• Tidak ada hasil yang ditemukan

Barisan Gambar Mengisahkan Tzu Chi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Barisan Gambar Mengisahkan Tzu Chi"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

T

epat satu tahun yang lalu, 10 Mei 2009, lahan tersebut masih berupa tanah merah yang kosong. Relawan Tzu Chi mengada­ kan prosesi pemandian Rupang Buddha –hari besar di setiap Minggu kedua bulan Mei– di jalan raya di depan lahan tersebut. Seratus dua puluh sekop bersama­sama membalik pasir, tanda pencanangan pembangunan Aula Jing Si. Meski masih berstatus proyek berjalan, tahun ini Tzu Chi Indonesia telah dapat mengadakan prosesi yang sama di lantai dasar bangunan yang telah memiliki lima lantai tersebut.

Dalam prosesi pemandian Rupang Buddha ta­ hun ini, Tzu Chi Indonesia menggelar acara khusus Pameran Budaya Kemanusiaan Tzu Chi. Mulai dari kisah mengenai perjalanan Master Cheng Yen men­ dirikan Tzu Chi di Taiwan, hingga apa saja yang telah dilakukan oleh Tzu Chi di Indonesia terangkum indah dalam rangkaian poster yang dipamerkan dalam acara yang dilangsungkan tanggal 9 Mei 2010 tersebut. Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengatakan bahwa pameran poster yang turut diadakan ini bertujuan agar masyarakat makin mengenal Budaya Kemanusiaan Tzu Chi, juga mengetahui kehidupan Master Cheng Yen.

Sejak berdiri 44 tahun silam, hingga kini Tzu Chi telah tersebar di lebih dari 40 negara. ”Pameran ini bertujuan agar masyarakat me­ ngenal sejarah Tzu Chi, mengetahui apa yang dilakukan para insan Tzu Chi di Indonesia, ataupun di negara­negara lain. Dengan meng­ umpulkan cinta kasih semuanya, kita mengajak lebih banyak orang ikut bergabung dalam barisan relawan Tzu Chi, dan menyambut seruan budaya humanis ini,” katanya.

Yong Xin Zuo (Bekerja dengan hati)

Persiapan pameran poster Tzu Chi yang di­ lakukan oleh Tim Media Cetak Tzu Chi ini sendiri berjalan selama lebih kurang dua minggu, termasuk di antaranya menambah jam kerja hingga malam. Pemilihan foto, penulisan teks poster, hingga proses

lay out, kesemuanya memerlukan kesungguhan

hati untuk menampilkan keindahan budaya Tzu Chi. “Kami berharap dalam waktu yang ada, bisa memberikan hasil yang terbaik supaya poster dan tampilan pameran ini juga mencerminkan budaya kemanusiaan itu sendiri, sekaligus agar dapat di­ nikmati oleh para relawan Tzu Chi,” tutur Ivana, Wakil Division Head Tim Media Cetak Tzu Chi.

Persiapan juga sangat didukung oleh pihak Pulau Intan, kontraktor yang menangani pem­ bangunan Aula Jing Si. Dalam kondisi gedung yang belum selesai, persiapan ini memang tidaklah mudah. “Kami sengaja mempersiapkan satu bulan sebelumnya, karena mengantisipasi titik­titik yang rawan bocor. Kita tidak bisa prediksi cuaca, takut hujan, nanti air malah kemana­ mana, itu juga nggak baik, ” kata Wendy Kun­ coro, Project Manager Pembangunan Aula Jing Si. Ia menambahkan, pihaknya berusaha untuk mempersiapkan lahan yang lapang, dan bersih. Ditanya mengenai kegiatan Waisak dan Pameran Budaya Kemanusiaan Tzu Chi, Wendy mengungkapkan, “Kegiatan hari ini menurut saya sangat luar biasa. Karena ini merupakan pertama kalinya saya melihat kegiatan segini besar di­ lakukan di sebuah proyek.”

Perpaduan antara Keindahan dan

Informasi

Lebih kurang 1.700 peserta hadir dalam kegiatan ini. Pelaksanaan upacara Waisak dan pameran berjalan dengan tertib dan khidmat. Per­ paduan harmonis antara dinding batu dengan panel­panel putih berhias tanaman hijau, memberi nafas tersendiri dalam pameran kali ini. Lee Bie, salah satu pengunjung pameran yang berasal dari

Daan Mogot Baru, mengaku sangat kagum dengan apa yang telah dilakukan oleh Tzu Chi. “Setelah saya lihat poster­poster di sini ternyata sudah banyak sekali yang dilakukan oleh Tzu Chi di Indonesia,” tegasnya. Hal itu membuatnya semakin tertarik untuk bergabung menjadi relawan Tzu Chi.

Lee Bie menambahkan, dirinya sangat ter­ tarik kepada stan pelestarian lingkungan yang menjadi stan favorit hari itu. Di sana ia mengaku banyak mendapatkan informasi yang berguna. “Kita yang tadinya hanya mengetahui kalau ada pelestarian lingkungan, namun tidak terlalu memahami bagaimana melakukannya, bisa me­ lihat secara langsung,” ujarnya.

Kegiatan yang berlangsung selama lebih ku­ rang 5 jam ini juga berhasil mengetuk hati para pengusaha yang turut hadir. Salah satunya adalah Tony Antonius, yang bersedia menyumbangkan sejumlah dana untuk pembangunan Aula Jing Si. “Ini merupakan kali pertama saya datang me­ lihat pembangunan Aula Jing Si. Keseriusan Tzu Chi dalam membantu orang­orang yang membutuhkan telah memberikan saya inspirasi untuk turut serta bergabung dan memberikan kon­ tribusi. Terlebih saya melihat bahwa masyarakat bisa merasakan secara langsung bantuan yang diberikan oleh Tzu Chi, baik dari pengobatan, sekolah dan lainnya,” tutur Tony Antonius.

Tidak hanya Tony, Pui Sudarto, Presiden Direktur Pulau Intan, juga memutuskan untuk turut serta berperan aktif dalam Tzu Chi. “Setelah bekerja sama dengan Tzu Chi dalam proyek pembangunan Aula Jing Si, saya melihat banyak kegiatan sosial yang dilakukan oleh Tzu Chi. Pembangunan Aula Jing Si mengutamakan budaya. Para pekerja di sini bukan hanya bekerja tapi juga diajarkan bagaimana untuk hidup sehat, budaya disiplin, dan bahkan mereka mendapat sebutan khusus dengan ‘seniman bangunan’, hal ini yang menggugah hati saya akan Tzu Chi,” ucap Pui Sudarto.

Teladan | Hal 5

Bagi Teguh Ampiranto, melestarikan kesenian wayang orang tidaklah mudah. Ia menyadari betul tantangan yang dihadapi adalah perkembangan zaman dimana masyarakat cenderung kurang tertarik pada kesenian tradisional.

Lentera | Hal 10

Masyarakat Biak masih belum tersentuh pelayanan kesehatan. Untuk berobat, seringkali mereka harus ke Papua, terlebih dalam kasus penyakit mata. Tzu Chi mengadakan baksos kesehatan ke­ 67 di Biak, Papua.

Pesan

Master Cheng Yen

| Hal 13

Asalkan kita dapat

membersihkan cermin batin ini, ia dapat merefleksikan kebenaran dengan jelas sehingga kita mengetahui dengan jelas hal­hal yang patut maupun tidak patut dilakukan.

Kata Perenungan

Master Cheng Yen

Hanya orang yang

menghargai dirinya,

yang baru memiliki

keberanian untuk

bersikap rendah hati.

H en ry T an do ( H e Q i U ta ra ) Gedung ITC Lt. 6 Jl. Mangga Dua Raya

Jakarta 14430 Tel. (021) 6016332 Fax. (021) 6016334 redaksi@tzuchi.or.id www.tzuchi.or.id No. 59 | Juni 2010

www.tzuchi.or.id

B

arisan Gambar Mengisahkan Tzu Chi

Pameran Budaya Kemanusiaan Tzu Chi Indonesia

q Veronika Usha

informasi dan keindahan. Pameran poster budaya humanis yang diadakan di Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, diikuti oleh lebih kurang 1.700 pengunjung. Walaupun lokasi pameran berada dalam gedung bangunan yang masih dalam proses pembangunan, namun nuansa keindahan pameran tetap kental terasa.

Bangunan yang belum sempurna itu menjadi indah dipandang mata. Ruangan ‘polos’ tanpa cat dan keramik tersebut, seolah berubah menjadi runutan film bersambung yang menceritakan tentang perjalanan Tzu Chi di Indonesia.

