1
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN
INVESTASI PADA
EQUITY SECURITIES
PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA
Variyetmi Wira
Jurusan Admnistrasi Niaga, Politeknik Negeri Padang
Abstract
This research aims to determine the factors that affect the return on investments in equity securities. This study examines whether the profitability ratios, liquidity, leverage, growth rate (growth) and firm size (firm size) is a factor that may affect the return on investment. Investors basically want to increase the return on investment, such as dividends and capital gains. In this study focuses only dividends as a return. Profitability is measured by ROI and ROE, measured by the current liquidity ratio, leverage measured by debt equity ratio, growth measured by sales growth and firm size measured by the logarithm to the total assets owned by the company. Object of this study were manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange that paid dividends in the period 2000 to 2007, and reported its financial statements ending on 31 December each year. This research resulted in that the rate of return on investments in the form of dividends to investors is influenced significantly and negatively associated with profitability ratios as measured by negative and significant ROI through leverage (debt) of investee companies. While the factors of profitability measured by return on equity, liquidity, growth and firm size had no significant.
Keywords: dividend, profitability, liquidity, leverage, growth, firm size
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pembelian saham merupakan salah satu alternatif investasi yang menarik bagi investor, karena ada dua return yang akan diharapkan. Pertama dividen, merupakan keuntungan yang dibagikan oleh manajemen terhadap pemegang saham. Kedua Capital Gain, merupakan selisih antara harga pada saat jual dan beli saham. Return ini menjadi indikator untuk meningkatkan wealth dari para investor, termasuk di dalamnya para pemegang saham. Dividen merupakan salah satu bentuk peningkatan wealth
pemegang saham (Suharli, 2004).
Investor akan sangat senang apabila
mendapatkan tingkat pengembalian
investasinya semakin tinggi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, investor dan investor potensial memiliki kepentingan untuk mampu memprediksi berapa besar tingkat pengembalian investasi mereka .
Tingkat pengembalian investasi berupa pendapatan dividen tidak mudah
diprediksi. Menurut Black (1976),
kebijakan dividen merupakan teka-teki yang sulit untuk dijelaskan, dan selalu menimbulkan tanda tanya besar bagi
investor, kreditor, bahkan kepada
kalangan akademisi. Keputusan suatu
perusahaan mengenai dividen
terkadang diintegrasikan dengan
keputusan pendanaan dan keputusan investasinya.
Sesuai dengan “The bird in the hand theory” yang diungkapkan Gordon dan Lintner (1962), dalam Suharli (2004), menyatakan bahwa satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Wirjolukito et. al.
(2003) mengungkapkan bahwa
pembayaran dividen dan bunga hutang akan mengurangi arus kas bebas yang tersedia bagi manajer agar dapat diinvestasikan di dalam proyek kecil yang memiliki nilai sekarang bersih
positif dan perquisites. Masalah
potensial mengurangi keputusan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham, sebagai prinsipal. Oleh karena itu, memang penting seorang investor
atau investor potensial mampu
memprediksi kebijakan dividen
perusahaan.
Besar kecilnya dividen yang dibagikan tidak terlepas dari kinerja keuangan perusahaan. Salah satu metode untuk melihat kinerja keuangan perusahaan tersebut adalah melalui rasio keuangan. Faktor-faktor yang diduga terkait dengan
pembagian dividen adalah tingkat
kemampulabaan perusahaan (rasio
profitabilitas perusahaaan), tingkat likuiditas perusahaan dalam menjaga hutang jangka pendek perusahaan dengan menggunakan aktiva jangka pendek perusahaan, tingkat hutang yang dimiliki serta tingkat pertumbuhan
perusahaan dan ukuran dari
perusahaan itu sendiri. Jika tingkat kemampulabaan dan tingkat likuiditas perusahaan besar, maka perusahaan cenderung meningkatkan pembayaran dividen. Namun sebaliknya terhadap
tingkat hutang, perusahaan akan
mengurangi kewajiban membayar
dividen, jika tingkat hutang yang tinggi.
2. Permasalahan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah kebijakan dividen
dipengaruhi oleh profitabilitas perusahaan berupa return on Investment (ROI) dan rasio return in Equity (ROE)?
2. Apakah kebijakan dividen
dipengaruhi oleh likuiditas
perusahaan berupa rasio
Current Rasio (CR)?
3. Apakah kebijakan dividen
dipengaruhi oleh hutang
perusahaan Debt To Equity Rasio (DER)?
4. Apakah kebijakan dividen
dipengaruhi oleh tingkat
pertumbuhan perusahaan
(growth)?
Apakah kebijakan dividen dipengaruhi oleh ukuran perusahaan (firm size)? 3. Landasan Teori
1. Pengertian dan bentuk-bentuk
Dividen
Berikut beberapa pengertian dari dividen menurut para ahli dikutip dari Baruno dan Endrianif (2004):
a. Madura (2001), dividen
merupakan penghasilan yang
diberikan oleh perusahaan
kepada pemiliknya atau
pemegang saham.
b. Ang (1997), dividen merupakan
nilai pendapatan bersih
perusahaan setelah pajak
dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang ditahan
sebagai cadangan bagi
perusahaan.
c. Gill (2004), dividen merupakan bagian dari pendapatan bersih perusahaan yang dibayarkan
atau dibagikan kepada
pemegang saham dengan
tingkat tertentu per saham.
