• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 ANALISIS 4.1 SKENARIO OPERASI PENERBANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 ANALISIS 4.1 SKENARIO OPERASI PENERBANGAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

26

BAB 4

ANALISIS

4.1 SKENARIO OPERASI PENERBANGAN

Sebelum melakukan analisis dan simulasi operasi penerbangan dengan sistem FAO, maka skenario operasi harus dibuat terlebih dahulu untuk membatasi jenis operasi yang dilakukan. Operasi penerbangan yang akan dianalisis dalam studi ini adalah operasi penerbangan dengan cakupan daerah operasi, yang meliputi wilayah Indonesia.

Konsumen-konsumen potensial yang dijadikan target pemasaran adalah perusahaan-perusahaan nasional yang berkantor di salah satu kota di Pulau Jawa, sedangkan daerah operasinya berada di luar Pulau Jawa, Pemerintah Daerah Tingkat II, dan perorangan. Daerah-daerah berpotensi untuk dipilih menurut Hubbard, et al. (2006) adalah daerah yang memiliki kepadatan populasi yang tinggi, daerah produksi dan bisnis yang besar, dan merupakan daerah-daerah dengan frekuensi penerbangan yang tinggi.

Armada yang dipilih merupakan jenis-jenis pesawat turboprop dengan kapasitas penumpang maksimum 20 orang. Pesawat tersebut dipilih karena jenis pesawat turboprop merupakan jenis pesawat yang paling efisien untuk dioperasikan di wilayah Indonesia, terutama untuk jarak-jarak leg antar kota yang cukup pendek untuk daerah kepulauan seperti Indonesia. Selain itu, jumlah penumpang untuk operasi penerbangan tidak berjadwal jumlahnya lebih kecil daripada operasi penerbangan berjadwal. Sehingga, tidak dibutuhkan kapasitas pesawat yang terlalu besar.

Share yang ditawarkan kepada konsumen berkisar antara 1/16 hingga 3/8, dengan kisaran 50 hingga 300 jam terbang per tahun. Kisaran share tersebut dipilih berdasarkan hasil penelitian terhadap besar share yang efektif untuk FAO oleh Fauzia (2007).

(2)

27

4.2 DATA

Data-data yang digunakan dalam studi ini antara lain adalah sebagai berikut:

Kota-kota di Indonesia yang dijadikan daerah asal keberangkatan (origin) dan daerah tujuan (destination), yang kemudian dirangkaikan dalam suatu perjalanan (trip)

Jarak antar kota

Jenis-jenis pesawat yang menjadi armada bagi FMC

Data bandar udara di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk operasional FAO

Komponen biaya-biaya operasi pesawat (DOC dan IOC)

4.3 ANALISIS DAERAH OPERASI

Operasi penerbangan dengan sistem FAO merupakan suatu sistem penerbangan di mana konsumen memiliki kebebasan untuk memilih daerah asal dan tujuan keberangkatannya. Dengan konsep operasi seperti itu, maka tingkat permintaan perjalanan owner tidak dapat diketahui secara historis, sebagaimana operasi penerbangan berjadwal yang dapat diketahui dari perkembangan pergerakan penumpang tahunan. Selain itu, data penerbangan tidak berjadwal tidak tersedia dalam bentuk yang telah terdokumentasi.

Oleh karena itu, pemilihan daerah operasi dalam studi ini dilakukan dengan cara membagi daerah operasi berdasarkan usulan Hubbard, et al. (2006) dengan pembagian wilayah operasi pada pulau-pulau yang ada di Indonesia, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Papua. Kota-kota yang dianggap berpotensi sebagai Kota-kota-Kota-kota tujuan konsumen adalah kota-kota yang dekat dengan daerah operasi perusahaan tertentu. Sebagai contoh, kota Dumai di Sumatera yang dekat dengan daerah operasi Pertamina, lalu Banjarmasin di Pulau Kalimantan yang merupakan daerah operasi perusahaan pertambangan dan perminyakan.

(3)

28

Berdasarkan analisis tersebut, maka beberapa kota dipilih secara acak berdasarkan letaknya namun tetap memperhatikan keberadaan potensi kota-kota tersebut serta ketersediaan bandara yang mampu mendukung operasi tinggal landas, pendaratan, dan parking. Untuk memudahkan simulasi yang dilakukan, dipilihlah 10 kota yang menjadi masukan untuk trip generation. Daftar kota terpilih dapat dilihat pada Tabel 4-1.

4.4 ANALISIS PERLENGKAPAN

4.4.1 Analisis Bandara

Berdasarkan definisi FAO seperti yang telah disampaikan sebelumnya, setiap owner memiliki hak untuk menggunakan pesawat untuk memilih waktu dan tempat keberangkatan sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Oleh karena itu, ada banyak kemungkinan pemilihan kota dari sekian banyak kota yang ada di Indonesia. Jadi, penyederhanaan terhadap kebutuhan perlu dilakukan.

Sebagai langkah awal penyederhanaan, maka operasi pesawat dimulai dan berakhir pada satu kota yang dipilih sebagai base. Base dipilih berdasarkan kelengkapan on ground facilities dan kedekatan bandara dengan target pasar, yaitu perusahaan-perusahaan yang berdomisili di daerah pusat bisnis negara, yaitu Jakarta.

