• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEBERADAAN DAN KERAPATAN JENIS LAMUN DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA AIR DI EKOSISTEM PADANG LAMUN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEBERADAAN DAN KERAPATAN JENIS LAMUN DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA AIR DI EKOSISTEM PADANG LAMUN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEBERADAAN DAN KERAPATAN JENIS LAMUN DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA AIR DI EKOSISTEM

PADANG LAMUN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN Nurhapida,

Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Andi Zulfikar, S.Pi, M.P.

Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Diana Azizah, S.Pi. M.Si

Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai maret 2016, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui komposisi jenis, kerapatan vegetasi, persentase tutupan distribusi lamun, dan hubungan tingkat kerapatan jenis lamun dengan parameter lingkungannya. Lokasi penelitian yaitu tepat di kawasan konservasi lamun atau Daerah KKLD Kabupaten Bintan yang terletak di Desa Berakit. Pembagian titik sampling pada kawasan ini yaitu sebanyak 35 titik yang tersebar secara acak (random) pertimbangan penentuan titik sampling pada kawasan Daerah Perlindungan Lamun ini yaitu berdasarkan sebaran lamun dan adanya tujuan tertentu atas pertimbangan bagi peneliti sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 4 jenis lamun di kawasan Daerah Perlindungan Lamun Lamun (DPL) perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu terdiri dari jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halophilla ovalis. Kerapatan jenis lamun tertinggi pada penelitian di kawasan Daerah Perlindungan Lamun (DPL) Kabupaten Bintan yaitu jenis Thalassia hemprichii yang mencapai 1585 ind/m2, sedangkan untuk penutupan lamun Thalassia hemprichii memiliki nilai persentase penutupan yang tinggi yaitu sebesar 26,72 %. Kata Kunci :Berakit, lamun, keberadaan dan kerapatan

(2)

Relation Density and Density Seagrass Type Parameter Physical Chemistry With Water In Seagrass Ecosystems Village Berakit Bintan Regency

Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Andi Zulfikar, S.Pi, M.P.

Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Diana Azizah, S.Pi. M.Si

Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

ABSTRACT

This study was conducted from February to March 2016 , the purpose of this study is to determine the species composition , vegetation density , percent cover of seagrass distribution , and relationship density seagrass species with environmental parameters . The research location is right on the conservation area of seagrass or Regional KKLD Bintan district located in the village Berakit division of the sampling point in the region as many as 35 points scattered randomly (random ) consideration of the determination of the sampling point on the area of protected areas Seagrass This is based on distribution of seagrass and their specific purpose on consideration for the researchers themselves .

Based on the results, the four types of seagrass in the region Beds Seagrass Protection Areas ( MPAs ) Rural water rafting Bintan District , which consists of a kind Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, and Halophilla ovalis. The highest density of seagrass species on research in the area of Seagrass Protection Areas ( MPAs ) are the type of Bintan regency Thalassia hemprichii that reached in 1585 ind/m2 , while for the closure of the seagrass Thalassia hemprichii have high closing percentage value that is equal to 26.72 %. As for the substrate in the region Seagrass Protection Areas ( MPAs ) Village Berakit Bintan regency which have the characteristics of pebbly sand substrate ( gravel and sand ) as the type of sandy substrate will allow seagrass to put down roots into the substrate. Based on the statistical test ( assumption) with a 95% confidence level ( α = 0.05 ) , the results of multiple linear regression , it is known how much influence each - each independent variable on the seagrass density . Of all the independent variables can be seen from the values of temperature , salinity , current velocity , DO , nitrate , turbidity and depth have the negative value so as to provide a real impact on the dependent variable is the density value of seagrass

(3)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dinas Kelautan Perikanan Bintan (2011) mengatakan Kabupaten Bintan merupakan wilayah yang memiliki rentang sangat penting bagi kehidupan masyarakat disana.

