• Tidak ada hasil yang ditemukan

SLIP KRITIS PADA SAMBUNGAN PELAT BAJA COLD-FORMED (TIPIS) DENGAN MANIPULASI KETEBALAN PELAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SLIP KRITIS PADA SAMBUNGAN PELAT BAJA COLD-FORMED (TIPIS) DENGAN MANIPULASI KETEBALAN PELAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

SLIP KRITIS PADA SAMBUNGAN PELAT BAJA COLD-FORMED (TIPIS)

DENGAN MANIPULASI KETEBALAN PELAT

Hendrik Wijaya1 dan Wiryanto Dewobroto2 1

Magister Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jakarta Email: hendrik_w86@yahoo.com

2

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Karawaci Email: wir@centrin.net.id

ABSTRAK

Pemakaian baut mutu tinggi dengan mekanisme slip kritis diperlukan untuk suatu sistem sambungan yang kaku, tanpa slip. Walaupun mekanisme slip kritis pada AISC 2005 tidak menyatakan ketebalan pelat sebagai parameter yang berpengaruh, perencanaan sambungan baut pada pelat baja cold-formed (tipis) dengan mekanisme ini tidak diperkenankan oleh AISI 2001. Penelitian yang disampaikan menunjukkan bahwa ketebalan merupakan parameter penentu yang menghasilkan mekanisme slip kritis, jika faktor ketebalan pelat dapat dimanipulasi maka kekuatan nominal slip kritis pada baja cold-formed (tipis) dapat dibangkitkan.

Kata kunci: cold-formed, slip kritis, ketebalan pelat, manipulasi.

1. PENDAHULUAN

American Institute of Steel Construction 2005 (AISC 2005) menyatakan mekanisme pengalihan gaya-gaya pada sambungan tipe geser dengan baut mutu tinggi ditentukan oleh (lihat Gambar 1): [1] mekanisme slip kritis antar pelat sejajar arah sambungan, yaitu jika ada gaya pretensioning yang mencukupi pada baut mutu tinggi; [2] mekanisme tumpu antara pelat dengan baut, tegak lurus arah gaya sambungan.

tahanan friksi gaya reaksi gaya aksi

gaya clamping dari

pretensioning baut mutu tinggi bidang kontak efektif

gaya reaksi gaya aksi

baut mutu tinggi tegangan tumpu pada bidang kontak antara pelat dan baut geser pada baut

slip/deformasi bidang kontak

tebal pelat

Gambar 1. Mekanisme Pengalihan Gaya Pada Sambungan

Apabila sambungan menggunakan sistem sambungan baut mutu tinggi dengan pretensioning yang mencukupi, maka pada proses pengalihan gaya, mekanisme slip kritis terjadi lebih dahulu. Apabila gaya yang terjadi melampaui kuat slip kritis sambungan maka akan terjadi slip sehingga terjadi pengalihan gaya dengan mekanisme tumpu. Kuat nominal tumpu yang umumnya lebih besar dari kuat nomimal slip kritis akan mengambil alih gaya yang terjadi, sehingga mekanisme tumpu akan meneruskan pengalihan gaya.

Mekanisme tumpu dan mekanisme slip kritis mempunyai formulasi yang berbeda. Mekanisme tumpu ditentukan oleh parameter diameter baut dan tebal pelat profil, sedangkan mekanisme slip kritis ditentukan oleh parameter koefisien slip dan gaya pretensioning pada baut mutu tinggi seperti pada persamaan di bawah ini;

Kuat nominal slip kritis sambungan (AISC 2005) s b b sc n h T N N R =1.13⋅µ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ... (1) Dimana,

1.13 faktor yang mewakili rasio rata-rata tegangan pretension baut terpasang dan nilai min yang ditetapkan; µ = 0.35 rata-rata koefisien slip pada permukaan (Class A);

hsc = 0.85 faktor lubang dianggap sebagai lubang oversized; Tb = 142 kN gaya pretension minimum untuk baut diameter ¾ in; Nb = 1 jumlah baut;

(2)

Pada persamaan (1) tidak ditemukan parameter ketebalan pelat sebagai penentu kuat nominal slip kritis sambungan. Terlepas dari persamaan di atas, pada American Iron and Steel Institue 2001 (AISI 2001) dijelaskan bahwa apabila ketebalan pelat sambungan ≤ 3/

16 in atau 4.76 mm (umumnya profil baja cold-formed), sambungan baut mutu tinggi dengan gaya pretensioning hanya dapat mengandalkan mekanisme tumpu saja dengan kata lain bahwa mekanisme friksi (bila ada) harus diabaikan. Jadi berdasarkan regulasi tersebut, mekanisme slip kritis tidak dapat diandalkan pada sambungan pelat baja cold-formed (tipis).

