• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN BERAKIT MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN BERAKIT MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN ABSTRAK"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN BERAKIT MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN

Agus Adriansyah

Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ardidistro@mail.com

Andi Zulfikar, MP

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, andizulfikar@rocketmail.com

Ir. Linda Waty Zen, M.Sc

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, lindawzen@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui kondisi komunitas ekosistem padang lamun di Desa Berakit, Malang Rapat dan Teluk Bakau dari segi kelimpahan, dan segi kesamaan.Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu dari bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2014 di Kawasan Konservasi Laut Daerah Perairan Desa Malang Rapat, Berakit dan desa Teluk Bakau. Sampling dilakukan dengan sistematik menggunakan metode transek kuadrat dengan metode observasional. Desa,berakit, Malang Rapat dan Desa Teluk Bakau ditemukan 6 jenis lamun yang sama. Jenis yang ditemukan seperti Enhalusa coroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Holodule uninervis, dan Syringodium iseotifolium. Kesamaan komunitas berdasarkan jenis dan kelimpahan yang terdapat pada stasiun stasiun I dan stasiun II memiliki nilai 97 %, pada stasiun I dan stasiun III memiliki nilai 95 %. pada stasiun II dan stasiun III memiliki nilai 98 %. Sedangkan untuk kesamaan komunitas berdasarkan kelimpahan spesies memiliki nilai 96% pada stasiun I dan stasiun II, 82% pada stasiun I dan stasiun III, 86% pada stasiun II dan stasiun III.

Kata kunci : analisis, ekosistem, komunitas, lamun

(2)

ABSTRACT

This research was done in an effort to determine the condition of the ecosystem seagrass community in the village of Malang Meeting and Berakit terms of abundance, and in terms of similarity. This research was carried out for 2 months, from May until the month of June 2014 Regional Marine Conservation Area in the village of Malang Meeting waters, rafting and desaTeluk Bakau. Sampling is done by systematically using quadratic transect method with observational method. Meeting Malang village, rafting, and the village of Teluk Bakau found six types of seagrass same. Like the kind found Enhalusa coroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Holodule uninervis, and Syringodium iseotifolium. The similarity of the community based on the type and abundance found in stations I and II station has a value of 97%, in the first station and the station III has a value of 95%. at station II and III station has a value of 98%. As for the similarities community based on the abundance of the species have a value of 96% at station I and station II, 82% in the first station and the station III, 86% at station II and III station.

(3)

I. PENDAHULUAN

Bappeda Kepulauan Riau Tahun 2010, di sepanjang Pesisir Timur Wilayah Bintan terhampar lebih dari 2.500 ha luasan padang lamun dengan keragaman lamun tertinggi yang diketahui dari padang lamun yang ada di Indonesia. Terdapat sekitar 11 jenis lamun dari 13 jenis yang diketahui ada di Perairan Indonesia. Dari 11 jenis tersebut terdapat jenis Halophila spinulosa yang sulit ditemukan di peraiaran lain di Indonesia, dalam jumlah yang relative banyak.

Marine Protected Area (Kawasan Konservasi Laut) adalah daerah intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) beserta flora fauna, sejarah dan corak budaya dilindungi sebagai suaka dengan melindungi sebagian atau seluruhnya melalui peraturan perundang-undang an (IUCN, 1995).

Menurut Coremap -LIPI (2006) konsep pengelolaan kawasan konservasi salah-satu prinsip dasarnya adalah melalui pendekatan ekosistem. Pendekatan ini merupakan pengelolaan ekosistem yang memfokuskan pada integritas ekosistem dengan mempertimbangkan aspek pemanfaatan. Berdasarkan hal tersebut, data dasar mengenai struktur ekosistem dan komponen-komponen pembentuknya (baik pada level individu, populasi dan / atau komunitas) menjadi hal yang wajib diketahui agar kegiatanatau program

pengelolaan kawasan konservasi menjadi tepat dan sesuai dengan kondisi yang ada. Penelitian ini bermaksud menganalisis komunitas ( keanekaragaman jenis, keseragaman, dominansi dan kesamaan komunitas) serta factor lingkungan (kandungan nitrat, posfat, suhu, DO, pH, salinitas dan substrat) pada ekosistem lamun yang ada pada Desa Malang Rapat dan Berakit. Pemilihan dua daerah ini berdasarkan fakta bahwa kedua daerah in imerupakan pusat dilakukannya Program Trikora Seagrass Management Demonstration Site (TRISMADES) yang merupakan kerja sama antara Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI dan Bappeda Kabupaten Bintan.

