• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELIMPAHAN KUTUPUTIH, KUTUDAUN, DAN CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES PADA TANAMAN HIAS DI KEBUN RAYA BOGOR DHITA LIAWATY SAPUTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KELIMPAHAN KUTUPUTIH, KUTUDAUN, DAN CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES PADA TANAMAN HIAS DI KEBUN RAYA BOGOR DHITA LIAWATY SAPUTRI"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KELIMPAHAN KUTUPUTIH, KUTUDAUN,

DAN CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES

PADA TANAMAN HIAS DI KEBUN RAYA BOGOR

DHITA LIAWATY SAPUTRI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelimpahan Kutuputih, Kutudaun, dan Cendawan Entomophthorales pada Tanaman Hias di Kebun Raya Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2017

Dhita Liawaty Saputri

NIM A34130099

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

(4)
(5)

ABSTRAK

DHITA LIAWATY SAPUTRI.Kelimpahan Kutuputih, Kutudaun, dan Cendawan Entomophthorales pada Tanaman Hias di Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh RULY ANWAR.

Keindahan dari tanaman hias dapat berkurang dengan adanya serangan OPT (organisme pengganggu tanaman), salah satu OPT tanaman hias berasal dari kelompok kutu-kutuan, ordo Hemiptera. Serangan serangga tersebut dapat menyebabkan gangguan pada tanaman berupa menurunnya fungsi fisiologis dan nilai estetika sebagai tanaman ornamental. Apabila populasi tinggi dapat menyebabkan kematian pada tanaman. Cendawan Entomophthorales merupakan salah satu entomopatogen yang berperan sebagai musuh alami serangga, termasuk kutu. Banyak penelitian yang melaporkan cendawan Entomophthorales cukup efektif dalam mengendalikan populasi serangga hama terutama kutu-kutuan. Meskipun demikian, penelitian tentang cendawan pada kutu-kutuan yang menyerang tanaman hias belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2017 hingga Juni 2017. Pengambilan tanaman sampel dilakukan pada beberapa lokasi di Kebun Raya Bogor (KRB) dengan metode purposive sampling. Identifikasi terkait fase cendawan Entomopthorales dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah melihat infeksi cendawan Entomophthorales kutuputih pada tanaman hias di Kebun Raya Bogor. Tanaman yang paling banyak terserang kutuputih adalah Jatropha padogrica, rata-rata populasi kutuputih yang diamati dari 10 tanaman pada spesies ini yang diamati selama 3 minggu berjumlah 13 individu. Tanaman yang paling banyak terserang kutudaun adalah Asplenium nidus, rata-rata populasi kutudaun yang diamati dari 3 tanaman pada spesies ini selama 3 minggu berjumlah 12 individu. Sebanyak 29 preparat kutu putih yang diduga terserang cendawan Entomophthorales dibuat dan diidentifikasi. Individu kutuputih yang terserang cendawan Entomophthorales berjumlah 57 individu. Stadia cendawan yang ditemukan adalah badan hifa, konidia sekunder, konidia primer, dan cendawan saprofit. Tingkat infeksi cendawan paling rendah pada terjadi pada kutuputih yang menyerang tanaman Malvasviscus arboreus dan paling tinggi pada kutuputih yang menyerang J. padogrica.

Kata kunci: entomopatogen, infestasi, komoditas hortikultura, musuh alami, populasi.

(6)
(7)

ABSTRACT

DHITA LIAWATY SAPUTRI. Population Abundace of Aphid, Mealybug, and its Entomophthoralean Fungi at Ornamental Plants in Bogor Botanical Garden. Supervised by RULY ANWAR.

The beauty of ornamental plants can be reduced due to the pest infestation, one of them comes from the Hemiptera group including the mealybugs. The mealybugs can cause disturbance in plants in the form of decreased physiological function and reduced aesthetic value. The highest insect population may cause the death of plants. Entomophthoralean fungus is one of entomopathogenes that act as natural enemy of the insects. Many studies reported entomophthoralean fungus were effective in controlling the insect pest population, including mealybugs. This research was conducted from March 2017 until June 2017. However, there are limited report of the entomophthoralean fungus infected ornamental insect in Indonesia. Sampled plants were selected with purposive sampling at several locations in Bogor Botanical Garden. The fungus identification were made at the Insect Pathology Laboratory of Plant Protection Department, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. The expected results are information related to the infection level of entomophthoralean fungus on mealy bugs on ornamental plants in Bogor Botanical Garden. The plant was most commonly affected by mealybug was Jatropha padogrica, with number of mealybugs was 13 individuals. The plant was most commonly affected by aphid was Asplenium nidus, with number aphids was 12 individuals. Twenty nine preparations of mealybugs allegedly attacked by entomophthoralean fungus were made and identified. Mealybugs that attacked by entomophthoralean fungus is 57 individuals. The fungus development stage that found on the mealybugs were hyphal body, conidia secondary, primary conidia, and saprophytic fungi. The lowest fungus infection level occurred on mealy bug of Malvasviscus arboreus and the highest occurred on mealy bug of J. padogrica.

Key words: entomopathogenes, horticultural commodities, infestation, natural enemy, population.

(8)
(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(10)
(11)

KELIMPAHAN KUTUPUTIH, KUTUDAUN,

DAN CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES

PADA TANAMAN HIAS DI KEBUN RAYA BOGOR

DHITA LIAWATY SAPUTRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(12)
(13)
(14)
(15)

15

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Kelimpahan Kutuputih, Kutudaun, dan Cendawan Entomophthorales pada Tanaman Hias di Kebun Raya Bogor sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr Ir Ruly Anwar, MSi selaku pembimbing skripsi atas arahan dan bimbingan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini;

2. Bapak Dr Ir Idham Sakti Harahap, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak nasihat dan saran selama penulis menjalani masa studi di Departemen PTN;

3. Orang tua penulis (M. Nur Santoso, Shinta Nurjannah) yang selalu memberikan semangat, dukungan, serta doa kepada penulis;

