• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Unvolumetric Architecture

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab II Unvolumetric Architecture"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II

Unvolumetric Architecture

2.1 Gagasan dan Ide

Istilah Un-volumetric Architecture untuk pertama kali dilontarkan oleh Aldo Aymonino1. Secara umum istilah tersebut adalah intisari dari sebuah penelitian

dengan cara mengompilasi proyek-proyek ruang publik dan membahas beberapa pemikiran penting di dalam merancang ruang dan fasilitas publik dan tidak berusaha menciptakan tipologi arsitektur yang baru. Kaitannya dengan fenomena keberadaan volum yang selama ini dianggap inti dari sebuah ruang dalam arsitektur ternyata dinilai membuat kalangan terkait bersikap kurang berwawasan lingkungan. Menanggapi sikap tersebut diperlukan langkah-langkah spesifik untuk mengesampingkan bentuk dan volum sebagi tujuan namun meninjau lagi definisi tentang bentang alam.

Terdapat tiga pokok pikiran yang dapat menggambarkan sikap arsitek untuk berkarya dengan sifat un-vol2. Pertama adalah menggali karakter spasial

berdasarkan lokasinya. Pada tataran ini memperlihatkan penggugahan place

dianggap vital untuk mendapatkan suatu sistem pemanfaaan spasial yang lebih bermakna dan bermanfaat langsung bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Elaborasi pada tataran ini hasilnya lebih berupa konsep sistem pemanfaatan daripada bentuk obyek. Kedua adalah arsitek diharapkan senantiasa membuka wawasan pada lingkungan sekeliling lebih luas. Pada tahap ini gambaran fisik lokalitas ditinjau kembali secara simbolik. Bentang alam pada suatu wilayah tertentu memiliki nilai kesejarahan tersendiri seperti contoh pada budaya timur,

1 Aymonino, Aldo Contemporary Public Space: Un-volumetric Architecture, 2006. Aymonino

adalah seorang arsitek dan planner dengan kualifikasi internasional. Dalam buku tersebut telah dikompilasi sejumlah esai arsitek dunia dan proyek ‘arsitektur mikroskopis’ berupa elemen lanskap ruang publik kota yang menekankan sikap yang lebih relevan dan banal daripada sikap ‘shape-making’.

2 Aymonino 2006:21. Bahasan ini sifatnya universal dan pemikiran tersebut memberi peluang

bahwa un-vol dapat diterapkan khususnya di Indonesia dengan kondisi masyarakat dan posisi geografisnya yang memiliki kekhasan masing-masing.

(2)

sumbu dan mata angin adalah vital. Perletakan fungsi dan tengaran tentang hal tersebut pasti akan ditemukan atau dimunculkan. Apabila diartikulasikan lebih lanjut mengenai kekritisan pada aspek tersebut maka diyakini akan dapat menguatkan karakter bentang alam. Ketiga adalah fokus pada konsep perancangan dengan teknologi konstruksi terkini dan disuaikan dengan kemampuan masyarakat lokal. Konsep tersebut dapat dicontohkan berupa obyek fungsional dengan struktur yang kompak, mudah dipindahkan dan ringan namun tetap harus mengacu pada ketrampilan lokal. Memandang ketiga sikap di atas apabila ditinjau lagi pada lanskap dan arsitektur lokal semisal merenungkan keberadaan komplek hunian menengah di Jawa dan bentuk joglo maka un-vol bukanlah hal baru di masyarakat kita.

Gagasan unvolumetric architecture ditengarai pula senantiasa berkenaan dengan kawasan kritis. Banyaknya kebutuhan lahan untuk kegiatan industri dan hunian ditengarai mulai menghimpit lahan-lahan lindung dan konservasi. Program kegiatan dan fasilitas publik juga marak dikesampingkan keberadaannya. Krisis lahan akan pemenuhan kebutuhan lahan di dalam penciptaan ruang terbuka publik di kawasan perkotaan tersebut selayaknya dijadikan sumber inspirasi dan bertindak lebih inovatif. Krisis tersebut diselesaikan dengan suatu konsep pemanfaatan ruang dan bentang alam yang mengedepankan keluwesan suatu fasilitas yang dapat diisi dan sesuai. Memandang bahwa kepentingan publik terdiri atas kepentingan dan kebutuhan individu yang tidak seragam maka disusunlah suatu konsep crossprogramming (Tschumi 1994:176). Pemanfaatan dengan konsep tersebut diyakini membuka peluang lahan maupun sumber daya yang kritis dan terbatas dapat dimaksimalkan. Arsitektur un-vol merupakan salah satu contoh praktis menghadapinya maka gambaran langkah-langkah normatif dan penerapannya akan dibahas pada sub bab berikut ini.

(3)

2.2 Preseden

Pemilihan di dalam mengkaji unvolumetric architecture lebih jauh akan didapatkan dari studi preseden-preseden secara arsitektural. Beberapa contoh berikut dipilih berdasarkan fsktor kekuatan pengaruh dan manifestasi daur ulang nilai-nilai budaya lokalnya. Sebagian besar berada di setting geografis dan budaya barat meski demikian bahasan juga menelusuri sejauh mana peluang budaya timur secara konseptual untuk ditemukan dan dapat diterapkan di latar belaang budaya dan geografis khas Indonseia.

