• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI JENIS, KERAPATAN DAN PENUTUPAN PADANG LAMUN DI PANTAI PENGASTIAN, BALI

N/A
N/A
Off Mate

Academic year: 2024

Membagikan "STUDI JENIS, KERAPATAN DAN PENUTUPAN PADANG LAMUN DI PANTAI PENGASTIAN, BALI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI JENIS, KERAPATAN DAN PENUTUPAN PADANG LAMUN DI PANTAI PENGASTIAN, BALI

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kelautan pada Fakultas Kelautan dan Perikanan

Disusun Oleh:

Patardo Zerubabel Williford Manurung 2013521031

PROGRAM MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN

2023

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

STUDI JENIS, KERAPATAN DAN PENUTUPAN PADANG LAMUN DI PANTAI PENGASTIAN, BALI

PROPOSAL SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan

Oleh:

PATARDO ZERUBABEL WILLIFORD MANURUNG 2013521031

Bukit Jimbaran, Januari 2023

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. I Wayan Arthana, MS NIP. 196007281986091001

I Ketut Wija Negara, S.St.Pi, MP NIP.

Mengesahkan,

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Koordinator

Dr. Nyoman Dati Pertami, S.P., M.Si NIP. 197408112009122001 Tanggal Pengesahan :

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Studi Jenis, Kerapatan, dan Penutupan Padang Lamun di Pantai Pengastian, Bali”.

Proposal skripsi di susun penulis untuk memenuhi persyaratan dalam kelulusan pada Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Penulis menyadari banyak mendapatkan bantuan dalam penyelesaian proposal ini dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. I Wayan Nuarsa, M.Si selaku Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.

2. Ibu Dr. Nyoman Dati Pertami, S.P., M.Si selaku Koordinator Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana,

3. Bapak Prof. Dr. Ir. I Wayan Arthana, MS selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan selalu sabar dalam memberikan bimbingan dalam penyelesaian proposal skripsi ini.

4. Bapak I Ketut Wija Negara S. St.Pi, MP selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan selalu sabar dalam memberikan bimbingan dalam penyelesaian proposal skripsi ini.

5. Ibu Ni Made Ernawati S.Kel, M.Si selaku dosen penguji I yang telah meluangkan waktu dalam menguji, memberikan saran, dan masukan dalam penyelesaian proposal skripsi ini.

6. Ibu Alfi Hermawati Waskita Sari, S.Pi, MP selaku dosen penguji II yang telah meluangkan waktu dalam menguji, memberikan saran, dan masukan dalam penyelesaian proposal skripsi ini.

7. Seluruh tim dosen Manajemen Sumberdaya Perairan yang sudah memberikan berbagai ilmu serta motivasi untuk penulis.

8. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan kasih sayang dan motivasi, serta dukungan baik moril maupun materil, sehingga

(4)

pengerjaan proposal skripsi dapat terselesaikan dengan lancar.

9. Rekan-rekan angkatan 2020 Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan yang telah membantu dalam penyelesaian proposal skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dan berupa dengan optimal dalam menyusun ini. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai menyempurnakan penulisan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap proposal skripsi ini bermanfaat kepada semua pihak yang membutuhkan.

Bukit, Jimbaran, 2023

Penulis

(5)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang tumbuh dengan subur pada daerah pasang surut, perairan pantai atau laguna dimana dasar perairannya berupa lumpur, pasir kerikil dan patahan karang mati dengna kedalaman hingga 4 meter (Tupan, 2019). Lamun di Indonesia di temukan sekitar 13 spesies, yang sebelumnya hanya dikenal 12 spesies. Sebagai tambahan adalah spesies Halophila beccari[ CITATION Izu14 \l 1033 ]. Dalam perkembangannya, lamiun dapat membentuk struktur kanopi, jalanan rhizom dan akar yang rumit. Struktur ruang tiga dimensi yang dibentuk lamun ini kemudian menjadi suatu habitat (tempat hidup) yang menarik berbagai biota laut untuk menetap, berlindung, mencari makan, kawin, bertelur, memijah dan membesarkan anak [ CITATION Pri16 \l 1033 ].

Lamun memberikan manfaat besar baik secara ekologi maupun kehidupan manusia. Ekosistem lamun sangat menunjang keberlangsugann sumber daya perikanan di Indonesia. Salah satu kajian yang menjadi perhatian dari lamun adalah kajian morfologi. Kajian morfologi untuk lamun sudah dilakukan penelitian di setiap daerah (Wagey, & Sake,, 2015), namun untuk variasi merfometrik per spesies secara spasial masih jarang dilakukan. Menurut Pratiwi (2018), Adapun terdapat 6 jenis lamun Pantai Sanur yaitu Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, dan Syringodium isoetifolium.

Adim (2016) yang meneliti tentang kerapatan padang lamun di Pulau?

Menemukan bahwa jumlah spesies yang didapat ada 5 yaitu Cymodecea rotundata, Halophila ovalis, Thalassia hemprichi, Syringodium isoetifolium, dan Halodule uninervis. Jumlah jenis lamun banyak terbanyak didapatkan pada stasiun yang berpasir dan sedikit berlumpur. Pada stasiun berpasir ditemukan Halophila ovalis dominan.