4. Deyuni, Suhailla, Vindri, Trendy, Pajar, Walid, dan Ulpiyah selaku rekan satu laboratorium Patologi Serangga yang selalu hadir, menghibur, dan memberikan dukungan kepada penulis selama penelitian;

5. Muhammad Basri, Ivan Ariff, Mauliddini, dan Ratna Nengsih yang membantu penulis dalam pengambilan data selama penelitian dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi;

6. Reni Apriyani, Qistiana, Rissa Anjani, Shafira Muzdalifah, Chyntia, Valenikha, Suci, Visi, dan A. Rizki Kurniawan yang selalu memberi semangat serta mendengarkan keluh kesah penulis;

7. Rekan seperjuangan, keluarga besar PTN 50 dan seluruh civitas PTN yang telah memberikan kebersamaan yang tidak terlupakan;

8. Seluruh pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2017

(16)
(17)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Bahan dan Alat 3

Metode Penelitian 3

Pengambilan Sampel 3

Perhitungan Populasi dan Pengambilan Sampel Kutuputih dan Kutudaun 3 Pembuatan Preparat Slide Kutuputih 4 Identifikasi Fase Cendawan Entomophthorales 4 Perhitungan Tingkat Infeksi Cendawan Entomophthorales 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5

Populasi Kutudaun dan Kutuputih 5

Perhitungan Populasi Kutu di Taman Mexico 5 Perhitungan Populasi Kutu di Griya Anggrek 6 Perhitungan Populasi Kutu di Sekitar Danau Istana Bogor 8 Fase Cendawan Entomophthorales pada Kutuputih 8

Infeksi Cendawan Entomophthorales pada Kutuputih 10

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

(18)
(19)

DAFTAR GAMBAR

1 Populasi kutuputih di Taman Meksiko 5 2 Tanaman hias yang diamati (a) J. padogrica, (b) Agave sp., (c) M. arboreus. 6 3 Kutuputih (a) sehat, (b) terserang cendawan. 6 4 Populasi kutudaun di Griya Anggrek 7 5 Tanaman hias yang diamati (a) A. nidus, (b) X. caeruleum, (c) M.

erythroclamys, (d) Heliconia sp. 7

6 Tanaman hias yang diamati E. palifolius. 8 7 Populasi kutuputih di sekitar Danau Istana Bogor 8 8 Fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan (a) konidia primer, (b)

konidia sekunder, (c) konidia sekunder, (d) badan hifa berbentuk bulat, (e) badan hifa berbentuk batang, (f) cendawan saprofit. 9 9 Persentase kutuputih yang terinfeksi fase cendawan Entomophthorales pada

tanaman hias, (a) J. padogrica, (b) M. arboreus, dan (c) E palifolius 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Populasi kutu putih di Lokasi Taman Mexico 18 2 Populasi kutu putih di Lokasi Griya Anggrek 18 3 Populasi kutu putih di Lokasi Danau Istana Bogor 19 4 Jumlah kutuputih yang terinfeksi cendawan Entomophthorales 20 5 Presentase kutuputih yang terinfeksi cendawan Entomophthorales (%) 20

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman hias adalah salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi karena memiliki keindahan estetika yang cukup tinggi. Yufdy et al. (2012) melaporkan antara tahun 2005 sampai 2011 sekitar 102 tanaman hias telah dilakukan rekayasa pemuliaan, sebagai salah satu bentuk pengembangan tanaman hias di Indonesia. Berdasarkan jenisnya, tanaman hias terbagi menjadi beberapa tipe, di antaranya adalah tanaman berdaun indah, tanaman perdu dan pohon. Fungsi dari tanaman hias yaitu sebagai penyejuk, peneduh, penyegar udara, penghijauan, kepentingan lanskap tanam, aksesoris, dan memperindah ruangan (Rukmana dan Saputra 1997).

Kebun Raya Bogor (KRB) yang memiliki luas 87 ha merupakan institusi konservasi eks situ tertua di Indonesia. KRB berada di pusat kota Bogor yang memiliki sejumlah aset berharga, antara lain 13 061 jumlah spesimen koleksi tumbuhan dengan 218 jumlah famili, 1 227 jumlah genus, dan 3 301 jumlah spesies (LIPI 2000). Tanaman hias yang jumlahnya cukup banyak mampu mempercantik keadaan di dalam KRB, baik yang berbunga maupun tidak. Keindahan dari tanaman hias menjadi salah satu daya tarik tersendiri. Namun demikian, keindahan tersebut dapat berkurang oleh adanya gangguan hama seperti kutu-kutuan, terutama jika populasi hama cukup tinggi.

Masalah yang dihadapi dalam setiap budi daya tanaman termasuk tanaman hias adalah adanya serangan hama sebagai organisme penggangu tanaman (OPT). Kelompok serangga hama yang dapat menyerang tanaman hias salah satunya adalah kutuputih dan kutudaun. Keberadaan kutu tersebut pada tanaman hias mampu menyebabkan gangguan fisiologi, bahkan jika populasi tinggi dapat menyebabkan kematian pada tanaman. Kerugian lain yang diakibatkan oleh serangan kutu tanaman ialah timbulnya cendawan jelaga (Capnodium sp.). Cendawan tersebut memanfaatkan embun madu yang merupakan hasil ekskresi kutuputih dan kutudaun untuk substrat pertumbuhannya. Adanya cendawan jelaga dapat menghambat proses fotosintesis dan dapat menurunkan kualitas tanaman hias (Sartiami et al. 2011).

Kutuputih dan kutudaun yang ada di lapangan sering ditemukan terinfeksi oleh cendawan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa cendawan dari Ordo Entomophthorales mampu mengendalikan populasi serangga hama dan tungau. Cendawan Entomophthorales merupakan cendawan yang bersifat obligat pada inang yang spesifik di lapyuangan (Oduor et al. 1997) dan diketahui memiliki kemampuan yang penting sesuai dengan perannya sebagai musuh alami, yaitu dapat menyebabkan epizootics (mampu menginfeksi banyak serangga pada satu daerah dalam waktu bersamaan secara cepat), terutama serangga menusuk mengisap sehingga efektif untuk mengendalikan serangga hama kutuputih dan kutudaun (Hajek dan Leger 1994).

