• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gagal Ginjal Kronik Makalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gagal Ginjal Kronik Makalah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

 GAGAL GINJAL KRONIK

 GAGAL GINJAL KRONIK

I.

I.

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

Definisi

Definisi

Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease/CKD) adalah kehilangan fungsi ginjal Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease/CKD) adalah kehilangan fungsi ginjal  progresif,

 progresif, yang yang terjadi terjadi berbulan-bulan berbulan-bulan sampai sampai bertahun-tahun, bertahun-tahun, yang yang dikarakterisasidikarakterisasi dengan perubahan struktur normal ginjal secara

dengan perubahan struktur normal ginjal secara bertahap disertai fibrosis interstisial.bertahap disertai fibrosis interstisial. Gagal ginjal kronik juga merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan Gagal ginjal kronik juga merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut dengan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/menit.

Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Epidemiologi

Epidemiologi

Diperkirakan, di Indonesia sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Di negara-negara Diperkirakan, di Indonesia sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia dan Inggris :77 - 283 per satu juta maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia dan Inggris :77 - 283 per satu juta  penduduk.

 penduduk. Prevalensi Prevalensi penderita penderita PGK PGK yang yang menjalani menjalani dialisis dialisis antara antara 476 476 - - 1150 1150 perper satu juta penduduk. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kriteria, geografis, satu juta penduduk. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kriteria, geografis, etnik, dan fasilitas kesehatan yang disediakan.

etnik, dan fasilitas kesehatan yang disediakan. Klasifikasi

Klasifikasi a.

a. Stadium IStadium I

Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 50 %

Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 50 %

 – 

 – 

 75 %) tahap inilah yang 75 %) tahap inilah yang  paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum  paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum

merasakan gejala

merasakan gejala

 – 

 – 

 gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam  batas normal.

 batas normal.  b.

 b. Stadium IIStadium II

Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 %

Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 %

 – 

 – 

 50 %) Pada tahap ini penderita dapat 50 %) Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas

melakukan tugas

 – 

 – 

 tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada tahap ini lebih dari 50 % jaringan yang berfungsi telah rusak.

Pada tahap ini lebih dari 50 % jaringan yang berfungsi telah rusak. c.

c. Stadium IIIStadium III

Uremi gagal ginjal (fa

Uremi gagal ginjal (faal ginjal sekitar 10-20%) al ginjal sekitar 10-20%) Pada Stadium ini, Pada Stadium ini, sekitar 90 %sekitar 90 % dar imassa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan dar imassa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.

kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang. d.

d. Stadium IVStadium IV

Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD), yang terjadi apabila

Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD), yang terjadi apabila GFR menurunGFR menurun menjadi kurang dari 5% dari no

(2)

Faktor resiko

1. Pasien dengan diebetes melitus atau hipertensi 2. Individu dengan obesitas atau perokok

3. Individu berumur lebih dari 50 tahun

4. Individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan 5. Penyakit ginjal dalam keluarga

6. Upaya pencegahan terhadap penyakit

II.

PATOFISIOLOGI

Pathogenesis

 Beberapa susceptibility factor dapat meningkatkan resiko terjadinya gangguan ginjal, namun tidak semua factor tersebut menyebabkan kerusakan ginjal. Faktor-faktor tersebut diantaranya usia lanjut, penurunan massa ginjal dan kelahiran dengan bobot rendah, ras dan etnik minoritas, riwayat keluarga,  pendidikan atau pendapatan rendah, inflamasi sistemik, serta dyslipidemia.  Faktor inisiasi yang mengawali kerusakan ginjal dan dapat dimodifikasi

melalui terapi obat. Faktor inisiasi tersebut diantaranya diabetes mellitus, hipertensi, penyakit autoimun, penyakit ginjal polycystic, dan toksisitas obat.  Faktor progresif dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal setelah inisiasi

gagal ginjal. Faktor-faktor tersebut diantaranya glikemia pada diabetes, hipertensi, proteinuria, dan merokok.