2. HIPOTESA PENELITIAN

AISI (2001) yang secara tidak langsung menyatakan bahwa faktor ketebalan pelat mempengaruhi mekanisme slip kritis menjadi acuan untuk dapat dilakukannya penelitian sehubungan dengan pemanfaatan mekanisme slip kritis dengan manipulasi ketebalan pelat.

Dengan dilakukannya manipulasi faktor ketebalan pelat baja cold-formed yang minim, maka bidang kontak efektif yang minim dapat diperluas. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan washer khusus (besar) dengan ketebalan dan luas permukaan yang maksimal.

Walaupun berdasarkan ketentuan yang telah ada tidak menyebutkan luas permukaan bidang kontak friksi sebagai parameter yang menentukan kuat friksi, secara logika sederhana, semakin luas permukaan bidang kontak friksi akan berdampak pada semakin banyak tahanan friksi yang terjadi (Dewobroto 2008-unpublished).

pretensioning bidang kontak efektif pretensioning bidang kontak efektif profil tebal (hot-roll) profil tipis (cold-formed) (a) (b) (c) bidang kontak efektif pretensioning profil tipis (cold-formed) ring / washer khusus gaya aksi gaya reaksi gaya aksi gaya reaksi gaya aksi gaya reaksi ring / washer standar ring / washer standar

Gambar 2. Pengaruh Manipulasi Ketebalan Pelat Terhadap Mekanisme Slip Kritis

Pada Gambar 2(a), dianggap bahwa distribusi gaya pretensioning pada baut dapat disebarkan pada daerah luasan dengan sudut 45° pada arah ketebalan, maka semakin tebal pelat yang disambung akan menyebarkan gaya pretensioning dengan lebih luas, sehingga permukaan bidang kontak efektif (friksi) menjadi lebih luas.

(3)

Mekanisme (tahanan) friksi pada bidang kontak efektif tergantung pada gaya pretensioning yang merupakan fungsi dari diameter dan mutu baut yang dipakai, yaitu minimum sebesar 70% dari kuat tarik baut mutu tinggi yang digunakan (AISC-LRFD Table J3.1). Penggunaan baut dengan diameter dan mutu yang sama menghasilkan pemberian gaya pretensioning yang sama pada pelat baja tebal maupun pelat baja tipis (cold-formed).

Minimnya ketebalan pelat baja cold-formed seperti pada Gambar 2(b) mengakibatkan bidang kontak efektif yang lebih sempit dibandingkan pada pelat tebal. Maka dari itu total tahanan friksi yang dihasilkan juga lebih kecil, sehingga mekanisme slip kritis menjadi tidak efektif (tidak dapat diandalkan) dibanding pada pelat tebal (hot-rolled).

Jadi jika ketebalan mempengaruhi distribusi gaya pretensioning maka sistem sambungan pelat tipis (cold-formed) dapat ditingkatkan tahanan friksinya dengan menempatkan washer khusus yang tebal unutk memanipulasi ketebalan pelat. Washer besar ini berfungsi sebagai media distribusi gaya pretensioning dalam memperluas bidang kontak friksi. Penggunaan washer khusus dengan metode di atas (Gambar 2(c)) diharapkan dapat membangkitkan kuat nominal slip kritis yang sebelumnya diabaikan (berdasarkan AISI 2001).

3. STRATEGI PENELITIAN

Sehubungan dengan pembuktian hipotesa di atas maka dilakukan dua buah uji empiris.

Uji empiris pertama bertujuan sebagai penegasan masalah yang ada seperti pada subbab pendahuluan bahwa mekanisme slip kritis hanya dapat terjadi pada pelat baja tebal, sedangkan pada pelat baja cold-formed (tipis) mekanisme slip kritis tidak dapat terjadi (lihat Gambar 2(a) dan 2(b)). Untuk itu dilakukan uji sambungan baut tunggal pada pelat baja hot-rolled t = 5 mm (> 4.76 mm) dan pelat baja cold-formed (tipis) t = 1.5 mm (≤ 4.76 mm). Uji empiris kedua dilakukan untuk membuktikan hipotesa pada Gambar 2(c) dalam memanipulasi ketebalan pelat

dengan menggunakan washer khusus (besar) maka dibuatlah sebuah washer dengan ketentuan seperti pada Gambar 3.