Cendawan Entomophthorales yang menjadi cendawan patogenik pada arthropoda diketahui berasal dari famili Ancylistaceae (Conidiobolus), Entomophthoracae (12 genus) dan Neozygitaceae (2 genus). Spesies dari famili

(22)

Neozygitaceae umumnya menyerang arthropoda yang berukuran kecil seperti tungau, Collembola, Thysanoptera dan Hemiptera (Keller 1997). Sutarjo dan Anwar (2017) dalam penelitiannya melaporkan bahwa tungau merah pada tanaman ubi kayu terinfeksi cendawan Entomophthorales yang diduga adalah Neozygites spp dengan tingkat infeksi mencapai 55.07%. Febrina (2014) juga melaporkan bahwa genus Neozygites telah menginfeksi kutudaun di tanaman wortel, bawang daun, dan mentimun. Jamalina (2013) dalam penelitiannya menyatakan cendawan Entomophthorales genus Neozygites ditemukan menginfeksi kutuputih pada tiga tanaman hias yaitu puring, asgar, dan agav. Informasi mengenai cendawan Entomophthorales yang menginfeksi kutuputih pada berbagai tanaman hias masih sedikit sehingga penelitian ini dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan kutudaun dan kutuputih serta mengetahui keberadaan cendawan Entomophthorales pada kutuputih dan kutudaun di tanaman hias yang berada di Kebun Raya Bogor.

Manfaat Penelitian

Memberikan informasi terkait kelimpahan kutudaun dan kutuputih serta keberadaan dan tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuputih di tanaman hias yang berada di Kebun Raya Bogor.

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2017 sampai Juli 2017. Penghitungan populasi dan pengambilan sampel kutu dilakukan pada berbagai tanaman hias yang berada di Kebun Raya Bogor. Identifikasi cendawan Entomophthorales dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lactophenol-cotton blue, alkohol 70%, dan pewarna kuku bening. Alat yang digunakan adalah pinset, gunting, pipet tetes, tisu, kertas label, object glass beserta cover glass, botol bervolume 30 ml, dan mikroskop compound.

Metode Penelitian

Pengambilan Sampel

Sampel tanaman diambil secara purposive sampling dengan membagi Kebun Raya Bogor menjadi tiga lokasi pengamatan. Lokasi dipilih berdasarkan keberadaan tanaman hias yang terinfestasi kutuputih dan kutudaun. Ketiga lokasi tersebut adalah Taman Meksiko, Griya Anggrek, dan Danau Istana Bogor. Tanaman sampel yang diamati di Taman Meksiko adalah Jatropha padogrica

sebanyak 10 tanaman, Malvaviscus arboreus sebanyak 3 tanaman, dan Agave sp. sebanyak 3 tanaman. Tanaman sample yang diamati di Griya Anggrek adalah

Asplenium nidus sebanyak 5 tanaman, Xiphidium caeruleum sebanyak 10 tanaman,

Heliconia sp. sebanyak 3 tanaman, dan Megakepasma erythroclamys sebanyak 4 tanaman. Tanaman contoh yang diamati di sekitar Danau Istana Bogor adalah

Echinodorus palifolius sebanyak 10 tanaman.

Perhitungan Populasi dan Pengambilan Sampel Kutuputih dan Kutudaun

Pengamatan kutudaun dan kutuputih dilakukan dengan cara mengamati permukaan atas dan bawah daun kemudian dihitung dan dicatat. Pengamatan populasi dilakukan setiap minggu selama 3 minggu dan diamati tiap minggunya pada tanaman yang sama. Sampel kutudaun dan kutuputih diambil pada beberapa tanaman hias yang bukan sampel. Pengambilan sampel kutudaun dan kutuputih dilakukan untuk melihat ada tidaknya cendawan Entomophthorales. Kutudaun dan

(24)

kutuputih diambil dengan cara memotong bagian tanaman yang terserang kutudaun dan kutuputih. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam botol bervolume 30 ml yang telah berisi alkohol 70%. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam seminggu selama 3 minggu. Kutudaun dan kutuputih yang berbeda jenis pada tanaman hias yang sama disimpan dalam botol yang berbeda untuk mempermudah pengamatan.

Pembuatan Preparat Slide Kutuputih

Sampel kutuputih yang telah diperoleh dari lapangan dibawa ke laboratorium kemudian dibuat preparat slide. Sepuluh ekor kutuputih per preparat ditata secara diagonal dengan ukuran kutuputih yang relatif sama dan sejenis. Pembuatan preparat kutuputih dilakukan dengan menggunakan pewarna lactophenol-cotton blue. Setelah itu ditutup menggunakan cover glass secara perlahan-lahan dengan sedikit menekan tubuh kutu untuk mempermudah pengamatan. Preparat kemudian diberi label yang berisi lokasi pengambilan tanaman sampel dan tanggal pengambilan sampel.

Identifikasi Fase Cendawan Entomophthorales

Preparat kutuputih diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya untuk mengidentifikasi fase cendawan Entomophthorales pada perbesaran 400 kali. Kutuputih yang diamati dikategorikan kan ke dalam salah satu diantara enam kategori (Steinkraus et al. 1995), yaitu serangga sehat, serangga terinfeksi konidia sekunder (tungkai, antena, tubuh kutuputih), serangga terinfeksi badan hifa, serangga terinfeksi konidiofor dan konidia primer, serangga terserang spora istirahat, dan cendawan saprofit.

Perhitungan Tingkat Infeksi Cendawan Entomophthorales

Tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuputih dihitung menggunakan rumus :

Tingkat infeksi (%) = jumlah kutu yang terinfeksi

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Secara geografi KRB berada di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat pada koordinat 6036’6”LS, 106048’5”BT dengan ketinggian sekitar 260 m di atas permukaan laut. KRB memiliki luas 87 ha, merupakan institusi konservasi eks situ tertua di Indonesia. KRB yang berada di pusat kota memiliki keanekaragaman koleksi tumbuhan 13 061 spesimen, 218 famili, 1 227 genus, dan 3 301 spesies (LIPI 2000).