Tabel 4-1 Kota dan Bandara sebagai Masukan Trip Generation

Kota Bandara ICAO IATA Tipe Landasa n IFR

Panjang

Landasan Kelas

Balikpapan Sepinggan WRLL BPN Civ. Paved Yes 8200 ft IA Banjarmasin Syamsudin Noor WRBB BDJ Civ. Paved Yes 7200 ft IB Batam Hang Nadim WIKB BTH Civ. Paved Yes 13200 ft Dumai Pinang Kampai WIBD DUM 5905 ft Gorontalo Jalaluddin WAMG GTO Mil. Paved No 5400 ft

Jakarta Halim

Perdanakusuma WIIH HLP Civ. Paved Yes 9800 ft Jayapura Sentani WAJJ DJJ Civ. Paved Yes 7100 ft

Manado Ratulangi WAM

M MDC Civ. Paved Yes 8200 ft IB Surabaya Juanda WRSJ SUB Civ. Paved Yes 9800 ft IA Timika Moses Kilangin WABP TIM Civ. Paved Yes 7800 ft

(4)

29 Tabel 4-2 Spesifikasi Bandara Internasional Halim Perdanakusuma

Designation Halim Perdanakusuma International Airport

ICAO/ WIHH/HLP

Use Military/Civilian Airport

City Jakarta, Indonesia

Location 6° 15’ 60S 106° 53’ 28E

Elevation 84 ft AMSL

Runway dimension (ft) 9843 x 148

Runway 06/24

Supplies/Equipment Jet A1, without icing inhibitor

100/130 octane gasoline, leaded, MIL-L-5572F (Green)

ILS Yes

Letak Halim Perdanakusuma yang berada di Provinsi DKI Jakarta memudahkan akses bagi konsumen-konsumen potensial, seperti perusahaan-perusahaan berskala besar atau menengah yang kegiatan operasinya berada di luar Pulau Jawa, seperti perusahaan minyak atau pertambangan. Selain itu, bandara ini pun tidak sepadat bandara internasional lain, seperti Soekarno-Hatta. Dengan demikian, bandara ini banyak digunakan untuk penerbangan penerbangan tidak berjadwal, seperti charter.

4.4.2 Analisis Armada

Armada yang dipilih merupakan pesawat dengan kapasitas maksimum 20 penumpang. Pesawat tersebut merupakan jenis pesawat yang saat ini banyak dibutuhkan. Hal ini didukung oleh acuan yang diberikan oleh praktisi industri charter dan juga tren pesawat yang memang digunakan oleh dalam operasi FMC, seperti NetJets dan Bombardier Flexjet. Pada studi yang dilakukan oleh Fauzia (2007) terdapat empat pesawat yang dianalisis, yang kesemuanya merupakan pesawat turboprop dengan kapasitas penumpang dengan kapasitas penumpang di bawah 20 penumpang. Pesawat-pesawat tersebut adalah King Air C90GT, King Air

(5)

30

B200, King Air 350, dan Piaggio Avanti P180 II. Pesawat-pesawat tersebut kemudian disesuaikan dengan daerah operasi yang telah dipilih. Dari hasil analisis yang dilakukan, maka pesawat-pesawat yang akan dioperasikan adalah:

Tabel 4-3 Spesifikasi Pesawat

SPECIFICATION Raytheon Raytheon Piaggio

King Air B200 King Air 350

Avanti P180 II GENERAL Price (2006) $5,088,610 $5,970,580 $6,195,000 No. of seats 1+7/15 1+9/15 1--2+7--9 DIMENSIONS Wing span (ft) 54.5 57.9 46.1 Length (ft) 43.8 46.7 47.3 Height (ft) 14.8 14.3 13.1 Wing area (sq. ft.) 303 303 172.2

WEIGHTS Empty weight (lb.) 8283 9456 7800

Gross weight (lb.) 12500 15000 12100

POWERPLANTS

No., Model, Make & lb.-thrust/SHP./HP. 2 X PWC PT6A-42/1700 shp. 2 X PWC PT6A-60A/2100 shp. 2 X PWC PT6A-66/850 shp. PERFORMANCE Max speed (mph. or mach no.) 336 359 455 Normal cruise speed (mph. or mach no.) 336 359 415 Max. range w/ 45

min. reserve (mi.) 2200 1984 2013

Approach speed (mph.) 119 115 107 Takeoff distance over 50ft. Obstacle (ft) 2579 3300 2850 Landing distance over 50 ft. obstacle (ft) 2845 2390 2860 Normal fuel capacity (gal. usable) 544 539 418 MAINTENANCE engine overhaul intervals (hrs) 3000 3600 3000

engine hot section inspection interval (hrs) 1500 1800 1500 OPERATION Flight Fuel consumption(lb/hr) 1086.608 1219.848 1122.2 Taxi Fuel consumption (lb/hr) 176.02 197.60 181.78

Fuel Price ($/gal) 3 3 3

Fuel lb/gal 0.15 0.15 0.15

(6)

31

4.5 ANALISIS OPERASI

4.5.1 Pembangkitan Rute Perjalanan (Trip Generation)

Pembangkitan rute perjalanan dilakukan dengan menggunakan bantuan Visual Basic for Applications yang terintegrasi dengan Microsoft Excel. Sebelum pemrograman dibuat, maka ditentukan pula batasan-batasan yang dapat menyederhanakan running program. Berikut ini adalah batasan-batasan yang digunakan dalam pemrograman:

1. Setiap perjalanan yang dilakukan tidak boleh melebihi 15 jam dalam 1 hari, dengan pembagian skenario perjalanan sebagai berikut:

a. Skenario 1: Base – Kota 1 – Base

Rangkaian perjalanan ini dimulai dari base dan berakhir di base. Asumsi perjalanan yang dilakukan tidak lebih dari 10 jam dengan waktu tunggu maksimal 5 jam. Owner berangkat dari base dan di kota tujuan owner dapat meminta pesawat untuk menunggu hingga rentang waktu maksimal. Penerbangan kosong (dead head flight) diasumsikan dari kota 1 ke base.

b. Skenario 2: Base – Kota 1 – Kota 2 – Base

Rangkaian perjalanan ini dimulai dari base dan berakhir di base. Owner dapat berangkat dari base atau dijemput di kota tujuan pertama. Perjalanan dilakukan tanpa waktu tunggu di kota-kota tujuan. Penerbangan kosong (dead head flight) diasumsikan terjadi pada penerbangan ke-3, yaitu dari kota 2 ke base.

2. Jarak setiap rangkaian perjalanan dibatasi oleh jangkauan terbang maksimum pesawat. Jadi, ketika pesawat singgah di kota tujuan tidak ada aktivitas pengisian bahan bakar.

(7)

32 Gambar 4-1 Antar-muka Trip Generation

Dengan menerapkan batasan-batasan tersebut pada program yang dibuat, maka didapatkan rangkaian-rangkaian perjalanan sebagai berikut:

Tabel 4-4 Rangkaian Perjalanan

King Air B200 King Air 350 Avanti P180 II

Base Dest Base Base Dest Base Base Dest Base

HLP BPN HLP HLP BPN HLP HLP BPN HLP

HLP BDJ HLP HLP BDJ HLP HLP BDJ HLP

HLP BTH HLP HLP BTH HLP HLP BTH HLP

HLP DUM HLP HLP DUM HLP HLP DUM HLP

HLP GTO HLP HLP GTO HLP HLP GTO HLP

HLP MDC HLP HLP MDC HLP HLP MDC HLP

HLP SUB HLP HLP SUB HLP HLP SUB HLP

HLP TIM HLP

Dari hasil pembangkitan rute untuk skenario 1, didapatkan 8 rangkaian perjalanan untuk pesawat King Air B200, dan 7 rangkaian perjalanan masing-masing untuk King Air 350 dan Avanti P180 II.

(8)

33 Tabel 4-5 Rangkaian Perjalanan Skenario 2

King Air B200

Base Dest1 Dest2 Base Base Dest1 Dest2 Base

HLP BDJ BPN HLP HLP BPN GTO HLP

HLP BTH BPN HLP HLP BDJ GTO HLP

HLP DUM BPN HLP HLP BTH GTO HLP

HLP GTO BPN HLP HLP DUM GTO HLP

HLP MDC BPN HLP HLP MDC GTO HLP

HLP SUB BPN HLP HLP SUB GTO HLP

HLP BPN BDJ HLP HLP BPN MDC HLP HLP BTH BDJ HLP HLP BDJ MDC HLP HLP DUM BDJ HLP HLP BTH MDC HLP HLP GTO BDJ HLP HLP GTO MDC HLP HLP MDC BDJ HLP HLP SUB MDC HLP HLP SUB BDJ HLP HLP BPN SUB HLP HLP BPN BTH HLP HLP BDJ SUB HLP HLP BDJ BTH HLP HLP BTH SUB HLP

HLP DUM BTH HLP HLP DUM SUB HLP

HLP SUB BTH HLP HLP GTO SUB HLP

HLP BPN DUM HLP HLP BPN TIM HLP

HLP BDJ DUM HLP HLP BDJ TIM HLP

HLP BTH DUM HLP HLP SUB TIM HLP

King Air 350

Base Dest1 Dest2 Base Base Dest1 Dest2 Base

HLP BDJ BPN HLP HLP BTH DUM HLP HLP BTH BPN HLP HLP SUB DUM HLP HLP DUM BPN HLP HLP BPN GTO HLP HLP GTO BPN HLP HLP BDJ GTO HLP HLP MDC BPN HLP HLP BTH GTO HLP HLP SUB BPN HLP HLP MDC GTO HLP HLP BPN BDJ HLP HLP SUB GTO HLP HLP BTH BDJ HLP HLP BPN MDC HLP

(9)

34 HLP DUM BDJ HLP HLP BDJ MDC HLP HLP GTO BDJ HLP HLP BTH MDC HLP HLP SUB BDJ HLP HLP GTO MDC HLP HLP BPN BTH HLP HLP SUB MDC HLP HLP BDJ BTH HLP HLP BPN SUB HLP HLP DUM BTH HLP HLP BDJ SUB HLP HLP SUB BTH HLP HLP BTH SUB HLP