100 50

washer-khusus washer-khusus

a). Tampak Atas

b). Potongan A-A washer-khusus A A 5 R25 30 baut 3 4 in A325 1.5

Gambar 3. Penggunaan Washer Khusus (Besar) Pada Sambungan (dimensi dalam mm)

Perlu diketahui bahwa kedua jenis uji empiris di atas dilakukan terhadap sambungan dengan konfigurasi yang sama, baut diameter ¾ in mutu A 325 full pretensioning, dengan lubang oversized. Selain itu perlu diketahui pula bahwa konfigurasi benda uji telah didesain sedemikian rupa sehingga telah memenuhi persyaratan jarak baut ke tepi pelat (sejajar arah gaya maupun tegak lurus arah gaya).

Sepeti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengalihan gaya pada sambungan diawali dengan mekanisme slip kritis, hingga terjadi slip lalu mekanisme tumpu mengambil alih gaya yang terjadi. Oleh karena itu terjadinya slip dapat dijadikan indikasi bahwa sambungan terkait mengalami mekanisme slip kritis. Selanjutnya dilakukan pengujian tarik untuk melihat slip yang dapat terjadi, dalam hal ini pada sistem sambungan biasa (dengan washer standar) pada pelat hot-rolled t = 5 mm dan pelat cold-formed t = 1.5 mm dan sistem sambungan khusus (dengan washer besar).

(4)

4. PELAKSANAAN PENELITIAN

Eksperimen dilakukan terhadap benda uji sperti yang tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Benda Uji Pada Eksperimen Yang Dilakukan

Parameter Benda

Uji Material Uji

Empiris t (mm)

Jenis Washer Permukaan Σ H1ON C1ON C2ON Hot-rolled Cold-formed Cold-formed 1 1 2 1.5 5 1.5 Washer Biasa Washer Biasa Washer Besar Natural Natural Natural 2 2 2 6

Untuk dapat mengandalkan mekanisme slip kritis tentunya memerlukan gaya pretensioning pada baut mutu tinggi yang digunakan. Pemberian pretensioning pada baut mutu tinggi dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode turn-of-nut yang merupakan metode paling sederhana dan ekonomis karena tidak membutuhkan alat ukur khusus dan sebagainya. Metode ini dilakukan dengan cara memutar sebesar 1/

3 putaran setelah kondisi snug-tighted, suatu kondisi dimana baut telah dikencangkan sedemikian rupa, sehingga permukaan pelat saling bertemu, menutup rapat dan dikencangkan sekuat tenaga seorang pekerja dengan ordinary-spud-wrench (kunci biasa).

Walaupun metode ini merupakan metode yang paling sederhana, namun dalam pelaksanaannya pada tahap persiapan eksperimen mengalami kesulitan dalam hal proses pengencangan baut sebesar 1/

3 putaran dalam hal stabilitas benda uji pada saat baut akan dikencangkan sedemikian rupa. Maka dari itu untuk mendukung stabilitas sambungan pada eksperimen, maka diperlukan tempat penjepit tetentu.

120° kondisi snug-tighted kondisi pretensioning 1 3 putaran (min)

Lubang Kunci Pas Kepala Baut

Gambar 4. Pretensioning Metode Turn-of-nut Gambar 5. Alat Bantu Turn-of-nut

Penggunaan baja profil WF di atas sebagai sebagai penjepit kepala baut dan pemberat, cukup efektif pada saat mur baut dikencangkan sebesar 1/

3 putaran. Pretensioning pada baut dilakukan dengan menggunakan alat bantu seperti seperti di atas, kemudian untuk mempermudah pergerakan tuas kunci baut, juga digunakan besi pipa untuk memperpanjang lengan momen tuas kunci baut.