2.2.1 Vlotho Fortress di Vlotho Jerman

Vlotho Fortress oleh arsitek LOMA di Vlotho Jerman dibangun pada tahun 1998-2003. Proyek ini bertujuan mengalihfungsikan sekaligus memugar reruntuhan benteng dari abad pertengahan, menjadi area berkumpul, ruang pemancar radio lokal (dilengkapi antena setinggi 50 m) dan ruang serbaguna Gambar II.1 Denah atak Vlotho Fortress yang memperlihatkan kompromi fungsi baru dan

eksisting.

(4)

publik, yang biasanya untuk upacara perkawinan, sehingga merupakan salah satu obyek wisata di Vlotho. Bentuk intervensi yang dilakukan berupa pola titik-titik yang minimal bertujuan agar fungsi dan ruang-ruang barunya diusahakan tidak berkesan mendominasi, berdampak pada lingkungan alamiahnya dan mengalahkan impresi secara keseluruhan bentuk benteng kuno tersebut (Aymonino 2006: 220). Karakter dan kondisi eksisting justru diperkuat akibat penambahan fungsi-fungsi baru tersebut. Titik-titik pohon yang tumbuh dan membentuk formasi siluet volum daun-daun dibiarkan tetap seperti aslinya. Bagian atas benteng dinaungi sebuah struktur dan material baru. Penambahan struktur baru tersebut menjadikan benteng dan kastil kuno ini memiliki citra baru tanpa meninggalkan nuansa kekunaannya. Elemen penutup atap dan dinding berupa metal dan plastik sedangkan penutup lantainya diganti batu dengan tekstur Gambar II.2 Bentuk dan ekspresi benteng kuno pada saat ditambahi fungsidan elemen baru.

(5)

dan warna yang seirama dengan aslinya. Pemilihan material, struktur dan bentuknya adalah netral dan berdampak pada tatanan visual yang mendekati transparan/tembus pandang. Di samping itu selubung bekas ruang pengintaian ini merupakan ruang utama yang menarik dengan atraksi panorama hijau dan kota.

Pemugaran dan pemanfaatan yang diprogram oleh LOMA di Vlotho semacam ini merupakan bentuk pelestarian antara elemen alami dan buatan yang sudah ada sebelumnya. Pertimbangan-pertimbangan teknis meliputi aspek fungsi, bentuk dan material tambahan menjadi fokus agar aspek sumber daya alamiah senantiasa dapat bersinergi secara visual maupun non visual.

Gambar II.3 Atak Zona A yang utama di proyek Ciudad abierta. (Sumber: Aymonino, 2006:238-245)

(6)

2.2.2 Ciudad abierta di Valparaiso Chili

Cooperativa Amereida adalah sekumpulan individu lintas disiplin yang beranggotakan 30 orang yang mendedikasikan dirinya pada pelestarian budaya dan lingkungan. Cooperativa Amereida melakukan eksperimen pada sebuah proyek arsitektur bentang alam. Proyek yang dinamai Ciudad abierta ini dan dimulai tahun 1969. Bentang alam yang bernuansa puitis tersebut diinspirasi oleh legenda perjalanan Troy menuju Italia di 150 kawasan yang tersebar di benua Amerika dan diberi nama The Crossings. Bentang alam Ciudad abierta seluas 270 hektar. Rona lingkungan di dalamnya bervariasi dari berupa garis-garis pantai, padang pasir, hamparan tanah gembur, jurang, dataran rendah, hutan sampai dengan dataran tinggi yang ekstrem. Kesemuanya dipengaruhi iklim pesisir khas Amerika. Pemanfaatan bentang alam diisi kegiatan publik yaitu antara lain ruang terbuka agora-agora dengan fasilitas bermain musik, kapel, pekuburan dan

lain-Gambar II.4 Fasilitas di Ciudad abierta. (Sumber: Aymonino, 2006:238-245)

Gambar II.5 Salah satu fasilitas pertemuan besar yang terdapat di Ciudad abierta Zona A.

(7)

lain. Secara umum kaitan antara ruang publik dan kehidupan masyarakat Latin adalah suatu karakter yang berusaha ditonjolkan sebagai upaya penjiwaan total untuk senantiasa diterapkan ke dalam proyek eksperimental jangka panjang ini. Salah satu yang dijadikan preseden dalam tesis desain ini adalah salah satu spot Ciudad abierta yang berada di Valparaiso Chili. Pemilihan lokasi dan rona bentang menggambarkan kisah perjalanan kepahlawanan Troy. Spot ini dianggap sebagai preseden yang terlengkap dari proyek Ciudad abierta dan mewakili pemikiran Juan Purcell. Sebagai tokoh sentral di kelompok Cooperativa Amereida, Purcell mengetengahkan beberapa aspek materialitas, penyelesaian hard-scape, penataan fasilitas dan perwujudan elemen bentang alamnya yang berujung pada karakterisasi proyek Ciudad abierta secara keseluruhan. Pemikirannya adalah sebagai berikut:

... the relationship with terrain must be light and lightness means building housing completeness with the minimal...

