• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) untuk barang berbahaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) untuk barang berbahaya"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Standar Nasional Indonesia

SNI XXXX:XXXX

Terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS)

untuk barang berbahaya

(2)
(3)

Daftar Isi

Daftar Isi ...i

Prakata ... ii

1 Ruang lingkup ... 1

2 Acuan normatif ... 1

3 Istilah dan definisi ... 1

4 Hubungan TUKS dan pelabuhan ... 3

5 Pemberlakuan IMDG Code ... 3

5.1 Umum ... 3

5.2 Klasifikasi B2 ... 3

6 Persyaratan lokasi ... 4

7 Fasilitas dalam TUKS ... 5

7.1 Fasilitas pokok ... 5 7.2 Fasilitas penunjang ... 5 8 Fasilitas pokok ... 5 8.1 Dermaga ... 5 8.1.1 Jenis dermaga ... 5 8.1.2 Ukuran dermaga ... 7 8.1.3 Perlengkapan dermaga ... 11

8.1.4 Kekuatan struktur dermaga ... 14

8.1.5 Gambar tipikal dermaga ... 15

8.2 Lapangan penumpukan ... 15

8.3 Gudang ... 16

8.3.1 Persyaratan umum ... 16

8.3.2 Persyaratan gudang B2 mudah terbakar ... 18

8.3.3 Persyaratan gudang B2 mudah meledak ... 18

8.3.4 Persyaratan gudang B2 bersifat korosif atau reaktif atau beracun .... 19

8.4 Peralatan bongkar muat (lifting gear) ... 19

8.4.1 Kran dermaga ... 19

8.4.2 Derek kapal ... 19

8.4.3 Floating crane ... 20

8.5 Fasilitas penampungan limbah ... 20

8.6 Fasilitas pemadam kebakaran ... 20

9 Fasilitas penunjang ... 20

9.1 Ruang kantor ... 20

9.2 Instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi ... 20

9.3 Jaringan jalan ... 21

9.4 Fasilitas keamanan ... 21

9.5 Rambu petunjuk ... 21

9.6 Gerbang dan Pagar ... 22

Lampiran A ... 23

Lampiran B ... 24

(4)

ii Prakata

Standar ini bertujuan untuk memberikan pedoman baku dalam perancangan Terminal untuk Kepentingan Sendiri untuk Barang Berbahaya (TUKS B2). Standar ini ditujukan bagi perencana pelabuhan, untuk menjadi acuan yang seragam dalam perencanaan TUKS B2.

Standar ini mengacu pada beberapa naskah standar yang berlaku secara luas, seperti British Standard dan OCDI. Standar ini juga mengacu pada naskah akademik yang relevan dengan perencanaan TUKS B2, sehingga diharapkan muatan yang terkandung dalam standar ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

(5)

Terminal untuk kepentingan sendiri untuk barang berbahaya

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan persyaratan fasilitas pada Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (selanjutnya disingkat TUKS) yang menangani barang berbahaya (selanjutnya disingkat B2). B2 yang dimaksud adalah semua jenis zat, bahan dan barang yang terdaftar dalam IMDG Code. Standar ini tidak mengatur penanganan B2 (pengemasan, pelabelan dan pengangkutan) yang telah tercakup di dalam IMDG Code.

2 Acuan normatif

Undang-undang No. 17 Tahun 2008, Pelayaran.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009, Kepelabuhanan.

Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 17 Tahun 2000, Pedoman Penanganan Barang Berbahaya dalam kegiatan Pelayaran di Indonesia.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 414 Tahun 2013, Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/9/2009, Pengadaan, Distribusi, dan Pengawasan Bahan Berbahaya.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23/M-DAG/PER/9/2011, Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi, dan Pengawasan Bahan Berbahaya.

Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/Bapedal/09/1995 Tanggal 5 September 1995, Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, Technical Standard and Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan, Tokyo, 2002.

International Maritime Organization, International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code, 2012.

NFPA 30 – Flammable and Combustible Liquids Code (2000). 3 Istilah dan definisi

3.1 pelabuhan

tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda

(6)

2 dari 25 3.2

terminal

fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang

3.3

terminal untuk kepentingan sendiri

terminal yang terletak di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya

3.4 kolam sandar

perairan yang merupakan bagian dari kolam pelabuhan yang digunakan untuk kepentingan operasional menyandarkan/menambatkan kapal di dermaga.

3.5

kolam pelabuhan

perairan di depan dermaga yang digunakan untuk kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal.

3.6

daerah lingkungan kerja

wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan.

3.7

daerah lingkungan kepentingan

perairan di sekeliling Daerah Lingkungan Kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.

3.8

kegiatan tertentu

kegiatan untuk menunjang kegiatan usaha pokok yang tidak terlayani oleh pelabuhanterdekat dengan kegiatan usahanya karena sifat barang atau kegiatannya memerlukan pelayanan khusus atau karena lokasinya jauh dari pelabuhan.

3.9

kepentingan sendiri

terbatas pada kegiatan lalu lintas kapal atau turun nook penumpang atau bongkar muat barang berupa bahan baku, hasH produksi sesuai dengan jenis usaha pokoknya.

3.10 bahan baku

adalah bahan yang langsung digunakan sebagai bahan dasar untuk menghasHkan suatu produksi sesuai dengan jenis usaha pokoknya.

3.11 hasil produksi

barang yang merupakan hasil langsung dari proses produksi sesuao dengan jenis usaha pokoknya.

Commented [DA2]: Sumber: Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009, Kepelabuhan., Pasal 1 butir 19

Commented [DA3]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri, Pasal 1 butir 4.

Commented [DA4]: Sumber: Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009, Kepelabuhanan, Pasal 1 butir 23.

Commented [DA5]: Sumber: Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009, Kepelabuhanan, Pasal 1 butir 24.

Commented [DA6]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan TuKS, Pasal 1 butir 5.

Commented [DA7]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan TuKS, Pasal 1 butir 6.

Commented [DA8]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan TuKS, Pasal 1 butir 7.

Commented [DA9]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan TuKS, Pasal 1 butir 8.

Commented [DA10]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan TuKS, Pasal 1 butir 9.

