ISSN: 2089-9858 ®PS AGRONOMI PPs UNHALU
K
ARAKTERISASI
M
ORFOLOGI
T
UMBUHAN
J
AHE
-J
AHEAN
(Zingiberaceae)
D
I
D
AERAH
A
LIRAN
S
UNGAI
K
ATANGANA
T
IWORO
S
ELATAN
Morphological Characterization of Gingers (Zingiberaceae)
In the Area of Katangana River in South Tiworo
Oleh :
Yunus Sarangnga
1), Suaib
2*), dan Teguh Wijayanto
2)1)Alumni Program Studi Agronomi Program Pascasarjana UHO 2)Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UHO
*)Alamat surat-menyurat, E-mail:suaib_06@yahoo.co.id
ABSTRACT. This study was aimed to investigate the morphological characteristic and vegetation of Zingiberaceae
at the area around Katangana river in South Tiworo sub district. This study was conducted using a survey method by exploring the area around Katangana River. The morphological data were analyzed qualitatively and descriptively that encompassed morphological characteristis of gingers found, while the vegetation data were analyzed quantitatively by determining the important value index (INP), diversity index and spreading Index. The resuls of the study showed that there were 13 species and 7 of gingers, that were: Cuercuma, Zingiber, Alpinia, Boesenberigia, Kaempferia, Etlingera, dan Amomum. Curcuma was the genus mostly found in this study that was 4 kinds. There were found 3 spesies of genus Zingiber, 2 spesies of genus Alpinia while Boesenberigia, Kaempfimhia, Etlingera and Amomum were only found one species of their genus. The highest INP of gingers at the area around Katangana river in South Tiworo was from Alpinia malaccensis Rosc. that was 45,271 %. The index of diversity (H’) was 2,162594 and the index of spreading (E) was 0,819457. Research results indicate that the area around Katangana River in South Tiworo Subdistrict has high diversity of ginger plants.
Key Word: Katangana River, South Tiworo, diversity index, spreading index, Zingiberaceae
ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik morfologi dan vegetasi Zingiberaceae yang ada
di DAS Katangana kecamatan Tiworo Selatan. Penelitian Zingiberaceae dilakukan dengan menggunakan metode survei yaitu melakukan penjelajahan di sepanjang DAS Katangana. Data morfologi dianalisis secara deskriptif kualitatif meliputi ciri morfologi dari jenis jahe-jahean yang ditemukan , sedangkan data vegetasi dianalisis secara kuantitatif dengan menentukan indeks nilai penting (INP), indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan. Dari hasil penelitian Zingiberaceae ditemukan sebanyak 13 jenis yang termasuk dalam 7 genus yaitu, Cuercuma, Zingiber, Alpinia, Boesenberigia, Kaempferia, Etlingera, dan Amomum, dimana genus yang paling banyak jenisnya adalah Curcuma yaitu sebanyak 4 spesis, Zingiber 3 spesies, Alpinia 2 spesies sedangkan Boesenberigia, kaempfimhia, Etlingera dan Amomum hanya ditemukan masing-masing 1 jenis. INP tanaman jahe-jahean pada DAS Katangana di kecamatan Tiworo Selatan tertinggi ditunjukan oleh jenis Alpinia malaccensis Rosc. yaitu sebesar 45,271%, hal ini mengindikasikan besarnya kontribusi di alam. Indeks keanekaragaman (H’) adalah 2,162594 dan indeks kemerataan (E) 0,819457. Hal ini mengindikasikan bahwa DAS Katangana Kecamatan Tiworo Selatan memiliki tingkat keanekaragaman tumbuhan jahe-jahean yang cukup tinggi.
Kata kunci: DAS Katangana, Tiworo Selatan, keanekaragaman, kemerataan, Zingiberaceae
PENDAHULUAN
Tumbuhan memiliki peranan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya, sebagai sumber pangan dan juga sebagai obat-obatan. Salah satu kelompok tumbuhan yang telah banyak dimanfaatkan adalah Zingiberaceae, yang secara umum dikenal masyarakat sebagai tumbuhan jahe-jahean. Tumbuhan ini banyak dimanfaatkan sebagai bumbu masak, obat, bahan
rempah-rempah, tanaman hias, bahan kosmetik, bahan minuman, dan sebagainya.
