• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG AKTIVITAS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DAN SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DILUAR JAM BELAJAR SEKOLAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI TENTANG AKTIVITAS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DAN SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DILUAR JAM BELAJAR SEKOLAH"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

STUDI TENTANG AKTIVITAS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DAN SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

DILUAR JAM BELAJAR SEKOLAH

Oleh

Maimun, S.Pd,MA (1981 0420 2010 1210 03)

Abstrak

Selama 20 tahun terakhir, siswa di Indonesia disibukkan dengan aktifitas lingkungan keluarga dan sosial yang sangat dominan. Hal ini dapat dibuktikan lebih banyak siswa terlibat dalam aktifitas lingkungan sosial keluarga untuk bekerja mencari uang dan membantu keluarga diluar jam belajar mereka. Keadaan ini sangat dominan terjadi di Indonesia, termasuk di Aceh. Observasi awal menunjukkan bahwa remaja usia sekolah dasar dan menengah yang ada di Aceh pada umumnya bekerja membantu keluarga diluar jam belajar mereka. Penelitian ini mencoba untuk melihat lebih detail tentang aktivitas remaja (siswa) diluar jam belajar mereka di sekolah. Secara rinci penelitian ini bertujuan untuk; mengetahui dan mendeskripsikan jenis-jenis aktifitas remaja bersama keluarga dan masyarakat diluar jam belajar di sekolah, mengetahui dan mendeskripsikan jenis-jenis aktivitas remaja bersama teman-teman sekolah mereka diluar jam belajar mereka di sekolah, dan mengetahui dan mendalami waktu yang dihabiskan remaja terhadap suatu kegiatan diluar jam belajar disekolah. Penelitian ini merupakan penelitian survey, yang dilaksanakan di 15 kabupaten/kota yang ada di Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata siswa banyak yang bekerja diluar jam belajar sekolah, bekerja untuk mencari uang, bekerja hanya sekedar untuk mendapatkan pengalaman dan ada juga hanya pekerjaan ringan yaitu seperti membantu keluarga. Selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa banyak siswa yang menghabiskan waktu mereka hanya untuk berkumpul bersama teman-temannya hanya untuk bermain dan menghabiskan waktu mereka untuk hal-hal yang tidak berarti seperti duduk di café atau internetan dengan membuka situs-situs yang tidak penting. Penelitian ini menyarankan untuk pemerintah dan orang tua agar lebih tegas menyangkut dengan control terhadap siswa usia sekolah.

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah sektor yang sangat penting yang harus terus ditingkatkan prosesnya, sehingga mampu mengikuti tuntutan dari perubahan suatu zaman. Harus kita akui bahwa negara-negara yang pendidikannya maju telah mampu mengeksploitasi

(3)

potensi Sumber Daya Energi (SDE) yang dimiliki oleh negara lain (Mahathir, 2005;3). Bukan hanya itu, negara maju tersebut juga telah berhasil menguasai peradaban ekonomi dunia. Bicara pendidikan, bukan hanya soal kemampuan transfer knowlege, atau seberapa mampu kita mendesain kecanggihan suatu teknologi, tetapi lebih komplek lagi bahwa pendidikan juga bicara tentang transfer value (Rusli, 2012:7). Hal ini, sebagaimana tertuang dalam UU Sisdiknas Tahun 2003 bab II pasal 3 bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Pendidikan merupakan suatau proses yang sangat komplek yang melibatkan dari berbagai domain. Salah satu domain yang terdapat dalam pendidikan adalah domain belajar. Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa. Proses belajar mengajar yang diselenggarakan secara formal di sekolah-sekolah, pada hakikatnya dimaksud untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencana baik dalam aspek pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun sikap (afektif). Interaksi yang terjadi selama proses belajar tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain murid, guru, kepala sekolah, materi ajar, dan sumber belajar.

Pendidikan dasar dan menengah memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia dimasa yang akan datang. Pendidikan dasar dan menengah “dikenyam” oleh individu pada tingkat umur yang masih muda (remaja)

(4)

sangat rentan dengan berbagai hal yang mereka hadapi. Remaja merupakan kondisi dimana seorang individu berumur belasan tahun. Pada masa ini manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa dengan umur berkisar antara 12 tahun sampai 21 tahun (Prawirosudirjo, 2003: 32). Secara lebih luas lagi remaja merupakan masa tumbuh dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Masa remaja terlihat dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.

Remaja usia sekolah dasar dan menengah di Indonesia dalam 20 tahun terakhir disibukkan dengan aktifitas lingkungan keluarga dan sosial yang sangat dominan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa remaja lebih banyak terlibat dalam aktifitas lingkungan sosial keluarga untuk bekerja mencari uang dan membantu keluarga diluar jam belajar mereka. Keadaan ini sangat dominan terjadi di Indonesia, termasuk di Aceh. Observasi awal menunjukkan bahwa remaja usia sekolah dasar dan menengah yang ada di Aceh pada umumnya bekerja membantu keluarga diluar jam belajar mereka. Ada juga diantara mereka yang menggunakan waktu diluar belajar mereka hanya sekedar bermain dan berkumpul bersama teman-teman mereka. Penelitian ini mencoba untuk melihat lebih detail tentang aktivitas remaja (siswa) diluar jam belajar mereka.

(5)

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan jenis-jenis aktifitas remaja bersama keluarga dan masyarakat diluar jam belajar di sekolah.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan jenis-jenis aktivitas remaja bersama teman-teman sekolah mereka diluar jam belajar mereka di sekolah.

3. Untuk mengetahui dan mendalami waktu yang dihabiskan remaja terhadap suatu kegiatan diluar jam belajar disekolah.

C. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini akan menjadi bahan dasar bagi Majelis Pendidikan (MPD) Aceh dalam merumuskan saran dan masukan untuk disampaikan kepada pemerintah Aceh terkait dengan kegiatan siswa diluar jam belajar mereka.

2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar bagi pemerintah daerah dan kabupaten/kota dalam membuat kebijakan terkait optimalisasi jam belajar siswa diluar jam belajar mereka di sekolah.

3. Penelitian ini juga akan menjadi bahan masukan penting dalam membangun kesadaran keluarga, masyarakat, dan pemerintah menyangkut dengan kondisi remaja Aceh saat ini.

D. Tinjauan Pustaka

1. Konsepsi Remaja dan Siswa

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu

(6)

berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak sudah tidak merasa lagi dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini adalah usia peralihan antara masa anak-anak untuk menuju masa kedewasaan. Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja. Siswa tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan kelompok anak yang tergolong kedalam usia remaja. Adapun ciri-ciri perkembangan anak-anak pada masa remaja usia sekolah SMA ataupun SMP yaitu:

a. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik siswa yang memasuki masa adolescence, ditandai dengan adanya pembentukan otot-otot tubuh yang besar. Pada tahapan perkembangan fisik ini remaja telah mengalami pubertas, yaitu proses perubahan dari internal menjadi ke eksternal pada tubuh anak-anak menjadi dewasa. Perubahan hormon, termasuk hormon seksual, sering membuat remaja merasa tidak nyaman dengan dirinya, sehingga seringkali remaja lebih fokus pada kondisi fisiknya, misalnya: remaja jadi sering berkaca melihat ada jerawat diwajahnya, bentuk tubuhnya yang semakin gemuk (Papalia,2008).