HLP BPN DUM HLP HLP DUM SUB HLP

HLP BDJ DUM HLP

Avanti P180 II

Base Dest1 Dest2 Base Base Dest1 Dest2 Base

HLP BDJ BPN HLP HLP BTH DUM HLP HLP BTH BPN HLP HLP SUB DUM HLP HLP DUM BPN HLP HLP BPN GTO HLP HLP GTO BPN HLP HLP BDJ GTO HLP HLP MDC BPN HLP HLP BTH GTO HLP HLP SUB BPN HLP HLP MDC GTO HLP HLP BPN BDJ HLP HLP SUB GTO HLP HLP BTH BDJ HLP HLP BPN MDC HLP HLP DUM BDJ HLP HLP BDJ MDC HLP HLP GTO BDJ HLP HLP BTH MDC HLP HLP SUB BDJ HLP HLP GTO MDC HLP HLP BPN BTH HLP HLP SUB MDC HLP HLP BDJ BTH HLP HLP BPN SUB HLP HLP DUM BTH HLP HLP BDJ SUB HLP HLP SUB BTH HLP HLP BTH SUB HLP

HLP BPN DUM HLP HLP DUM SUB HLP

HLP BDJ DUM HLP

Rangkaian perjalanan untuk pesawat King Air berjumlah 39 pasangan, sedangkan untuk pesawat King Air 350 dan Avanti P180 II masing-masing berjumlah 33 pasangan.

4.5.2 Pemodelan secara Manual

Pemodelan secara manual merupakan suatu pemodelan sederhana operasi penerbangan. Analisis pada model ini dilakukan sebagai dasar bagi pengembangan model yang lebih besar, atau dapat dikatakan pula sebagai

(10)

35

bentuk validasi terhadap model lain yang akan dibuat dengan menggunakan Vensim®.

Model dibuat dengan menganalisis kepemilikan share oleh owner dengan melibatkan satu tipe pesawat dan tiga kota. Dalam analisis yang dilakukan, terdapat satu tipe pesawat dengan jumlah pesawat tertentu (j), dan perjalanan sebagai trip (i). Jumlah pesawat yang dianalisis merupakan jumlah pesawat minimum sesuai aturan, yaitu dua pesawat. Kemudian, rangkaian perjalanan diasumsikan dibuat secara point-to-point, artinya pesawat hanya mengantarkan konsumen hingga ke tempat tujuan dan kembali ke base setelah menyelesaikan misinya.

Contoh kasus yang dianalisis adalah kepemilikan pesawat oleh tiga konsumen dengan jumlah share berturut-turut 1/16, 1/8, dan 5/16. Kemudian, dengan menggabungkan jumlah konsumen yang ada dengan jenis pesawat yang akan dianalisis, maka diperoleh matriks sebagai berikut:

Tabel 4-6 Contoh Kasus Kepemilikan

Owner 1 2 3

1/16 1/8 5/16

Flight Hours 50 100 250

Rangkaian perjalanan yang dilakukan oleh owner dipilih secara acak dengan melibatkan tiga kota dalam analisis. Kota-kota tersebut dapat dilihat pada Tabel 4-7.

Tabel 4-7 Matriks Waktu Terbang

Origin\destination HLP BPN BTH HLP - 3 (1) 2 (3) BPN 3 (4) - 3 (2) BTH 2 (6) 3 (5) -

Untuk memudahkan penjadwalan pesawat terhadap permintaan yang datang, maka dibuatlah matriks AT (i, j) dan TT (j, k). Matriks AT(i, j) = 1 jika pesawat i dapat melayani perjalanan j dan TT (j, k) = 1 jika perjalanan k dapat dilayani segera setelah perjalanan j.

Permintaan dari owner untuk suatu perjalanan yang dilakukan diasumsikan mulai dari jam ke-0 dengan jarak antar permintaan satu dan

(11)

36

yang lain adalah satu jam. Permintaan pun diasumsikan diterima oleh FMC tiga jam sebelum waktu keberangkatan yang diminta oleh owner. Owner 1 dianggap meminta perjalanan 1 dan 4, owner 2 dianggap meminta perjalanan 2 dan 5, sedangkan owner 3 dianggap meminta perjalanan 3 dan 6. Distribusi permintaan owner dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4-8 Distribusi Perjalanan

Jam ke- Owner Perjalanan Waktu Pelayanan

0 1 1 HLP-BPN 3 jam 1 2 2 BPN-BTH 3 jam 2 3 3 HLP-BTH 2 jam 3 1 4 BPN-HLP 3 jam 4 2 5 BTH-BPN 3 jam 5 3 6 BTH-HLP 2 jam

Distribusi perjalanan tersebut ditunjukkan sebagai berikut:

Gambar 4-2 Distribusi Perjalanan terhadap Waktu

Setiap pesawat memiliki batas penggunaan maksimum dalam satu hari

sebesar 10 jam. Setelah mencapai batas tersebut, maka pesawat harus kembali ke base. Angka tersebut diambil sebagai asumsi pre-determined condition untuk perawatan pesawat.

Berdasarkan distribusi tersebut, maka didapatkanlah hasil sebagai berikut:

(12)

37

Pesawat 1 dapat melayani permintaan 1 dan 2, sedangkan pesawat 2 dapat melayani permintaan 3 dan 5. Permintaan 4 dan 6 tidak dapat dipenuhi karena pesawat tidak tersedia pada waktu yang diminta oleh owner. Keduanya dapat dilayani, namun pesawat mengalami keterlambatan untuk sampai ke tempat konsumen berada.

Dengan demikian, dengan jumlah armada yang ada FMC tidak dapat memenuhi seluruh permintaan owner. Jika FMC ingin melayani seluruh permintaan owner tepat waktu, maka FMC dapat melakukan penyewaan pesawat pada pihak ketiga.

