1 SYARAT PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PASAL 6A AYAT (2) UNDANG-UNDANG DASAR TAHUN 1945
DI TINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA
Oleh : Gea Tri Gusti*
ABSTRAK
Salah satu bentuk demokrasi yaitu pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan Umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila sebagaimana diamanatkan dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam UUD Tahun 1945 diatur mengenai syarat pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, yaitu dalam Pasal 6A ayat (2). Pasal tersebut menentukan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Oleh sebab itu, hanya peserta yang diajukan dari partai politik atau gabungan partai politik saja yang dapat mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden. Dengan kata lain calon perseorangan tidak dapat mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Konstitusi Indonesia yakni dalam UUD Tahun 1945 telah mengguratkannya untuk menjamin hak kedudukan sama warga negara dalam pemerintahan.
Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Itu adalah harga mutlak dan tak dapat ditawar-tawar lagi sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan bernegara berdasarkan pada hukum. Selain
daripada itu, dalam pelaksanaan
penyelenggaraan negara harus berdasarkan pada prinsip-prinsip negara hukum, yakni salah satunya adalah perlindungan hak asasi 1
manusia. Dengan demikian hak asasi manusia menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan suatu negara hukum dalam
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor, Bagian Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Internasional dan dan Hukum Acara Administrasi Negara Konsentrasi Hukum Pemerintahan.
2
mencapai tujuan bernegaranya. Hak asasi manusia merupakan hak yang tak dapat ditawar-tawar lagi yang melekat pada diri manusia. Dalam kehidupan berdemokrasi pun tak dapat dipisahkan dengan hak asasi manusia di mana demokrasi memposisikan manusia sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Salah satu bentuk demokrasi yaitu pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Namun yang menjadi pertanyaan besar apakah kehidupan demokrasi harmonis dengan konteks hak asasi manusia.
Dalam Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 menentukan bahwa Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Dalam Pasal tersebut yakni Pasal 6A ayat (2) timbulah berbagai persepsi yang akan dituangkan dalam Penulisan Skripsi ini bahwa menimbulkan kegelisahan bagi Penulis sebab dalam Pasal tersebut hanya calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sajalah yang dapat mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil
Presiden dalam Pemilihan Umum.
Pertanyaannya adalah mengapa orang perseorangan atau calon independen tidak bisa mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, Sedangkan di sisi lain seseorang mempunyai hak asasi manusia termasuk mencalonkan diri sebagai presiden
maupun wakil presiden. Dalam tulisan inilah hendak dikupas tinjauan Hak Asasi Manusia terhadap Syarat Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945.
Tinjauan Umum mengenai Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.2 Di dalam pemikiran Franz Magnis-Suseno, sebagai kelanjutan dari pengaruh ajaran hukum alam terhadap hak asasi manusia, maka hak asasi dipandang sebagai hak yang tidak dapat dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh negara. Negara dapat saja tidak mengakui hak-hak asasi itu. Dengan demikian hak-hak asasi tidak dapat dituntut di depan hakim. Tetapi, dan itulah yang menentukan, hak-hak itu tetap dimiliki. Oleh sebab itu, hak-hak asasi seharusnya diakui. Tidak mengakui yang dimiliki manusia sebagai manusia itu menunjukan bahwa dalam negara itu martabat manusia
2 Indonesia, Undang-Undang tentang Hak
3
belum diakui sepenuhnya.3 Konsep dasar HAM merupakan hak yang melekat pada manusia yang dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia manusia, bukan pemberian manusia lain ataupun hukum positif melainkan semata-mata karena martabatnya sebagai manusia.4
Sementara itu, prinsip-prinsip hak asasi manusia adalah sebagai berikut :
1. Bersifat universal dan tak dapat dicabut Hak asasi merupakan hak yang melekat, dan seluruh umat manusia di dunia memikinya. Hak-hak tersebut tidak bisa diserahkan secara sukarela atau dicabut. Hal ini selaras dengan pernyataan yang tercantum dalam Pasal 1 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia: “Setiap umat manusia dilahirkan merdeka dan sederajat dalam harkat dan martabatnya.”