Pada masa pubertas ini, remaja mengalami 2 jenis perubahan yaitu perubahan secara primer dan perubahan secara sekunder. Perubahan primer, yaitu perubahan yang

(7)

meliputi yang melibatkan fungsi organ reproduksi. Pada laki-laki perubahan primer ini meliputi Gonad atau testis yang terletak di skrotum, di luar tubuh. Akibat pengaruh bentuk tubuh atau body image, remaja seringkali merasa sangat depresi apabila berbeda dengan teman sebayanya dan menjadikan remaja yang memiliki tekanan karena dikucilkan oleh teman-teman sebayanya. Body image mempengaruhi kesehatan remaja, karena ketika remaja merasa dirinya kegemukan atau over weight, remaja mulai melakukan banyak cara agar tidak ada halangan lain yang membuatnya over weight (Hurlock, 2005).

Anorexia, bulimia , sebagai contoh, seringkali menjadi beberapa jenis penyakit yang dialami oleh remaja seperti sangat ingin mengurangi berat badannya dengan cara tidak makan atau makan kemudian memuntahkan makanan tersebut dengan harapan mengembalikan berat badannya secara ideal. Disamping itu, kematian sering dihinggapi pada tahapan remaja biasanya karena faktor obat-obatan terlarang atau minum-minuman keras (alkohol), atau karena kecelakaan motor dan mobil. Pada umumnya remaja yang depresi dengan beberapa faktor seperti body image, cenderung dikucilkan oleh teman sebayanya, sehingga remaja mengkonsumsi obat-obatan, ngebut- ngebut di jalan raya dengan motor atau mobil, untuk meningkatkan kepercayaan dirinya kembali (Lahey, 2008)

b. Perkembangan kognitif

Menurut teori Jean Piaget, siswa SMA berada pada tahapan formal operasional. Teori ini menjelaskan bahwa siswa SMA merupakan individu yang sudah mampu berpikir secara abstrak, idealis dan logis (Papalia, 2008). Abstrak merupakan konsep dari siswa mampu memecahkan masalah secara verbal, misalnya kalau belajar

(8)

dan berusaha sungguh-sunggu buat ulangan matematika besok, pasti akan dapat nilai yang bagus. Pemikiran yang sederhana ini mampu membuat tahapan ini mengerti tujuan dari pemikirannya tentang belajar (Santrock, 2009). Adanya pemikiran idealis terjadi ditahapan formal operasional dengan cara siswa SMA mampu membayangkan hal-hal yang mungkin diharapkan terjadi sesuai keinginan individu di tahapan ini. Pada tahap ini remaja cenderung mulai melakukan pemikiran berdasarkan pemikirannya sendiri dan pemikiran orang lain. Pemikiran idealis ini seringkali menjadi khayalan atau fantasi, misalnya Anggi memiliki cita-cita ingin menjadi seorang pramugari, seringkali siswa ditahapan ini tidak sabar untuk mewujudkan cita-citanya, dengan cara terus berfokus dan memecahkan problemnya untuk menjadi seorang pramugari.

Pemikiran idealis dan abstrak ini memunculkan remaja berpikiran logis. Remaja selalu berpikir menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan mencari solusi dari permasalahan mereka. Istilah hypothetical-deductive reasoning yaitu siswa mampu mengoperasikan, mengembangkan hipotesis untuk memecahkan masalah dan membuat kesimpulan ini selalu dialami oleh remaja (Papalia, 2007). Siswa SMA mampu memecahkan masalah dengan dugaan terbaik untuk mendapatkan solusi dari masalah tersebut.

Siswa SMP dan SMA yang berada pada tahapan remaja, memiliki 4 jenis adolescenct egocentrism yang sering mengubah-ubah pandangannya terhadap sesuatu. Kualitas berpikir yang menguatkan pemikiran remaja dimana mereka percaya dan menganggap dirinya sebagai pusat perhatian dari situasi sosial dan selalu menganggap segala yang terjadi pada dirinya merupakan hal yang unik dan berbeda. Adolescent egocentrism pada remaja terjadi melalui 4 kategori utama yaitu (Lahey, 2007) :

(9)

a) Imaginary audience, Suatu situasi yang mana remaja selalu merasa dirinya merupakan pusat perhatian. Ketika remaja berpakaian yang berwarna beda dengan temannya, kemudian remaja merasa orang lain selalu membicarakannya.

b) Personal fable, Remaja selalu merasa segala masalah dan tekanan yang sedang dihadapi, hanya diri sendiri saja yang mengerti. Kecenderungan remaja selalu berpikir orang lain tidak mengerti perasaan sakit dan senang yang sedang dirasakannya.

c) Hypocrisy, Remaja cenderung menganggap kesalahannya adalah sesuatu yang kecil dan patut dimaafkan. Namun jika orang lain yang berbuat salah sekecil apapun harus di hukum, dimarahi dan dipermalukan. Remaja yang menyontek saat ujian akhir, mereka cenderung menganggap itu adalah hal yang wajar. Sedangkan ketika guru keluar sebentar dari kelas, karena dipanggil kepala sekolah merupakan kesalahan yang tidak bertanggung jawab. d) Pseudostupidity, Tahapan ini secara kognitif cenderung menganggap segala

sesuatunya adalah simple, logis dan mudah dilakukan. Orang yang merokok sudah tahu merusak kesehatan, namun mengapa tidak berhenti merokok? Mereka berpikir untuk berhenti merokok, mudah dilakukan tanpa harus alasan apapun lagi. Sedangkan banyak faktor yang melibatkan orang tersebut merokok.

c. Perkembangan sosial-emosional

Remaja secara tradisional dipandang sebagai masa badai dan tekanan, suatu keadaan yang mana seringkali emosi remaja meninggi sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber. Meningginya emosi terutama disebabkan, karena anak laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak, remaja kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Masa remaja merupakan badai dan tekanan, masa stress full karena ada perubahan fisik dan biologis, serta perubahan tuntutan dari lingkungan, sehingga diperlukan suatu proses penyesuaian diri dari remaja. Sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru (Hurlock, 2005).