4.5.3 Pemodelan dengan Vensim®

Model simulasi yang dibuat dengan menggunakan Vensim® merupakan model awal yang dibuat secara sederhana untuk menggambarkan variabel-variabel yang memengaruhi operasi penerbangan yang terjadi di lapangan. Dengan mengasumsikan rangkaian perjalanan sebagai jumlah kemungkinan perjalanan yang dapat dilakukan oleh owner, maka dibuatlah rancangan model operasi FAO seperti ditunjukkan oleh Gambar 4-3.

Pembuatan model dibuat dengan melakukan penyederhanaan berikut ini:

1. Rangkaian perjalanan yang dihasilkan dari trip generation dianggap sebagai jumlah kemungkinan perjalanan yang dapat dilakukan oleh owner. 2. Armada pesawat terdiri dari satu tipe pesawat dengan jumlah minimal 2

(13)

38 Jumlah Permintaan TRIP (SELECTION PROCESS) Armada tersedia? Request Wait (stay>2) Stay Dead Head (stay<2) Rejected flight ya Tidak Jumlah armada Normalisasi Armada

Gambar 4-3 Langkah Simulasi Vensim

Variabel-variabel yang diperhitungkan dalam analisis operasi adalah sebagai berikut:

1. Share – merupakan variabel jenis share yang dibeli oleh konsumen. 2. Owner – jumlah owner yang terlibat dalam sistem kepemilikan. 3. Aircraft type – merupakan jenis pesawat yang dianalisis dalam sistem. 4. Generated Trip – merupakan variabel masukan yang memperhitungkan

jumlah rangkaian perjalanan sebagai jumlah permintaan yang harus dilayani oleh operasi penerbangan.

5. Trip – merupakan variabel yang menampung jumlah permintaan yang datang untuk kemudian didistribusikan secara acak sebagai permintaan-permintaan yang akan dilayani.

6. Aircraft Available – merupakan variabel yang mewakili ketersediaan pesawat untuk dapat melayani permintaan yang masuk. Untuk memudahkan pemodelan yang dilakukan, maka jumlah pesawat diambil sebanyak 2 buah untuk satu tipe pesawat tertentu.

7. Request 1, 2, dan 3 – merupakan variabel yang mewakili terlayaninya permintaan yang masuk ke dalam sistem operasi.

(14)

39

8. Stay 1, 2, 3 – merupakan variabel yang menyatakan lamanya owner berada di kota tujuan. Batasan perjalanan yang dilakukan adalah selama 15 jam dengan waktu tunggu maksimum yang termasuk di dalamnya, yaitu 5 jam akumulatif. Artinya, jika owner melakukan perjalanan berdasarkan skenario 2, maka dapat diambil contoh bahwa pesawat dapat menunggu di kota tujuan 1 selama 2 jam dan di kota tujuan 2 selama 3 jam.

9. Wait 1, 2, 3 – merupakan variabel yang menyatakan apabila owner berada di kota tujuan pada batas waktu tertentu, maka pesawat dianggap menunggu owner. Jika owner telah selesai dengan kegiatannya, maka owner akan diantarkan ke kota tujuan lain atau base.

10. Rejected Flight request – merupakan variabel yang menyatakan bahwa permintaan tidak dapat terlayani karena pesawat tidak tersedia pada waktu tersebut.

11. Dead Head Flight 1, 2, 3 – merupakan variabel yang menyatakan bahwa ada penerbangan kosong yang dilakukan pesawat setelah selesai melayani konsumen tertentu.

12. Normalization aircraft available – merupakan suatu variabel yang dapat memulihkan ketersediaan pesawat sebagai akibat adanya penerbangan kosong yang terjadi sehingga pesawat dapat digunakan.

Pemodelan operasi yang dibangun dalam sistem Vensim ditunjukkan oleh Gambar 4-4.

(15)

Analisis

40 Gambar 4-4 Pemodelan Operasi Penerbangan FAO dengan Vensim®

TRIP Request 1 Request 2 Request 3 Normalization aircraft available Stay 1 Stay 2 Stay 3 <Time> <TIME STEP>

Rejected Flight Requests Generated trip dead head 1 rejected flight request 1 dead head 2 rejected flight request 2 dead head 3 rejected flight request 3 Aircraft Available Wait 1 Wait 2 Wait 3 Share

(16)

41

Pemodelan yang telah dibuat kemudian dijalankan pada suatu batas waktu tertentu, yaitu selama 24 jam. Dengan memperhitungkan setiap permintaan yang datang memiliki rentang waktu (time step) 1 jam. Waktu awal simulasi atau initial value adalah nol.

Dengan mengambil jumlah minimum share yang dibeli oleh konsumen sebesar 1/16, maka didapatkanlah tren permintaan perjalanan dalam rentang waktu 24 jam sebagai berikut:

Gambar 4-5 Tren Permintaan Perjalanan

Permintaan owner untuk melakukan perjalanan, bervariasi terhadap waktu. Dari hasil penelusuran tersebut, permintaan konsumen tidak linear. Dengan demikian, pertambahan jumlah konsumen ke dalam sistem operasi tidak dapat diprediksikan secara jelas. Ada pada waktu-waktu tertentu di mana jumlah konsumen yang harus dilayani mencapai jumlah maksimum, di mana terjadi permintaan secara bersamaan bahkan hingga 15 konsumen. Namun, itupun terjadi hanya satu kali dalam rentang waktu 24 jam dan jika dihitung terhadap operasi pesawat secara keseluruhan, maka probabilitas peristiwa tersebut terjadi sangat kecil.

