 8.

Script Matlab untuk menentukan Phase Potret Kasus I

44

Lampiran 9.

Skrip Mfile Matlab Kasus II

45

(13)

xiii

DINAMIKA MODEL INTERAKSI TIGA SPESIES PREY-PREDATOR-

MUTUALISTIK PADA POPULASI KONSTAN

OLEH

HASRUN

F1A1 11 030

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan model interaksi tiga spesies pada

populasi konstan. yang kemudian dilakukan analisis kestabilan dari titik

kesetimbangan yang diperoleh. Proses pemodelan dilakukan dalam tiga tahap

yaitu perumusan masalah, dilakukan untuk mencari relasi antar variabel sehingga

terbentuk asumsi-asumsi yang nantinya akan digunakan dalam penbentukan

model. Tahap selanjutnya adalah membuat skema dan model matematika dengan

cara membentuk persamaan matematika yang sesuai dengan asumsi-asumsi yang

dibentuk sebelumnya. Tahap terakhir adalah mencari perilaku selesaian model

dengan cara mencari titik kesetimbangan, menganalisis kestabilan titik

kesetimbangan, dan melakukan simulasi numerik menggunakan sofware matlab.

Terdapat tiga titik kesetimbangan yang diperoleh dari model.

𝐸

1

0,0,0

mempunyai dua kemungkinan yaitu tidak Stabil atau saddle point,

𝐸

2

0,0,

𝐾 𝑎𝑎𝑧−𝜇𝑧

𝑧

mempunyai dua kemungkinan yaitu saddle point atau tidak

stabil,

𝐸

3

𝐾, 0,0

memberikan nilai eigen yang cukup kompleks. Pada simulasi

numerik kasus I di mana

𝜃

1

> 𝛾

1

dan

(𝜃

2

> 𝛾

2

)

dengan

𝐸

1

0,0,0

tidak stabil,

𝐸

2

0,0,1571.428571

saddle point,

𝐸

3

200,0,0

saddle point. Selanjutnya pada

simulasi numerik kasus II di mana

𝜃

1

= 𝛾

1

dan

(𝜃

2

= 𝛾

2

)

dengan

𝐸

1

0,0,0

tidak stabil,

𝐸

2

, 0,0,2925

saddle point,

𝐸

3

3000,0,0

saddle point.

(14)

xiv

DYNAMICS OF INTERACTION MODEL OF THREE SPECIES

PREY-PREDATOR- MUTUALISTIC IN CONSTANT POPULATION

By

HASRUN

F1A1 11 030

Abstract

This study sought to determine the model of the three species interaction in the

constant population which analyzed the stability of the equilibrium point

obtained. Modeling process is done in three phases, namely the formulation of the

problem, made to look for relationships between variables that formed the

assumptions that will be used in models building. The next stage is made the

scheme and a mathematical model by forming a mathematical equation in

accordance with the assumptions that formed earlier. The last stage is search for

behavioral solution models by finding the equilibrium point, analyze the stability

of the equilibrium point, and showing numerical simulations by using matlab

software. There are three equilibrium point which obtained from the model. E

1

(0,0,0)

has

two

possibilities

namely

not

stable

or

saddle

point,

𝐸

2

0,0,

𝐾 𝑎𝑎𝑧−𝜇𝑧

𝑧

has two possibilities, namely saddle point or unstable,

𝐸

3

𝐾, 0,0

gives a fairly complex eigen values. In the numerical simulation of

case I in which

𝜃

1

> 𝛾

1

and

(𝜃

2

> 𝛾

2

)

with E

1

(0,0,0) unstable, E

2

(0,0,1571.428571) saddle point, E

3

(200,0,0) saddle point. Furthermore, the

numerical simulation of case II in which (θ

1

= γ

1

) and (θ

2

= γ

2

) with E

1

(0,0,0)

unstable, E

2

(, 0,0,2925) saddle point, E

3

(3000,0,0 ) saddle point.

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Peranan matematika telah memberikan pengaruh yang sangat besar

terhadap kemajuan pengetahuan dan teknologi. Model matematika termasuk salah

satu bagian dari perkembangan tersebut. Pemodelan matematika merupakan salah

satu cabang dari matematika terapan yang cukup penting dan bermanfaat. Salah

satu bentuk pemodelan yang dapat diterapkan yaitu pada masalah ekologi.

Di alam terdapat banyak makhluk hidup. Makhluk hidup tersebut akan

menjalani seleksi alam di mana yang kuat yang akan bertahan. Salah satu kejadian

yang dapat diamati adalah persaingan untuk memperoleh makanan dalam

peristiwa makan dan dimakan. Makhluk hidup pemakan atau yang dikenal sebagai

prey akan mencari buruan atau yang dikenal dengan predator guna

mempertahankan hidup (Hasibuan, 1998).

Interaksi antar makhluk hidup dikaji jauh dalam ekologi. Ekologi

merupakan cabang dalam ilmu biologi yang mempelajari tentang hubungan

makhluk hidup dengan habitatnya. Pada dasarnya makhluk hidup bergantung pada

makhluk hidup lainnya ataupun habitatnya sehingga terjadi hubungan timbal balik

antara suatu makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya ataupun dengan

habitatnya. Interaksi yang terjadi antar makhluk hidup ataupun dengan habitatnya

dalam suatu lingkungan hidup, antara lain berupa simbiosis mutualisme,

kompetisi (persaingan) dan predasi.

(16)

2

Dalam ekologi, dikenal istilah rantai makanan. Rantai makanan

merupakan lintasan konsumsi makanan yang terdiri dari beberapa spesies

organisme. Dalam rantai makanan pada suatu ekosistem dikenal istilah

keseimbangan ekosistem yang harus dipenuhi agar lingkungan hidup tersebut

dapat terus berlangsung dalam periode generasi yang cukup lama. Bagian paling

sederhana dari suatu rantai makanan berupa interaksi dua spesies yaitu interaksi

antara spesies prey dengan predator. Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah

populasi suatu spesies, selain kematian alami, yaitu predasi, pemanenan,

pencemaran, dan lain sebagainya. Predasi merupakan salah satu faktor yang sering

dibahas dalam interaksi antar spesies. Kehadiran predator memberikan pengaruh

pada jumlah prey. Oleh karena itu, pada interaksi tiga spesies, kehadiran spesies

lain berpengaruh pada jumlah prey dan predator sehingga dalam rantai makanan

tiap komponennya saling memberikan pengaruh (Dwidjoseputro, 1991).

Dalam masalah ekologi, terjadi interaksi antar spesies yang saling

berhubungan satu sama lain. Pemodelan matematika berperan penting dalam

mempelajari masalah ekologi, sehingga dari proses tersebut jumlah populasi dapat

diketahui, bahkan mengusulkan strategi pemodelan yang berbeda dengan

asumsi-asumsi yang berbeda pula untuk menguraikan perilaku-perilaku tertentu dari suatu

populasi. Untuk mempelajari interaksi antar spesies diperlukan suatu model

matematika. Walaupun model matematika yang melibatkan interaksi dua spesies

tidak dapat menggambarkan hubungan yang kompleks antar spesies sebagaimana

kejadian nyata di alam, tetapi dari model sederhana tersebut merupakan langkah

awal untuk mengetahui perilaku hubungan antar spesies (Murray, 1989).