Populasi Kutudaun dan Kutuputih

Perhitungan Populasi Kutu di Taman Mexico

Lokasi pengamatan pertama terletak di Taman Meksiko dan diambil 3 jenis tanaman. Tanaman tersebut adalah J. padogrica, M. arboreus, dan Agave sp.. Namun kutudaun tidak ditemukan pada tanaman contoh, sehingga penghitungan populasi hanya dilakukan pada kutuputih.

Rata-rata populasi kutuputih mengalami kenaikan setiap minggunya, kecuali pada M. arboreus (Gambar 1). Hal tersebut dapat disebabkan karena terjadinya pemangkasan dahan oleh petugas KRB. Rendahnya populasi kutuputih yang diamati pada setiap tanaman contoh juga dapat disebabkan oleh faktor alam seperti hujan yang turun sesaat sebelum pengamatan karena penelitian dilaksanakan pada musim penghujan. Tetesan hujan dan hembusan angin dapat menyebabkan kutu jatuh ke tanah dan tidak dapat kembali ke permukaan daun, sehingga kelimpahan populasi kutu pada daun akan berkurang (Steyenoff 2001). Jumlah individu kutuputih paling banyak ditemukan pada tanaman J. padogrica. Kutuputih ditemukan di permukaan atas dan bawah daun tanaman dan terlihat bergerombol.

0 5 10 15 20 25 1 2 3 Ju m lah in d iv id u k u tu p u tih /tan am an Pengamatan minggu ke J. padogrica M. arboreus Agave sp.

(26)

Mahalingam et al. (2010) melaporkan bahwa kutuputih ditemukan menyerang tanaman yang salah satunya berasal dari famili Euphorbiaceae dan Malvaceae. Agustiani (2012) juga melaporkan bahwa hama kutuputih merupakan salah satu hama utama tanaman Jatropha sp.. Tanaman Agave sp. merupakan salah satu tanaman berduri dan tidak berbunga. Daging daunnya tebal dan keras. Kutuputih ditemukan pada permukaan bawah daun. Sejak tahun 2010, kutuputih famili Pseudococcidae ditemukan mengifeksi tanaman dari genus Agave di pertanaman di daerah California dan Florida (Ellenrieder dan Stocks 2014).

Perhitungan Populasi Kutu di Griya Anggrek

Tanaman yang diamati adalah Heliconia sp., A. nidus, X. caeruleum, dan M. erythroclamys. Kutudaun ditemukan pada tanaman A. nidus, X. caeruleum, dan M. erythroclamys, sedangkan kutuputih hanya terdapat pada tanaman Heliconia sp..

a

b

c

a b

Gambar 3 Kutuputih (a) sehat, (b) terserang cendawan.

Gambar 2 Tanaman hias yang diamati (a) J. padogrica, (b) Agave sp., (c) M. arboreus.

(27)

7

Gambar 5 Tanaman hias yang diamati (a) A. nidus, (b) X. caeruleum, (c) M. erythroclamys, (d) Heliconia sp.

Gambar 4 Populasi kutudaun di Griya Anggrek

Rata-rata populasi kutudaun di ketiga tanaman selama tiga minggu pengamatan mengalami penurunan (Gambar 4). Penurunan populasi paling signifikan terjadi pada tanaman M. erythroclamys. Koptur dan Troung (1998) melaporkan bahwa salah satu serangga utama yang berada pada tanaman M. erythroclamys adalah semut sehingga mengakibatkan populasi kutudaun menurun karena semut bersifat predator terhadap kutudaun. Selain itu, dilakukan pemangkasan dahan oleh petugas KRB. Pada tanaman X. caeruleum ditemukan jumlah individu kutudaun yang sangat sedikit. Panhwar et al. (2013) menyatakan bahwa serangga dari ordo Orthoptera famili Tettigonioidae merupakan hama tanaman X. caeruleum sehingga populasi kutudaun yang ditemukan sedikit karena tanaman ini bukan kisaran inang dari hama kutudaun.

Tanaman A. nidus mengalami penurunan populasi kutudaun yang tidak terlalu signifikan pada saat pengamatan. Menurut Lee et al. (2014) salah satu spesies dari Aphididae ditemukan menyerang tanaman dari genus Aspleniaceae. Blackman dan Eastop (2000) menyatakan salah satu sepesies dari famili Aphididae menyerang tanaman A. nidus. Kondisi lingkungan tanaman yang tidak mendukung seperti kotor dan tidak terawat menyebabkan daun-daun tanaman tidak tumbuh dengan baik. Faktor alam, seperti hujan turun sesaat sebelum dilakukan pengamatan juga turut memengaruhi jumlah individu kutu.

0 5 10 15 20 1 2 3 Ju m lah in d iv id u k u tu d au n / tan am an

Pengamatan minggu

ke-A. nidus X. caeruleum M. erythroclamys

a b

(28)

0 2 4 6 8 10 12 1 2 3 Ju m lah in d iv id u k u tu p u tih / tan am an

Pengamatan minggu

ke-E. palifolius

Gambar 7 Populasi kutuputih di sekitar Danau Istana Bogor

Rata-rata jumlah kutuputih pada tanaman Heliconia sp. hanya dapat dihitung pada minggu pertama saja, karena terjadi penebangan tanaman pada minggu selanjutnya oleh petugas KRB. Pada tanaman contoh satu diperoleh 22 ekor kutuputih dan tanaman contoh dua diperoleh 18 ekor kutuputih. Ben-Dov (1994) menyatakan salah satu spesies kutuputih menyerang tanaman Heliconia sp. dan dapat ditemukan pada permukaan bawah daun.

Perhitungan Populasi Kutu di Sekitar Danau Istana Bogor

Lokasi pengamatan kedua terletak di Danau Istana Bogor. Tanaman hias yang menjadi tanaman contoh hanya satu jenis tanaman, yaitu Echinodorus palifolius

(Gambar 6). Rata-rata populasi kutuputih yang ditemukan pada tanaman E. palifolius mengalami peningkatan setiap minggunya, dengan rata-rata dari minggu pertama sampai minggu ketiga beruturut-turut 7, 8, dan 10 individu kutuputih per tanaman.