An ascetic creativity is therefore necessary.

... the works combine lightness with the original availability of the location, such as to determine interior spaces founded on themselves and on the natural environment that surrounds them. (Purcell, Aymonino 2006)

Berdasarkan visi di atas Ciudad abierta merupakan gambaran dialog unsur-unsur buatan dan unsur-unsur alamiah. Elemen-elemen dan fasilitas arsitektur bentang alamnya mempergunakan sumber daya alam dan material yang murah dan berada di sekitarnya. Material tersebut di antaranya berupa ranting-ranting kayu, tatanan bata, batu bata, batu, kerikil, pasir dan perkerasan tanah. Hal ini tidak mengurangi inovasi-inovasi bentuknya, namun justru itu memunculkan keunikan Ciudad abierta.

Kelompok ini berkonsentrasi pada penciptaan ruang terbuka publik. Rona lingkungan yang terdapat dari ruang luar dapat dimanfaatkan selayaknya ruang dalam. Pada Teatro al Aire Libre (Gambar II.3 dan II.5) terdapat fenomena fleksibilitas ruang luar terhadap munculnya aktivitas yang bervariasi. Teatro al Aire Libre dapat tercipta sebuah atmosfer ruang dalam. Secara akustik ceruk atau

(8)

lembah semacam itu berkesan telah membentuk sebuah enklosur yang akrab. Keunikan salah satu fenomena spasial ini menjadikan Ciudad abierta di Chili ini sebagai sebuah contoh proyek arsitektur (ruang dalam) sebagai sebuah bentang alam (Aymonino 2006: 238).

2.2.3 The Golden Plate di San Francisco, AS

Proyek pengembangan taman kota Union Square San Francisco intinya adalah penambahan bangunan parkir dan rehabilitas taman kota. Proyek tersebut digagas oleh arsitek Wes Jones pada tahun 1997, taman kota bersejarah di San Francisco tersebut digubah sedemikian rupa sehingga fungsi utama taman dan parkir kendaraan dapat bersinergi. Bangunan parkir ditempatkan di bawah permukaan

Gambar II.7 Fitur lanskap The Golden Plate. (Sumber: Aymonino, 2006:212-217) Gambar II.6 Proyek The Golden Plate.

(9)

tanah dan bentang alam taman kota Union Square menjadi atapnya. Bangunan parkir dapat diakses dengan mudah melalui beberapa ramp, jembatan dan tangga. Meski berada di dalam tanah namun penembusan sinar matahari, sirkulasi udara, dan panorama kota masih dapat terlihat dengan mudah. Sekuen dari dan ke bangunan parkir tersebut justru membuat sekuen dan panorama kota semakin bervariasi dan taman kota menjadi lebih menarik. Fungsi taman kota Union Square tetap seperti taman pada umumnya. Di taman masih ditemukan kolam, penerangan taman, padang rumput, vegetasi, patung eksisting Union Square dan jalur akses yang aman. Ruang berkumpul dan ruang bermain taman melayang dan berada pada posisi yang miring karena fungsinya sebagai atap bangunan parkir.

Struktur dan konstruksi baja memberi kesan monumental dan mendominasi namun tetap beorientasi pada skala patung taman Union Square sebagai salah satu tengaran. Bangunan parkir bawah tanah yang digabung dengan taman kota klasik menjadikan Proyek The Golden Plate menggambarkan usaha memunculkan identitas dan definisi baru sebuah taman di kota-kota kontemporer (Aymonino, 2006: 212).

2.2.4 Pusaka Saujana Borobudur di Magelang, Jawa Tengah

Bentang alam merupakan simbol hubungan antara alam dan buatan dalam ruang dan waktu (Adhisakti 2004). Monumen World Heritage Candi Borobudur dijadikan preseden un-vol yang berlatarbelakang budaya Indonesia. Kawasan Borobudur dan sekitarnya telah dijadikan archaelogical park. Masa-masa ekskavasi dan pemugarannya memakan waktu kurang lebih seabad. Sejak tahun 1983, The Borobudur Archaelogical Park dibuka untuk umum. Kawasan tersebut dibagi menjadi lima zona/mintakat pengembangan. Khusus zona utama (I dan II) pengembangannya secara eksklusif tidak melibatkan peran masyarakat lokal secara langsung. Berdasarkan kebijakan ini pula setelah dua dekade lebih pemafaatannya, Borobudur berakhir pada suatu situasi yang dinilai kurang mencerminkan ikatan emosional dengan penduduk lokal seperti yang terjadi pada