d. Smith (1989), dividen
merupakan pembagian laba
kepada pemegang saham
perusahaan sebanding dengan jumlah saham yang dipegang masing-masing oleh pemilik. Kieso dan Weygant (2002) dikutip dalam Baruno dan Endrianif (2004) mengungkapkan bahwa deviden yang dibagikan oleh perusahaan kepada
pemegang sahamnya, terdiri dari
beberapa bentuk:
a. Dividen tunai (cash dividend), adalah dividen yang dibayarkan
oleh perusahaan kepada
pemegang sahamnya dalam bentuk tunai.
b. Dividen Saham (Stock
Dividend), adalah pembayaran
dividen dengan saham
perusahaan dengan proporsi tertentu.
c. Dividen non kas (Property
Dividend), adalah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk selain kas, biasanya dalam bentuk barang
dagang, real estate, aktiva tetap, aktiva lain-lain.
d. Dividen likuidasi (Liquidating Dividend), adalah dividen yang
dibagikan pada saat
perusahaan tidak berlaba atau
pada saat perusahaan
menderita rugi.
e. Dividen Surat hutang (Scrip Dividend), adalah perusahaan
tidak membayar dividen
sekarang, akan tetapi memilih
pembayarannya pada suatu
tanggal dimasa depan.
2. Teori Kebijakan Dividen
Dikutip dari Sunarto dan Kartika (2003), terdapat beberapa teori tentang kebijakan dari para ahli, yaitu:
a. Teori Dividen tidak relevan (Dividend Irrelevance theory). Menurut Modigliani dan Miller (MM), nilai suatu perusahaan
hanya ditentukan oleh
kemampuannya untuk
menghasilkan laba dan resiko bisnisnya, bukan ditentukan oleh besar kecilnya Dividen Payout Ratio.
b. Teori the bird in the hand. Teori ini dikemukan oleh Gordon dan
Lintner dimana kebijakan
dividen bagi para pemegang saham adalah relevan terhadap nilai saham, hal ini dikarenakan tingkat ketidakpastian yang tinggi dari pada capital gain
sehingga investor lebih
menyukai dividen dari pada capital gain.
c. Teori Perbedaan Pajak (Tax Differential Theory). Teori ini kemukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy yang berpendapat bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividend an capital gain, maka investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pajak.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kebijakan Dividen
Menurut Keown, Scott, dkk (2000), ada banyak pertimbangan yang mempengaruhi keputusan perusahaan mengenai dividen, diantaranya adalah:
1. Pembatasan hukum.
Batasan hukum ini ada 2 kategori yaitu:
a. Statutory restriction
(pembagian menurut UU).
b. Ketentuan hukum yang
tertuang dalam kontrak
penerbutan obligasi dan
saham preferen yang
cenderung bersifat unik. 2. Posisi Likuiditas
Perusahaan yang sukses dalam mengumpulkan kas dari operasi terlihat dari jumlah laba ditahan yang cukup besar.
3. Tidak ada atau kurangnya
sumber pendanaan lain.
4. Kemungkinan pendapatan yang diramalkan
5. Kontrol
Kebijakan dalam kontrol
perusahaan sangat diperlukan dalam pengendalian sumber pembiayaan.
6. Inflasi
Riyanto (1994) memasukkan faktor lain yang juga mempengaruhi
pertimbangan keputusan dari
perusahaan mengenai dividennya,
diantaranya:
1. Kebutuhan dana untuk
membayar hutang
2. Tingkat pertumbuhan
perusahaan
4. Hubungan beberapa Faktor dalam
Kebijakan Dividen
Naveli (1989) mengungkapkan bahwa secara umum kebijakan dividen yang ditempuh perusahaan adalah salah satu dari 3 kebijakan ini, yaitu (1) Constant Dividend Payout Ratio, (2) Stable Per Share Dividend, dan (3) Reguler Dividend Plus Extra.
1. Dividen sebagai Tingkat
Pengembalian Investasi
Laba bersih perusahaan dapat
diperlakukan menjadi tiga, yaitu
yang produktif, dibayarkan untuk melunasi kewajiban dan dibagikan sebagai dividen (Pratt, 2000). Laba bersih merupakan return dari investasi perusahaan, sedangkan laba bersih
yang dibagikan sebagai dividen
merupakan direct return bagi pemegang saham.
Dividen disebutkan sebagai
bagian laba atau earnings atau income
yang dibagi. Income, berdasarkan
penerimanya dapat diklasifikasikan
menjadi lima konsep, yaitu: (1) konsep nilai tambah (value added concept), (2)
konsep laba bersih perusahaan
(enterprise net income concept), (3) konsep laba bersih untuk investor (net income to investor), (4) konsep laba bersih untuk pemegang saham (net income to shareholders concept), dan (5) konsep laba bersih untuk pemiliki residual ekuitas (net income to residual equity holders), Hendriksen dan Breda (1992).
2. Profitabilitas Investee dan Return Investasi berupa Dividen
Profitabilitas adalah
kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profit). Laba inilah yang akan
menjadi dasar pembagian dividen
perusahaan, apakah dividen tunai
ataupun dividen saham. Sehingga
peningkatan laba bersih perusahaan investee akan meningkatkan tingkat
pengembalian investasi berupa
pendapatan dividen bagi investor.
Profitabilitas dapat diukur melalui jumlah laba operasi, laba bersih, tingkat
pengembalian investasi/aktiva, dan
tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Smith (1971) juga menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan yang
kuat bagi perusahaan untuk
menghindari memotong dividen.