(5)

Uji empiris 1

a)H1ON-A b) C1ON-B

Gambar 7. Benda Uji Empiris 1 Tabel 2. Hasil Uji Empiris ke-1

Notasi P slip P ultimate ∆ ultimate Note

H1ON-A H1ON-C 52,900 N 41,260 N 112,000 N 107,870 N 29.51 mm 16.34 mm Uji Empiris C1ON-A

C1ON-B Tidak jelas Tidak jelas 23,425 N 23,590 N 2.98 mm 3.02 mm Empiris Uji

AISC 2005 47,700 N - - Teori Slip

Kritis 0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 0 10 20 30 40 50 60 70 8 perpindahan (mm) ga ya ( N ) 0

H1ON-A H1ON-C C1ON-A C1ON-B AISC 2005 Gambar 8. Hasil Uji Empiris ke-1

(6)

Berdasarkan hasil uji empiris ke-1 di atas (lihat Tabel 2 dan Gambar 5), dapat terlihat bahwa slip jelas terjadi pada sambungan baja hot-rolled (tebal). Sedangkan pada sambungan pelat baja cold-formed (tipis) bila dicermati tahanan slip relatif kecil atau tidak terjadi. Berdasarkan dua hal tersebut maka penggunaan metode turn-of-nut diyakini telah dapat dilakukan dalam memberikan gaya pretensioning pada baut.

Gaya tarik slip yang terjadi pun memberikan hasil yang mirip dengan teori slip kritis pada AISC 2005. Perbedaan yang terjadi pada benda uji H1ON-C dimana benda uji tersebut memiliki gaya tarik slip yang lebih rendah dibandingkan teori AISC 2005, dikarenakan ketidaktelitian pemberian gaya pretensioning pada baut dengan metode turn-of-nut (secara manual).

Perbedaan tersebut tidak menjadi masalah selama pembuktian penegasan masalah dan hipotesa dapat dilakukan sebagaimana yang terlihat dari hasil benda uji sambungan pelat cold-formed (tipis), setelah dicermati lebih lanjut, tahanan slip kritis yang terjadi, nilainya tidak jelas. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa slip kritis memang dapat dianggap tidak terjadi atau tidak efektif pada sambungan pelat tipis tersebut.

Mekanisme slip kritis tidak dapat diandalkan pada sambungan baja cold-fromed terbukti dengan tidak terjadinya fenomena slip pada sambungan dengan washer / ring biasa (benda uji C1ON). Tidak terjadinya mekanisme slip kritis pada sistem sambungan tesebut sesuai dengan regulasi AISI 2001 yang menyatakan sambungan pelat tipis hanya dapat mengandalkan mekanisme tumpu.

Uji empiris 2

Berikut ini merupakan hasil dari uji empiris ke-2 yaitu sambungan pelat baja cold-formed (tipis) dengan menggunakan washer besar (C2ON) yang kemudian dibandingkan dengan hasil dari uji empiris ke-1 berupa sambungan pelat baja cold-formed (tipis) dengan menggunakan washer biasa /standar (C1ON).

a)C1ON-B b)C2ON-C

Gambar 9. Benda Uji Empiris 2 (Washer Besar / C2ON) Dibandingkan dengan Benda Uji Empiris 2 (Washer Standar / C1ON)

Tabel 3. Hasil Uji Empiris ke-2 Slip kritis Mekanisme Tumpu Notasi

P slip Pultimate % ultimate

Note UPH-C1ON-A

UPH-C1ON-B - - 23,425 N 23,590 N 1.0 x 1.0 x 2.98 mm 3.02 mm 1.0 x 1.0 x Kegagalan tumpu Kegagalan tumpu UPH-C2ON-A

(7)

0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 0 20 40 60 80 100 120 perpindahan (mm) g aya ta ri k (N )

C1ON-A C1ON-B C2ON-A C2ON-B

Gambar 10. Hasil Uji Empiris ke-2

Penggunaan washer besar seperti pada hipotesa yang diangkat ternyata dapat membangkitkan mekanisme slip kritis pada sambungan pelat baja cold-formed (tipis). Dengan menggunakan washer besar, mekanisme slip kritis yang semulanya tidak dapat terjadi (sistem biasa), slip dapat terjadi sebagai indikasi adanya mekanisme slip kritis.

Benda uji C2ON menunjukkan bahwa sambungan dengan washer khusus (besar) mengalami mekanisme slip kritis. Dengan memperbesar luas bidang kontak efektif (friksi) dengan manipulasi dari penggunaan washer khusus (besar) dapat menghasilkan mekanisme slip kritis pada sambungan pelat baja cold-formed (tipis). Hipotesa penggunaan washer khusus (besar) sebagai sarana manipulasi ketebalan pelat untuk menghasilkan mekanisme slip kritis telah terbukti.

