• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ada yang tidak terpenuhi dan dapat menyebabkan rasa frustasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ada yang tidak terpenuhi dan dapat menyebabkan rasa frustasi"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Frekuensi hubungan seksual selama kehamilan sangat tergantung pada kondisi wanita. Semakin jarang hubungan frekuensi seksual pada pasangan, semakin tidak sehat pernikahan tersebut. Hal ini dikarenakan masing-masing kebutuhan ada yang tidak terpenuhi dan dapat menyebabkan rasa frustasi karena kurangnya perhatian dari pasangan tentang hal seksual.

Jadi selama tidak menjadi beban bagi istri, hubungan intim selama hamil tak jadi masalah. Namun jika istri kehilangan dorongan seksual dan hanya melakukan hubungan seksual demi memuaskan suami bisa hanya akan menjadi beban (Dianloka, 2008).

Kehamilan bukan merupakan halangan untuk melakukan hubungan seks. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hubungan seks selama kehamilan tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keguguran atau kelahiran prematur. Hubungan seks dapat dilakukan dengan aman sejak terbentuknya janin sampai dengan mulainya saat persalinan asalkan kehamilan berjalan normal (Close, Sylvia, 1998).

Beberapa situasi yang menyarankan untuk menghentikan hubungan seks yaitu jika terdapat tanda infeksi dengan pengeluaran cairan disertai rasa nyeri atau panas, terjadi perdarahan saat berhubungan seks, terdapat

(2)

pengeluaran cairan (air) yang mendadak, pernah mengalami keguguran, terjadi plasenta previa, kehamilan kembar (Manuaba, 2000).

Secara fisiologis pada saat istri hamil suami tidak terganggu, tetapi keinginan berhubungan seks dengan istri akan terganggu secara emosi. Oleh karena itu, keinginan berhubungan seks dengan istrinya yang sedang hamil berbeda. Pada kebanyakan pasangan akan timbul kecemasan karena perubahan saat istri hamil antara lain rasa takut pada keguguran sehingga suami memilih untuk menghentikan hubungan seks. Suami menjadi terlalu sensitif dan menyesuaikan perasaan istri pada masa hamil dengan maksud bertanggung jawab untuk melindungi sang ibu, janin dan kehamilan atau karena menuruti peraturan agama atau adat setempat (Close, Sylvia, 1998).

Seorang psikiater di Jakarta mengatakan bahwa beberapa pria mengalami perubahan hormonal selama kehamilan istrinya. Sampai saat ini dilaporkan 22%-79% dari calon ayah mengalami perubahan hormonal, 11%-50% diantaranya mengalami penurunan gairah dan frekuensi dan mengalami kecemasan karena tidak mengerti dengan perubahan yang terjadi (Bibilung, 2007).

Keengganan berhubungan seks saat istri sedang hamil juga dipengaruhi oleh perubahan hormon yang terjadi pada wanita. Banyak istri saat hamil yang kurang bergairah, bahkan ada yang tidak mau disentuh sama sekali. Disisi lain, begitu suami mengetahui istri hamil, suami juga akan mengalami perubahan hormon. Pada saat itu, produksi hormon estradiol dan estrogen lebih tinggi, sedangkan testoteron sedikit berkurang. Hal ini

(3)

menyebabkan penurunan gairah dan kecemasan pun meningkat sehingga mengurangi frekuensi seksual (problemseks.blogspot.com).

Pada satu kelompok wanita, hanya 21% yang tidak mengalami atau sedikit mengalami kenikmatan seksual sebelum kehamilan. Hal tersebut meningkat menjadi 41% pada trimester I kehamilan, dan 59% pada trimester III. Hampir setiap pasangan selama kehamilan akan mengalami beberapa perubahan seperti tidak berhubungan seks sama sekali atau menjadi sedikit tidak nyaman (Eisenberg, Arlene, 2002).

Pemahaman tentang mengapa berhubungan seks selama kehamilan menjadi berbeda dengan biasanya, akan dapat meredakan ketakutan dan kecemasan sehingga pasangan dapat merasa tenang dengan keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan hubungan seks (Eisenberg, Arlene, 2002).

Pemahaman tentang berhubungan seks selama kehamilan seperti apa itu hubungan seksual, dan frekuensi berhubungan seks dalam kehamilan, Secara singkat tidak dapat diramalkan bagaimana seseorang suami akan bereaksi, setelah dia merasa cemas tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pemahaman mengenai hubungan seks selama kehamilan maka dapat menurunkan kecemasan mengenai dampak berhubungan seks sehingga frekuensi seks dalam normal. Begitu juga sebaliknya, semakin tidak memahami bagaimana berhubungan seks selama kehamilan akan menimbulkan kecemasan, kebingungan dan kekhawatiran sehingga menurunnya aktivitas seksual atau frekuensi seks dalam kehamilan (Close, Sylvia, 1998).

(4)

Berdasarkan studi pendahuluan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Aceh Besar, terdapat 131 ibu hamil diantaranya Trimester I 33 orang, Trimester II 58 orang , Dan Trimester III 40 orang, dan di jumpai dari 8 orang ibu hamil yang datang periksa kehamilannya 5 orang mengatakan bahwa suaminya merasa cemas dan khawatir melakukan hubungan seks saat hamil sehingga frekuensi seks menurun, dan 3 orang mengatakan bahwa suaminya tidak merasa cemas dan khawatir melakukan hubungan seks saat kehamilan istrinya sehingga frekuensinya normal.

Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Dan Kecemasan Suami Dengan Frekuensi Berhubungan Seks Selama Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kec.Baitussalam Aceh Besar Tahun 2013.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut di atas, peneliti dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut “Apakah Ada Hubungan Pengetahuan Dan Kecemasan Suami Dengan Frekuensi Berhubungan Seks Selama Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kec.Baitussalam Aceh Besar Tahun 2013”.

(5)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Dan Kecemasan Suami Dengan Frekuensi Berhubungan Seks Selama Kehamilan Istri di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Aceh Besar Tahun 2013. 2. Tujuan khusus

1. Untuk Mengetahui Hubungan Pengetahuan Suami Dengan Frekuensi Berhubungan Seks Selama Kehamilan Istri di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu.

2. Untuk Mengetahui Hubungan Tingkat Kecemasan Suami Dengan Frekuensi Berhubungan Seks Selama Kehamilan Istri di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman tentang metedeologi penelitian tentang seks dalam kehamilan.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat menjadi bahan bacaan atau referensi bagi mahasiswa Stikes U’budiyah Banda Aceh.

3. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam kehamilan.

(6)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Dan Kecemasan Suami Dengan Frekuensi Berhubungan Seks Selama Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Khaju Kecamatan Baitussalam Aceh Besar Tahun 2013. belum pernah dilakukan sebelumnya, tetapi ada penelitian yang hampir serupa yaitu: 1. Dwi lestari. “Hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil trimester III dengan frekuensi melakukan hubungan seksual selama kehamilan di BPS Lejar Supendah Kecamatan Mijen Kota Semarang tahun 2011”. Perbedaan dengan peneliti dimana judul yang muncul “ Hubungan pengetahuan dan kecemasan suami dengan frekuensi berhubungan seks selama kehamilan istri di wilayah kerja puskesmas Kajhu Kec.Baitussalam Aceh Besar Tahun 2013. Dengan persamaan pada variabel dependent yaitu” frekuensi melakukan hubungan seks dan perbedaan pada variabel independent yaitu pengetahuan dan kecemasan suami.

2. Desy Maisyarah Harahap. “Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Seksualitas Selama Kehamilan di Klinik Ramini Medan Tahun 2010”. Berbeda dengan judul peneliti Hubungan pengetahuan dan kecemasan suami dengan frekuensi berhubungan seks selama kehamilan istri di wilayah kerja puskesmas Kajhu Kec.Baitussalam Aceh Besar Tahun 2013. Tetapi ada persamaan referensi.