Salah satu potensi laut yang banyak di jumpai di kawasan perairan bintan bagian timur yaitu ekosistem padang lamun yang memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi. Menurut Bappeda Kabupaten Bintan (2010) satu ekosistem terluas yang ada di KKLD Kabupaten Bintan adalah ekosistem lamun (sekitar 2,500 Ha). Padang lamun di KKLD Kabupaten Bintan telah memberikan kontribusi secara ekonomi dan jasa lingkungan yang besar pada lingkungan sekitar. Komposisi jenis lamun di KKLD Bintan diketahui mempunyai keragaman tertinggi di Indonesia, yaitu ada 11 spesies dari 13 spesies yang ditemukan di Indonesia. Salah satu wilayah perairan di Bintan yang memiliki hamparan vegetasi lamun yang luas adalah di perairan Desa Berakit. Survei awal lokasi yang di lakukan untuk melihat keberadaan lamun yang ada di perairan berakit cukup beragam jika dilihat secara langsung. Perairan berakit merupakan perairan dangkal yang jangkauan perairannya begitu luas untuk melihat keberadaan dan kerapatan jenis lamun.

Selain itu latar belakang penelitian ini yaitu peneliti ingin melihat apakah ada hubungan yang erat antara kerapatan lamun dengan parameter lingkungan di perairan Desa Berakit itu sendiri, karena penelitian tentang hubungan kerapatan jenis lamun dengan parameter fisika kimia air di ekosistem padang lamun Desa Berakit Kabupaten Bintan belum pernah ada penelitian sebelumnya, dan masih minimnya data informasi tentang hubungan kerapatan lamun dengan parameter lingkungan di perairan Desa Berakit itu sendiri.

METODE A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian terletak di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Kawasan lokasi penelitian ini merupakan salah satu Daerah Perlindungan Lamun (DPL) yang ada di Kabupaten Bintan. Sedangkan untuk waktu mulai dari awal persiapan penyusunan usulan sampai dengan ke tahap akhir

penyusunan hasil dari penelitian yaitu mulai dari bulan September 2015 sampai dengan Mei 2016. dan perikanan yang memberikan dampak dan peranan yang

B. Metode Pengumpulan Data Adapun metode pengumpulan data yaitu ada dua antara lain data primer data kualitas air dan data lamun yang di peroleh dari data analisis hasil pengukuran secara langsung di lapangan, dan data sekunder yaitu di peroleh dari instansi yang bersangkutan, referensi ilmiah dan dari jurnal-jurnal penelitian yang bisa dijadikan sumber acuan atau referensi untuk penelitian ini.

C. Prosedur Penelitian a. Titik Sampel Lamun

Menurut Ferianita (2007) penentuan titik sampel dalam penelitian ini menggunakan metode random atau secara acak. Penentuan lokasi ini yaitu berdasarkan kawasan sebaran lamun dan adanya tujuan tertentu atas pertimbangan bagi peneliti sendiri, sehingga kawasan ekosistem lamun yang dijadikan kawasan penelitian memiliki peluang yang sama besar untuk diambil sebagai sampel.

Dari luasan ekosistem padang lamun di perairan Desa Berakit tersebut, pertimbangan penentuan titik sampling ditentukan berdasarkan sebaran lamun. Pengamatan ini bertujuan agar tidak terjadi bias pada sampling pengamatan data lamun dan data kualitas perairan sehingga didapatkan total titik koordinat pengamatan sebanyak 35 titik yang tersebar secara acak (Gambar 2).

Gambar 2. titik koordinat sampling pengamatan penelitian

b. Kerapatan jenis lamun

Kerapatan jenis lamun dihitung menggunakan rumus Odum (1998) dalam Hardiyanti et al. (2011):

Di = Ni / A Keterangan:

Di = Kerapatan jenis (individu/m2) Ni = Jumlah total tegakan spesies (tegakan) A = Luas daerah (m2)

(4)

c. Kerapatan jenis relatif (KR)

Perbandingan antara jumlah individu jenis dan jumlah total individu seluruh jenis. Kerapatan relatif lamun di hitung dengan rumus :

KR = ni/∑n Keterangan :