(2)

M

enginspirasikan Niat Baik

V er a

e-mail: redaksi@tzuchi.or.id

situs: www.tzuchi.or.id

Redaksi menerima saran dan kritik dari para pembaca, naskah tulisan, dan foto­foto yang berkaitan dengan Tzu Chi. Kirimkan ke alamat redaksi, cantumkan identitas diri dan alamat yang jelas. Redaksi berhak mengedit tulisan yang masuk tanpa mengubah isinya.

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang berdiri pada tanggal 28 September 1994, merupakan kantor cabang dari Yayasan Buddha Tzu Chi Internasional yang berpusat di Hualien, Taiwan. Sejak didirikan oleh Master Cheng Yen pada tahun 1966, hingga saat ini Tzu Chi telah memiliki cabang di 47 negara.

Tzu Chi merupakan lembaga sosial kemanusiaan yang lintas suku, agama, ras, dan negara yang mendasarkan aktivitasnya pada prinsip cinta kasih universal.

Aktivitas Tzu Chi dibagi dalam 4 misi utama:

Misi Amal

Membantu masyarakat tidak mampu maupun yang tertimpa bencana alam/ musibah.

Misi Kesehatan

Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mengadakan pengobatan gratis, mendirikan rumah sakit, sekolah kedokteran, dan poliklinik. Misi Pendidikan

Membentuk manusia seutuhnya, tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan, tapi juga budi pekerti dan nilai-nilai kemanusiaan.

Misi Budaya Kemanusiaan

Menjernihkan batin manusia melalui media cetak, elektronik, dan internet dengan melandaskan budaya cinta kasih universal.

1.

2.

3.

4.

DARI REDAKSI

Buletin Tzu Chi No. 59 | Juni 2010

2

PEMIMPIN UMUM: Agus Rijanto WAKIL PEMIMPIN UMUM: Agus Hartono PEMIMPIN REDAKSI: Hadi Pranoto REDAKTUR PELAKSANA: Himawan Susanto, Ricky Suherman ANGGOTA REDAKSI: Apriyanto, Ivana Chang, Juniati, Veronika Usha REDAKTUR FOTO: Anand Yahya SEKRETARIS: Erich Kusuma Winata KONTRIBUTOR: Tim DAAI TV Indonesia Tim Dokumentasi Kantor Perwakilan/Penghubung: Tzu Chi di Makassar, Surabaya, Medan, Bandung, Batam, Tangerang, Pekanbaru, Padang, dan Bali. DESAIN: Ricky Suherman, Siladhamo Mulyono WEBSITE: Tim Redaksi DITERBITKAN OLEH: Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia ALAMAT REDAKSI: Gedung ITC Lt. 6, Jl. Mangga Dua Raya, Jakarta 14430, Tel. [021] 6016332, Fax. [021] 6016334, e­mail: redaksi@tzuchi.or.id ALAMAT TZU CHI: q Kantor Perwakilan Makassar: Jl. Achmad Yani Blok A/19­20, Makassar, Tel. [0411] 3655072, 3655073 Fax. [0411] 3655074 q Kantor Perwakilan Surabaya: Mangga Dua Center Lt. 1, Area Big Space, Jl. Jagir Wonokromo No. 100, Surabaya, Tel. [031] 847 5434,Fax. [031] 847 5432 q Kantor Perwakilan Medan: Jl. Cemara Boulevard Blok G1 No. 1­3 Cemara Asri, Medan 20371, Tel/Fax: [061] 663 8986 q Kantor Perwakilan Bandung: Jl. Ir. H. Juanda No. 179, Bandung, Tel. [022] 253 4020, Fax. [022] 253 4052 q Kantor Perwakilan Tangerang: Komplek Ruko Pinangsia Blok L No. 22, Karawaci, Tangerang, Tel. [021] 55778361, 55778371 Fax [021] 55778413 q Kantor Penghubung Batam: Komplek Windsor Central, Blok. C No.7­8 Windsor, Batam Tel/Fax. [0778] 7037037 / 450332 q Kantor Penghubung Pekanbaru: Jl. Ahmad Yani No. 42 E­F, Pekanbaru Tel/Fax. [0761] 857855 q Kantor Penghubung Padang: Jl. Khatib Sulaiman No. 85, Padang, Tel. [0751] 447855 q Kantor Penghubung Lampung: Jl. Ikan Mas 16/20 Gudang Lelang, Bandar Lampung 35224 Tel. [0721] 486196/481281 Fax. [0721] 486882 q Kantor Penghubung Singkawang: Jl. Yos Sudarso No. 7B­ 7C, Singkawang, Tel./Fax. [0562] 637166

q Perumahan Cinta Kasih Cengkareng: Jl. Kamal Raya, Outer Ring Road Cengkareng Timur, Jakarta Barat 11730 q Pengelola Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tel. (021) 7063 6783, Fax. (021) 7064 6811 q RSKB Cinta Kasih Tzu Chi: Perumahan Cinta Kasih Cengkareng, Tel. (021) 5596 3680, Fax. (021) 5596 3681 q Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi: Perumahan Cinta Kasih Cengkareng, Tel. (021) 7060 7564, Fax. (021) 5596 0550 q Posko Daur Ulang: Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Jl. Kamal Raya, Outer Ring Road Cengkareng Timur, Jakarta Barat 11730 Tel. (021) 7063 6783, Fax. (021) 7064 6811 q Perumahan Cinta Kasih Muara Angke: Jl. Dermaga, Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara Telp. (021) 7097 1391 q Perumahan Cinta Kasih Panteriek: Desa Panteriek, Gampong Lam Seupeung, Kecamatan Lueng Bata, Banda Aceh q Perumahan Cinta Kasih Neuheun: Desa Neuheun, Baitussalam, Aceh Besar q Perumahan Cinta Kasih Meulaboh: Simpang Alu Penyaring, Paya Peunaga, Meurebo, Aceh Barat q Jing Si Books & Cafe Pluit: Jl. Pluit Raya No. 20, Jakarta Utara Tel. (021) 667 9406, Fax. (021) 669 6407 q Jing Si Books & Cafe Kelapa Gading: Mal Kelapa Gading I, Lt. 2, Unit # 370­378 Jl. Bulevar Kelapa Gading Blok M, Jakarta 14240 Tel. (021) 4584 2236, 4584 6530 Fax. (021) 4529 702 q Posko Daur Ulang Kelapa Gading: Jl. Pegangsaan Dua, Jakarta Utara (Depan Pool Taxi) Tel. (021) 468 25844 q Posko Daur Ulang Muara Karang: Muara Karang Blok M­9 Selatan No. 84­85, Pluit, Jakarta Utara Tel. (021) 6660 1218, (021) 6660 1242 q Posko Daur Ulang Gading Serpong: Jl. Teratai Summarecon Serpong, Tangerang

K

eberanian, ketabahan, kesabar­ an, sekaligus sikap optimis dalam memandang kehidupan ditunjukkan oleh Li Guoming, seorang relawan Tzu Chi di Taiwan. Bayangkan, di tengah perjuangannya melawan kanker stadium 3 yang menyerang paru­ parunya, ia masih sanggup berbagi keceriaan dan kebahagiaan kepada orang lain. Bermodalkan keterampilan­ nya memainkan harmonika, menyanyi, ataupun mengendarai sepeda beroda satu, ia berhasil membuat para pasien yang tengah dirawat di Rumah Sakit Tzu Chi tersenyum, sekaligus memompakan semangat untuk tak mudah menyerah.

Dalam hidupnya Li Guoming memiliki satu keinginan, yakni menjadi orang yang dapat membahagiakan orang lain. Ia tak menyia­nyiakan waktunya sedikit pun untuk melayani dan membantu sesama. Meski akhirnya ia kemudian meninggal dunia, namun ia menjalani hidupnya dengan bahagia dan penuh manfaat. Ia adalah orang yang sangat bersemangat dengan

hati yang lapang dan murni. Makna hidup bukan terletak pada lamanya kehidupan seseorang. Makna hidup adalah bagaimana kita memanfaatkan waktu dengan baik sehingga hidup kita berharga. Tak hanya dirasakan sendiri, kita harus membawa sukacita ini kepada orang lain. Membawa sukacita bagi semua orang adalah sikap hidup yang patut dihargai. Dengan sikap dan perbuatan sederhana yang dilakukan dengan penuh ketulusan, Li Guoming bersumbangsih di tengah masyarakat dan menginspirasi banyak orang.

Ada banyak cara untuk menginspirasi orang lain, baik lewat tindakan nyata, kisah­kisah dan drama inspiratif, serta poster­poster bertemakan kemanusiaan. Hal inilah yang mendorong diadakannya Pameran Budaya Humanis Tzu Chi be­ berapa waktu lalu. Bertempat di lokasi pembangunan Aula Jing Si, deretan pos­ ter yang ditata dan dihias dengan apik seolah menjadi cuplikan­cuplikan film bersambung yang menceritakan sejarah dan perjalanan Tzu Chi di Indonesia. Sebuah momentum yang tepat untuk

memperkenalkan Tzu Chi kepada masyarakat luas. Diharapkan seusai menyaksikan pameran ini, masyarakat semakin mengenal Tzu Chi dan tergerak untuk bergabung dalam barisan relawan dan menebar cinta kasih di Indonesia.