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan peginderaan atau suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Bloom dan Skinner, Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahui dalam bentuk bukti jawaban, baik lisan maupun tulisan. Bukti lisan maupun tulisan tersebut, merupakan suatu reaksi dari stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan maupun tulisan. Pertanyaan obyektif khususnya dengan pilihan ganda lebih disukai untuk dijadikan alat ukur pengetahuan, karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai.

Pengukuran pengetahuan yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan-pertanyaan-pertanyaan tertulis dan angket, yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dan kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

(8)

Kriteria standar absolute menurut Suharsimi Arikunto adalah sebagai berikut: a. Kategori baik = 76-100. b. Kategori cukup = 56-75. c. Kategori kurang = < 55. 1. Tingkatan Pengetahuan

Perilaku manusia mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan kompleks, perilaku dibagi dalam tiga domain (kawasan), yaitu kognitif, efektif, dan psikomotor. Hal ini diperlukan untuk tujuan pendidikan yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain diukur dari pengetahuan, sikap, dan praktek/tindakan sehubungan dengan materi yang diberikan.

Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada domain kognitif, dalam arti tahu terlebih dahulu stimulus yang berupa materi atau obyek sehingga menimbulkan pengetahuan baru, selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap.

Secara umum tingkat pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif menurut Bloom dalam Notoatmodjo memiliki 6 tingkatan yaitu: a. Tahu (Know)

Diartikan sebagai menginggat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recull) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, Oleh sebab

(9)

itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajarinya antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comrehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan menyebutkan. Contoh : menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

c. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum rumus, metode, prinsif dan sebagainya dalam konteks atau langsung. d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dan penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambar (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

(10)

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilain terhadap suatu materi atau obyek penilaian berdasarkan suatu kriteria yang telah ada. Pengaturan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian, keadaan pengetahuan yang ingin kita ketahui.

Berdasarkan teori diatas, pengetahuan yang dimiliki seseorang akan melalui tahapan yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi.

2. Kedudukan Pengetahuan Dalam Perilaku

Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dengan pengetahuan juga dapat membentuk keyakinan tertentu, sehingga masyarakat berperilaku sesuai keyakinan tersebut.

(11)

Pemahaman tentang berhubungan seks selama kehamilan seperti apa itu hubungan seksual, dan frekuensi berhubungan seks dalam kehamilan, Secara singkat tidak dapat diramalkan bagaimana seseorang suami akan bereaksi, setelah dia merasa cemas tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pemahaman mengenai hubungan seks selama kehamilan maka dapat menurunkan kecemasan mengenai dampak berhubungan seks sehingga frekuensi seks dalam normal. Begitu juga sebaliknya, semakin tidak memahami bagaimana berhubungan seks selama kehamilan akan menimbulkan kecemasan, kebingungan dan kekhawatiran sehingga menurunnya aktivitas seksual atau frekuensi seks dalam kehamilan (Close, Sylvia, 1998).

B. Kecemasan

1. Definisi kecemasan

Kecemasan merupakan perasaan tidak jelas terhadap keperihatinan dan kekhawatiran karena ancaman pada system nilai atau pola keamanan seseorang (Carpenito, 2007).

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya ( Stuart, 2005).

Kecemasan adalah respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari (Suliswati, 2005).

(12)

Faktor yang mempengaruhi frekuensi seks dalam kehamilan adalah lingkungan dan pengetahuan semakin rendah pengetahuan akan timbul rasa cemas melakukan hubungan seks, dan rasa cemas sangat mempengaruhi frekuensi hubungan seks (Winkjosatro, 2000).

2. Tingkat kecemasan

Cemas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat cemas yang parah tidak sejaln dengan kehidupan.

Menurut (Stuart & Laraia 2005), ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat, dan panik.

a. Kecemasan ringan

Berhubungan dengan ketenganan yang dialami sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang pesepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. b. Kecemasan sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.

(13)

c. Kecemasan berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua prilaku ditunjukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain. d. Panik

Behubungan dengan terperanglah, ketakutan, dan terror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunya kemampuan untuk berhubungan denagan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.

3. Skala kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)

Skala HARS ditemukan Max Hamilton tahun 1959, yang digunakan untuk mengukur kecemasan yang muncul pada individu yang mengalami kecemasan. Terdapat 14 gejala yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (nol persent) sampai dengan 4 severe Nursalam (2003).

Tingkat kecemasan menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) meliputi gejala kecemasan (Nursalam, 2003):

(14)

1. Perasaan cemas a. Firasat buruk

b. Takut akan pikiran sendiri c. Mudah tersinggung 2. Ketegangan

a. Merasa tegang b. Lesu

c. Mudah terkejut

d. Tidak dapat istirahat dengan nyenyak e. Mudah menangis

f. gelisah 3. Ketakutan

a. Pada gelap b. Ditinggal sendiri c. Pada orang asing d. Pada binatang besar e. Pada keramaian lalu lintas f. Pada kerumunan banyak orang 4. Gangguan tidur

a. Sukar memulai tidur b. Terbangun malam hari c. Tidak pulas

(15)

e. Mimpi yang menakutkan 5. Gangguan kecerdasan

a. Daya ingat buruk b. Sulit berkonsentrasi c. Sering bingung 6. Perasaan depresi

a. Kehilangan minat b. Sedih

c. Bangun dini hari

d. Berkurangnya kesukaan pada hobi e. Perasaan berubah-ubah sepanjang hari 7. Gejala somatik/otot-otot

a. Nyeri otot b. Kaku

c. Mata kedutan d. Gigi gemeretak e. Suara tidak stabil 8. Gejala sensorik

a. Telinga berdengung b. Penglihatan kabur c. Muka merah dan pucat d. Merasa lemah

(16)

9. Gejala kardiovaskuler a. Denyut nadi cepat b. Berdebar-debar c. Nyeri dada

d. Denyut nadi mengeras

e. Rasa lemah seperti mau pingsan f. Detak jantung hilang sekejap 10. Gejala pernafasan

a. Rasa tertekan di dada b. Perasaan tercekik c. Merasa nafas pendek d. Sesak

e. Sering menarik nafas panjang 11. Gejala gastrointestinal

a. Sulit menelan b. Mual muntah

c. Berat badan menurun

d. Konstipasi/sulit buang air besar e. Perut melilit

f. Gangguan pencernaan

g. Nyeri lambung sebelum/sesudah makan h. Rasa panas diperut

(17)

12. Gejala urogenetalia a. Sering kencing

b. Tidak dapat menahan kencing

c. Amenorrhoe/menstruasi yang tidak teratur d. Frigiditas 13. Gejala vegetatif/otonom a. Mulut kering b. Muka kering c. Mudah berkeringat d. Pusing/sakit kepala e. Bulu roma berdiri 14. Gejala Perilaku a. Gelisah b. Tidak tenang c. Mengerutkan dahi d. Muka tegang e. Tonus/ketegangan meningkat f. Nafas pendek dan cepat g. Muka merah

Penilaian tingkat kecemasan berdasarkan HARS, yaitu: 0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = 1 gejala dari pilihan yang ada 2 = kurang dari separuh gejala yang ada

(18)

3 = separuh/lebih dari gejala yang ada 4 = Semua gejala yang ada

Skor yang didapat diklasifikasikan dalam 4 kategori tingkat kecemasan, (Nursalam, 2003). Yaitu :

Skor < 6 = tidak ada kecemasan Skor 6-14 = kecemasan ringan

Skor 15-27 = kecemasan sedang Skor >27 = kecemasan berat

4. Teori kecemasan a. Teori Psikoanalitik

Kecemasan timbul akibat reaksi psikologis individu terhadap ketidakmampuan mencapai orgasme dalam berhubungan seksual. Energi seksual tidak terekspresikan akan mengakibatkan rasa cemas. Kecemasan dapat timbul secara otomatis akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan sehingga melampaui kemampuan individu untuk menaganinya. Ada dua tipe kecemasan yaitu kecemasan primer dan kecemasan subsekuensi.