Owner 20 15 10 5 0 1 6.8 12.5 18.3 24 Time (hour) Owner : run1 Dmnl

(17)

42 Gambar 4-6 Ketersediaan Pesawat

Dari Gambar 4-6, dapat diketahui bahwa jika jumlah pesawat awal berjumlah dua buah, maka permintaan yang dapat terlayani adalah permintaan yang datang dalam rentang waktu 1- 2 jam saja. Hal ini karena jumlah permintaan yang dapat dilayani dengan jumlah pesawat tersebut terbatas. Penurunan jumlah ketersediaan pesawat menjadi negatif menunjukkan bahwa terjadi kelebihan permintaan jika dibandingkan dengan jumlah armada yang tersedia. Sehingga, penambahan jumlah armada untuk melayani kebutuhan owner adalah suatu keharusan yang mesti dilakukan oleh FMC.

Penambahan jumlah armada dapat dilakukan dengan menambah satu armada tambahan setiap terjual empat share (Fusch, 2006). Penambahan jumlah armada pun akan menurunkan jumlah biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh FMC untuk melakukan penyewaan pesawat dari pihak lain untuk tetap memenuhi kebutuhan owner.

Aircraft Available 2 -8.5 -19 -29.5 -40 1 6.8 12.5 18.3 24 Time (hour)

(18)

43

4.6 ANALISIS EKONOMI

Analisis ekonomi dilakukan dengan menganalisis pendapatan dan biaya yang dikeluarkan dalam operasional FAO dalam jangka waktu lima tahun. Jangka waktu tersebut dipilih karena perjanjian yang dilakukan antara FMC dan owner dibuat dalam waktu 5 tahun. FMC dianggap sebagai pihak penyedia pesawat terbang yang digunakan dalam operasi. FMC dianggap membeli kepemilikan pesawat secara penuh lalu kemudian menjual kepemilikannya pada konsumen sesuai dengan kebutuhan jam terbang berdasarkan share yang ditawarkan.

Analisis ekonomi yang dilakukan pada studi ini dilakukan untuk memberikan gambaran bagi perhitungan keuntungan suatu operasi FAO dengan asumsi bahwa setiap owner yang terlibat dalam sistem menggunakan haknya secara penuh. Selain itu, jumlah armada yang beroperasi diambil sebanyak jumlah minimum pesawat berdasarkan aturan yang tercantum dalam FAR, yaitu dua pesawat. Dua pesawat tersebut digunakan secara bergantian untuk memenuhi permintaan dari owner, di mana satu pesawat adalah pesawat utama dan pesawat lain adalah pesawat cadangan.

Pendapatan yang diterima oleh FMC dihitung dari pembayaran biaya FAO yang dibebankan kepada owner. Struktur biaya yang digunakan untuk menghitung biaya FAO yang ditawarkan kepada konsumen adalah struktur biaya yang diajukan oleh Fauzia (2007).

Pada struktur biaya tersebut, analisis dimulai dengan menghitung biaya FAO dengan memperhitungkan biaya operasi langsung (direct operating cost) dan biaya operasi tidak langsung (indirect operating cost) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3-1. Kemudian perhitungan harga per unit FAO dikonversikan ke dalam tiga komponen utama biaya FAO, yaitu Ownership Cost, Management Monthly Fee (MMF), Occupied Hourly Fee (OHF) seperti dijelaskan dalam Bab 3, dengan menambahkan keuntungan (profit margin) untuk FMCsebesar 10% dari MMF. Biaya FAO yang ditawarkan berdasarkan jenis pesawat dapat dilihat pada Tabel 4-9.

(19)

44 Tabel 4-9 Daftar Harga FAO

King Air B200

50 100 150

Ownership $ 318,038.13 Ownership $ 636,076.25 Ownership $ 954,114.38

MMF $ 4,530.22 MMF $ 9,060.45 MMF $ 13,590.67

OHF $ 775.83 OHF $ 775.83 OHF $ 775.83

200 250 300

Ownership $ 1,272,152.50 Ownership $ 1,590,190.63 Ownership $ 1,908,228.75

MMF $ 18,120.90 MMF $ 22,651.12 MMF $ 27,181.35

OHF $ 775.83 OHF $ 775.83 OHF $ 775.83

King Air 350

50 100 150

Ownership $ 373,161.25 Ownership $ 746,322.50 Ownership $ 1,119,483.75

MMF $ 4,563.07 MMF $ 9,126.14 MMF $ 13,689.21

OHF $ 829.34 OHF $ 829.34 OHF $ 829.34

200 250 300

Ownership $ 1,492,645.00 Ownership $ 1,865,806.25 Ownership $ 2,238,967.50

MMF $ 18,252.28 MMF $ 22,815.35 MMF $ 27,378.42

OHF $ 829.34 OHF $ 829.34 OHF $ 829.34

Avanti P180 II

50 100 150

Ownership $ 387,187.50 Ownership $ 774,375.00 Ownership $ 1,161,562.50

MMF $ 4,571.43 MMF $ 9,142.86 MMF $ 13,714.29

OHF $ 871.11 OHF $ 871.11 OHF $ 871.11

200 250 300

Ownership $ 1,548,750.00 Ownership $ 1,935,937.50 Ownership $ 2,323,125.00

MMF $ 18,285.72 MMF $ 22,857.14 MMF $ 31,584.42

OHF $ 871.11 OHF $ 871.11 OHF $ 871.11

Perhitungan biaya operasi dilakukan dengan menghitung biaya yang harus dikeluarkan selama operasi pesawat, yang terbagi ke dalam variabel biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap dihitung tahunan, sedangkan biaya tidak tetap dihitung per jam terbang operasional pesawat. Perhitungan biaya untuk tiga pesawat dapat dilihat pada Tabel 4-10.