Ira, et al (2013) yang meneliti tentang kerapatan dan penutupan lamun pada daerah Tanggul Pemeceah Ombak?, Menemukan Lamun di perairan Desa Terebino

(6)

Propinsi Sulawesi Tengah yang tidak ada Tanggul Pemecah Ombak yaitu memiliki kerapatan dan persen penutupan yang dua kali lebih tinggi dari pada Daerah lamun yang terdapat Tanggul Pemecah Ombak karena tingkat kerusakan yang lebih rendah dan kondisi yang sehat.

Penelitian yang dilakukan di Pantai Samuh terkait keanekaragaman dan asosiasi, antar spesies lamun oleh Sari, et al (2022), terdapat bahwa ada sebanyak delapan jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Stringodium isoetifolium, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, Thalassondendron coliatum, Halodule pinifolia. Lebih lanjut dikatakan bahwa Pantai Samuh memiliki kondisi lamun yang sangat rapat dan sehat dengan tipe asosiasi yang berpengaruh yaitu Syringodum isoetifolium dengan Halophila ovalis.

Penelitian yang dilakukan oleh Arthana (2012), di Pantai Sanur terkait jenis dan kerapatan padang lamun. Menemukan tujuh spesies lamun yang tergolong ke dalam dua famili dan empat marga yaitu Enhalus acaoides, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, dan Syringodium isoetifolium. Selain itu, ditemukan bahwa terdapat Empat spesies yang ada di Pantai Sanur, juga dapat ditemukan di Dunia yaitu Enhalus acroides, Syringodium Isoetifolium, Halodule uninervis dan Cymodocea rotundata. Penyebaran lamun lebih banyak ditemukan di lagoon dengan kondisi yang dalam. Terdapat bahwa, kerapatan lamun yang bervariasi dengan jenis dominan Enhalus acoroides.

Keraptan lamun semakin rendah kearah lokasi yang banyak terjadi gangguan oleh wisatawan, kegiatan memancing dan penambatan perahu.

Sanur sebagai resort tourism yang dikemabangkan secara khusus mendatangkan wisata asing atau tourist yang tergolong kelompok wisatawan elit dari Negara asalnya. Wisatawan elit dalam arti dilihat dari aspek kehidupannya di negaranya dipandang mapan dan kaya dari segi ekonomi, mereka ke pulau Dewata dan Sanur dipilih sebagai tempat menginap sepenuhnya untuk menikmati perjalanan.

Akomodasi wisaya yang diinginkan dan dibutuhkan adalah hotel yang bertaraf Internasinal. Tentu gambaran ini dapat dilihat dari karakteristik wisatawan itu sendiri,

(7)

sudah tentu kondisi ini berbeda dengan tourist resort yang berkembang Kuta, Nusa Dua, Ubud, maupun lainnya di Bali [ CITATION Dar16 \l 1033 ].

Lamun yang ada di Pantai Sanur terdpat pada dasar tempat lamun itu tumbuu terdiri atas pasir, pecahan karang, karang mati, batuan masif, karang dan algae.

Padang lamun ini selain sebagai penyeimbang ekosistem disekitarnya, diharapkan juga dapat memberikan peranan lain secara optimal yaitu sebagai salah satu penyerap CO2 dari atmosfer dalam kaitannya mengurangi emisi karbon dalam proses pemanasan global[ CITATION Gra16 \l 1033 ].

Penelitian ini akan mengkaji jenis-jenis lamun yang terdapat pada Pantai Pengastian yang terletak dekat Pantai Sanur. Selain itu, kerapatan lamun setiap stasiun juga merupakan tujuan pada penelitian ini, serta mengetahui tutupan lamun pada zona yang akan diteliti.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan maslaah pada penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana keanekaragaman lamun yang ada di Pantai Pengastian?

2. Bagaimana kerapatan lamun yang terdapat pada Pantai Pengastian?

3. Bagaimana distribusi lamun pada Pantai Pengastian?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui keanekaragaman lamun yang ada di Pantai Pengastian.

2. Unutk mengetahui kerapatan lamun yang terdapat pada Pantai Pengastian.

3. Untuk mengetahui distribusi Lamun pada Pantai Pengastian.

1.4 Batasan Masalah

Mengingat begitu banyaknya permasalahan yang ada, maka diperlukan adanya pembatas masalah untuk menghindari berbagai kesalahan persepsi yang muncul dengan penelitian ini.

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun

Dalam Kamus Webster (2003) lamun atau sea grass dapat didefinisikan: “any of various grass like plants that in-habit costal area”. Kata sea grass senniri di benua Amerika baru muncul pada tahun 60-an dan di Eropa tahun 70-an denga terbitnya publikasi hasil-hasil penelitina yang menggunkana kata sea grass. Sebenarnya puluhan bahkan ratusan tahun sebelumnya telah muncul nama-nama inggris dan jenis-jenis lamun yang akan disesuaikan dari bentuk luar (morfologi) ataupun seabgai makanan dari binatang (contoh: Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi (Anthophyta) yan ghiudp dan tumbuh di lingkungan laut. Almun dapat berpembuluh, berimpang (rhizoma), berakar, dan berkembang biak secara generative dan vegetatif.

Rimpang lamun merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh di dalam substrat pasir, lumpur, dan pecahan karang.

Lamun merupakan tumbuhan laut yang berkapasitas tinggi dalam menyerap logam berat, hal demikian karena lamun dapat berinteraksi secara langsung dalam kolom perairan melalui daunnya dan dapat berinteraksi secara alngsung dengan sendimen melalui akarnya, sehingga daun dan akar lamun merupakan bagian dari penyerapan ion logam yang baik (Tupan, 2019).