Stabilitas keuntungan adalah penting untuk mengurangi risiko bilamana terjadi
penurunan laba yang memaksa
manajemen untuk memotong dividen (Partington, 1989). Perusahaan yang memiliki stabilitas keuntungan dapat menetapkan tingkat pembayaran dividen dengan yakin dan mensinyalkan kualitas atas keuntungan mereka.
Na’im (1998) mengukur
profitabilitas, salah satunya
menggunakan rasio Return on
Investment (ROI). ROI merupakan tingkat pengembalian investasi atas investasi perusahaan pada aktiva. 3. Likuiditas Investee dan Return
Investasi berupa Dividen
Perusahaan investee yang
memiliki likuiditas baik maka
memungkinkan pembayaran dividen
lebih baik pula. Likuiditas perusahaan dapat diukur melalui rasio keuangan seperti : current ratio, quick ratio dan
cash acid-ratio (Karnadi, 1993).
Penelitian ini mengukur likuiditas
perusahaan dengan menggunakan
current ratio. Likuiditas perusahaan diasumsikan dalam penelitian ini mampu
menjadi alat prediksi tingkat
pengembalian investasi berupa dividen bagi investor. Current ratio seringkali dijadikan sebagai ukuran likuiditas, termasuk dalam persyaratan kontrak kredit.
4. Hutang dan Return Investasi berupa Dividen
Menurut Howton et. al. (1998) mengutip Opler dan Titman (1993) dan Johnson (1995); perusahaan leveraged memiliki peluang investasi yang tidak menguntungkan serta arus kas bebas yang tinggi. Dengan membedakan
perusahaan yang pembayaran
dividennya tinggi dengan yang rendah,
Johnson mengatakan bahwa
perusahaan yang pembayaran
dividennya rendah mempengaruhi harga
saham secara positif pada
pengumuman penawaran hutang.
Kebijakan hutang dinyatakan dalam rasio leverage.
Rozeff (1982) menyatakan
bahwa perusahaan yang leverage
operasi atau keuangannya tinggi akan
memberikan dividen yang rendah.
Struktur permodalan yang lebih tinggi dimiliki oleh hutang menyebabkan pihak
manajemen akan memprioritaskan
pelunasan kewajiban terlebih dahulu sebelum membagikan dividen. Leverage ratio yang paling umum digunakan adalah rasio hutang terhadap modal
(debt to equity ratio) (Karnadi, 1993),
oleh karena itu penelitian ini
menggunakan Debt to Equity Ratio untuk menghitung tingkat leverage. 5. Growth perusahaan dan Return
Investasi berupa Dividen
Makin cepat tingkat
pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar kebutuhan dana untuk waktu
mendatang untuk membiayai
pertumbuhanya. Perusahaan tersebut biasanya akan lebih senang untuk
menahan pendapatanya daripada
dibayarkan sebagai deviden dengan mengingat batasan-batasan biayanya. 6. Firm Size dan Return Investasi
berupa Dividen
Firm Size menjelaskan bahwa suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal di bandingkan dengan perusahaan kecil. Akses yang baik bisa
membantu perusahaan memenuhi
kebutuhan likuiditasnya. Kemudahan aksesbilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan bank untuk memunculkan dana yang lebih besar, dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Ukuran perusahaan diwakili oleh Log Natural (Ln) dari total assets tiap tahun.
4. Metodologi Penelitian 4.1 Pengembangan Hipotesis
Hipotesa dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
H1 : Semakin tinggi profitabilitas investee maka semakin besar tingkat
pengembalian investasi berupa
pendapatan dividen
H2 : Semakin baik likuiditas investee
maka semakin besar tingkat
pengembalian investasi berupa
pendapatan dividen
H3 : Semakin tinggi leverage
investee maka semakin rendah tingkat
pengembalian investasi berupa
pendapatan dividen
H4 : Semakin tinggi growth investee
maka semakin besar tingkat
pengembalian investasi berupa
pendapatan dividen
H5 : Semakin besar firm size
investee maka semakin besar tingkat
pengembalian investasi berupa
pendapatan dividenstudy.
4.2 Sumber Data
Objek penelitian adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan melaporkan laporan keuangan tahunan pada periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2000 sampai dengan 31 Desember 2007 yang termasuk ke dalam industri manufaktur.
Data yang dipergunakan adalah data sekunder yang bersumber dari
database Bursa Efek Indonesia
(www.idx.co.id) yang diakses melalui
internet, JSX Monthly, Indonesian
Capital Market Directory. 4.3 Rancangan Penelitian
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t. Sebelum melakukan uji statistik dan pengambilan keputusan, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk memperoleh model dengan tingkat ketelitian yang tinggi agar hasil analisis dapat diinterprestasikan secara kuat. Pengujian asumsi klasik terdiri atas:
1. Uji Multikolinieritas
Uji ini dilakukan untuk mendeteksi terjadinya satu atau lebih variabel independen kerkorelasi sempurna atau mendekati dengan variabel lainnya. Menurut Triton (2005) dengan adanya standard error untuk masing-masing koefisien yang diduga akan sangat besar, sehingga pengaruh masing-masing variabel independen tidak dapat
dideteksi. Untuk mendeteksinya
digunakan rumus Variance inflation Factor (VIF) = 1/(1–r2). Jika nilai VIF kecil dari 5, maka variabel independen
yang digunakan bebas dari
1. Uji Autokorelasi
Uji asumsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara anggota serangkaian observasi pada
periode tertentu dengan periode
sebelumnya. Ada beberapa cara untuk melakukan pengujian terhadap asumsi autokorelasi, salah satunya dengan Durbin-Watson d test. Durbin-Watson d test ini mempunyai masalah yang mendasar yaitu tidak diketahui secara tepat mengenai distribusi dari statistic d itu sendiri. Namun Durbin-Watson d test telah menetapkan batas atas (du) dan batas bawah (dL). Durbin-Watson d test telah menabelkan du dan dL untuk taraf 5% dan 1% yang selanjutnya dikenal dengan tabel Durbin-Watson (Triton, 2005).