KR = Kerapatan Relatif ni = jumlah individu ke – i

∑n = jumlah individu seluruh jenis. d. Persentase total penutupan lamun

Adapun penghitungan menurut KEPMENLH. No. 200 Tahun 2004 penutupan jenis lamun tertentu pada masing – masing petak dilakukan dengan menggunakan rumus :

C= ∑(Mi x fi)

∑fi

Keterangan:

C = persentase penutupan jenis lamun i Mi = persentase titik tengah kehadiran jenis

lamun i

Fi = banyaknya sub petak dimana kelas kehadiran jenis lamun i sama

e. Indeks Keanekaragaman (H’)

Keanekaragaman untuk mengukur kelimpahan komunitas dan keberagaman jenis pada suatu lokasi penelitian. Keanekaragaman ditentukan berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dengan rumus (Shanon, 1948 dalam Kasim 2013).

Dimana:

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon = (Proporsi jenis ke-i)

= Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu seluruh jenis

Kisaran Indeks keanekaragaman Shannon dikategorikan atas nilai-nilai sebagai berikut: H’ > 3 = Keanekaragaman jenis tinggi. 3 ≤ H’ ≥ 1 = Keanekaragaman jenis sedang. H’ < 1 = Keanekaragaman jenis rendah. f. Indeks Keseragaman

Untuk menggambarkan penyebaran jumlah tegakan antar spesies yang berbeda. Yaitu dengan cara membandingkan indeks

keanekaragaman dengan nilai

maksimumnya, dengan rumus : E =

Dimana:

E = Indeks keseragaman H’ = Indeks keanekaragaman

H’maks = Indeks keanekaragaman maksimum = log2 S 3,3219 log S (dimana S = jumlah jenis)

Indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Kisaran Indeks keseragaman dikategorikan sebagai berikut:

E > 0,6 = Ekosistem dalam kondisi stabil dan keseragaman tinggi. 0,6 ≤ E ≥ 0,4 = Ekosistem pada kondisi

kurang stabil dan keseragaman sedang. E < 0,4 = Ekosistem dalam kondisi tertekan

dan keseragaman rendah. g. Indeks Dominasi

Untuk menggambarkan jenis Lamun yang paling banyak ditemukan, dapat diketahui dengan menghitung nilai dominasinya. Dominasi dapat dinyatakan dalam indeks dominasi simpson Brower (1989) dalam (Kasim 2013) :

∑ ( )

Keterangan:

D = indeks dominasi

ni = jumlah individu dari jenis ke-i N = jumlah total individu

h. Hubungan keberadaan jenis lamun (berdasarkan indeks jaccard)

Untuk melihat adanya keberadaan jenis lamun yang ada pada lokasi penelitian digunakan indeks kesamaan Jaccard (Krebs, 1989 dalam Umbora, 2013) yaitu untuk melihat lamun berdasarkan kehadiran atau keberadaan lamun pada setiap plot dengan rumus sebagai berikut:

a

(5)

Keterangan :

SJ = indesk similaritas

a = jumlah jenis pada komunitas A b = jumlah jenis pada komunitas B

c = jumlah jenis yang terdapat pada kedua habitat komunitas yang dibandingkan

Pengukuran ini didasarkan skala nominal yaitu pada data ada dan tidak ada jenis dalam komunitas yang dibanding dengan mengukur tabel kontigensi 2x2 Tabel.4 Tabel kontigensi 2x2

Lokasi B Lokasi A Jumlah Ada Tidak ada Ada A B a + b Tidak ada C D c + d Jumlah a + c b + d N

Nilai koofisien kesamaan berkisar di antara 0-1 atau bila dipersentasekan berkisar di antara 0-100%. Makin besar nilai yang diperoleh berarti makin besar kesamaan komunitas. Namun jika nilai 1 berarti komunitas yang dibandingkan benar-benar sama.