2.2 Ekosistem Lamun

Ekosistem lamun merupakan salah satu sistem ekologi padang lamun yang di dalamnya terjadi hubungan balik antar komponen abiotik dan komponen biotik hewan dan tumbuhan. Adapun juga pengertian ekosistem lamun menurut Phillips &

Menez (1988) adalah salah satu ekosistem bahari yang produktif di perairan yang berfungsi untuk menstabilkan sedimen dari arus dan gelombang (sediment trap).

Ekosistem lamun juga dapat melindungi hewan di padang lamun, membantu organisme epifet yang menempel pada daun, memliki produktifitas yang tinggi, menfukasi karbon di kolom air yang sebagian masuk ke sistem rantai makanan dan sebagian tersimpan dalam biomassa dan sedimen.

(9)

Ekosistem lamun sudah banyak terancam termasuk di Indonesia baik seacra alami maupun oleh aktifitas manusia. Besarnya pengaruh terhadap intergritas sumberdaya, meskipun secara garis besar tidak diketahui, namun dapat dipandang di luar batas kesinambungan biologi. Perikanan laut yang menyediakan lebih dari 60%

protein hewani yang dibutuhkan dalam menu makanan masyarakat pantai, sebagian tergantung pada ekosistem pemeliharaanya. Selain itu, kerusakan ekosistem lamun oleh manusia akibat dari pemarkiran perahu yang tidak terkontrol (Tangke, 2010).

Ancaman kerusakan ekosistem padang lamun di perairan pesisir berasal dari aktivitas masyarakat dalam mengekploitasi sumberdaya ekosistem potassium sianida, sabit dan gareng serta pembuangan limbah industri pengolahan ikan, sampah rumah tangga dan pasar tradisional. Namun dengan banyaknya ancaman kerusakannya ekosistem lamun juga memiliki multifungsi untuk menunjang sistem kehidupan dan berperan penting dalam dinamika pesisir dan laut, terutama perikanan pantai sehingga pemeliharaan dan rehabilitasi ekosistem lamun merupakan salah satu alasan untuk tetap mempertahankan keberadaan ekosistem tersebut (Tangke, 2010).

2.3 Jenis-Jenis Lamun di Indonesia

Adapun jenis-jenis lamun yang dapat ditemukan di perairan pesisir Indonesia.

Jenis-jenis lamun dapat dibagi menjadi 2 Famili yaitu Potamoge tonceae dan Hydrocha ritaceae. Pada lamun Famili Potamoge tonaceae terdapat 6 spesies yaitu:

1. Cymodocea rotundata : Memiliki rhizoma yang berbentuk silinder, jumlah daun 3-4, panjang daun 4-15 cm, dan lebar daun 2-4 mm. Pada helai daun terdapat 7-15 tulang daun, membulat dan tumput, tiap fragmen (node) 1-4, bunga tidak Nampak dan tumbuh di interidal.

2. Cymodocea serrulata : Memiliki rhizoma yang berbentuk silinder, rhizoma memiliki panjang 4-25 cm, dengna jumlah akar 1-3, jumlah daun 3-5 dengan 4-16 cm dan lebar 4-6 mm dan ditemukan di daerah intertidal.

3. Halodule pinifolia : Memiliki rhizoma yang berdiameter 1 mm, daun 2-3, panjang 15 cm dan lebar daun tidak lebih dari 1 mm, dan umumnya ditemukan di substrat berlumpur.

(10)

4. Halodule uninervis : Memiliki tulang kurang dari 13, ujung daun seperti trisula, biasanya ditemukan pada substrat berpasir dan berlumpur atau di terumbu karang.

5. Syringodium isoetifolium : Memiliki rhizoma antar fragmen 1-5, panjang daun 16 cm dengan lebar 1-3 mm, memiliki bunga jantan dan betina.

6. Thalassoden dron ciliatum : Memiliki batang tumbuh tegak, jumlah daun 4-6 dan panjang 7-10 cm dan biasanya berasosiasi dengan terumbu karang.

Adapun pada Lamun Famili Hydocha ritaceae terdapat 6 spesies:

1. Enhalsu acoroides : Ukuran panjang lebih dari 1 meter, helai daun linier (sejajar), buah berbentuk bulat, ujung daun membulat dan tumbuh pada substrat berlumpur.

2. Halphila ovalis : Memiliki helai daun berbentuk bulat dan panjang antara 1 – 4 cm dan lebar 0,5 – 2,0 cm, seperti semanggi dan mampu tumbuh sampai kedalaman 25 m.

3. Halophila spinulosa : Memilki daun yang berbentuk bulat panjang, tuap kumpulan daun sampai 10 sampai 20 pasang.

4. Halophila dicipiens : Memiliki helai daun berbentuk oval atau elips, dengan ± 1,0 – 2,5 cm dan lebar 5 mm dan memiliki daun yang berpasang-pasangan.

5. Halphila minor : Memiliki daun berbentuk bulat panjang seperti telur dan panjang 0,5 -1,5 cm dan tumbuh substrat berpasir dan berlumpur.

6. Thalassia hemprichii : Memiliki rhizoma tebal samapai 5 mm pada umunya panjang daun mencapai 40 cm dan lebar 0,4 – 1,0 cm, helai daun berbentuk pita.