2. Tidak bisa dibagi, hak asasi manusia baik hak sipil, politik, sosial, budaya, dan ekomoni semuanya inheren, menyatu dalam harkat- martabat umat manusia. Konsekuensinya, semua orang memiliki status hak yang sama dan sederajat, dan
tidak bisa digolong-golongkan
3 Sri Utari, dkk, Merawat hak Asasi Manusia, (Bogor : Forum Kajian Hukum, Fakultas Hukum UNPAK, 2009), hal, 6-7.
4“Implementasi terhadap Konvensi
Penentangan terhadap Penyiksaan dan Perlakuan Lain
yang Kejam dalam Penegakan Hukum,” Artikel dalam
Majalah Advokasi Hukum dan Operasi, Edisi 28 Juni 2012.
berdasarkan tingkatan hirarkis. Pengabaian pada satu hak akan berdampak pada pengabaian hak-hak lainnya. Hak setiap orang untuk bisa memperoleh penghidupan yang layak adalah hak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi: hak tersebut merupakan modal dasar agar setiap orang bisa menikmati hak-hak lainnya, seperti hak atas kesehatan atau hak atas pendidikan.
3. Saling bergantung dan berkaitan satu sama lain, pemenuhan dari satu hak seringkali bergantung kepada pemenuhan hak lainnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Sebagai contoh, dalam situasi tertentu, hak untuk mendapatkan pendidikan atau hak untuk memperoleh informasi adalah hak yang saling bergantung satu sama lain.
4. Sederajat dan tanpa diskriminasi, setiap individu sederajat sebagai umat manusia dan memiliki kebaikan yang inheren dalam harkat-martabatnya masing-masing. Setiap umat manusia berhak sepenuhnya atas hak-haknya tanpa ada pembedaan dengan alasan apapun, seperti yang didasarkan atas perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, etnis, usia, bahasa, agama, pandangan politik dan pandangan lainnya, kewarganegaraan dan latar belakang sosial, cacat dan kekurangan, tingkat kesejahteraan,
4
kelahiran atau status lainnya sebagaimana yang telah dijelaskan oleh badan pelaksana hak asasi manusia.
5. Turut berpartisipasi dan berperan aktif, setiap orang dan seluruh masyarakat berhak untuk turut berperan aktif secara bebas dan berarti dalam partisipasi dan berkontribusi untuk menikmati kehidupan pembangunan, baik kehidupan sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya demi terwujudnya hak asasi dan kebebasan dasar.
6. Ada pertanggungjawaban dan penegakan hukum, negara dan para pemangku kewajiban lainnya bertanggung jawab untuk menaati hak asasi. Dalam hal ini, mereka harus tunduk pada norma-norma hukum dan standar yang tercantum di dalam instrumen-instrumen hak asasi manusia. Seandainya mereka gagal dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pihak-pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan tuntutan secara layak, sebelum tuntutan itu diserahkan pada sebuah pengadilan yang kompeten atau ajudikator (penuntut) lain yang sesuai dengan aturan dan prosedur hukum yang berlaku.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
Pemilihan Umum selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.5 Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, selanjutnya disebut Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.6 Penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala menjadi prasyarat sistem politik demokrasi, karena pemilu merupakan salah satu sarana kedaulatan rakyat di mana rakyat dapat memilih wakil dan pemimpin mereka untuk menjalankan pemerintahan. Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, di mana rakyat dapat memilih pemimpin politik secara langsung. Yang dimaksud pemimpin politik disini adalah wakil-wakil rakyat baik di tingkat pusat maupun daerah dan pemimpin lembaga
5
Indonesia, Undang-Undang tentang
Penyelanggaraan Pemilu, UU No 15 tahun 2011, Pasal
1 angka (1).
6 Indonesia, Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden , UU
5
esksekutif atau kepala pemerintahan seperti Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota. Penyelenggaraan Pemilu sangatlah penting bagi suatu negara, hal ini disebabkan karena :
1. Pemilu merupakan sarana
perwujudan kedaulatan rakyat. 2. Pemilu merupakan sarana untuk
melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional.
3. Pemilu merupakan sarana bagi
pemimpin politik untuk
memperoleh legitimasi.
4. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.7
Dalam Konstitusi, yaitu UUD Tahun 1945 telah ditegaskan mengenai syarat Calon Presiden dan Wakil Presidehn Republik Indonesia yakni dalam Pasal 6 dan 6A. Pasal 6 ayat (1) dijabarkan bahwa Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Kemudian dalam Pasal 6A ayat (1) bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih
7 http:/
/www.kpu-samarinda.web.id/2012/02/pemilu-dan-demokrasi.html, diakses tanggal 20 September 2012.
dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Dalam Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 menentukan bahwa Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Pada ayat (3) dinyatakan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Lanjut dalam ayat (4) menyatakan bahwa dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Untuk Meruncingkan hal tersebut, penjabaran lebih lanjut mengenai syarat calon Presiden dan Wakil Presiden diatur pula dalam UU No. 42 Tahun 2008 sebagaimana penulis terangkan di atas. Bahwa syarat calon presiden dan wakil presiden menurut UU No. 42 Tahun 2008.