(10)

Siswa SMA, menurut teori Erik-Erikson, merupakan individu yang mengalami masa identity vs role confusion (Lahey, 2008). Tahapan identity adalah tahapan yang mana individu sudah memiliki dan sudah tahu tentang identitas dirinya. Sedangkan tahapan role confusion, individu yang masih terus mencari tahu tentang identitas dirinya. Individu yang berada pada tahapan identity, merupakan individu yang sudah memahami tentang dirinya sendiri, meliputi sudah mengetahui kemauan dan suatu tujuan terhadap sesuatu. Siswa SMA disebut sebagai adolescence, ditahapan ini mereka cenderung meningkatkan rasa percaya diri dengan cara berusaha menjadi siswa yang rajin dan menarik perhatian teman dan guru di kelas, menggali pengetahuan seluas-luasnya, seperti: selalu update dengan perkembangan baru. Dimasa ini mereka merupakan individu yang ingin terus berkembang agar dapat menyesuaikan diri dan selalu diterima lingkungan sosialnya, terutama teman sebayanya (Papalia, 2008). Lingkungan sosial terutama teman sebaya merupakan teman Kelompok yang sangat berpengaruh terhadap prilaku dan pengembangan pemikiran anak di tahapan ini. Remaja yang memiliki peer yang baik, rajin dan selalu berkembang secara positif, tentunya selalu saling mendukung dalam proses perilaku belajar.

2. Konsep Belajar

Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari. Dalam hal ini menurut Oemar Hamalik (2001: 28), belajar adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan

(11)

lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Sedangkan, Sardiman (2003: 22) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori”.

1. Motivasi belajar

Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu motivum, yang artinya alasan sesuatu terjadi, alasan tentang sesuatu hal itu bergerak atau berpindah. Kata motivum diartikan dalam bahasa Inggris yaitu motivation (Djiwandono, 2007). Motivasi merupakan sesuatu yang membuat individu bergerak, memunculkan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Sobur,2004). Pada dasarnya motivasi itu terjadi karena adanya keinginan untuk memenuhi faktor-faktor yang belum terpenuhi (Schiffman, 2008). Motivasi adalah salah satu fasilitas atau kecenderungan individu untuk mencapai tujuan. Individu yang memiliki motivasi, akan memiliki kegigihan dan semangat dalam melakukan aktifitasnya (Chernis dan Goleman, 2001). Chernis dan Goleman (2002) juga menjelaskan bahwa individu yang memiliki motivasi merupakan individu yang memiliki 4 aspek seperti adanya dorongan mencapai sesuatu, memiliki komitmen, memiliki inisiatif, dan memiliki sikap optimis terhadap aktifitas yang dilakukan. Menurut teori motivasi belajar yang diungkapkan Uno (dalam Sagala, 2010) juga menjelaskan bahwa individu dikatakan memiliki motivasi belajar, apabila individu memiliki adanya suatu tujuan yang diharapkan dalam kegiatan belajarnya, selain itu adanya sikap ulet, gigih, tidak putus asa dalam Menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah. Individu yang memiliki sikap tidak jenuh dalam

(12)

pelajaran, dan selalu mencari cara untuk menemukan ide-ide dalam belajar turut serta dikatakan sebagai individu yang memiliki motivasi belajar yang kuat.

Menurut pandangan perspektif kognitif, pemikiran siswa yang mengarahkan siswa menuju ke arah yang diinginkan dan akan diwujudkan disebut motivasi. Motivasi belajar yaitu sesuatu hal yang membuat individu ingin melakukan hal yang ingin dicapai, sesuatu yang membuat individu tersebut tetap ingin melakukannya dan membantu individu dalam menyelesaikan tugas-tugas akademiknya. Adanya pandangan perspektif kognitif, yaitu suatu pandangan mengenai minat yang menekankan pada ide-ide dari motivasi internal untuk mencapai sesuatu. Pandangan perspektif kognitif ini menjelaskan pentingnya penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring untuk menentukan suatu tujuan (Santrock, 2009).

2. Hal-hal yang mempengaruhi motivasi belajar a) Motivasi ekstrinsik

Sesuatu yang terjadi disebabkan oleh faktor-faktor eksternal individu, biasa disebut dengan motivasi ekstrinsik (Omrod, 2010). Motivasi ini terjadi apabila siswa mengharapkan sesuatu dari hasil belajarnya, misalnya pujian. Perspektif behavioral menekankan suatu perilaku yang dilakukan akan diulangi kembali apabila perilaku tersebut diberikan suatu respon (Santrock, 2009). Ketika siswa merasa putus asa, merasa sesuatu hal yang telah dilakukan, namun tidak dianggap berarti atau penting oleh orang tua, guru dan lingkungan, seringkali motivasi belajar siswa menjadi turun dan mereka menjadi malas. Peranan motivasi ekstrinsik menjadi penting sebagai penguat dan pendorong yang dilakukan dengan, dengan banyak cara, seperti pujian ketika mendapat nilai bagus kepada siswa. Motivasi seperti ini

(13)

memiliki arti bahwa siswa itu dipandang memiliki kemampuan, adanya rasa kepuasan dan tidak merasa sia-sia dengan usaha belajarnya (Slavin, 1995).

Suatu imbalan atau hukuman sebagai konsekuensi dari faktor eksternal yang disebut motivasi ekstrinsik ini berkemungkinan untuk mengontrol perilaku atau memberikan pemahaman informasi kepada siswa SMA sebagai remaja. Imbalan atau hukuman dapat diberikan sebagai pengarahan karena siswa tersebut mampu menyelesaikan tugas akhirnya dan berkompeten sehingga menjadi penyemangat, namun tidak menjadi suatu ketergantungan (Santrock, 2009).

b) Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik yaitu dorongan yang berasal dari dalam diri. Dorongan ini dilakukan demi untuk mencapai sesuatu tujuan itu sendiri (Santrock, 2008). Motivasi instrinsik menekankan bahwa siswa yang melakukan suatu usaha tertentu, karena kemauan siswa tersebut. Motivasi ini mengarahkan siswa merasa tertarik dan tidak jenuh untuk melakukan proses belajar. Permainan- permainan seperti games di kelas juga akan menarik rasa ingin tahu dan menimbulkan motivasi intrinsik dari dalam diri siswa (Djiwandono, 2007).

Pada hakikatnya motivasi yang berasal dari dalam diri individu akan berkembang dengan baik apabila dapat diterapkan dengan banyak metode dan variasi. Ketika belajar keterampilan guru dan siswa sangat dibutuhkan untuk menciptakan dukungan belajar, seperti: nonton video sejarah 17 Agustus, bercerita, membuat tugas dengan bentuk kliping koran. Keterampilan ini akan memunculkan dorongan belajar dari dalam diri siswa, agar siswa merasa pelajaran tidak kaku, menyenangkan dan akan terus mengembangkan kreativitas siswa

(14)

(Boekaerts, 2003). Disampingitu, motivasi ini mengarahkan siswa supaya mampu memiliki kesempatan untuk mengorganisir, merencanakan, menetukan tujuan dan mencapai tujuan tersebut. Motivasi ini sangat didukung oleh pendekatan kognitif, karena individu akan lebih ingin melakukan sesuatu yang menjadi tujuannya sendiri (Santrock, 2009).