(17)

3

Model yang mendiskripsikan interaksi dua spesies yang terdiri dari prey

dan predator adalah model rantai makanan dua spesies, sedangkan model yang

mendiskripsikan interaksi tiga spesies yang terdiri dari prey, predator , dan

spesies lain adalah model rantai makanan tiga spesies. Model ini terdiri dari

model laju perubahan populasi prey, spesies lain dan model laju perubahan

populasi predator (Murray, 1989).

Salah satu model prey predator yang menyajikan lebih dari dua populasi

adalah model populasi prey – predator dan prey yang bersimbiosis mutualisme

dengan spesies lain. Model ini diasumsikan mengikuti model populasi prey –

predator

Lotka Voltera,

dengan asumsi bahwa tidak hanya predator dan prey

saling berinteraksi, akan tetapi terdapat hubungan predasi yang mana prey

bersimbiosis mutualisme dengan spesies lain. Dengan demikian, jika tidak ada

prey, maka populasi predator akan puna dengan sendirinya. Diasumsikan juga

bahwa makanan prey dari sumber daya alam lainnya, yang tidak dimasukkan

dalam model (Toaha dan Budin, 2005).

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan mengembangkan

Dinamika Model Interaksi Tiga Spesies Prey-Predator-Mutualistik Pada Populasi

Konstan.

1.2

Rumusan Masalah

Pada uraian latar belakang, permasalahan yang akan dibahas pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Bagaimana model matematika interaksi tiga spesies prey-predator-mutualistik

pada populasi konstan?

(18)

4

2.

Bagaimana perilaku selesaian dari model interaksi tiga spesies

prey-predator-mutualistik pada populasi konstan?

3.

Bagaimana simulasi model matematika interaksi tiga spesies

prey-predator-mutualistik pada populasi konstan?

1.5

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai beikut:

1.

Merumuskan model matematika interaksi tiga spesies

prey-predator-mutualistik pada populasi konstan.

2.

Mengetahui perilaku selesaian dari model interaksi tiga spesies

prey-predator-mutualistik pada populasi konstan.

3.

Mengetahui simulasi model matematika interaksi tiga spesies preypredator

-mutualistik pada populasi konstan.

1.6

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Memberikan informasi mengenai Dinamika Model Interaksi Tiga Spesies

Prey-Predator-Mutualistik Pada Populasi Konstan

2.

Dapat menjadi informasi bagi mereka yang terkait dengan manajemen

ekosistem

3.

memperkaya wawasan, khususnya pada model matematika pada bidang biologi

yang berhubungan dengan interaksi tiga spesies pada populasi konstan

4.

memberi manfaat bagi matematikawan dan matematikawati yang berkenan

untuk membahas yang berhubungan dengan model matematika.

(19)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Interaksi Antar Spesies

Secara singkat dapat dikemukakan bahwa interaksi dapat berdampak

positif, tidak berpengaruh atau berdampak negatif bagi spesies-spesies atau salah

satu spesies yang berinteraksi. Ada beberapa kemungkinan interaksi antar spesies

yang terjadi, sebagai berikut:

1.

Interaksi positif atau kooperatif yang terdiri atas:

a.

Mutualisme atau simbiosis yaitu kedua spesies yang berinteraksi

memperoleh keuntungan dari interaksi.

b.

Komensalisme yaitu salah satu spesies memperoleh keuntungan sedangkan

yang lain tidak berpengaruh.

2.

Interaksi tanpa dampak (indiferens)

yaitu interaksi antara dua atau lebih

spesies yang masing-masing tidak terpengaruh oleh adanya interaksi.

3.

Interaksi negatif.

a.

Amensalisme yaitu salah satu spesies memproduksi dan mengeluarkan

sejenis bahan yang merugikan spesies kedua.

b.

Pemangsaan atau predasi yaitu suatu spesies memangsa spesies lainnya

sehingga satu spesies memperoleh keuntungan dan yang lainnya dirugikan.

c.

Persaingan atau kompetisi yaitu kedua spesies yang berinteraksi saling

dirugikan

(20)

6

2.2

Model Dasar Prey-Predator

Misalkan dalam suatu habitat terdapat suatu hubungan atau peristiwa

prey-predator, dimana

𝑥(𝑡)

dan

𝑦(𝑡)

berturut-turut menyatakan kepadatan populasi

prey dan predator pada waktu

𝑡

. Untuk mempersingkat penulisan,

𝑥(𝑡)

dan

𝑦(𝑡)

akan ditulis sebagai

𝑥

dan

𝑦

saja. Selanjutnya, dalam mengkonstruksi suatu model

prey predator dibuat asumsi-asumsi sebagai berikut:

1.

Jika populasi predator diabaikan maka populasi prey akan tumbuh dengan laju

intrinsik

𝑟

secara eksponensial hingga mendekati

𝐾

(carryng capacity),

sedangkan apabila jumlah populasi prey semakin mendekati

𝐾

, maka

jumlahnya akan tumbuh secara logistik, yakni:

𝑑𝑥

𝑑𝑡

= 𝑟𝑥 1 −

𝑥

𝐾

,

jika

𝑦 = 0

(2.1)

2.

Jika populasi prey diabaikan maka laju pertumbuhan populasi predator

berkurang yang dapat dinyatakan sebagai fungsi kematian dari populasi

predator, yakni:

𝑑𝑦

𝑑𝑡

= −𝜇𝑦

, jika

𝑥 = 0

(2.2)

3.

Pada setiap pertemuan kedua populasi, predator dapat mengkonsumsi prey

dengan jumlah yang tak terhingga.

Dapat digambarkan skema model dasar prey-predator pada Gambar 2.1:

𝑟𝑥 1 −

𝑥𝑘

Gambar 2.1 skema model dasar prey-predator

𝑥

𝑦

𝜇

𝛽𝑦

(21)

7

4. perubahan jumlah populasi spesies lain dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya

interaksi dengan populasi prey. Saat tidak terjadi interaksi dengan populasi

prey, maka pertumbuhan populasi spesies lain mengikuti model logistik dengan

daya dukung lingkung

𝐾

dan tingkat pertumbuhan intrinsik spesies lain sebesar

𝑎

. Dengan demikian, populasi spesies lain akan bertambah dengan laju:

𝑑𝑧

𝑑𝑡

= 𝑎𝑧 1 −

𝑧

𝐾

,

jika

𝑥 = 0

(2.3)

Dapat digambarkan skema model dasar prey-predator dan prey bersimbiosis

mutualisme dengan spesies lain pada Gambar 2.2:

𝑟𝑥 1 −

𝑥𝑘

𝑎𝑧 1 −

𝑘𝑧

1

Gambar 2.2

skema model dasar prey-predator & prey bersimbiosis mutualisme

dengan spesies lain

Berdasarkan asumsi-asumsi dan skema model, maka diperoleh sistem

persamaan sebagai berikut:

𝑑𝑥 𝑑𝑡

= 𝑟𝑥 1 −

𝑥 𝐾

− 𝜃𝑥𝑦

𝑑𝑦 𝑑𝑡

= 𝛾𝑥𝑦 − 𝜇𝑦

𝑑𝑧

𝑑𝑡

= 𝑎𝑧 1 −

𝑧

𝐾

+ 𝛼𝑧𝑥 , 𝑟, 𝑎. 𝑘, 𝑘

2

, 𝛼, 𝛾 > 0.

(2.4)

(Tarumingkeng, 1994).