Selain perayaan Waisak, Hari Tzu Chi Sedunia, di bulan Mei insan Tzu Chi juga memperingati Hari Ibu. Untuk memperingatinya, relawan Tzu Chi se­ cara khusus menggelar acara untuk menghormati, menghargai, sekaligus membalas budi kepada orang tua. Se­ cangkir teh, rangkaian bunga, dan bah­ kan mencuci kaki sang bunda sanggup memberikan nuansa berbeda dalam diri setiap anak maupun orangtuanya. Derai air mata yang tertumpah semoga menjadi perekat batin antara seorang anak dengan orang tuanya. Wujud berbakti kepada orang tua tidaklah harus dalam bentuk materi, tetapi juga bisa melalui perhatian dan kesediaan kita untuk mendengarkan mereka. Berbakti kepada orang tua juga bisa menjadi cara kita berterima kasih dan bersyukur atas apa yang sudah kita capai dan peroleh di dunia ini.

(3)

D

uduk di barisan kedua, Linda Awaludin, relawan yang juga ang­ gota komite Tzu Chi tak kuasa menahan air mata saat tangan­tangan Sharon putrinya mulai melepaskan kaus kakinya. Air matanya makin deras saat Sharon mulai mencuci jari­jari kakinya dengan lembut. Sama seperti Sang Mama, Sharon pun tampak terharu dan tak kuasa menahan air matanya. Seolah “menikmati” pekerjaannya, Sharon dengan lembut me­ ngelap kaki sang Mama hingga tak ada satu jari pun yang luput. Sambil mencuci kaki Mama, sesekali air matanya menetes. “Jujur, kalau mencuci kaki Mama ini baru pertama kali saya lakukan,” kata Sharon haru.

Sebelum acara mencuci kaki yang men­ jadi puncak kegiatan, sebelumnya Sharon (anggota Tzu Ching), relawan Tzu Chi, dan juga anak­anak anggota Istana Dongeng Ceria (IDC) juga menyuguhkan hidangan teh dan kue kepada orang tua mereka. “Kalau untuk menyediakan teh dan makanan ini sudah sering saya lakukan di rumah, tapi karena dilakukan di tempat yang ramai dan berbarengan, tetap saja ini membuat saya terharu,” terang Sharon yang menyamakan Mamanya dengan sosok pahlawan wanita super: “Wonder Woman”. “Setiap hari Mama bangun pagi. Aku ke kampus, Mama bikinin sarapan. Sejak kecil Mama selalu mengurus dan mendampingi aku, menyiapkan makanan sebelum berangkat sekolah, pokoknya Mama selalu ada untuk aku. Kalau aku ada susah, Mama selalu mendampingi aku,” ungkapnya.

Pentingnya Berbakti

Kepada Orang Tua

Bukan hanya Sharon dan Mama Linda yang merasakan suasana haru­biru itu, tapi juga sekitar 350 orang peserta “Acara Berbakti” yang diadakan oleh Tzu Chi di

Kelapa Gading Sport Centre pada Minggu, 16 Mei 2010. Acara ini diikuti oleh orang tua dan anak Istana Dongeng Ceria (170 orang), Tzu Ching dan orang tuanya (100 orang), dan relawan Kelapa Gading yang membawa orang tua mereka (80 orang). Menurut Vivi Tan, relawan yang menjadi koordinator acara, kegiatan ini dilakukan dengan tujuan supaya setiap orang meng­ hayati nilai luhur dari berbakti kepada orang tua. Terlebih menurutnya, saat ini materi­materi pendidikan budi pekerti di sekolah­sekolah sudah mulai redup. “Ka­ rena itulah di Tzu Chi diadakan IDC yang materi pelajarannya adalah khusus tentang budi pekerti,” terang Vivi.

Melihat banyaknya peserta dan orang tua yang menangis karena terharu, Vivi me­ ngatakan, “Saya merasa bahagia, berarti ki­ ta semua banyak memiliki rasa kasih. Kasih itu sesuatu yang mudah dikatakan tapi sulit dilakukan.” Karena itulah Vivi menganggap bahwa acara­acara seperti ini sangat per­ lu dilakukan, di mana kegiatan semacam ini bisa me­refresh batin para relawan.

“Harapannya (dengan kegiatan ini) kita jadi bisa lebih mencintai, menghormati, dan berbakti kepada orang tua kita,” katanya.

Life is Too short

“Hidup ini singkat, kita harus meman­ faatkan waktu dengan sebaik­baiknya. Pe­

nyesalan adalah hukuman terberat dalam hidup,” tegas Ji Shou, relawan Tzu Chi asal Malaysia yang menjadi pembawa acara sekaligus memberikan materi tentang Budaya Kemanusiaan Tzu Chi. Ji Shou me­ ngungkapkan pengalaman pribadinya saat ia tak bisa mendampingi Mamanya yang sakit dan kemudian meninggal dunia. “Waktu itu saya berumur 16 tahun. Papa sudah nggak ada, dan hanya tinggal Mama. Saat Mama sakit, saya tahu kon­ disinya sangat parah, tapi saya lebih me­ milih jalan­jalan sama teman­teman saya. Sampai akhirnya harinya tiba, dan saya hanya sempat berbicara singkat dengan Mama,” kata Ji Shou mengenang.

Melalui pengalamannya ini, Ji Shou mengajak semua peserta yang hadir untuk tidak menyia­nyiakan waktu dan hidupnya untuk berbakti kepada kedua orang tua. “Jangan sampai kita menyesal karena tidak sempat berbakti,” tegasnya. Menurut Ji Shou, wujud berbakti kepada orang tua kita tidaklah harus dengan materi atau kesenangan duniawi, tapi juga bisa melalui perhatian dan kesediaan kita un­ tuk mendengarkan mereka. “Karena yang diinginkan orang tua sebenarnya adalah bahwa anaknya dalam kondisi baik dan sehat. Orang tua selalu mengkhawatirkan kondisi anak mereka, meskipun anaknya te­ lah dewasa. Karena itu, dengan menelepon atau berbicara dengan mereka sebenarnya sudah memberikan kebahagiaan dan ke­ tenangan bagi mereka,” jelas Ji Shou. Ber­ bakti kepada orang tua juga bisa menjadi cara kita berterima kasih dan bersyukur atas apa yang sudah kita capai dan peroleh di dunia ini. “Rasa syukur berawal dari cara kita berbakti kepada orang tua kita,” kata Ji Shou.

q Hadi Pranoto

Bakti untuk Mama

Harapan sanG IBU. Bagi Li Aili, apa yang dilakukan putrinya ini sangat mengharukan dan membanggakan. Ia berharap setelah mengikuti IDC, Harlita bisa tumbuh menjadi anak yang berbakti, berbudi, dan berjiwa sosial.

Mata Hati

3

Buletin Tzu Chi No. 59 | Juni 2010

H ad i P ra no to H ad i P ra no to

Bukan hanya Sharon dan Mama Linda yang merasakan suasana haru-biru itu,

tapi sekitar 350 orang peserta juga menghayati nilai luhur dari berbakti kepada orang tua.

KasIH IBU yanG tIada tara. Linda, tak kuasa menahan tangis saat putrinya, Sharon mencuci kakinya. Bagi Sharon, Mamanya adalah “wanita super” yang selalu memberikan perhatian dan kasih sayang untuknya.

(4)

D

ua orang wanita muda berjalan pelan dengan menggunakan tong­ kat menapaki jalan menanjak. Satu di antara mereka bertanya, “Mba

kemana arah kita?” “Masih lurus, nanti

pas persimpangan kita belok ke kanan.

Masa lupa sama Mitra Netra,” kata Irma menggoda sang teman. Siang itu mereka hendak menuju Mitra Netra yang terletak di Jalan Gunung Balong II No. 58, Lebak Bulus III, Jakarta Selatan. Mitra Netra adalah sebuah yayasan yang menyedia­ kan berbagai fasilitas bacaan dan pelatihan bagi para tunanetra.