5. KESIMPULAN

Fakta yang diperoleh, bahwa meskipun tahanan slip-kritis apabila dicermati juga ada pada sistem sambungan cold-formed (tipis), karena baut mutu tinggi juga diberi pretensioning, tetapi nilainya relatif kecil dan diragukan jika dibandingkan tahanan slip kritis dari sambungan hot-rolled. Dengan demikian pernyataan AISI (2001) bahwa sambungan pelat cold-formed dengan baut hanya boleh memanfaatkan mekanisme tumpu, adalah benar adanya, atau dengan kata lain bahwa pretensioning pada pelat baja cold-formed (tipis) adalah tidak efektif.

Pengunaan washer khusus (besar) yang diusulkan sebagai media manipulasi ketebalan pada pelat baja cold-formed (tipis) telah dapat membangkitkan fenomena slip kritis yang biasanya tidak terjadi pada sambungan dengan ring baut biasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor ketebalan pelat merupakan salah satu parameter penting dalam menghasilkan kekuatan sambungan dengan mekanimse slip kritis.

6. PENUTUP

Dapat dilaksanakannya penelitian ini (No: P-008A-FDTP/I/2008 dan No: P-009-FDTP/I/2008) tidak terlepas dari dukungan Lembaga Penelitian dan Pengadian Masyarakat Universitas Pelita Harapan (LPPM UPH) dan Lab. Struktur Jurusan Teknik Sipil Unika Parahyangan. Untuk itu diucapkan terima kasih kepada kedua institusi akademik tersebut.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

AISC. (2005). An American National Standard: Specification for Structural Steel Buildings (ANSI/AISC 360-05). American Institute of Steel Construction, Chicago.

AISI. (2001). “Testing of Bolted Cold-Formed Steel Connections in Bearing (With and Without Washers)”. American Iron and Steel Institute, Canada.

Dewobroto, Wiryanto. (2008). “Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold-formed”, Disertasi Doktoral Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katholik Parahyangan, Bandung. Unpublished.

Wijaya, Hendrik. (2008). “Peningkatan Kinerja Sambungan Baut Mutu Tinggi Pada Struktur Baja Cold-formed Dengan Sistem Mekanisme Tumpu Baru”. Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Karawaci. Unpublished.

Wijaya, Hendrik dan Dewobroto, Wiryanto (2008). ”Penggunaan Washer Khusus (Besar) Pada Sambungan Baja Cold-Formed”. Jurnal Teknik Sipil ITB, Vol. 15, no. 3, hal. 107 – hal. 112. Bandung.

Gambar

Gambar 1. Mekanisme Pengalihan Gaya Pada Sambungan
Gambar 2. Pengaruh Manipulasi Ketebalan Pelat Terhadap Mekanisme Slip Kritis
Gambar 3. Penggunaan Washer Khusus (Besar) Pada Sambungan (dimensi dalam mm)
Gambar 6. Proses Turn-of-nut Pada Benda Uji
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kepada seluruh kerabat di 3 MP A dan 3 MP B yang telah memberikan dorongan serta bantuan kepada penulis terhadap proses penyelesaian laporan ini.. Kepada sahabat saya,

Dapat dinyatakan bahwa ternak yang diinokulasi bakteri pencerna serat memiliki tingkat produktivitas yang lebih baik dan tingkat palatabilitas terhadap pakan pun lebih baik

Banyak faktor yang memengaruhi Inisiasi Menyusu Dini sangat sulit untuk berkembang, salah satunya adalah karena Inisiasi Menyusu Dini merupakan ilmu yang baru dan

Pada standar Penilaian Pendidikan banyaknya sekolah yang berada pada level menunju SNP 1 sudah tidak ada, pada level menunju SNP 2 terjadi penurunan jumlah sekolah Tahun 2016 ada

yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam hal persiapan, peneliti tidak bisa menyaksikan secara langsung, karena persiapan telah dilaksanakan jauh-jauh hari sebelumnya,

Tari Zapin atau biasa disebut Tari Sepen juga sampai di Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat yang kemudian menjadikan Tari Sepen sebagai kesenian leluhur yang harus tetap

Masalah yang dihadapi oleh Suzuki adalah menurunnya penjualan sepeda motor Suzuki yang diduga karena rendahnya minat membeli konsumen terhadap sepeda motor Suzuki yang disebabkan

Kendala yang muncul diantaranya adalah kendala dalam penentuan tugas otentik, kendala dalam menerapkan tehnik penilaian yang lebih kompleks, serta kendala dalam