Caasi-Lot et al. (2012) menyatakan bahwa salah satu inang baru spesies kutuputih adalah tanaman E. palifolius. Kondisi lingkungan tempat pertanaman terkena intensitas cahaya yang tinggi dan berada di sekitar pinggiran danau Istana Bogor. Populasi tanaman yang tinggi dan juga jarak tanam yang rapat menjadi salah satu penyebab meningkatnya populasi kutuputih di pertanaman.

Fase Cendawan Entomophthorales pada Kutuputih

Preparat yang dibuat dalam penelitian ini sebanyak 29 preparat (284 kutuputih). Hasil pengamatan mikroskopis, fase cendawan Entomophthorales yang

(29)

9 ditemukan menginfeksi kutuputih pada tanaman hias di KRB adalah badan hifa, konidia primer, konidia sekunder, dan cendawan saprofit. Kutuputih yang sehat memiliki permukaan tubuh yang mulus serta tidak terdapat infeksi dari cendawan Entomophthorales atau cendawan saprofitik dan permukaan tubuhnya berwarna merah cerah. Tubuh kutuputih yang sakit terlihat rusak dan terdapat infeksi dari cendawan Entomophthorales atau cendawan saprofitik. Kutuputih yang sakit ditemukan pada tanaman J. padogrica, M. arboerus dan E. palifolius Pada tanaman

J. padogrica ditemukan fase badan hifa, konidia primer, konidia sekunder, dan cendawan saprofit. Pada tanaman M. arboreus hanya ditemukan fase konidia primer dan badan hifa. Sedangkan pada tanaman E. palifolius ditemukan fase konidia sekunder, badan hifa, dan cendawan saprofit.

fa

Fase konidia sekunder merupakan struktur infeksius dari fase cendawan Entomophthorales. Konidia dihasilkan secara satu per satu dari tabung kapiler langsing yang dibentuk pada konidia primer. Konidia sekunder biasanya lengket dan ditutupi oleh mucus sebagai alat bantu untuk melekat pada inang (Pell et al. 2001). Konidia akan membentuk tabung kecambah (germ tube) bila terjadi kontak dengan serangga inang. Infeksi akan terjadi jika cendawan melakukan invasi pada hemosol serangga (Keller 1987). Bentuk konidia sekunder yang ditemukan menempel pada permukaan tubuh serangga pada bagian antena (Gambar 9b) dan pada bagian abdomen (Gambar 9c) adalah elips.

Fase konidia primer merupakan fase yang rentan terhadap kondisi lingkungan, sehingga akan cepat berkecambah dan membentuk konidia sekunder untuk menginfeksi inang yang baru atau menjadi spora istirahat ketika lingkungan kurang mendukung dan ketidakadaan inang (Keller 2007). Konidia primer terbentuk dari perkembangan konidiofor yang mengalami perkecambahan dan berhasil menembus kutikula serangga.Permukaan tubuh kutuputih yang terinfeksi konidia primer struktur tubuhnya rusak dan tubuhnya berwarna cokelat kehitaman. Konidia primer yang ditemukan berbentuk seperti buah pir atau oval (Gambar 9a).

a b c

d e f

Gambar 8 Fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan (a) konidia primer, (b) konidia sekunder, (c) konidia sekunder, (d) badan hifa berbentuk bulat, (e) badan hifa berbentuk batang, (f) cendawan saprofit.

(30)

Bentuk dan ukuran dari konidia primer sangat penting untuk digunakan sebagai kunci identifikasi cendawan Entomophthorales (Keller 1987).

Fase badan hifa merupakan fase pekembangan vegetatif yang hampir ditemukan pada semua cendawan Entomophthorales. Badan hifa berkembang dari protoplas dan merupakan proses awal yang terjadi pada inang yang terinfeksi. Dinding sel yang terdapat pada badan hifa akan terekspresi dalam berbagai bentuk. Badan hifa yang ditemukan berdasarkan pengamatan pada preparat kutuputih adalah badan hifa berbentuk bulat (Gambar 9d) dan badan hifa berbentuk batang (Gambar 9e) Bentuk badan hifa yang spesifik menjadi ciri penting dalam menggolongkan cendawan Entomophthorales (Keller 1997).

Cendawan saprofit akan muncul setelah kutuputih mati atau busuk (Keller 1987). Cendawan saprofit berkembang memperoleh nutrisi dari kutuputih yang telah mati . Bentuk dari cendawan saprofit yang ditemukan memiliki sekat (Gambar 9f). Fase spora istirahat tidak ditemukan dalam pengamatan mikroskopik preparat kutuputih. Stadia ini hanya bisa ditemui pada lingkungan yang ekstrim dan ketiadaan inang di lapangan. Spora istirahat tidak cepat menyebar (Keller 2007).

Menurut Keller (2007) spesies cendawan Entomophthorales yang menyerang serangga dari famili Pseudococcidae adalah Neozygites fumosa. Cendawan Entomophthorales spesies Neozygites fumosa pertama kali dilaporkan Delalibera et al (1997) menginfeksi kutuputih pepaya Phenacoccus herreni di Brazil. Hal yang sama juga dilaporkan Nurhayati dan Anwar (2012) bahwa kutu putih famili

Paracoccus marginatus terinfeksi cendawan Entomophthorales spesies Neozygites fumosa. Jamalina (2013) dalam penelitiannya juga menyatakan cendawan Entomophthorales yang menyerang kutuputih pada tanaman hias termasuk dalam genus Neozygites dengan badan hifa berbentuk bulat dan konidia sekunder berbentuk menyerupai biji almond atau elips.