Mitra Netra berdiri sejak tanggal 14 Mei 1991 dan baru berbadan hukum pada 14 Desember 2001. Awal berdirinya yayasan ini didasari keprihatinan dari sejumlah relawan akan fasilitas­fasilitas penunjang bagi para tunanetra terutama dalam bentuk bacaan. Para relawan yang terdiri dari Lukman Nazir, Bambang Basuki, Nicoline N. Sulaiman, Mimi Mariani Lusli, dan Sidarta Iliyas ini menilai fasilitas bagi para tunanetra di Indonesia sangat kurang memadai. Karena selama ini fasilitas yang disediakan oleh pemerintah umumnya ditujukan untuk sekolah luar biasa (SLB). Atas kesamaan visi inilah akhirnya Mitra Netra terbentuk. Mitra Netra sendiri berarti sahabat bagi tunanetra. “Suatu sinergi atau kerja sama antara tunanetra dengan yang bukan untuk mendirikan dan mengelola yayasan ini,” jelas Aria Indrawati, Kabag Humas Mitra Netra. Menurutnya, Mitra Netra menjadi satu­satunya yayasan di Indonesia yang fokus dalam menyediakan fasilitas penunjang pendidikan seperti buku­buku Braille, buku bicara (digital talking book), komputer bicara, kursus,

dan bimbingan konseling bagi tunanetra.

Kerja Keras Para Pendiri

Meski sekarang yayasan ini telah berhasil memiliki fasilitas yang tergolong cukup lengkap bagi para tunanetra, se­

sungguhnya di balik keberhasilan itu ter­ simpan kerja keras dari para pendirinya. Selain buku berhuruf Braille, yang tidak mudah didapatkan oleh para pengurus adalah buku bicara (digital talking book). Buku bicara mutlak harus disediakan oleh para pengurus, karena buku ini menjadi alternatif fasilitas bagi tunanetra yang mengalami kesulitan dalam membaca huruf Braille. Buku ini sesungguhnya berbentuk kaset yang berisi rekaman buku yang di­ bacakan. Namun dalam penyediaanya, para pendiri ini harus bekerja ekstra keras.

Salah satu caranya adalah dengan menghimpun kaset­kaset dari para tuna­ netra yang sudah tidak lagi terpakai lalu merekamnya kembali dengan me­ ngunakan tape recorder. Bila suatu hari ada buku yang dibutuhkan tunanetra belum terekam dalam kaset, maka para pengurus langsung membacakan buku yang diperlukan itu dan merekamnya. Waktu itu semua yang dilakukan masih sangat sederhana, belum ada recorder khusus apalagi studio. Namun berkat keteguhan hati dari para pengurus, yayasan ini akhirnya mampu memberikan harapan kepada para tunanetra hingga berhasil melahirkan sarjana tunanetra, pekerja tunanetra, dan programmer tuna­ netra. Khusus untuk programmer, klien Mitra Netra telah berhasil membuat situs bagi para tunanetra yang dikenal dengan sebutan kartunet.com (karya tunanetra)

Di samping menyediakan kaset­ kaset yang berisi rekaman, pengurus juga memberikan pelatihan menulis hu­ ruf Braille dan mengetik sepuluh jari. Semua ini dimaksudkan untuk menjawab kebutuhan tunanetra di dunia luar bila menempuh pendidikan di sekolah umum atau perguruan tinggi. Dari kursus me­ ngetik sepuluh jari akhirnya pada tahun 1992 dikembangkan menjadi kursus pe­ ngoperasian komputer bicara. Melalui kursus ini, tunanetra diharapkan mampu

memperluas wawasannya melalui dunia maya, sehingga mampu mengetahui perkembangan informasi meski tanpa visualisasi.

Selama ini Mitra Netra memang memfokuskan diri pada pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar klien Mitra Netra mampu hidup secara mandiri dan membuahkan karya di tengah­ tengah masyarakat umum yang ber­ penglihatan normal.

Namun untuk meningkatkan ke­ percayaan diri para tunanetra tidaklah mudah, terlebih bagi seseorang yang mengalami kebutaan di usia dewasa. “Tidak akan mudah bagi seseorang untuk mengikuti pelatihan kalau dirinya sendiri belum siap menerima dirinya se­ bagai tunanetra,” kata Adi Ariyanto, se­ orang pembimbing konseling di Mitra Netra. Karena itu, Mitra Netra juga menyediakan bimbingan konseling bagi tunanetra yang akan mengikuti pendidikan di yayasan itu, terlebih bagi mereka yang baru kehilangan penglihatan. Bimbingan konseling ini dimaksudkan untuk mempersiapkan klien dalam memasuki kehidupannya yang baru sebagai tunanetra.

Di dalam menjalankan fungsinya, kon­ selor di Mitra Netra melakukan penyuluhan melalui teknik komunikasi interpersonal dan kunjungan ke rumah klien. Hal ini dimaksudkan untuk melihat hubungan klien dengan keluarganya, juga dengan lingkungan sekitar rumahnya.

Setelah bimbingan berhasil dijalankan, klien bisa melanjutkan pendidikannya mulai dari mempelajari huruf Braille, mengetik sepuluh jari, mengoperasikan komputer bicara hingga kursus bahasa Inggris atau menulis kreatif.

Seribu Buku untuk Tunanetra

Di yayasan ini para tunanetra dengan mudah mendapatkan buku­buku berhuruf Braille dan buku bicara yang diperlukan. Mulai dari buku pelajaran sampai buku bacaan umum. Meski jumlah buku yang telah diterjemahkan ke dalam huruf Braille dan buku bicara jumlah­ nya telah mencapai ribuan judul, namun bagi pengurus jumlah tersebut belumlah me­ madai dibandingkan jumlah bu­ ku yang dikeluarkan oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) yang mencapai ribuan judul dalam satu tahun. Oleh karena itu da­ lam suatu program “Seribu Bu­ ku untuk Tunanetra” pengurus mengajak siapa saja untuk men­ jadi relawan bagi tunanetra, dengan cara mengetik ulang seluruh isi buku yang hendak dipersembahkan ke dalam do­ kumen Word (Microsoft Word),

lalu menyerahkannya kepada Mitra Netra. Dokumen yang di­ terima dalam bentuk program Word ini akan diolah kembali oleh Mitra Netra menjadi tulisan berhuruf Braille.

Menabung untuk Sesama

Menurut Aria Indrawati, sesungguhnya sampai saat ini Mitra Netra masih membutuhkan dukungan dari para rela­ wan. Selain dukungan untuk mengetik seribu buku untuk tunanetra, yayasan ini pun masih mengalami kesulitan dalam hal keuangan. Untuk mengatasi hal itu, Aria bersama beberapa pengurus lain­ nya menyiasatinya dengan melakukan kemitraan pada sejumlah sekolah di Jakarta. Sekolah­sekolah yang menjadi mitra ini akan menerima sejumlah celengan sesuai jumlah murid yang ada di sekolahan itu, dan akan dikembalikan kepada Mitra Netra berdasarkan waktu yang telah disepakati. “Tujuannya adalah selain melatih siswa­siswi giat menabung, juga agar mereka memiliki kepedulian kepada para tunanetra,” jelas Aria.

Konsep menabung yang diperkenalkan oleh Mitra Netra memang sangat berbeda dengan pola berpikir anak­anak biasanya. Bila selama ini menabung untuk diri sendiri menjadi motivasi bagi seorang anak untuk menyisihkan uangnya, maka kini melalui “Celengan Sahabat” seorang anak diajarkan untuk menabung demi membantu orang lain yang membutuhkan.

“Sampai hari ini Mitra Netra berusaha semaksimal mungkin untuk survive. Kami tidak men­charge ke klien, tetapi biaya

untuk operasional itu tentu ada. Terutama harus membeli kertas untuk mencetak buku Braille dan membeli membeli CD (compact disc) untuk merekam digital

talking book,” ungkap Aria. Tentunya,

dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan agar misi mulia ini dapat terus berjalan dan berkembang. Semakin banyak buku yang diterjemahkan, semakin banyak pengetahuan dan wawasan yang dapat diberikan. Seperti pepatah, “buku adalah jendela ilmu”.

q Apriyanto

BUaH darI Kerja Keras. Berhasilnya seorang tunanetra menjadi seorang sarjana atau bekerja di sebuah perusahaan merupakan sebuah prestasi yang telah dicapai oleh Mitra Netra.

Sahabat Bagi Tunanetra

Apriyanto

Jendela

Buletin Tzu Chi No. 59 | Juni 2010

4

Yayasan Mitra Netra

yayasan Mitra netra

Jl. Gunung Balong II No. 58 Lebak Bulus, Jakarta Selatan 12440

Tel. (021) 7651386

KonselInG.Menurut Adi Ariyanto, sebelum seorang tunanetra mengikuti pendidikan di Mitra Netra, mereka terlebih dahulu mengikuti bimbingan konseling sebagai tahap memasuki kesiapan mental.