 Kebanyakan nefropati progresif berakhir pada jalur umum menuju kerusakan  parenkimal renal ireversibel dan ESRD. Elemen utamanya adalah kehilangan massa nefron, hipertensi kapilari glomerular dan proteinuria. Atau terjadi kerusakan dan penurunan progresif fungsi nefron. Saat terjadi penurunan nilai GFR dan klirens serum ureum dan kreatinin meningkat.

  Nefron yang masih sehat mengalami hipertropi karena terus menggantikan semua fungsi nefron yang rusak. Hal ini menyebabkan ginjal kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine secara baik.

 Ginjal berupaya untuk mengeluarkan larutan urine dalam jumlah besar sehingga pasien mengalami kekurangan cairan tubuh.

 Tubuh tidak mampu lagi membuang air, garam, dan produk-produk sampah lainnya melalui ginjal. Jika laju filtrasi ginjal < 10

 – 

 20 mL/mnt secara klinis akan terlihat uremia dan tanda-tanda toksik akibat produk sampah semakin terlihat.

(3)

Etiologi

Penyebab terbanyak PGK adalah :

  Nefropati DM  Hipertensi

 Glomerulonefritis

 Penyakit ginjal herediter:  Ginjal polikistik  Sindroma alport  Uropati obstruki   Nefritis interstitial Gejala a. Gejala awal  Sakit kepala

 Kelelahan fisik dan mental  Berat badan berkurang  Mudah tersinggung

 b. Beberapa gejala umum

 Letargi progresif, anoreksia, muntah  Hipertensi dan atau gagal jantung  Anemia yang tidak jelas sebabnya  Kelainan biokimia

 Uremia Manifestasi klinik

a. Perkembangan dan kemajuan CKD tidak dapat diprediksi. Pasien dengan kondisi CKD tahap 1 atau 2 umumnya tidak mengalami gejala atau gangguan metabolik yang umumnya dialami pasien CKD tahap 3 sampai 5, yakni anemia, hiperparatiroid sekunder, gangguan kardiovaskuler, malnutrisi, serta abnormalitas cairan dan elektrolit yang merupakan pertanda kerusakan fungsi ginjal.

 b. Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital, friction rub pericardial, serta

 pembesaran vena leher

c. Gejala uremik (kelelahan, lemah, nafas pendek/tersengal

 – 

  sengal, gangguan mental, mual, muntah, pendarahan, dan anoreksia) umumnya tidak muncul pada tahap 1 dan 2, terjadi minimal pada tahap 3 dan 4, serta umumnya terjadi pada

(4)

 pasien CKD tahap 5 yang juga biasanya mengalami gatal di kulit, intoleransi cuaca dingin, kenaikan berat badan, dan neuropati periferal.

d. Gejala dan tanda uremia adalah dasar penentuan pemberian terapi penganti ginjal (RRT)

e. Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta rambut tipis dan kasar f. Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekeis, sputum kental dan liat, napas

dangkal seta pernapasan kussmaul

g. Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau ammonia, ulserasi dan  perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, serta  perdarahan dari saluran GI

h.  Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan, konfusi,

disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, serta  perubahan perilaku

i. Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang serta foot drop

 j. Reproduktif yaitu yang ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler. Diagnosis

a.  peningkatan kadar urea dan kreatinin  b. anemia

c. asidosis (peningkatan keasaman darah) d. hipokalsemia (penurunan kadar kalsium) e. hiperfosfatemia (peningkatan kadar fosfat) f.  peningkatan kadar hormon paratiroid 

g.  penurunan kadar vitamin D

h. kadar kalium normal atau sedikit meningkat

III.

SASARAN TERAPI

1. Gaga lginjal kronik 2. Diabetes mellitus tipe II 3. Hipertensi

4. Anemia

IV.

TUJUAN TERAPI

1. Memperlambat kerusakan ginjal yang terjadi

2. Mengatasi faktor yang mendasari gagal ginjal kronis (misalnya: kencing manis, hipertensi, dll)

3. Mengobati komplikasi dari penyakit

(5)

V.