D. Analisis Data

Untuk menganalisi hubungan kerapatan lamun dengan kualitas air maka akan di hitung dengan rumus analisis regresi linier berganda yaitu untuk menghitung hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (x1, x2,….xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif. Rumus persamaan regresi linear berganda yaitu sebagai berikut:

y = a + β 1X1+ β 2X2+ β 3X3+ β 4X4+ β5X5+ β6X6+ β7X7+ β8X8+ β9X9

Keterangan:

Variabel Bebas y = kerapatan lamun a = intersep / titik potong Variabel Terikat = (parameter lingkungan) X1 = variabel indenpenden / terikat (suhu)

β1 = koefisien suhu

X2 = variabel indenpenden / terikat (salinitas) β2 = koefisien salinitas X3 = variabel indenpenden / terikat (kec. Arus) β3 = koefisien kec. arus

X4 = variabel indenpenden / terikat (DO) β4 = koefisien DO

X5 = variabel indenpenden / terikat (pH) β5 = koefisien pH

X6 = variabel indenpenden / terikat (Nitrat) β6 = koefisien nitrat

X7 = variabel indenpenden / terikat (posfat) β7 = koefisien posfat

X8 = variabel indenpenden / terikat (kekeruhan) β8 = koefisien kekeruhan X9 = variabel indenpenden / terikat (kedalaman) β9 = koefisien kedalaman

Dari data hubungan kerapatan jenis lamun dengan parameter lingkungan yaitu akan di analisis secara deskriftif dan uji statistik dengan software pengolah data yaitu menggunakan SPSS yang akan di sajikan dalam bentuk grafik dan gambar.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Wilayah Desa Berakit

Desa Berakit merupakan desa yang secara admnistratif terletak di wilayah Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki luas wilayah ± 53,25 km2 yang terdiri atas 2 Dusun, 4 RW dan 8 RT, dan juga terletak 13 meter diatas permukaan laut. Desa Berakit berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan di sebelah Utara dan Barat, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Malang Rapat dan di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pengudang.(Kantor Desa Berakit, 2012).

Secara umum Desa Berakit mengalami empat kali perubahan arah tiupan angin dalam setahun sama halnya dengan daerah lainnya di Pulau Bintan. Desember-Februari bertiup angin utara, Maret-Mei bertiup angin timur, bulan Juni-Agustus bertiup angin selatan dan bulan September-November bertiup angin barat. Angin dari arah utara dan selatan sangat berpengaruh terhadap terjadinya gelombang laut.

B. Komposisi dan kerapatan jenis lamun Komposisi jenis lamun yang dijumpai di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu sebanyak 4 jenis, Yaitu terdiri dari Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halophilla ovalis. Komposisi jenis dapat dihitung dengan membandingkan jumlah antara jumlah tegakan dari masing – masing jenis dengan jumlah total tegakan dari semua jenis yang ditemukan.

(6)

a. Kerapatan jenis lamun

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat yaitu dapat dilihat dari Gambar 4 untuk kerapatan jenis lamun.

Gambar 4. Diagram Kerapatan Lamun Berdasarkan pengamatan kerapatan lamun yang dilakukan diperairan Desa Bearakit Kabupaten Bintan dapat diketahui kerapatan total jenis lamun dari 35 titik koordinat penelitian dalam satu kawasan yaitu jenis atau tegakan yang paling tinggi kerapatannya yaitu pada jenis Thalassia hemprichii yang mencapai 1585 ind/m2, lalu jenis Cymodocea rotundata yang mencapai 1370 ind/m2, kemudian jenis Enhalus acoroides yang mencapai 309 ind/m2, dan yang paling rendah total kerapatan jenis lamun yaitu jenis lamun Halophilla ovalis yang hanya mencapai 174 ind/m2.

b. Persentase penututapan lamun

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Binta yaitu dapat dilihat dari Tabel 6 untuk kondisi tutupan lamun. Dari hasil pengamatan penutupan persentase lamun yaitu didapatkan jenis Thalassia hemprichii memilki nilai persentase penutupan yang tinggi yaitu sebesar 26,72 %, dan yang memilki nilai persentase penutupan yang paling rendah ialah Halophilla ovalis yang hanya sebesar 0,59 %. Sedangkan total nilai persentase penutupan lamun secara keseluruhan ialah sebesar 53,65%.

c. Indeks Keseragaman,

Keanekaragaman dan Dominasi Lamun

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat di kawasan DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu dapat dilihat dari Tabel 7 untuk kondisi indeks ekologi lamun. Berdasarkan pengamatan lamun di Desa Berakit Kabupaten Bintan keanekaragaman memiliki nilai 1,58. Dengan nilai tersebut dapat dikategorikan

lamun di perairan DPL Desa Berakit memiliki keanekaragaman sedang. Keanekaragaman jenis spesies lamun juga dipengaruhi oleh faktor parameter lingkungan seperti kedalaman.