B. Rumusan Masalah

Penentuan suatu kawasan konservasi merupakan langkah awal kegiatan pelestarian suatu lingkungan. Pengelolaan kawasan konservas adalah kegiatan yang mutlak dilakukan, baik secara rutin atau pun berkala, yang dapat dilakukan melalui pendekatan ekosistem. Pendekatan ini membutuh kan pengetahuan akan suatu kondisi yang ada pada suatu ekosistem.

Sepanjang Pesisir Wilayah Timur Pulau Bintan merupakan Kawasan Laut Daerah (KKLD) yang telah ditetapkan dengan SK Bupati Bintan. Di KKLD Bintan terdapat tempat dilakukannya program Trikora Seagrass Management

(4)

Demonstration Site (TRISMADES), dua daerah tersebut adalah Daerah Perairan Desa Malang Rapa dan Berakit. Diplihnya Bintan sebagai tempat pelaksanaan program TRISMADES dikarenakan Bintan mempunyai hamparan padang lamun yang luas dan keanekaragaman lamunnya yang tinggi. Analisis komunitas dua kawasan ini merupakan hal yang harus dilakukan, sehingga pengelolaan yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang ada. Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan permasalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kondisi komunitas ekosistem padang lamun di Desa Malang Rapat, Berakit dan Teluk Bakau dari segi kelimpahan, keanekaragaman jenis, keseragaman dan dominansi ?

2. Bagaimanakah tingkat kesamaan komunitas antara Desa Malang Rapat, Berakit danTeluk Bakau ?

3. Bagaimanakah kondisi lingkungan ekosistem padang lamun di Desa Malang Rapat, Berakit danTeluk Bakau ?

C. Tujuan

Tujuan dari Penelitian ini untuk mengetahui kondisi komunitas lamun dan tingkat kesamaan komunitas di Perairan Desa Malang Rapat, Berakit dan Teluk Bakau.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada pihak terkait tentang kondisi komunitas dan

lingkungan padang lamun serta tingkat kesamaannya pada Perairan Desa Malang Rapat, Berakit danTeluk Bakau. Sebagai masukan awal dalam rangka perumusan program pengelolaan kawasan konservasi tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lamun

Lamun (seagraas) adalah satu–

satunya tumbuhan berbunga yang hidup secara tetap di lingkungan perairan pantai dan merupakan kunci dalam peranan ekologis (Den Hartog, 1970).Lamun tersebar luas diperairan pantai indonesia yang substratnya dan kedalamanya cocok dengan pertumbuhannya. Biasanya komunitas lamun tumbuh dengan berbatasan dengan komunitas bakau di tepi pantai dan komunitas terumbu karang di laut dan kebanyakan sepesies lamun mempunyai morfologi luar yang secara kasar hampir serupa karena memiliki rhizoma, daun dan akar. Perbedaannya dalam hal pemisahan struktur morfologi daun, tangkai, dan akar dan struktur reproduksi bunga dan buah. Lamun memiliki daun daun panjang tipis yang mirip seperti pita yang memiliki saluran – saluran air serta bentuk pertumbuhannya monopodial (Nyibakken, 1992).

Bagian lamun yang tumbuh menjalar dipermukaan dasar laut disebut rhizoma dan semua lamun memiliki rhizoma yang memiliki silinder dan

(5)

sebagian besar tidak berkayu kecuali pada thalassodendron ciliatum, memiliki akar yang pendek bercabang yang tumbuh tegak untuk menahan daun – daunnya (Dahuri, 1996). Ongkres, (1990) mengemukakan bahwa komunitas lamun mempunyai peran ganda dalam pengontrolan atau perubahan ekosistem perairan, yaitu sebagai makanan hewan air, habitat biota epifit, produsen serasah melalui dekomposisi pendaur zat organik dan an organik dan penangkap serta penstabilisator dasar perairan.

B. Komunitas

Komunitas adalah kupulan populasi – populasi yang terdiri dari spesies berbeda yang menempati daerah tertentu. Menurut Odum, (1994) komunitas dapat di klasifikasikan berdasarkan bentuk atau sifat struktur utama seperti spesies dominan, bentuk – bentuk hidup atau indikator – indikator, habitat fisik dari komunitas dan sifat – sifat atau tanda – tanda fungsional.