E. Metodelogi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey sebagaimana digambarkan Sugiyono (2008:11) bahwa: “metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur dan sebagainya”. Dengan kata lain, penelitian survey diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Artinya, penelitian ini berupaya mengetahui kegiatan siswa di luar jam belajar mereka di sekolah.

Penelitian ini dilaksanakan di 15 kabupaten/kota yang ada di Aceh, dan yang menjadi subyeknya adalah siswa (i) sekolah menengah pertama dan menengah atas (SMP/MTs, SMA/MA, SMK) sebanyak 21 orang siswa yang diambil dari setiap sekolah yang terdapat di tiga lokasi, yaitu: sekolah yang ada di kecamatan kota, kecamatan pinggiran dan kecamatan sekolah yang ada di kecamatan pedalaman. Adapun kriteria subyeknya yaitu sebagai berikut: 7 orang siswa (i) kategori kemampuan atas, 7 orang siswa (i) dengan kategori kemampuan menengah, dan 7 orang kategori siswa (i) yang

(15)

berkemampuan dibawah rata-rata. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angket. Terdapat dua jenis angket yang digunakan, yaitu angket tertutup dan angket terbuka. Penggunaan angket terbuka dimaksudkan agar mendapatkan data yang lengkap tentang aktifitas siswa yang tergolong sangat beragam. Setelah data terkumpul, data akan diolah dengan menggunakan program SPSS versi 17, data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif dan diberikan penafsiran.

F. Hasil Penelitian 1. Status Responden

Repoden merupakan siswa SMP,MTs dan siswa SMA,MA atau SMK yang terdapat di 15 kabupaten/kota, yaitu kabupaten Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Kota Lhokseumawe, dan Kota Langsa, Aceh Tengah, Singkil, Aceh Selatan, Aceh Barat, Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Aceh Barat Daya, Aceh Tenggara dan Bener Meriah. Total responden secara keseluruhan adalah sebanyak 945 orang siswa. Dilihat dari segi jenis kelamin, maka yang paling banyak adalah reponden dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 640 orang siswa atau 67,72 persen dari total responden, sedangkan sebanyak 305 orang atau 32,28 persen lainnya merupakan responden dengan jenis kelamin laki-laki. Dilihat dari sigi umur pada umumnya responden berumur 16

(16)

tahun, kategori ini sebanyak 345 orang atau 37 persen dari total responden yang ada, selanjutnya sebanyak 209 atau 22 persen responden berumur 17 tahun, kemudian sebanyak 134 orang atau 14 persen adalah responden dengan umur 14 tahun, sebanyak 122 orang atau 13 persen lainnya merupakan responden dengan umur 13 tahun, sebanyak 119 orang atau 13 persen responden berumur 15 tahun dan responden yang paling sedikit yaitu berumur 18 tahun dengan jumlah responden sebanyak 16 orang atau 2 persen dari total responden.

Dapat diketahui juga bahwa bahwa orang tua siswa di sekolah yang diteliti memiliki profesi yang sangat beragam mulai dari Pegawai BUMN, Dokter, Ibu Rumah Tangga, Pekerja Swasta, Nelayan, Pedagang, Buruh, Petani, Guru, dosen, pegawai honorer, TNI/Polri dan juga Pegawai Negeri Sipil (PNS)dari berbagai instansi lain. Akan tetapi jenis pekerjaan orang tua siswa yang paling dominan adalah wiraswasta yaitu sebanyak 288 orang atau 30 persen dari total orang tua siswa, dan jenis pekerjaan yang paling sedikit yaitu dosen/guru yaitu hanya 4 orang atau 0 persen sebagaimana yang terlihat dalam grafik di bawah ini:

(17)

Pada grafik di atas terlihat bahwa paling dominan jenis pekerjaan orang tua siswa sebagai wiraswasta, hal ini berkorelasi secara positif dengan pendidikan terakhir mereka, dimana pada umumnya pendidikan terakhir orang tua siswa adalah SMA/sederajat yaitu sebanyak 387 orang atau 40,95 persen, sedangkan lulusan sarjana lengkap hanya 1,59 persen dari total orang tua siswa.

Pada umumnya siswa yang diteliti masih memiliki ayah dan ibu serta tinggal bersama orang tua mereka. Mereka yang masih memiliki kedua orang tua sebanyak 84 persen, sedangkan yang masuk kategori yatim sebanyak 12 persen dan tinggal bersama keluarga seperti paman dan bibi mencapai 7 persen. Kemudian yang yatim piatu sebanyak 1 persen dan pada umumnya mereka tinggal bersama nenek mereka dan jumlah untuk kategori siswa yang tinggal bersama nenek mereka sebanyak 4 persen. Sementara siswa yang tinggal di asrama sangat sedikit yaitu sebanyak 5 persen. Asrama yang dimaksudkan disini adalah asrama pengajian (pesantren salafi), dimana siswa siang hari sekolah dan pada malam hari kembali ke pesantren mereka. Yang tinggal di asrama merupakan siswa campuran, ada yang masih punya keluarga ada juga yang yatim serta piatu, karena pesantren dianggap sebagai tempat pendidikan yang tepat, sehingga mereka diasramakan oleh orang tua ataupun keluarga mereka.

(18)

2. Jenis-jenis aktifitas remaja bersama keluarga diluar jam belajar mereka di sekolah sekolah.

Data dibawah ini menujukkan responden terdiri dari tiga kelompok dengan kategori, yaitu: kelompok siswa dengan prestasi tinggi (peringkat kelas 1 sampai dengan 7), kemudian peringkat siswa dengan prestasi menengah (peringkat kelas dari 14 sampai dengan 21) dan kelompok siswa dengan prestasi rendah ( 7 prestasi terendah terakhir). Tiga kelompok siswa/responden ini termasuk dalam ketegori sekolah dari kecamatan kota, kecamatan pinggiran kota dan kecamatan pedalaman. Analisis hasil penelitian ini dilakukan dengan membandingkan antara kelompok siswa dengan peringkat tinggi, sedang dan peringkat bawah, dan juga perbandingan antara sekolah di kecamatan kota, kecamatan pinggiran dan kecamatan pedalaman.

Survey ini memperlihatkan tingkat kerajinan siswa datang ke sekolah. Dari tabel di bawah dapat diketahui bahwa siswa dari sekolah kota merupakan siswa yang sangat rajin datang ke sekolah, terutama mereka dari peringkat kelas berprestasi, jumlah siswa yang berprestasi dan sangat rajin datang ke sekolah mencapai 100 orang atau 10,6 persen, sedangkan siswa dengan prestasi menengah yang tergolong sangat rajin sebanyak 91 orang atau 9,6 persen. Artinya, lebih banyak jumlah siswa yang berprestasi dibandingkan dengan siswa dengan prestasi menengah, angka selisih mencapa 9 orang siswa. Sementara siswa dengan prestasi rendah lebih rajin dibandingkan dengan siswa dengan prestasi menengah, jumlah mereka yang tergolong sangat rajin ke sekolah yaitu mencapai 94 orang atau 9,9 persen.