(10)

masanya dahulu (Adhisakti 2006). Konsep dan pendefinisian ‘pusaka saujana’3

diajukan sebagai salah satu pendekatan yang lebih sesuai, salah satunya dengan membuka zona utama agar diintervensi secara langsung oleh masyarakat lokal. Penerapan konkretnya berupa menata kembali beberapa desa pelingkup di kawasan III, IV dan V agar secara sosial dan visual lebih dekat dengan monumen. Proposal ini adalah salah bentuk pendefinisian kembali makna Borobudur yang seharusnya bersinergi lebih baik dengan masyarakat lokal. Aspek pengamanan wilayah eksklusif yang terlalu ketat semacam ini ternyata justru berpotensi mengaburkan tujuan umum pemugaran dan pemanfaatan sebuah kawasan kekunaan. Hal tersebut berdampak pada berkurangnya apresiasi dan tanggung jawab masyarakat lokal pada pemanfaatan Borobudur secara keseluruhan.

3 Padanan istilah adalah heritage untuk pusaka dan cultural landscape untuk saujana (Adhisakti

2004).

ZONE I

ZONE II

ZONE III, IV, V ZONE III, IV , V

Conservation Institute Offices The Site Museums Hotel/Visitor Facilities

International Festival Borobudur Live Concert

Birdcage Park Moved Village

Five Mountains Festival Proposed Shopping Street

Neglected Villages Local Business Space Borobudur Agitative Festival

Proposed Mall Neglected Villages Local Business Space

The main monument

CONCENTRATED - EXCLUSIVE SPACE UNTOUCHED BY THE LOCALS

Radius >1.5 km Radius >1.5 km

Local People Movement

Existing Condition - Engelhardt et al 2003

Proposal by Adhisakti 2006 Overall area of The Borobudur Archaeological Park

Gambar II.8 Skema alur intervensi masyarakat lokal menurut Adhisakti. (Sumber: Adhisakti, 2006)

(11)

2.2.5 Garuda Wisnu Kencana Cutural Park, Jimbaran, Bali

Kompleks fasilitas rekreasi dan taman budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) terletak di tapak seluas dua hektar di kawasan Jimbaran provinsi Bali. Proyek ini dimulai oleh NuArt Studio sejak tahun 1989 dan diselesaikan pada tahun 2008. Posisinya secara geografis pada dataran tinggi yang dikelilingi jurang, kurang subur, berhawa kering dan terjal di bagian ujung paling selatan pulau Bali. Secara historis tapak GWK ini dahulunya dikenal sebagai kawasan yang kurang diminati

Gambar II.9 Garuda Wisnu Kencana Cutural Park. (Sumber: NuArt Studio, 2005)

(12)

untuk dikembangkan sebagai fasilitas publik karena dahulunya lahan penambangan batu kapur untuk bangunan dan seni dan sekarang ditinggalkan. Akibat darinya secara fisik tercipta suatu rona lingkungan yang berbentuk cekungan-cekungan lebar di lereng dan berjurang-jurang.

Tapak GWK dikelilingi sebuah fasilitas keagamaan dan fasilitas permukiman. Tapak fasilitas GWK ditata mengikuti rona lingkungan. Akivitas yang diwadahi bervariasi dan kompleks. Mulai dari taman bermain, taman air, museum, ruang festival dan sebuah patung monumental. Beberapa yang menarik adalah konfigurasi dinding-dinding monumental sisa-sisa penambangan batu kapur yang dijadikan bentuk gapura penyambutan yang khas. Impresi umum GWK adalah kesan alami (earthworks)4, kesan primitif Bali pra sejarah, klasik sekaligus Bali

moderen. Taman air khas Bali didapati di setiap sudut di dalam bentang alam GWK antara lain taman lotus dan air mancur.

4 Perlakuan dan sikap arsitek terhadap keberadaan fitur alami yang sederhana semacam inilah yang

dikategorikan sebagai salah satu fenomena un-vol pada penciptaan ruang publik kota moderen oleh Aymonino (2006: 252). Berdasarkan ulasan tersebut pula maka penulis merujuk proyek GWK ini sebagai salah satu preseden di dalam menjelaskan fenomena un-vol yang berlatarbelakang budaya Indonesia.

Gambar II.10 Rencana tapak GWK. (Sumber: NuArt Studio, 2005)

(13)

Proyek ini merupakan karya dari prinsipal N. Nuarta yang juga berprofesi sebagai seniman patung skala monumental dan kerapkali menggunakan logam sebagai material utama. Tidak mengherankan apabila arsitek kemudian menempatkan sebuah fitur patung logam setinggi 23 m berada di atas sebuah bangunan pedestal setinggi 11 lantai dan ketinggian total adalah 146 m dari permukaan tanah menjadi

focal point-nya. Peran patung berfigur avatar Wisnu dijadikan elemen terdepan secara visual di dalam skala kawasan dan disadari juga merupakan bagian dari elemen kota Denpasar yang terletak sekitar 10 km di posisi bawahnya ke arah utara. Pola papan catur dan sumbu kuno khas arsitektur Bali dijadikan orientasi pengembangan fasilitas dan program GWK. Sekuen penetrasi bentang alam berorientasi ke arah barat timur garis edar matahari. Pemintakatannya meliputi ruang penerima di daerah barat dan fasilitas utama berupa pedestal dan patung berada di ujung tertinggi paling timur. Simbol-simbol siklus kehidupan dan aktivitas sehari-hari masyarakat lokal Bali telah dikenal sebagai orientasi barat-timur ini.