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji asumsi ini bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi antara error
term dengan variabel dependen.
Menurut Triton (200) varian dari Y meningkat dengan meningkatnya X, dalam hal ini varian Y tidak sama. Jadi terdapat heteroskedastisitas. Apabila semua asumsi model regresi linier klasik dipenuhi, maka penaksir OLS (ordinary Least Square) adalah BLUE (Best Linier Unbiased Estimated) artinya dalam kelas semua penaksir tidak bisa linier,
mereka mempunyai varian yang
minimum efisien.
Setelah melakukan uji asumsi klasik, maka rancangan penelitian dapat
dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Membuat tabulasi data yang diperoleh
b. Membuat model penelitian
berupa persamaan regresi. c. Melakukan pengujian hipotesis
dengan menentukan null
hypotesis dan alternative
hypotesis serta menentukan
tingkat signifikansi sebesar 10%.
d. Menghitung koefisien korelasi
parsial (r) dam koefisien
determinasi parsial untuk
mengukur seberapa kuat
hubungan dan pengaruh
masing-masing variabel
dependen dengan variabel
independen secara terpisah. e. Melakukan uji t, yaitu untuk
menguji apakah masing-masing
variabel independen
berpengaruh terhadap variabel dependen.
4.4 Pengukuran Variabel
Variabel-variabel dan
indikator pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 4.1 PENGUKURAN VARIABEL
Variabel Indikator
1. Return On
Investment
(ROI) Totalaktiva
Penyusutan EBIT ROI= + 2. Return On Equity (ROE) sendiri modal pajak setelah Laba ROE= 3. Current Ratio (CR) lancar Hutang lancar Aktiva CR= 4. Debt Equity Ratio (DER) Sendiri Modal Total Hutang Total DER=
5. Growth Penj tahun t – Penj tahun t-1 Penjualan tahun t-1 6. Firm Size Log dari Total Aset 7. Dividen Payout
Ratio
Dividen per lembar saham Laba per lembar saham
4.5 Metode penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis regresi berganda untuk menguji apakah faktor yang mempengaruhi dividen (X) mampu memprediksi tingkat return investasi (Y). Adapun analisis regresi dapat dirumuskan sebagai
berikut:
DPR = b0 + b1ROI + b2ROE+ b3CR + b4DER + b5Growth + b6Firm Size
5. Analisa Studi Literatur 5.1 Statistik Deskriptif
Pada tabel 5.1 terlihat bahwa jumlah sampel yang digunakan selama periode penelitian dari tahun 2000 sampai 2007, terdapat sebanyak 363 sampel perusahaan yang termasuk kedalam kriteria yang telah ditetapkan. Dari hasil statistik deskriptif, Rata-rata perusahaan manufaktur memberikan dividen (DPR) adalah 45,97% dengan
standar deviasi 77,06. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah Return On Investment (ROI), Return On Equity (ROE), Current Ratio (CR), Debt Equity Ratio (DER), Growth dan Firm Size.
5.2 Pengujian Asumsi Klasik 2. Multikolinieritas
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolineritas digunakan analisis matrik korelasi antar variabel bebas dan perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Apabila korelasi diatas 90% dan nilai VIF lebih besar dari sepuluh maka terjadi multikolinieritas. Berikut ini disajikan matrik korelasi dan hasil pengujian VIF.
Tabel 5.2
MATRIK KORELASI ANTAR VARIABEL BEBAS ROI( %) ROE( %) CR (X) DER (X) Growt h (X) Firm Size (X) ROI (%) 1 0,179 (**) -0,037 -0,261 (**) 0,014 -0,009 ROE (%) 0,179 (**) 1 -0,020 -0,014 0,004 0,014 CR (X) -0,037 -0,020 1 0,093 0,009 -0,041 DER (X) -0,261 (**) -.014 0,093 1 0,014 0,219 (**) Growt h (X) 0,014 .0,04 0,009 0,014 1 -0,033 Firm Size -0,009 0,014 -0,041 0,219 (**) -0,033 1
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Hasil Olahan (2009)
Pada Tabel 5.3 terlihat bahwa ketiga variabel bebas memiliki nilai VIF di bawah 10 dan nilai tolerance di atas 10%. Maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas.
2. Autokorelasi
Model autokorelasi ini berguna untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pada periode
sebelumnya. Model yang baik harus
bebas dari autokorelasi. Adanya
autokorelasi dapat di uji dengan uji D-W (Durbin–Watson). Secara umum yang
dikemukakan oleh Firdaus (2004)
menyatakan bahwa jika niali D-W berada pada nilai 1,55 dan 2,46 menunjukkan tidak ada autokorelasi.