(20)

45 Tabel 4-10 Biaya Operasi Pesawat

AIRCRAFT TYPE RAYTHEON BEECH

KING AIR B200

RAYTHEON BEECH KING AIR 350

PIAGGIO AVANTI P180 II FIXED COST (/year) $ 54,346.00 $ 54,934.62 $ 55,071.89 VARIABLE COST (/hr) $ 756.80 $ 810.96 $ 855.61

Setelah dilakukan analisis pendapatan dan biaya operasi, maka langkah selanjutnya adalah menghitung keuntungan yang dihasilkan dalam jangka waktu lima tahun, di mana:

Untuk menganalisis keuntungan, maka sistem kepemilikan saham oleh owner harus diperhitungkan. Share yang dimiliki oleh owner dapat berupa kepemilikan share seragam atau kombinasi, di mana share dapat terjual penuh atau sebagian, contoh: kepemilikan share oleh tiga pihak dengan masing-masing 1/16 share atau berturut-turut 1/16, 1/8, dan 3/16 share.

Penggunaan pesawat oleh owner dianggap maksimal, sesuai dengan jam terbang berdasarkan share yang dibelinya. Akumulasi dari jam terbang yang digunakan oleh owner merupakan utilisasi tahunan pesawat yang digunakan. Utilisasi maksimum pesawat diasumsikan 800 jam/tahun. Sebagai contoh:

Jika terdapat 3 owner dalam sistem kepemilikan dengan share berturut turut 1/16, 1/8, dan 5/16, maka jumlah total share adalah 8/16 yang sama dengan utilisasi pesawat sebesar 50% dari utilisasi maksimum. Utilisasi ini sama dengan sistem kepemilikan share sebesar 1/8 dengan jumlah 4 owner.

Sistem kepemilikan yang dianalisis pada bagian ini

merepresentasikan kepemilikan share untuk utilisasi pesawat mulai dari 6.25% hingga 100%, di mana 6.25% merupakan jumlah jam terbang minimum yang terjual adalah 50 jam sedangkan 100% merupakan jumlah jam terbang maksimum terjual 800 jam. Contoh perhitungan keuntungan per lima tahun yang dihasilkan dalam operasi diberikan pada tabel berikut,

(21)

46

untuk contoh kasus kepemilikan saham oleh tiga owner dengan kombinasi share 1/16, 1/8, dan 5/16 untuk operasi dengan pesawat King Air B200.

Tabel 4-11 Contoh Perhitungan Keuntungan per Lima Tahun

Tahun ke 1 Tahun ke 2 Tahun ke 3 Tahun ke 4 Tahun ke 5 Pendapatan MMF $ 434,901.58 $ 434,901.58 $ 434,901.58 $ 434,901.58 $ 434,901.58 OHF $ 310,332.69 $ 310,332.69 $ 310,332.69 $ 310,332.69 $ 310,332.69 $ 745,234.27 $ 745,234.27 $ 745,234.27 $ 745,234.27 $ 745,234.27 $ 3,726,171.34 Biaya Operasi Fixed cost $ 108,691.99 $ 108,691.99 $ 108,691.99 $ 108,691.99 $ 108,691.99 Variable cost $ 302,720.88 $ 302,720.88 $ 302,720.88 $ 302,720.88 $ 302,720.88 Total Cost $ 411,412.87 $ 411,412.87 $ 411,412.87 $ 411,412.87 $ 411,412.87 $ 2,057,064.35 Keuntungan $ 1,669,106.99

Dari hasil analisis yang dilakukan, keuntungan yang dihasilkan dari akumulasi berbagai sistem kepemilikan adalah sebagai berikut:

Gambar 4-7 Keuntungan Operasi per 5 tahun menurut Total Akumulasi

Berdasarkan Gambar 4-7, keuntungan operasi baru dapat diraih jika minimum jumlah jam terbang terjual adalah 100 jam terbang/tahun, di mana keuntungan yang dapat diraih dari operasi itu sebesar $9,861.78 untuk

$(500,000.00) $-$500,000.00 $1,000,000.00 $1,500,000.00 $2,000,000.00 $2,500,000.00 $3,000,000.00 $3,500,000.00 $4,000,000.00 $4,500,000.00 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 K e u n tu n gan ($)

Akumulasi Jam Terbang yang Terjual (FH/year)

King Air B200 King Air 350 Avanti P180 II

(22)

47

pesawat King Air B200, $7,409.76 untuk pesawat King Air 350, dan $5,061.80 untuk pesawat Avanti P180 II. Dengan semakin bertambahnya jumlah owner dalam sistem kepemilikan, akan menambah akumulasi jam terbang pesawat per tahun, yang juga akan menambah jumlah keuntungan yang diperoleh dari operasional pesawat.