𝑧

𝑥

𝑦

𝛽𝑦

𝜇

𝛼𝑥

(22)

8

dengan:

𝑟

:

laju pertumbuhan pada populasi prey.

𝜃

:

angka penurunan kepadatan populasi prey karena terjadinya

interaksi antara prey dan predator.

𝛾

:

angka pertumbuhan kepadatan populasi predator karena

terjadinya interaksi antara prey dan predator.

𝛼

:

angka pertumbuhan kepadatan populasi spesies lain karena

terjadinya interaksi antara prey dan spesies lain.

𝐾 ∶

Menyatakan kapasitas batas atau daya dukung lingkungan.

𝜇

:

laju kematian alami pada populasi predator.

2.3

Persamaan Diferensial

Persamaan diferensial seringkali muncul dalam model matematika yang

mencoba menggambarkan keadaan kehidupan nyata. Sebagai contoh, dalam

biologi yaitu laju pertumbuhan populasi. Diberikan sistem persamaan diferensial

nonlinear orde 1, dapat dinyatakan dalam bentuk matriks yakni:

𝑑𝑥

𝑑𝑡

= 𝒇 𝒙, 𝑡 , 𝒙

𝟎

= 𝒙 𝑡

0

,

(2.5)

dimana

𝒙

=

𝑥

1

, 𝑥

2

, … , 𝑥

𝑛 𝑇

dan

𝒇 = 𝑓

1

, 𝑓

2

, … , 𝑓

𝑛 𝑇

, 𝑇

adalah transpose.

Sistem (2.5) dikatakan nonlinear apabila fungsi

𝒇(𝒙)

taklinear dan

kontinu, yang dapat berbentuk:

(23)

9

𝑑𝑥

1

𝑑𝑡

= 𝑓

1

𝑡, 𝑥

1

, 𝑥

2

, … , 𝑥

𝑛

𝑑𝑥

2

𝑑𝑡

= 𝑓

2

𝑡, 𝑥

1

, 𝑥

2

, … , 𝑥

𝑛

𝑑𝑥

𝑛

𝑑𝑡

= 𝑓

𝑛

𝑡, 𝑥

1

, 𝑥

2

, … , 𝑥

𝑛

(2.6)

Dengan kondisi awal

𝑥

𝑖

𝑡

0

= 𝑥

0𝑖

, 𝑖 = 1,2, … , 𝑛

. Selanjutnya sistem (2.6)

dikatakan sistem autonomous apabila fungsi

𝒇(𝒙)

tidak bergantung terhadap

waktu, yakni:

𝑑𝒙

𝑑𝑡

= 𝒇 𝒙 ,

(2.7)

dengan

𝒇(𝒙)

merupakan fungsi linear maupun nonlinear (Arrowsmith & Place,

1987).

2.4

Persamaan Differensial

Autonomous

Sistem persamaan differensial orde pertama interaksi tiga spesies dapat

dinyatakan sebagai:

𝑑𝑥

𝑑𝑡

= 𝑃 𝑥, 𝑦, 𝑧 ,

𝑑𝑦

𝑑𝑡

= 𝑄 𝑥, 𝑦, 𝑧 ,

𝑑𝑧

𝑑𝑡

= 𝑆 𝑥, 𝑦, 𝑧 ,

(2.8)

𝑃, 𝑄,

dan

𝑆

adalah fungsi kontinu bernilai real dari

𝑥, 𝑦,

dan

𝑧

, dan mempunyai

turunan parsial kontinu. Sistem persamaan differensial (2.8) disebut sistem

persamaan diferensial

autonomous,

karena secara eksplisit

𝑃, 𝑄,

dan

𝑆

tidak

mengandung

𝑡

didalamnya.

(24)

10

2.5

Matriks Jakobian

Jika

𝐹(𝑢, 𝑣, 𝑤)

,

𝐺(𝑢, 𝑣, 𝑤)

dan

𝐻(𝑢, 𝑣, 𝑤)

terdiferensialkan dalam sebuah

daerah, maka determinan jakobi, atau singkatnya Jakobi,

𝐹

,

𝐺

, dam

𝐻

terhadap

𝑢

,

𝑣

dan

𝑤

adalah determinan fungsional orde ketiga yang didefinisikan sebagai

berikut:

𝜕(𝐹, 𝐺, 𝐻)

𝜕(𝑢, 𝑣, 𝑤)

=

𝜕𝐹

𝜕𝑢

𝜕𝐺

𝜕𝑢

𝜕𝐹

𝜕𝑣

𝜕𝐺

𝜕𝑣

𝜕𝐹

𝜕𝑤

𝜕𝐺

𝜕𝑤

𝜕𝐻

𝜕𝑢

𝜕𝐻

𝜕𝑣

𝜕𝐻

𝜕𝑤

=

𝐹

𝑢

𝐹

𝑣

𝐹

𝑤

𝐺

𝑢

𝐺

𝑣

𝐺

𝑤

𝐻

𝑢

𝐻

𝑣

𝐻

𝑤

.

(2.9)

Persamaan (2.9) disebut matriks Jakobi

𝐹, 𝐺,

dan

𝐻

dan

𝑢, 𝑣,

dan

𝑤

.

2.6

Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Definisi 2.1 Jika

𝐴

adalah matriks berukuran

𝑛 × 𝑛

maka vektor taknol

𝒙

didalam

𝑅

𝑛

dikatakan vektor eigen (eigenvector)

dari

𝐴

jika

𝑨𝒙

adalah kelipatan

skalar dari

𝑥

yakni:

𝐴𝑥 = 𝜆𝑥

Untuk suatu skalar

𝜆

. Skalar

𝜆

dikatakan nilai eigen dari

𝐴

dan vektor

𝒙

dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan

𝜆

.

Untuk mencari nilai eigen matriks

𝐴

yang berukuran

𝑛 × 𝑛

maka bentuk

𝑨𝒙 = 𝝀𝒙

dituliskan sebagai berikut:

𝑨𝒙 = 𝝀𝑰𝒙 ≡ 𝝀𝑰 − 𝑨 𝒙 = 𝟎

(2.10)

Dengan

𝐼

adalah matriks identitas berukuran

𝑛 𝑥 𝑛.

(25)

11

Agar

𝜆

dikatakan nilai eigen dari

𝐴

maka harus ada selesaian tak nol

(nontrivial) dari (2.10). persamaan (2.10) mempunyai selesaian tak nol (nontrivial)

jika dan hanya jika:

(

𝜆𝐼 − 𝐴) = 0.

(2.11)

Persamaan (2.11) dikatakan persamaan karakteristik dari

𝐴

. Skalar yang

memenuhi persamaan ini disebut nilai eigen (eigenvalue)

2.7

Linearisasi Di Sekitar Titik Kesetimbangan

Definisi 2.2 Titik

𝒙

= 𝑥

01

, 𝑥

02

, … , 𝑥

0𝑛

∈ 𝑅

𝑛

disebut titik kesetimbangan

(equilibrium) dari

𝑑𝑥𝑑𝑡

= 𝒇 𝒙 ,

jika

𝒇(𝒙

) = 0

. Titk kesetimbangan

𝒙

disebut titk

kesetimbangan

hiperbolik

dari

𝑑𝑥𝑑𝑡

= 𝒇(𝒙)

jika semua nilai eigen dari matriks

𝐷𝒇(𝒙

)

tidak nol bagian realnya (Panfilov, 2004).