(7)

3.12

barang berbahaya (disingkat B2)

1. zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun (toksisitas), karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi.

2. semua zat, bahan dan barang yang tercakup dalam IMDG Code.

4 Hubungan TUKS dan pelabuhan

TUKS merupakan salah satu terminal dalam suatu kawasan pelabuhan yang digunakan untuk menunjang kegiatan tertentu dan berada di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan yang mewadahinya.

Terkait dengan sifatnya yang digunakan untuk kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan tertentu, sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang mengelola terminal, maka pada prinsipnya kapasitas terminal tidak terkait dengan hierarkhi pelabuhannya. Kapasitas terminal ditentukan hanya oleh rencana bisnis perusahaan yang mengelola terminal bersangkutan.

5 Pemberlakuan IMDG Code 5.1 Umum

International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code adalah suatu pengkodean yang diberlakukan oleh International Maritime Organization (IMO) yang digunakan untuk mengangkut muatan B2 (selanjutnya disebut B2) dalam bentuk dikemas (dangerous goods in packaged form). IMDG Code dikembangkan sebagai kode internasional yang seragam untuk pengangkutan B2 melalui laut, yang mencakup pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan wadah B2 dengan menitikberatkan pemisahan antara zat yang saling tidak cocok (incompatible substance).

Dalam keputusan Menteri Perhubungan No. KM 17 Tahun 2000, telah ditetapkan Pedoman Penanganan Barang Berbahaya dalam kegiatan Pelayaran di Indonesia telah diatur berdasarkan ketentuan IMDG Code.

Dengan demikian, maka setiap TUKS yang mengangkut B2 yang diatur dalam IMDG Code harus memenuhi seluruh ketentuan yang bersesuaian di dalamnya.

5.2 Klasifikasi B2

B2 dibagi menjadi beberapa kelas (class) sebagai berikut: 1. Kelas 1 – bahan peledak (explosives)

2. Kelas 2 – gas (gases); dimampatkan, dicairkan atau dilarutkan dengan tekanan (compressed, liquefied or dissolved under pressure)

3. Kelas 3 – bahan cair mudah terbakar (flammable liquids) 4. Kelas 4:

a. Kelas 4.1 – bahan padat mudah terbakar (flammable solids)

Commented [DA12]: Sumber: Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23/M-DAG/PER/9/2011

Commented [DA13]: Dangerous goods mean the substances, materials and articles covered by the IMDG Code. Sumber: IMDG Code Chapter VII Part A Regulation 1 Paragraf 2, IMO, 2012.

(8)

4 dari 25

b. Kelas 4.2 – bahan yang berpotensi untuk terbakar sendiri (substances liable to spontaneous combustion)

c. Kelas 4.3 – bahan yang apabila terkena air dapat menimbulkan gas mudah terbakar (substances which, in contact with water, emit flammable gases)

5. Kelas 5:

a. Kelas 5.1 – bahan mudah teroksidasi (oxidizing substances) b. Kelas 5.2 – perioksida organik (organic peroxides) 6. Kelas 6:

a. Kelas 6.1 – bahan beracun (toxic substances)

b. Kelas 6.2 – bahan penyebab infeksi (infectious substances) 7. Kelas 7 – materi radioaktif (radioactive material)

8. Kelas 8 – bahan korosif (corrosive substances)

9. Kelas 9 – bahan dan artikel berbahaya lainnya (miscellaneous substances and articles and environmentally hazardous substances)

6 Persyaratan lokasi

Lokasi TUKS ditentukan oleh pengelola pelabuhan sesuai dengan rencana pengelolaan terminal dalam pelabuhan bersangkutan. Dari sisi penempatannya, terminal B2 perlu dipilih pada terminal yang posisinya terpisah dari kegiatan bongkar muat general cargo dan terminal penumpang.

Terminal ini harus memiliki akses langsung ke jalan utama pelabuhan atau jalan rel agar dampak akibat pengangkutan terhadap fasilitas jalan pelabuhan dan kegiatan lainnya dapat ditekan seminimal mungkin.

Secara geografis, lokasi TUKS B2 harus memenuhi persyaratan sebagai berkut:

1. Luas tanah termasuk untuk gudang dan fasilitas lainnya sekurang-kurangnya 1 (satu) hektar;

2. Area secara geologis merupakan daerah bebas banjir tahunan;

3. Lokasi harus cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem tertentu. Jarak terdekat yang diperkenankan adalah:

a. 150 meter dari jalan utama atau jalan tol; 50 meter dari jalan lainnya;

b. 300 meter dari fasilitas umum seperti daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan, fasilitas pendidikan, dll.

c. 300 meter dari perairan seperti garis pasang tertinggi laut, badan sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air, sumur penduduk, dll.

Commented [DA14]: Sumber: KMHub 17/2000 dan IMDG Code.

Commented [DA15]: Sumber: The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, Technical Standard and Commentaries for

(9)

d. 300 meter dari daerah yang dilindungi seperti cagar alam, hutan lindung, kawasan suaka, dll.

7 Fasilitas dalam TUKS

TUKS berfungsi untuk menunjang kegiatan tertentu di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, oleh karena itu sebagian fasilitas di perairan dan daratan yang digunakan untuk operasi lalu lintas kapal dan barang disediakan oleh Penyelenggara Pelabuhan.

Kelengkapan dalam TUKS mencakup fasilitas pokok dan fasilitas penunjang yang terletak di wilayah perairan dan daratan sebagai berikut.

7.1 Fasilitas pokok 1. Dermaga;

2. Lapangan penumpukan; 3. Gudang;

4. Peralatan bongkar muat; 5. Fasilitas penampungan limbah; 6. Fasilitas pemadam kebakaran; 7. Fasilitas tanggap darurat.

7.2 Fasilitas penunjang 1. Ruangan kantor;

2. Instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi; 3. Jaringan jalan; dan

4. Jaringan air limbah, drainase dan sampah;

8 Fasilitas pokok 8.1 Dermaga 8.1.1 Jenis dermaga

Jenis dermaga dibedakan menurut orientasinya terhadap garis pantai dan menurut jenis strukturnya. Menurut orientasinya, dermaga dibedakan menjadi tipe wharf, pier dan jetty. Menurut jenis strukturnya, dermaga dibendakan menjadi dermaga dengan struktur terbuka dan tertutup. Beberapa jenis dermaga ditunjukkan pada Gambar 1.