(5)

Buletin Tzu Chi No. No. 59 | Juni 2010

Teladan

5

K

arena ketamakannya ini Guru­ wangsa menyusun siasat buruk dengan menjelma menjadi Prabu Basudewo dan mencuri kesempatan sa­ at Prabu Basudewo yang asli pergi me­ ninggalkan istana. Akhirnya perbuatan ter­ cela Guruwangsa ini diketahui oleh Prabu Basudewo yang asli setelah pulang berburu. Perkelahian pun tak terelakkan, namun ke­ saktian si raja raksasa tak mudah dikalahkan oleh Prabu Basudewo dan Guruwangsa akhirnya berhasil melarikan diri.

Setelah peristiwa itu hubungan antara Prabu Basudewo dengan Dewi Maerah menjadi dingin. Tiada lagi hubungan asmara sampai akhirnya ketika Dewi Maerah hamil, ia diusir dari Manduro. Dewi Maerah kemudian diterima oleh Suratrimontro, adik Guruwangsa di Ke­ rajaan Guwabarong. Di sinilah Dewi Ma­ erah melahirkan Kongso. Di kerajaan ini pula Kongso dididik, dan dihasut oleh Suratrimontro agar kelak menjadi raja di Manduro.

Setelah dewasa, Kongso datang ke Manduro dan berhasil mengusir Prabu Ba­ sudewo. Demikian seterusnya peperangan ini berlanjut hingga akhirnya kezaliman Kongso dikalahkan.

Kebaikan akan selalu menang melawan kejahatan, dan ketamakan akan melahirkan petaka. Itulah pesan moral yang dipetik dari pertunjukan wayang orang berjudul “Kongso Adu Jago” yang dipentaskan pada Sabtu 15 Mei 2010 di Gedung Wayang Bharata, Jalan Kalilio, Senen, Jakarta Pusat.

Karya Seni Bernilai Tinggi

Wayang orang sebagai karya seni khas Indonesia menjadi wujud peradaban bangsa Indonesia yang kaya akan kera­ gaman suku, bangsa, agama, dan bahasa. Tetapi kenyataannya di tengah kemajuan zaman, wayang orang tidak lagi menjadi tontonan yang menarik minat dan digemari oleh kawula muda. Seni bernilai tinggi ini justru sedang mengalami krisis karena tidak mampu bersaing dengan seni modern.

Namun ketika kebanyakan muda­ mudi lebih tertarik pada hiburan modern, tidak demikian dengan Teguh Ampiranto. Pria berusia 42 tahun yang biasa disapa Kenthus ini justru sangat tertarik pada pelestarian kesenian wayang orang. Ke­ tertarikan Kenthus pada kesenian ini ber­ mula ketika memasuki usia remaja. Saat itu bibinya meminta Kenthus untuk me­ lanjutkan sekolah menengah pertama di Jakarta. Mulailah ia meninggalkan kam­ pung halamannya di Banyuwangi dan hijrah ke Jakarta. Setibanya di Jakarta, Kenthus lantas tinggal bersama bibinya di kompleks Padepokan Wayang Orang Bharata, Sunter, Jakarta Utara. Di tempat inilah Kenthus yang semula awam dengan seni mulai tertarik pada tari dan menyanyi seperti yang banyak dilakukan oleh para pemain wayang di tempat itu.

Dari sekadar melihat, akhirnya Kenthus mulai memberanikan diri untuk belajar menari. Di bawah asuhan Nanang Kus­ wandi –seorang seniman senior dalam

kesenian wayang orang, Kenthus menjadi terampil menari hingga dipercaya untuk bergabung di kelompok seni wayang orang dan mendapatkan peran sebagai Arjuna.

Di usianya yang ke­27 pada tahun 1995, Kenthus melihat adanya kesulitan pada Wayang Orang Bharata dalam me­ lakukan regenerasi. Didasari oleh ke­ cintaan pada seni dan kepeduliannya pada wayang orang, maka Kenthus ber­ sama Nanang Kuswandi memberanikan diri untuk membentuk Wayang Orang Remaja. Untuk mendapatkan anggota, Kenthus langsung mengajak para remaja di kompleks Padepokan Wayang Orang Bharata. Berhasil mendapatkan para pe­ main wayang tidak lantas berarti usaha Kenthus sudah berhasil. Masih banyak tantangan lain yang harus ia hadapi, salah satunya mencari dukungan biaya dan mengajarkan dialek “kromo inggil” (bahasa Jawa dengan tuturan yang halus) kepada para remaja masa kini. Setelah beberapa kali latihan dan berusaha keras mencari dukungan, akhirnya Wayang Orang Remaja ini berhasil mengadakan pagelaran sampai 7 kali.

Tontonan Sekaligus Tuntunan

Lambat laun kesadaran melestarikan kesenian wayang orang dan sendratari semakin tertanam di dalam benak para remaja. Ini terbukti setelah terampil me­ merankan tokoh di wayang orang, para remaja ini semakin percaya diri untuk bergabung sebagai pemain di Wayang Orang Bharata. Bahkan beberapa di antara mereka ada yang bergabung di Teater Tanah Airku Taman Mini Indonesia Indah dan menjadi pengemban misi ke­ senian Indonesia di luar negeri.

Setelah berhasil menghidupkan kembali generasi penerus Wayang Orang Bharata, kecakapan Kenthus dalam pertunjukan seni mulai dilirik oleh beberapa seniman peran di Indonesia. Salah satunya ketika Ke­ toprak Humor dibentuk, Kenthus langsung diajak bergabung oleh almarhum Timbul untuk memainkan beberapa peran di acara itu. Ber­ awal dari memerankan prajurit, lama­kelamaan Kenthus dipercaya untuk memerankan salah satu tokoh di acara itu. Sampai­sampai oleh manajemen Ketoprak Humor, Kenthus diberi kepercayaan untuk menyutradarai Ketoprak Humor seri 2 di TPI.

Usaha Kenthus dalam me­ lestarikan seni budaya tidak ter­ henti sampai di situ. Pada tahun

2001 Kenthus kembali dipercaya oleh Nani Sudarsono, Menteri Sosial Republik Indonesia untuk membuat program acara Wayang Orang di TVRI. Bersama Nanang Kuswandi, Kenthus kembali mengolah wa­ yang orang yang ditayangkan di televisi agar menjadi tontonan yang menarik, menghibur sekaligus memberikan tuntun­ an kepada penonton akan nilai­nilai moral yang terkandung dalam setiap cerita.

Sepenuh Hati

Setelah 10 tahun Wayang Orang ta­ yang di TVRI, pada awal 2010 ini Kenthus kembali diberi kepercayaan sebagai pe­ nata lagu pada Ketoprak Canda di RCTI yang mulai tayang pada April 2010.

Bagi Kenthus melestarikan kesenian wayang orang tidaklah mudah. Ia me­ nyadari betul tantangan yang dihadapi adalah perkembangan zaman dimana masyarakat cenderung kurang tertarik pada kesenian tradisional. Imbasnya banyak kesenian tradisional menjadi ti­ dak berkembang, bahkan “mati” karena kurangnya peminat dan dukungan dari berbagai pihak. Karena itu di tengah krisis perkembangan seni budaya, Kenthus berupaya mempopulerkan kembali wa­ yang orang ke berbagai pihak, seperti melakukan pertunjukan ke kedutaan besar luar negeri atau mengolah pementasan wayang orang agar sesuai dengan selera masyarakat di masa kini. “Alhamdulillah se­ karang penonton sudah kembali lagi pada wayang orang. Tetapi itu belum cukup. Sehebat apa pun itu sebagai tontonan, sebagai pelestarian budaya ini tetap harus didukung oleh pemerintah,” tegasnya.

Dedikasi Kenthus pada pelestarian wayang orang memang dilakoninya se­ penuh hati. Baginya penghasilan dari pementasan wayang orang yang tidak seberapa, tidak menyurutkan tekadnya untuk terus berkarya dan melestarikannya. Karena tujuan utama dalam hidupnya bukanlah sekadar materi tetapi menjadikan wayang orang sebagai seni yang populer di Indonesia dan tak tergerus oleh per­ kembangan zaman. “Darah seni sudah mengalir di jiwa saya, maka dengan se­ penuh hati saya akan melestarikannya,” tekad Kenthus.

q Apriyanto

Sepenuh Hati

Melestarikan Wayang Orang

MasIH BertaHan.Wayang Orang Bharata adalah salah satu kelompok pertunjukan wayang orang yang masih bertahan di tengah zaman modern.

A

pr

iy

an

to

Teguh “Kenthus” Ampiranto

A

pr

iy

an

to

taK terGoyaHKan. Penghasilan yang minim dari bermain wayang orang tidak menyurutkan tekad Kenthus untuk terus melestarikan kesenian ini.

Dalam epos Mahabharata dikisahkan suatu perebutan kekuasaan di Kerajaan Manduro. Kerajaan ini

dipimpin oleh Prabu Basudewo. Pada suatu ketika seorang raja raksasa yang berasal dari Kerajaan

Guwabarong bernama Guruwangsa jatuh hati kepada Dewi Maerah, istri Prabu Basudewo.