Infeksi Cendawan Entomophthorales pada Kutuputih

Hasil pengamatan mikroskopis fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan menginfeksi tanaman J. padogrica adalah konidia primer, konidia sekunder, badan hifa, dan cendawan saprofit. Konidia primer ditemukan pada ketiga pengamatan dengan persentase berturut-turut 3.7%, 30%, dan 9.1%. Fase konidia sekunder ditemukan pada pengamatan 1 dan 2 sebesar 6.8% dan 10%. Fase badan hifa ditemukan pada pengamatan 1 dan 2 sebesar 4.4% dan 6.6%, dan fase cendawan saprofit juga hanya ditemukan di pengamatan 1 dan 2 sebesar 3.1% dan 10%.

Hasil pengamatan mikroskopis fase cendawan Entomophthorales yang menginfeksi kutuputih di tanaman M. arboreus adalah konidia sekunder dan badan hifa. Konidia sekunder ditemukan pada pengamatan 1 dan 3 dengan persentase berturut-turut sebesar 4.7% dan 10%, sedangkan fase badan hifa hanya ditemukan pada pengamatan 1 dengan presentase sebesar 19.1%.

Pengamatan sampel kutuputih yang berasal dari tanaman E. palifolius

didapatkan fase cendawan konidia sekunder, badan hifa, dan cendawan saprofit. Fase konidia sekunder ditemukan pada pengamatan 2 dan 3 dengan persentase yang sama yaitu 16.7%. Fase badan hifa yang ditemukan hanya pada pengamatan 1

(31)

11 sebesar 20% dan fase cendawan saprofit yang ditemukan hanya pada pengamatan 3 dengan persentase sebesar 16.7%. Fase cendawan Entomophthorales dari hasil pengamatan mikroskopis yang paling banyak ditemukan adalah konidia sekunder yang merupakan fase paling infeksius cendawan sehingga akan terus menginfeksi inang yang baru.

Rata-rata tingkat infeksi cendawan Entomophtorales pada kutuputih di ketiga tanaman hias berbeda-beda. Tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuputih di tanaman J. padogrica 27.96%, 11.27% pada M. arboreus, dan 23.3% pada E. palifolius, tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuputih di tanaman E. palifolius 23.3%. Rata-rata tingkat infeksi tertinggi terjadi pada kutuputih di tanaman J. padogrica. Hal ini disebabkan karena populasi kutuputih yang ditemukan saat perhitungan cukup tinggi. Selain itu jarak tanam yang rapat menyebabkan konidia dapat tersebar dan menginfeksi inang baru dengan mudah.

0 20 40 60 80 100 1 2 3 K om pos is i fas e cendaw an (% ) 0 20 40 60 80 100 1 2 3 K om posi si f as e cendaw an (% ) Pengamatan Sehat Cendawan saprofit Badan hifa Konidia sekunder Konidia primer 0 20 40 60 80 100 1 2 3 K om posi si f as e cendaw an (% ) b c a

Gambar 9 Persentase kutuputih yang terinfeksi fase cendawan Entomophthorales pada tanaman hias, (a) J. padogrica, (b) M. arboreus, dan

(c) E. palifolius P re se ntase k utuput ih y an g diper iks a (% )

(32)

Sedangkan rata-rata tingkat infeksi terendah terjadi pada kutuputih di tanaman M. arboreus (Tabel 1). Infeksi cendawan Entomophthorales yang rendah disebabkan karena populasi kutuputih yang ditemukan sedikit dan juga jarak tanam tanaman yang berjauhan. Infeksi cendawan Entomophthorales dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah kondisi fisik lingkungan seperti kelembaban dan suhu serta populasi serangga hama yang menjadi inang cendawan (Nurhayati dan Anwar 2012).

Tabel 1 Rata-rata tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuputih di tanaman J. padogrica, M. arboreus, dan E. palifolius (%).

Pengamatan Tingkat infeksi (%)

J. padogrica M. arboreus E. palifolius

1 18,125 23,81 20 2 56,67 0 16,67 3 9,09 10 33,34 Rata-rata 27,9616667 11,27 23,336667

(33)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tanaman hias yang diamati sebanyak 8 tanaman yang tersebar di 3 lokasi. Populasi kutuputih tertinggi ditemukan pada tanaman J. padogrica sebanyak 13 individu dan populasi kutudaun pada tanaman A. nidus sebanyak 12 individu.

Sampel kutuputih didapatkan dari tanaman J. padogrica, M. arboreus, dan

E. palifolius. Stadia cendawan yang ditemukan antara lain konidia sekunder, konidia primer, cendawan saprofit, dan badan hifa. Stadia yang paling banyak ditemukan adalah fase konidia sekunder. Tingkat infeksi cendawan Entomphthorales paling tinggi pada tanaman J. padogrica dan paling rendah pada tanaman M. arboreus.

Saran

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani D. 2012. Penggunaan BAP (benzyl amino purin) dalam meningkatkan bunga betina jarak pagar (Jatropha curcas l) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World Crop Pests: An Identification and Information Guide. Wallingford (GB): CAB International.

Ben-Dov Y. 1994. A Systematic Catalogue of the Mealybugs of the World (Insecta: Homoptera: Coccoidea: Pseudococcidae and Putoidae) with Data on Geographical Distribution, Host Plants, Biology and Economic Importance. Andover (GB): Intercept Limited.

Caasi-Lot, Ireneo L, Larona AR. 2012. Expansion of local geographic and host ranges of Nipaecoccus Nipae (Maskell) (Pseudococcidae. Hemiptera) in the Philippines with new records of predators and attending ants. J Crop Sci.

37(1):47-56.

Delalibera I, Sosa Gomes DR, de Moraes GJ, de Alencar JA, Araujo WF. 1992. Infection of Mononychellus tanajoa (Acarina: Tetranychidae) by the fungus

Neozygites sp. (Zygomycetes: Entomophthorales) in Northeastern Brazil. Fla Entomol. 75(1):145-147.

Delalibera IJ, Humber RA, Bento JMS, De Matos AP. 1997. First record of the entomopathogenic fungus Neozygites fumosa on the cassava mealybug Phenacoccus herreni. J Invertebr Pathol. 69:276-278.

Ellenrieder VN, Stocks CI. 2014. A new species of mealybug in the genus Paracoccus Ezzat & McConnell from North America (Insecta: Coccoidea: Pseudococcidae). Zootaxa. 3873(1):025-036.