Wharf dapat berfungsi sebagai penahan tanah yang ada dibelakangnya. Berbeda dengan wharf yang digunakan untuk merapat pada satu sisinya, pier bisa digunakan pada satu sisi atau dua sisinya; sehingga dapat digunakan untuk merapat lebih banyak kapal. Jetty digunakan untuk merapat kapal tanker atau kapal pengangkut gas alam, yang mempunyai ukuran sangat besar. Sisi muka jetty ini biasanya sejajar dengan pantai dan dihubungkan dengan daratan oleh jembatan yang membentuk sudut tegak lurus dengan jetty (Triatmodjo, 2009). Sketsa dermaga tipe wharf, pier dan jetty ditunjukkan pada Gambar 2.

Commented [DA16]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor

Kep-01/Bapedal/09/1995 Tanggal 5 September 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

(10)

6 dari 25 Struktur Dermaga

Pier

Wharf Jetty

Struktur Tertutup Struktur Terbuka

Tiang Pancang

Blok Beton Kaison Sel Turap Baja Dinding Penahan

Tanah

Dinding Gravitasi Dinding Turap

Gambar 1 – Jenis dermaga

Gambar 2 – Jenis dermaga jetty, quay/wharf dan pier

Pemilihan tipe dermaga tergantung pada jenis kapal yang dilayani (kapal penumpang atau barang yang bisa berupa barang satuan, peti kemas, barang curah padat maupun cair, kapal ikan, kapal militer, dsb), ukuran kapal, kondisi topografi dan tanah dasar laut, kondisi hidrooseanografi (gelombang dan pasang surut). Tipe dermaga dipilih yang paling sesuai sehingga biaya pembangunannya seekonomis mungkin (Triatmodjo, 2009). Gambar 3 menunjukkan pertimbangan dalam menentukan tipe dermaga.

Jetty

Quay/Wharf Wilayah daratan

(11)

Pengerukan Dasar pelabuhan Turap Wharf Jetty Tiang pancang Dasar laut

Muka air laut

Kapal

Kapal

Kapal Kedalaman yang dibutuhkan

Gambar 3 – Pertimbangan dalam menentukan tipe dermaga 8.1.2 Ukuran dermaga

8.1.2.1 Sketsa definisi ukuran dermaga

Sketsa definisi ukuran dermaga yang dihitung berdasarkan ukuran kapal rencana ditunjukkan pada Gambar 3.

(12)

8 dari 25

Gambar 4 – Sketsa definisi ukuran dermaga 8.1.2.2 Ukuran tipikal dermaga

Apabila kapal rencana tidak diketahui, maka ukuran tipikal dermaga dapat mengacu pada Tabel 1 untuk kapal general cargo, Tabel 2 untuk kapal petikemas dan Tabel 3 untuk kapal curah cair. Panjang dermaga dibulatkan ke atas dengan ketelitian 5 meter. Kedalaman kolam dermaga dibulatkan ke atas dengan ketelitian 0,5 meter, dan dihitung terhadap elevasi LLWL.

Perhitungan yang lebih teliti dengan mengacu pada ukuran kapal rencana disajikan pada sub bab berikutnya.

Tabel 1 Ukuran minimum dermaga general cargo DWT Panjang dermaga Kedalaman kolam

dermaga Lebar apron

(t) (m) (m) (m) 1,000 85 4.5 15 2,000 100 5.5 15 3,000 115 6.5 15 5,000 135 7.5 20 7,000 150 8.5 20 10,000 165 9.5 20 15,000 190 10.5 20 20,000 205 11.5 20 30,000 235 13.5 20 40,000 255 14.5 20 LOAmax

0,1 LOAmax 0,1 LOAmax

Panjang dermaga Apron freeboard draft beam/breadth UKC Apron

Dasar kolam dermaga Muka dermaga

(13)

Tabel 2 Ukuran minimum dermaga petikemas DWT Panjang dermaga Kedalaman kolam

dermaga Lebar apron

(t) (m) (m) (m) 7,000 150 8.0 20 10,000 170 9.0 20 15,000 200 10.0 20 20,000 225 11.0 20 25,000 245 12.0 20 30,000 265 12.5 20 40,000 295 13.5 20 50,000 320 14.5 20 60,000 345 15.5 20

Tabel 3 Dimensi minimum jetty curah cair berdasarkan ukuran kapal tipikal

minimum maksimum (t) (m) (m) (m) 1,000 4.5 18.5 23.5 2,000 5.5 23.0 29.0 3,000 6.5 26.5 33.0 5,000 7.5 31.0 39.0 7,000 8.0 34.5 43.5 10,000 9.0 38.5 48.5 15,000 10.0 43.5 55.5 20,000 11.0 47.5 60.5 30,000 12.0 54.0 69.5 50,000 14.0 63.5 82.0 70,000 15.5 70.5 91.0 100,000 17.0 79.0 102.0 150,000 19.5 89.5 116.0 200,000 21.0 98.5 127.5 300,000 23.5 111.5 145.5 jarak antar breasting

dolphin Kedalaman kolam

dermaga DWT

8.1.2.3 Kedalaman kolam dermaga

Kedalaman standar kolam dermaga ditentukan dengan menambahkan ruang bebas di bawah lunas (under keel clearance) dengan draft maksimum kapal rencana. Untuk ruang bebas di bawah lunas, nilai 10% dari draft maksimum digunakan sebagai standar. Secara matematis, dinyatakan dalam persamaan berikut:

d = draftmax + UKC = draftmax + 10% x draftmax = 1,1 × draftmax Keterangan

d adalah kedalaman kolam dermaga, dihitung terhadap elevasi muka air terendah

(Lowest Low Water Level, LLWL)

draftmax adalah draf kapal terbesar dalam kondisi sarat (fully loaded)

(14)

10 dari 25

Untuk dermaga yang digunakan oleh kapal dalam kondisi cuaca buruk (badai), margin untuk gerakan kapal oleh angin dan gelombang harus ditambahkan ke ruang bebas lunas.