Aspek audibilitas terhadap kawasan ditimbulkan suatu ekspos fasad bagian utara bentang alam dan mengandung suatu simbol. Hal tersebut merupakan gambaran konsep makrokosmos hinduisme karena jalinan substansi elemen pembentuk alam yaitu laut (air), gunung (api) dan laut (air). Jalinan elemen alam tersebut didapatkan di tata hijau GWK. Seperti halnya penataan fasad semacam ini yang secara langsung menghadap figur gunung Agung di bagian utara dan secara keseluruhan GWK dilatarbelakangi figur segara/laut dan patung/GWK sebagai simbol benua/daratannya. Patung Garuda Wisnu dijadikan fokus, area pamer, pusat orientasi sekaligus ditempatkan pada posisi yang merupakan titik tertinggi secara vertikal di bentang alam. Di samping itu hal tersebut merupakan manifestasi simbol pemelihara alam Wisnu yang diagungkan oleh masyarakat lokal.

(14)

Nilai-nilai lokal diangkat menjadi nilai yang senantiasa universal dan diharapkan agar dapat diepresiasi secara internasional melalui sebuah fungsi baru berupa taman budaya GWK. Pendekatan konseptual berdasarkan sifat dan ciri masyarakat Bali ini mungkin akan menjadikan GWK sebagai salah satu simbol baru kegiatan pariwisata Indonesia.

2.2.6 Erasmian Garden di Rotterdam Belanda.

Taman Erasmian terdapat di taman nasional Arboteum Trompenburg di Rotterdam yang merupakan taman bunga. Letaknya tersembunyi namun tidak bertujuan mengisolasi. Di dalamnya terdapat kanal dan fasilitas pemberhentian perahu. Menikmatinya hanya dapat dicapai melalui jalur transportasi air dengan menggunakan perahu kecil. Jaringan kanal ini dilingkupi oleh pergola-pergola yang menghubungkan fasilitas-fasilitas lain di taman Erasmian ini. Proses ekskavasi taman tersembunyi dilakukan oleh West 8 di tahun 2001-2002. Terdapat dua aspek penting yang dapat dipelajari antara lain adalah pemagaran wilayah secara vertikal. Level permukaan tanah yang berada di atas fasilitas pemberhentian ini ditanggapi dengan cara membuat pergola yang tingginya sejajar. Pergola ini ditumbuhi oleh tanaman menjalar sehingga menciptakan

Gambar II.11 Skema proses ekskavasi Taman Erasmian. (Sumber: Aymonino, 2006:118-121)

(15)

Gambar II.13 Pavilion Ruang Penerima Erasmian. (Sumber: Aymonino, 2006:118-121) Gambar II.12 Jalur kanal di taman Erasmian.

(16)

rongga-rongga. Akibat dari pelingkupan pergola tersebut maka tercipta ruang dan jalur kanal/air yang berkesan lebih privat Erasmian. Aspek kedua adalah pemagaran wilayah secara horisontal melalui langkah-langkah memfungsikan kembali cekungan alamiah yang dibentuk oleh jalur air eksisting menjadi sebuah dinding menerus. Pengunjung disambut paviliun tersebut dengan membentuk konfigurasi dinding-dinding yang dilubangi pada posisi-posisi tertentu di bagian atasnya. Pelubangan ini tetap menghasilkan ruang privat dan efek-efek dramatis sebuah atraksi fenomena penembusan cahaya matahari sekaligus membingkai fragmen-fragmen panorama di belakangnya.

2.2.7 Preseden karya-karya puncak arsitek Kengo Kuma

Sepanjang karir sejak tahun 1987 arsitek Jepang Kengo Kuma telah dilalui dengan usaha-usaha penggugahan genius loci5 dan langkah diterapkan pada

karya-karyanya hingga kini. Sebagai preseden terdapat dua proyek penting Kuma. Filosofi tersebut adalah pendefinisian kembali hubungan arsitektur dengan alam dan senantiasa merujuk pada potensi dan kekuatan material lokal6. Pemikiran

Kuma didapatkan pada karya-karya puncak berikut ini. Preseden yang pertama adalah observatori Kiro-san di Ehime Jepang tahun 1994. Fungsi observatori ini adalah menara dan monumen kota Ehime. Tapak berada di dataran tinggi pesisir kota Ehime berupa bukit kecil Kiro-san yang puncaknya sudah diratakan. Sebagai monumen yang umumnya dibangun vertikal namun pada proyek ini Kuma justru memendam sebagian besar fasilitas observatori ini di dalam tanah. Pemikirannya didasari oleh konsep male architecture (arsitektur yang menjulang ke atas) dan

female architecture (arsitektur yang dipendam/pelubangan secara vertikal). Pemendaman ini bertujuan melenyapkan dan menyembunyikan pukal arsitektur agar menghindari kekontrasan lingkungan yang umumnya terjadi pada ‘male architecture’ (Aymonino, 2006: 207). Kekontrasan tersebut berdampak visual dan kesehatan lingkungan (perolehan sinar matahari dan sirkulasi udara). Maka female