Komunitas dapat dikaji berdasarkan klasifikasi berdasarkan sifat – sifat sruktural, struktur komunitas dapat dipelajari melalui komposisi, ukuran dan keanekaragaman spesies. Struktur komunitas juga terkait erat dengan kondisi habitat, dan perubahan habitat juga akan berpengaruh terhadap struktur komunitas, karena perubahan habitat akan berpengaruh terhadap tingkat sepesies bagi

komponen terkecil penyusun populasi yang membentuk komunitas.

C. ParameterLingkungan

Setiap organisme mempunyai kisaran faktor fisik dan kimia tertentu dalam menunjang kehidupannya, tergantung spesiesnya, dan lingkungannya serta keterkaitan antara keduannya. Adanya faktor fisika dan kimia perairan seperti suhu, salinitas, pH, keadaan substrat, dan kekeruhan sangat mempengaruhi terhadap komunitas lamun.

Haslam (1995), menyatakan suhu suatu bidang air dipengaruhi oleh musim, ketingian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalam dari badan air. Perubahan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu, peningkatan air juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4. 1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme organisme diperairan. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketingian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Suhu air mempunyai peranan mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu bisa

(6)

menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun dilain pihak juga mengakibatnya turunnya kelarutan oksigen dalam air. Oleh karena itu, maka pada kondisi tersebut organisme akutik seringkali tidak mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk keperluan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003). 2. Salinitas

Salinitas menunjukkan konsentrasi semua ion yang terlarut dalam air dan dinyatakan dalam milligram per liter. Menurut Nybakken (1992) salinitas mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan organism, missal dalam distribusi biota akuatik dan salinitas merupakan salah satu besaran yang berperan dalam lingkungan ekologi perairan.

Salinitas adalah total kosentrasi ion-ion terlarut yang terdapat di perairan. Salinitas dinyatakan dalam satuan promil (‰). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5‰, perairan payau antara 0,5‰ - 30‰, dan perairan laut 30‰ - 40‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai (Effendi, 2003). Sebaran salinitas dilautdipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 1993). Spesies padang lamun mempunyai toleransi yang berbeda-beda, namun

sebagaian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10 °/oo - 40°/oo.

3. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) adalah ukuran tentang besarnya kosentrasi ion hidrogen dan menunjukkan apakah air itu bersifat asam atau basa dalam reaksinya (Wardoyo, 1975). Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap organisme perairan sehingga dipergunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan masih tergantung pada faktor-faktor lain. pH air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas perairan. Suatu perairan dengan pH 5,5-6,5 termasuk perairan yang tidak produktif, perairan dengan pH 6,5-7,5 termasuk perairan yang produktif, perairan dengan pH 7,5-8,5 adalah perairan yang memiliki produktivitas yang sangat tinggi, dan perairan dengan pH yang lebih besar dari 8,5 dikategorikan sebagai perairan yang tidak produktif lagi (Mubarak, 1981). 4. Subtrat

Substrat mempunyai peranan penting bagi kehidupan lamun, karena substrat merupakan tempat tinggal tumbuhan dan hewan yang hidup di dasar perairan atau di permukaan benda yang ada di kolom perairan. Substrat berfungsi sebagai tempat mencari makan, habitat dan memijah bagi sebagian besar organisme akuatik. Lamun umumnya hidup di

(7)

substrat untuk menentukan pola hidup, ketiadaan dan tipe organism (Nybaken, 1982). Menurut(Odum 1993 dalam Saptarini 2010) menyatakan hahwa substrat dasar atau tekstur tanahmerupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme.

Pada jenis sedimen berpasir, kandungan oksigen relative besar dibandingkan pada sedimen yang halus karena pada sedimen berpasir terdapat pori udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran yang lebih intensif dengan air di atasnya, tetapi pada sedimen ini tidak banyak nutrien, sedangkan pada substrat yang lebih halus walaupun oksigen sangat terbatas tapi tersedia nutrient dalam jumlah besar (Wood, 1987 dalam Utami, 2012). 5. Nitrat

Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan organisme dan proses pembentukan protoplasma, serta merupakan salah satu unsur utama pembentukan protein. Diperairan nitrogen biasanya ditemukan dalam bentuk amonia, amonium, nitrit dan nitrat serta beberapa senyawa nitrogen organik lainnya. Padau mumnya nitrogen diabsorbsi oleh fitoplankton dalam bentuk nitrat (NO3 – N) dan amonia (NH3 – N). Fitoplankton lebih banya kmenyerap NH3 – N dibandingkan dengan NO3 – N karena lebih banyak dijumpai diperairan baik dalam Kondisi aerobik maupun anaerobik.

Senyawa-senyawa nitrogen ini sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen dalam air, pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen berubah menjadi amoniak (NH3) dan saat kandungan oksigen tinggi nitrogen berubah menjadi nitrat (NO3-) (Welch, 1980).