Jahe-jahean pada umumnya berupa tumbuhan teresterial yang tumbuh di hutan tropis, terdapat pada dataran rendah pada ketinggian 200-500 m dpl. Habitan yang disenangi jahe-jahean umumnya tempat-tempat lembab. Beberapa jenis juga ditemukan pada hutan sekunder, hutan yang terbuka, pinggir sungai, rawa-rawa dan kadang dapat tumbuh pada daerah terbuka dengan cahaya
matahari penuh. Beberapa jenis dari Etlingera tumbuh pada hutan sekunder atau lokasi hutan yang baru terbuka yang mana bias tumbuh dengan cepat seperti gulma.
Wilayah Kecamatan Tiworo Selatan letaknya tidak jauh dari pesisir pantai, maka wilayah ini pada umumnya merupakan dataran rendah, demikian pula tingkat kemiringan tanah berada pada klasifikasi rendah. Sungai Katangana yang ada di wilayah ini sebagian telah dipergunakan untuk mengairi persawahan. Wilayah ini banyak ditemukan jenis jahe-jahean terutama di DAS Katangana, namun belum diketahui ciri morfologi jenis jahe–jahean di kawasan DAS Katangana.
Keanekaragaman hayati perlu dijaga untuk keseimbangan siklus energi, karena jika salah satu tingkatan rantai makanan mengalami gangguan maka akan menyebabkan ketidakstabilan dan bahkan bisa menimbulkan penurunan jumlah spesies. Manfaat dari terjaganya keanekaragaman hayati adalah untuk jasa lingkungan dan sumber kekayaan genetik. Kekayaan genetik dan plasma nutfah yang dimiliki nantinya dapat dimanfaatkan sebagai wahana penelitian yang berguna untuk kesejahteraan manusia.
Untuk menjaga kelestarian suatu jenis tumbuhan perlu pengenalan morfologi dan vegetasi dari tumbuhan yang salah satu caranya adalah dengan mengadakan eksplorasi dan karakterisasi. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian
tentang eksplorasi dan karakterisasi tanaman jahe-jahean di kawasan DAS Katangana.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di DAS katangana Kecamatan Tiworo Selatan Kabupaten Muna, ber-langsung selama 4 bulan mulai bulan Juli sampai Oktober 2012. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua jenis tumbuhan jahe-jahean yang ada di DAS Katangana Kecamatan Tiworo Selatan.
Prosedur penelitian menggunakan metode survey yaitu melakukan penjelajahan di sepanjang DAS. Pada masing-masing lokasi dipasang petak, yang ditempatkan secara acak, mulai dari daerah hulu sampai daerah hilir,disesuaikan dengan luas wilayah yaitu sekitar 66,98 km2. Petak contoh yang digunakan berukuran 5 x 5 m dengan jumlah 50 petak. Selanjutnya dilakukan pengamatan tumbuhan jahe-jahen. Data yang diamati yaitu sifat morfologi penting seperti tinggi batang, permukaan batang, warna daun, permukaan daun, warna bunga, letak bunga, warna buah, letak rizoma dan warna kulit rizoma. Analisis data meliputi Indeks Nilai Penting (INP), Keanekaragaman (Diversity) dan Kemerataan.
