• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pembelajaran Sains Teknologi. Masyarakat (STM) Untuk meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Subtopik Pencemaran Air

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model pembelajaran Sains Teknologi. Masyarakat (STM) Untuk meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Subtopik Pencemaran Air"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Pencemaran air merupakan masalah atau isu-isu aktual yang banyak dibicara-kan dimasyarakat. Perhatian pemerintah dalam menangani persoalan lingkungan nampaknya masih banyak menghadapi kendala karena rendahnya kesadaran ma-syarakat terhadap kelestarian lingkungan

Model Pembelajaran Sains Teknologi

Masyarakat (STM) Untuk meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Pada Subtopik Pencemaran Air

Oleh Lesy Luzyawati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapat-kan gambaran yang jelas tentang penga-ruh model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) pada subtopik pence-maran air dalam meningkatkan kete-ram pilan berpikir kritis siswa kelas X serta mengetahui kendala yang dihadapi. Metode yang digunakan dalam peneli-tian ini adalah Quasi eksperimen dengan desain setara kelompok kontrol pre-test post-test. Data keterampilan berpikir kri-tis diperoleh dari pre-test dan post-test, sedangkan angket untuk mengetahui res pon siswa. Populasi penelitian kelas X SMA Negeri 1 Indramayu. Pengambil-an sampel dilakukPengambil-an dengPengambil-an teknik pur-posive sampling, kelas X-2 MIA sebagai kelas eksperimen dan kelas X-3 MIA

se-bagai kelas kontrol. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji dua beda rata-rata dengan menggunakan SPSS 21. Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pe-ningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yaitu 0,55. Respon siswa terhadap Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) ialah menyenang-kan, mendorong siswa berani bertanya, menemukan ide-ide baru, meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan motivasi belajar.

Kata Kunci Keterampilan berpikir kri-tis, Model Pembelajaran, Pencemaran air, Sains Tek-no logi Masyarakat (STM).

serta tidak tahu bagaimana pemecahan dari masalah yang dihadapi (Hasanah, 2004). Akibatnya cadangan air bersih ber-kurang serta banyak sungai yang tercemar oleh limbah pertambangan, industri, dan limbah rumah tangga. Seperti pada kasus sungai Cimanuk yang terdapat di Kabu pa-ten Indramayu Propinsi Jawa Barat, ribuan liter kubik limbah industri kerupuk

(2)

men-cemari Sungai Cimanuk, menyebabkan air sungai berbau dan tak layak konsumsi.

Dengan merujuk masalah pencemar-an air, diharapkpencemar-an siswa dapat memecah-kan berbagai masalah yang ada dengan kemampuan berpikir kritisnya. Menurut Zohar (Ernawati 2007) kemampuan ber-pikir kritis dapat dikembangkan melalui bahan kajian yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil laporan studi yang dilakukan di SMA Negeri 1 Indramayu, ter nyata masih banyak siswa yang kurang berpikir kritis untuk menanggapi masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitarnya. Disamping itu siswa juga kurang termoti-vasi dalam belajar biologi pada subtopik Pencemaran Air karena pembelajarannya masih bersifat tradisional dan monoton. Sebagai akibatnya keinginan belajar siswa rendah, demikian pula keterampilan ber-pikir kritis siswanya pun rendah.

Untuk menciptakan siswa yang ber-kualitas yang mampu berpikir kritis ter-hadap sains dan masyarakat serta berini-siatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkem-bangan sains dan teknologi, diperlukan model dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan untuk men-capai tujuan tersebut adalah Model Sains Teknologi Masyarakat (STM), karena mod-el ini memungkinkan siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan dapat menampil-kan peranan sains dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat (Poedjiadi , 2005).

LANDASAN TEORI

Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan salah satu strategi atau model pembelajaran yang dapat memberikan harapan untuk meng-hasilkan manusia cakap, berpikir kritis, logis, kritis, inisiatif, dan adaptif terhadap perubahan dan perkembangan zaman ser-ta peka terhadap masalah-masalah yang timbul di masyarakat (Rusmanyah, Dar-mawa, 2010).

Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) memiliki langkah-lang-kah atau tahap pembelajaran yang sudah baku. Langkah-langkah pembelajaran te-lah dikemukakan oleh Yager (1996) yang membagi pembelajaran Model STM ke dalam empat langkah yaitu (1) invitasi, (2) eks plorasi (penemuan dan penciptaan), (3) pengajuan penjelasan dan solusi, (4) pengambilan tindakan. Poedjiadi (2005) membagi Model STM kedalam lima lang-kah, yaitu: (1) invitasi, (2) pengembang-an konsep, (3) aplikasi konsep dalam kehidup an,(4) pemantapan konsep, dan (5) evaluasi.

Berpikir kritis merupakan komponen pembentuk karakter untuk bangsa Indo-nesia yang sudah sangat mendesak untuk dikembangkan. Kemampuan berpikir kri-tis sebagai salah satu komponen karakter bangsa sangat cocok dikembangkan me-lalui pendidikan sains (Liliasasri, 2010). Berdasarkan hal tersebut, Ennis (1985) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan bernalar dan ber-pikir reflektif yang difokuskan untuk me-nentukan apa yang diyakini dan apa yang harus dilakukan. Kemampuan berpikir

(3)

kritis meliputi lima kelas besar yang meru-pakan indikatornya yaitu: memberikan penjelasan sederhana (elementary clari­

fication), membangun ketrampilan dasar

(basic support), membuat kesimpulan (inferenting), membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), mengatur strategi dan taktik (strategi and tactik). METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam peneli-tian ini adalah metode Quasi eksperiment. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan

equivalent group control pretest­posttest design.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Indramayu Kabupaten Indramayu tahun pelajaran 2014/2015. Sebagai sampel diambil siswa kelas X MIA yang terdiri atas dua kelas masing-masing dengan 36 orang siswa. Sampel yang diambil dua kelas secara Pur­

posive Sampling. Berdasarkan hal tersebut

maka ditetapkan kelas X-2 MIA sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi Ma-syarakat (STM) dan kelas X-3 MIA sebagai kelas kontrol dengan menggunakan pem-belajaran dengan ceramah dan diskusi

Data yang diperoleh berupa data ke-mampuan berpikir kritis siswa dari pre-test dan post-pre-test, Data yang diolah dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka. Adapun teknik dan alat yang digu-nakan untuk mengumpulkan data yaitu tes berupa soal pilihan ganda beralasan. HASIL PEMBAHASAN

Data tentang kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum dan setelah pelaksanaan pembelajaran diperoleh dari pretes dan postes seperi disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1

Nilai Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Eksperiment dan Kelas Kontrol

Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Nilai

Ideal NilaiMin NilaiMax Rata-rata N Kelas Eksperimen Kontrol Pretes 36 100 36 20 20 55 60 38,58 37,39 9,019 9,363 Nilai Standar Deviasi Eksperimen Kontrol Pretes 36 100 36 60 39 90 75 72,03 59,33 7,737 9,888

(4)

Berdasarkan analisis data hasil pene-litian diketahui bahwa pembelajaran meng gunakan model Sains Teknologi Ma-syarakat (STM) dapat meningkatkan ke-mampuan berpikir kritis siswa pada sub-topik pencemaran air. Berdasarkan hasil rata-rata perolehan skor pretes kemam-puan berpikir kritis pada kelas eksperi-men dan kelas kontrol dengan eksperi- meng-gunakan soal pilihan ganda beralasan ditemukan hasil tidak berbeda signifikan. Kelas eksperimen dan kelas control ma-sing-masing memperoleh rata–rata nilai 38,58 dan kontrol 37,39 dari nilai maksi-mum 100. Perolehan nilai baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol sebe-lum proses pembelajaran menunjukkan bahwa siswa telah memiliki pengetahuan awal dengan konsep yang hendak dipela-jari. Keadaan tersebut sesuai dengan pan-dangan Fensham (dalam Rutaman et al, 2005) bahwa orang membangun makna tentang hal-hal yang dialami atau diceri-takan secara aktif oleh diri mereka. Makna yang dibangun bergantung pada pengeta-huan yang sudah ada pada diri seseorang. Oleh karena pengalaman dan hasil bacaan perorangan berbeda–beda, maka hasil permaknaan juga berbeda.

Setelah mengalami proses pembela-jaran sebanyak dua kali pertemuan, siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi postes. Postes dilakukan untuk mengeta-hui sejauh mana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada subtopik Pence-maran Air. Berdasarkan hasil analisis ter-hadap nilai postes, diketahui bahwa siswa yang belajar dengan model STM memi-liki rata-rata nilai 72,03 dengan rata-rata peningkatan nilai sebesar 33,45.