b. Teori Interpersonal

Sullivan mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat ketidakmampuan untuk berhubungan secara interpersonal dan sebagai akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan bila individu mempunyai kepekaan lingkungan. Kecemasan pertama kali ditentukan oleh hubungan ibu dan anak pada awal kehidupannya, bayi merespon

(19)

seolah-olah ia dan ibunya adalah sepaket. c. Teori Prilaku

Teori prilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan misalnya memperoleh pekerjaan, berkeluarga, kesuksesan dalam sekolah. Prilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang pernah dialami. Kecemasan dapat juga muncul melalui konflik antara dua pilihan yang saling berlawanan dan individu harus memilih salah satu. Konflik menimbulkan kecemasan akan meningkatkan persepsi terhadap konplik dengan timbulnya perasaan ketidakberdayaan.

d. Teori Keluarga

Studi pada keluarga dan epidemiologi memperlihatkan bahwa selalu ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk dan sifatnya heterogen.

e. Teori Biologik

Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepine, reseptor tersebut memiliki berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan aktivitas gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron dibagian otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

(20)

5. Etiologi Kecemasan

Menurut (Mighwar 2006), secara psikologis, gangguan cemas merupakan pikiran-pikiran negative yang dialami seseorang yang semakin lama semakin kuat. Hal ini terjadi akibat :

a. Kurangnya pengetahuan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pertumbuhan dan perkembangan lingkungan social.

b. Kurangnya dukungan, dari orang tua, teman, atau lingkungan masyarakat sekitar

c. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan berbagai tekanan yang ada. 6. Reaksi Kecemasan

Kecemasan dapat menimbulkan reaksi konstruktif maupun destruktif bagi individu:

a. Konstruktif

Individu termotivasi untuk belajar mengadakan perubahan terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan terfokus pada kelangsungan hidup. Contohnya: individu yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena akan dipromosikan naik jabatan.

b. Destruktif

Individu bertingkah laku maladaptif dan disfungsional. Contohnya: individu menghindari kontak dengan orang lain atau mengurung diri, tidak mau mengurus diri, tidak mau makan, timbul cemas sehingga tidak mau melakukan hubungan seks .

(21)

C. Frekuensi berhubungan seks selama kehamilan

Seksualitas merupakan suatu komponen integral dari kehidupan seorang wanita normal, dimana hubungan seksual yang nyaman dan memuaskan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam hubungan perkawinan bagi banyak pasangan (winkjosastro, 2002).

Hubungan seks adalah hubungan yang bukan hanya alat kelamin dan daerah mudah terangsang yang ikut berperan tetapi juga psikologis dan emosi (Manuaba, 2002).

Frekuensi hubungan seksual selama kehamilan sangat tergantung pada kondisi wanita. Semakin jarang hubungan frekuensi seksual pada pasangan, semakin tidak sehat pernikahan tersebut. Hal ini dikarenakan masing-masing kebutuhan ada yang tidak terpenuhi dan dapat menyebabkan rasa frustasi karena kurangnya perhatian dari pasangan tentang hal seksual.

Frekuensi rata-rata berhubungan seks pada kehamilan adalah sebagai berikut: Terimester pertama 2 kali perminggu, Trimester kedua 3 kali perminggu, Trimester ketiga 1 kali perminggu (Andik, 2007).

Jadi selama tidak menjadi beban bagi istri, hubungan intim selama hamil tak jadi masalah. Namun jika istri kehilangan dorongan seksual dan hanya melakukan hubungan seksual demi memuaskan suami bisa hanya akan menjadi beban (Dianloka, 2008).

(22)

Hubungan seksual dari tiap trimester kehamilan menurut (Suryoprajogo 2008) adalah:

a. Hubungan Seksual pada Trimester Pertama (0-12 minggu)

Selama tiga bulan pertama kehamilan wanita yang mengalami mual muntah karena pengaruh hormon terjadinya peningkatan hormon progresteron, sehingga merasakan dorongan seksualnya menurun yang mengakibatkan berkurangnya frekuensi semua aktivitas seksual. Keadaan ini mudah dipahami, karena mual dan muntah yang terjadi dapat menimbulkan gangguan bagi kesehatan tubuh secara umum.

Meskipun terdapat bermacam-macam variasi dari masing- masing pasangan, pola ketertarikan seksual pada trimester pertama kehamilan tetaplah umum. Tidak mengherankan jika pada awal kehamilan terjadi penurunan minat terhadap seks. Survey mengatakan bahwa 54% wanita mengalami penurunan libido pada trimester pertama.

Akan tetapi, pada wanita yang kehamilan trimester pertamanya sangat nyaman, hasrat seksual yang muncul kemungkinan sama atau bahkan meningkat dengan kondisi sebelum kehamilan terjadi. Sebagian kecil wanita bahkan merasakan perubahan yang sangat signifikan terhadap kehidupan seksualnya. Hal tersebut sering kali disebabkan oleh perubahan hormon pada awal kehamilan yang membuat organ vulva lebih sensitif dan payudara yang lebih berisi sehingga meningkatkan kepekaan terhadap sentuhan.

(23)

b. Hubungan Seksual pada Trimester Kedua (12-24 minggu)

Selama trimester kedua 80% wanita hamil merasakan dorongan seksual. Banyak laki-laki yang senang melakukan hubungan seksual ketika pasangannya hamil saat trimaster ini. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya dorongan seksual dari istri. Sebab lain karena temperatur vagina menjadi lebih hangat pada masa kehamilan sehingga menimbulkan rangsangan seksual yang lebih besar.

Meskipun tidak selalu minat untuk berhubungan seks umumnya mulai meningkat pada trimester kedua ini. Pada masa ini, secara fisik dan psikologi istri dan pasangan sudah lebih dapat menyesuaikan diri pada berbagai perubahan yang terjadi karena kehamilan.

Tubuh calon ibu yang telah dapat menerima dan terbiasa dengan kondisi kehamilan membuatnya dapat menikmati aktivitas dengan muntah dan segala rasa tidak enak biasanya sudah jauh berkurang dan tubuh terasa tidak nyaman. Selain itu, pada masa ini kehamilan juga belum terasa besar serta memberatkan seperti pada trimester ketiga dan suasana hati yang jauh lebih baik dari trimester pertama membuat gairah lebih meningkat.

Bagi para suami, di masa ini pasangan mereka terlihat lebih menarik dibanding sebelumnya. Kepercayaan diri yang meningkat membuat calon ibu terlihat lebih cantik, ditunjang dengan kulit dan rambut yang semakin ”bercahaya” karena pengaruh hormon kehamilan. Namun, ada juga suami yang mengalami penurunan gairah karena khawatir berhubungan intim dapat menganggu kesehatan ibu hamil atau janin,

(24)

perasaan cemas bakal segera menjadi ayah, atau bahkan perasaan tidak enak karena merasa si janin ”menyaksikan” acara bercinta tersebut.

c. Hubungan Seksual pada Trimester Ketiga (25-36 minggu)

Selama tiga bulan terakhir masa kehamilan, kelelahan yang terasa meningkat karena kehamilan yang semakin besar, mengakibatkan dorongan seksual dan reaksi seksual menurun. Akibatnya frekuensi hubungan seksual menjadi banyak berkurang.

Saat persalinan semakin dekat, umumnya hasrat libido kembali menurun, terkadang bahkan lebih drastis dibandingkan dengan saat trimester pertama. Perut yang kian membuncit membatasi gerakan dan posisi nyaman saat berhubungan intim. Rasa nyaman sudah jauh berkurang. Pegal di punggung dan pinggul, tubuh bertambah berat dengan cepat, nafas lebih sesak (karena besarnya janin mendesak dada dan lambung), dan kembali merasa mual menyebabkan menurunnya minat seksual. Selain itu, perut yang besar, kaki bengkak, dan wajah sembap membuat calon ibu merasa tidak hot lagi di mata pasangan. Perasaan itu pun semakin kuat jika suami juga enggan untuk berhubungan seks, meski hal itu sebenarnya karena ia merasa tidak tega atau khawatir melukai calon ibu dan janin.