Kemudian tingkat kerajinan siswa dari sekolah pinggiran kota yang datang ke sekolah sedikit berbeda dengan siswa dari sekolah kota, hanya terdapat perbedaan yang

(19)

tipis antara tingkat kerajinan siswa dari sekolah pinggiran dengan jika dibandingkan dengan siswa dari sekolah kota, perbedaan angka hanya 1, yaitu sebanyak 99 orang atau 10,5 persen, sementara siswa yang berprestasi menengah dan tergolong sangat rajin datang ke sekolah hanya 88 oarang atau 9,3 persen, lebih kurang jika dibandingkan dengan siswa dari peringkat prestasi sedang yang dari sekolah kota. Begitu juga dengan siswa yang berprestasi terbelakang antara siswa dari sekolah kota dengan siswa dari sekolah pinggiran kota.

Selanjutnya tingkat kerajinan siswa dari sekolah pedalaman, jika dibandingkan dengan siswa yang berasal dari kota adalah dengan siswa dari sekolah pedalaman juga terdapat perbedaan tingkat kerajinan mereka, walaupun kedua siswa tersebut berada pada prestasi atau peringkat sekolah yang sangat bagus. Namun masalahnya tingkat kerajinan mereka berbeda di lihat dari segi jumlah. Penjelasan ini dapat dilihat dala tabel 2.1. di bahwah ini:

Tabel 2.1.

Tingkat kerajinan siswa datang ke sekolah Jenis Sekolah dan alternatif Jawaban Siswa

Berprestasi MenengahSiswa TerbelakangSiswa Sekolah kota Sangat Rajin 100 10.6% 91 9.6% 94 9.9%

Kurang Rajin 5 0.5% 14 1.5% 11 1.2%

Sekolah

Pinggiran Sangat RajinKurang Rajin 99 10.5%6 0.6% 8817 9.3%1.8% 8619 9.1%2.0% Sekolah

Pedalaman Sangat RajinKurang Rajin 96 10.2%9 1.0% 95 10.1%10 1.1% 7926 8.4%2.8% Data Lapangan, mei 2013

Tingkat kerajinan siswa bukan hanya dilihat pada item tingkat kerajinan mereka datang ke sekolah, tetapi juga pada instrument lainnya, yaitu pemanfaatan waktu istirahat untuk belajar. Pada umumnya siswa dari prestasi tinggi lebih banyak

(20)

memanfaatkan waktu jam istirahat mereka untuk belajar kembali tentang mata pelajaran yang mereka pelajari. Dari hasil penelitian dapat dibuktikan bahwa siswa dengan prestasi tinggi memanfaatkan waktu sebanyak 20 menit untuk belajar, sedangkan siswa yang berprestasi menengah hanya memanfaatkan waktu dibawah 10 menit dan bersifat tidak tetap. Terdapat perbedaan pola jika dilihat dari sudut pandang jenis sekolah, dimana siswa dari sekolah kota dan berprestasi sangat baik akan memanfaatkan waktu istirahat untuk belajar, sedangkan siswa dari sekolah pedalaman akan lebih memanfaatkan waktu mereka tidak 100 persen untuk belajar, namun juga akan digunakan sebagian waktu istirahat mereka untuk ngobrol bersama teman-teman mereka. Disinilah letak perbedaan antara siswa dari sekolah kota dengan siswa dari sekolah pinggiran dan pedalaman.

Selain di sekolah, siswa juga mengaku rajin saat di rumah dengan berbagai aktifitas yang ada. Dilihat dari aktifitas siswa saat di rumah sangatlah beragam. Namun dari hasil penelitian ini dapat dibandingkan antara siswa dari sekolah kota dengan sekolah pedalaman dari kategori siswa berprestasi hingga siswa yang tidak berprestasi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kategori aktifitas siswa tergolong ke dalam tiga; kategori aktifitas berat, aktifitas ringan. Pada umumnya, siswa baik dari sekolah kota, sekolah pinggiran maupun sekolah pedalaman mereka tidak banyak yang terlibat dalam aktifitas yang tergolong berat, tetapi lebih banyak melaksanakan aktifitas ringan saat di rumah, dibandingkan aktifitas berat. Tabel 2.2 di bawah ini memperlihatkan bahwa siswa dari sekolah kota dengan prestasi bagus hanya 5 orang atau 0,5 persen saja yang terlibat dalam aktifitas berat saat di rumah, sedangkan 2 orang atau 0,2 persen

(21)

lainnya adalah mereka dari prestasi menengah, sedangkan siswa dengan prestasi terbelakang yang terlibat dalam aktifitas berat saat di rumah adalah sebanyak 3 orang.

Namun demikian, paling dominan jawaban siswa bahwa rata-rata siswa, baik dari sekolah kota, sekolah pinggiran maupun sekolah pedalaman punya aktifitas saat di rumah, walaupun pada umumnya kategori aktifitas mereka tergolong tidak menentu, atau tidak tetap antara aktifitas berat dengan aktiftas ringan. Hal ini sebagaimana yang terlihat dalam tabel 2.2. berikut ini tentang golongan aktifitas siswa saat di rumah:

Tabel 2.2.

Kategori Aktifitas Siswa Saat Dirumah Jenis Sekolah dan Alternatif Jawaban Siswa

Berprestasi

Siswa Menengah

Siswa Terbelakang

Sekolah kota Berat 5 0.5% 2 0.2% 3 0.3%

Ringan 46 4.9% 59 6.2% 31 3.3%

Tidak menentu 54 5.7% 44 4.7% 71 7.5%

Sekoalah

Pinggiran BeratRingan 446 0.6%4.7% 48 5.1%3 0.3% 516 0.6%5.4%

Tidak menentu 55 5.8% 54 5.7% 48 5.1% Sekolah Pedalaman Berat 4 0.4% 0 0.0% 5 0.5% Ringan 33 3.5% 37 3.9% 44 4.7% Tidak menentu 67 7.1% 67 7.1% 56 5.9% tidak menjawab 1 0.1% 1 0.1% 0 0.0%

Data Lapangan, Mei 2013

Dilihat dari jenis aktifitas siswa saat di rumah atau sepulang sekolah sangatlah beragam, namun secara umum dapat kita bagi menjadi beberapa aktifitas rutin yang sering dijalani oleh siswa di rumah saat sepulang sekolah, diantaranya yaitu: membaca, baik membaca artikel melalui internet, buku paket maupun majalah, berolah raga, baik olah raga ringan maupun olah raga berat seperti bola kaki dan volley serta internetan, baik digunakan hanya untuk jejaring sosial maupun membaca artikel yang berkaitan dengan pelajaran sekolah. Ada juga aktifitas lain, tetapi tidak rutin sehingga tidak kita

(22)

jadikan sebagai patokan penting, karena penelitian ini memberikan fokus pada aktifitas siswa yang bersifat rutin.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa siswa yang berasal dari sekolah kota dan berprestasi tinggi lebih rutin melaksanakan aktifitas membaca di rumah saat sepulang sekolah, dalam hal ini sebanyak 34 orang atau 3, 6 persen dari totoal siswa berprestasi tinggi yang terlibat dalam kegiatan rutinitas membaca. Sedangkan sebanyak 24 orang atau 2,5 persen siswa dari berprestasi sedang juga sering menjalani aktifitas membaca, termasuk mereka yang berprestasi rendah juga suka membaca, dan jumlah mereka juga tergolong banyak, yaitu sebanyak 37 orang atau 3,9 persen dari total siswa yang ada di kota dengan prestasi rendah.