6. Posfat

Nitrat dan fosfat merupakan unsur hara terpenting untuk pertumbuhan fitoplankton. Kadar nitrat dan fosfat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton masing-masing 3,9 mg/l - 15,5 mg/l dan 0,27 mg/l - 5,51 mg/l. Nitrat dan fosfat merupakan faktor pembatas di bawah 0,144 mg/l dan 0,02 mg/l (Mackentum, 1969 dalam Haerlina, 1978).

Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi berbagai organisme akuatik. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran energi dari organisme yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (mikronutrien), sehingga fosfat berperan sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme.

7. Oksigen Terlarut (DO/Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme. Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang Berakibat pada kematian organisme perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak

(8)

langsung adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya dapat membahayakan organisme itusendiri. Hal ini disebabkan oksigen terlarut digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak (Rahayu, 1991).

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat

1. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014 di Kawasan Konservasi Laut Daerah Perairan Desa Malang Rapat, Berakit dan Teluk Bakau.

Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

B. Alat dan Bahan

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam melakukanpenelitian ini di sajikan padaTabel 1.

Tabel 1.Peralatan yang digunakan selama penelitian

No. Alat Kegunaan

1 Alattulis Mencatathasilpengamatan

2 Roll meter Penentuanpanjangtransek

3 Hand

refraktometer Pengukursalinitas

4 Thermometer Pengukursuhu

5 Kamera Dokumentasi

6 pH meter Pengukur pH

8 Botolsampel Penyimpansampel air

9 Stop watch Alat bantu

mengukurkecepatanarus

10 Tali raffia Penandaluasstasiun

11 Transekkuadrat Pengamatanlamun

12 Sekop Mengambilcontohsedimendasa

rperairan

13 Penggaris Mengestimasiukuransubstrat

C. MetodePengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data skunder.

1. Pengamatan Lamun dan

Pengambilan Data

Lokasi pengamatan difokuskan pada wilayah TRISMADES Desa Malang Rapat, Berakit dan Teluk Bakau. Metode pengumpulan data sepenuhnya mengacu pada Kepmen LH No.200 Tahun 2004. Unit sampling adalah kuadrat ukuran 0.5 m x 0.5 m. Panjang transek akan mengikuti panjang pantai. Garis transek dipasang dari mulai adanya lamun kearah tubir sampai tidak ditemukan lamun. Pengamatan lamun meliputi jenis dan

(9)

jumlah padas etiap plot / kuadrat. Sampling dilakukan dengan sistematik menggunakan metode transek kuadrat dimulai pada daerah surut terendah sampai daerah subtidal yang diperkirakan masih terdapat lamun. Metode kuadrat adalah prosedur umum yang digunakan untuk sampling berbagai tipe organisme, khususnya sampling tumbuh-tumbuhan (Soegianto, 1994). Prosedur sistematik sampling dilakukan sebagai berikut (Elzingaet al, 1999) :

a. Transek diletakkan tegak lurus pantai kearah laut.

b. Unit sampling adalah kuadrat ukuran 0.5 m x 0.5 m yang ditempatkan secara teratur sepanjang transek dengan ukuran transek bergantung kondisi stasiun. Jarak antar kuadrat adalah 10 m sedangkan jarak antar transek 30 m.

c. Titik awal penempatan kuadrat dilakukan dengan memilih secara acak angka antara 0-9 m untuk penempatan kuadrat pertama, kemudian menempatkan kuadrat selanjutnya dengan interval 10 m.

Pada setiap unit sampling (kuadrat) dihitung jumlah dan jenis lamun yang diambil menggunakan ekman grab atau sekop kecil. Pengambilan sampel dilakukan ketika saat surut.

2. Pengukuran Parameter

Lingkungan

Parameter lingkungan lamun (untuk parameter suhu, pH, DO dan salinitas

menggunakan multitester, sedangkan pengukuran nitrat dan posfat mengacu pada Standar Nasional Indonesia / SNI Tahun 2009 dan akan dilakukan di Lab BTKL Batam) Pengukuran substrat dilakukan dengan cara sampel sedimen diambil dengan cara menyekop bagian permukaan sedimen yang ada di dalam tiap plot sampel (±500 gr). Selanjutnya substrat diangkatk epermukaan dan dikeringkan dengan bantuan sinar matahari (dijemur), kemudian diukur menggunakan metodesieve analysis (metodeayakan) dan penentuan jenis substrat menggunakan grain analysis method menggunakan software.