Selain hal fisik, turunnya libido juga berkaitan dengan : kecemasan dan kekhawatiran yang meningkat menjelang persalinan. Secara medis, sebenarnya tidak ada yang perlu dirisaukan jika kehamilan tidak disertai faktor penyulit, dengan kata lain, kehamilan sedang dalam kondisi yang

(25)

sehat. Namun demikian, satu hal wajar apabila saat ini frekuensi bercinta tidak sesering pada trimester kedua.

Hubungan seks sebaiknya lebih diutamakan untuk menjaga kedekatan emosional daripada rekreasi fisik karena pada trimester terakhir ini, dapat terjadi kontraksi kuat pada wanita hamil yang diakibatkan karena orgasme. Hal tersebut dapat berlangsung biasanya sekitar 30 menit hingga terasa tidak nyaman. Jika kontraksi berlangsung lebih lama, menyakitkan, menjadi lebih kuat, atau ada indikasi lain yang menandakan bahwa proses kelahiran akan mulai.

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi Hubungan Seksual

Menurut Green dalam (Notoatmodjo 2003), faktor yang mempengaruhi perilaku manusia pada tingkat kesehatan yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, prilaku cemas dalam kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling faktor)

Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik. Faktor pendukung (enabling factor) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya. mendukung atau

(26)

memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor)

Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan penguat terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan negatif seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku.

E. Posisi hubungan seksual selama hamil

Berhubungan intim selama hamil umumnya aman. Bahkan kehidupan seks yang sehat sangat bermanfaat. Sebab, selain menjaga hubungan suami istri, seks juga membantu meredakan stress dan mengingatkan bahwa istri juga seorang wanita sensual selain seorang calon ibu. Hubungan intim juga bisa menjadi olahraga yang baik, dan tak akan menyakiti bayi yang aman terlindung oleh kantung ketuban di dalam rahim. Penetrasi yang dalam pun tidak akan berbahaya.

Beberapa posisi yang aman dalam melakukan hubungan seksual selama kehamilan menurut (Lisa 2003) adalah:

a. Wanita diatas

Posisi ini mudah dilakukan sejak trimester kedua hingga seterusnya. Pada akhir kehamilan, istri bisa mencoba posisi ini dengan berjongkok diatas pasangan, bukan merebahkan tubuh diatasnya.

(27)

b. Bersampingan

Suami berbaring miring dan istri berbaring terlentang dengan kaki ditekuk ke atas badan pasangannya. Posisi ini tidak hanya membuat istri bisa saling menatap saat berhubungan intim, tapi juga membuat perut istri tidak tertekan. Posisi ini juga mempermudah foreplay/permainan pendahuluan.

c. Posisi misionari diubah sedikit

Pada posisi ini, pasangan (suami) berbaring di atas tapi menopang tubuhnya sendiri sehingga beratnya tak bertumpu pada perut istri. Posisi ini bisa dilakukan selama beberapa bulan hingga perut istri belum terlalu besar.

d. Posisi duduk

Istri duduk menghadap suami dipangkuannya. Posisi ini bisa dilakukan dan menyenangkan bagi istri dan pasangan bila perut belum terlalu besar, karena istri bisa merasakan penetrasi yang dalam. Saat perut sudah terlalu besar, masih bisa melakukannya tetapi dengan membelakanginya.

e. Penetrasi dari belakang

Istri telungkup dan menopang tubuh dengan kedua tangan dan kaki. Suami berlutut dan melakukan penetrasi dari belakang. Pada posisi ini perut istri tidak akan tertekan dan suami juga bisa meraba payudara, klitoris dan perut anda.

(28)

F. Dampak seks terhadap kehamilan

Menurut (Suryoprajogo 2008), dampak seks terhadap kehamilan adalah: a. Keguguran

Keguguran (early miscarriage) biasanya berhubungan dengan ketidaknormalan kromosom, kelainan genetik lain pada embrio, atau masalah lain yang dialami janin yang sedang berkembang. Dalam banyak kasus, hal itu dipicu oleh embrio atau janin yang telah mati. Hal tersebut juga dapat disebabkan oleh kegagalan tubuh ibu untuk memproduksi suplai hormon yang cukup.

b. Menyakiti janin

Kontak seksual tidak akan menjangkau atau menganggu janin karena terlindung oleh selaput dan cairan ketuban. Cairan ketuban merupakan peredam kejut yang sangat baik, sehingga gerakan saat senggama maupun kontraksi rahim saat orgasme akan teredam sehingga tidak menganggu janin.

c. Orgasme memicu kelahiran prematur

Orgasme dapat memicu kontraksi rahim. Namun, kontraksi ini berbeda dengan kontraksi yang dirasakan menjelang saat melahirkan. Penelitian mengindikasikan bahwa jika menjalani kehamilan yang normal, orgasme yang terjadi dengan atau tanpa melakukan hubungan intim, tidak memicu kelahiran prematur.

(29)

d. Pertumbuhan janin terganggu

Meskipun janin turut bergoyang dan berayun saat bercinta dengan pasangan, pertumbuhannya tidak akan terganggu. Reaksi janin (gerakan yang melambat saat bercinta kemudian kembali aktif menendang dan jantung berdetak lebih cepat saat mengalami orgasme) bukan reaksi terhadap aktivitas seksual, melainkan reakasinya terhadap hormon yang meningkat dan aktivitas usus (uterine).

e. Penetrasi dapat menyebabkan infeksi

Asalkan pasangan tidak menderita penyakit menular seksual, penetrasi tidak akan menyebabkan infeksi, baik pada vagina atau janin. Kantong ketuban melindungi janin dari segala macam organisme penyebab infeksi.

f. Khawatir berlebihan

Jika memiliki sindrom pramenstruasi, besar kemungkinannya akan mengalami mood swing yang lebih parah saat hamil. Ini tidak saja berpengaruh terhadap hasrat seksual, tetapi juga kekhawatiran yang cenderung berlebih pada dampaknya.

G. Komplikasi yang dapat menghalangi hubungan seks

Komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dapat menimbulkan larangan melakukan hubungan seks. Menurut (Westheimer 2002), komplikasi yang dapat menghalangi hubungan seks adalah:

(30)

a. Placenta previa

Wanita hamil dengan kondisi placenta previa sering diminta untuk membatasi aktivitas fisik dan tidak boleh melakukan hubungan seks karena keduanya dapat menganggu placenta dan potensial menimbulkan pendarahan dan kelahiran prematur. Jika posisi placenta tidak berubah hingga trimester ketiga, bayi akan dilahirkan dengan operasi caesar.

b. Afasmen dan dilasi awal pada cervix

Penetrasi ke dalam vagina secara teori dapat menimbulkan infeksi, pecahnya kantung amniotik, atau bahkan persalinan. Namun, jika istri telah memiliki satu anak atau lebih sebelumnya, bukan hal yang aneh jika cervix sedikit terbuka saat hamil.

c. Sejarah kelahiran prematur dan keguguran

Jika sebelumnya istri melahirkan bayi prematur atau jika pernah keguguran pada trimester kedua, salah satunya adalah melarang hubungan seks.

d. Cervix lemah

Wanita dengan cerviks yang lemah dapat mengalami dilatasi cerviks tanpa rasa sakit, biasanya pada awal trimester kedua. Wanita yang telah didiagnosa memiliki kandungan yang lemah membutuhkan operasi, yang disebut stitch atau cerclage (jahitan), untuk menutup cervix dan menguatkannya agar dapat menahan janin hingga saat dilahirkan.

e. Multi janin

Multi janin, yaitu kembar dua, tiga, atau lebih akan memperbesar resiko kelahiran bayi prematur. Larangan hubungan seks dapat ditetapkan antara minggu ke-20 dan 37, ketika kelahiran bayi memiliki resiko tinggi.