Sedang-kan kelas kontrol memiliki rata-rata nilai 59,33 dengan rata-rata peningkatan nilai sebesar 21,94. Berdasarkan nilai terse-but dapat disimpulkan bahwa rata-rata pening katan kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini terjadi karena pada kelas eksperimen ke-mampuan berpikir kritis siswa lebih opti-mal dan adanya kelas yang interaktif. Hal ini sejalan dengan yang telah dikemuka-kan Penner (1995 dalam Sukmana, 2008) yang menyatakan bahwa untuk mengem-bangkan kemampuan berpikir kritis siswa yang optimal mensyaratkan adanya kelas yang interaktif sehingga siswa dapat terli-bat lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya karena data berdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan uji beda dua rata-rata (uji t), diperoleh Sig. (2-tailed) < 0,05 maka HO ditolak dan H1

diterima. Berdasarkan hasil uji perbeda-an rata-rata tersebut dapat disimpulkperbeda-an bahwa terdapat perbedaan yang signifi-kan pada kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang belajar dengan model STM dengan siswa yang belajar dengan metode ceramah dan diskusi. Kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model STM lebih baik dengan siswa yang belajar dengan ceramah dan diskusi. Hal ini disebabkan karena belajar melibatkan pembentukan makna oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar.

Pembentukan makna merupakan sua tu proses aktif yang harus berlanjut, sehingga siswa memiliki tanggung jawab akhir atas belajar mereka sendiri (Rusta-man et al, 2005). Hal yang sama diungkap-kan oleh Piaget (Suparno, 1997) bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai

(5)

rekayasa tingkah laku untuk memberikan rangsangan dan meningkatkan terjadinya proses berpikir pada pembelajar yang disesuaikan dengan tahap pengembangan kognitifnya.

Untuk mengetahui kategori pening-katan kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, dapat dilakukan dengan perhitungan N-gain. Se-dangkan untuk rata-rata N-gain kemam-puan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2

Indeks Gain Kemampuan Berpikir kritis Siswa Kelas Ekaperimen dan Kelas Kontrol

Kelas N Jumlah Rata-rata Kategori

Eksperimen 36 19,8 0,55 Sedang Kontrol 36 12,36 0,35 Sedang

Dari tabel 2 terlihat hasil perhitungan N-gain kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol menunjukkan bahwa rata-rata N-gain ke-las eksperimen 0,55 dan keke-las kontrol 0,35 keduanya berada pada kategori sedang. Perbandingan N-gain kemampuan ber-pikir kritis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini sesuai dengan hasil dari uji t-independen bahwa perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Kemam-puan berpikir kritis pada kelas eksperi-men yang eksperi-meningkat dibandingkan kelas kontrol dapat terjadi karena pada kelas eksperimen pembelajarannya sangat ber-pusat pada siswa. Pembelajaran tersebut

dapat mengembangkan keterampilan ber-pikir kritis siswa (Sukmana, 2008). Dalam mo del STM pada tahap invitasi guru mem-berikan pertanyaan yang bersifat produk-tif sehingga menuntun siswa untuk ber-pikir dan membangun konsep.

Menurut Rustaman (2005) bahwa pertanyaan guru membantu siswa untuk menggunakan pikirannya, memotivasi, menuntun dan mengarahkan. Selain itu agar siswa dapat lebih aktif, guru harus memunculkan strategi yang tepat dalam

memotivasi siswa, guru harus memfasilita-si memfasilita-siswa agar mendapatkan informamemfasilita-si yang bermakna supaya memberikan kesempat-an kepada siswa untuk menemukkesempat-an dkesempat-an menerapkan ide mereka sendiri (Guntur, 2004).

Peningkatan kemampuan berpikir kritis yang dialami oleh siswa setelah me-lalui proses belajar, dapat pula disebab-kan karena siswa yang belajar pada kelas eksperimen berperan aktif dalam mencari informasi untuk diaplikasikan dalam me-nyelesaikan masalah. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Glathorn dan Baron (dalam Hasnawati, 2000), bahwa cara ber-pikir siswa dapat ditingkatkan dengan cara memberi masalah yang menuntut siswa memanfaatkan proses-proses

(6)

pemecah-an masalah. Dalam proses pembelajarpemecah-an dengan model STM siswa dituntut untuk dapat memecahkan masalah yang berasal dari isu-isu yang berkembang dimasyara-kat. Kemampuan pemecahan masalah ini dikembangkan pada setiap tahap STM, yakni memunculkan isu-isu pada tahap invitasi, praktikum pada tahap pemben-tukan konsep, diskusi untuk memecahkan masalah.

