• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan tidak terlindungi (Das, 1985). Lereng yang ada dapat dikelompokkan kedalam lereng dengan tinggi terbatas (finite slope) dan lereng dengan tinggi tidak terbatas (infinite slope). Lereng dengan tinggi terbatas adalah apabila harga Hcr mendekati tinggi lereng (Das, 1985).

Analisis terhadap lereng dengan tinggi terbatas yang berada pada tanah yang homogen, dilakukan dengan asumsi bidang longsor terjadi pada permukaan bidang yang lengkung. Sedangkan lereng dengan tinggi tak terbatas/lereng menerus diasumsikan bahwa permukaan kelongsoran potensial adalah sejajar dengan permukaan lereng dengan kedalaman yang dangkal bila dibandingkan dengan panjang lereng. Lereng tersebut dianggap memiliki panjang tak terhingga dengan mengabaikan pengaruh ujungnya (Craig, 1987).

2.2 Definisi Longsoran

Di dalam Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran Direktorat Jendral Bina Marga, longsoran adalah perpindahan masa tanah atau batuan pada arah tegak, mendatar, atau miring dari kedudukan semula (Dirjen BM, 1991).

Mengamati kelongsoran tanah, pada umumnya terjadi setelah turunnya hujan dalam intensitas waktu tergolong lama. Air hujan mengalir membasahi tanah dan masuk ke bagian tubuh tanah perbukitan. Ketahanan tanah terhadap

 

   

 

   

   

(2)

kelongsoran dapat berubah menjadi lebih rendah apabila tanah tersebut mengalami peningkatan kandungan air di dalam tanah (Raharjo, 2002), (Hardiyatmo, 2006). Tambahan air di dalam tanah menjadi kan ketahanan tanah mengalami penurunan, bila dorongan longsor terhadap ketahanan tanah terlampaui maka tanah menjadi longsor (Craig, 1991).

2.3 Mekanisme Dan Klasifikasi Longsoran

Gerakan tanah merupakan proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah tegak, mendatar atau miring terhadap kedudukan semula karena pengaruh air, gravitasi, dan beban luar. Untuk mempermudah pengenalan tipe gerakan tanah dan membantu dalam menentukan penyebab serta cara penanggulanganya maka perlu adanya pengklasifikasian tanah berdasar material yang bergerak, jenis gerakan dan mekanismenya. Adapun macam-macam gerakan tanah yaitu :

2.3.1 Aliran Cepat (Rapid Flowage)

Gerakan tanah jenis aliran pada umumnya material yang bergerak terlihat cepat dan dapat diikuti dengan kecepatan mata melihat. Umumnya terjadi pada material lunak yang jenuh air dan terdapat pada daerah berlereng. Jika ditinjau dari jenis material yang bergerak dapat dibedakan menjadi :

a. Aliran tanah (earth flow), jika material yang bergerak berupa tanah.

b. Aliran lumpur (mud flow), jika material yang bergerak berupa lumpur.

2.3.2 Amblesan (subsidence)

Merupakan jenis gerakan tanah yang berupa turunnya permukaan tanah secara bersama-sama secara cepat atau lambat tergantung kondisi geologi maupun topografi daerah tersebut. Umumnya terjadi pada daerah yang lunak serta terdapat beban diatasnya atau pada daerah yang dibawahnya terdapat goa atau akibat struktur geologi, mungkin juga terjadi

 

   

 

   

   

(3)

akibat aktivitas manusia seperti penambangan bawah tanah, penyedotan air tanah yang berlebihan, proses pemadatan tanah, dan sebagainya.

2.3.3 Runtuhan

Gerakan tanah ini disebabkan oleh keruntuhan tarik yang diikuti dengan tipe gerakan jatuh bebas akibat gravitasi yang bergerak cepat.

Material tanah atau batuan lepas dari tebing curam dengan sedikit pergeseran atau tanpa terjadi pergeseran kemudian meluncur sebagian besar diudara seperti jatuh bebas, loncat atau menggelundung. Runtuhan biasanya terjadi pada penggalian batu, tebing pantai yang curam, tebing jalan.

2.3.4 Longsoran (sliding)

Gerakan tanah ini terjadi akibat regangan geser dan perpindahan dari sepanjang bidang longsoran dimana massa berpindah dari tempat semula dan berpisah dari massa yang mantap, material yang bergerak kadang terlihat sangat cepat dan tiba – tiba atau dapat juga bergerak lambat.