(31)

f. Pendarahan

Perdarahan ketika hamil selalu menimbulkan kekhawatiran. Perdarahan dapat diklasifikasikan tergantung pada waktu keluarnya apakah pada awal atau akhir kehamilan. Jika pendarahanya banyak dan atau berlangsung lama, bisa merupakan tanda awal keguguran. Jika perdarahan atau bercak disertau dengan rasa dakit, segera memberitahu ke dokter karena ini bisa saja kehamilan ektopik. Pendarahan pada akhir kehamilan bisa diakibatkan oleh komplikasi serius seperti kelahiran prematur dan dilatasi cervix, plasenta previa (plasenta menutup cervix), abruptio placente (plasenta robek), dan kemungkinan lainnya, seperti cedera pada vagina dan cervix. Jika pendarahan terjadi khususnya setelah hubungan seks, disarankan untuk sama sekali tidak berhubungan seks. g. Cairan amniotik bocor atau ketuban pecah

Selaput atau ketuban yang mengelilingi fetus berfungsi sebagai kulit pelindung yang memisahkan cairan amniotik steril dari isi vagina. Jika ketuban pecah, kelahiran prematur atau keguguran dapat terjadi dan jika ini terjadi pada tahap kehamilan, bayi harus dikeluarkan dengan segera.

H. Aktivitas Yang Harus Dihindari Selama Berhubungan Seks

Beberapa praktek yang harus dihindari selama berhubungan seks menurut. (Curtis, Glade B, 2000) yaitu:

1. Tidak boleh memasukkan objek ( benda, alat ) apapun ke dalam vagina yang dapat menyebabkan luka atau infeksi.

(32)

2. Meniupkan udara ke dalam vagina karena dapat membuat gelembung udara masuk ke aliran darah sehinnga bisa terjadi perdarahan.

3. Merangsang puting susu

I. Manfaat Berhubungan Seks Selama Kehamilan

Walaupun hubungan seksual selama kehamilan dapat berbeda dengan biasanya, namun pada umumnya akan cukup aman. Bahkan sebenarnya, secara fisik dan emosional akan memberikan manfaat di antaranya:

1. Membuat hubungan dengan pasangan menjadi akrab

Manfaat ini tidak dapat dipungkiri lagi oleh banyak orang. Siapapun yang dapat menikmati hubungan seks dengan baik tentu akan tampak ceria, lebih akrab dengan pasangan dan dapat menikmati kehidupan ini dengan baik.

2. Mempersiapkan otot-otot panggul untuk kelahiran

Otot-otot panggul adalah bagian yang memegang peranan penting dalam berhubungan seks terutama yang berhubungan langsung dengan alat vital. Oleh karena itu, berhubungan seks akan menguatkan otot-otot panggul.

3. Menimbulkan relaksasi

Kenikmatan berhubungan seks sebenarnya dapat mengusir stress dan menciptakan suasana rileks. Karena sewaktu terjadi gerakan, otot-otot mengejang dan pada akhir hubungan seks terjadi pelemasan seluruh

(33)

otot-otot yang kemudian merileks. Hal ini sangat menguntungkan bagi setiap orang, termasuk janin.

4. Menambah kekebalan tubuh

Bila berhubungan seks dilakukan secara teratur, maka dapat meningkatkan sistem imun dalam tubuh sehingga dapat menjauhkan dari berbagai macam penyakit (Flexiland.telkomflexi.com).

J. Cara Mempertahankan Hubungan Seksual Selama Kehamilan Menurut (Jimenez, Sherry LM, 1998) yaitu :

1. Tidak tergantung dari keharusan dan beberapa seringnya melakukan hubungan seksual tetapi kualitas dari sebuah hubungan adalah jauh lebih penting dari pada jumlahnya.

2. Lebih menekankan cinta daripada permainan cinta, bila salah satu merasa tidak ingin melakukan hubungan seks, maka mencari cara lain untuk menggantikannya.

3. Berpikir secara positif bahwa hubungan seks selama kehamilan adalah persiapan fisik yang baik untuk persalinan.

4. Mengakui adanya perubahan dalam gairah seksual, membicarakan setiap masalah secara terbuka dan bila masalahnya besar, meminta bantuan profesional.

5. Mencoba posisi baru dalam bercinta, mungkin perlu sedikit waktu untuk menemukan posisi yang paling nyaman, namun jika hal ini dipandang sebagai tantangan menarik, maka akan dapat menikmatinya.

(34)

6. Membuat kesepakatan untuk bekerja sama mencapai rasa kedekatan baru yang akan mempererat hubungan saat sekarang maupun pada masa-masa sulit menjadi orang tua.

K. Hubungan Pengetahuan Dan Kecemasan Suami Dengan Frekuensi Berhubungan Seks Selama Kehamilan

Hampir setiap pasangan selama sembilan bulan kehamilan akan mengalami beberapa perubahan dalam berhubungan seks, terlepas dari apakah perubahan itu berupa sama sekali tidak adanya hubungan seks atau menjadi sedikit tidak nyaman. Tidak mengherankan bila terjadi penurunan gairah seksual pada awal kehamilan (pada salah satu penelitian, 54% dari wanita melaporkan adanya penurunan libido pada trimester pertama karena adanya keletihan, mual, muntah) (Eisenberg, Arlene, 2002).

Suami juga dapat terpengaruh oleh keadaan perubahan fisik awal istri seperti muntah-muntah, rasa takut pada keguguran. Perubahan semacam ini dapat menurunkan gairah seks suami. Pada kebanyakan pasangan, suami lebih cemas daripada istrinya karena takut kehilangan janinnya, selain itu merasa khawatir penisnya melukai kepala bayi (Close, Sylvia, 1998).

Seringkali suami/istri tidak memberitahukan kepada pasangannya apa yang dapat mereka harapkan atau tidak dapat diharapkan dari bagian yang sangat intim. Hal ini membuat pasangan menjadi bingung tentang apa yang harus mereka lakukan.

(35)

hubungan seksual, frekuensi dan waktu berhubungan seks, hal-hal yang membahayakan hubungan seks dan dampaknya serta sikap menghadapi ketidaknyamanan dalam berhubungan seks selama kehamilan akan dapat meredakan ketakutan dan kecemasan, sehingga pasangan dapat merasa tenang dengan keputusan yang diambil untuk melakukan atau tidak melakukan hubungan seks (Eisenberg, Arlene, 2002).

Pemahaman tentang berhubungan seks selama kehamilan seperti apa itu hubungan seksual, dan frekuensi berhubungan seks dalam kehamilan, Secara singkat tidak dapat diramalkan bagaimana seseorang suami akan bereaksi, setelah dia merasa cemas tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pemahaman mengenai hubungan seks selama kehamilan maka dapat menurunkan kecemasan mengenai dampak berhubungan seks sehingga frekuensi seks dalam normal. Begitu juga sebaliknya, semakin tidak memahami bagaimana berhubungan seks selama kehamilan akan menimbulkan kecemasan, kebingungan dan kekhawatiran sehingga menurunnya aktivitas seksual atau frekuensi seks dalam kehamilan (Close, Sylvia, 1998).

Oleh karena itu, seringkali masalah hubungan seks saat kehamilan biasanya hanya menjadi rahasia pasangan itu sendiri, yang mana masing-masing pasangan saling mempengaruhi, saling membutuhkan keyakinan, kelembutan dan kasih sayang (Lisa, 2003).

(36)

L. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teoritis yang dikemukakan oleh Notoatmodjo, (2003), Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lain dari masalah yang ingin diteliti, konsep tidak dapat diukur dan diamati secara langsung. Agar dapat diamati dan ukur maka konsep tersebut harus digambarkan kedalam sub-sub variabel. Adapun konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 1. Kerangka Konsep

M. Hipotesa

1. Ada Hubungan antara Pengetahuan Dengan Frekuensi Berhubungan Seks Selama Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Aceh Besar Tahun 2013.