Sejak pertama kali Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, mulai dilakukan
6
kegiatan ketatanegaraan khususnya pengisian jabatan Presiden dengan tidak menjalankan Pasal 6 ayat (2) dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Tetapi Mempergunakan Pasal III aturan Peralihan Hukum Dasar yang menyatakan “untuk pertama kali Presiden Dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia”.8
Dalam hal ini tidak melalui pemilihan yang menggunakan mekanisme pemungutan suara, tetapi dipilih secara aklamasi atau usul anggota sidang yakni Otto Iskandardinatta dan bukan atas seluruh anggota sidang dengan memilih Ir. Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia. Saat periode Konstitusi RIS 1949, Konstitusi Republik Indonesia Serikat atau masa republik kedua dimulai sejak tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. Dalam hubungannya dengan pemilihan Presiden, Konstitusi Republik Indonesia Serikat mengaturnya dalam Pasal 69 ayat (2) yang menentukan “ beliau dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan pemerintah daerah-daerah bagian yang tersebut dalam Pasal 2.9
Pada masa Orde Baru, di mana pemilihan Presiden di masa orde baru yakni sejak tahun 1973 sampai pemilihan tahun 1998, ketentuan pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden terdapat di dalam Pasal 6
8 Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, (Jakarta : Aksara Baru, 1986), Hal, 90.
9 Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, ibid., hal, 91.
ayat (2) UUD Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak.selama masa itu Soeharto, selalu terpih sebagai Presiden Republik Indonesia. Sedangkan Pasca perubahan Undang-Undang Dasar Tahun1945 pemilihan Presiden dan wakil Presiden Republik Indonesia didasarkan kepada UUD Tahun 1945 pasca perubahan Pasal 6 A ayat (1)
UUD Tahun 1945 pasca perubahan
menentukan “ Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat” Pada tahun Pemilu tahun 2004, menjadi catatan sejarah Bangsa Indonesia, di mana pada tahun tersebut untuk pertama kalinya dalam ketatanegaraan Indonesia Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
Mekanisme Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia merujuk pada UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, terdapat beberapa tahapan penyelenggaraan pemilu diantaranya sebagai berikut :
1. penyusunan daftar Pemilih;
2. pendaftaran bakal Pasangan Calon; 3. penetapan Pasangan Calon;
7
5. masa tenang;
6. pemungutan dan penghitungan suara; 7. penetapan hasil Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden; dan
8. pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden.
Tinjauan HAM terhadap Syarat Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Menurut Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 dan Keberadaan Calon Perseorangan dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai Representasi Demokrasi dan HAM
Ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 menentukan sebagai berikut :
“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”.
Kemudian diatur pula dalam Pasal 8 UU No. 42 Tahun 2008. Pasal tersebut menentukan :
“Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik”.
Pasal 6A ayat (2) tersebut merupakan pasal dalam UUD Tahun 1945, di mana merupakan konstitusi atau hukum dasar negara. Hukum dasar negara atau konstitusi sangat menentukan peraturan perundang-undangan di bawahnya sebab, menjadi sumber dan dasar bagi peraturan di bawahnya, dengan demikian peraturan perundang-undangan yang berada di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya. Berkenaan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 pun menjadi sumber dan dasar bagi peraturan perundang-undangan yang ada di bawahnya. Sebagai fakta UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, di mana dalam UU salah satu isi pasal dan UU tersebut menentukan bahwa Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik. Ketentuan tersebut sejalan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945.
Mengkaji Syarat Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 ditinjau dari hak asasi manusia, bagi penulis terhadap syarat pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden harus diusulkan oleh partai politik ataupun gabungan partai politik membatasi hak asasi manusia, karena
8
calon perseorangan yang akan mengajukan diri sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden. Sebab, dalam pasal tersebut hanya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sajalah yang dapat menjadi peserta dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Dengan demikian, perlu ditinjau dari segi hak asasi manusia mengenai pasal tersebut. Bukankah telah jelas bahwa dalam konsep dasar HAM bahwa hak asasi manusia ada bukan karena pemberian negara, manusia ataupun hukum positif sekalipun itu konstitusi atau UUD, namun HAM itu sendiri ada karena melekat pada manusia yang dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia manusia dan menempatkan martabatnya sebagai manusia. Hak asasi manusia menempatkan manusia sebagai mahluk terhormat karena dengannya manusia diciptakan dengan dibekali seperangkat hak yang akan merawat dan menjaga keluhuran martabatnya sebagai mahluk yang paling berderajat dengan mahluk lainnya. Oleh karenannya hak asasi manusia memposisikan manusia sejajar dengan manusia lainnya, tak membedakan manusia satu dengan manusia lainnya baik dalam
kedudukan hukum, ataupun bidang
pemerintahan sekalipun.