Parameter yang dihitung adalah nilai Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR) serta Indeks Nilai Penting (INP) dengan persamaan sebagai berikut: a. Kerapatan Mutlak (KM) KM suatu jenis =
contoh
petak
area
luas
Total
contoh
petak
dalam
jenis
suatu
individu
Jumlah
b. Kerapatan Relatif (KR) KR suatu jenis =jenis
seluruh
Kerapatan
jenis
suatu
Kerapatan
x 100 % c. Frekuensi Mutlak (FM) FM suatu jenis =diamati
yang
plot
semua
Jumlah
jenis
suatu
berisi
yang
plot
Jumlah
d. Frekuensi Relatif (FR) FR suatu jenis =jenis
semua
frekuensi
jenis
suatu
Frekuensi
x 100 % e. Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FRf. Keanekaragaman (Diversity) jenis dihitung dengan Indeks Shannon-Wienner (1949) dalam Barboer, et. al., (1987) yaitu:
H’ =
-Dimana Pi = ni/N
Keterangan : H’ = keanekaragaman jenis ni = jumlah individu suatu jenis
1. H’ > 3 = keanekaragam jenis yang tinggi 2. 1 ≤ H’ = Keanekaragam jenis sedang
3. H’ < 1 = Keanekaragam jenis rendah (Sumber : Abdiyani S, 2008) g. Indeks kemerataan Evennens (E), (Brower et al., 1997) yaitu:
E =
Keterangan: H’ = keanekaragaman jenis S = jumlah jenis
Dengan kisaran sebagai berikut:
E < 0,4 = Kemerataan populasi kecil 0,4 ≤ E < 0,6 = kemerataan populasi sedang E ≥ 0,6 = Kemerataan populasi tinggi
HASIL
1. Jenis-jenis Zingiberaceaeyang ditemukan di DAS Katangana
Berdasarkan hasil pengamatan karakter morfologi ditemukan 13 spesiesjahe-jahean dengan 7
genus. Nama jenis jahe-jahean yang ditemukan di lokasi penelitian di DAS Katangana Kecamatan Tiworo Selatan dalam bahasa lokal (Muna), Bahasa Indonesia dan bahasa latin seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis jahe-jahean yang ditemukan di DAS Katangana
No Genus Spesies Indonesia Muna
1 Curcuma Curcuma aeruginosa Roxb Temu Ireng Tambu kaghito
Curcuma zedoaria L Temu putih Tambu pute
Curcuma xanthorriza Roxb Temu Lawak Tumbu lawa
Curcuma domestica Val Kunyit Kuni
2 Zingiber Zingiber afficinale Rosc Jahe Loghia
Zingiber spp Lempuyang Langedo
Zingiber cassumunar Bangle Bangule
3 Alpinia Alpinia galaga L Lengkuas Ladha
Alpini malaccensis Rosc Bunglai laki Vana 4 Boesenberigia Boesenbergia pandurata Roxb Temu Kunci Tumbu Konci
5 Kaempferia Kaempfera galanga L Kencur Duka
6 Etlingera Etlinegara hemisphaerica Honje Hutan Sekala
7 Amomum Amomum dealbatum Wresah Rumba
Jenis Curcuma merupakan jenis yang paling banyak ditemukan yakni sebanyak 4 spesies, jenis Zingiber 3 spesies, jenis Alpinia 2 spesies sedang-kan Boesenberigia, Kaempfimhia, Etlingera dan Amomum hanya ditemukan masing-masing 1 spesies.
2. Kemelimpahan Jenis Tumbuhan Jahe-jahean
Secara ringkas presentasi INP tumbuhan juahe-jahean pada DAS Katangana di Kecamatan Tiworo Selatan Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara ditampilkan pada Gambar 1.
Berdasar-kan Gambar 1 nampak bahwa jenis Alpinia malaccensis Rosc yang memilki INP tertinggi yaitu sebesar 45,271 %.
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) dan indeks kemerataan (E), pada DAS Katangana di Kecamatan Tiworo Selatan secara ringkas Indeks ditampilkan pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2 nampak bahwa indeks keanekaragaman adalah 2,162594 dan indeks kemerataan 0,819457.
Gambar 1. Histogram INP 13 jenis tumbuhan jahe-jahean yang ada di DAS Katangana Kecamatan Tiworo Selatan Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara.
Gambar 2. Histogram Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Kemerataan (E) pada DAS Katangana di Kecamatan Tiworo Selatan
PEMBAHASAN
Tumbuhan Jahe-jahean yang telah ditemu-kan di DAS Katangana masih tergolong sedikit jika dibandingkan dengan total genus keseluruhan yaitu sebanyak 40 genus dengan jumlah jenis lebih dari 1200 jenis (Nurainas dan Yunaidi 2007). Hal ini mungkin disebabkan karena daerah cakupan yang diteliti kurang luas. Namun bila dibandingkan dengan penelitian Zingiberaceae yang dilakukan oleh Gustina (2007) di Taman wisata alam Deleng Lancuk dan hutan gunung Sinabung kecamatan Simpang Empat Kabupaten karoyang hanya diperoleh 4 genus dengan 5 jenis. Jumlah Zingiberaceae yang ditemukan pada
Perbedaan jumlah jahe-jahean yang diperoleh di dua lokasi penelitian tersebut salah satunya disebabkan oleh perbedaan faktor lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Pandey (2003) menyatakan bahwa Zingiberaceae dapat hidup dari daratan rendah sampai ketinggian lebih dari 2000 m dpl terutama didaerah dengan curah hujan yang tinggi. Menurut Nurainas dan Yunaidi (2006), tempat tumbuhan yang disenangi tumbuhan ini umumnya tempat-tempat yang lembab tapi beberapa jenis ada yang ditemukan pada hutan sekunder, hutan yang terbuka, pinggir sungai, rawa-rawa dan kadang dapat tumbuh pada daerah terbuka dengan cahaya matahari penuh.