D. AnalisisData 1. Kelimpahan

Untuk menghitung Kelimpahan dilakukan perhitungan berdasarkan metode yang diajukan oleh Krebs (1997) ;

Kelimpahan = Jumlah Individu suatu spesies

Luas Kuadrat 2. Indeks Keanekaragaman (H’)

Untuk melihat Indeks

Keanekaragaman digunakan metode Shannon – Wiener dalam Krebs (1997) yaitu :

H’ = -∑ ni/N Log2ni/N H’ = -∑ pi Log2 pi

Dimana :

N = Jumlah total Individu

ni = Jumlah Individu dalam setiap spesies pi = Jumlah individu dalam setiap pesies

(10)

Jumlah total individu Bila :

H’< 1 = Keanekaragaman rendah dengan

jumlah individu tidak seragam dan salah satu spesiesnya ada yang dominan.

1 ≤ H’≤ 3 = Keragaman sedang dengan

jumlah individu tiap spesies tidak seragam tapi tidak ada yang dominan

H’> 3 = Keragaman tinggi dengan

jumlah individu setiap spesies seragam dan tidak ada yang dominan.

Nilai keanekaragaman akan dibandingkan pada dua komunitas (Malang Rapat, Berakit dan Teluk Bakau.) menggunakan uji t dengan langkah sebagai berikut :

Menghitung keragaman H’ dengan rumus :

s2=(( ∑fi log2 f1) – (∑fi log f1)2/n))/n2

Kemudian menghitung nilai t :

t = (H1’– H2’) /(√s12 + s22)

nilai uji-t akan dibandingkan dengan nilai table dengan derajat bebas

DF = (s2H1’ + s2H2’)2 / ((s2H1’)2/n1) + ((s2H2’)2/n2) Dimana f adalah frekuensi, n jumlah sampel, H’ indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

3. Analisis Kesamaan Komunitas

Kelimpahan setiap spesies dari dua komunitas akanditabulasi dan dianalisis yang meliputi presentase kesamaan (PS), perbedaan dalam kelimpahan spesies (IBCdanICM ) dan indeks tumpang tindih

Horn (RO). Koefisien kesamaan antar komunitas dihitung dengan rumus :

CCj = c/s1+s2-c

CCj adalah nilai Koefisien Jaccard, s1 dan s2 adalah jumlah jenis pada komunitas satu dan dua, c adala hjumlah spesies yang jumlahnya sama yang terdapat pada dua komunitas. Nilai CCj berkisar antara 0 (dimana tidak ada satupun spesies yang sama ditemukan pada kedua komunitas) dan 1 (dimana semua spesies ditemukan pada kedua komunitas).

4. Indeks Dominasi

Perhitungan Indeks Dominasi digunakan untuk mengetahui jenis yang mendominasi di suatu perairan .Rumus yang digunakan untuk menghitung Indeks Dominasi mengacu pada Simpson dalam Krebs (1997) sebagai berikut :

Dominansi jenis dihitung menggunakan indeks dominansi Simpson (Odum, 1997, dalam Fachrul 2007) sebagai berikut : D = Kisaran nilai indeks dominansi berkisar antara 0 – 1. Nilai C mendekati 1 maka semakin kecil keseragaman suatu populasi dan terjadi kecendrungan suatu jenis yang mendominans populasi tersebut.Kisaran indeks dominansi adalah sebagai berikut :

00,0 <C 0, 30 : Dominansi rendah 0,30 <C 0, 60 : Dominansi sedang 0,60 <C 1,00 : Dominansi tinggi

(11)

5. Keseragaman (E)

Penghitungan mengenai keseragaman bertujuan untuk melihat apakah spesies yang ada disuatu ekosistem berada dalam keadaan seimbang atau tidak serta bertujuan untuk melihat apakah terjadi persaingan pada ekosistem tersebut. Untuk itu dapat dihitung mengacu pada Pielou dalam Krebs (1985) dengan rumus

E = H’ Hmaks

Dimana :

E = Indeks Keseragaman ( Equilibility) jenis H’ = Indeks Keragaman

Hmaks = Indeks Keragaman Jenis maksimum = Log2 S

Apabila nilai E mendekati 1 ( > 0,5 ) berarti keseragaman organism dalam suatu perairan berada dalam keadaan seimbang. Berarti tidak terdapat persaingan baik dari factor tempat ataupun makanan.