Tabel 5.3
TABEL UJI DURBIN – WATSON
Mo del R R Square Adjusted R Square Std. Error Durbin-Watson 1 0,201 (a) 0,040 0,024 76,1215 632 2,072 a Predictors: (Constant), Firm Size (X), ROI(%), Growth (X), CR (X), ROE(%), DER(X)
b Dependent Variable: DPR(%)
Sumber: Hasil Olahan (2009)
Dari tabel 5.3 terlihat bahwa nilai DW test adalah 2.072, maka dapat dikatakan nilai tersebut berada dalam area “no auto” atau berada di atas batas atas sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi pada penelitian ini. 3. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual atas suatu pengamatan ke pengamatan lain. Untuk mendeteksi ada Tabel 5.1
STATISTIK DESKRIPTIF Variabel N Min Max Mean S. Dev
DPR(%) 363 0,0600 837,000 45,9698 77,0569 ROI(%) 363 0,1900 116,080 9,9345 9,6331 ROE(%) 363 0,3800 1206,000 23,5533 75,8721 CR (X) 363 0,2400 221,000 3,2893 11,7231 DER(X) 363 0,0600 7,280 1,1205 1,1016 Growth (X) 363 -1,0000 6,630 0,2307 0,5315 Firm Size (X) 363 2,5100 7,760 5,8288 0,7170 Valid N 363
Scatterplot
Dependent Variabel: DPR (%)
Regression Standardized Predicted Value
2 0 -2 R egres s ion S tudent iz ed R es idual 1 0 -1
atau tidaknya heteroskedastisitas, maka dapat dilihat dari grafik scaterplot dan melalui uji Glejser.
Grafik 5.1 GRAFIK HETEROSKEDASTISITAS
Sumber : Data diolah
Dari grafik 5.1 dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas. Karena terlihat titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu yang jelas. 5.3 Pengujian Hipotesis
Menggunakan analisis
berganda dengan sampel 363
perusahaan selama perode penelitian.
Pengujian dilakukan dengan
mengunakan statistic uji-t. Uji t adalah alat bantu yang digunakan untuk melihat
apakah terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dengan tingkat signifikansi yang digunakan adalah 10%. Hasil regresi variabel independen (rasio profitabilitas, rasio likuiditas, rasio hutang, growth dan firm
size) yang digunakan untuk
memprediksi pengembalian investasi berupa DPR pada perusahaan, dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 HASIL REGRESI Model Unstandardized Coefficients Std. coef t Sig. B Std. Error Beta 1 (Cons tant) 96,978 33,366 2,906 0,004 ROI (%) -1,075 0,438 -0,134 -2,453 0,015 ROE (%) -0,009 0,054 -0,008 -0,159 0,873 CR (X) 0,156 0,344 0,024 0,453 0,651 DER (X) -11,199 3,883 -0,160 -2,884 0,004 Growt h (X) -6,964 7,535 -0,048 -0,924 0,356 F.Siz e (X) -4,544 5,742 -0,042 -0,791 0,429 a Dependent Variable: DPR(%) Sumber: data diolah (2009)
Sehingga diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 96,978 – 1,075ROI – 0,009ROE + 0,156CR – 11,199DER – 6,964Growth – 4,544Firm Size
1. Hipotesis 1 : Semakin Tinggi
Profitabilitas Investee maka Semakin Besar Tingkat Pengembalian
Investasi Berupa Pendapatan Dividen
Tingkat profitabilitas
perusahaan, dalam penelitian ini
menggunakan dua rasio yaitu ROI dan ROE.
Hasil pengujian memperlihatkan
bahwa hubungan ROI dan ROE
terhadap DPR adalah tidak searah (bertanda negatif). Artinya jika nilai ROI dan ROE semakin besar, maka nilai DPR akan semakin kecil. Dengan kata lain semakin besar tingkat profitabilitas
maka semakin kecil tingkat
pengembalian investasi berupa
pendapatan dividen. Jadi hipotesis 1 ditolak.
2. Hipotesis 2 : Semakin Baik Likuiditas
Investee maka Semakin Besar
Tingkat Pengembalian Investasi
Berupa PendapatanDividen
Tingkat likuiditas diukur dengan menggunakan rasio lancar. Dengan menggunakan taraf signifikansi 10%,
maka variabel CR, mempunyai
pengaruh yang tidak signifikan karena nilai signifikansi lebih besar dari 10%.
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa hubungan CR terhadap DPR adalah searah (bertanda positif). Artinya jika nilai CR semakin besar, maka nilai DPR akan semakin besar. Dengan kata
lain semakin besar tingkat likuiditas
maka semakin besar tingkat
pengembalian investasi berupa
pendapatan dividen. Jadi hipotesis 2 dapat diterima.
3. Hipotesis 3 : Semakin Tinggi
Leverage Investee maka Semakin
Rendah Tingkat Pengembalian
Investasi Berupa Pendapatan
Dividen
Tingkat leverage diukur dengan rasio hutang terhadap modal sendiri (DER). Dengan menggunakan taraf signifikansi 10%, maka variabel DER, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap DPR karena nilai signifikansi lebih kecil dari 10%.
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa hubungan CR terhadap DPR adalah tidak searah (bertanda negatif). Artinya jika nilai CR semakin besar, maka nilai DPR akan semakin kecil atau sebaliknya. Dengan kata lain semakin besar tingkat leverage perusahaan
maka semakin kecil tingkat
pengembalian investasi berupa
pendapatan dividen. Jadi hipotesis 2 diterima.