Hal tersebut merupakan akumulasi dari profit margin yang diberlakukan oleh FMC, sebesar 10% dari setiap share yang terjual. Namun, dengan semakin bertambahnya jumlah owner yang masuk ke dalam sistem kepemilikan pesawat, maka jumlah armada harus ditambah. Pada setiap empat share yang terjual, maka FMC harus menambah satu pesawat untuk mengantisipasi overlap permintaan dari owner (Fuchs, 2006). Namun, jika FMC ingin tetap bertahan dengan jumlah armada yang ada, maka FMC dapat melakukan penyewaan pesawat kepada pihak ketiga, yaitu dengan men-charter pesawat. Sehingga, perhitungan terhadap biaya tambahan harus dilakukan secara lebih terperinci yang tidak dibahas dalam studi ini.

4.7 ANALISIS KEUANGAN

Analisis keuangan merupakan suatu analisis lanjutan dari analisis ekonomi untuk mengetahui kelayakan investasi yang dilakukan, yang dalam hal ini dilakukan oleh FMC sebagai penyedia pesawat sebelum kepemilikannya dijual kepada pihak lain. FMC dianggap sebagai penyedia pesawat yang membeli pesawat sebanyak 2 pesawat, di mana pembelian dianggap dilakukan secara tunai. Kepemilikan terhadap pesawat kemudian ditawarkan kepada konsumen berdasarkan distribusi share yang telah ditetapkan.

Perhitungan aliran kas dilakukan dengan mengambil asumsi inflation rate dan tax income rate berturut-turut sebesar 7% (http://www.bi.go.id, 2007) dan 30% (http://www.pajak.go.id, 2007). Variabel yang juga diperhitungkan adalah nilai jual kembali pesawat (estimated resale value) sebesar 70% dari harga beli pesawat.

Analisis finansial dilakukan dengan melakukan perhitungan NPV untuk kepemilikan pesawat dengan utilisasi 50% hingga 100% dari utilisasi

(23)

48

maksimum pesawat untuk setiap jenis pesawat yang ditawarkan. Analisis dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun dengan asumsi pada setiap akhir perjanjian antara FMC dan owner, atau setelah lima tahun, kepemilikan share diperbaharui. Owner kembali membayar biaya investasi sebagaimana dilakukan pada tahun ke-1.

Dari hasil perhitungan yang dilakukan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4-12 Hasil Perhitungan NPV untuk Skenario Kepemilikan

Persentase Utilisasi/tahun

NPV

King Air B200 King Air 350 Avanti P180 II

50% < 0 < 0 < 0 63% < 0 < 0 < 0 75% < 0 < 0 >0 82% < 0 < 0 >0 94% >0 >0 >0 100% >0 >0 >0

Dari Tabel 4-12, dapat diketahui bahwa pada utilisasi pesawat Avanti P180 II sebesar 75% nilai NPV > 0. Oleh karena itu, rencana operasi penerbangan dengan sistem FAO adalah layak secara ekonomis jika pesawat Avanti P180 II dioperasikan dengan pemenuhan utilisasi pesawat minimal 75%. Artinya, akumulasi share yang dimiliki oleh owner minimum harus berjumlah 600 jam terbang/tahun. Nilai tersebut dapat dicapai dengan menambah jumlah owner yang terlibat dalam sistem kepemilikan.

Rencana investasi dengan menggunakan pesawat lainnya, seperti pesawat King Air B200 dan King Air 350, dapat dikatakan layak secara ekonomis, namun utilisasi pesawatnya harus mencapai 94%. Sehingga, pesawat Avanti P180 II merupakan pesawat yang paling ekonomis untuk dioperasikan dalam operasi penerbangan dengan sistem FAO.

(24)

49

Namun dengan bertambahnya jumlah owner dalam sistem kepemilikan, maka FMC harus mampu menjamin ketersediaan jumlah armada agar dapat memenuhi permintaan owner. Sehingga, dibutuhkan analisis lebih mendalam untuk mengetahui kebutuhan armada tambahan yang harus disediakan oleh FMC yang akan memengaruhi analisis keuangan dan investasi.

Gambar

Tabel 4-1 Kota dan Bandara sebagai Masukan Trip Generation
Tabel 4-2 Spesifikasi Bandara Internasional Halim Perdanakusuma
Tabel 4-3 Spesifikasi Pesawat
Gambar 4-1 Antar-muka Trip Generation
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TKG populasi lorjuk di Pantai Talang Siring pada bulan Januari sebagian besar adalah TKG II (60-70%), mencapai tahap matang pada

Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi saat ini, semakin meningkat pula kemudahan-kemudahan dan fasilitas-fasilitas yang mendukung manusia dalam

Pada tahap pelaksanaan penelitian ini, kegiatan yang dilakukan meliputi: (1) pengumpulan data melalui angket dan pengamatan yang dilakukan persiklus, (2) diskusi

Maka, yang menjadi faktor risiko utama dalam memengaruhi kejadian sindroma dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah gangguan pola makan

Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh.. manusia, yaitu sekitar 55-60% dan total kadar protein serum normal

Tidak ditemukannya alga filamen pada budidaya rumput laut selama peneliian karena pada musim tersebut (bulan Maret-Mei) kondisi kualitas air berada pada kisaran yang cukup

Meskipun IG tidak dapat diprediksi hanya dari satu komponen kimia bahan pangan saja, namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IG beras Memberamo Instan Fungsional (BMIF)