Jenis gerakan ini dapat dibedakan menjadi seperti berikut : 2.3.4.1 Longsorang Tipe Rotasi (Rotational Slide)

Jika bidang longsoran mempunyai bentuk seperti busur derajat, log spiral, dan bentuk lengkung yang tidak teratur. Pada umumnya kelongsoran ini berhubungan dengan kondisi tanah yang homogen seperti terlihat pada Gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Longsoran Tipe Rotasi  

   

 

   

   

(4)

2.3.4.2 Longsoran Tipe Translasi (Translation Slide)

Jika bidang longsor cenderung datar atau sedikit bergelombang. Kelongsoran ini terjadi bila bentuk permukaan runtuh dipengaruhi adanya kekuatan geser yang berbeda pada lapisan tanah yang berbatasan seperti terlihat pada Gambar 2.2 dibawah ini.

Gambar 2.2 Longsoran Tipe Translasi

2.3.4.3 Longsoran Permukaan (Surface Slide)

Jika bidang gelincirnya terletak dekat dengan permukaan tanah (kelandaian longsoran minimum) seperti terlihat pada Gambar 2.3 dibawah ini.

Gambar 2.3 Longsoran Permukaan  

   

 

   

   

(5)

2.3.4.4 Longsoran Dalam (Deep slide)

Jika bidang gelincirnya terletak jauh dibawah permukaan tanah (kelandaian longsoran maksimum) seperti terlihat pada Gambar 2.4 dibawah ini.

Gambar 2.4 Longsoran Dalam

Kelongsoran ( land slide ) khususnya untuk tanah merupakan perpindahan massa tanah dari kedudukan semula akibat pengaruh gravitasi sehingga terpisah dari massa yang mantap, dimana perpindahan ini bisa diakibatkan oleh likuefaksi sebagai pengaruh gempa bumi. Penyebab lain adalah sifat tanah yang mengandung mineral yang mampu kembang susut seperti lempung dan lanau yang sering kali dalam keadaan retak-retak atau bercelah, sehingga tekanan air pori dapat membahayakan stabilitasnya. Selain itu bisa diakibatkan oleh pengaruh tipe perlapisan khusus misalnya antara pasir dan lempung, tekanan beban berlebihan pada kepala lereng atau pemotongan kaki lereng, dan dalam beberapa kasus struktur tanah umumnya diperlemah oleh proses fisika dan kimia.

Pada permukaan tanah yang tidak horisontal, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan terhadap

 

   

 

   

   

(6)

geseran yang dapat dikerahkan oleh tanah pada bidang longsornya terlampaui, maka akan terjadi kelongsoran lereng. Analisis stabilitas pada lereng yang miring ini disebut analisis stabilitas lereng.

Analisis ini sering digunakan dalam perancangan bangunan seperti, jalan raya, jembatan, urugan tanah, saluran dan lain-lain. Umumnya analisis ini sering digunakan dalam pengecekan keamanan dari lereng alam, lereng galian dan lereng urugan tanah.

Analisis stabilitas lereng tidaklah mudah karena terdapat banyak factor yang mempengaruhi hasil hitungan. Faktor-faktor tersebut misalnya, kondisi tanah yang berlapis-lapis, kuat geser tanah yang anisotropis, aliran rembesan air dalam tanah dan lain- lain. Terzaghi (1987) membagi penyebab longsoran terdiri dari akibat pengaruh dari dalam (internal effect) dan pengaruh luar (external effect). Pengaruh luar yaitu pengaruh yang menyebabkan bertambahnya gaya geser dengan tanpa adanya perubahan kuat geser tanah. Contohnya, akibat perbuatan manusia mempertajam kemiringan tebing atau memperdalam galian tanah dan erosi sungai.

Pengaruh dalam, yaitu longsoran yang terjadi dengan tanpa adanya perubahan kondisi luar atau gempa bumi. Contoh yang umum untuk kondisi ini adalah pengaruh bertambahnya tekanan air pori di dalam lereng.