Keseragaman memiliki nilai 0,79. Dengan nilai tersebut dapat dikategorikan lamun di perairan DPL Desa Berakit memiliki keseragaman tinggi dan stabil. Syari (2005) dalam Minerva et,al (2014) mengatakan bahwa jika indeks keseragaman lebih dari 0,6 maka ekosistem tersebut dalam kondisi stabil dan mempunyai keseragaman tinggi. Indeks keseragaman yaitu bisa menggambarkan penyebaran tegakan antar spesies yang berbeda.

Dominasi memiliki nilai 0,44. Dengan nilai tersebut dapat dikategorikan lamun di perairan DPL Desa Berakit memiliki dominasi sedang. Jenis yang paling mendominasi jika dilihat dari nilai kerapatan dan tutupan lamun yaitu jenis Thalassia hemprichii. sedangkan untuk indeks dominasi dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar suatu spesies mendominasi suatu habitat.

Parameter Fisika – Kimia Perairan a. Suhu

Hasil rata-rata pengukuran suhu di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar 5.

Gambar 6. Grafik Suhu di perairan Desa Berakit

Dari hasil rata – rata pengukuran suhu diatas yaitu berkisar antara 29 – 30. Kisaran suhu diatas tidak menunjukkan perbedaan yang sangat besar karena masih dalam kisaran optimun untuk lamun tumbuh dan berkembang. Adapun kisaran suhu optimun untuk lamun tumbuh dan berkembang yaitu pada suhu 28 0C – 30 0C, 9% 46% 40% 5% Enhalus acoroides Thalassia hemprichii Cymodocea rotundata Halophilla ovalis 28 29 30 31 1 4 7 101316192225283134 Su h u ( 0C) Titik sampling

Suhu

(7)

b. Salinitas

Hasil rata – rata pengukuran salinitas di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar

Gambar 7. Grafik Salinitas Berdasarkan hasil pengukuran salinitas di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan hasil rata – rata salinitas yaitu berkisar antara 29 ‰ – 31 ‰. Menurut Dahuri (2001) dalam Hasanuddin (2013) bahwa Lamun sebagian besar memiliki kisaran toleransi yang lebar terhadap salinitas yaitu antara 10 – 40 ‰.

c. Kecepatan Arus

Hasil rata – rata pengukuran kecepatan arus di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar

Gambar 8. Grafik Kecepatan Arus Kecepatan arus di perairan Desa Berakit rata – rata yaitu berkisar antara 0,08 – 0,11 m/s . Menurut Dahuri (2003) dalam Minerva et al (2014) menyatakan bahwa kecepatan arus perairan berpengaruh terhadap produktivitas padang lamun.

d. Oksigen Terlarut (DO)

Hasil rata – rata pengukuran DO di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar

Gambar 9. Grafik DO

Nilai rata – rata oksigen terlarut diperairan Desa berakit Kabupaten Bintan berdasarkan pengukuran yang dilakukan yaitu berkisar antara 7,2 – 8,2 mg, jika dilihat dari nilai hasil yang didapat DO memiliki rentan nilai yang tidak jauh berbeda disetiap titik. Menurut Efendi (2000) dalam putri (2004) kadar oksigen terlarut diperairan yaitu dipengaruhi oleh suhu, salinitas dan turbulensi air.

e. pH (derajat keasaman)

Hasil rata – rata pengukuran pH di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar

Gambar 10. Grafik pH

Dari hasil rata – rata nilai pH yang diperoleh dari pengukuran di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan berkisar antara 8,07 – 8,24. Menurut (Phillips dalam Zulkifli, et al. 2003) mengatakan nilai derajat keasaman pH optimum untuk pertumbuhan lamun berkisar 7,3-9,0. f. Nitrat (NO3)

Hasil rata – rata pengukuran Nitrat di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar

28 30 32 1 4 7 101316192225283134 Sal in itas ( 0/ 00 ) Titik Sampling

Salinitas

0,00 0,10 0,20 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 K e ce p atan Ar u s (m /s) Titik Sampling

Kec_Arus

6 7 8 9 1 4 7 101316192225283134 D O (m g/ l) Titik sampling

DO

7,90 8,00 8,10 8,20 8,30 1 4 7 101316192225283134 pH Titik Sampling

pH

(8)

Gambar 11. Grafik Nitrat (NO3) Dari hasil rata – rata pengukuran nilai nitrat diperairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu berkisar antara 1,00 – 1,60 mg/l.

g. Posfat (PO4)

Hasil rata – rata pengukuran posfat di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar

Gambar 12. Grafik Posfat (PO4) Dari rata – rata hasil pengukuran posfat di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu berkisar antara 0,01 – 2,25 mg/l.

h. Kekeruhan

Hasil rata – rata pengukuran kekeruhan di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar

Gambar 13. Grafik Kekeruhan Dari rata – rata pengukuran kekeruhan di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu nilai nya berkisar antara 1.27 – 5,01 NTU, menurut Dahuri (2003) dalam

Nurzahraeni (2014) mengatakan Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan proses fotosintesis, i. Kedalaman

Hasil rata – rata pengukuran kedalaman di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar

Gambar 14. Grafik Kedalaman Berdasarkan pengukuran rata – rata kedalaman diperairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu berkisar antara 0.70 – 1.30 m. Menurut Putri (2004) dalam Minerva et al (2014) mengatakan jenis lamun akan ditemukan berbeda berdasarkan kedalaman perairan.

j. Subtrat

Subtrat merupakan salah satu media tempat dimana lamun tumbuh dan berkembang secara normal untuk memperoleh nutrien. Dari semua hasil pengukuran subtrat menggunakan GRADISTAT di dapatkan hasil secara keseluruhan yaitu memilki karakteristik subtrat pasir berkerikil, karena jenis subtrat berpasir akan memudahkan lamun untuk menancapkan akar ke dalam substrat. C. Analisis Regresi Linear Berganda a. Uji asumsi

Gambar 17. Grafik Uji Normalitas Data Nilai R2 (koefisien determinasi / adjusted R-squared) = 61% yang artinya 61% variasi total kerapatan lamun dapat dijelaskan oleh variasi nilai variabel bebas. Uji F (F-statistic / Anova) menunjukkan bahwa nilai β (koefisien regresi) / nilai slope (kemiringan) secara signifikan menyimpang 0,00 1,00 2,00 1 5 9 131721252933 N itr at (m g/ l) Titik Sampling

Nitrat

0,00 2,00 4,00 1 5 9 13 17 21 25 29 33 Posp at (m g/ l) Titik Sampling

Pospat

0,00 5,00 10,00 1 4 7 101316192225283134 K e ke ru h an (N TU ) Titik Sampling

Kekeruhan

0,00 2,00 1 5 9 13 17 21 25 29 33 K e d al am an ( m ) Titik Sampling

Kedalaman

(9)

dari 0 (pada α 0,05) dengan arah positif (dari nilai b pada persamaan regresi).