Tabel. 2.3.

Jenis Aktifitas siswa saat di rumah Jenis Sekolah dan Alternatif Jawaban Siswa

Berprestasi MenengahSiswa TerbelakangSiswa

Sekolah kota Membaca 34 3.6% 24 2.5% 37 3.9%

Membaca, Olah raga dan internetan 3 0.3% 6 0.6% 4 0.4% Berolah raga 8 0.8% 6 0.6% 10 1.1% Internetan 13 1.4% 25 2.6% 11 1.2% tidak menjawab 15 1.6% 13 1.4% 15 1.6% Tidak tetap 12 1.3% 10 1.1% 17 1.8%

Membaca dan berolah raga 8 0.8% 6 0.6% 3 0.3% Membaca dan Internetan 9 1.0% 11 1.2% 5 0.5% Membaca dan tidak tetap 2 0.2% 1 0.1% 0 0.0% Berolah raga dan internetan 1 0.1% 0 0.0% 3 0.3% Sekolah

Pinggiran

Membaca 27 2.9% 21 2.2% 25 2.6%

Membaca, Olah raga dan

internetan 0 0.0% 4 0.4% 2 0.2%

Berolah raga 2 0.2% 1 0.1% 0 0.0%

Internetan 16 1.7% 18 1.9% 19 2.0%

tidak menjawab 22 2.3% 23 2.4% 15 1.6%

Tidak tetap 13 1.4% 13 1.4% 8 0.8%

Membaca dan berolah raga 11 1.2% 14 1.5% 24 2.5% Membaca dan Internetan 2 0.2% 3 0.3% 10 1.1%

(23)

Membaca dan tidak tetap 4 0.4% 5 0.5% 2 0.2% Berolah raga dan internetan 6 0.6% 0 0.0% 0 0.0%

Membaca 2 0.2% 0 0.0% 0 0.0%

Sekolah Pedalaman

Membaca 33 3.5% 44 4.7% 42 4.4%

Membaca, Olah raga dan internetan 3 0.3% 4 0.4% 0 0.0% Berolah raga 9 1.0% 8 0.8% 7 0.7% Internetan 25 2.6% 12 1.3% 17 1.8% tidak menjawab 10 1.1% 24 2.5% 16 1.7% Tidak tetap 9 1.0% 5 0.5% 21 2.2%

Membaca dan berolah raga 13 1.4% 0 0.0% 1 0.1% Membaca dan Internetan 3 0.3% 7 0.7% 1 0.1% Data Lapangan, Mei 2013

Selain membaca, siswa dari kecamatan kota juga terlibat dalam aktifitas berolah raga dan internetan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa siswa yang berasal dari sekolah pinggiran kota dan siswa dari sekolah pedalaman menggunakan waktu mereka untuk membaca, dan berolah raga serta berinternetan. Hanya saja dibandingkan dengan siswa dari sekolah kota akan lebih inten dibandingkan siswa dari pedalaman. Dalam kasus rutinitas membaca, siswa dari sekolah pedalaman dan pinggiran kota akan lebih unggul di bidang olah raga dibandingkan dengan siswa dari kota. Kondisi ini dikarenakan siswa di pedalaman lebih memiliki tempat yang luas dibandingkan dengan kondisi di kota, sebagaimana yang terlihat dalam tabel 2.3. di atas.

Penggunaan volume waktu oleh siswa untuk membaca, berolah raga maupun internetan sangat berbeda. Perbedaan ini muncul dari kategori siswa berprestasi dengan siswa yang tidak berprestasi. Rata-rata volume siswa belajar tambahan di rumah selain di sekolah adalah sebagaimana yang terlihat dalam tabel 2.4. Secara perbandingan bahwa siswa yang berprestasi lebih rajin membaca di bandingkan dengan siswa yang tidak berprestasi. Jumlah siswa yang berprestasi dan berasal dari sekolah kota yang gemar membaca (satu jam sehari) adalah sebanyak 32 orang, atau 3,4 persen, akan tetapi

(24)

siswa dari golongan ini juga sebagiannya membaca dua jam dan bahkan sampai tiga jam dalam sehari. Sedangkan siswa yang berprestasi dari sekolah pinggiran sebanyak 46 orang atau 4,9 persen yang membaca tambahan di rumah. Sedangkan siswa yang berprestasi dari sekolah pinggiran yang belajar satu jam sehari sebanyak 52 orang atau 5,5 persen. Bicara membaca adalah bicara kebiasaan siswa berprestasi, baik tinggal dan berasal dari sekolah kora, pinggiran maupun pedalaman.

Bagi siswa yang berada pada peringkat kelas menengah, baik yang berasal dari sekolah kota maupun bukan, memiliki kebiasaan membaca rata-rata dibawah dua jam, sangat jarang dari mereka yang belajar di atas tiga jam dalam sehari. Keadaan ini sebagaimana yang terlihat dalam tabel 2.4. berikut ini:

Tabel. 2.4

Lamanya siswa Membaca Buku Saat di rumah Jenis Sekolah dan Alternatif Jawaban Siswa

Berprestasi Siswa Menengah Siswa Terbelakang Sekolah

Kecamatan Satu jam Dua Jam 3221 3.4%2.2% 45 4.8%15 1.6% 5717 6.0%1.8%

Di atas tiga jam 12 1.3% 4 0.4% 2 0.2%

tidak menjawab 38 4.0% 38 4.0% 26 2.8%

Sekolah Pinggiran

Satu jam 46 4.9% 56 5.9% 53 5.6%

Dua Jam 13 1.4% 11 1.2% 11 1.2%

Di atas tiga jam 7 0.7% 8 0.8% 4 0.4%

tidak menjawab 35 3.7% 25 2.6% 31 3.3%

Sekolah Pedalaman

Satu jam 52 5.5% 65 6.9% 50 5.3%

Dua Jam 11 1.2% 8 0.8% 15 1.6%

Di atas tiga jam 8 0.8% 0 0.0% 0 0.0%

tidak menjawab 33 3.5% 31 3.3% 37 3.9%

(25)