5 Schulz, Christian N, Phenomenon of place; ed. Nesbitt; New York 1996 6 www.kkaa.co.jp: Januari 2006

(17)

architecture untuk sementara lebih tepat dan positif terhadap pelestarian lingkungan. Namun pada akhirnya terjadi semacam keraguan bahwa metode pemendaman ini dapat selalu dipakai karena apabila diterapkan pada kawasan kota akan sulit dicapai.

Apabila yang terjadi pada proyek Kiro-san adalah contoh penerapan ‘female’

maka pada proyek Museum Hiroshige Ando di Tochigi Jepang di tahun 2000 merupakan ‘male’-nya. Hiroshige Ando adalah pegrafis Ukiyo-e khas Jepang yang

Gambar II.14 Observatori Kiro-san di Ehime, Jepang. (Sumber: Aymonino, 2006:284-285)

(18)

aktif di abad 19-an. Proyek merupakan ruang koleksi karya-karya Ando dan tema ruang dalamnya mencerminkan ciri dan karakter tata visual karya seni grafisnya. Karya grafis Ando didominasi garis7 dan ciri khas inilah yang ditangkap Kuma sebagai sesuatu yang dianggap spesifik diterapkan pada eksplorasi rancangan museum. Tapak museum dikelilingi oleh hutan cedar/cendana dan agar bangunan museum menjadi ‘larut’ ke dalamnya maka dinding dan atap museum disusun dari partikel kayu berukuran 3x6 cm. Ukuran tersebut didapat dari ukuran rata-rata diameter pohon cendana. Susunan konstruksi kayu teresebut menciptakan ruang-ruang dalam museum. Dengan dinding yang terlubangi tersebut mengakibatkan perembesan ruang luar ke ruang dalam. Pada tahap ini dapat diapresiasi arsitektur yang terjadi dari berupa imej garis khas Ando dan eksistensi batang-batang pohon cendana.

7 Seni cetak/grafis dari kayu semacam seni grafis cukil/nukil di Indonesia. Elemen garis yang tercipta biasanya dominan dan dicapai dengan menggurat elemen film negatifnya (kayu pada

Ukiyo-e) menggunakan alat pemahat untuk membentuk ekspresi suatu obyek.

Gambar II.15 Museum Hiroshige Ando yang dilubangi dinding dan atapnya. (Sumber: www.kkaa.co.jp: Januari 2006)

(19)

Pelajaran penting yang didapat dari kedua proyek tersebut adalah usaha-usaha Kuma berupa menciptakan suatu transparansi lingkungan dengan membuat sebuah pelubangan (hole) pada kedua tipologi female atau male-nya. Pelubangan permukaan tanah pada proyek Kiro-san sebagai female-nya memiliki dampak yang justru merusak ekologi. Proyek yang dianggap titik baliknya adalah museum Horoshige Ando (Aymonino, 2006: 207). Karena pukal berada di atas tanah maka pelubangan yang dilakukan pada museum Ando adalah fokus pada dinding dan atap sekaligus membiarkan lapisan tanah dan lingkungan sekeliling tetap seperti aslinya. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat Kuma memandang genius loci

senantiasa diperkuat. Apabila selama ini arsitektur selalu dikenal akibat adanya volum namun menurut Kuma karena pada dasarnya inti kehidupan bergantung pada lubang8. Arsitektur dapat diciptakan tanpa volum.

2.3 Kesimpulan

Delapan preseden proyek arsitektur dan arsitektur bentang alam di atas disusun kembali dengan sebuah matriks (Tabel II.1). Pada skala tapak seluruh preseden menunjukkan kecermatan arsitek di dalam menentukan bentuk-bentuk intervensi dan penanganan lebih lanjut terhadap perwujudan arsitektur berdasarkan potensi bentang alam vernakular. Persamaannya antara lain adalah pertama adalah bahwa seluruh proyek berusaha mengintervensi kawasan lindung dengan suatu program kegiatan, fasilitas, gubahan massa dan material baru. Tindakan ini tidak berkompetisi dengan lingkungan namun justru bersinergi sehingga memunculkan identitas baru pada suatu kawasan dan biasanya diwakili oleh suatu obyek tengaran berskala kawasan. Beberapa contoh adalah Vlotho Fortress yang mengemas material logam dan kaca pada struktur benteng batu. Ketiga material tersebut menjadi sebuah tengaran dan identitas baru benteng kuno Vlotho. GWK secara umum memberi tengaran baru yang kontemporer dan radikal terhadap

8 Kengo Kuma; Aymonino, From Volumes to Holes; Aymonino 2006: 209. Konotasi

‘lubang-lubang’ tersebut menurut penulis berkenaan dengan pori-pori kulit, lubang telinga, hidung dan sebagainya. Apabila dikaitkan dengan ‘gaya merancang’ yang berkembang di khasanah arsitektur kontemporer saat ini maka pemikiran Kuma tersebut dapat dipandang yang identik mendasarinya.