D ok . P ri ba di

(6)

Iv an S he n (T zu C hi M ed an )

MenyUcIKan HatI. Banyak orang yang merasa terkesan dengan prosesi pemandian Rupang Buddha yang diselenggarakan oleh Tzu Chi. Sederhana tetapi khidmat, begitu kesan mereka.

P

ada tanggal 9 Mei 2010 bertempat di Yang Lim Plaza, sebanyak 1.500 orang mengikuti prosesi pemandi­ an Rupang Buddha yang diselenggarakan oleh Tzu Chi Medan. Sejak pukul 07.30 WIB, semua relawan telah siap untuk melakukan geladi bersih. “Shixiong-shijie, hari ini kita akan menjalankan prosesi pemandian Rupang Buddha. Marilah kita mempersiap­ kan hati yang penuh syukur agar acaranya dapat berlangsung dengan khidmat,” kata koordinator acara, Sylvia Shijie.

Mendengar kata “Li Fo Zu” (Ber­ namaskara), semua peserta yang berdiri tepat di depan altar membungkukkan ba­ dan untuk memberi penghormatan kepada Buddha. Disambung dengan kata “Jie Hua Xiang” (Menyambut Semerbaknya Bunga), semua hadirin mengambil sekuntum bunga Cempaka di altar, dilanjutkan ka­ ta “Zhu Fu Ji Xiang” (Salam Sejahtera), para hadirin kembali ke barisan masing­ masing.

Master Cheng Yen mengatakan tu­ juan dari prosesi pemandian Rupang Buddha pada hari Waisak adalah untuk menyucikan hati sendiri dan menanam benih cinta kasih. Benih ini nantinya

bisa tumbuh dan menyebarkan kasih sayang kepada semua makhluk. Yang tidak kalah pentingnya adalah kita harus menghormati jasa orang tua yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik kita semua, karena jasa orang tua itu tidak terkira besarnya.

Banyak orang yang merasa terkesan dengan prosesi pemandian Rupang Buddha di Tzu Chi. Sederhana tetapi khid­ mat, itulah kesan mereka. “Biasanya pro­ sesi yang saya pernah lakukan adalah saya memandikan langsung Rupang Buddha. Tetapi ini (di Tzu Chi) lain, benar­benar saya merasakan arti yang mendalam dari makna pemandian Rupang Buddha,” ujar Santi, salah seorang undangan.

Prosesi pemandian Rupang Buddha kali ini bukan hanya dihadiri oleh relawan Tzu Chi Medan saja, tetapi juga dari Tzu Chi Tebing Tinggi yang berjumlah 29 orang dan Tzu Chi Pematang Siantar sebanyak 6 orang. Di penghujung acara, doa pun dilantunkan dengan mengharapkan semoga hati manusia bisa tersucikan, masyarakat damai dan sejahtera, serta dunia terhindar dari bencana.

q Leo Samuel Salim (Tzu Chi Medan)

Lintas

6

Buletin Tzu Chi No. 59 | Juni 2010

TZU CHI MEDAN: Prosesi Pemandian Rupang Buddha

Menyucikan Hati dan Pikiran

Galvan (Tzu Chi Bandung)

satU KelUarGa. Para relawan berdiri di depan sambil menyanyikan dan memperagakan isyarat tangan yang berjudul “Satu Keluarga” dan “Sebuah Dunia yang Bersih.”

Di sini senang… Di sana senang…

Di mana-mana hatiku senang….

Di Oma senang… Di Opa senang….

Di Oma-Opa hatiku senang....

D

ua bait lagu tersebut selalu dinyanyi­ kan relawan Tzu Chi Bandung pada saat mengunjungi Panti Sosial Tresna Wreda Senjarawi yang dihuni oleh 64 oma dan 28 opa. Tanggal 20 Mei 2010, pukul 09.30 WIB, 13 relawan Tzu Chi datang berkunjung di ruang aula tempat oma dan opa berkumpul. Oma­opa sudah sangat me­ ngenal para relawan Tzu Chi yang datang berkunjung. “Selamat pagi…, ke mana aja?” salah seorang oma menyapa ramah.

Kehadiran relawan Tzu Chi di mata oma dan opa ini selalu terkenang dalam ingatan, mereka teringat bukan karena bantuan materi yang diberikan, akan tetapi karena para relawan selalu memberikan perhatian yang tulus dan menganggap mereka seperti orang tua sendiri.

Oma Rita yang asal Semarang dan tidak mempunyai anak dan saudara di Bandung, menyimpan kenangan terhadap relawan

Tzu Chi yang tidak saja datang berkunjung lalu pergi. “Bukan hanya berkunjung, tapi mereka bekerja, ada yang menggunting kuku, menggunting rambut, memijat sam­ pai menyuapi,” ungkap Oma Rita yang menghuni panti ini sejak tahun 2008.

Pada kegiatan ini relawan Tzu Chi ber­ diri di depan oma dan opa sambil mem­ peragakan bahasa isyarat tangan Satu Keluarga dan Sebuah Dunia yang Bersih

yang diikuti oleh oma dan opa. Keceriaan yang terpancar dari oma dan opa begitu murni dan tulus. Bagi mereka yang sudah lanjut usia sangatlah membutuhkan per­ hatian yang penuh. Kehadiran relawan memberikan kehangatan yang berarti di hati mereka.

Para insan Tzu Chi tidak memandang suku, agama, ras maupun bangsa dalam setiap kegiatan kemanusiaannya. Mereka memberikan cinta kasih yang tulus tanpa mengharapkan imbalan. Mungkin ini yang dirasakan oleh oma dan opa, cinta kasih tulus yang diberikan oleh insan Tzu Chi akan selalu tersimpan di dalam hati mereka.

TZU CHI BANDUNG: Sosialisasi Pelestarian Lingkungan

Rasa Rindu yang Terobati

q Galvan (Tzu Chi Bandung)

Mina ( Tz u C hi B at am )

rapI dan KHIdMat. Perayaan Waisak Tzu Chi Batam diikuti oleh 539 peserta, yang terdiri dari relawan, donatur, dan masyarakat umum.

TZU CHI BATAM: Perayaan Waisak dan Hari Ibu

Hati yang Berbakti

R

elawan Tzu Chi Batam melaksanakan

perayaan Waisak dengan mengajak khalayak umum untuk menghadiri prosesi pemandian Rupang Buddha pada tanggal 9 Mei 2010 di Aula Planet Holiday Hotel. Pada hari itu di Minggu kedua bulan Mei, Tzu Chi di seluruh dunia serentak merayakan “Hari Raya Waisak, Hari Ibu, dan Hari Tzu Chi Sedunia.”

Acara dibagi menjadi 2 sesi yaitu pukul 9.30 dan 13.30 WIB karena banyaknya pe­ serta yang hadir. Dengan melangkah rapi dan khidmat, relawan Tzu Chi menuju altar dengan membawa pelita, air suci, dan bunga. Sambil membungkukkan badan penuh penghormatan, relawan Tzu Chi dan masyarakat umum yang hadir berdoa semoga hati manusia bisa tersucikan, masyarakat bisa hidup harmonis, dan dunia terhindar dari segala bencana. Semoga doa tulus dari 498 orang peserta ini terdengar oleh para Buddha.

Seorang peserta yang mengikuti prosesi pemandian Rupang Buddha ini merasa sangat terkesan dan tersentuh. ”Saya baru kali ini ikut perayaan Waisak yang diselenggarakan oleh Tzu Chi, sangat spesial,” ungkap Amini, ”saat memberi

hormat di kaki Rupang Buddha saya merasakan seperti sedang menyirami dan menyucikan hati sendiri.” Lebih lanjut ia mengungkapkan keharuannya saat me­ lakukan Pradaksina sambil berdoa dengan 3 ikrar yang sangat menggetarkan hatinya. ”Saya sangat senang bisa menghadiri perayaan Waisak hari ini,” ujarnya.

Setelah pemandian Rupang Buddha, perayaan kedua adalah perayaan Hari Ibu. Relawan Tzu Chi Batam mengajak peserta datang bersama orang tua mereka masing­ masing. Dalam acara ini sang anak diajak untuk menyuguhkan segelas teh hangat sebagai rasa hormat dan terima kasih kepada ibu mereka yang telah merawat dan menjaga mereka hingga saat ini. Pelayanan kepada para ibu itu membuat suasana sangat mengharukan hingga sebagian peserta meneteskan air mata.

Demi menggalang Bodhisatwa dunia, pada perayaan hari Waisak kali ini, relawan juga menampilkan papan jadwal kegiatan Tzu Chi dan menerangkannya kepada para peserta, agar mereka bisa lebih memahami tentang Tzu Chi, dan bisa turut di dalam barisan cinta kasih universal ini.