Persamaan Regresi Linear Berganda : KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian tentang hubungan keberadaan dan kerapatan jenis lamun dengan parameter fisika kimia air di kawasan Daerah Perlindungan Lamun (DPL) Desa Berakit Kabupaten Bintan di dapatkan kesimpulan sebagai berikut adapun spesies lamun yang di jumpai diperairan tersebut antara lain jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halophilla ovalis. Sedangkan untuk persentase penutupan totalnya yaitu sebesar 53,65% dalam status kurang sehat/kurang kaya. Untuk asosiasi jenis keberadaan lamun yaitu memilki hubungan yang berasosiasi positif dan tidak di jumpai spesies lamun yang tidak berasosiasi. Untuk spesies lamun jenis Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii merupakan jenis lamun yang paling banyak di jumpai bersama – sama atau yang paling mendominasi di antara jenis lain yang di temukan pada lokasi penelitian. Hasil analisis regresi linier berganda dan korelasi berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi r sebesar 0.606 = 61%, yang artinya terdapat hubungan yang erat antara kerapatan lamun dengan kualitas air. Oleh karena itu dalam pengelolaan kawasan konservasi lamun perlu di adakan upaya pemantauan kondisi parameter lingkungan tersebut guna untuk pertumbuhan lamun itu sendiri agar lamun bisa tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan parameter lingkungannya. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan keberadaan dan kerapatan jenis lamun dengan parameter fisika kimia air di ekosistem padang lamun di tempat yang berbeda untuk bisa dibuat perbandingan agar bisa dilihat hubungan lamun dan parameter lingkungannya apakah memiliki keterkaitan yang erat untuk keberadaan dan pertumbuhan lamun, sehingga menghasilkan data atau informasi yang bisa digunakan untuk perbandingan atau acuan untuk penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adriansyah, A. 2014. Analisis Komunitas Padang Lamun Di Perairan Berakit Malang Rapat Dan Teluk Bakau Kabupaten Bintan. Skripsi, UMRAH.

Arizuna, M, Djoko, dan Max R. 2014. Kandungan Nitrat dan Fosfat Dalam Air Pori Sedimen Di Sungai Wedung Demak. Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 7-16. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquare s

Dedi, S. 2007. Ekologi Laut Tropis. Generated: 20 December, 2013,

15:52 :

http://web.ipb.ac.id/~dedi_s Deli, W. 2014. Iventarisasi Jenis – Jenis

Lamun (Seagress) Di Perairan Pantai Desa Waai Dan Liang. Seminar Nasional Basic Science VI F-MIPA UNPATI. Ambon. DKP Bintan. 2011. Profil Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Bintan. Ferianita, M. 2007. Metode Sampling

Bioekologi. Cetakan ke-1. Jakarta : BUMI AKSARA

Hardiyanti, S, Muh. Ruslan U dan Dody P. 2011. Analisis Vegetasi Lamun Di Perairan Pantai Mara’ Bombang Kabupaten Pinrang. E –

Journal : FMIPA Universitas

Hasanuddin, Makasar.

Hasanuddin, R. 2013. Hubungan Antara Kerapatan Dan Morfometrik Lamun Enhalus Acoroides Dengan Subtrat dan Nutrien di Pulau Sarappo Lompo Kab. Pangkep. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 200. 2004. Kriteria Tentang Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51. 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut.

(10)

Kasim. M. 2013. Struktur Komunitas Padang Lamun Pada Kedalaman yang Bebeda Di Perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan. Skripsi, UMRAH.

Mckenzie,L.J. 2007. Seagrass-Watch: Guidelines for Philippine Participation Balinao Marine Laboraty, University of the Philippines, 9 th – 10 th April 2007( DPI & F, Cairns). 36 pp. Ismail. S. 2011. Komposisi Jenis, Kerapatan,

Persen Penutupan dan Luas Penutupan Lamun di Perairan Pulau Panjang Tahun 1990-2010. Skripsi, ITB. Bogor.

Minerva, A, Frida dan Agung. 2014. Analisis Hubungan Keberadaan dan Kelimpahan Lamun Dengan Kualitas Air Di Pulau KarimunJawa, Jepara, Volume 3 , Nomor 3, 2014 : 88-94.

http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquare .

Nainggolan, P., 2011. Distribusi Spasial dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) Di Teluk Bakau, Kepulauan Riau. Skripsi, IPB. Bogor.