(11)

2.4 Morfologi Lamun

Morfologi merupakan ilmu mempelajari bentuk dan susunan tubuh mahluk hidup. Ilmu morfologi berkembang sekitar abad ke-19 dan abad ke-20. Pada tumbuhan, morfologi tidak saja menguraikan tentang bentuk dan susunan tubuh, tetapi juga fungsi masing-masing bagian tersebut dalam kehidupan tumbuhan, Selain itu, morfologi juga berusaha untuk mengetahui asal-usul bentuk dan susunan tubuh yang dimiliki oleh tumbuhan (Tjutrosoepomo, 2007).

Secara morfologi tumbuhan lamun terdiri dari Rhizoma, daun, bantang dan akar.

Rhizoma adalah batang yang terbenam dan menyerap secara mendatar, serta berbuku – buku. Pada buku - buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas, berdaun dan berbunga , serta tumbuh akar (Rawung et al., 2018). Hampir semua jenis lamun memiliki morfologi yang sama yaitu memiliki daun yang panjang memilki saluran air (kutikula) (Rahma, 2017).

2.4.1 Akar

Lamun memiliki sistem perakaran serabut yang berfungsi untuk menancapkan tumbuhan ke substrat serta menyerap zat – zat gara. Akar lamun umumnya pendek dengan beberapa percabangan/brancing root atau bahkan tidak memiliki percabangan/simple root. Morfologi akar pada bagian luar memiliki ciri-ciri yang berbeda – beda, akan teteapi tidak sepenuhnya berhubungan dengan tipe substrat secara spesifik. Sebagai contoh Enhalus spp yang mempunyai akar, dan hidup pada substart berlumpur. Pada kelompok Cymodoceaceae terdiri dari Syringodium, Cymodocea, dan Halodule yang memilki akar yang bercapang dan berambaut masing ruas rhizoma, Kelompok tersebut hidup pada jenis pasir karang (Kuo dan den Hartog, 2006).

2.4.2 Rhizoma Lamun

Rhizoma memiliki sistem pertumbuhan lamun secara horizontal yang disebut dnegna rhizoma. Lamun memiliki sistem rhizoma yang luas sehingga dapat membentuk padnag lamun, Rhizoma sering terbenam di dalam substarat secara ekstensif dan menjadi peran utama untuk memproduksi secara vegetatif. Reproduksi

(12)

secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting dari pada reproduksi dengan cara pembibitan karena labih mengutungkan untuk kerapatan dan penyeraban lamun.

Jenis lamun yang kecil dan halus mempunyai rhizoma yang lebih lentur dari pada jenis lamun yang berukuran lebih besar, seperti lamun Enhalus acoroides dan Lamun Posidonia oceania yang mempunyai rhizoma yang relatif lebih kaku dan keras, serta mengadung lignin dan menyerupai kayu (den Hartog, 1970). Tinkat lignifikasi rhizoma dapat dikaitkan dengan umur rhizoma, buka dengan ukurannya (Klap et al., 2000).

Rhizoma lamun terdiri dari ruas yang didapat pada titik – titik sisipan temapt berutmbunya daun yang terdapat pada fragmen diantara dua ruas. Adapun beberapa jenis lamun yang mempunyai dua jenis rhizoma, yaitu rhizoma vertical stem yang ukuran ruasnya pendek beda dengan rhizoma horizontal yang ukuran ruasnya lebih panjang. Jaringan meristem yang memproduksi daun yang sudah mati, rhizoma vertikalnya akan tetap ada dan meninggalkan bekas berupa kumpulan ruas yang disebut dengan bekas luka daun (leaf scar) (Hemmingga, 2000). Rhizoma memilki buku-buku (node) yang mengandung jaringan meristem yang berfungsi untuk membentuk daun dan akar. Buku/node yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh ruas – ruas (internode). Adapun gambar yang menunjukkan letas Node dan Internode.

Gambar 1. Rhizoma (Putra, 2019) 2.4.3 Daun Lamun

Lamun mempunyai struktur daun yang panjang dan relatif sempit seperti daun pada tumbuhan monikotil. Adapun beberapa genus yang mempunyai struktur daun yang berbeda, sebagai contoh Lamun Halophila yang mempunyai struktur daun yang

(13)

membulat dan Lamun Syringodium mempunyai struktur dan silindris. Daun lamun memiliki panjang yang lebar mulai dari 1 cm pada beberapa spesies Halophila, hingga mencapai 1 m untuk Lamun Zostera asiatica dan Lamun Enhalus acoroides (Hemminga dan Duarte, 2000).

Gambar 2. Daun Lamun 2.5 Peran Lamun

Padang lamun yang diluat memilki empat peran ekologis yang penting (Hemminga dan Duarte, 2000; Waycott, 2004). Peran pertama adalah padang lamun merupakan produsen primer pada laut dangkal, Peran kedua adalah padang lamun bisa menjadi perangkap sedimen, dan Peran keempat adalah lamun itu termasuk seabgai pendaur zat hara. Peran padang lamun tersebut dapat menunjukkan bahwa lamun itu dapat berinteraksi dengan lingkungan biotik dan abiotik yang dapat membentuk ekosistem lamun,

Lamun merupakan organisme yang memilki protensi sebagai bioindikator di wilayah perairan pesisir. Adanya interaksi yang kompleks antara lamiun dengan lingkungannya dapat menghasilkan respon yang berbeda terhadap suatu gangguan sehingga respon lamun terhadap stress lingkungan dapat dianalisiskan mulai dari skala fisiologi hingga skala padang lmaun (McMahom et al., 2013).