Febrina S. 2014. Eksplorasi Neozygites sp. (Zycomicotina: Entomophthorales) pada Kutudaun Wortel, Bawang Daun dan Mentimun di Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Geest Van der L E, Elliot S L, Breeuwer JAJ, Beerling E A M. 2000. Diseases of Mites. Annu Rev Entomol. 43(4):497-560.

Hajek, AE. St-Leger, RJ. 1994. Interactions between fungal pathogens and insect hosts. Ann Rev Entomol. 39:293-322.

Humber RA. 1989. Synopsis of a revised classification for the Entomophthorales (Zygomycotina). Mycotaxon. 34(2):441-460.

Ismy SV. 2012. Tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuputih (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman singkong di wilayah Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jamalina F. 2013. Eksplorasi Cendawan Entomophthorales pada Beberapa Spesies Kutuputih dan Kutukapuk pada Berbagai Tanaman Hias di Bogor dan Cianjur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Keller S. 1987. Arthropod-pathogenic Entomophthorales (Conidiobolus,

Entomophaga and Entomophthora) of Switzerland. Sydowia. 40:122-167.

Keller S. 1997. The genus Neozygites (Zygomycetes::Entomophthorales) with special reference to species found in tropical regions. Sydowia. 49(2):118-146.

(35)

15 Keller S. 2007. Anthropod-patogenic Entomphthorales: Biology, Ecology,

Indentification. Luxembourg (LU): COST Action 842.

Koptur S, Troung N. 1998. Facultative ant-plant interactions: nectar sugar preferences of introduced pest ant species in South Florida. Biotropica. 30(2): 179-189.

Lee Y, Kim H, Lee S. 2014. New records of the genus Micromyzodium (Hemiptera: Aphididae) from Korea. J Asia-Pacific Entomol. 17(2):129-134.

[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2000. Tanaman Buah Kebun Raya Bogor. Bogor (ID): UPT Balai Pengembangan KebunRaya-LIPI

Mahalingam CA, Suresh S, Subramanian S, Murugesh KS, Mohanraj P, Shanmugam R. 2010. Papaya mealybug, Paracoccus marginatus- A new pest on mulberry, Morus spp. J Agric Sci. 23(1):182-183.

Nurhayati A , Anwar R. 2012. Prevalensi cendawan entomopatogenik, Neozygites fumosa (Speare) Remaudie’re & Keller (Zygomycetes: Entomophthorales)

pada populasi kutu putih, Paracoccus marginatus Williams & Granara De Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) di wilayah Bogor. J Entomol Indones. 9(2):71-80.

Oduor G.I, Sabelis M.W, Lingemana R, De Moraes G.J, and Yaninek J.S. 1997. Modelling fungal (Neozygites cf. floridana) epizootics in local populations of cassava green mites (Mononychellus tanajoa). Experimental & Applied Acarology.21(1):485-506.

Panhwar AW, Sultana R, Wagan MS, Kumar S. 2013. On the distribution and taxonomy of Cenocephalus species (Orthoptera: Tettigonioidae: Conocephalinae) from Pakistan. J Bio Environ Sci. 3(11):171-176.

Pell JK, Eilenberg J, Hajek AE, Steinkraus DC. 2001. Biology, Ecology and Pest Management Potential of Entomophthorales. Butt TM, Jackson C, Magan M, Editor. London (UK): CABI Publishing.

Rukmana R, Saputra US. 1997. Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian. Yogjakarta (ID): Kanisius.

Sartiami D, Riyadi S, Desmawati, Susetyo HP, Mulyaman S, Chalid NL, RailanM, Ramadani S, Azhar A. 2011. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian Kutu-Kutuan pada Tanaman Florilkultura. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Hortikultura.

Steinkraus DC, Hollingsworth RG, Slaymaker PH. 1995. Prevalence of Neozygites fresenii (Entomophthorales: Neozygitaceae) on Cotton Aphids (Homoptera:Aphididae) in Arkansas Cotton. Environ Entomol. 24(2):465-474.

Steyenoff JL. 2001. Plant washing as a pest management technique for countol of aphid (Homoptera: Aphididae). J Econ Entomol. 94(6):1492-1499.

Sutarjo, Anwar R. 2014. Eksplorasi cendawan Entomophthorales pada tungau merah tanaman ubi kayu di Bogor, Garut, dan Rembang. Di dalam: Ivayani, Sanjaya P, Lestari P, Rusita, Yelly F, Rosanti N, Riyanti RR, Tedy R, editor. Penguatan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan untuk Mencapai Kemandirian Pangan dan Mengembangkan Energi Berbasis Pertanian. Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Dekan Bidang Ilmu Pertanian BKS-PTN Wilayah Barat; 2014 Agustus 19-21; Bandar Lampung, Indonesia. Bandar Lampung (ID): Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

(36)

Williams DJ and MCG deWillink. 1992. Mealybugs of Central and South America.

Wallingford (GB): CAB International.

Yufdy MP, M Soedarjo, B Marwoto, B Winarto, S Rianawati, AS Setyowati, I B Rahardjo, I Djatnika, E Tasman, A Saefulloh, DS Badriah, Y Sulyo. 2012.

Revitalisasi Balai Penelitian Tanaman Hias Mendukung Peningkatan Kualitas Dan Daya Saing Produk Florikultura. Jakarta (ID): Balai Penelitian Tanaman Hias.

(37)
(38)

Lampiran 1 Populasi kutu putih di Lokasi Taman Mexico Tanaman Jatropha padogrica

No tanaman minggu 1 minggu 2 minggu 3

1 8 2 10 2 0 1 7 3 4 2 8 4 0 1 5 5 5 7 11 6 0 1 3 7 25 78 138 8 6 8 16 9 2 4 7 10 9 4 9 Rata-rata 5,9 10,8 21,4

Tanaman Malvasviscus arboreus

No tanaman minggu 1 minggu 2 minggu 3

1 0 1 2

2 3 1 0

Rata-rata 1,5 1 1 Tanaman Agave sp.