8.1.2.4 Panjang dermaga

Panjang standar dermaga ditentukan dengan menambahkan panjang yang dibutuhkan oleh tali tambatan haluan dan buritan dengan panjang keseluruhan kapal rencana.

Jika kapal ditambatkan sejajar dengan dermaga, konfigurasi tali tambat ditunjukkan pada Gambar 5. Tali tambat haluan dan buritan biasanya diatur pada sudut 30º sampai 45º terhadap muka dermaga, karena tali ini digunakan untuk mencegah pergerakan kapal pada arah longitudinal (pada arah haluan dan arah buritan) dan pada arah lateral (pada arah daratan dan lautan).

A D C C D B

Keterangan:

A adalah tali haluan (bow line)

B adalah tali buritan (stern line)

C adalah tali pengikat (spring lines)

D adalah tali penahan (breast lines)

Gambar 5 – Konfigurasi tali tambat

Panjang dermaga untuk satu tambatan sama dengan panjang kapal terbesar yang menggunakan dermaga ditambah ruang bebas (clearance) sebesar 10% dari panjang kapal terbesar yang bersandar di dermaga. Secara matematis, panjang dermaga untuk satu tambatan dinyatakan dalam persamaan berikut:

Lp = 1,2 × Loa

Keterangan

Lp adalah panjang dermaga

Loa adalah panjang kapal terbesar yang dilayani.

Apabila dermaga digunakan oleh lebih dari satu tambatan kapal, di antara dua kapal yang berjajar diberi jarak sebesar 10% kali panjang kapal terbesar yang menggunakan pelabuhan. Secara matematis, panjang dermaga untuk beberapa tambatan dinyatakan dalam persamaan berikut:

Lp = n × Loa + (n + 1) × 10% × Loa

Keterangan

Lp adalah panjang dermaga

n adalah jumlah tambatan

Loa adalah panjang kapal terbesar yang dilayani

Commented [DA17]:

Sumber: OCDI, 2002. Technical Standards and Commentaries For Port and Harbour Facilities In Japan. Edisi 1999. Tokyo: OCDI.

Commented [DA18]:

Sumber: OCDI, 2002. Technical Standards and Commentaries For Port and Harbour Facilities In Japan. Edisi 1999. Tokyo: OCDI.

(15)

8.1.2.5 Elevasi dermaga

Elevasi lantai dermaga ditentukan dengan mempertimbangkan ukuran kapal rencana dan kondisi alam. Elevasi muka air yang digunakan sebagai datum dalam penentuan elevasi dermaga adalah MHWL. Elevasi minimum dermaga terhadap MHWL ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Elevasi minimum dermaga terhadap MHWL Satuan dalam meter Tunggang pasang

≥ 3,0 m

Tunggang pasang < 3,0 m Dermaga untuk kapal besar

(kedalaman kolam ≥ 4,5 m) +0,5~1,5 +1,0~2,0

Dermaga untuk kapal kecil

(kedalaman kolam < 4,5 m) +0,3~1,0 +0,5~1,5

8.1.2.6 Lebar apron

Apron dengan luas yang memadai harus disediakan antara garis muka dermaga dan gudang atau lapangan penumpukan untuk memastikan keselamatan dan kelancaran kegiatan bongkar muat barang, naik turun penumpang dan lalu lintas kendaraan.

Lebar apron harus dirancang sedemikian rupa sesuai dengan ukuran dan penggunaan dermaga, dan struktur gudang di belakang dermaga dan penggunaannya.

Lebar standar apron ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Lebar apron minimum Satuan dalam meter Kedalaman kolam dermaga,

Dp

Lebar apron minimum, Wa

Dp < 4,5 10

4,5 ≤ Dp < 7,5 15

Dp ≥ 7,5 20

8.1.3 Perlengkapan dermaga 8.1.3.1 Fender (bantalan sandar)

Fender pada prinsipnya adalah medium yang memisahkan antara kapal dengan dermaga. Medium ini berfungsi untuk menyerap sebagian energi kinetik dari kapal sehingga mengurangi risiko rusaknya badan kapal dan badan dermaga (PIANC, 2002).

Perencanaan fender, baik dari tipe dan sistem pemasangannya, harus dilakukan secara berkesinambungan dengan perencanaan struktur dermaga. Fender harus dirancang sedemikian sehingga:

1. Penyandaran kapal ke dermaga dilakukan tanpa menimbulkan kerusakan baik terhadap dermaga maupun kapal itu sendiri;

2. Kapal dan dermaga (termasuk fender) tidak mengalami kerusakan pada saat kapal bertambat;

3. Periode operasi dan tingkat keselamatan terjaga secara berkelanjutan.

Tipe fender yang digunakan dan penempatannya pada sisi depan dermaga harus dapat melindungi dan menyerap energi benturan dari semua jenis dan ukuran kapal untuk

Commented [DA20]:

Sumber: OCDI, 2002. Technical Standards and Commentaries For Port and Harbour Facilities In Japan. Edisi 1999. Tokyo: OCDI.

Commented [DA21]:

Sumber: MARCOM WG 33, 2002. Guidelines for the design of fender systems. Brussel: PIANC.

(16)

12 dari 25

berbagai elevasi muka air laut. Gambar 6 menunjukkan posisi penempatan fender terhadap beberapa ukuran kapal.

Pada gambar Gambar 6(a) fender dapat melindungi dermaga benturan kapal besar, tetapi untuk ukuran kapal yang lebih kecil fender tersebut tidak berfungsi dengan baik. Untuk dapat melindungi dermaga terhadap benturan kapal dari berbagai ukuran maka digunakan fender yang lebih panjang dengan penempatan seperti terlihat dalam gambar Gambar 6(b) dan (c). K apa l te rb es ar K apa l ter ke ci l Fender K apa l te rb es ar K apa l ter ke ci l Fender K apa l te rb es ar K apa l ter ke ci l Fender

Gambar 6 – Posisi kapal terhadap fender

Dalam arah horisontal jarak antara fender harus ditentukan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari kontak langsung antara kapal dan dinding dermaga. Gambar 7 adalah posisi kapal yang membentur fender pada waktu bergerak merapat ke dermaga.