STRATEGI TERAPI

Tatalaksanaterapi

Strategi penatalaksanaan gagal ginjal kronik meliputi beberapa tahap yaitu, memastikan bahwa tekanan darah benar-benar mengalami kenaikan pada pengukuran  berulang kali,memastikan kadar gula pasien, melakukan terapi non farmakologis meliputi pengamatan secara umum terhadap pola hidup pasien, kemudian terapi farmakologis meliputi pengoptimalan penggunaan obat yang berikan kombinasi dan melakukan monitoring secara rutin. Terapi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non farmakologis dan terapi farmakologis.

VI.

PENYELESAIAN KASUS

a. Kasus

MMR, seorang pasien 59 tahun yang telah memiliki penyakit ginjal endstage (ESDR) selama 10 tahun. Dipertahankan pada hemodialisis kronis (HD). Dia memiliki riwayat hipertensi, penyakit arteri koroner (CAD), gagal jantung kongestif ringan (CHF), dan diabetes mellitus tipe 2.

Obat-obatan yang diberikan adalah sebagai berikut: epoetin 10.000 unit intravena 3 kali / minggu di dialisis; Nephrocaps sekali sehari; atorvastatin 20 mg / hari; insulin; dan kalsium asetat 2 tablet 3 kali / hari dengan makanan .

Pemerikssan laboratorium adalah sebagai berikut: hemoglobin 9,2 g/dL, hormon  paratiroid (PTH) 300 pg/mL, Na 140 mEq/L, Cr 7.0 mg/dL, kalsium 9 mg/dL, albumin 3,5 g/L, dan fosfor 4,8 mg/dL. Konsentrasi feritin serum 80 ng/mL dan kejenuhan pengalihan 14%. Jumlah sel darah merah (RBC) Indice (mean corpuscular volume, berarti jumlah hemoglobin corpuscular) normal. Jumlah sel darah putihnya (WBC) adalah normal .

Dia tidak demam. Apa pendekatan terbaik untuk mengelola anemia pada pasien ini ?

b. Metode SOAP  Subjektif

MMR, seorang pasien 59 tahun yang telah memiliki penyakit ginjal endstage (ESDR) selama 10 tahun. Dipertahankan pada hemodialisis kronis (HD)

 Objektif

Dia memiliki riwayat penyakit hipertensi, penyakit arteri koroner (CAD), gagal jantung kongestif ringan (CHF), dan diabetes mellitus tipe 2.

 Assesment

Pasien menderita penyakit ginjal endstage (ESDR) atau penyakit gagal ginjal kronik

(6)

 Plan

 Terapi Farmakologi

Epoetin atau Eritropoietin

Indikasi : untuk anemia pada pasien gagal ginjal kronik, umumnya meningkatkan kadar hematokrit dan hemoglobin, dan mengurangi atau menghindarkan kebutuhan transfusi Dosis : pemberian secara intravena atau sub kutan 10.000 IU/kg 3 kali seminggu

Efek Samping : yang paling sering adalah bertambah  beratnya hipertensi sekitar 20% - 30% akibat peningkatan

hematokrit yang paling cepat

Captopril (ACE Inhibitor)

Indikasi : untuk hipertensi, gagal jantung kongestif

Dosis : obat ini diberikan 1 jam sebelum makan dengan dosis awal 12,5mg 2 kali sehari, kemudian ditingkatkan 25mg 2 kali sehari

Efek Samping : pusing, diare, mual, kram otot Kontra Indikasi : pada wanita hamil

Atorvastatin (Lipitor)

Indikasi : untuk penurunan kolesterol total dan LDL, apolipoprotein B dan trigliserida pada hiperkolesterolemia, hiperlipidemia dengan mekanisme kerjanya untuk menghambat dan membatasi saluran cerna terhadap absorpsi kolesterol

Dosis : 20mg/hari

Efek Samping : keluhan abdominal ringan, ruam kulit, rangsangan gatal, nyeri kepala, lelah, gangguan tidur, nyeri otot, kejang otot, kenaikan transaminase. Yang jarang terjadi adalah rhabdomiolisis, miopati