4. Hipotesis 4 : Semakin Tinggi Growth Investee maka Semakin Besar
Tingkat Pengembalian Investasi
Berupa Pendapatan Dividen
Tingkat pertumbuhan
perusahaan dapat dilihat dari
pertumbuhan penjualan perusahaan
(growth). Dengan menggunakan taraf signifikansi 10%, maka variabel growth
mempunyai pengaruh yang tidak
signifikan terhadap DPR karena nilai signifikansi lebih besar dari 10%.
Hasil pengujian memperlihatkan
bahwa hubungan growth perusahaan
terhadap DPR adalah tidak searah (bertanda negatif). Artinya jika nilai
growth semakin besar, maka nilai DPR akan semakin kecil atau sebaliknya. Dengan kata lain semakin besar tingkat
pertumbuhan perusahaan maka
semakin kecil tingkat pengembalian investasi berupa pendapatan dividen. Jadi hipotesis 2 ditolak.
5. Hipotesis 5 : Semakin Besar Firm Size Investee maka Semakin Besar
Tingkat Pengembalian Investasi
Berupa Pendapatan Dividen
Ukuran perusahaan perusahaan dapat dilihat dari besarnya aset yang dimiliki perusahaan (firm Size). Dengan menggunakan taraf signifikansi 10%, maka firm size mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap DPR karena nilai signifikansi lebih besar dari 10%.
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa hubungan ukuran perusahaan terhadap DPR adalah tidak searah (bertanda negatif). Artinya jika nilai ukuran perusahaan semakin besar, maka nilai DPR akan semakin kecil atau sebaliknya. Dengan kata lain semakin besar tingkat ukuran perusahaan maka semakin kecil tingkat pengembalian investasi berupa pendapatan dividen. Jadi hipotesis 2 ditolak.
5.4 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data
menunjukkan bahwa profitabilitas
investee mempengaruhi secara terbalik kebijakan dividen suatu perusahaan manufaktur. Profitabilitas diukur dengan
Return on Investment (ROI) mempengaruhi kebijakan dividen secara terbalik. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Na’im (1998) yang mengukur profitabilitas salah satunya
menggunakan rasio Return on
Investment (ROI). ROI merupakan tingkat pengembalian investasi atas
investasi perusahaan pada aktiva.
Menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki stabilitas keuntungan dapat menetapkan tingkat pembayaran dividen dengan yakin dan mensinyalkan kualitas atas keuntungan mereka. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio profitabilitas maka semakin besar dividen yang dibagikan ke investor.
Profitabilitas yang diukur
dengan ROE juga memberikan
pengaruh yang terbalik terhadap tingkat pengembalian investasi berupa dividen. Namun pengaruh ROI terhadap DPR tidak signifikan. Jadi dari hasil analisis data menunjukan bahwa semakin tinggi
profitabilitas maka dividen yang dibagikan semakin kecil. Hasil penelitian
ini berbeda dengan teori yang
dikemukakan oleh Riyanto dan Hanafi. Hal ini disebabkan karena perusahaan
manufaktur merupakan perusahaan
yang membutuhkan investasi yang
cukup besar untu kemajuan
perusahaan. Selama periode 2000 sampai 2007 terlihat bahwa perusahaan masih dalam tahap perkembangan. Sehingga proporsi laba lebih besar di alokasikan ke dalam laba ditahan,
akibatnya dividen yang dibagikan
kepada pemegang saham lebih kecil. Faktor likuiditas menunjukan bahwa semakin tinggi likuiditas maka dividen yang dibagikan semakin besar.
Likuiditas perusahaan menunjukkan
kemampuan perusahaan mendanai
operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Oleh sebab itu, perusahaan investee yang
memiliki likuiditas baik maka
memungkinkan pembayaran dividen
lebih baik pula. Penelitian ini baru
dikembangkan kali ini meskipun
penelitian Suharli (2004) sebelumnya sudah memberikan pemikiran awal
mengenai pengaruh likuiditas
perusahaan terhadap kebijakan jumlah
pembagian dividen. Likuiditas
perusahaan pada penelitian ini diukur dengan current ratio (Karnadi, 1993). Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa faktor likuiditas dapat mempengaruhi tingkat pengembalian investasi berupa dividen bagi investor namun tidak signifikan.
Faktor leverage menunjukkan bahwa semakin tinggi leverage (hutang)
maka semakin rendah tingkat
pengembalian investasi berupa
pendapatan dividen dan berpengaruh secara signifikan. Tingkat leverage
diukur dengan Debt to equity ratio
(DER). Penelitian ini dikuatkan dengan
pernyataan Rozeff (1982) bahwa
perusahaan yang leverage operasi atau keuangannya tinggi akan memberikan dividen yang rendah. Pernyataannya
sesuai dengan pandangan bahwa
perusahaan yang berisiko seperti di industri manfaktur akan membayar
dividennya lebih rendah, dengan
maksud untuk mengurangi
ketergantungan akan pendanaan secara eksternal. Struktur permodalan yang lebih tinggi dimiliki oleh hutang menyebabkan pihak manajemen akan memprioritaskan pelunasan kewajiban terlebih dahulu sebelum membagikan dividen.