2.4 Penyebab Longsoran

Di dalam buku Pedoman Rekayasa Penanganan Keruntuhan Lereng Jalan, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah Tahun 2005, penyebab terjadinya kelonsoran lereng disebabkan beberapa factor, yaitu :

 

   

 

   

   

(7)

1. Kemiringan lereng

Semakin besar sudut lereng semakin besar pula daya dorong disebabkan meningkatnya tegangan geser (shearing stress) berbanding terbalik dengan tegangan normal (normal strength) berupa kekuatan penahan.

2. Litologi

Tergantung mudah atau tidaknya batuan mengalami pelapukan, besar atau kecilnya porositas atau permeability, semakin mudah batuan melapuk semakin mengurangi kohesi dan kekuatan batuan penyusun kondisi stratigrafibatuan, terutama jika lapisan batuan keras berselang seling dengan lapisan batuan lunak, maka batuan yang lunak dapat menjadi factor penyebab tanah longsor.

3. Struktur geologi dan batuan

Zona sesar merupakan zona batuan yang mengalami penghancuran disebabkan pergeseran bolak-blok batuan pada bidang patahan, pada sona sesar tersebut daya tahan menjadi lemah, sehingga lebih mudah mengalami proses pelapukan, erosi dan tanah longsor. Bidang permukaan sesar, lapisan batuan, kekar, retakan, zona bidang batas soil dan batuan dasar, kontak batuan merupakan biadang diskontinuitas, dapat menjadi bidang gelincir apaila arah kemiringanya searah dengan kemiringan lereng.

4. Kandungan air pori

Tinggi rendahnya permukaan air tanah (water table), terhadap bidang diskontinuitas dan permukaan lereng juga merupakan salah satu factor pendorong terjadinya gesekan massa.

Beberapa macam kondisi yang dapat memicu terjadinya proses tanah longsor, antara lain:

1. Infiltrasi air kedalam lereng

Di negara-negara yang beriklim tropis dengan intensitas hujan tinggi pada musim hujan, dan pada daerah yang memiliki batuan yang mudah menyerap

 

   

 

   

   

(8)

dan meloloskan air kedalam batuan atau tanah menyebabkan pula daya dorong air terhadap material permukaan lereng, yang biasa menjadi pemicu terjadinya tanah longsor berskala besar.

2. Pembebanan lereng

Di daerah-daerah padat penduduk, lahan yang berada diatas lereng menjadi target untuk dijadikan tempat tinggal, menyebabkan perubahan maksimal aliran run off dan aliran air bawah tanah, dan menambah berat beban permukaan lereng, juga dapat memicu terjadinya tanah longsor.

3. Perubahan fisik lereng

Penggalian untuk pembuatan dan pelebaran jalan, penggalian bahan bangunan, penggundulan, pemabakaran hutan, getaran mesin industry dan mesin angkutan, akan merubah struktur batuan dan tanah, hal ini juga dapat menjadi pemicu terjadinya tanah longsor

4. Faktor Eksogen dan Endogen

Getaran gempa bumi, letusan gunung api, banjir, longsoran glister, tsunami juga dapat menjadi factor pemicu terjadinya tanah longsor . tetapi paktor utama terjadinya tanah longsor adalah gaya berat.

2.5 Dinding Penahan Tanah

Asal mula dibuatnya konstruksi dinding penahan tanah adalah akibat bertambah luasnya kebutuhan konstruksi penahan yang digunakan untuk mencegah agar tidak terjadi kelongsoran menurut kemiringan alaminya. Sebagian besar bentuk dinding penahan tanah adalah tegak (vertical) atau hamper tegak kecuali pada keadaan tertentu yang dinding penahan tanah dibuat condong kea rah urugan.

 

   

 

   

   

(9)

2.5.1 Definisi Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah adalah struktur yang didesain untuk menjaga dan dan mempertahankan dua muka elevasi tanah yang berbeda (Conduto,2001).

Faktor penting dalam mendesain dan membangun dinding penahan tanah adalah mengusahakan agar dinding penahan tanah tidak bergerak ataupun tanahnya longsor akibat gaya gravitasi. Tekanan tanah lateral dibelakang dinding penahan tanah bergantung kepada sudut geser dalam tanah (φ) dan kohesi (c). Tekanan lateral meningkat dari atas sampai ke bagian paling bawah pada diding penahan tanah.