Apabila nilai E berada dibawah 0,5 atau mendekati 0, berarti keseragaman jenis organisme dalam perairan tersebut tidak seimbang dan terdapat persaingan baik dari factor tempat maupun makanan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. STASIUN I (Desa Berakit)

Hasil pengamatan lamun di Stasiun I yang terletak di Desa Berakit ditemukan 6 jenis lamun. Jenis lamun yang paling banyak ditemukan pada stasiun I adalah Enhalusacoroides dengan nilai total

sebanyak 508. menjelaskan bahwa stasiun 1nilai indeks keanekaragaman ( H ) jenis yang diperoleh selama pengamatan yaitu sebesar 2,52. Tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah jenis yang didapat, adanya individu melebihi jumlah individu yang lainnya, kondisi homogenis substrat, dan kondisi dari ekosistemnya (Daget, 1976 dalam Andra, 2014).

Berpedoman pada Kreb, 1978 dalam Fitriana, 2005) bahwa nilai besar dari 3 maka nilai keanekaragaman tergolong tinggi, dan nilai kecil dari 3 keanekaragaman tergolong sedang. Hasil penelitian yang terdapat di stasiun I dapat dikategorikan memiliki nilai keanekaragaman sedang.

Gambar 2. Komposisi dan Proporsi Jenis

Lamun Di Desa Berakit ( StasiunI )

Nilai indeks keseragaman ( E ) yang diperoleh pada stasiun 1 yaitu sebesar 0,97. Hal ini menunjukkan bahwa keseragaman yang terdapat di Desa

(12)

Berakit dalam keadaan seimbang (Pielou dalam Krebs (1985), Apabila nilai E mendekati 1 (> 0,5 ) berarti keseragaman organisme dalam suatu perairan berada dalam keadaaan seimbang).

Hasil pengamatan yang terdapat di satsiun I memiliki Nilai indeks dominanasi (D ) sebanyak 0,18. Berdasarkan hasil pengamatan satsiun I dapat dikategorikan perairan yang memiliki tingkat dominasi rendah.

Dilihat dari gambar 2 komposisi dan proporsi terbanyak jenis lamun yang terdapat di Desa Berakit adalah Enhalus acoroidesdengan nilai sebanyak 27% dan yang paling sedikit adalah Syringodium iseotifoliumdengan nilai sebanyak 11%.

2. Stasiun II (Desa Malang Rapat)

Hasil pengamatan lamun di Stasiun II yang terdapat di Desa Malang Rapatterdapat 6 jenis lamun yang paling banyak ditemukan pada stasiun II adalah Enhalusa coroides dengan nilai total sebanyak 582, Thalassia hemprichii dengan nilai total sebanyak 332, Cymodocea serrulata dengan nilai total sebanyak 264, Cymodocea rotundata dengan nilai total sebanyak 244, Holodule uninervis dengan nilai total sebanyak 168, Syringodium iseotifolium dengan nilai total sebanyak 140, dapat menjelaskan bahwa pada stasiun II nilai indeks keanekaragaman ( H ) jenis yang diperoleh selama pengamatan yaitu sebesar 2,33.

Tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah jenis yang didapat, adanya individu melebihi jumlah individu yang lainnya, kondisi homogenis substrat, dan kondisi dari ekosistemnya (Daget, 1976 dalam Andra, 2014).

Berpedoman pada Kreb, 1978 dalam Fitriana, 2005) bahwa nilai besar dari 3 maka nilai keanekaragaman tinggi, kecil dari 3 keanekaragaman sedang. Maka dari hasil penelitian ini nilai keanekaragaman yang diperoleh tergolong sedang.Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengukur kelimpahan komunitas berdasarkan jumlah jenis dan jumlah tegakan pada suatu area, kelimpahan suatu jenis berkaitan erat dengan faktor biotik dan abiotik lingkunganhidupnya.

Gambar 3. Proporsi dan Komposisi Jenis

Lamun Di Desa Malang Rapat (Stasiun II) Hasil pengamatan yang terdapat di stasiun II Nilai indeks keseragaman ( E ) yang diperoleh memiliki nilai sebesar 0,90. Nilai ini menunjukkan keseragaman yang

(13)

terdapat di Desa Malang Rapat berada dalam keadaan seimbang (Pielou dalam Krebs (1985), Apabila nilai E mendekati 1 (> 0,5 ) berarti keseragaman organisme dalam suatu perairan berada dalam keadaaan seimbang). Sedangkan Nilai indeks dominanasi (D ) yang terdapat di stasiun II sebanyak 0,18. Nilai ini menunjukkan bahwa perairan yang terdapat di Desa Malang rapat memiliki tingkat dominasi rendah.