Genus Curcuma terdiri dari 4 jenis yaitu Curcuma aeruginosa Roxb, Curcuma zedoaria L, Curcuma xanthorriza Roxb, Curcuma domestica Val. Di lokasi penelitian, Curcuma domestica Val dijumpai disekitar aliran sungai pada daerah yang terbuka intensitas cahaya yang tinggi, sedangkan Curcuma aeruginosa Roxb, Curcuma zedoaria L, Curcuma xanthorriza Roxb dijumpai pada daerah yang lembab didaerah yang tertutup atau ternaungi dengan intensitas cahaya yang cukup. Menurut Larsen et al (1999) menyatakan bahwa secara alami Curcuma tumbuh mengelompok di tempat-tempat lembab, hutan sekunder atau lokasi hutan yang baru terbuka, yang mana bias tumbuh dengan cepat seperti gulma. Bahkan beberapa diantaranya dapat dijadikan sebagai indikator kerusakan habitat.
Genus ini dijumpai pada daerah-daerah yang lembab di sekitar aliran sungai dan di tempat terbuka dan jalan setapak jalur sungai dengan ketinggian 100-500 mdpl. Menurut Larsenet al (1999), Genus ini dapat tumbuh dari daerah rendah sampai dengan daerah yang cukup tinggi, tetapi jenis ini lebih banyak ditemukan di daerah yang cukup ternaungi dan di sepanjang daerah pinggiran sungai. Tumbuhan ini umumnya tumbuh di daratan rendah sampai dengan ketinggian 1200 m dpl.
Genus Alpinia terdiri dari 2 jenis yaitu Alpinia galanga L dan Alpinia malaccensis Roxb. Di lokasi penelitian, Alpinia galanga L dijumpai disekitar persawahan pada daerah yang terbuka intensitas cahaya yang tinggi, sedangkan Alpinia malaccensis Rosc dijumpai pada daerah yang lembab didaerah yang tertutup atau ternaungi dengan intensitas cahaya yang cukup. Menurut Larsen et al (1999) menyatakan bahwa secara alami alpinia tumbuh mengelompokan di tempat-tempat lembab, hutan sekunder atau lokasi hutan yang baru terbuka.
Hasil yang diperoleh menunjukkan ada beberapa genus yang hanya memiliki satu jenis saja yaitu Boessenberingia, Kaempferia, Etlingera dan Amomum. Hal ini mungkin disebabkan genus-genus tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dibandingkan dengan genus lain untuk hidup dan berkembang dalam suatu kawasan. Loveles (1989) menyatakan behwa suatu tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik bila kebutuhan fisiologinya terpenuhi dan lingkunganlah yang menyediakannya. Oleh karena itu, setiap tumbuhan mempunyai suatu kisaran toleransi tertentu terhadap kondisi sekitarnya. Sebagaimana menurut Menurut Larsen et al (1999), Kaempferia membutuhkan daerah yang subur dan tanah yang lembab untuk pertumbuhannya dengan ketingian tempat 0-1200 m dpl.
Selain itu, bunga juga dapat mempengaruhi dalam penyebaran Zingiberaceae seperti yang terjadi pada genus Zingiber. Hal ini sesuai dengan pendapat Holttum (1950) yang menyatakan bahwa kebanyakan kasus dari para peneliti jarang menemukan bunga Zingiber sehingga data yang di peroleh tidak lengkap.Hal ini dikarenakan bunga Zingiber umurnya penek dan bunga mekar pada pagi hari dan setelah itu menutup dalam beberapa jam. Selain itu, bunga Zingiber juga cepat mengalami kerusakan dan kemungkinan penyebaran Zingiber jarang terjadi sehingga jenis yang diperoleh di lokasi penelitian sedikit.