Bangunan dinding penahan tanah digunakan untuk menahan tekanan tanah lateral yang ditimbulkan oleh tanah urug atau tanah asli yang labil. Bangunan ini lebih banyak digunakan pada proyek-proyek seperti irigasi, jalan raya, pelabuhan, dan lain-lainnya. Elemen-elemen pondasi, seperti bangunan ruang bawah tanah (basement), pangkal jembatan (abutment), selain berfungsi sebagi bagian bawah dari struktur, berfungsi juga sebagai penahan tanah di sekitarnya (Hardiyatmo, 2002).

2.5.2 Macam Dinding Panahan Tanah

Jenis-jenis dinding penahan tanah beraneka ragam, disesuaikan dengan keadaan lapangan dan aplikasi yang akan digunakan. O’Rourke dan Jones (1990) mengklarifikasikan dinding penahan tanah menjadi dua kategori yaitu system stabilisasi eksternal dan system stabilisasi internal serta system hybris yang merupakan kombinasi kedua metode tersebut seperti terlihat pada Gambar 2.5

Sistem stabilisasi eksternal merupakan system yang memanfaatkan berat dan kekakuan struktur dan system stabilisasi internal yang memperkuat tanah untuk mencapai kestabilan yang dibutuhkan.

 

   

 

   

   

(10)

Sumber : O’Rourke dan Jones (1990)

Gambar 2.5 Klasifikasi Dinding Penahan Tanah

a. Sistem Stabilisasi Eksternal

Sistem stabilisasi eksternal adalah system dinding penahan tanah yang menahan beban lateral dengan menggunakan berat dan kekakuan struktur. Sistem ini merupakan system satu-satunya yang ada sebelum tahun 1960, dan sampai saat ini masih umum digunakan.

Sistem ini terbagi menjadi dua kategori yaitu gravity wall (dinding gravitasi) yang memanfaatkan massa yang besar sebagai dinding penahan tanah seperti pada Gambar 2.6 dan In-situ wall yang mengandalkan kekuatan lentur sebagai dinding penahan tanah misalnya sheet pile wall seperti pada Gambar 2.7

 

   

 

   

   

(11)

Sumber : Earth Retaining Structures Manual, 2010

Gambar 2.6 Macam-macam Gravity Wall

Sumber : Conduto, 2001

Gambar 2.7 Macam-macam Sheet Pile Wall  

   

 

   

   

(12)

b. Sistem Stabilisasi Internal

Sistem sabilisasi internal merupakan system yang memperkuat tanah untuk mencapai kestabilan yang dibutuhkan. Sistem ini berkembang sejak tahun 1960 dan dibagi menjadi dua kategori yaitu reinforced soils dan in-situ reinforcement. Reinforced soils merupakan system yang menambah material perkuatan saat tanah diurug, sedangkan in-situ reinforcement merupakan system yang menambah material perkuatan dengan cara dimasukkan ke dalam tanah seperti pada Gambar 2.8.

Sumber :Earth Retaining Structures Manual, 2010

Gambar 2.8 Sistem Stabilisasi Internal  

   

 

   

   

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan peserta Askes dan dampaknya pada biaya agar bisa menjadi masukan

Pada saat termoelektrik digunakan sebagai pemanas, sisi dingin modul akan bekerja sebagai penyerap kalor yang kemudian kalor tersebut akan dilepaskan pada sisi

Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui citra merek terhadap minat beli ulang sepatu Adidas di Toko Sport Station Dinoyo, Malang melalui kepuasan pelanggan tidak

Berdasarkan tabel VIII dapat diketahui bahwa baik responden laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki komitmen yang tinggi terhadap rumah sakit, walaupun nilai

Hasil obsevasi dalam bentuk tanggung jawab ini, semua pihak memiliki tanggung jawabnya masing-masing, yang dimana Bank Indonesia memiliki peran dan tanggung jawab

System Programming (Jacob.. Pengembangan metoda L-System untuk menggambarkan pertumbuhan tanaman berdasarkan karakteristik lingkungan menjadi pemodelan pertumbuhan tanaman

Loos menciptakan ‘Steiner House’ di Wina (1910) yang mulai memperlihatkan gaya rasionalisme murni yang hanya bermain dengan kotak, jendela persegi dan ruang, tanpa

Pada tingkat kabupaten/kota, faktor yang mempengaruhi penderita filariasis di Provinsi NAD adalah jarak ke sarana pelayanan terdekat, jarak yang diperlukan untuk