Kapal

Fender

(17)

Gambar 7 – Posisi kapal pada waktu membentur fender Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan jarak maksimum antara fender:

2 2 ) ( 2 r r h L   Keterangan:

L adalah jarak maksimum antar fender (m)

r adalah jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal (m)

h adalah tinggi fender

r

h

L

Gambar 8 – Variabel dalam penentuan jarak maksimum antar fender OCDI (1991) memberikan jarak interval antara fender sebagai fungsi kedalaman air seperti diberikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 6 Jarak antara fender Satuan dalam meter Kedalaman air Jarak antara fender

4 - 6 4 – 7

6 – 8 7 – 10

8 - 10 10 - 15

Perencanaan fender merupakan bagian tak terpisahkan dari perencanaan struktur dermaga secara keseluruhan. Perencanaan fender tidak dibahas dalam standar ini; Beberapa literatur yang dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan fender adalah sebagai berikut:

1. British Standard BS 6349-4, Maritime structures – Part 4: Code of practice for design of fendering and mooring systems.

2. MARCOM WG 33, 2002. Guidelines for the Design fo Fender Systems. Brussel: PIANC.

8.1.3.2 Alat penambat

Tiang penambat yang digunakan dalam cuaca buruk (badai) harus dipasang pada kedua ujung dermaga sejauh mungkin di belakang garis depan dermaga. Bollard harus dipasang di dekat garis depan dermaga, agar dapat digunakan untuk menambatkan

Commented [DA24]: Sumber: Triatmodjo, B., 2009. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.

Commented [DA25]: Sumber: Triatmodjo, B., 2009. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.

Commented [DA26]: Sumber: Triatmodjo, B., 2009. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Commented [DA27]: Sumber: Triatmodjo, B., 2009. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.

Commented [DA28]: Sumber: OCDI, 2002. Technical Standards and Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan. Tokyo: OCDI.

(18)

14 dari 25

kapal pada kondisi cuaca biasa dan untuk menyandarkan kapal. Untuk menentukan jarak dan jumlah minimum bollard per tambatan, tabel di bawah ini dapat digunakan sebagai acuan:

Tabel 7 Jumlah minimum dan interval bollard per tambatan Ukuran Kapal (GT) Interval maksimum (m) Jumlah minimum

GT < 2000 10-15 4

2000 ≤ GT < 5000 20 6

5000 ≤ GT < 20.000 25 6

20.000 ≤ GT < 50.000 35 8

50.000 ≤ GT < 100.000 45 8

Kapasitas bollard harus dihitung berdasarkan ukuran kapal yang akan ditambatkan. Kapasitas minimum bollard ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kapasitas minimum bollard Satuan dalam ton Displasemen kapal Kapasitas bollard 20.000 – 50.000 80

50.000 – 100.000 100 100.000 – 200.000 150 > 200.000 200

Perencanaan alat penambat merupakan bagian tak terpisahkan dari perencanaan struktur dermaga secara keseluruhan. Perencanaan alat penambat tidak dibahas dalam standar ini; Beberapa literatur yang dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan alat penambat adalah sebagai berikut:

1. British Standard BS 6349-4, Maritime structures – Part 4: Code of practice for design of fendering and mooring systems.

2. OCDI, 2002. Technical Standards and Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan. Tokyo: OCDI.

8.1.4 Kekuatan struktur dermaga

Beban yang bekerja pada struktur dermaga merupakan kombinasi dari beban struktur itu sendiri, peralatan mekanikal dan beban operasional yang berada di atas struktur, dan beban lingkungan. Beban-beban bekerja yang disebutkan di atas bekerja pada arah lateral dan vertikal pada struktur.

8.1.4.1 Berat sendiri dermaga dan kelengkapannya

Dalam perhitungan kekuatan struktur dermaga, semua komponen bangunan dan kelengkapan dermaga harus diidentifikasi ukuran dan materialnya sehingga dapat dihitung berat sendirinya.

Komponen bangunan dermaga dan kelengkapan dermaga mencakup:

1. Pelat; 2. Balok; 3. Kepala tiang; 4. Tiang pancang; 5. Bollard (titik tambat); 6. Fender (bantalan sandar);

(19)

7. Kerb (curb, pembatas pergerakan kendaraan di dermaga);

8. Bangunan lain yang dipasang atau diletakkan pada dermaga, misalnya pipa air, pipa bahan bakar, fasilitas penerangan, tangga akses, dan lain-lain).

8.1.4.2 Beban operasi

Beban operasional merupakan beban hidup yang besarnya tergantung pada pemakaian dermaga, yang meliputi:

1. Beban yang bekerja pada lantai dermaga: a. aktivitas pejalan kaki,

b. kendaraan,

c. alat berat untuk muat-bongkar. 2. Beban dari operasi kapal

a. Sandar, b. Tambat. 8.1.4.3 Beban lingkungan

Gaya lingkungan yang harus diperhitungkan mencakup: 1. angin;

2. arus; 3. gempa; 4. gelombang;

8.1.4.4 Perhitungan kekuatan struktur

1. Perencanaan struktur dermaga harus mematuhi standar sebagai berikut atau standar terbaru yang menggantikannya.

a. SNI 03-2847-2002 (Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung) untuk dermaga beton.

b. SNI 03-1729-2002 (Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung) untuk dermaga baja.

c. SNI 03-1726-2002 (Standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung) untuk perhitungan gempa.

2. Untuk dermaga baja dan beton, perhitungan kekuatan makro struktur harus dilaksanakan menggunakan perangkat lunak yang diakui luas dalam praktek jasa konstruksi.

8.1.5 Gambar tipikal dermaga

Gambar tipikal dermaga mengacu pada Standar Dermaga 2010 yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan. Gambar rencana aktual dapat berbeda dari gambar tipikal karena kekhusan kondisi setempat atau ditetapkan lain oleh otoritas yang berwenang.