(7)

S

uasana terasa khidmat saat 24 rela­ wan Tzu Chi Bandung membawa pelita, air, dan bunga berjalan memasuki ruangan prosesi pemandian Rupang Buddha berbentuk lingkaran dengan diiringi lagu Jing Ji Qing Cheng (Hati yang Tenang dan Jernih).

Bertempat di Gedung Harapan Kasih, Kompleks Mekar Wangi, Soekarno Hatta Bandung, relawan Tzu Chi, donatur dan masyarakat umum menghadiri perayaan Waisak 2554 BE/2010 yang berlangsung pada Minggu, 9 Mei 2010.

Prosesi pemandian Rupang Buddha ini diawali dan dibuka oleh relawan Tzu Chi, barulah semua peserta melakukan prosesi pemandian Rupang Buddha. Para peserta berjalan dalam barisan panjang memasuki lingkaran tempat pemandian Rupang Buddha diiringi musik Nan Mo Ben Shi Shi Jia Mo

Ni Fo, dengan dibimbing oleh para relawan

Tzu Chi agar pemandian Rupang Buddha ini berlangsung tertib dan sempurna. “Saya merasakan keinginan kuat untuk menyucikan batin saya, karena Buddha itu menyucikan pikiran dan membuat kebajikan

untuk menolong yang berduka atau menderita, agar dunia menjadi damai dan sentosa,” ujar Roselyne N. Tirta, salah satu relawan Tzu Chi Bandung yang mengikuti pemandian Rupang Buddha hari itu.

Acara yang suci ini menjadi simbol harapan agar dunia dipenuhi dengan kebaikan, agar semua orang di dunia mempunyai lingkaran kasih, dan cahaya kebijaksanaan dan kewelasasihan Buddha Dharma dapat menyinari alam manusia selamanya. Di hari dan tempat yang sama, setelah perayaan Waisak, Tzu Chi Bandung mengadakan bazar amal. Transaksi dalam bazar amal ini dilakukan dengan kupon yang telah diedarkan para relawan Tzu Chi satu minggu sebelumnya. Hampir se­ mua stan dipenuhi pembeli. Beragam makanan dan barang seperti makanan vegetarian, minuman, aneka kue, minyak goreng, pakaian, kaus kaki, sepatu, sandal hingga mainan anak dijual dalam bazar amal tersebut. Lewat bazar ini, Tzu Chi Bandung juga mensosialisasikan gaya hidup vegetarian yang sehat dan ramah lingkungan.

K

antor Penghubung Tzu Chi Pekanbaru yang baru diresmikan ini mulai menjalankan aktivitasnya dengan mengadakan donor darah pada tanggal 13 Mei 2010. Kegiatan donor darah ini mendapat sambutan baik dari masyarakat Pekanbaru. Banyak orang yang datang untuk menyumbangkan darah dan sekaligus untuk mengenal lebih dekat kegiatan­kegiatan Yayasan Buddha Tzu Chi.

Relawan Tzu Chi Pekanbaru berharap semoga banyak masyarakat yang tergerak hatinya untuk membantu sesama. “Saya mengenal Tzu Chi dari perusahaan saya, setiap bulan secara rutin perusahaan menyisihkan sebagian kecil penghasilan kami untuk didanakan kepada Tzu Chi,“ ungkap Kelik Sugiono usai mendonorkan darah.

Kegiatan ini berhasil mengumpulkan 102 kantong darah dari masyarakat dan relawan Tzu Chi, dan kantor baru Tzu Chi Pekanbaru pun menjadi tempat berkumpul semua lapisan masyarakat untuk bisa bersumbangsih dan berbagi kasih dengan sesama.

Di sisi lain relawan Tzu Chi Pekanbaru juga mengadakan ramah tamah dengan pasien baksos pada bulan Maret 2010 lalu. Tzu Chi mengajak para pasien dan keluarganya untuk lebih mengenal Tzu Chi sehingga dapat menjadi inspirasi untuk ikut bersumbangsih.

Ali Muzar mengatakan sangat berterima kasih kepada Tzu Chi yang memberikan operasi gratis terhadap dirinya. “Saya mengalami penyakit tumor daging (seberat 1,4 kg) yang tumbuh di lengan kiri saya. Saat Yayasan Buddha Tzu Chi mengadakan baksos kesehatan di Rumah Sakit Lancang Kuning, saya menjalani operasi gratis sehingga penyakit saya dapat disembuhkan. Saya sangat berterima kasih,“ ujar Ali.

Yayasan Buddha Tzu Chi Pekanbaru berharap benih cinta kasih yang disebarkan akan tumbuh, dan dilestarikan oleh seluruh insan manusia di bumi ini, khususnya Pekanbaru. Seperti yang Master Cheng Yen katakan “Sertakan saya dalam perbuatan baik. Jangan sertakan saya dalam perbuatan jahat“.

q Mimi/Mettayani (Tzu Chi Pekanbaru)

MenGHIBUr. Relawan Tzu Chi Pekanbaru mengucapkan syukur dan terima kasih kepada pendonor yang telah ikut berpartisipasi dan peduli terhadap sesama.

R el aw an T zu C hi P ek an ba ru )

TZU CHI PEKANBARU:

Donor Darah dan Ramah Tamah Pasien Baksos

Senantiasa Menjalin Jodoh yang Baik

B

ulan Mei adalah bulan bagi insan Tzu Chi seluruh dunia mengadakan perayaan Hari Waisak, Hari Tzu Chi sedunia, dan Hari Ibu dengan penuh syukur dan penuh sukacita. Tanggal 16 Mei 2010, Kantor Penghubung Tzu Chi Surabaya mengadakan Perayaan Waisak sebagai tanda menghormati Buddha, menyucikan hati kita, dan menanamkan benih cinta kasih untuk semua makhluk di dunia.

Terkadang di tengah hiruk­pikuk ke­ seharian yang menyita waktu, kita lupa bahwa di balik segala kesuksesan kita, ada orang yang sangat berjasa yaitu orang tua kita. Semenjak kecil, orang tua telah merawat kita dengan penuh kasih sayang. Dalam perayaan Waisak tersebut, Naftalia Kusumawardhani seorang psiko­ log anak, berbagi pengalaman pribadinya dalam hal mengurus kedua buah hatinya. Gelak tawa sesekali terdengar dari para orang tua karena mereka pun merasakan banyak kesamaan pengalaman pribadi dengan Naftalia. Berselang beberapa saat

acara dilanjutkan dengan persembahan sekuntum bunga dan kartu ucapan kasih sayang dari anak untuk orang tua mereka masing­masing. Pada saat inilah banyak orang tua yang merasa terharu dan me­ neteskan air mata karena mendapatkan kartu dan bunga serta ucapan sayang dari anak­anaknya.

”Baru pertama kali ini saya menerima pemberian seperti ini dari anak­anak, apalagi sambil memeluk dan mencium. Semoga anak­anak nanti bisa tumbuh menjadi manusia yang berguna dan berbakti pada orang tua,” ungkap Mona, salah satu peserta yang hadir bersama anak­anaknya. Relawan Tzu Chi juga men­ dapatkan ucapan selamat, rangkaian bunga dan kado dari para insan Tzu Ching (relawan muda­mudi Tzu Chi). Kasih orang tua akan selalu menyertai kita sepanjang masa, dan semoga kita semua menjadi orang yang tahu membalas budi baik mereka.

Ucapan KasIH sayanG. Banyak orang tua merasa terharu mendapatkan ungkapan kata-kata kasih sayang dan sekuntum bunga dari anak-anak mereka sebagai wujud bakti anak-anak kepada orang tua.

R ob by ( Tz u C hi S ur ab ay a)

Buletin Tzu Chi No. 59 | Juni 2010

Lintas

7

TZU CHI SURABAYA: Perayaan Waisak

Bulan Bakti Pada Orang Tua

q Ronny Suyoto (Tzu Chi Surabaya)

TZU CHI BANDUNG: Pemandian Rupang Buddha dan Bazar Vegetarian

Menjadikan Dunia Penuh Kebaikan

teratUr. Para relawan dan tamu undangan lainnya yang berjumlah sekitar 700 orang bergiliran dengan teratur memberi penghormatan pada Buddha.

G al va n ( Tz u C hi B an du ng )

(8)

D

erap langkah kaki dan sikap tangan anjali para relawan dan

tamu undangan melantunkan doa, semoga hati manusia

tersucikan, masyarakat damai sejahtera, dan dunia terhindar

dari bencana. Diawali dari Hualien, Taiwan, secara serentak sejumlah

288 acara pemandian Rupang Buddha dilaksanakan di 32 negara.