3. Jenis aktivitas remaja dalam lingkungan masyarakat

Selain menghabiskan waktu untuk aktifitas di rumah, rata-rata siswa juga menghabiskan waktu untuk aktifitas bersama masayarakat selain di rumah dan sekolah. aktifitas siswa dalam masyarakat dapat kita golongkan ke dalam beberapa aktifitas rutin, seperti bekerja. baik bekerja di bidang perbengkelan, perkebunan maupun bekerja di bidang pertukangan dan lain sebagainnya. Selain itu ada juga siswa yang sibuk dengan aktifitas bermain bersama teman-teman mereka, baik ikut permainan tradisional maupun hanya permainan olah raga biasa yang tergolong ke dalam aktifitas tetap. Kategori siswa yang bekerja tetap di luar lingkungan keluarga dan sekolah apabila kita lihat dari sudut pandang siswa yang berasal dari sekolah kota dan berprestasi yaitu sebanyak 43 orang atau 4,6 persen dari total siswa yang berprestasi. 12 orang lainnya hanya bermaian, dan sebanyak 32 orang atau 3,4 persen lainnya tidak punya aktifitas tetap, namun mereka tetap akan menghabiskan waktu bersama lingkungan masayarakat selain di rumah dan sekolah. antara siswa yang berprestasi dengan siswa yang tidak berprestasi tetap memiliki aktiftas dalam lingkungan masyarakat, perbedaannya hanya pada jenis aktifitas.

Hasil temuan penelitian diketahui bahwa siswa yang berasal dari sekolah pedalaman sibuk dengan aktifitas pekerjaan pada bidang perkebunan ataupun pertanian setiap harinya, dengan alasan mencari uang tambahan dalam mengurangi beban bagi keluarga, sementara aktifitas siswa yang berasal dari kota hanya bekerja sekedar mencari pengalaman, walaupun ada yang bertujuan mencari uang tambahan, tapi angka ini sangat sedikit sekali dibandingkan dengan siswa yang berasal dari sekolah pedalaman. Dari hasil penelitian juga ditemui bahwa waktu yang dihabiskan untuk aktifitas siswa saat bersama dalam lingkungan masyarakat rata-rata diatas tiga jam bagi siswa pedalaman

(26)

dan pinggiran kota, sedangkan bagi siswa yang berasal dari kecamatan kota hanya menghabiskan waktu untuk aktifitas bersama masayarakat yang tidak tetap selama 2 jam dalam sehari. Tentang aktifitas siswa saat bersama masyarakat, artinya di luar rumah dan luar sekolah sebagaimana yang terlihat dalam tabel 3.1 berikut ini:

Tabel. 3.1

Aktifitas Siswa Saat dalam Masyarakat Jenis Sekolah dan Alternatif Jawaban Siswa

Berprestasi Siswa Menengah Siswa Terbelakang Sekolah Kecamatan Bekerja 43 4.6% 34 3.6% 37 3.9% Bermain 12 1.3% 21 2.2% 9 1.0%

Tidak punya aktifitas tetap 32 3.4% 30 3.2% 46 4.9%

tidak menjawab 18 1.9% 20 2.1% 13 1.4%

Sekolah Pinggiran

Bekerja 39 4.1% 43 4.6% 43 4.6%

Bermain 12 1.3% 14 1.5% 6 0.6%

Tidak punya aktifitas tetap 35 3.7% 35 3.7% 46 4.9%

tidak menjawab 18 1.9% 13 1.4% 10 1.1%

Sekolah Pedalaman

Bekerja 34 3.6% 23 2.4% 35 3.7%

Bermain 14 1.5% 11 1.2% 12 1.3%

Tidak punya aktifitas tetap 53 5.6% 62 6.6% 50 5.3%

tidak menjawab 4 0.4% 9 1.0% 8 0.8%

Data lapangan, Mei 2013

4. Jenis aktivitas remaja bersama teman-teman sekolah mereka diluar jam belajar di sekolah.

Selain di rumah, dan dalam lingkungan masyarakat, siswa juga memiliki aktifitas lain bersama teman-teman mereka, yaitu belajar kelompok, jalan-jalan dan hanya sekedar berkumpul. Rata-rata waktu yang mereka habiskan bersama teman-teman mereka setiap hari adalah 2 jam, baik siswa yang berprestasi maupun siswa yang tidak berprestasi, dan juga baik siswa yang berasal dari sekolah kota maupun siswa yang berasal dari sekolah pinggiran dan siswa dari sekolah pedalaman.

(27)

Temuan penelitian membuktikan bahwa siswa yang berprestasi dan berasal dari sekolah kota sebanyak 47 orang atau 5 persen mengatakan memiliki aktifitas belajar secara kelompok dengan teman mereka selain jam belajar di rumah maupun di sekolah. 3 orang lainnya mengatakan hanya jalan-jalan saja. Sementara 13 orang lainnya, atau 1,4 persen lainnya hanya sekedar berkumpul bersama teman mereka. Sedangkan siswa yang berasal dari sekolah pinggiran dan pedalaman cendrung menghabiskan waktu mereka bersama teman-teman hanya untuk berkumpul, walau sesekali mereka juga akan ikutan belajar kelompok. namun kecendrungan kebiasaan mereka adalah berkumpul bersama, bagi siswa yang berprestasi terbelakang kebiasaan waktu mereka berekumpul itu di café ataupun warung kopi. Hasil penelitian membuktikan bahwa sisw akan menghabiskan waktu bersama teman mereka di café hanya sekedar berkumpul, dan mereka akan lebih memilih bermain ataupun berkumpul bersama haya untuk ngobrol-ngobrol sambil menggunakan jejeraing sosial dibandingkan untuk bekerja ataupun belajar secara kelompok.

Tabel 4.1.

Aktifitas siswa Bersama Kawan-kawannya Jenis Sekolah dan Alternatif Jawaban Siswa

Berprestasi Siswa Menengah Siswa Terbelakang Sekolah Kecamatan Belajar Kelompok 47 5.0% 36 3.8% 44 4.7% Belajar kelompok dan

jalan-jalan

3 0.3% 9 1.0% 5 0.5%

Hanya jalan-jalan 6 0.6% 8 0.8% 6 0.6% Hanya sekedar berkumpul 13 1.4% 14 1.5% 12 1.3% tidak menjawab 17 1.8% 19 2.0% 19 2.0% Sekolah

Pinggiran

Belajar Kelompok 41 4.3% 50 5.3% 43 4.6% Belajar kelompok dan

jalan-jalan

1 0.1% 4 0.4% 13 1.4% Hanya jalan-jalan 5 0.5% 7 0.7% 9 1.0% Hanya sekedar berkumpul 19 2.0% 10 1.1% 18 1.9% tidak menjawab 17 1.8% 19 2.0% 10 1.1% Sekolah Belajar Kelompok 47 5.0% 32 3.4% 26 2.8%

(28)