8.2 Lapangan penumpukan

Kebutuhan luas lapangan penumpukan untuk B2 yang diangkut dengan petikemas bergantung pada:

(20)

16 dari 25 1. Arus peti kemas

2. Waktu transit rata-rata yang dibutuhkan peti kemas di terminal 3. Kebutuhan luas per TEU

4. Tinggi penumpukan peti kemas (metode penanganan peti kemas) 5. Faktor keamanan kapasitas cadangan (reserve capacity safety factor)

Luas lapangan penumpukan dihitung dengan menggunakan grafik perencanaan yang diberikan pada Lampiran B1.

8.3 Gudang

8.3.1 Persyaratan umum

Konstruksi bangunan gudang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Kerangka bangunan gudang harus kokoh guna menjaga mutu barang dan keselamatan manusia

2. Atap gudang terbuat dari bahan yang cukup kuat dan tidak bocor.

3. Atap berwarna terang sehingga hemat energi, logam decking atap di cat putih sehingga meningkatkan reflektivitas permukaan langit – langit, efisiensi pencahayaan serta meningkatkan kenyamanan pekerja. Atap gudang diupayakan memakai atap fiberglass untuk menambah penerangan di dalam gudang

4. Dinding bangunan gudang harus kokoh

5. Lantai gudang terbuat dari beton atau bahan lain yang kuat untuk menahan berat barang yang disimpan sesuai dengan kapasitas maksimal gudang dan bebas dari resapan air tanah

6. Pintu harus terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan dilengkapi dengan kunci yang kuat, harus dapat memuat forklift dan palet guna menjamin kelancaran pemasukan dan pengeluaran barang

7. Perlu ada sirkulasi udara/ventilasi pada desain gudang. Syarat suhu dan kelembaban berbeda – beda sesuai dengan barang yang disimpan. Kelembaban yang terlalu tinggi akan menimbulkan jamur, korosi

8. Efisiensi dan fleskibilitas ruang sebagai alur lalu lintas forklift maupun manusia harus diperhatikan. Jarak antara rak satu dengan yang rak lain minimal 4 meter untuk lalu lintas forklift serta manusia dan barang.

9. Desain bangunan gudang harus memperhatikan metode penyimpanan barang yang berpengaruh pada ketinggian dan volume ruang penyimpanan, berat dan loading struktural, aksesibilitas dan tindakan proteksi kebakaran serta jalan darurat.

10. Gudang harus mempunyai fasilitas sebagai berikut :

a. Identitas pengaturan lorong yang memadai guna menunjang kelancaran penyimpanan barang maupun akses keluar masuk barang;

(21)

b. Instalasi air dan listrik dengan pasokan terjamin sehingga menunjang operasional gudang;

c. Instalasi hydrant dan alat penangkal petir;

d. Kantor atau ruang administrasi yang dilengkapi dengan jaringan komunikasi;

e. Saluran drainase/saluran air yang terpelihara sehingga air dapat mengalir dengan baik untuk menghindari genangan air atau banjir ;

f. Sistem keamanan dan ruang jaga;

g. lobby/ruang masuk, koridor utama, tempat penyimpanan arsip, ruang pengunjung, pengiriman, penerimaan, serta pemeriksaan dan pengemasan barang, ruang tambahan/cadangan;

h. Kamar mandi dan WC;

i. Halaman atau area parkir dengan luas memadai;

j. Fasilitas bongkar muat yang memadai;

k. Cermin cembung di ujung ruangan atau di tempat yang dibutuhkan;

l. Lampu penerangan layak untuk pencahayaan;

m. Lampu darurat pada lorong gudang dan pada jalan keluar masuk gudang.

11. Gudang harus mempunyai peralatan sebagai berikut :

a. Forklift

b. Alat timbang yang ditera sah untuk mengukur berat barang

c. Palet yang kuat untuk menopang tumpukan barang sehingga mutu barang yang disimpan terjaga

d. Higrometer dan thermometer untuk mengukur kelembaban suhu udara dalam gudang

e. Tangga staple untuk memudahkan penumpukan barang di gudang

f. Alat pemadam kebakaran yang tidak kadaluarsa sebagai alat penanggulangan pertama apabila terjadi kecelakaan

g. Kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) yang dilengkapi dengan obat dan peralatan secukupnya

h. Alat kebersihan agar kebersihan gudang terjaga

i. Alat – alat perlindungan kesehatan bagi para pegawai dan buruh yang bekerja harus tersedia terutama pekerja yang menghandling barang – barang yang mengganggu dan berbahaya

(22)

18 dari 25 8.3.2 Persyaratan gudang B2 mudah terbakar

1. Gudang B2 mudah terbakar sekurang-kurangnya berjarak 20 meter dari gudang B2 karakteristik lain atau dari bangunan-bangunan lain dalam fasilitas pengumpulan;

2. Dinding bangunan terbuat dari tembok tahan api yang dapat berupa:

a. tembok beton bertulang dengan tebal minimum 15 cm, atau

b. tembok bata merah dengan tebal minimum 25 cm, atau

c. blok-blok (padat) tak bertulang dengan tebal minimum 30 cm;

3. Rangka pendukung atap terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar. Atap tanpa plafon, terbuat dari bahan yang ringan dan mudah hancur jika terbakar, sehingga jika terjadi kebakaran dalam tempat pengumpulan, asap dan panas menjadi mudah untuk keluar;

4. Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang pengumpulan.

5. Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan;

6. Lantai gudang harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir ke arah menjauhi gudang;

7. Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) B2 mudah terbakar, sesuai dengan peraturan penandaan yang berlaku.

8.3.3 Persyaratan gudang B2 mudah meledak

1. Gudang harus memiliki lantai, dinding dan atap yang kuat terhadap ledakan. Konstruksi lantai dan dinding harus lebih kuat dari konstruksi atap sehingga jika terjadi ledakan yang kuat, maka ledakan akan mengarah ke atas (tidak ke samping);

2. Ruang pengumpulan dilengkapi dengan pencatat suhu dan pengatur suhu dan atau desain bangunan dirancang sedemikian rupa sehingga suhu dalam ruang pengumpulan tidak akan melampaui suhu aman/normal penyimpanan;

3. Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang pengumpulan;

4. Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan;

5. Lantai gudang harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan kemiringan

Commented [DA30]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor

Kep-01/Bapedal/09/1995 Tanggal 5 September 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

(23)

maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir menjauhi gudang;

6. Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) B2 mudah meledak, sesuai dengan peraturan penandaan yang berlaku.