Peran Lamun seabgai bioindicator kandungan logam berat dalam perairan diantaranya yaitu mempengaruhi bioavaiblabilitas logam berat pada sedimen.

Menurut Weis dan Weis (2004), tumbuhan akuatik dapat mengokasidasi sedimen

(14)

yang berada di sekitar akar melalui oksigen yang mditransportasikan dari daun menuju akar. Lamun merupakan transport oksigen dari daun menuju akar digunakan untuk proses respirasi dan penyebaran nutrien. Namun, membran pada akar lamun sedikit meregang, sebagian dari oksigen akan keluar dari akar dan masuk ke sedimen sehingga menyebabkan terjadinya proses oksidasi di sekitar akar lamun (Schwarz et al., 2004) dan proses oksidasi dapat berlanjutnya dengan terlepasnya logam sulfit.

Lamun dapat menyerap logam berat dari kolom air dan sedimen (Ambo-rappe et al., 2007). Logam berat yang dari kolom air diserap oleh daun, sedangkan logam berat yang ada di sedimen diserap dari akar dan rimpang. Saat laogam berart diserap oleh lamun akan mentraslokasikan loganya dari bagian bawah ke bagian atas tumbuhan, atau sebaliknya. Adapun beberapa loga esensial seperti tembaga (Cu) dan mangan (Mn), contoh-contoh tersebut biasanya akan diakumulasi di daun karena dibutuhkan untuk proses metabolik, namun logam non-esensial seperti timbal (Pb) dan cadmium (Cd) biasanya diakumulasikan dibiomassa bawah seperti akar dan rimpang (Dennison, 2000; Wasserman dan Wasserman, 2002). Adapun juga beberapa genus lamun yang memilki sensitvitas yang lebih tinggi. Contohnya seperti genus Halophila memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap kandungan logam berat di perairan estuari.

2.6. Sistem Informasi Geografi (SIG)

Sistem Infromasi Geografi atau SIG merupakan rangakai kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran situasi raung muuka bumi atau informasi tentang ruang muka bumi yang diperlukna untuk dapat menjawab atau menyelesaikan suatu masalah yang terdapat dalam ruang muka bumi yang bersangkutan. Rangkaian kegiatan tersebut meluputi pengumpulan, penataan, pengolhaan, pengalisisan dan penyajian data-data/fakta-fakta yang ada atau terdapat dalam raung muka bumi tertentu. Data/Fakta yang ada adalah di dalam ruang muka bumi tersebut, sering juga disebut sebagai data/fakta geografis atau data/fakta spasial. Hasil analisisnya disebut Informasi geografis atau informasi spatial. Dengan itu, SIG merupakan rangakaian kegiatan pengumpulan, penataan, pengolahan dan penganalisisan data/fakta spatial

(15)

sehingga diperoleh informasi spasial untuk dapat menjawab atau menyelesaikan suatu masalah dalam rauang muka bumi tertentu.

SIG atau Sistem informasi geografis dapat dbagi menjadi dua kelomopok yaitu sistem manual (analog), dan sistem otomotasi (yang berbeasis digital computer).

Adapun perbedaan yang paling mendasar pada cara pengelolaannya. Sistem Informasi manual biasanya menggabungkan beberapa data speerti peta, lembar tranparansi untuk tumpeng sussun (overlay), foto udara, laporan statistic dan laporan survey lapangan. Dengan semua data yang telah disebut, data dapat dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa komputer. Dengan Sistem Informasi Geografis secara otomatis telaj menggunakan computer seabgai sistem pengolaj data melalui digitasi. Sumber daya digital dapat berupa citra satelit atau foto udara digital serta foto udara yang terdigitasi. Data lain dapat berupa peta dasar terdigitasi

2.7 Google Earth Engine (GEE)

Google Eatrh Engine (GEE) adalah platform komputasi awan yang dirancang untuk menyimpan dan memproses kumpulan data besar (oada skala petabyte) untuk diaksies dan ramah pengguna menyediakan lingkugan akses yang yaman untuk data interaktif dan pengambilan keputusan akhir (Kumar dan Mutanga, 2018). Front-end yang mudah diakses dan ramah pengguna menyediakan lingkungan akses yang nyaman untuk data interaktif dan pengembnagna algoritme. Pengguna juga dapat menambahkan dan mengkurasi data dan koleksi emreka sendiri, sambil menggunakan sumber daya cloud Google untuk melakukan semua pemrosesan. GEE menwarkan banyak kemudahan dalam mengolah data, baik dari sudut pandang perangkat keras maupun perangkat lunak (Mutangi dan Lalit, 2019; Gorelick et al., 2017).