Perusahaan yang memiliki rasio
hutang lebih besar seharusnya
membagikan dividen lebih kecil karena laba yang diperoleh digunakan untuk melunasi kewajiban. Dengan demikian investor dapat mempelajari kewajiban
perusahaan untuk memperkirakan
pendapatan dari investasi berupa
dividen, di masa yang akan datang. Oleh karena itu, tingkat hutang memiliki hubungan tidak searah (negatif) dan signifikan dengan tingkat pengembalian investasi berupa dividen.
Dari hasil pengolahan terlihat bahwa growth memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap
tingkat pembayaran deviden pada
perusahaan manufaktur. Menurut
Riyanto (1995:266) semakin tinggi
dividend pay out ratio yang ditetapkan oleh suatu perusahaan, makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan, ini berarti
akan menghambat pertumbuhan
perusahaan. Karena salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan adalah mengalokasikan dana yang cukup besar ke dalam laba ditahan.
Setiap perusahaan pada satu
sisi selalu menginginkan adanya
pertumbuhan bagi perusahaan, di sisi lain perusahaan mampu membayarkan
dividen kepada para pemegang
sahamnya. Tetapi dalam prakteknya
kedua tujuan tersebut selalu
bertentangan. Sebab kalau makin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berarti makin sedikit laba yang dapat ditahan,
dan sebagai akibatnya ialah
menghambat tingkat pertumbuhan
dalam pendapatan dan harga
sahamnya. Kalau perusahaan menahan sebagian besar dari pendapatannya tetap di dalam perusahaan, berarti bahwa bagian dari pendapatan yang tersedia untuk pembayaran dividen
adalah kecil. Hasil ini mengindikasikan
bahwa perusahaan manufaktur di
Indonesia belum berada pada posisi
well established, sehingga pembayaran dividen masih kecil.
Pengujian terhadap variabel firm size diperoleh hasil bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari
firm size terhadap deviden payout ratio
dan berhubungan secara negatif. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Susilowati yang menyatakan bahwa
ukuran perusahaan mempunyai
pengaruh terhadap kebijakan deviden. Namun hasil ini konsisten dengan penelitian Sudarsi yang menyatakan
bahwa firm size tidak mempunyai
pengaruh terhadap rasio pembayaran deviden. Dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa firm size tidak
dijadikan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan deviden pada perusahaan manufaktur.
Hal ini di sebabkan karena
semakin besar perusahaan maka
kesempatan investasi akan semakin
besar pula. Dengan banyaknya
kesempatan investasi tersebut maka akan lebih baik jika keuntungan yang ada ditanamkan pada investasi yang
dapat menghasilkan NPV positif,
sehingga perusahaan membayarkan deviden yang rendah. Hal ini sesuai dengan teori deviden residual, yang
menyatakan bahwa perusahaan
menetapkan kebijakan deviden setelah semua investasi yang menguntungkan habis dibiayai. Dengan kata lain, deviden yang dibayarkan merupakan nilai sisa setelah semua usulan investasi yang menguntungkan habis dibiayai. Hal ini juga mengindikasikan bahwa perusahaan manufaktur di Indonesia belum memiliki kemudahan akses ke pasar modal, karena investor tidak mendapatkan dividen yang cukup besar dari perusahaan. Sehingga perusahaan cenderung menyisihkan laba ke dalam
laba ditahan, untuk melakukan
tambahan investasi perusahaan.
Akibatnya dividen yang siap untuk dibagikan ke pemegang saham menjadi lebih kecil.
6. Penutup 6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian investasi berupa dividen bagi investor dapat berpengaruh secara signifikan melalui rasio profitabilitas yang diukur dengan ROI dan leverage (hutang) dari perusahaan investee. Sedangkan faktor lain seperti likuiditas, growth dan firm
size tidak berpengaruh secara
signifikan.
Tingkat profitabilitas yang diukur dengan ROI dan ROE, tingkat leverage,
growth dan firmsize memiliki hubungan yang terbalik atau negatif terhadap pengembalian investasi berupa deviden pada perusahaan manufaktur tahun 2000 – 2007. Sehingga semakin besar tingkat profitabilitas, leverage, growth
dan firm size, maka semakin kecil deviden yang dibagikan oleh investee kepada investor, begitu pula sebaliknya. Sedangkan faktor likuiditas memiliki hubungan yang searah/positif namun tidak signifikan terhadap kebijakan dividen, sehingga semakin tinggi tingkat likuiditas maka semakin besar dividen yang dibagikan oleh investee kepada investor, begitupula sebaliknya.
Tingkat profitabilitas berhubungan negatif dengan pengembalian investasi berupa deviden bagi investor pada perusahaan manufaktur, karena laba
yang dihasilkan oleh perusahaan
manufaktur cenderung digunakan untuk membiayai aktivitas operasional dan menanamkan investasi yang tinggi. Sehingga dana yang dibagikan ke dalam bentuk deviden menjadi rendah.
Tingkat likuiditas perusahaan
investee berhubungan positif namun tidak signifikan terhadap pengembalian investasi berupa dividen bagi investor pada perusahaan manufaktur. Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan melunasi hutang jangka pendek dan mendanai aktivitas operasional. Ini berarti perusahaan manufaktur memiliki tingkat likuiditas yang tinggi, sehingga memampukan perusahaan tersebut
membagikan dividen kepada investor dalam jumlah yang tinggi pula.