(20)

eksistensi pulau Bali di masa kini meski pada skala kawasan unsur vertikal patung tersebut dianggap kurang mengapresiasi keberadaan pura Uluwatu yang dikenal merupakan simbol penting masyarakat lokal. Namun demikian, di sisi lain peran patung GWK tersebut dianggap berhasil memunculkan sebuah makna baru eksistensi pulau Bali kontemporer di dunia khususnya bidang kepariwisataan.

Persamaan kedua pada skala arsitektur dan bentang alam adalah terdapatnya usaha-usaha penyatuan massa dengan lingkungan sekitar secara lebih rinci dan mendalam. Contoh yang paling kuat adalah pada proyek Hiroshige Ando yang melenyapkan massa ke dalam bentang alam namun yang terjadi pada The Golden Plate adalah justru menggubah bentang alam menjadi sebuah massa bangunan dengan sebuah taman menjadi atapnya. Dari kedua fenomena ini maka dapat disimpulkan bahwa aspek penyatuan massa dengan lingkungan tidak sesederhana menyembunyikan massa bangunan atau volum ruang dalam ke dalam lingkungan namun dapat terjadi konversi bentang alam menjadi volum atau massa.

Persamaan ketiga adalah seluruh preseden bernuansa rekreatif dan terprogram untuk dapat diisi oleh kegiatan masyarakat yang beraneka-ragam. Kebutuhan masyarakat akan berkumpul dan berapresiasi merupakan fenomena global dan telah berlangsung sejak lama di seluruh belahan dunia. Unvolumetric architecture

pada tataran ini berarti merupakan usaha pengakomodasian peluang potensi penciptaan ruang publik dalam suatu kawasan sejauh mungkin.

Persamaan keempat adalah tidak terdapatnya pembedaan antara ruang luar dan ruang dalam. Persepsi ini didapat dari penanganan khsusus pada elemen pembentuk ruang dalam yaitu atap, dinding dan lantai. Proyek GWK yang masif dan Hiroshige Ando adalah sesuatu yang menarik pada bahasan persamaan ini. Sekuen lanskap dan tata hijau GWK yang ruang luarnya didominasi dinding batu raksasa menyatukan pedestal patung setinggi 146 meter. Penyelesaian dinding masif dan lantai (floorscape) menjadi fokus di GWK untuk mengurangi

(21)

terciptanya kontras ruang luar dan ruang dalam. Pada Museum Hiroshighe Ando perembesan ruang luar ke ruang dalam ditangani pada penanganan material atap dan dinding yang berlubang. Kedua proyek ini dan yang lain adalah gambaran bahwa unvolumetric architecture sangat mengapresiasi ruang luar dan ruang dalam sebagai satu kesatuan.

Secara keseluruhan terdapat perbedaan yang muncul pada aspek iklim dan penanganannya secara arsitektural. Perbedaan yang mendasar pada proyek-proyek yang dijadikan dalam preseden tesis ini yaitu setting geografis yang berakibat pada pemilihan material dan konstruksi yang lebih selektif. Pada kasus yang terjadi di lokasi empat musim pemilihan material dan selubung bangunan berkesan lebih radikal. Pada GWK terdapat penanganan arsitektur tropis dengan memoderenkan arsitektur Bali dan taman air klasik Bali. Namun yang terjadi pada museum Hiroshige Ando dan Vlotho Fortress sangat mudah mengetengahkan material atap yang sederhana mengingat intensitas sinar matahari dan curah hujan yang relatif lebih sedikit.

Berdasarkan ulasan-ulasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Unvolumetric architecture mengedepankan penentuan sikap dan tanggapan kritis desainer terhadap seluk-beluk penanganan lingkungan sekitar yang senantiasa berharga dan bermakna penting bagi komunitas atau penghuninya. • Unvolumetric architecture adalah pendekatan perancangan arsitektur dengan

konsentrasi pada penciptaan ruang publik di kawasan lindung yang dikenal kritis, sulit ditangani dan terbatas.

Unvolumetric architecture bertujuan mengaktivasi kembali nilai-nilai lokal secara fisik dan non-fisik dengan program kegiatan dan fungsi baru atau yang paling dibutuhkan oleh masyarakat atau penghuni kawasan setempat.

• Perancangan unvolumetric architecture harus dapat memunculkan atau melestarikan karakter dan identitas lokal.

(22)

• Perancangan unvolumetric architecture tidak mengenal perbedaan atau pembedaan antara ruang luar dan ruang dalam.

• Perancangan unvolumetric architecture berkonsentrasi pada penciptaan ruang yang diisi dengan kegiatan yang sifatnya crossprogramming.