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian

Secara umum komunitas padang lamun bersifat dinamis yakni komunitas padang lamun dapat berubah dari waktu ke waktu. Hal tersebut dapat mengakibatkan faktor alami maupun faktor yang di timbulkan oleh aktivitas manusia. Pada ekosistem padang lamun di Pantai Pengastian, pengamatan lamun ini bertujuan unutk mengetahui jenis lamun, kerapatan lamun, frekeunsi lamun dan dominasi lamun di Pantai Pengastian. Metode yang digunakan unutk pengambilan data lamun yaitu metode deskriptif. Penentuan Stasiun dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik sampel dengna pertimbangan teknik sampel dengan pertimbangan tertentu dan menetapkan pertimbangan atau kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel yang digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2016). Untuk Kerangka Penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 1. Kerangkan Penelitian

(17)

3.2 Jadwal Penelitian

NO Kegiatan Minggu Minggu Minggu

2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

1 Penyusunan Proposal 2 Pengumpulan

Data 3 Observasi 4 Pengolahan

Data 5 Penyusunan

Laporan

Tabel 1. Jadwal Penelitian 3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada saat surut terendah. Pengambilan data dilakukan 4 kali pada tiga stasiun. Penelitian ini terletak pada Pantai Pengastian sebelah selatan Pantai Sanur, Bali. Stasiun 1 terletak pada 8°40'39"S 115°15'54"E, Stasiun 2 terletak pada 8°40'42"S 115°15'54"E, dan Stasiun 3 terletak pada 8°40'45"S 115°15'53"E.

(18)

Gambar Peta Tematik Stasiun-Stasiun Padang Lamun yang akan diamati.

3. 4 Variabel yang diamati 3.3.1 Variabel Utama

a. Jenis-Jenis Lamun;

b. Persen Penutupan;

c. Kerapatan;

d. Distribusi;

3.3.2 Variabel Panjang a. Suhu

b. Arus c. Salinitas d. Substrat e. pH.

3.5 Alat dan Bahan

Alat dan Bahan Kegunaan

Coolbox Untuk kegunaan sampel.

DO Meter Untuk mengukur kadar oksigen terlarut.

pH Meter Untuk mengukur derajat keasaman.

Refrakmeter Untuk mengukur salinitas.

Transek Kuadran Untuk pembatas area penagambilan

sampel.

GPS Untuk menentukan titik koordinat.

Garis Transel (Line Transec) Untuk menarik garis antar titik dalam satu stasiun.

Botol Sampel Untuk sampel kualitas air.

Camera Untuk dokumentasi.

Sampel Lamun Sampel

Aquades Untuk mensterilkan alat.

Kuadran 50 x 50 cm Untuk menjadi media untuk menghitung luasan tutupan lamun.

Roll Meter Untuk menjadi patokan peletakan

kuadran (Line Transect).

(19)

Meter Kain Untuk megukur tinggi kanopi.

Papan Sabak/Kertas tahan Air Untuk mencatat hal-hal penting, terkait pengambilan data di lokasi penelitian seperti waktu, tutupan, lamun dan jenis lamun dll.

Peralatan Snorkeling Untuk memudahkan proses pengambilan data di dalam air

Boots Untuk melindungi kaki selama

beraktivitas di daerah lamun.

Panduan Identifikasi Lamun (SeagrassWatch)

Untuk panduan dalam identifikasi lamun.

Standar Presentase Tutupan (SeagrassWatch)

Untuk panduan dalam memperkirakan presentase tutupan lamun.

Tabel 2. Alat dan Bahan 3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Pengamatan Lamun

Lokasi penelitian dilkaukan di Pantai Pengastian sebelah selatan Pantai Sanur. Penelitian ini dilakukan dengan mentode kuadrat. Metode kuadrat ini dilakukan pada saat air laut mengalami surut, dengan kedalaman air antara 20 – 50 cm. Transek kuadrat yang digunakan berukuran 1 x 1 m. Kemudian pada tiap transek dibagi menjadi 9 ruang yang masing – masing berukuran 33,33 x 33,33 cm. Adapun Sembilan ruang yang diamati 5 ruang yaitu di masing-masing pojok sebanyak empat kotak buah dan satu kotak di tengah. Pada kota masing-masing pengamatan dilakukan perhitungan jumlah tumbuhan lamun yang ada untuk mengetahui tingkat kerapatannya. Adapun 3 stasiun dengan masing 9, sehingga ada 27 transek pengamatan. Transek pertama diletakkan pada oinggi pantai yang mulai ada padang lamunnya. Jarak antara pengamatan transek pertama dengan pengamatan transek pertama berikutnya, yaitu 50 m ke arah laut, sedangkan jarak antar stasiun 100 meter, dengan stasiun satu paling utara dan stasiun tiga paling selatan. Identifikasi lamun akan dilakukan secara In situ [ CITATION Art04 \l 1033 ].

(20)

Lamun akan di identifikasi menggunakan transek kuadran yang merupakan salah satu metode yang digunakan pada penelitian ini. Identifikasi lamun pada Pantai Pengastian akan sesuai dengan buku yang dibuat oleh Nabil

Zurba yaitu “Pengenalan Padang Lamun Suatu Ekosistem yang Terlupakan”.

Pada buku ini terdapat klasifikasi tumbuhan lamun yang ada di Indonesia, dapat dilihat pada gambar tersebut :

(21)

Gambar Identifikasi Lamun di Indonesia

3.6.2 Pengukuran Kualitas Air

Pengambilan data kualitas air dilakukan hanya sekilas sebelum melakukan pengamatan lamun dengan transek. Pengukuran kualitas air dilakukan dengan menggunakan masing-masing peralatan yang telah dipersiapkan.