Perilaku selesaian sistem nonlinear

𝑑𝑥

𝑑𝑡

= 𝒇(𝒙)

di sekitar

titik

kesetimbangan

𝒙

dapat didekati dengan meninjau sifat solusi linear

𝑑𝑥

𝑑𝑡

= 𝑨𝒙

,

dimana

𝐴

matriks Jakobian,

𝐴 = 𝐷𝒇(𝒙

)

.

Deret taylor

𝑓

𝑖

𝒙 , 𝒊 = 1,2, … , 𝑛

dan di sekitar titik kesetimbangan

𝒙

adalah

𝑓1 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 = 𝑓1 𝑥∗ + 𝜕𝑓1(𝑥∗) 𝜕𝑥𝑖 𝑥𝑖− 𝑥0𝑖 + 𝜕2𝑓 1(𝑥∗) 𝜕𝑥𝑖2 𝑥𝑖− 𝑥0𝑖 2+ 𝑘 𝑖=1 𝑘 𝑖=1 … + 𝜕𝑛𝑓1(𝑥∗) 𝜕𝑥𝑖𝑛 𝑥𝑖 − 𝑥0𝑖 𝑛 𝑘 𝑖=1 𝑓2 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 = 𝑓2 𝑥∗ + 𝜕𝑓2(𝑥∗) 𝜕𝑥𝑖 𝑥𝑖− 𝑥0𝑖 𝑘 𝑖=1 + 𝜕2𝑓 2(𝑥∗) 𝜕𝑥𝑖2 𝑥𝑖− 𝑥0𝑖 𝑘 𝑖=1 … + 𝜕𝑛𝑓 2(𝑥∗) 𝜕𝑥𝑖𝑛 𝑥𝑖 − 𝑥0𝑖 𝑛 𝑘 𝑖=1 𝑓𝑛 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 = 𝑓𝑛 𝑥∗ + 𝜕𝑓𝑛(𝑥∗) 𝜕𝑥𝑖 𝑥𝑖− 𝑥0𝑖 𝑘 𝑖=1 + 𝜕2𝑓 𝑛(𝑥∗) 𝜕𝑥𝑖2 𝑥𝑖− 𝑥0𝑖 𝑘 𝑖=1 … + 𝜕𝑛𝑓 𝑛(𝑥∗) 𝜕𝑥𝑖𝑛 𝑥𝑖− 𝑥0𝑖 𝑛 𝑘 𝑖=1

Karena di titik kesetimbangan

𝒇

𝑖

(𝒙

) = 0

, dimana

𝑖 = 1,2, … , 𝑛

dan di

sekitar titik kesetimbangan

𝒙

dianggap cukup dekat dengan

𝒙

, maka suku-suku

(26)

12

yang memuat pangkat dua atau lebih seperti

(𝑥

1

− 𝑥

01

)

2

, (𝑥

2

− 𝑥

02

)

2

dan

seterusnya, nilainya sangat kecil dan dapat diabaikan sehingga diperoleh:

𝒇 𝒙 ≈ 𝑨𝒙,

(2.12)

dimana:

𝒇 𝒙 =

𝑓

𝟏

(𝑥

𝟏

, … , 𝑥

𝑛

𝑓

𝑛

(𝑥

𝟏

, … , 𝑥

𝑛

, 𝐴 =

𝜕𝑓

1

(𝒙

)

𝜕𝑥

1

𝜕𝑓

1

(𝒙

)

𝜕𝑥

𝑛

𝜕𝑓

𝑛

(𝒙

)

𝜕𝑥

1

𝜕𝑓

𝑛

(𝒙

)

𝜕𝑥

𝑛

, 𝒙 =

𝑥

1

− 𝑥

𝟎𝟏

𝑥

𝒏

− 𝑥

0𝑛

Hal ini menunjukkan bahwa fungsi linear

𝐷𝒇 𝒙

𝒙

merupakan

aproksimasi untuk fungsi non linear

𝒇(𝒙)

di sekitar titik kesetimbangan

𝒙

,

sehingga tafsiran solusi dari sistem nonlinear

𝑑𝑥

𝑑𝑡

= 𝒇(𝒙)

di sekitar titik

kesetimbangan

𝒙

dapat didekati dengan mencari solusi

𝑑𝑥𝑑𝑡

= 𝑨𝒙

dengan

𝐴

matriks turunan parsial pertama yang disebut matriks Jakobian. Nilai eigen

matriks

𝐴

memberikan informasi kestabilan lokal di sekitar titik kesetimbangan

𝒙

(Nayfeh & Balachandra, 1995).

2.8

Sifat Sifat Kestabilan Titik Kesetimbangan

Definisi 2.3. Titik kesetimbangan

𝒙

dari sistem

𝑑𝑥𝑑𝑡

= 𝑨𝒙

dikatakan stabil jika

∀ 𝜀 > 0, ∃ 𝜀

> 0, 𝜀

≤ 𝜀

sedemikian hingga

∀ 𝑡

dan

𝑡

dengan

𝑡 ≤ 𝑡

berlaku jika

𝑥 𝑡 ∈ 𝑁

𝜀

(𝒙

)

maka

𝑥(𝑡

) ∈ 𝑁

𝜀

(𝒙

)

.

Definisi 2.4. Titik kesetimbangan

𝒙

dari sistem

𝑑𝑥𝑑𝑡

= 𝑨𝒙

dikatakan stabil

asimtotik jika

𝒙

stabil dan terdapat persekitaran

𝑵

dari

𝒙

sedemikian rupa

sehingga setiap trayektori yang melalui

𝑵

kemudian

𝒙

dimana

𝑡

menuju tak

hingga.

(27)

13

Definisi 2.5. Titik kesetimbangan

𝑥

dari sistem

𝑑𝑥

𝑑𝑡

= 𝐴𝑥

yang stabil tetapi tidak

stabil asimtotik disebut sebagai netral stabil.

Definisi 2.6. Titik kesetimbangan

𝑥

dari sistem

𝑑𝑥𝑑𝑡

= 𝐴𝑥

yang tidak stabil disebut

unstable.

(Arrowsmith & place, 1992).

Bentuk-bentuk umum dan tipe-tipe kesetimbangan sistem linear dengan

sifat kestabilannya yaitu:

1.

Kedua nilai eigen positif, menghasilkan trayektori simpul tak stabil

(unstablenode).

2.

Nilai eigen positif, yang lainnya negatif, menghasilkan titik pelana (saddle

point).

3.

Kedua nilai eigen negatif, menghasilkan simpul stabil (stable node).

4.

Bagian positif, menghasilkan spiral tak stabil (unstable spiral).

5.

Bagian real nol, menghasilkan trayektori pusat sentral atau stabil netral

(neutral center atau neutral stable).

6.

Bagian real negatif, menghasilkan spiral stabil (stable spiral).

(Tarumingkeng, 1994)

Kestabilan suatu sistem kesetimbangan dapat diperiksa berdasarkan nilai

eigen dengan menyelesaikan

𝜆𝐼 − 𝐴 = 0

dengan

𝐴

adalah matriks dari (2.12)

yang berukuran

𝑛 × 𝑛

, menghasilkan polynomial dengan derajat yang sama

dengan ukuran matriks

𝐴

yang mempunyai bentuk umum

𝑎

𝑛

𝜆

𝑛

+ 𝑎

(28)

14

Stabilitas titik kesetimbangan

𝒙

ditentukan berdasarkan tanda bagian real pada

nilai eigen yang dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Stabil

Titik kesetimbangan

𝒙

dikatakan stabil jika dan hanya jika nilai eigen

𝜆

adalah

real dan negatif atau mempunyai bagian real tak positif.