Kontra Indikasi : penyakit hati, kolestatis, miopati, kehamilan, masa menyusui

Interaksi : penguatan efek antikoagulan oral, digoksin,  peningkatan resiko suatu miopati atau rhabdomiolisis pada  pemberian bersama

 – 

  sama dengan imunosupresan, fibrat,

asam nikotinat, eritromisin Insulin

Indikasi : untuk diabetes tipe 1 maupun tipe 2 dengan mekanisme kerja menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik

(7)

Efek Samping : hipoglikemia , reaksi alergi

Peringatan : kadar gula darah harus selalu dipantau

Interaksi Obat : sejumlah obat dapat meningkatkan atau menurunkan efek hipoglikemik dengan dilakukan  penyesuaian dosis insulin jika digunakan bersamaan

dengan obat tersebut Kalsium Asetat

Indikasi : Suplemen Kalsium Dosis : 1 tablet 3 kali sehari

 Nephrocaps (Vitamin B kompleks)

Indikasi : Defisiensi vitamin yang larut dalam air karena diet

Dosis : 1 tablet atau kapsul 1 kali sehari

 Terapi Non Farmakologi

 Mencukupi semua nutrient esensial yang adekuat termasuk vitamin

 Mengurangi beban asam yang harus diekskresikan ginjal

 Untuk Diabetes depat dilakukan dengan diet

 Kontrol dan jaga tekanan darah

 Menurunkan berat badan (bagi yang obesitas), serta kontrol kadar lipid (lemak)

 Berhenti merokok

 Gaya hidup sehat

c. Komunikasi , Informasi dan Edukasi

 Memberikan keterangan tentang cara penggunaan obat berupa dosis yang diminum serta waktu penggunaan obat yang akan digunakan

 Diberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga pasien agar obat

 – 

 obat tersebut harus digunakan atau diminum sampai selesai

 Pantau terus keadaan pasien seperti pola diet yang dilakukan pasien, tekanan darah, kadar gula darah

 Dihimbau agar pasien melakukan aktivitas gerak ringan dan olahraga yang cukup

 Setelah pemberian obat

 – 

 obat tersebut, lakukan pemeriksaan laboratorium terhadap kadar hemoglobin, hormon paratiroid, kreatinin pasien , kadar natrium, kalsium , fosfor, albumin, konsentrasi feritin serum, jumlah sel darah merah dan sel darah putih

(8)

DAFTAR PUSTAKA

 Ikatan Apoteker Indonesia. 2011. ISO Farmakoterapi volume 2 . Jakarta Barat 11420.

Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia

 Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2008-2009. ISO Farmakoterapi volume 1.

Jakarta Barat 11430. PT. ISFI penerbitan

 – 

 Jakarta

 Farmakologi dan Terapi. 2012 . Edisis 5. Jakarta. Departemen Farmakologi dan

(9)

MAKALAH

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI KARDIOVASKULER

GAGAL GINJAL KRONIK

Oleh

NUR KHOLIDAH ZIA (17113312A) KARMILA (17113313A) AGUNG HIDAYATULLAH (17113314A) GRESCIA OKTRIVIANA (17113315A) BENEDIKTA EMA DULI (17113317A) WILHELMINA DHIU (17113318A)

KELOMPOK F FKK 3

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA 2014

Referensi

Dokumen terkait

Tidak ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin pada penderita gagal ginjal kronik karena adanya anemia pada gagal ginjal kronik disebabkan

parathormon. Laju Penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya

Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan patologis dengan penyebab yang beragam mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan kemudian berakhir pada

 Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut,

Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu

Tidak ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin pada penderita gagal ginjal kronik karena adanya anemia pada gagal ginjal kronik disebabkan

Menyatakan bahwa penelitian yang berjudul : “Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang Gagal Ginjal Kronik Dengan Perilaku Pencegahan Gagal Ginjal Kronik di Taman Markum