2. Ada Hubungan antara Kecemasan Suami Dengan Frekuensi Berhubungan Seks Selama Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Pengetahuan

Frekuensi hubungan Seks Suami

s Kecemasan

(37)
(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Adapun desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan kecemasan suami dengan frekuensi berhungan seks selama kehamilan istri di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Aceh Besar Tahun 2013.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah suami dari ibu hamil yang periksa sejak bulan Januari 2013 sebanyak 131 di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Aceh Besar Tahun 2013.

2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling yaitu metode pengambilan sampel seadanya pada saat penelitian di wilayah kerja puskesmas Kajhu.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Tempat

Penelitan ini telah dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kecamataan Baitussalam Aceh Besar Tahun 2013.

(39)

2. Waktu

Waktu penelitian telah dilakukan pada tanggal 06 Mei 2013 sampai 05 juni 2013.

D. Jenis Pengumpulan data 1. Data Primer

Data yang didapatkan langsung dari responden. 2. Data Skunder

Data yang didapatkan dari Puskesmas Kajhu Kec.Baitussalam Aceh Besar

E. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner (angket), untuk melihat hubungan pengetahuan dan kecemasan suami dengan frekuensi berhubungan seks selama kehamilann di wilayah kerja Puskesmas Kajhu Kecamatan Baitussalam Aceh Besar Tahun 2013.

1. Tahap persiapan pengumpulan data

Persiapan pengumpulan data dilakukan melalui prosedur administrasi dengan mendapatkan izin dari direktur STIKes U’Budiyah dan izin dari tempat yang akan dilaksanakan penelitian.

2. Tahap melakukan pengumpulan data

Setelah mendapat izin dari tempat penenelitian, peneliti akan memperkenalkan diri dan menjelaskan terlebih dahulu kepada responden tentang maksud dan tujuan penelitian dengan mengajukan surat

(40)

permohonan menjadi responden. Responden yang diteliti diminta menandatangan surat pernyataan persetujuan menjadi responden, selanjutnya peneliti melanjutkan penelitian dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Menyebarkan kuesioner pada responden untuk diisi sendiri oleh responden.

Kuesioner yang telah diisi oleh responden dikumpulkan kemudian data diberi skor, untuk tingkat pengetahuan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan diberi skor 1 jika jawaban benar, dan 0 jika jawaban salah. Dan untuk tingkat kecemasan suami dalam berhubungan seks menggunakan tingkat kecemasan HARS yang dimodifikasi yang terdiri dari 14 gejala dimana pada tiap gejala kecemasan diberi skor sebagai berikut:

0 = tidak ada gejala sama sekali 1 = 1 gejala dari pilihan yang ada 2 = kurang dari separuh gejala yang ada 3 = separuh/lebih dari gejala yang ada

(41)

F. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Alat

Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur Variabel Dependent 1 Frekuensi berhubungan seks selama hamil Aktivitas seksual yang dilakukan oleh pasangan suami istri ibu hamil Triwulan I 2 kali perminggu Triwulan II 3 kali perminggu Triwulan III

1 kali perminggu, dengan kriteria

1. Dibawah rata-rata sama dengan sesuai rata-rata 2. Diatas rata-rata

Kuesioner Dibawah Rata-rata

Diatas rata-rata

Ordinal

Variabel Independent

2 Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui suami tentang berhubungan seks selama kehamilan

Menyebarkan Kuesioner sebanyak 10 multiple chose dengan kriteria

- Baik bila menjawab Benar 76-100%

- Sedang bila menjawab Benar 56-75%

- Kurang bila menjawab Benar < 55% Skor 1 = jawaban benar 0 = jawaban salah Kuesioner Baik sedang Kurang Ordinal

3 Kecemasan Perasaan tidak jelas seperti resah, gelisah dan menyebar yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, atau kekhawatiran suami akan terjadi sesuatu pada kehamilan istri.

Menyebarkan Kuesioner sebanyak 14 multiple ceklis. Dengan kriteria

Score <6 tidak ada kecemasan 7-14 = kecemasan ringan (≤ 10%) 15-27 = kecemasan sedang (10-11%) >27 = kecemasan berat (>40%)

Kuesioner tidak ada kecemasan kecemasan ringan kecemasan sedang kecemasan berat Ordinal

(42)

G. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari :

1. Kuesioner untuk pengetahuan suami dalam berhubungan seks selama kehamilan.

2. Kuesioner untuk tingkat kecemasan suami dalam berhubungan seks selama kehamilan.

3. Kuesioner untuk tingkat frekuensi seks dalam kehamilan.

H. Cara Pengolahan Data

Metode pengolahan data dilakukan melalui suatu proses dengan tahapan seperti yang dikemukakan oleh Arikunto (2006) sebagai berikut :

1. Editing data (memeriksa), yaitu dilakukan setelah semua data terkumpul melalui pengecekan daftar isian. Tahap ini bertujuan untuk memeriksa kelengkapan isian data.

2. Coding data (memberikan kode), yaitu memberi tanda kode terhadap kuesioner yang telah diisi dengan tujuan untuk mempermudah proses pengolahan data selanjutnya.

3. Transfering (mentransfer data), yaitu tahap untuk memindahkan data ke dalam tabel pengolahan data

4. Tabulating (data bentuk tabel) data adalah melakukan klarifikasi data, yaitu mengelompokkan data variabel masing-masing berdasarkan kuisioner untuk dimasukkan ke dalam tabel.

(43)

I. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Data yang diperoleh dari kuisioner dimasukkan dalam distribusi frekuensi, kemudian ditentukan persentase untuk tiap-tiap kategori. Rumus yang dipakai untuk menghitung rata-rata yaitu (Budiarto, 2002).

n x x

Keterangan:

x = nilai rata-rata semua responden

x = nilai semua respoden n = jumlah sampel (populasi)

Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui frekuensi dari masing-masing variabel yang telah diteliti dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Untuk perhitungan persentase dari masing-masing variabel digunakan rumus (Machfoedz, 2009) :

100 1 x n f p Keterangan: P = persentase F1 = frekuensi n = sampel 100% = bilangan tetap

1. Hasil perhitungan diklasifikasikan dalam kategori tingkat pengetahuan suami, (Suharsimi, A, 1998). yaitu:

(44)

Pengetahuan cukup = 56-75% Benar Pengetahuan kurang = < 55% Benar

2. Ranking dilakukan dengan memberi kode pada tingkat pengetahuan suami, yaitu sebagai berikut:

Pengetahuan baik : kode (Ranking 1) Pengetahuan cukup : kode (Ranking 2) Pengetahuan kurang : kode (Ranking 3) 2. Variabel Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisis hasil variabel-variabel bebas yang diduga mempunyai hubungan atau berkorelasi dengan variabel terkait. Untuk menguji hipotesa tersebut dilakukan analisa statistik dengan menggunakan uji dari kategori Chi-Squaere (x2) pada tingkat kemaknaanya adalah 95% (ρ = 0,05), dengan statistik menggunakan komputer (Notoadmodjo, 2005).

a. Bila tabel 2x2, dan tidak ada nilai Expected (harapan) / E ¸5, maka uji yang dipakai sebaiknya “Continuity Correction (a)”.

b. Bila tabelnya 2x2, dan ada nilai E < 5, maka yang di uji yang dipakai adalah ”Fisher’s Exact Test”.

c. Bila tabelnya lebih dari 2x2, misalnya 2x3, 3x3, dan lain-lain, maka digunakan uji “Pearson Chi Square”

d. Sedangkan “Uji Likelihood Ratio” dan “Linear-by-Linear Assciation”, biasanya digunakan lebih spesifik, misalnya analisis statifikasi pada bidang epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linear dua variabel kategori, sehingga kedua jenis ini jarang dipakai.

(45)

Mengetahui perhitungan uji chi squaere selanjutnya ditarik suatu kesimpulan bila nilai ρ lebih kecil dari α (ρ < 0,05) maka Ha diterima, yang menunjukan ada hubungan antara variabel dependent dengan variabel independent, dan nilai ρ lebih besar dari α (ρ > 0,05) maka Ha ditolak ini menunjukan tidak ada hubungan antara hubungan antara variabel dependent dan variabel independent.