2. Stabil Asimtotik

Titik kesetimbangan

𝒙

dikatakan stabil asimtotik jika dan hanya jika nilai

eigen

𝜆

adalah real dan negatif atau mempunyai bagian real negatif.

3. Tidak Stabil

Titik kesetimbangan

𝒙

dikatakan tidak stabil jika dan hanya jika nilai eigen

𝜆

adalah real dan positif atau mempunyai paling sedikit satu nilai eigen dengan

bagian real positif.

(Tarumingkeng, 1994).

2.9

Kriteria Kestabilan Routh-Hurwitz

Kestabilan Routh-Hurwitz menyatakan bahwa banyaknya perubahan tanda

dalam kolom pertama pada tabel

Routh

sama dengan banyaknya akar-akar

polinomial

𝑝(𝑠)

yang bagian realnya positif. Jadi, bila pada kolom pertama dalam

tabel tidak ada perubahan tanda (semuanya bertanda positf atau semuanya

bertanda negatif), maka semua akar polinomial

𝑝(𝑠)

bagian realnya adalah negatif,

bila polinomial ini merupakan polinomial akar-akar karakteristik dari matriks

𝐴

dimana

𝑑𝑥𝑑𝑡

= 𝐴𝑥

, maka sistem ini adalah stabil. Nilai-nilai karakteristik dari

matriks

𝐴

adalah akar-akar karakteristik dari polinomial:

(29)

15

𝑝 𝑠 = 𝑎

𝑛

𝑠

𝑛

+ 𝑎

𝑛−1

𝑠

𝑛−1

+ ⋯ + 𝑎

1

𝑠 + 𝑎

0

.

(2.14)

Dari persamaan (2.14) disusun Tabel Routh pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Array Routh persamaan (2.13)

𝑠

𝑛

𝑎

𝑛

𝑎

𝑛−2

𝑎

𝑛−4

𝑎

0

𝑠

𝑛−1

𝑎

𝑛−1

𝑎

𝑛−3

𝑎

𝑛−5

0

𝑠

𝑛−2

𝑏

𝑛−2

𝑏

𝑛−4

𝑠

𝑛−3

𝑐

𝑛−3

𝑐

𝑛−5

𝑠

0

0

Kolom-kolom yang berasal dari polinomial persamaan karakteristik, diletakkan

sesuai dengan Array Routh di atas. Sedangkan variabel lainnya, mengikuti aturan

sebagai berikut:

𝑏𝑛−2= − 1 𝑎𝑛−1 𝑎𝑛 𝑎𝑛−2 𝑎𝑛−1 𝑎𝑛−3 𝑏𝑛−4 = − 1 𝑎𝑛−1 𝑎𝑛 𝑎𝑛−4 𝑎𝑛−1 𝑎𝑛−5 … 𝑏𝑛−𝑖= − 1 𝑎𝑛−1 𝑎𝑛 𝑎𝑛−𝑖 𝑎𝑛−1 𝑎𝑛−𝑖−1

dimana

𝒊 = 𝒏, 𝒊 = 𝟐, 𝟒, 𝟔, …

𝑐𝑛−3= − 1 𝑏𝑛−2 𝑎𝑛−1 𝑎𝑛−3 𝑏𝑛−1 𝑏𝑛−4 𝑐𝑛−5= − 1 𝑏𝑛−2 𝑎𝑛−1 𝑎𝑛−5 𝑏𝑛−1 𝑏𝑛−6 … 𝑐𝑛−𝑖 = − 1 𝑏𝑛−2 𝑎𝑛−1 𝑎𝑛−𝑖 𝑏𝑛−1 𝑏𝑛−𝑖−1

dimana

𝒊 ≥ 𝒏, 𝒏 = 𝟑, 𝟓, 𝟕, …

(2.15)

(Subiono, 2010).

2.10

Solusi Numerik

Metode Runge-Kutta merupakan alternatif lain dari metode deret Taylor

yang tidak membutuhkan perhitungan turunan yang lebih tinggi, yakni dengan

mengevaluasi fungsi pada titik yang dipilih dalam setiap langkah interval. Bentuk

umum metode Runge-Kutta ialah:

(30)

16

Fungsi

Φ 𝑥

𝑖

, 𝑦

𝑖

, ℎ ℎ

menyatakan fungsi yang dapat diinterpretasikan sebagai

suatu kemiringan (slope) rata-rata sepanjang interval, Fungsi tersebut dapat

dituliskan dalam bentuk umum:

Φ = 𝛼

1

𝑘

1

+ 𝛼

2

𝑘

2

+ ⋯ + 𝛼

𝑛

𝑘

𝑛

(2.17)

dengan

𝛼

1

, 𝛼

2

, … , 𝛼

𝑛

adalah konstanta, dan

𝑘

adalah:

𝑘

1

= 𝑎(𝑥

𝑖

, 𝑦

𝑖

)

𝑘

2

= 𝑎(𝑥

𝑖

+ 𝑝

1

ℎ, 𝑦

𝑖

+ 𝑞

11

𝑘

1

ℎ)

𝑘

3

= 𝑎(𝑥

𝑖

+ 𝑝

2

ℎ, 𝑦

𝑖

+ 𝑞

21

𝑘

1

ℎ + 𝑞

22

𝑘

2

𝑘

𝑛

= 𝑎(𝑥

𝑖

+ 𝑝

𝑛−1

ℎ, 𝑦

𝑖

+ 𝑞

𝑛−1,1

𝑘

1

ℎ + 𝑞

𝑛−1,2

𝑘

2

ℎ + ⋯ + 𝑞

𝑛−1,𝑛−1

𝑘

𝑛−1

ℎ)

Nilai

𝛼

𝑖

, 𝑝

𝑖

, 𝑞

𝑖𝑗

dipilih sedemikian sehingga meminimumkan galat per langkah.

Dalam penelitian ini digunakan metode runge-kutta orde 4 yakni:

𝒚

𝒊+𝟏

= 𝒚

𝒊

+

6

𝑘

1

+ 2𝑘

𝟐

+ 2𝑘

𝟑

+ 𝑘

𝟒

,

(2.18)

dimana:

𝑘

1

= 𝑎(𝑡

𝑖

, 𝑦

𝑖

)

𝑘

2

= 𝑎 𝑡

𝑖

+

2

, 𝑦

𝑖

+

2

𝑘

1

𝑘

3

= 𝑎 𝑡

𝑖

+

2

, 𝑦

𝑖

+

2

𝑘

2

𝑘

4

= 𝑎 𝑡

𝑖

+ ℎ, 𝑦

𝑖

+ 𝑘

3

.

Metode Runge-Kutta untuk persamaan diferensial biasa tunggal dapat

dikembangkan untuk solusi persamaan diferensial majemuk. Berikut adalah

pengembangan metode Runge-Kutta untuk solusi sistem persamaan diferensial

biasa dengan tiga persamaan yang dinyatakan sebagai berikut:

(31)

17

𝑑𝑥

𝑑𝑡

= 𝑎(𝑡, 𝑥, 𝑦, 𝑧)

𝑑𝑦

𝑑𝑡

= 𝑏 𝑡, 𝑥, 𝑦, 𝑧

𝑑𝑧

𝑑𝑡

= 𝑐 𝑡, 𝑥, 𝑦, 𝑧 ,

(2.19)

dimana

𝑎, 𝑏

dan

𝑐

merupakan fungsi

𝑡, 𝑥, 𝑦,

dan

𝑧

yang telah diketahui.