No tanaman minggu 1 minggu 2 minggu 3

1 0 1 5

2 6 4 3

3 0 2 9

Rata-rata 2 2,333333333 5,666666667 Lampiran 2 Populasi kutu putih di Lokasi Griya Anggrek

Tanaman Asplenium nidus

No tanaman minggu 1 minggu 2 minggu 3

1 17 15 15

2 16 17 13

3 8 5 2

Rata-rata 13,66666667 12,33333333 10

Tanaman Xiphidium caeruleum

No tanaman minggu 1 minggu 2 minggu 3

(39)

19 2 3 1 1 3 2 1 2 4 11 8 5 5 1 0 1 6 3 0 1 7 3 2 1 8 0 1 0 9 4 1 0 10 2 1 1 Rata-rata 3,3 1,8 1,4

Tanaman Megakepasma erythroclamys

No tanaman minggu 1 minggu 2 minggu 3

1 20 13 11 2 6 2 1 3 25 14 8 Rata-rata 17 9,666666667 6,666666667 Tanaman Heliconia sp. No tanaman minggu 1 tan 1 12 tan 2 8 Rata-rata 10

Lampiran 3 Populasi kutu putih di Lokasi Danau Istana Bogor Tanaman Echinodorus palifolius

No tanaman minggu 1 minggu 2 minggu 3

1 4 7 6 2 3 5 8 3 7 5 11 4 5 9 16 5 11 16 13 6 14 14 19 7 9 11 15 8 7 6 9 9 2 4 4 10 4 3 2 Rata-rata 6,6 8 10,3

(40)

Lampiran 4 Jumlah kutuputih yang terinfeksi cendawan Entomophthorales Pengamatan Jatropha padogrica Konidia primer Konidia sekunder Badan hifa Spora istirahat Cendawan saprofit Sehat Jumlah kutuputih 1 6 11 7 0 5 131 160 2 9 3 2 0 3 13 30 3 2 0 0 0 0 20 22 Pengamatan Malvasviscus arboreus Konidia primer Konidia sekunder Badan hifa Spora istirahat Cendawan saprofit Sehat Jumlah kutuputih 1 0 1 4 0 0 17 21 2 0 0 0 0 0 23 23 3 0 1 0 0 0 9 10 Pengamatan Echinodorus palifolius Konidia primer Konidia sekunder Badan hifa Spora istirahat Cendawan saprofit Sehat Jumlah kutuputih 1 0 0 1 0 0 4 5 2 0 1 0 0 0 5 6 3 0 1 0 0 1 4 6

Lampiran 5 Presentase kutuputih yang terinfeksi cendawan Entomophthorales (%) Pengamatan Jatropha padogrica Konidia primer Konidia sekunder Badan hifa Spora istirahat Cendawan saprofit Sehat 1 3,75 6,875 4,375 0 3,125 81,875 2 30 10 6,67 0 10 43,33 3 9,09 0 0 0 0 90,91 Pengamatan Malvasviscus arboreus Konidia primer Konidia sekunder Badan hifa Spora istirahat Cendawan saprofit Sehat 1 0 4,76 19,05 0 0 80,95 2 0 0 0 0 0 100 3 0 10 0 0 0 90

(41)

21 Pengamatan Echinodorus palifolius Konidia primer Konidia sekunder Badan hifa Spora istirahat Cendawan saprofit Sehat 1 0 0 20 0 0 80 2 0 16,67 0 0 0 83,33 3 0 16,67 0 0 16,67 66,67

(42)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 September 1995 dari pasangan Bapak Deddy Anwari Saputra (Alm) dan Ibu Shinta Nurjannah. Penulis merupakan anak tunggal. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 9 Bogor pada tahun 2013 dan pada tahun yang sama setelah lulus diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui Ujian Tulis Mandiri (UTM) IPB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi dan berbagai kepanitian, seperti Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman pada tahun 2015 sebagai anggota Divisi PSDM. Penulis pernah menjadi pendamping khusus pada program Upaya Khusus Peningkatan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai (UPSUS PAJALE) di Kabupaten Subang pada tahun 2016.

Selain itu, penulis juga aktif berperan sebagai asisten praktikum Dasar-dasar Proteksi Tanaman pada tahun ajaran 2016/2017.

Gambar

Gambar 1  Populasi kutuputih di Taman Meksiko
Gambar 3  Kutuputih (a) sehat, (b) terserang cendawan.
Gambar 4  Populasi kutudaun di Griya Anggrek
Gambar 7  Populasi kutuputih di sekitar Danau Istana Bogor
+3

Referensi

Dokumen terkait

La gestión de la seguridad es un esfuerzo desperdiciado si la identificación de los peligros se limita solamente a aquellos raros eventos donde hay lesiones

dengan tahap perkembangan anak. Metode untuk pengembangan motorik halus anak, kurang variatif. Anak menjadi kurang tertarik dengan metode yang diberikan guru. Pembatasan Masalah.

Kata kunci: Masyarakat Petani, Hutan Lindung, Lahan Pertanian, Hak Ulayat dan Tanah Warisan, Pola Perlawanan. Universitas

Penelitian ini bertujuan Meningkatkan Motivasi Belajar Tematik Tema Peristiwa Standar Kompetensi Bahasa Indonesia melalui Belajar Kelompok pada Siswa Kelas I SD Negeri

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil skripsi yang berjudul: KECENDERUNGAN DEPRESI DITINJAU DARI KONSEP DIRI PADA WARIA.. benar-benar merupakan basil karya

Seluruh BERKAS yang disampaikan atau yang tercantum didalam dokumen kualifikasi perusahaan yang saudara sampaikan pada paket pekerjaan tersebut di atas harus ASLI

Menyaring dan menjaring calon peserta didik baru yang mempunyai kemampuan akademik dan akhlak mulia serta kesehatan yang baik untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di

a. Perangkat pembelajaran dilihat dari a) silabus dinyatakan valid namun melalui perbaikan pada kesesuaian KD dan KI, b) semua komponen RPP sudah valid, c) bahan