Selain analisis terhadap hasil belajar siswa secara keseluruhan dilakukan juga analisis terhadap berbagai indikator yang digunakan pada kemampuan berpikir kri-tis. Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan yaitu memfokuskan per-tanyaan, mengidentifikasi asumsi-asumsi,

bertanya dan menjawab pertanyaan, me-nyesuaikan dengan sumber, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, menganalisis argumen, mendefinisikan is-tilah dan mempertimbangkan definisi, me-mutuskan sebuah tindakan, membuat dan mempertimbangkan nilai pertimbangan.

Pada tahap pertama untuk indikator kemampuan berpikir kritis ini dilakukan analisis untuk melihat peningkatan ber-dasarkan N-gain. Tahap kedua analisis dilakukan pengelompokan soal-soal ke dalam indikator. Tahap ketiga menentu-kan nilai pretes, postes dan N-gain untuk kelas tersebut. Hasil belajar siswa pada beberapa indikator, kemampuan berpikir kritis dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3

Hasil Belajar Siswa pada Beberapa Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6 7. 8. 9 7 41 76 74,75 67 76 86,25 77 88,5 86,7 81 0,52 0,58 0,56 0,55 0,64 0,52 0,70 0,63 0,48 39 14 34 43 56 56 50,67 49,25 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang 2,11, 15,7 3 9 4,5,18,20 6, 13, 14 1,8 11,16,19 12 Memfokuskan pertanyaan Mengidentifikasi asumsi-asumsi

Bertanya dan Menjawab Pertanyaan Menyesuaikan dengan Sumber Menginduksi dan Mempertimbangan Hasl Induksi Menganalisis Argumen Mendefinisikan Istilah dan Mempertimbangkan Definisi Memutuskan Sebuah Tindakan Membuat dan Mempertimbangkan Nilai Pertimbangan

(7)

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa indikator dengan N-gain tertinggi yaitu indikator mendefinisikan istilah dan mem-pertimbangkan definisi dengan nilai rata-rata N-gain 0,70. Hal ini disebabkan tema soal yang diberikan lebih bersifat nyata, jelas sehingga lebih memudahkan siswa dalam menjawab soal. Sedangkan pada in-dikator membuat dan mempertimbangkan nilai pertimbangan nilai rata-rata N-gain adalah 0,48. Hal ini dikarenakan tema soal bersifat pemahaman secara keseluruhan sehingga sulit untuk menarik kesimpulan untuk menjawab soal tersebut. Sedangkan secara keseluruhan terjadi peningkatan hasil belajar pada berbagai indikator ke-mampuan berpikir kritis. Hal ini menun-jukkan bahwa secara umum siswa meng-ikuti pembelajaran secara serius sehingga mampu menjawab pertanyaan yang di-berikan , yaitu berupa tes tertulis pilihan ganda beralasan. Gagne (dalam Dahar, 1989) mengatakan bahwa belajar meru-pakan suatu proses dimana organisme berubah perilakunya yang diakibatkan pengalaman. Hasil belajar dapat berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, adaptasi dengan lingkungan dan perkem-bangan pemikiran.

Uraian di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah melaksanakan pem-belajaran dengan model STM. Hal ini juga dapat dibuktikan dari hasil angket siswa yang menunjukkan bahwa pembelajaran STM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa .

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Pembelajaran dengan model Sains Teknologi Masyarakat (STM) pada sub-topik Pencemaran Air dapat meningkat-kan kemampuan berpikir kritis siswa ke-las X SMA. Walaupun siswa masih merasa kesulitan dalam beberapa hal terkait pem-belajaran model STM tetapi siswa merasa senang, terbukti dari hasil analisis peneli-tian yang menunjukkan adanya peningkat-an kemampupeningkat-an berpikir kritis siswa sesu-dah dilakukannya pembelajaran de ngan model STM. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kemampuan ber-pikir kritis siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran menggunakan model STM mengalami peningkatan yang signifikan. Setelah dilakukan uji beda dua rata-rata dengan uji t dihasilkan perbedaan yang signifikan antara kemampuan berpikir kri-tis siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Perbedaan tersebut disebabkan pada kelas eksperimen selama pembe-lajaran berlangsung siswa terlatih untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang dimiliki oleh setiap siswa.

B. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh, dalam penelitian ini, maka penulis menyarankan:

Kepada guru biologi, disarankan untuk

menggunakan pembelajaran model STM sebagai alternatif model mengajarkan ma-teri biologi lainnya yang ada hubungannya dengan kehidupan masyarakat agar siswa bias mengaplikasikan ilmunya dalam ke-hidupan sehari-hari.

(8)

Kepada peneliti lain, disarankan untuk

mengadakan penelitian lebih lanjut henda-knya penelitian tersebut dapat dilengkapi dengan meneliti kemampuan berpikir kri-tis lainnya misalnya kemampuan berpikir kreatif.

DAFTAR PUSTAKA

Dahar, R.W. 1996. Teori­Teori Belajar, Ja-karta, Erlangga

Daryanto. 2004. Masalah Pencemaran Bandung Tarsito.

Darmawa, I. P., 2010. Implementasi Pende­

katan sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran Motor Bakar Pada Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Di Politeknik Negeri Bali. Tesis Pasca

Sarjana UNDIKSHA Bali: Tidak diter-bitkan

Ennis, R.H .1985. Goal for a Critical Think­

ing Curriculum, Developing Minds : A Resource Book for Teaching Thinking,

Virginia: ASDC

Ernawati, 2007. Profil Kemampuan Ber-pikir Kritis Siswa SMP Melalui Pende­

katan sains Teknologi Masyarakat pada Materi Pencemaran Air. Skripsi

UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Hasanah, N.L. 2004. Model Pembelajaran

Sains Teknologi Masyarakat untuk Me­ ningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah pada Sub Konsep Lingkungan.

Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbit-kan

Liliasari. 2010. Pengembangan Berpikir

Kritis sebagai Karakter Bangsa Indone­ sia melalui Pendidikan Sains Berbasis ICT dalam Potret Profesionalisme Guru dalam Membangun Karakter Bangsa:

Pengalaman Indonesia dan Malaysia, UPI-UPSI

Poedjiadi, A. 2005. Sains Teknologi Ma­

syarakat. Bandung: PT Remaja Rosda

Karya

Rustaman, N.Y. 2005. Strategi Belajar Men­

gajar Biologi, Malang: Universitas

Negeri Malang

Sukmana, R. W. 2008. Perbandingan Hasil

Belajar Siswa yang Menggunakan Mul­ timedia Ilustrasi Statis dan Animasi pada Pembelajaran Reproduksi Sel.

Te-sis SPs UPI: Tidak Diterbitkan

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktiv­

isme dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius

Yager R.E, (1996), Science Technology So­

ciety Providing Userful and Appro­ priate Science for All. Makalah pada

Literasi Sains Teknologi: USA.

Yager R.E. and Hackan Akcay (2008). Com­

parison of Student Learning in Middle School Science Classes with an STS Ap­ proach and a Typical Textbook Domi­ nated Approach. RMLE Online Reseach

in Middle Level Education, Volume 31. No. 7

Referensi

Dokumen terkait

Indonesian Fish Cultivation Territory, catch and/ or breed fish using chemical substances, biological substances, explosives, tools and/or means and/or structures, which

dalam waktu yang berlainan, namun tetap menggunakan sampel yang sama. b) Waktu berjalan (time series) merupakan jenis penelitian yang dilaksanakan. dalam waktu yang berlainan dan

Reorientasi Politik Islam bukan saja difokuskan pada mainstreaming paham-paham moderat dalam beragama, tetapi juga bagaimana agama itu dapat berperan dan berkontribusi positif

Prosedur analisa untuk menentukan kadar emas dan perak secara fire assay baik yang dilakukan peleburan memakai tungku dengan bahan bakar gas maupun dengan bahan bakar solar

[r]

Berdasarkan data angket pascakegiatan yang diisi 15 peserta menunjukkan keterserapan akhir tentang pembuatan soal interaktif menggunakan aplikasi komputer wondershare Quiz

Dengan keluarnya Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor: DJ.II/542 tahun 2013 membuat gerak langkah kursus Pra Nikah semakin jelas, ditambah dengan Surat Edaran

Berdasarkan hasil evaluasi pada siklus II setelah dianalisis diperoleh data sebagai berikut : Hasil evaluasi yang diperoleh pada siklus II ini mencapai tingkat 93,3%