Menakar seberapa dalam tinjauan hak asasi manusia terhadap syarat pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden menurut pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945, harus dipahami seberapa dalam dan luas hak asasi manusia dalam konsep sebuah negara hukum seperti Indonesia. Telah tegas dinyatakan dalam konstitusi bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam konteks negara hukum salah satunya adanya perlindungan hak asasi manusia bagi warga negaranya. Negara hukum sesungguhnya akan melindungi hak asasi warga negaranya dan tidak melanggar hak asasi warga negaranya. Perlindungan hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan
secara luas untuk mempromosikan
penghormatan dan perlidungan terhadap hak asasi manusia sebagai ciri penting dari suatu negara hukum yang demokratis. Setiap manusia sejak kelahirannya menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas dan asasi. Terbentuknya suatu negara dan demikian pula penyelenggaraan kekuasaan suatu negara tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak kemanusiaan itu. Karena itu adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia itu merupakan pilar yang sangat penting dalam setiap negara yang disebut sebagai negara hukum. Jika dalam suatu negara, hak-hak asasi manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka Negara yang
9
bersangkutan tidak dapat dikatakan sebagai
negara hukum dalam arti yang
sesungguhnya.10
Selain itu, Ruang lingkup HAM meliputi pula hak sipil dan politik. Telah jelas pula dalam teori hubungan HAM dan demokrasi, di mana dalam teori ini demokrasi mempunyai keterkaitan yang erat dengan hak asasi manusia karena makna terdalam dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat, yaitu rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan politik tertinggi dalam suatu negara yang berarti secara langsung menyatakan adanya jaminan terhadap hak sipil dan politik rakyat. Oleh karena penulis, pantas untuk berpendapat dan beralasan bahwa setiap orang berhak untuk berpolitik dalam hal ini untuk turut serta dan mengajukan diri sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden dengan tidak ada pembatasan bahwa calon Presiden dan Wakil Presiden harus diusulkan dari partai politik atau gabungan partai politik. Lain itu pula, jaminan konstitusional mengenai adanya hak bagi calon perseorangan untuk dapat mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden telah diguratkan dalam konstitusi. Konstitusi Republik Indonesia menjamin adanya hak-hak warga negara berupa persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), hak untuk
10
Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta : Setjen dan Kepaniteraan MK RI, 2005), hal 127-128.
memperoleh pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (1), dan hak untuk hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (3), serta hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi sebagaimana dimaksud Pasal 28I ayat (2). Semuanya itu merupakan bentuk dari perwujudan kedaulatan rakyat sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (2).
Dengan telah ditegaskannya isi pasal tersebut, jelaslah bahwa setiap warga negara memperoleh jaminan untuk turut serta dalam pemerintahan dalam hal ini untuk ikut serta mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk mengisi jabatan pemerintahan negara ataupun menjalankan penyelenggaraan pemerintahan negara. Selain itu, penulis berpendapat bahwa apabila pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai polik, maka dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hak untuk mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden merupakan hak eksklusif partai yang berarti tidak ada kemungkinan sama sekali atau memberi peluang bagi Pasangan Calon perseorangan atau independen di luar dari yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik tersebut. Partai politik adalah merupakan salah satu
10
sarana dalam demokrasi. Oleh karenanya hak memilih ataupun dipilih yang merupakan hak politik warga negara dapat dilakukan melalui sarana lain tanpa melalui partai politik serta hak untuk mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden tidaklah boleh dijadikan hak ekslusif partai politik karena sesungguhnya rakyatlah pemegang kedaulatan tertinggi yang dengan melekat pada dirinya seperangkat hak apa yang disebut sebagai hak asasi manusia.