Selanjutnya didefinisikan sebaga

ℎ = 𝑡

𝑖+1

− 𝑡

𝑖

, 𝑥

𝑖

= 𝑥(𝑡

𝑖

), 𝑦

𝑖

= 𝑦(𝑡

𝑖

), 𝑧

𝑖

= 𝑧(𝑡

𝑖

)

.

Dengan parameter-parameter metode Runge-Kutta orde 4 sebagai berikut:

𝑘1= 𝑎(𝑡𝑖, 𝑥𝑖, 𝑦𝑖, 𝑧𝑖) 𝑘2= 𝑎 𝑡𝑖+ℎ2, 𝑥𝑖+ℎ2𝑘1, 𝑦𝑖+ℎ2𝑙𝑖, 𝑧𝑖+ℎ2𝑚1 𝑘3= 𝑎 𝑡𝑖+ℎ2, 𝑥𝑖+ℎ2𝑘2, 𝑦𝑖+ℎ2𝑙2, 𝑧𝑖+ℎ2𝑚2 𝑘4= 𝑎(𝑡𝑖+ ℎ, 𝑥𝑖+ ℎ𝑘3, 𝑦𝑖+ ℎ𝑙3, 𝑧𝑖+ ℎ𝑚3 𝑙1= 𝑏(𝑡𝑖, 𝑥𝑖, 𝑦𝑖, 𝑧𝑖) 𝑙2= 𝑏 𝑡𝑖+ℎ2, 𝑥𝑖+ℎ2𝑘1, 𝑦𝑖+ℎ2𝑙𝑖, 𝑧𝑖+ℎ2𝑚1 𝑙3 = 𝑏 𝑡𝑖+ℎ2, 𝑥𝑖+ℎ2𝑘2, 𝑦𝑖+ℎ2𝑙2, 𝑧𝑖 +ℎ2𝑚2 𝑘4= 𝑎(𝑡𝑖+ ℎ, 𝑥𝑖+ ℎ𝑘3, 𝑦𝑖+ ℎ𝑙3, 𝑧𝑖+ ℎ𝑚3 𝑚1= 𝑐(𝑡𝑖, 𝑥𝑖, 𝑦𝑖, 𝑧𝑖) 𝑚2= 𝑐 𝑡𝑖+ℎ2, 𝑥𝑖+ℎ2𝑘1, 𝑦𝑖+ℎ2𝑙𝑖, 𝑧𝑖+ℎ2𝑚1 𝑚3= 𝑐 𝑡𝑖+ ℎ 2, 𝑥𝑖+ ℎ 2𝑘2, 𝑦𝑖+ ℎ 2𝑙2, 𝑧𝑖+ ℎ 2𝑚2 𝑚4= 𝑐(𝑡𝑖+ ℎ, 𝑥𝑖+ ℎ𝑘3, 𝑦𝑖+ ℎ𝑙3, 𝑧𝑖+ ℎ𝑚3

Nilai

𝑥, 𝑦

dan

𝑧

pada

𝑡

𝑖+1

adalah:

𝑥

𝑖+1

= 𝑥

𝑖

+

6

(𝑘

1

+ 2𝑘

2

+ 2𝑘

3

+ 𝑘

4

)

𝑦

𝑖+1

= 𝑦

𝑖

+

6

(𝑙

1

+ 2𝑙

2

+ 2𝑙

3

+ 𝑙

4

)

𝑧

𝑖+1

= 𝑧

𝑖

+

6

𝑚

1

+ 𝑚𝑙

2

+ 𝑚𝑙

3

+ 𝑙

4

.

(2.20)

(Raymond, et al., 1991).

(32)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Waktu Dan Tempat

Penelitian ini akan berlangsung pada bulan Desember 2015. Penelitian ini

bertempat di Laboratorium penelitian mahasiswa dan Matematika terapan Jurusan

Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu

Oleo.

3.2

Prosedur Penelitian

Penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) dengan urutan

kerja sebagai berikut:

1)

Penelusuran pustaka yang berkaitan dengan model prey dan predator, serta

prey yang bersimbiosis mutualisme dengan spesies lain,

2)

Mengkonstruksi model prey dan predator, serta prey yang bersimbiosis

mutualisme dengan spesies lain,

3)

Menganalisa perilaku selesaian model prey dan predator, serta prey yang

bersimbiosis mutualisme dengan spesies lain,

4)

Melakukan simulasi numerik dengan menggunakan software matlab,

5)

Menginterpretasikan hasil yang diperoleh.

(33)

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai asumsi, skema, dan formulasi model

dinamika interaksi tiga spesies prey-predator-mutualistik pada populasi konstan.

Model tersebut akan dianalisis dan ditentukan sifat kestabilannya.

4.1

Model Interaksi Tiga Spesies Prey-Predator-Mutualistik

Model interaksi tiga spesies prey-predator-mutualistik dalam sistem ini

sangat kompleks, sehingga diperlukan beberapa asumsi agar menjadi sederhana.

4.1.1 Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini dipaparkan sebagai berikut:

1.

Populasi prey

𝑥

dan populasi spesies lain

𝑧

secara berturut-turut akan tumbuh

secara logistik dengan carring capacity (

𝐾 > 0

) dinyatakan sebagai:

𝑑𝑥

𝑑𝑡

= 𝑟

𝑥

𝑥 1 −

𝑥

𝐾

𝑑𝑧

𝑑𝑡

= 𝑎

𝑧

𝑧 1 −

𝑧

𝐾

dengan:

𝑟

𝑥

merupakan laju pertumbuhan intrinsik populasi

𝑥

.

𝑎

𝑧

merupakan laju pertumbuhan intrinsik populasi

𝑧

2.

Laju kematian alami populasi

𝑥

diabaikan. Kematian prey hanya diakibatkan

oleh pemangsaan.

3.

Pertemuan antara populasi

𝑥

dan

𝑦

akan menyebabkan populasi

𝑥

berkurang

sebesar

𝜃

1

𝑦𝑥

dan populasi

𝑦

bertambah sebesar

𝛾

1

𝑦𝑥

sedangkan pertemuan

populasi

𝑥

dengan

𝑧

akan menyebabkan populasi

𝑥

bertambah sebesar

𝜃

2

𝑧𝑥

dan populasi

𝑧

bertambah sebesar

𝛾

2

𝑧𝑥

.

(34)

20

4.

Adanya laju pertumbuhan intrinsik

𝑏

𝑦

pada populasi

𝑦

.

5.

Laju kematian alami untuk populasi

𝑦

dan

𝑧

secara berturut-turut sebesar

𝜇

𝑦

dan

𝜇

𝑧

.

6.

Terjadi interaksi sesama spesies pada kelompok populasi

𝑦

sebesar

𝛽𝑦

.

4.1.2 Skema Model

Berdasarkan asumsi di atas, maka diperoleh skema model interaksi tiga

spesies prey-predator-mutualistik pada Gambar 4.1.

𝑟

𝑥

𝑥 1 −

𝑥𝐾

Gambar 4.1. Skema model interaksi tiga spesies prey-predator-mutualistik.