8.3.4 Persyaratan gudang B2 bersifat korosif atau reaktif atau beracun 1. Konstruksi dinding harus dibuat mudah untuk dilepas sehingga penanganan limbah

dalam keadaan darurat lebih mudah untuk dilakukan;

2. Untuk bangunan pengumpulan limbah korosif dan reaktif, maka konstruksi bangunan (atap, lantai dan dinding) harus terbuat dari bahan yang tahan korosi dan api/panas;

3. Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang pengumpulan;

4. Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimum 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan;

5. Lantai bangunan pengumpulan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir kearah menjauhi gudang;

6. Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) B2 sesuai dengan peraturan penandaan yang berlaku.

8.4 Peralatan bongkar muat (lifting gear)

Peralatan bongkar muat yang digunakan dalam perencanaan harus disesuaikan dengan jenis kapal dan kapasitas kargo yang akan dilayani. Peralatan bongkar muat yang biasa digunakan untuk bongkar muat antara lain:

1. Kran dermaga 2. Derek kapal 3. Kran apung 8.4.1 Kran dermaga

Shore crane, general cargo crane, harbor crane atau kran dermaga adalah peralatan bongkar muat yang ditempatkan di atas lantai dermaga. Shore crane memiliki lengan yang cukup panjang dan dapat berputar serta bergerak vertikal dengan sudut tertentu. Shore crane dapat bergerak sepanjang sisi dermaga dengan bertumpu di atas rel atau pada roda karet. Kapasitas shore crane yang digunakan pada pelabuhan utama bervariasi mulai dari 10 hingga 20 ton. Jangkauan lengan shore crane harus dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengangkat dan meletakan barang pada berbagai posisi di permukaan apron. Radius kerja antara 20 – 30 meter.

8.4.2 Derek kapal

Derek kapal adalah peralatan bongkar muat yang dipasang di atas kapal dan biasanya merupakan bagian dari kapal itu sendiri. Untuk keperluan bongkar muat peti kemas,

Commented [DA31]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor

Kep-01/Bapedal/09/1995 Tanggal 5 September 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Commented [DA32]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor

Kep-01/Bapedal/09/1995 Tanggal 5 September 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

(24)

20 dari 25

derek kapal yang digunakan harus berkapasitas di atas 20 ton sehingga hanya bisa disediakan oleh kapal-kapal pengangkut peti kemas yang berbobot besar.

8.4.3 Floating crane

Floating crane atau kran terapung pada umumnya memiliki sumber daya sendiri (self propelled) untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, namun ada juga tepi yang ditarik dengan tug boat. Karena terapung floating crane tidak membebani dermaga meskipun mengangkat beban yang berat.Jangkauan lengan floating crane tidak dapat diatur seperti pada shore crane. Floating crane diperlukan untuk bongkar muat barang satuan berbobot besar seperti mobil truk, mesin generator, gerbong kereta api, lokomotif.Kapasitas muat floating crane pada pelabuhan utama minimal 25 ton.

8.5 Fasilitas penampungan limbah

TUKS B2 harus dilengkapi dengan wadah penyimpanan sementara limbah dari kapal yang berlabuh dan dari kegiatan di dalam TUKS B2. Limbah ini selanjutnya diserahkan ke reception facility di pelabuhan untuk dikelola lebih lanjut.

8.6 Fasilitas pemadam kebakaran

Sistem yang padu antara peralatan pemadam kebakaran (PMK) dibutuhkan pada seluruh titik yang berbahaya. Syarat utama untuk tujuan ini adalah pasokan cairan pemadam yang memadai:

 air untuk api akibat bahan bukan minyak, dan  busa untuk api akibat minyak.

Peralatan pokok yang dibutuhkan adalah pompa bertekanan tinggi, jalur pipa, hidran, tangki penyimpan busa dan jalur pipa distribusi, menara pengawas dan peralatan bergerak yang tepat untuk pemadaman. Untuk itu harus dipersiapan tempat tangki penyimpanan bahan pemadam kebakaran secara khusus. Tangki penyimpanan air dengan volume air yang mencukupi juga perlu disiapkan jika debit pasokan air dari instalasi air tidak bisa diandalkan. Air laut dapat digunakan untuk keperluan pemadaman kebakaran dengan syarat bahwa material peralatan yang digunakan sesuai untuk mengalirkan air garam.

9 Fasilitas penunjang 9.1 Ruang kantor

Ruang kantor perlu disediakan bagi untuk keperluan administrasi pengelola terminal dan juga untuk keperluan pemerintahan. Ruang kantor dapat ditempatkan pada areal perkantoran bersama sesuai ketentuan pelabuhan.

9.2 Instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi

Instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi diperlukan pada terminal untuk menunjang operasi terminal baik untuk keperluan kegiatan loading/unloading maupun untuk kebutuhan perkantoran dan fasilitas lainnya. Pengadaannya diupayakan oleh pengelola terminal bekerja sama dengan penyedia jasa setempat untuk air bersih dan telekomunikasi.

(25)

9.3 Jaringan jalan

Jalan dibuat dengan dimensi dan perkerasan yang sesuai untuk bagian terminal yang dilayani, jenis kendaraan dan intensitas kendaraan yang melaluinya. Untuk lalu lintas 2 arah, Lebar jalan 8 meter digunakan untuk daerah bongkar muat, sedangkan lebar 6 meter digunakan pada daerah perkantoran khusus untuk lalu lintas kendaraan kecil. Perkerasan ringan dengan campuran aspal dan agregat digunakan untuk daerah perkantoran sementara perkerasan yang tebal dengan lapisan macadam digunakan untuk bagian bongkar muat.

9.4 Fasilitas keamanan

Dalam pengelolaan gudang sistem keamanan harus direncanakan sedemikian sehingga tingkat pengamanan yang diberikan dapat disesuaikan dengan tingkat keamanan yang ditetapkan oleh administrasi pelabuhan.