Skor yang didapat dengan skala HARS 14 gejala diklasifikasikan dalam kategori tingkat kecemasan, yaitu:

Score < 6 : tidak ada kecemasan Score 7-14 : kecemasan ringan Score 15-27 : kecemasan sedang Score > 27 : kecemasan berat

Ranking dilakukan dengan memberi kode pada tingkat kecemasan, yaitu sebagai berikut:

Tidak cemas : kode (Ranking 1) Cemas ringan : kode (Ranking 2) Cemas sedang : kode (Ranking 3) Cemas berat : kode (Ranking 4)

(46)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Kajhu yang terletak di Jln Malahayati KM 9 Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar dengan batasan sebagai berikut:

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lam Asan. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Labui. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lam Ujung 4. Sebelah Utara berbatasan dengan dengan Selat Malaka

B. Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat

a. Pengetahuan

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Wilayah Kerja Puskesmas Khaju Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Kurang 28 49,1

Sedang 24 42,1

Baik 5 8,8

Total 57 100,0

Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui dari 57 responden yang berpengetahuan kurang yaitu 28 orang (49,1%).

(47)

b. Tingkat Kecemasan

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Responden Di Wilayah Kerja Puskesmas Khaju Kecamatan Baitussalam Aceh Besar

Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase (%)

Kecemasan Berat 19 33,3

Kecemasan Sedang 25 43,9

Kecemasan Ringan 9 15,8

Tidak Ada Kecemasan 4 7,0

Total 57 100,0

Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui dari 57 responden yang kecemasan sedang yaitu 25 orang (43,9%)

c. Frekuensi Hubungan Seks Dalam 1 Minggu Terakhir Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Hubungan Seks Dalam 1 Minggu Terakhir Responden Di Wilayah Kerja Puskesmas Khaju Kecamatan Baitussalam Aceh Besar Frekuensi Hubungan

Seks Dalam 1 Minggu Terakhir

Frekuensi Persentase (%)

Di Bawah Rata-Rata 40 70,2

Di atas Rata-Rata 17 29,8

Total 57 100,0

Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui dari 57 responden yang frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu terakhir dibawah rata-rata yaitu 40 orang (70,2%).

(48)

2. Analisa Bivariat a. Pengetahuan

Tabel 4.4

Hubungan Pengetahuan Dengan Frekuensi Hubungan Seks Dalam 1 Minggu Terakhir Di Wilayah Kerja Puskesmas Khaju

Kecamatan Baitussalam Aceh Besar Pengetahuan Frekuensi Hubungan

Seks Dalam I Minggu Terakhir Jumlah P Value Dibawah Rata-Rata Diatas Rata-Rata f % f % f % Kurang 22 78,6 6 21,4 28 100 0,196 Sedang 16 66,7 8 33,3 24 100 Baik 2 40,0 3 60,0 5 100 Total 40 70,2 17 29,8 57 100

Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 57 responden yang berpengetahuan kurang terdapat 22 orang (78,6%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu dibawah rata-rata, pengetahuan sedang terdapat 16 orang (66,7%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu dibawah rata-rata, dan pengetahuan baik terdapat 3 orang (60,0%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu diatas rata-rata. Sedangkan hasil uji chi square terdapat nilai p value 0,196 > 0,05, jadi tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu.

(49)

b. Kecemasan

Tabel 4.5

Hubungan Kecemasan Dengan Frekuensi Hubungan Seks Dalam 1 Minggu Terakhir Di Wilayah Kerja Puskesmas Khaju

Kecamatan Baitussalam Aceh Besar Kecemasan Frekuensi Hubungan

Seks Dalam

I Minggu Terakhir Jumlah

P Value Dibawah Rata-Rata Diatas Rata-Rata f % f % f % Kecemasan Berat 17 89,5 2 10,5 19 100 0,003 Kecemasan Sedang 18 72,0 7 28,0 25 100 Kecemasan Ringan 5 55,6 4 44,4 9 100

Tidak Ada Kecemasan 0 0 4 100 4 100

Total 40 70,2 17 29,8 57 100

Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 57 responden yang kecemasan berat terdapat 17 orang 89,5%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu dibawah rata-rata, kecemasan sedang terdapat 18 orang (72,0%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu dibawah rata-rata, kecemasan ringan terdapat 5 orang (55,6%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu diatas rata-rata, dan tidak ada kecemasan terdapat 4 orang (100%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu diatas rata-rata. Sedangkan hasil uji chi square terdapat nilai p value 0,003 < 0,05, jadi ada hubungan antara kecemasan dengan frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu.

(50)

C. Pembahasan

1. Pengetahuan dengan frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 57 responden yang berpengetahuan kurang terdapat 22 orang (78,6%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu dibawah rata-rata, pengetahuan sedang terdapat 16 orang (66,7%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu dibawah rata-rata, dan pengetahuan baik terdapat 3 orang (60,0%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu diatas rata-rata. Sedangkan hasil uji chi square terdapat nilai p value 0,196 > 0,05, jadi tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu.

Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan oleh Lestari Harahab 2009, dengan judul hubungan pengetahuan dan kecemasan suami dalam kehamilan istri di BPS Rini semarang. Dari 16 responden terdapat 1 responden (6,25%) yang memiliki pengetahuan baik, 8 responden (50%) yang memiliki pengetahuan cukup, 3 responden (18,75%) yang memiliki pengetahuan kurang baik, dan 4 responden (25%) yang memiliki pengetahuan tidak baik, dari data tersebut dapat diketahui pengetahuan suami tentang berhubungan seks umumnya adalah pengetahuan cukup.

Faktor yang mempengaruhi frekuensi seks dalam kehamilan adalah lingkungan dan pengetahuan semakin rendah pengetahuan akan timbul rasa cemas melakukan hubungan seks, dan rasa cemas sangat mempengaruhi frekuensi hubungan seks (Winkjosatro, 2000).

(51)

kembali apa yang diketahui dalam bentuk bukti jawaban, baik lisan maupun tulisan. Bukti lisan maupun tulisan tersebut, merupakan suatu reaksi dari stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan maupun tulisan. Pertanyaan obyektif khususnya dengan pilihan ganda lebih disukai untuk dijadikan alat ukur pengetahuan, karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai (Skiner, 2000).

Pemahaman tentang berhubungan seks selama kehamilan seperti apa itu hubungan seksual, dan frekuensi berhubungan seks dalam kehamilan, Secara singkat tidak dapat diramalkan bagaimana seseorang suami akan bereaksi, setelah dia merasa cemas tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pemahaman mengenai hubungan seks selama kehamilan maka dapat menurunkan kecemasan mengenai dampak berhubungan seks sehingga frekuensi seks dalam normal. Begitu juga sebaliknya, semakin tidak memahami bagaimana berhubungan seks selama kehamilan akan menimbulkan kecemasan, kebingungan dan kekhawatiran sehingga menurunnya aktivitas seksual atau frekuensi seks dalam kehamilan (Close, Sylvia, 1998).

Menurut asumsi peniliti tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu terakhir, karna semakin kurang pengetahuan responden tentang frekuensi berhubungan seks semakin tinggi frekuensinya dibawah rata-rata terdapat 22 orang.

(52)

kurangnya pengetahuan yang diperoleh oleh responden. Hal ini diketahui bahwa dalam mengantar periksa hamil, suami jarang ikut masuk ke tempat pelayanan sehingga bidan hanya memberikan penyuluhan kepada istrinya saja sehingga responden kurang mendapatkan pengetahuan yang maksimal khususnya tentang hubungan seksual selama kehamilan. Sebenarnya dengan semakin banyak informasi yang diterima oleh responden, maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang didapat oleh responden. Seharusnya responden juga harus aktif bertanya kepada tenaga kesehatan mengenai hubungan seks selama kehamilan, selain itu juga harus aktif mencari informasi mengenai seperti majalah, buku, Koran, radio, televise dan yang lebih canggih lagi dari internet.