𝜃

1

𝑦𝑥

𝑥

𝑦

𝑧

𝛾

1

𝑦𝑥

𝛾

2

𝑧𝑥

𝜃

2

𝑧𝑥

𝑏

𝑦

𝜇

𝑦

𝛽𝑦

𝜇

𝑧

𝑎

𝑧

𝑧 1 −

𝑧

𝐾

(35)

21

4.1.3 Model

Berdasarkan Asumsi dan skema di atas, maka diperoleh model interaksi

tiga spesies prey-predator-mutualistik sebagai berikut:

𝑑𝑥

𝑑𝑡

= 𝑟

𝑥

𝑥 1 −

𝑥

𝐾

+ 𝜃

2

𝑧𝑥 − 𝜃

1

𝑦𝑥

𝑑𝑦

𝑑𝑡

= 𝛾

1

𝑦𝑥 + 𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

+ 𝛽𝑦 ,

𝑑𝑧

𝑑𝑡

= 𝑎

𝑧

𝑧 1 −

𝑧

𝐾

+ 𝛾

2

𝑧𝑥 − 𝜇

𝑧

,

(4.1)

Keterangan:

𝑟

𝑥

: Laju pertumbuhan pada prey

𝑏

𝑦

: Laju pertumbuhan pada predator

𝑎

𝑧

: Laju pertumbuhan pada spesies lain

𝜃

1

: Angka penurunan kepadatan populasi prey karena terjadinya interaksi

antara prey dan predator

𝜃

2

: Angka penambahan kepadatan populasi prey karena terjadinya interaksi

antara prey dan spesies lain.

𝛾

1

: Laju pertumbuhan kepadatan populasi predator karena terjadinya

interaksi antara prey dan predator.

𝛾

2

: Laju pertumbuhan kepadatan populasi spesies lain karena terjadinya

interaksi antara prey dan spesies lain.

𝛽

: Pengaruh kerapatan suatu spesies terhadap laju pertumbuhan spesies

yang bersangkutan.

(36)

22

𝜇

𝑦

: Laju kematian predator.

𝜇

𝑧

: Laju kematian spesies lain.

dengan:

𝑟

𝑥

, 𝑏

𝑦

, 𝑎

𝑧

, 𝜃

1

, 𝜃

2

, 𝛾

1

, 𝛾

2

, 𝛽, 𝜇

𝑦

, 𝜇

𝑧

> 0

Selanjutnya akan ditentukan titik kesetimbangan untuk sistem (4.1)

kemudian akan dibahas analisis kestabilan di sekitar titik kesetimbangan tersebut,

orbit dan dinamika populasinya.

4.2

Titik Kesetimbangan

Analisis titik kesetimbangan pada sistem persamaan diferensial digunakan

untuk menentukan suatu selesaian yang tidak berubah terhadap waktu

𝑡

. Sistem

(4.1) titik kesetimbangannya dinyatakan ke dalam bentuk

𝐸 𝑥, 𝑦, 𝑧 .

titik

kesetimbangan dari (4.1) akan diperoleh dengan menyelesaikan:

𝑑𝑥

𝑑𝑡

=

𝑑𝑦

𝑑𝑡

=

𝑑𝑧

𝑑𝑡

= 0.

(4.2)

Sehingga sistem (4.1) menjadi:

𝑟

𝑥

𝑥 1 −

𝑥

𝐾

+ 𝜃

2

𝑧𝑥 − 𝜃

1

𝑦𝑥 = 0

𝛾

1

𝑦𝑥 + 𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

+ 𝛽𝑦 = 0

𝑎

𝑧

𝑧 1 −

𝑧

𝐾

+ 𝛾

2

𝑧𝑥 − 𝜇

𝑧

= 0

(4.3)

Terdapat

tiga

titik

kesetimbangan

pada

sistem

(4.3)

yaitu

𝐸

1

0,0,0 , 𝐸

2

0,0,

𝐾 𝑎𝑎𝑧−𝜇𝑧

𝑧

, dan 𝐸

3

𝐾, 0,0

Titik kesetimbangan ini diperoleh dengan software Maple 13, selanjutnya dapat

dilihat pada lampiran 1.

(37)

23

4.3

Analisis Kestabilan Sistem di sekitar Titik Kesetimbangan

Pada bagian ini akan dianalisis kestabilan titik kesetimbangan dari sistem

(4.3). selanjutnya digunakan deret Taylor (lihat bagian 2.7 halaman 11), sehingga

diperoleh:

𝑓

1

𝑥, 𝑦, 𝑧 = 𝑟

𝑥

𝑥 1 −

𝑥

𝐾

+ 𝜃

2

𝑧𝑥 − 𝜃

1

𝑦𝑥

𝑓

2

𝑥, 𝑦, 𝑧 = 𝛾

1

𝑦𝑥 + 𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

+ 𝛽𝑦

𝑓

3

𝑥, 𝑦, 𝑧 = 𝑎

𝑧

𝑧 1 −

𝑧

𝐾

+ 𝛾

2

𝑧𝑥 − 𝜇

𝑧

(4.4)

Kemudian dilakukan pelinearan pada sistem (4.4) dengan

𝑑𝒙𝑑𝑡

= 𝐴𝒙

,

dimana

𝐴

adalah matriks jakobi:

𝐴 =

𝜕𝑓

1

𝜕𝑥

𝜕𝑓

1

𝜕𝑦

𝜕𝑓

1

𝜕𝑧

𝜕𝑓

2

𝜕𝑥

𝜕𝑓

2

𝜕𝑦

𝜕𝑓

2

𝜕𝑧

𝜕𝑓

3

𝜕𝑥

𝜕𝑓

3

𝜕𝑦

𝜕𝑓

3

𝜕𝑧

=

𝑎

11

−𝜃

1

𝑥 𝜃

2

𝑥

𝛾

1

𝑦

𝑎

22

0

𝛾

2

𝑧

0

𝑎

33

,

(4.5)

dengan:

𝑎

11

= 𝑟

𝑥

1 −

𝑥

𝐾

𝑟

𝑥

𝑥

𝐾

+ 𝜃

2

𝑧 − 𝜃

1

𝑦

𝑎

22

= 𝛾

1

𝑥 + 𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

− 𝛽

𝑎

33

= 𝑎

𝑧

1 −

𝑧

𝐾

𝑎

𝑧

𝑧

𝐾

+ 𝛾

2

𝑥 − 𝜇

𝑧

.

4.3.1 Kestabilan Sistem di Titik Kesetimbangan

𝑬

𝟏

Jika titik kesetimbangan

𝐸

1

= 0,0,0

disubtitusikan pada (4.5), maka

diperoleh:

(38)

24

𝐴

1

=

𝑟

𝑥

0

0

0 𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

− 𝛽

0

0

0

𝑎

𝑧

− 𝜇

𝑧

.

Selanjutnya nilai eigen dari

𝐴

1

diperoleh dengan menyelesaikan persamaan

𝜆𝐼 − 𝐴

1

= 0

, yaitu,

𝜆 − 𝑟

𝑥

0

0

0

𝜆 − (𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

− 𝛽)

0

0

0

𝜆 − (𝑎

𝑧

− 𝜇

𝑧

)

= 0,

dengan nilai eigen pada

𝐴

1

, yaitu

𝜆

1

= 𝑟

𝑥

,

𝜆

2

= 𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

− 𝛽

, atau

𝜆

3

= 𝑎

𝑧

− 𝜇

𝑧

.