Nurhidayah. 2014. Hubungan Kandungan Nitrat Terhadap Pertumbuhan Lamun Cymodocea Serrulata Di Perairan Pulau Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau. Skripsi, UMRAH

Nurzahraeni. 2014. Keragaman Jenis Dan Kondisi Padang Lamun Di Perairan Pulau Panjang Kepulauan Derawan Kalimantan Timur. Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Pailin, J.,B., 2009, Asosiasi Inter-Spesies Lamun di Peraira Ketapang Kabupaten Seram Bagian Barat., Jurnal Triton, Volume 5, Nomor 2, Oktober 2009, hal. 19 – 25, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon.

Putri, A.E., 2004. Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pantai Pulau Tidung Besar Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi, IPB. Bogor.

Rahmawati, S. Indarto, H. S, Husni, A dan Kiswara, W. 2014. Panduan Monitoring Padang Lamun.

Panduan Monitoriong Padang

Lamun/Editor : Malikusworo

Hutomo, Anugerah Nontji. – Jakarta : COREMAP CTI LIPI 2014.

Rapi, Z. 2014. Laju Penjalaran Rhizoma Lamun Yang Di Transplantasi Secara Multispesies Di Pulau Barrang Lompo. Skripsi, UNIVERSITAS HASANUDDIN Rostika, 2014. Struktur Komunitas Ikan

Padang Lamun di Perairan Teluk Bakau Pulau Bintan Kepulauan Riau. E – Journal : FIKP UMRAH.

Sakarudin, M. 2011. Komposisi Jenis, Kerapatan, Persen Penutupan dan Luas Penutupan Lamun di Perairan Pulau Panjang Tahun 1990 – 2010. Skripsi, IPB. Bogor. Sarah, 2015. Analisis Biomassa Lamun Di

Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. E – Journal : FIKP UMRAH.

Supriharyono, MS. 2007. Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati. Cetakan ke-1. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR

Zulkifli, dan Efriyeldi. 2003. Kandungan Zat Hara dalam Air Poros dan Air Permukaan Padang Lamun Bintan Timur Riau. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 139-144 (2003).

Jurusan Ilmu Kelautan, Faperika, Universitas Riau.

Gambar

Gambar 4. Diagram Kerapatan Lamun  Berdasarkan  pengamatan  kerapatan  lamun  yang  dilakukan  diperairan  Desa  Bearakit  Kabupaten  Bintan  dapat  diketahui  kerapatan  total  jenis  lamun  dari  35  titik  koordinat  penelitian  dalam  satu  kawasan  ya
Gambar 12. Grafik Posfat (PO 4 )   Dari  rata  –  rata  hasil  pengukuran  posfat  di  DPL  perairan  Desa  Berakit  Kabupaten  Bintan  yaitu  berkisar  antara  0,01  –  2,25   mg/l

Referensi

Dokumen terkait

Shade guide Sesuai kebutuhan Warna resin komposit sesuai warna asli gigi 11  Aplikasi bahan etsa hanya pada permukaan yang dipreparasi atau dibevel (kira-kira 15- 20 detik

Hasil studi pendahuluan juga didapatkan data dari 10 mahasiswa yang memiliki IPK diatas 3 sebanyak 4 orang dan 6 siswa lainnya memiliki IPK dibawah 3, pada

Kemudian dari segi keamanan dan kenyamanan, pasien yang diterapi dengan ESWL pada umumnya tidak memerlukan obat bius atau penahan sakit saat terapi dilakukan,

Pada table ini juga menunjukkan bahwa komposisi BSK yang paling banyak adalah kalsium oksalat yang ditemukan pada semua penderita laki-laki maupun perempuan

Pendapat lain juga mengatakan bahwa empati adalah suatu kecendrungan yang dirasakan seseorang untuk merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain andaikan ia berada

Menurut Zeithaml, dkk (2003: 86), kepuasan nasabah adalah evaluasi nasabah terhadap produk/jasa yang didasarkan pada apakah produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan dan

Gambar 11 : Subordinate Pass Proses 2 Semua tahap tersebut dari melakukan level dekomposisi DWT untuk transformasi citranya yang berguna menampilkan nilai citra

Asas- asas politik dan administrasi yang memberinya bingkai ideology (aqidah) dari mana ia bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita- citakan dan rencana yang