2. Kecemasan dengan frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 57 responden yang kecemasan berat terdapat 17 orang 89,5%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu dibawah rata-rata, kecemasan sedang terdapat 18 orang (72,0%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu dibawah rata-rata, kecemasan ringan terdapat 5 orang (55,6%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu diatas rata-rata, dan tidak ada kecemasan terdapat 4 orang (100%) frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu diatas rata-rata. Sedangkan hasil uji chi square terdapat nilai p value 0,003 < 0,05, jadi ada hubungan antara kecemasan dengan frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu.

(53)

2009, dengan judul hubungan pengetahuan dan kecemasan suami dalam kehamilan istri di BPS Rini semarang. Dari 16 responden terdapat 4 responden (25%) tidak mengalami kecemasan, 6 responden 37,5%) mengalami kecemasan ringan, 6 responden 37,5%), mengalami kecemasan sedang dan responden yang mengalami cemas berat tidak ada (0%). Dari data tersebut diketahui bahwa tingkat kecemasan suami tentang berhubungan seks selama kehamilan pada umumnya mengalami kecemasan ringan dan sedang.

Kecemasan adalah respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari (Suliswati, 2005). Cemas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat cemas yang parah tidak sejaln dengan kehidupan.

Frekuensi hubungan seksual selama kehamilan sangat tergantung pada kondisi suami dan istri. Semakin jarang hubungan frekuensi seksual pada pasangan, semakin tidak sehat pernikahan tersebut. Hal ini dikarenakan masing-masing kebutuhan ada yang tidak terpenuhi dan dapat menyebabkan rasa frustasi karena kurangnya perhatian dari pasangan tentang hal seksual.

(54)

Menurut asumsi peneliti ada hubungan antara kecemasan dengan frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu terakhir, dari hasil penelitian yang di dapatkan dari responden masih banyak suami ibu hamil yang mengalami kecemasan. Terdapat kecemasan sedang 18 orang dan kecemasan berat 17 orang, semakin tinggi kecemasan yang dirasakan suami maka semakin rendah frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu terakhir di atas rata-rata. Artinya cemas sangat mempengaruhi frekuensi berhubungan seks.

Hal ini dikarenakan adanya persepsi yang kurang benar yang berkembang di masyarakat mengenai hubungan seks selama kehamilan yaitu misalnya hubungan seksual itu dapat melukai janin, menyebabkan keguguran/kematian janin. Kekhawatiran responden terhadap dampak dari berhubungan seks selama kehamilan inilah yang menyebabkan kecemasan responden.

(55)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Hubungan Pengetahuan Dan Kecemasan Suami Dengan Frekuensi Berhubungan Seks Selama Kehamilan Istri di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Kec.Baitussalam Aceh Besar Tahun 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu terdapat nilai p value 0,196 > 0,05.

2. Ada hubungan antara kecemasan dengan frekuensi hubungan seks dalam 1 minggu terdapat nilai p value 0,003 < 0,05.

B. Saran

1. Diharapkan kepada tenaga kesehatan yang bertugas di Wilayah Kerja Puskesmas Kajhu Aceh Besar agar bisa mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan dalam kehamilan.

2. Diharapkan kepada ibu hamil agar tidak malu-malu menanyakan hal apapun yang berkaitan dalam pelayanan kesehatan kepada tenaga kesehatan.

3. Bagi peneliti lainnya dan pihak lain yang berminat agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

AL-Mighwar, 2006. Psikologi remaja. Jakarata: nusantara setia.

Andik. 2007. Berhubungan Seks Saat Hamil. Available From: http://www.nusaku.com (diakses jam 17.00 WIB tanggal 5 Januari 2013).

Anita. 2007. Boleh Tetap Berintim2 Selama Hamil. Available From: http://www.ipb.co.id (diakses jam 17.30 WIB tanggal 5 Januari 2013).

Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Bibilung. 2007. Hamil Dan Libido. Available From: http://bibilung.wordpress.com (diakses jam 09.00 WIB tanggal 10 Januari 2013).

Budiarto. 2002. Metedologi penelitian kedokteran, Jakarta: EGC

Carpenito, 2007. Buku saku diagnosis keperawatan.Edisi 10. Jakarta: EGC

Close, Sylvia. 1998. Kehidupan seks selama kehamilan dan setelah melahirkan, Arcan, Jakarta.

Curtis, Glade B, 2000. Tanya Jawab Seputar Kehamilan Surya, Satyanegara. (Alih Bahasa), Jakarta: Arcan.

Dianloka, 2008 . seks kehamilan dan pasca kelahiran sehat. Jakarta

Dm Harahap, 2010. Pengetahuan seksual saat kehamilan. http://www.google.com.diakses pada 28 april 2013.

Eisenberg, Arlene, 2004. What To Expect When You’re Expecting, Susi, Purwoko 2000. (Alih Bahasa), Jakarta: Arcan.

Jimenez, Sherry LM, 1992. The Pregnant Woman’s Comfort Guide, Maria, Phan Ju Lan, 1999.(Alih Bahasa), Jakarta: Arcan.

Lisa. 2003. Seks Di Saat Hamil? Siapa Takut. Available From: http://cyberwoman.cbn.net.id/cbprt/comman/stofriend. (diakses jam 15.00 WIB tanggal 20 Januari 2013).

Manuaba, IBG, 2000. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

(57)

Manuaba, IBG. 2002. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. Machfoedz, 2007. Statistik kesehatan keperawatan dan kebidanan, Jakarata:

fitramaya.

Notoatmodjo, 2003. Pendidikandan Prilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, 2005. Metedologi penelitian kesehatan. Jakarata: Rineka Cipta Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Stuart, G.W , dkk.2005. Priciples and practice of videnbeck. Jakarta:EGC Suryoprajogo, 2008. Seks hamil dan nifas. Yokyakarta.

Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Suliswati, dkk. 2008. Seks Pada Masa Kehamilan Bolehkah. Available From:

http://problemseks.blogspot.com/2008/03/seks-pada-masa-kehamilan-bolehkah.html. (diakses jam 15.00 WIB tanggal 26 Januari 2013). Suliswati, dkk. 2008. Seks Yang Teratur Dan Sehat. Available From:

http://flexiland.telkomflexi.com/blog-index (diakses jam 17.00 WIB 29 Januari 2013).

Winkjosastro, H. 2002. Ilmu kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarata.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Definisi Operasional  No  Variabel  Definisi

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan sasaran strategis dari BPTP Jawa Barat pada tahun 2019 adalah: (1) Tersedianya teknologi pertanian spesifik lokasi, (2) terdiseminasi dan tersiapkannya teknologi

Selama periode berjalan, Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram telah mengadakan revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dari DIPA awal. Hal ini disebabkan oleh

Mereka juga kurang peka terhadap harga apabila harga hanya dianggap sebagai sebagian kecil dari biaya total untuk memperoleh, menggunakan dan memperbaiki produk

‰ Jika diberi bahan dielektrik diantara kedua pelat maka untuk beda potensial yang sama, muatan kapasitor menjadi bertambah, sehingga kapasitasnya pun bertambah.. Efek

Dalam penelitian kali ini sebagian subyek mengindikasikan dari kalangan ekonomi menengah ke atas, tingkat pendidikan yang tinggi, memiliki pekerjaan yang tidak

Dari hasil pcrhitungan sikap dengan model Fishbein didapat bahwa interpretasi sikap terhadap variabel jasa Taksi Blue Bird secara keselumhan berada pada ranking

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi laba tersebut, faktor yang menurut penulis perlu membutuhkan perhatian adalah beban penyusutan sarana gerak, karena beban

Pada penelitian ini , perancangan sistem deteksi penyakit pulpitis ini menggunakan metode segmentasi citra watershed dan klasifikasi dengan K-NN.Tahapan umum yang