Pengukuran kualitas air dilakukan pada setiap stasiun yaitu suhu danpH air dengna menggunakan pH meter. Pengukuran kekeruhan diukur dengan turbidity meter. Untuk pengambilan substart menggunakan transek. Adapun tabel untuk mengindentifikasi parameter yang akan di ukur:

Parameter Satuan Alat Tempat Analisis

Fisika

Suhu 0C Termometer In situ

Kedalama n

Cm Tongkat

Berskala

In situ

Kecerahan % Sechhi disk In situ

Substrat - - Ex situ

Arus m/det Bola Duga In situ

Kimia

pH - pH meter In situ

DO ppt DO meter In Situ

Salinitas ppt Refraktometer In situ

Tabel 3. Pengukuran Kualitas Air

3.7 Analisis Data

3.7.1 Kerapatan Relatif (KR)

Kerapatan jenis adalah perbandingan antara jumlah totoal individu dengan unit area yang diukur. Kerapatan jensi lamun dapat dihitung dengan persamaan:

(22)

K=Jumlah Individu Jenisi Luas Petak Contoh 3.7.2 Kerapatan Relatif (KR)

Kerapatan relatif merupakan perbandingan antara jumlah individu jenis dan jumlah totoal individu seluruh jenis. Kerapatan relatif lamun dapat dihitung dengan persamaan:

KR= Jumlah IndividuJenis I

Jumlah Seluruh KerapatanJenis x100 %

Berdasarkan persamaan diatas, kerapatan lamun dapat dikategorikan dengan nilai-nilai sebagai berikut;

Tabel N. Skala Kondisi Padang Lamun Berdasarkan Tingkat Kerapatan. (Haris dan Gosari, 2012 dalam Martha, Julyantoro, dan Sari, 2018).

Skala Kerapatan (ind/m2) Kondisi

5 >175 Sangat Rapat

4 125 – 175 Rapat

3 75 – 25 Agak Rapat

2 25 – 75 Jarang

1 <25 Sangat Jarang

Tabel 4. Kerapatan Relatif

3.7.3 Frekuensi (F)

Frekuensi jenis merupakan perbandingan antara junmlah petak sampel yang ditemukan suatu jenis lamun dengan jumlah total petak sampel yang ditemukan suatu jenis lamun dengan jumlah total petak sampel yang diamati.

Frekuensi jenis lamun dapat dihitung dengan persamaan.

F=Jumlah Jenis Petak Contoh Jenis i Junlah Seluruh Petak contoh

3.7.4 Frekuensi Relatif (FR)

Frekuensi relatif merupakan perbandingan antara frekuensi jenis ke-I dengan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis. Frekuensi lamun dpat dihitung dengan persamaan.

(23)

FR=Jumlah Jenis Petak Contoh Jenis i

Jumlah Frekuensi Seluruh Jenis x100 %

3.7.5 Penutupan Lamun

Rumus menghitung presentase tutupan lamun dalam tiap plot transek merupakan presentase tutupan lamun tiap plot dihitung presentase tutupan lamun untuk keseluruhan ekosistem lamun (seluruh plot transek) dengan menggunkan rata-rata tutupan lamun. Analisis presentase tutupan lamun dapat menggunakan aplikasi Microsoft excel, (Rahmawati, dkk. 2014):

Presentaselamun tiap plot(%)=Jumlah nilai penutupanlamun(4kotak) 4

RatarataTutupan Lamun=Jumlah penutupan lamun seluruh plot Jumlah seluruh plot

DAFTAR PUSTAKA

Adim, M. F. (2016). Identifikasij Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Luikang Tupabbiring Kabupaten Pangkep.

Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Adi, W., Nugraha, A. H., Dasmela, Y. H., Ramil, A., Sondak, C. F., & Sjafrie, N. D.

(148-159). Struktur Komunitas Lamun di Malang Rapat, BIntan. Jurnal Enggano Vol, 4, No.2, 2019.

Ambo-Rappe, R., Lajus, D., & Schneider, M. (2007). Translational fluctuating asymmetry and leaf dimension in seagrass. Zostera Capricorni Aschers i a gradient of heavy metals. Environ Bioindic., , 2: 99-116.

Arief, M. A., Pertami, N. D., & Pratiwi, M. A. (2022). Analisis Kesesuaian Wisata dan Kesediaan untuk Membayar Kategori Rekreasi Pantai Samih, Bali.

Journal of Marine and Aquatic Sciences 8(2), 288-296.

AZKAB, M. H. (2006). Ada Apa dengan Lamun. Oseana 31 , (3): 45-55.

Bratakusuma, N., Sahami, F. M., & Nursinar, S. (2013). Komposisi Jenis, Kerapatan dan Tingkat Kemerataan Lamun di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepuluan

(24)

KAbupaten Gorontalo Utara. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, 139-146.

Fahruddin, M., Yulianda, F., & Setyobudiandi, I. (2017). Kerapatan dan Penutupan Ekosistem Lamun di Pesisir Desa Bahoi, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.9, No.1 , 375-383.

Faiqoh, E., Wiyanto, D. B., & Astrawan, I. G. (2017). Peranan Padnag Lamun Selatan Bali Sebagai Pendukung Kelimpahan Ikan di Perairan. Journal of Marine and Aquatic Sciences 3(1), 10-18.

Hartog., D. (1970). Effects of in situ nitrogen and phosphorus enrichment of the sediments on the seagrass Heterozostera tasmanica (Martens ex Aschers).

Journal of Experimental Marine Biology and Ecology., 193-207.

Hemminga, M., & Duarte, C. M. (2000). Seagrass Ecology. Cambridge: Cambridge University Press.

Horgarth, P. (2007). The Biology of Mangroves and Seagrasses, 2nd Edition. New York: Oxford University Press.