Lebih lanjut Penulis berpendapat, bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 23 juli 2007 melalui Putusan No 5/PUU-V/2007 mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang – Undang Dasar Tahun 1945, di mana putusan tersebut : “
Membuka kesempatan bagi calon
perseorangan yang memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 UU No. 32 Tahun 2004 melalui mekanisme yang
demokratis dan transparan “. Dengan
demikian, akibat hukum dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah terbukanya para calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah. Apabila dikaitkan dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, kiranya perlu dipertimbangkan calon Presiden dan Wakil Presiden dari perseorangan atau non partai. Sebab, Jabatan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merupakan Jabatan Eksekutif dan Jabatan Presiden dan Wakil Presiden pun merupakan jabatan eksekutif. Oleh karenanya pantaslah jika negara memberikan kesempatan atau hak yang sama kepada warga negaranya untuk berpartisipasi dalam hal menjadi peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Keberadaan calon perseorangan dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden merupakan salah satu wujud dari demokrasi dan perlindungan hak asasi
manusia, sebab keberadaan calon
perseorangan merupakan suatu kemajuan dalam hal kehidupan berdemokrasi sebuah negara di mana setiap orang memiliki kebebasan dan jaminan perlindungan hak untuk turut serta dalam pemerintahan termasuk dalam hal hak untuk dipilih atau mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Menurut Wakil Ketua DPD Laode Ida, menjelaskan bahwa usulan capres independen berangkat dari prinsip demokrasi bahwa setiap orang mempunyai hak memilih dan dipilih dan Itu menyangkut hak asasi manusia dalam demokrasi. Kalau hanya melalui kanal parpol, ada hak seseorang yang dibatasi. Sementara itu, pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin memandang, pencalonan capres dan cawapres independen tidak hanya membuka kesempatan bagi kalangan nonparpol untuk
11
ikut Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, tapi juga bagi kader parpol yang tidak mendapat dukungan dari partainya tetapi ingin menjadi capres. Keberadaan calon independen sebenarnya sudah menjadi puncak kejenuhan masyarakat. Masyarakat mulai jenuh ketika dihadapkan pada partai politik yang selama ini lebih mengedepankan kepentingan kelompok dan golongan dari pada kepentingan masyarakat banyak. Kebutuhan masyarakat atas keberadaan capres independen sudah mendesak dan harus segera diwujudkan. 11 Lebih lanjut Pakar Hukum Tata Negara, Saldi Isra memandang kemunculan capres alternatif sebagai kontrol terhadap partai politik dan penyeimbang. Menurutnya, ide tentang calon independen itu tidak kita lihat sebagai hasil tetapi sebagai kontrol. Bukan masalah jika nantinya kalah dan tidak terpilih, yang penting adalah kehadirannya sebagai mekanisme kontrol, check and balances, agar semua orang mendapat kesempatan yang sama tidak hanya dari parpol saja. 12
Dengan demikian, Penulis berpendapat bahwa ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 yang menentukan Syarat Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tidak dapat ditafsirkan
11 http: //www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/389620/, diakses tanggal 3 Oktober 2012. 12 http:
//dpd.go.id/2012/10/dialog-kenegaraan-capres-independen-mungkinkah/, diakses tanggal 6
oktober 2012
lain atau dengan berbagai tafsir, calon Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat dicalonkan dari partai politik saja. Oleh karena itu calon perseorangan tidak dapat mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden. Berbeda hal dengan ketentuan yang mengatur pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam UUD Tahun 1945, pasal 18 ayat (4) menentukan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.’’. ketentuan tersebut dapat ditafsirkan dengan berbagai tafsir atau multitafsir. Oleh karena itu, dalam pemilihan kepala daerah, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dipilih dengan dicalonkan oleh partai politik, dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dipilih secara langsung atau dipilih secara tidak langsung atau melalui jalur perseorangan. Sehingga menurut Penulis adapun kesempatan bagi calon perserorangan dalam pemilihan calon Presiden dan Wakil Presiden dapat terlaksanakan apabila Undang-Undang Dasar Tahun 1945 di amandemen dalam mengatur syarat pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden demi membukanya kesempatan bagi calon perseorangan untuk dapat berpartisipasi menjadi peserta dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
12 Penutup
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden menurut Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 membatasi hak asasi
manusia dengan tidak memberikan
kesempatan kepada calon perseorangan untuk berpartisipasi menjadi peserta dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu, Keberadaan calon perseorangan dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden
merupakan salah satu wujud dari demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia, Dalam kontek ini perlu diberi ruang bagi calon perseorangan untuk turut serta berpartisipasi sebagai peserta dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan oleh karena itu Majelis
Permusyawaratan Rakyat Perlu
mengamandemen isi Pasal 6A ayat (2) UUD