Boesenberigia, Etlinegaradan Amomunyang diperoleh, dijumpai pada daerah-daerah yang ternaungi dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi, dan pada ketinggian 25-500 m dpl. Jenis ini juga sering dijumpai dalam keadaan rusak karena di makan oleh hewan. Hal ini memungkinkan
penyebaran jenis ini sedikit. Menurut Loveless (1989), penyebaran yang luas dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, alat reproduksi, interaksi beberapa jenis dan kompetisi.
Zingiberaceae dapat berkembang biak melalui organ Vegetatif yaitu dengan adanya rhizoma. Menurut Loveless (1989), jenis yang memperbanyak diri dengan biji lebih luas penyebarannya jika dibandingkan dengan jenis tumbuhan yang alat reproduksinya menggunakan organ vegetatif
Hasil perhitungan kerapatan tanaman jahe-jahean pada DAS Katangana di kecamatan Tiworo Selatan dimana kerapatan tertinggi ditunjukan oleh jenis Alpinia malaccensis Rosc. yaitu 0,062 rumpun/ m2. Kerapatan tumbuhan jahe-jahean di Kecamatan Tiworo Selatan Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara nampak bahwa jenis Alpinia malaccensis Rosc, yang memilki kerapatan tertinggi yaitu sebesar 20,912 %
Hasil perhitungan frekwensi tanaman jahe-jahean pada DAS Katangana di kecamatan Tiworo Selatan, dimana frekuwensi tertinggi ditunjukan oleh jenis Alpinia malaccensis Roscyaitu 0,380. Frekwensi tumbuhan jahe-jahean jenis Alpinia malaccensis Rosc. adalah frekuensi tertinggi yaitu sebesar 24,359%. Tingginya nilai kerapatan dan frekwensi suatu jenis mengindikasikan bahwa jenis tersebut mempunyai kelimpahan dan penyebaran yang cukup luas karena memiliki kisaran toleransi yang cukup luas terhadap kondisi dan faktor-faktor lingkungan.Sebaliknya jenis-jenis yang memiliki kerapatan dan frekwensi yang kecil mengindikasikan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki kisaran toleransi yang paling sempit.
Hasil perhitungan INP tanaman jahe-jahean pada DAS Katangana di kecamatan Tiworo Selatan, dimana INP tertinggi ditunjukan oleh jenis Alpinia malaccensis Rosc. yaitu sebesar 45,271 %. Hal ini mencerminkan bahwa Alpinia malaccensis Rosc merupakan penyusun utama yang memberikan kontribusi paling besar terhadap kestabilan komu-nitas tumbuhan jahe-jahean pada DAS Katangana di Kecamatan Tiworo Selatan Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, sementara itu Kaempfera galangal L dan Cutcuma zedoaria L, memperlihatkan INP terendah yaitu sebesar 1,550 %. Menurut Barbour et al.(1987) nilai INP menunjukkan tingkat penguasaan sumber daya alam dan penentu stabilitas komunitas.
Dengan demikian tumbuhan jahe-jahean jenis Alpinia malaccensis Roscmerupakan salah satu jenis yang paling menonjol pada DAS Katangana di Kecamatan Tiworo Selatan. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis tumbuhan jahe-jahean tersebut mempunyai penguasaan sumber daya alam yang Katangana Kecamatan Tiworo Selatan.
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis tumbuhan jahe-jahean di DAS Katangana Kecamatan Tiworo Selatan, menunjukkan nilai yang tinggi. Keanekaragaman yang tinggi merupakan indikator
dari kemantapan atau kestabilan dari suatu komunitas tumbuhan jahe-jahean. Kestabilan yang tinggi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini disebabkan terjadinya interaksi yang tinggi pada lingkungan sehingga akan mempunyai kemam-puan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponen-komponennya. Menurut Deshmukh (1992) bahwa keanekaragaman yang tinggi di daerah tropis dapat disebabkan karena; 1) lebih banyak jenis yang terdapat dalam masing habitat; 2) lebih bervariasinya habitat masing-masing berisi jenis dengan jumlah sama; atau 3) kombinasi dari keduanya.
Soegiono (1994) menyatakan bahwa, suatu komunitas dikatakan memilki keanekaragaman jenis tinggi jika disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan jenis yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit spesies, dan jika hanya sedikit saja spesies yang dominan, maka jenis keanekaragamannya rendah. Keanekaragaman jenis menyatakan suatu ukuran yang menggambarkan variasi jenis tumbuhan jahe-jahean dari komunitas yang dipengaruhi oleh jumlah jenis, distribusi individu dan kelimpahan relatif dari setiap jenis. Selanjutnya Odum (1993) menyata-kan bahwa, keanekaragaman amenyata-kan menjadi tinggi pada komunitas yang lebih tua dan rendah pada komunitas yang baru terbentuk.