Berdasarkan nilai eigen yang diperoleh pada

𝐴

1

diketahui bahwa

𝜆

1

selalu

bernilai real positif, jika

𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

≥ 𝛽

maka

𝜆

2

bernilai real positif . Sedangkan

jika

𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

< 𝛽

maka

𝜆

2

bernilai negatif. Hal ini menunjukan bahwa

𝜆

2

memiliki dua kemungkinan, yaitu

𝜆

2

dapat bernilai positif atau negatif.

Sedangkan untuk

𝜆

3

memiliki dua kemungkinan yaitu

𝜆

3

bernilai real positif jika

𝑎

𝑧

≥ 𝜇

𝑧

.

dan bernilai negatif jika

𝑎

𝑧

< 𝜇

𝑧

. Secara umum, berdasarkan sifat

kestabilan sistem dapat ditentukan bahwa pada titik

𝐸

1

memiliki dua

kemungkinan sifat kestabilan yaitu tidak stabil atau titik sadel . Untuk lebih

jelasnya dapat di lihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Sifat kestabilan sistem di titik kesetimbangan

𝐸

1

Titik

𝜆

1

𝜆

2

𝜆

3

Sifat Kestabilan

𝐸

1

Positif

Positif

Positif

Tidak stabil

Positif

Negatif

Negatif

Saddle point

4.3.2 Kestabilan Sistem di Titik kesetimbangan

𝑬

𝟐

Jika titik kesetimbangan

𝐸

2

= 0,0,

𝐾(𝑎𝑎𝑧−𝜇𝑧)

𝑧

disubtitusikan pada (4.5),

maka diperoleh:

(39)

25

𝐴

2

=

𝑎

11

0

0

0

𝑎

22

0

𝑎

31

0

𝑎

33

,

dengan:

𝑎

11

= 𝑟

𝑥

+

𝜃

2

𝐾 (𝑎

𝑧

− 𝜇

𝑧

)

𝑎

𝑧

𝑎

22

= 𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

− 𝛽

𝑎

31

=

𝛾

2

𝐾 𝑎

𝑧

− 𝜇

𝑍

𝑎

𝑧

𝑎

33

= 𝑎

𝑧

1 −

𝑎

𝑧

− 𝜇

𝑧

𝑎

𝑧

− 𝑎

𝑧

Selanjutnya nilai eigen dari

𝐴

2

diperoleh dengan menyelesaikan persamaan

𝜆𝐼 − 𝐴

2

= 0

, yaitu,

𝜆 − 𝑎

11

0

0

0

𝜆 − 𝑎

22

0

𝑎

31

0

𝜆 − 𝑎

33

= 0.

Kemudian digunakan program Maple 13 dengan script selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran 2 untuk mendapatkan nilai eigen

𝐴

2

. Berikut nilai eigen

yang diperoleh, yaitu:

𝜆

1

=

𝑟

𝑥

𝑎

𝑧

+ 𝜃

2

𝐾𝑎

𝑧

− 𝜃

2

𝐾𝜇

𝑧

𝑎

𝑧

𝜆

2

= 𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

− 𝛽

𝜆

3

= −𝑎

𝑧

+ 𝜇

𝑧

Berdasarkan nilai eigen yang diperoleh pada

𝐴

2

diketahui bahwa

𝜆

1

selalu

bernilai real positif (dapat dilihat pada simulasi numerik ), jika

𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

≥ 𝛽

maka

𝜆

2

bernilai real positif . Sedangkan jika

𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

< 𝛽

maka

𝜆

2

bernilai

negatif. Hal ini menunjukan bahwa

𝜆

2

memiliki dua kemungkinan, yaitu

𝜆

2

dapat

(40)

26

bernilai positif atau negatif. Sedangkan untuk

𝜆

3

memiliki dua kemungkinan yaitu

𝜆

3

bernilai real positif jika

𝜇

𝑧

≥ 𝑎

𝑧

.

dan bernilai negatif jika

𝜇

𝑧

< 𝑎

𝑧

.

Secara

umum, sifat kestabilan sistem dapat ditentukan bahwa pada titik

𝐸

2

memiliki dua

kemungkinan sifat kestabilan yaitu tidak stabil atau stabil. Untuk lebih jelasnya

dapat di lihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Sifat kestabilan sistem di titik kesetimbangan

𝐸

2

Titik

𝜆

1

𝜆

2

𝜆

3

Sifat Kestabilan

𝐸

2

Positif

Positif

Negatif

Positif

Negatif

Positif

Saddle point

Tidak stabil

4.3.3 Kestabilan Sistem di Titik kesetimbangan

𝐸

3

Jika titik kesetimbangan

𝐸

3

= (𝐾, 0,0)

disubtitusikan pada (4.5), maka

diperoleh:

𝐴

3

=

𝑎

11

−𝜃

1

𝐾 𝜃

2

𝐾

0

𝑎

22

0

𝑎

31

0

𝑎

33

,

dengan:

𝑎

11

= −𝑟

𝑥

+

𝜃

2

𝐾(𝑎

𝑧

− 𝜇

𝑧

)

𝑎

𝑧

𝑎

22

= 𝛾

1

𝐾 + 𝑏

𝑦

− 𝜇

𝑦

− 𝛽

𝑎

31

=

𝛾

2

𝐾(𝑎

𝑧

− 𝜇

𝑧

)

𝑎

𝑧

𝑎

33

= 𝑎

𝑧

1 −

𝑎

𝑧

− 𝜇

𝑧

𝑎

𝑧

− 𝑎

𝑧

+ 𝛾

2

𝐾

Selanjutnya nilai eigen dari

𝐴

3

diperoleh dengan menyelesaikan persamaan

Gambar

Gambar  2.2   skema model dasar prey-predator  &amp; prey bersimbiosis mutualisme  dengan spesies lain
Tabel 2.1. Array Routh persamaan (2.13)
Gambar 4.1. Skema  model interaksi tiga spesies prey-predator-mutualistik.
Tabel 4.2. Sifat kestabilan sistem di titik kesetimbangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kestabilan titik kesetimbangan model predator-prey dengan dua predator pada ekosistem secara umum tidak menunjukkan terjadinya keadaan koeksistensi (tumbuh secara

Proses yang dilakukan pada penelitian ini adalah membangun model dinamika populasi prey- predator dengan fungsi respon tipe holling, mencari titik kesetimbangan,

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah Membahas secara analitis mengenai kestabilan dari model populasi prey predator yang melibatkan pemanenan pada predator.

Model ini diperoleh dari kombinasi model pertumbuhan logistik pada populasi prey dan juga pada pertumbuhan populasi predator karena adanya rasio antara populasi

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis membahas analisis kestabilan model mangsa pemangsa tipe Holling III pada populasi mangsa-pemangsa (predator-prey)

Dari model pertama, diperoleh tiga titik setimbang, yaitu titik setimbang kepunahan , titik setimbang kepunahan predator yang akan eksis dengan syarat tertentu dan bersifat

Pengaruh kehadiran predator kedua pada model rantai makanan tiga spesies untuk kasus pertama didapat dua hasil yaitu populasi prey, predator pertama dan. predator

Penerapan algoritma genetika untuk estimasi parameter dengan data nyata antara populasi jackrabbit dan coyote diterapkan pada model prey-predator Lotka-Volterra.. Parameter model