Pedalaman Belajar kelompok dan jalan-jalan

6 0.6% 8 0.8% 6 0.6%

Hanya jalan-jalan 8 0.8% 10 1.1% 13 1.4% Hanya sekedar berkumpul 16 1.7% 39 4.1% 37 3.9%

tidak menjawab 8 0.8% 4 0.4% 15 1.6%

Data Lapangan, Mei 2013

Pada umumnya siswa/responden juga akan memilih bekerja dibandingkan dengan belajar, hal ini dapat dibuktikan dari hasil survey bahwa baik siswa yang berasal dari kota maupun yang berasal dari pinggiran serta pedalaman akan memilih berkerja dibandingkan belajar, baik belajar secara individu maupun kelompok. akan tetapi penyataan ini ditemui dari siswa yang berprestasi rendah, sedangkan siswa yang berprestasi tinggi akan memilih juga untuk beraktifitas namun aktifitas yang dimaksud adalah belajar, baik secara pribadi maupun secara kelompok. aktifitas siswa saat bersama kawan-kawan mereka sebagaimana yang terlihat dalam tabel 4.1. di atas.

G. Kesumpulan Dan Rekomendasi 1. Kesimpulan

a. Volume tingkat rajin antara siswa yang berprestasi dengan siswa yang tidak berprestasi sangat jelas, dimana siswa yang berprestasi akan menafaatkan waktu istirahat sekolah untuk belajar di atas 10 menit. Antara siswa/responden yang berprestasi di kota dengan pedalaman juga mengalami volume belajar, siswa kota akan belajar di atas 10 menit pada jam istirahat, sedangkan siswa yang berprestasi namun dari pedalaman belajar dibawah 10 menit dan tidak tetap. b. Terdapat beberapa aktifitas siswa diluar jam belajar di sekolah, yaitu: belajar,

berolah raga, bekerja dan bermain. Siswa/responden yang berprestasi akan menggunakan waktu di atas tiga jam setiap hari untuk belajar tambahan di

(29)

rumah, baik dengan menggunakan buku paket maupun dengan menggunakan media internet. Sedangkan siswa yang kurang berprestasi dan tidak berprestasi akan menggunakan waktu untuk bermain dibandingkan dengan belajar.

c. siswa yang berasal dari kecamatan kota akan memilih beraktifitas setiap harinya sama dengan siswa yang ada di kecamatan pinggiran dan pedalaman, namun perbedaannya adalah siswa yang berasal dari kecamatan kota akan lebih memilih pekerjaan ringan, sedangkan siswa dari kecamatan pinggiran dan pedalaman akan memilih pekerjaan berat. jika dihadapkan pada dua pilihan antara bekerja dengan belajar, maka siswa dari kota dan berprestasi akan memilih belajar dibandingkan bekerja, sebaliknya bagi siswa yang tidak berprestasi dan berasal dari kecataman pinggiran serta pedalaman akan memilih bekerja dibandingkan dengan belajar.

2. Rekomendasi

a. Kepada orang tua agar dapat memberikan pendampingan kepada anak-anak mereka yang menggunakan media internet sebagai sarana pembelajaran, hal ini agar tidak terjadi penyalahgunaan internet kearah yang negative. Kemudian orang tua agar tidak memberikan beban berat kepada anak-anak mereka yang usia sekolah dengan pekerjaan lain yang tidak ada kaitannya dengan masa depan anak-anak.

b. Kepada masyarakat dan komite sekolah perlu membuat suatu qanun desa/kampong tentang tugas dan fungsi sosial control masyarakat dalam memberikan pengawalan terhadap anak-anak usia sekolah.

(30)

c. Kepada pemerintah agar dapat membentuk suatu peraturan khusus tentang keterlibatan keluarga, peraturan ini berupa qanun tentang kewajiban orang tua terhadap anak usia sekolah. Qanun ini harus teruwujud dan di sosialisasikan kepada setiap kepala keluarga serta berisi sanksi dan reward.

d. Pemerintah juga harus membuat suatu qanun tentang kewajiban pengelolaan café terhadap anak usia sekolah, dan qanun ini harus diawasi oleh polisi atas dasar kerjasama.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Dewi Yuspita Sari .2009. Pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku pada remaja di SMA Negri 1 Baturraden dan SMA Negri 1 Purwokerto. Semarang: skripsi Universitas Diponogoro.

Djiwandono, S.E.W. 2007. Psikologi pendidikan(edisi revisi). Jakarta : PT. Grasindo Hurlock. 2005. Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan

(Edisi Kelima). Yogyakarta : Erlangga

Mustaqim dkk 1992. Potret Remaja Indonesia dan pengaruh lingkungan sosial. Jakarta: Bina Aksara: Hal 47.

Oemar Hamalik. 2002.Proes Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Papalia, D, E. 2008.. Human Development (10thed). USA : McGraw-Hill.

Prawirosudirjo, 2004. Menginjak Masa Remaja. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Rusli Yusuf: Aktualisasi nilai kearifan lokal dalam membangun karakter generasi Indoensia baru. Makalah yang disampaikan pada konferensi nasional pembangunan karakter bangsa di Jakarta pada tahun 2012. Hal: 7.

Sagala, D. N. 2010. Pengaruh pemberian informasi mengenai prospek kerja terhadap motivasi belajar mahasiswa program studi ilmu keperawatan jalur A fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Santrock, J. W. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Sardiman. 2004. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada.

Sugiono. 2009 . Metode Penelitian Pendidikan ( pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D ) . Bandung : CV.Alfabeta.

Tun Mahatir Mohammad: Pembangunan sumber manusia nusantara. Makalah yang disampaikan dalam acara pengukuhan doctor honaris cousa (DHC) di Universitas Syiah Kuala pada tahun 2005. Hal : 3

(32)

Uno, H. 2008. Teori Motivasi & Pengukurannya: Analisis di BidangPendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Gula semut dari gula aren cetak diproses melalui pelelehan gula aren cetak yang diiris tipis dan ditambahkan larutan gula pasir yang kemudian dimasak hingga mengental

Putusnya perkawinan karena perceraian akan menimbulkan akibat hukum terhadap orang tua atau anak dan harta perkawinan. Seperti dalam Putusan Pengadilan Agama Lumajang

Subjek retribusi adalah orang pribadi atau Badan Hukum atau perusahaan yang mengangkut Hasil Hutan di wilayah Kabupaten Siak sendiri, keluar Wilayah Kabupaten

Manfaat yang dapat diambil dari pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai media alami dalam proses belajar mengajar adalah interaksi langsung dengan alam sekitar,

Lima elemen strategi DOTS sebagai berikut (WHO, 2009b): (1) Komitmen politis yang berkesinambungan; (2) Akses terhadap pemeriksaan mikroskopis dahak yang berkualitas; (3)

Data dalam hasil penelitian tindakan kelas ini diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu observasi untuk siswa dan guru, interview atau