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H’) dan indeks kemerataan (E), pada DAS Katangana di Kecamatan Tiworo Selatan, nampak bahwa indeks keanekaragaman adalah 2,162594 dan indeks kemerataan 0,819457. Hal ini mengindikasikan bahwa DAS Katangana Kecamatan Tiworo Selatan memiliki tingkat keanekaragaman tumbuhan jahe-jahean yang cukup tinggi. Keanekaragaman yang tinggi merupakan indikator dari kemantapan atau kestabilan dari suatu komunitas tumbuhan jahe-jahean. Disamping kenekaragam tinggi DAS Katangana di Kecamatan Tiworo Selatan juga memiliki kemerataan populasi yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi kelimpahan individu dari masing-masing tumbuhan Jahe-jahean di Kecamatan Tiworo Selatan hampir merata diseluruh lokasi pengamatan. Menurut Barbour et al. (1987), kemerataan menjadi maksimum bila suatu jenis mempunyai jumlah individu sama, yang berarti bahwa stabilitas tumbuhan jahe-jahean cukup tinggi di Kecamatan Tiworo Selatan.
1. Zingiberaceae ditemukan sebanyak 13 spesies yang termasuk kedalam 7 genus yaitu, Cuecuma, Zingiber, Alpinia, Boesenberigia, Kaempferia, Etlingera, dan Amomum. Genus yang paling banyak jenisnya adalah Curcuma yaitu sebanyak 4 jenis.
jahe-jahean yang tumbuhdi DAS Katangana Tiworo Selatan.
3. Zingiberaceae yang penyebarannya luas yaituBunglai laki(Alpinia malaccensis Rosc)dan jenis Zingiberaceae yang penyebaran sempit yaitu Kencur (Kaempferia galanga L.)
4. DAS Katangana di Kecamatan Tiworo Selatan memilki keragaman jenis tumbuhan jahe-jahean yang tinggi yang ditunjukan dengan nilai indeks keanekaragaman (H’) dan nilai indeks kemerataan (E) yang tinggi
KEPUSTAKAAN
Barbour, M.G, Bork, H.J, Pitts, D.W. 1987. Teresterial Plant Ecology. The Benjamin/Cuwys Publishing Company, inc California
Gustina, T.D. 2007. Inventarisasi Zingiberaceae di Kawasan Taman Wisata Alam Deleng Lancuk dan Hutan Gunung Sinabung Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Sumatra Utara. Skripsi Sarjana Biologi FMIPA Medan: Universitas Sumatra Utara.
Holttum, R.E. 1950. The Zingiberaceae of The Malay Peninsula. The Gardens Bulletin
Larsen, K. Ibrahim, H. Khaw, S. H and Saw, L. G. 1999. Ginger of Pennisular Malaysia and Singapore. Kota Kinabulu: Natural History Publications (Borneo).
Loveless, A. R. 1989. Prinsi-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Jakarta: PT. Gramedia. Nugroho, N. A. 1998. Manfaat dan Perspekstif
Pengembangan Kunyit. Cetakan I. Yogyakarta: Tribus Agrywidya.
Pudjoarinto, A., Susarsi, S., dan Sri,S. 1998. Taksonomi Tumbuhan. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Rifai, M. A. 1976. Sendi–sendi Botani Sistematika. Lembaga Biologi Nasional LIPI. Bogor.
Sirait Susanti. 2009. Inventariasi Zingiberaceae di Kawasan Argowisata Hutan Taman Eden 100 Kabupaten Toba Samosir Sumatra utara. Skripsi Sarjana Biologi FMIPA Medan: Universitas SumatraUtara.
Soegiono, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha Nasional. Surabaya.
Syukur, P. 2001. Agar Jahe Berproduksi Tinggi, Cegah Layu Bakteri dan Pelihara secara Intensif. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tim Lentera. 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah si Rimpang Ajaib. Jakarta: Agro Media Pustaka. Tjitrosoepomo, G. 2002. Taksonomi Tumbuhan
(Spermatophyta). Cetakan VII. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Odum, E.P.1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadja Mada University Press. Yogyakarta.