Dilihat dari gambar 3 komposisi dan proporsi terbanyak jenis lamun yang terdapat di Desa Berakit adalah Enhalus acoroidesdengan nilai sebesar 34% dan yang paling sedikit adalah Syringodium iseotifolium dengan nilai sebesar 8%.

3. Stasiun III (Desa Teluk Bakau)

Hasil pengamatan lamun di StasiunIII ditemukan 6 jenis lamun yang terdapat di DesaTelukBakau. . Jenis lamun yang paling banyak ditemukan pada stasiun II adalah Enhalusa coroides dengan nilai total sebanyak 484, dan jenis lamun yang paling sedikit ditemui adalah jenis Holodule uninervis dengan nilai total sebanyak 56. Menurut Shanon dalam Ferianita (2007) Kisaran indeks keanekaragaman yaitu sebagai berikut: 1). H’ > 3 = Keanekaragaman spesies adalah tinggi,

2). 1 ≤ H’≤ 3 =Keanekaragaman spesies sedang,

3). H’< 1 =Keanekaragaman rendah. Stasiun III memiliki nilai indeks keanekaragaman ( H ) sebesar 1,98. Nilai indeks ini menunjukkan perairan di Desa teluk Bakau berada pada kategori keaneka ragaan sedang. Nilai indeks keseragaman ( E ) yang diperoleh pada stasiun 1 yaitu sebesar 0,77. Hal ini menunjukkan bahwa keseragaman yang terdapat di Desa Berakit dalam keadaan seimbang (Pielou dalam Krebs (1985), Apabila nilai E mendekati 1 (> 0,5 ) berarti keseragaman organisme dalam suatu perairan berada dalam keadaaan seimbang).

4. Hasil Keseluruhan

Hasil pengamatan yang dilakukan di perairan Desa Berakit, perairan Desa Malang Rapat dan perairan Desa Teluk Bakau terdapat 6 jenis lamun yang ditemukan.

Jenis lamun yang ditemukan pada stasiun I, stasiun II dan stasiun III yaitu Enhalusacoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Holodule uninervis, Syringodium iseotifolium. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis lamun yang paling banyak terdapat pada daerah perairan Desa Berakit, perairan

(14)

Desa Malang Rapat dan perairan Desa Teluk bakau yaitu Enhalusacoroides dengan nilai total sebesar 1574 dan jenis yang paling sedikit yaitu Syringodiumiseotifolium dengan nilai total sebesar 445.

Gambar 4. Proporsi dan Komposisi

JenisLamun di Desa Berakit, Desa Malang Rapat, Desa Teluk Bakau

Hasil pengamatan yang terdapat di satsiun I memiliki Nilai indeks dominanasi (D ) sebanyak 0,11. Berdasarkan hasil pengamatan satsiun I dapat dikategorikan perairan yang memiliki tingkat dominasi rendah.

Dilihat dari gambar 4 komposisi dan proporsi terbanyak jenis lamun yang terdapat di Desa Berakit adalah Enhalusa coroides dengan nilai sebesar 32% dan yang paling sedikit adalah

Syringodiumiseotifolium dan

Holoduleuninervis dengan nilai sebesar 9%.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan di Desa Berkait, Malang Rapat dan Teluk Bakau Kabupaten Bintan ditemukan 6 jenis lamun Enhalus acoroides Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Holodule uninervis, dan Syringodium iseotifolium. Dan memilik Tingkat Kesamaan yang tinggi.

B. SARAN

Peneilitan ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam penegelolaan sumberdaya padang lamun lebih lanjut bagi instansi terkait serta dapat dijadikan sebagai bahan untuk penelitian lebih lanjut. Selajutnya perlunya pemantauan dan pemeliharaan yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan perairan dan dilakukan sosialisasi kembali kepada masyarakat yang berada di kawasan KKLD Kabupaten Bintan agar pengelolaan

(15)

KKLD tersebut mampu menarik minat dan keterlibatan masyarakat secara menyeluruh, sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Den Hartog, 1970.The Seagrases Of The World. Amsterdam: North Holland Publishing Co.

Fauziyah, I.M. 2004.Sturktur Komunitas Padang Lamun di Pantai Jibar Sanur, Bali. Jurusan Ilmu Dan Teknoligi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Skripsi.IPB. Bogor.

Frederik, T.S, Robert, G.C. 2003.Global Seagrass Research Methods. Amsterdam, Netherlands.

Haslam, S. M. 1995. Biological Indicators Of Freshwater Pollution and Enviromental Managemen London: Elsevier Applied Science publisher.