1. Pengamanan dilakukan pada pintu-pintu masuk dan keluar. Jumlahnya disesuaikan dengan banyaknya pintu masuk maupun keluar

2. Jenis alat yang digunakan dapat berupa walk through metal detector, hand held metal detector serta baggage x-ray machine. Minimal tersedia masing-masing satu unit dan minimal 3 orang petugas untuk pengoperasian satu pintu dengan ketiga item tersebut

3. Pemantauan lalu lintas orang, barang, kendaraan di dalam lingkungan sekitar gudang dengan menggunakan closed circuit television (CCTV) terhadap seluruh operasional dan keamanan gudang. Kamera ditempatkan pada setiap ruangan pada gudang maupun kantor gudang sedemikan agar dapat meliputi seluruh ruangan atau tempat-tempat strategis atau tempat yang dimana banyak orang yang lewat atau menggunakan ruangan tersebut, seperti jalan masuk, ruangan administrasi, warehouse/gudang, dll. Asumsi penggunaan kamera CCTV akan dapat mengcover ruang seluas 30 m2.

4. Pengawasan dilakukan secara menyeluruh dan dikontrol dari ruang pengawasan yang ditempatkan pada setiap lantai pada posisi yang strategis

5. Tersedianya alat pemadam kebakaran yang memadai serta alat bantu kebakaran lainnya seperti kapak, galah, karung (yang bisa dibasahkan)

6. Lampu penerangan harus layak untuk keamanan

7. Terdapat smoke detector dan heat detector di setiap ruang di dalam gudang

9.5 Rambu petunjuk

Gudang harus dilengkapi dengan rambu petunjuk untuk mengarahkan dan memberi informasi umum bagi pengguna gudang. Pedoman mengenai rambu/marka diatur dalam standar mengenai rambu. Rambu petunjuk dalam gudang meliputi :

1. Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk gudang

2. Dilarang merokok di dalam wilayah gudang

(26)

22 dari 25 4. Rambu jalan darurat

5. Terdapat rambu tanda batas pejalan kaki dan kendaraan sehingga mengurangi gangguan transportasi dalam gudang

9.6 Gerbang dan Pagar

Di sekeliling lahan TUKS B2 harus dipasang pagar pembatas dengan ketinggian dan konstruksi yang kokoh dan aman dari akses pihak yang tidak berkepentingan. Setidaknya harus disediakan 2 (dua) pintu gerbang yang terpisah cukup jauh satu sama lain untuk memungkinkan akses keluar masuk TUKS apabila timbul halangan pada salah satu gerbang.

(27)

Lampiran A (Normatif) Tabel Standar Minimum TUKS

No. Aspek Standar Minimum TUKS

A. Administrasi Ada persetujuan pengelolaan dari menteri/ gubernur/ bupati/walikota;

B. Ekonomi Arus barang minimal 10.000 ton per tahun

C. Keselamatan & Keamanan

1. Kedalaman perairan minimal -6m LWS; 2. Memiliki stasiun radio operasi pantai;

D. Teknis Fasilitas Kepelabu-hanan

1. Dermaga beton permanen minimal 1 (satu) tambatan;

2. Penyimpanan tertutup/bebas banjir; 3. Peralatan bongkar muat; 4. Fasilitas pencegahan pencemaran.

(28)

24 dari 25 Lampiran B La m pi ra n B (i n fo rm a ti f) G ra fi k P e ren c a n a a n Lu a s L a p a ng a n Pe nu m pu k a n P e ti Ke m a s s e s u a i UNCT AD ( 1 9 8 5 )

(29)

Bibliografi

Bruun, P., Port Engineering, Gulf Publishing Company, London, 1981.

Latin American Trade & Transportation Study (LATTS), Port Terminal Planning Modules, Appendix IV, 2001.

The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, Technical Standard and Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan, Tokyo, 2002.

Thoresen, Carl A., Port Designer’s Handbook : Recommendation and Guidelines, London, 2003.

Tsinker, Gregory P., Handbook of Port and Harbor Engineering : Geotechnical and Structural Aspects, New York, 1996.

United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), Port Development A Handbook for Planners in Developing Countries 2nd

Edition, New York, 1985. Velsink, H., Ports and terminals, T.U., Delft, 1993.

Zhou Liu, Hans F. Burcharth, Port Engineering, Laboratoriet for Hydraulik og Havnebygning Aalbor Universitet, Udgave, 1999.

Gambar

Gambar 1 – Jenis dermaga
Gambar 3 – Pertimbangan dalam menentukan tipe dermaga  8.1.2  Ukuran dermaga
Gambar 4 – Sketsa definisi ukuran dermaga  8.1.2.2  Ukuran tipikal dermaga
Tabel 2  Ukuran minimum dermaga petikemas
+5

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Suprapti (2016:121) indikator lingkungan kerja dapat diukur dengan beberapa indikator di bawah ini diantaranya, sebagai berikut. Suasana kerja, setiap

b.bahwa penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, ditujukan bagi Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun beserta anggota keluarganya;

Penelitian terdahulu oleh [5] telah dilakukan penghitungan formulasi pakan ikan menggunakan metode komputasi, namun masih ada beberapa kelemahan antara lain hanya

Permasalahan  banjir  yang  terjadi  di  Daerah  Aliran  Bengawan Solo,  secara fisik,  pada  dasarnya  terkait  erat  dengan  kombinasi  proses‐proses 

Berdasarkan hasil analisis keterlibatan pemakai, pelatihan, ukuran organisasi, dan keahlian pemakai berpengaruh positif terhadap kinerja sistem informasi akuntansi

FARMASI UNHALU 2012 Page 39 protein transpor dapat memindahkan zat terlarut melawan gradien konsentrasinya, melintasi membran plasma dari satu sisi yang konsentrasi

Norma pembatasan upaya hukum kasasi terhadap sengketa TUN dalam ketentuan Pasal 45A ayat (2) huruf c Undang-Undang MA bersifat multi-tafsir, sehingga harus direvisi

Heritabilitas tinggi pada panjang akar, menunjukkan bahwa keragaman panjang akar antar galur disebabkan oleh faktor genetik sehingga seleksi ketenggangan Al dapat