Tingkat leverage perusahaan
investee berhubungan negatif dan
signifikan dengan pengembalian
investasi berupa dividen bagi investor
karena tingkat leverage. Hal ini
menunjukkan bahwa investee
perusahaan manufaktur melunasi
kewajibannya dari laba yang ada sehingga dividen yang dibagikan ke investor menjadi kecil.
Tingkat pertumbuhan (growth)
perusahaan berhubungan negatif
namun yidak signifikan terhadap
pengembalian investasi berupa deviden bagi investor. Karena pada perusahaan
manufaktur, untuk meningkatkan
pertumbuhan, perusahaan
mengalokasikan laba lebih besar ke dalam laba ditahan sehingga deviden yang dibayarkan semakin kecil. Dengan kata lain perusahaan manufaktur di Indonesia belum pada posisi mapan, sehingga masih perlu untuk menambah investasi untuk lebih kompetitif dalam bersaing.
Begitu pula dengan ukuran
perusahaan (firm size) berhubungan negatif namun tidak signifikan dengan pengembalian investasi berupa deviden kepada investor. Ini disebabkan karena
perusahaan manufaktur untuk
mendapatkan laba yang lebih tinggi akan berinvestasi pada aset yang menguntungkan. Sehingga laba yang
ada cenderung digunakan untuk
investasi sehingga deviden yang
dibayarkan menjadi lebih kecil.
6.2 Keterbatasan Penelitian
Penggunaan variabel yang
digunakan untuk melihat factor yang mempengaruhi tingkat pengembalian dividen, dipilih hanya berdasarkan pada beberapa studi literature saja, sehingga tidak dapat menggambarkan kondisi perusahaan secara jelas.
6.3 Saran
Adapun saran yang dapat
diberikan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi manajemen perusahaan
emiten, agar lebih
memperhatikan faktor likuiditas dalam menentukan kebijakan
deviden, sehingga dapat
membantu manajemen untuk menentukan kebijakan deviden yang optimal.
2. Bagi penelitian selanjutnya agar menggali atau mengembangkan lagi faktor lain yang dapat
memprediksi tingkat
pengembalian investasi berupa pendapatan dividen, sehingga semakin memperkaya khasanah penelitian khususnya penelitian tentang dividen.
Daftar Referensi
Ang, R. 1997. The Intelligent to Indonesia Capital Market Edisi 1. Mediasoft, Indonesia.
Black, F. 1976. The Dividend Puzzle.
Journal of Portfolio Management.
(winter) 5- 8.
Baruno, Agung dan Yeni Endriani, 2005,
Analisis Pengaruh Rasio-Rasio Keuangan Terhadap Dividend Payout Ratio pada Industri Telekomunikasi di Bursa Efek Jakarta Periode 2000-2004, Jurnal Ekonomi Volume XV No. 39, September-Oktober
Gordon. M. J. 1959. Dividends. Earnings and Stock Prices. Review of
Economics and Statistics.
(May): 99-105.
Hermi. 2004. Hubungan Laba Bersih dan Arus Kas Operasi terhadap Dividen Kas pada Perusahaan Perdagangan Besar Barang Produksi di BEJ pada Periode 1999-2002. Media Riset
Akuntansi, Auditing, dan
Informasi Vol.4 No.3.
Horne, Van & Wachowicz. 1998,
Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan Buku II, Salemba Empat, Jakarta
Howton, S.D., Howton, S.W., dan Perfect, S.B. 1998. The Market Reaction to Straight Debt Issues: The Effects of Free Cash Flow. The Journal of Financial Research. Vol. XXI. No.2. PP. 219-228
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002.
Standar Akuntansi Keuangan.
per 1 April 2002. Salemba Empat, Jakarta.
Karnadi, Steve H. 1993. Manajemen Pembelanjaan, Yayasan Promotio Humana, Jakarta
Keane, S. 1974. Dividends and the Resolution of Uncertainly. Journal of Business Finance and Accounting (Autumn), 389 - 393
Keown, Arthur J, et al. 1999, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,
Terjemahan Chairul D,
Djakman, SE.Ak, MBA, Jilid 1, Salemba Empat, Jakarta
Lintner, John. 1956. Distribution of Incomes of Corporation of Among Dividends, Retained Earnings, and Taxes. The American Review, May, 97-113. Miller, M., dan F. Modigliani. 1961.
Dividend policy, growth and valuation of shares. Journal of Business. 34: 411-433.
Naveli, Raymond P. 1989.
Fundamentals of Managerial Finance. Cincinnati Ohio: South Western Publishing.
Pratt J, 2000, Financial Accounting in An Economic Context 4th Ed.,
South-Western College
Publishing, USA
Smith, K. V. 1971. Increasing Steam Hypothesis of Corporate Dividend Policy. California Management Review.
Sharpe, William. 1999. Investement sixth Edition. Prentice Hall. New Jersey
Suharli, M. 2004. Studi Empiris
Terhadap Faktor Penentu Kebijakan Jumlah Dividen.
Tesis Magister Akuntansi
(Tidak Dipublikasikan). Jakarta Sunarto dan Kartika, Andi, 2003, Analisa
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Dividen Kas di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Maret Tandelilin, E. 2001, Analisa Investasi
dan Manajemen Portofolio, BPFE- Yogyakarta
Wirjolukito, Aruna. 2000.
Relationship analysis of value of the firm and manager’ behaviour in fund managers : agency problem research of non financial listed companies in Indonesia. unpblished