Hendra. 2011. Pertumbuhan dan Produktifitas Biomassa Daun Lamun Halophila Ovalis, syringgodium isoetifolium Dan Holodule uninerversis Pada Ekosistem Padang Lamun di Perairan PulauBarrang Lompo, Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi.Unhas.

Hutomo, H.,et.al., 2009. Prosiding Lokakarya Nasional 1

Pengelolaan Eksositem Lamun. Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ludwig, J.A and Reynold, J.F.1988. Statistical Ecology.John Wiley and Son. USA. 337 pp.

McKenzie, L.J. & Campbell, S.J. 2003. Manual for Community (Citizen) Monitoring of Seagrass Habitat. WesterPasific

Edition.Seagrass-Wach.Department of Primary Industries Queensland. Australia.

Nainggolan, P. 2011. Distribusi Spasial dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) Di Teluk Bakau, Kepulauan Riau.Skripsi, IPB. Bogor.

Nontji, A. 2009.Pengelolaan dan Rehabilitasi Lamun, Jurnal

Program TRISMADES

Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau.

Nur, C. 2011. Inventarisasi JenisLamun dan Gastropoda Yang Berasosiasi di Perairan Pulau Karangpuang, Mamuju, Propinsi Sulawesi Barat. Program Studi IlmuKelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Uversitas Hasanuddin, Makasar..

Nyibakken, 1992.Biologi laut, Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta.

(16)

Odum, 1993.Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gajah Muda University press. Yogyakarta

Rahayu, S. 1991. Penelitian Kadar Oksigen Terlarut( DO ) dalam Air bagi Kehidupan Ikan. BPPT No.XLV/1991.Jakrta.

Santo Sitorus, S.A.R. 2011. Kajian Sumberdaya Lamun Untuk Pengembangan Ekowisata di Teluk Bakau, Kepulauan Riau. Skripsi IPB. Bogor.

Soegianto, A. 1994.Ekologi Kuantitatif. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya-Indonesia.173 hal. Syari, I.A. 2005. Asosiasi Gastropoda Di

Ekosistem Padang Lamun Perairan Pulau Lepar. Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, skiripsi.IPB. Bogor. Veronica, S.A.L. dkk. 2011. Kerapatan

dan Penutupan Jenis Lamun di Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. PKM-AI Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, IPB. Bogor.

Wardoyo, S. T. H. 1975. Pengelolaan Kualitas Air ( Water Quality

Mangemen ). Proyek

Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. IPB, Bogor.

Welch, P. S. 1980.Ecological Effect of Waste Water. Cambridge Univesity Press. Sidney.

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar  2.  Komposisi  dan  Proporsi  Jenis  Lamun Di Desa Berakit ( StasiunI )
Gambar  3.  Proporsi  dan  Komposisi  Jenis  Lamun Di Desa Malang Rapat (Stasiun II)
Gambar  4.  Proporsi  dan  Komposisi  JenisLamun    di  Desa  Berakit,  Desa  Malang Rapat, Desa Teluk Bakau

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan perbekalan farmasi harus dikelola secara efektif karena merupakan komponen terbesar dalam pengeluaran rumah sakit (±40-50%) dan dana kebutuhan obat rumah sakit

Suatu titik itu visible dengan pointcode jika nilai l, r, t dan b adalah nol, artinya jika salah satu nilai dari l, r, t dan b tidak sama degan nol maka dapat diketahui bahwa titik

kematian hero dapat dikurangi secara signifikan sekaligus meningkatkan kesempatan memenangi pertempuran. Terkait kalimat interogatif “ana sing gawe orchid pora ta?”,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat kering daun, berat kering batang dan total produksi hijauan yang diberi pupuk bioslurry nyata lebih tinggi dibandingkan

Pengujian melihat Warehouse Master yaitu melihat data Warehouse Master yang terdiri dari submodul Warehouse, Inventory, Storage, Storage Detail, Bin, Quant yang

12 Setiap perkara yang melazimi al-hawadith adalah bersifat baharu dan segala yang bersifat baharu adalah ternafi atas Allah SWT kerana telah tetap bagi-Nya bahawa

Gambar 11 : Subordinate Pass Proses 2 Semua tahap tersebut dari melakukan level dekomposisi DWT untuk transformasi citranya yang berguna menampilkan nilai citra

Setiap naskah yang dikirim ke redaksi untuk dipublikasikan dalam Buletin Veteriner Udayana akan dipandang sebagai karya asli penulis dan bila diterima, naskah tersebut