(23)

Vlotho Fortress Ciudad abierta The Golden Plate Borobudur GWK Erasmian Garden Kiro-san Museum Hiroshige Ando

fungsi/tipologi fungsi, ruang dan arsitektur

fokus dan kualifikasi desain secara unvolumetric

setting geografis

desain/terbangun

karakter fisik lingkungan/panorama yang paling menonjol

pola aksesibilitas/orientasi

jenis program dan fasilitas

fitur desain/arsitektur yang menonjol

ruang publik ruang terbuka publik dan taman bermain

ruang terbuka publik dan bangunan parkir

taman kepurbakalaan pusat kebudayaan taman nasional ruang publik dan fasilitas

obsevatori

museum

environment environment environment environment earthworks enclosures earthworks land design

eropa amerika amerika asia asia eropa asia asia

desain 1998/

terbangun 2003 desain 1969-/terbangun 1971- desain 1997/- desain 1980/- desain 1990/terbangun 2008 desain 2001-2002/terbangun - desain 1994/terbangun 1994 desain 2000/terbangun 2000

obyek kekunaan kawasan lindung obyek kekunaan

dan kawasan lindung

obyek kekunaan kawasan lindung kawasan lindung kawasan lindung kawasan lindung

hutan lindung

nasional kawasan lindung nasional taman kota bersejarah desa di kawasan archaeological park internasional

lahan bekas penggalian batu di kawasan wisata internasional

lanskap koleksi flora

dan fauna monumen tengaran kota galeri dan museum

kawasan perbukitan

dan pinggiran kota pesisir dan dataran tinggi lingkungan perkotaan padat perbukitan, persawahan, perladangan dan pedesaan

perbukitan, pesisir dan pusat kegiatan religius

perbukitan dan

hutan hutan cendana dan pedesaan

ruang terbuka

open-plan/- bervariasi/utara-selatan open plan (taman)/grid (parkir) melingkar dan lengkung mengikuti kontur (taman)/utara-selatan

dominan grid/utara-selatan menghadap gunung agung

bervariasi/- ruang terbuka

open-plan/- open

plan/-berkumpul, upacara dan festival rakyat

berkumpul parkir kendaraan museum tertutup museum tertutup wisata air wisata alam dan

observasi lingkungan

pameran lukisan/ grafis

observasi kota pertemuan dan

diskusi taman bermain pertunjukan musik festival

fasilitas komunikasi

radio dan selular taman kota berjemur pasar kerajinan dan makanan pasar kerajinan dan makanan pertunjukan musik olah raga dan

trekking membaca parkir kendaraan penginapan

apresiasi seni dan

budaya berkumpul taman air

pertunjukan musik parkir kendaraan observasi kota monumen nasional benteng dan kastil

kuno yang dialihfungsikan

elemen-elemen lanskap yang unik dan berbahan lokal

taman kota bersejarah yang dimiringkan sebagai atap fasilitas parkir kendaraan

candi buddha era sailendra abad ke 8 dan saat ini dijadikan pusat ziarah buddhis internasional

patung Wisnu dan museum setinggi 146m

jalur kanal yang ditutup pergola dan tanaman merambat

bangunan yang dipendam di sebuah puncak bukit

atap dan dinding ruang-ruang pamer museum yang terdiri dari bilah-bilah kayu cendana

penggabungan material baru dan eksisting

renovasi arsitektur lanskap di

lingkungan kota yang sangat padat dan terbatas

penggabungan arsitektur dan taman bali klasik dan moderen

taman air di kebun raya

Tabel II.1

Gambar

Gambar II.1 Denah atak Vlotho Fortress yang memperlihatkan kompromi fungsi baru dan  eksisting.
Gambar II.3 Atak Zona A yang utama di proyek Ciudad abierta.
Gambar II.4 Fasilitas di Ciudad abierta.
Gambar II.7 Fitur lanskap The Golden Plate.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perjalanan Dinas Luar Daerah 130,890,000 Koordinasi dan sosialisasi Pengembangan Sumber Daya Alam dan Pertanian 206,400,000 Penggandaan Pengembangan sumber daya alam dan

Kelompok tani yang ada di Kecamatan Belik mempunyai kegiatan, baik yang bersifat kegiatan rutin maupun yang tidak rutin. Kegiatan rutin yang umum dilaksanakan adalah

Promosi dilakukan untuk menggalang dukungan dari para delegasi negara lain sehingga memilih Indonesia menjadi tuan rumah Annual Meeting ICOLD ke 82 tahun 2014 di Bali,

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Dan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, perilaku yang dimunculkan akan berbeda dalam menghadapi sesuatu, untuk melakukan kebutuhan secara riligius membutuhkan niat

Dalam hal ini SIG mempunyai manfaat yang dapat digunakan untuk menganalisis dalam proses penentuan lokasi bandara yang sesuai dengan parameter yang telah ditentukan, yaitu

Head pompa adalah energi per satuan berat yang harus disediakan untuk mengalirkan sejumlah zat cair yang direncanakan sesuai dengan kondisi instalasi pompa, atau tekanan untuk