Izuan, M., Viruly, L., & Ruza'i, T. S. (2014). Kajian Keraptan Lamun Terhadap Kepadatan Siput Gonggong (Strombus epidromis) di. Malaysia: Universitas Maritimim Raja Ali Haji.

J., R. M., & Mataunakotta, C. S. (2020). Kenakeragaman Jenis, Tutupan Lamun dan Kualitas Air di Perairan Teluk Ambon. Jurnal Ilmu Lingkungan, 589-593.

Klap, V., Hemminga, M., & Boon, J. (2000). Retention of lignin in seagrasses.

Angiosperm that returned to the sea., 193-207.

Kuo, J. (2007). New Monoecious Seagrass of Halophilla Sulawesi (Hydrocharitaceae) from Indonesia. Aquatic Botany 87, 171-175.

Kuo, J., & den Hartog, C. (2006). Taxonomy and Biogeography of Seagrasses.

Martha, L. G., Julyantoro, P. G., & Sari, A. H. (2019). Kondisi dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Perairan Pulau Serangan, Provinsi Bali. Journal of Marine Aquatic Sciences, 131-141.

Lazaren, C. C., & Antara, M. A. (2020). Kondisi Ekosistem dan Valuasi Ekonomi Lamun di Pantai Samuh, Nusa Dua, Bali. Bali: Universitas Udayana.

(25)

Patiri, J. (2013). Sintasan dan Pertumbuhan semaian Lamun Nehalus acoroides di Perairan Pulau Barrang Lompo. Makassar: Universitas Hassanudin.

Priosambodo, D. (2016). Kelimpahan Gastropoda Pada Habitat LAmun di Berbeda di Pulau Bone Batan Sulawesi Selatan. Spermonde Vol 2(2), 27-32.

Putra, I. (2019). Karateristik Morfologi Padang Lamun di Indonesia. Bali:

Universitas Udayana.

Rugebregt, M., & Matuanakotta, C. S. (2020). Keanekaragaman Jenis, Tutupan lamun dan Kualitas Air di Perairan Teluk Ambon. Jurnal Ilmu Lingkungan, 589-593.

Santoso, B., Dharma, I. G., & Faiqoh, E. (2018). Pertumbuhan dan Produktivitas Daun Lamun Thalassia hemprichii (Ehrenb) Ascherson di Perairan Tanjung Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences 4(2), 278-285.

Sari, K. A., Pertami, N. D., & Pratiwi, M. A. (2022). Keanekaragaman dan Asosiasi Antarspesies Lamun di Perairan Pantai Samuh, Nusa Dua, BAli. Currnet Trends in Aquatic Science V(1), 64-73.

Sari, L. P., Adriman, & Fuazi, M. (2020). Jenis dan Kerapatan Lamun di Perairan Teluk Madong Kampung Bugis Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau. Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol. 1(1), 52-59.

Tupan, C. (2019). Populasi Thalassia Hemprichii pada Perairan.

Vindio, W., Julyantoro, P., & Wulandari, E. (2019). Asosiasi Echinodermata pada Ekosistem Padang Lamun di Pantai Samuh, Nua Dua, Bali. Bali: Universitas Udayana.

Wajdiah. (2017). Jenis dan Kerapatan Lamun Hubungannya dengan Kondisi Substrat di Perairan Pulau Sarappo Lompo Kabupaten Pangkep. Makassar:

Universitas Makassar.

Wawan, W., & Harahap, Z. A. (2018). Studi Tutupan Kerapatan Lamun di Pantai Pendaratan Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.

Zurba, N. (2018). Pengenalan Padang Lamun Suatu Ekosistem yang Terlupakan.

Sulawesi: Unimal Press.

(26)

Gambar

Gambar 1. Rhizoma (Putra, 2019) 2.4.3 Daun Lamun
Gambar 2. Daun Lamun 2.5 Peran Lamun
Gambar 1. Kerangkan Penelitian
Tabel 1. Jadwal Penelitian 3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan kerapatan yang ada pada Pulau Samatellu Pedda pada tabel 4.3 kerapatan jenis Lamun, maka kerapatan jenis Lamun yang terendah

Berdasarkan hasil perhitungan kerapatan yang ada pada pulau samatellu pedda dapat di lihat pada tabel 4.3 kerapatan jenis lamun, maka kerapatan jenis lamun yang terendah

Diagram Kerapatan Lamun Berdasarkan pengamatan kerapatan lamun yang dilakukan diperairan Desa Bearakit Kabupaten Bintan dapat diketahui kerapatan total jenis lamun

Dari padang lamun tiga pantai daerah selatan Bali ditemukan 21 family ikan, dimana family Pomacentridae yang memiliki jenis species terbanyak Kelimpahan terbesar di

Kerapatan lamun tertinggi dijumpai di Pulau Bone Batang yang mencapai 830 tanaman/m 2 dan terendah di Pulau Samalona yang tidak terdapat lamun, namun kerapatan

Spesies lamun yang banyak ditemukan di Gugusan Pulau Pari adalah Cymodocea rotundata dengan rata-rata kerapatan adalah 37.28% dan rata-rata penutupan adalah

Bila dibandingkan hasil penelitian makrozoobentos pada padang lamun di kawasan lain dengan jumlah jenis yang ditemukan di Pantai Merta Segara masih tergolong sedikit.. Di

Salah satu ekosistem padang lamun terdapat di Pantai Legon Bajak, Pulau Kemujan yang dimana termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa.. Padang lamun