Tanggal 9 Mei 2010, insan Tzu Chi di seluruh dunia memperingati

Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi sedunia. Hari

untuk menghormati budi luhur Buddha yang memberi ajaran

kebenaran, orang tua yang memberi kehidupan, dan semua

makhluk yang memberi pelajaran hidup menuju kebijaksanaan. Di

Indonesia, prosesi bertempat di proyek Aula Jing Si Pantai Indah

Kapuk (PIK) Jakarta Utara. Sekitar 1.700 peserta berbaris di sisi

altar bundar dengan di atasnya terdapat 16 Rupang Buddha, air

yang melambangkan kesucian ajaran Buddha, dan bunga yang

melambangkan ketidakkekalan kehidupan di dunia.

Lagu Jing Ji Qing Cheng mengiringi prosesi pemandian Rupang

Buddha. Syair lagu tersebut bermakna “Dengan hati yang hening,

jernih, dan bulat mengikrarkan tekad murni yang luhur. Teguh

tak tergoyahkan, dalam masa tak terhingga”. Demikianlah makna

pemandian Rupang Buddha, memberi suatu momen untuk

mengheningkan hati. “Hati manusia menjadi begitu kacau dalam

kehidupan zaman sekarang ini. Sesungguhnya setiap hati memiliki

kemampuan untuk ‘berdiam diri’ meski sesaat,” kata Ci Yue, relawan

Tzu Chi senior di Taiwan suatu kali. Ribuan hati yang hening sesaat

memiliki kekuatan murni doa yang sangat besar bagi kehidupan

dunia yang lebih baik.

Beribu Doa dari Umat Manusia

BERDOA. Lebih kurang 1.700 peserta hadir dalam prosesi pemandian Rupang Buddha yang diadakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Gedung Aula Jing Si yang belum selesai dibangun, berubah syahdu dan dipenuhi nuansa khidmat.

R

ia

ni

NAMASKARA.

Relawan Tzu Chi, donatur, dan masyarakat umum membungkukkan badan di depan altar sebagai rasa hormat kepada Buddha untuk menyucikan hati sendiri dan menanamkan benih cinta kasih.

R

AGAM

8

MENGHIAS ALTAR. Sebanyak 16 Rupang Buddha dipersiapkan di atas altar yang berhiaskan tanaman dan lampu yang indah. Relawan Tzu Chi menata altar dengan penuh kehati­hatian. Mereka dengan serius bekerja hingga malam hari.

W id ar so no ( H e Q i U ta ra ) Riani

Buletin Tzu Chi No. 59 | Juni 2010

q Anand Yahya

(9)

Buletin Tzu Chi No. 59 | Juni 2010

P

ERISTIWA

9

HIDANGAN DARI HATI. Para donatur, relawan Tzu Chi, dan tamu undangan menikmati makanan vegetarian yang disiapkan oleh relawan Tzu Chi yang bertugas di dapur kantin Aula Jing Si Pantai Indah Kapuk (PIK), seusai Pameran Budaya Kemanusiaan.

MENDAMPINGI TAMU.Para relawan Tzu Chi dengan senyum yang ramah menjelaskan kepada para tamu undangan yang menghampiri poster-poster yang dipamerkan. Relawan yang bertugas memandu para tamu ini berjumlah 60 orang.

Anand

Yahya

Widarsono (He Qi Utara)

Pameran Poster Budaya Humanis

MENYAMBUT DENGAN SUKACITA. Di pintu masuk utama Aula Jing Si, relawan Tzu Chi menyambut donatur, relawan dan tamu undangan. Dengan penuh sukacita mereka menunjukkan arah ke lokasi kegiatan.

BEKErjA DENGAN HATI.Segenap tim staf dan relawan 3 in 1 bekerja sepenuh hati untuk menyukseskan pameran poster ini, dimulai dari pemilihan foto, desain, hingga pemasangan poster di lokasi.

Anand

Yahya

Widarsono (He Qi Utara)

EMPAT SIFAT MULIA.

Empat poster Master Cheng Yen menyambut para tamu, dengan menyampaikan 4 sifat mulia: kasih sayang, belas kasih, sukacita, dan ikhlas. A na nd Y ah ya

(10)

Lentera

10

Buletin Tzu Chi No. 59 | Juni 2010

tidak merasa takut. “Waktu dioperasi juga tidak terasa sakit,” ungkapnya senang.

Proses yang Saling Terkait

Di depan ruang operasi mata, tampak tiga relawan dari Akademi Keperawatan Muhammadiyah yang terbalut rompi kuning Tzu Chi sedang sibuk mencuci dan menyeka wajah pasien katarak. Satu dari mereka bernama Emi Kalsum. Tanpa canggung Emi menyeka bersih kotoran yang menempel di wajah pasien. Mereka juga kerap berbincang­bincang dan menyemangati pasien. “Alhamdulillah karena ada kepuasan diri. Puas karena bisa menolong orang lain seperti keluarga sendiri,” ungkapnya. Bagi Emi, tindakan yang ia lakukan adalah hal yang biasa karena di rumah ia juga suka melakukan hal yang serupa jika salah satu orang tuanya menderita sakit.

q Himawan Susanto

M

akin tua makin jadi, mungkin itu­ lah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kehidupan se­ pasang suami­istri, Masukaja (80) dan Furi (65). Pasangan suami­istri yang memiliki 8 anak ini –3 orang diantaranya telah me­ ninggal dunia– tinggal di Taweli Wombo, Kecamatan Tananto Woa Wani, Palu.

Hari Jumat pagi, 14 Mei 2010, Furi ditemani Masukaja telah duduk rapi di halaman dalam Rumah Sakit Pelamonia, Makassar. Walau bakti sosial kesehatan be­ lum resmi dibuka, namun pengobatan mata telah dimulai lebih dahulu. Bagi Furi, ini adalah bulan keempat ia tak dapat melihat indahnya dunia. Kedua matanya tak lagi dapat melihat dengan jelas karena terkena katarak. Katarak itu datang usai Furi bekerja di ladang. “Matanya tertutup gelap,” kata Masukaja mengulang ucapan Furi.

Mereka sempat memeriksakan penyakit Furi ke dokter di Palu, namun karena kedua matanya memang terkena katarak, dokter pun menganjurkan Furi untuk menjalani operasi. Namun, keterbatasan dana menjadi kendala bagi Masukaja yang petani ini.

Maka pada saat mendengar adanya bak­ sos kesehatan Tzu Chi ke­66 di Makassar, Masukaja segera mendaftarkan Furi. Ber­ untung Dewi Fortuna berpihak kepada me­ reka, permohonan yang mereka sampaikan terkabul. Walau harus melalui perjalanan darat 2 hari 1 malam, hal itu tidak me­ nyurutkan semangat Masukaja untuk me­ ngembalikan penglihatan istri tercintanya.

Cinta Sejati Itu Ada

Menurut Masukaja, menemani dan men­ dampingi Furi adalah kewajibannya yang

paling utama sebagai suami, apalagi kelima anak mereka kini tinggal berjauhan. “Hanya ada satu cucu yang menemani di rumah, ka­ lau anak ada yang tinggal di Manado, Kali­ mantan, dan di tempat lain,” katanya.

Saat itu Masukaja juga mengatakan jika Furi memintanya untuk menemaninya se­ lama menjalani pengobatan. “Suami­istri harus kompak,” jelasnya. Jika selama ini me­ reka berdua pergi ke ladang bersama­sama, namun karena kondisi Furi yang tidak memung­ kinkan, belakangan hanya Masukaja saja yang bertani di ladang. Meski begitu, untuk urusan makan siang, jika dahulu mereka makan ber­ sama di ladang, kini Masukaja pasti pulang untuk makan di rumah bersama Furi.

Sebelum operasi, Masukaja terus mem­ berikan semangat ke Furi untuk tetap kuat dan tidak takut. “Makan dan minum yang banyak biar tetap sehat,” katanya kepada Furi yang selalu menurut kepadanya. Di akhir wawancara, Masukaja berharap se­ moga kedua mata Furi dapat dioperasi dan penglihatannya dapat pulih kembali.

Sekitar kurang lebih 1 jam menunggu, akhirnya Furi keluar dari ruang operasi. Operasi katarak Furi berjalan dengan baik. Mata kanan Furi berbalut kain kasa putih. “Senang dah dioperasi, mudah­mudahan mata yang satu lagi (kiri) juga bisa diope­ rasi,” kata Furi. Meski baru pertama kali dioperasi di rumah sakit, tapi Furi mengaku

Wujud Sebuah Kesetiaan

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-66

SENANTIASA MENDAMPINGI. Furi bersama suami tercinta, Masukaja didampingi oleh relawan Tzu Chi Makassar bergegas menuju ke dalam ruang operasi mata di RS Pelamonia Makassar.

H im aw an S us an to

Data Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-66, 14-16 Mei 2010 di RS Pelamonia, Makassar

Pasien Tim Medis

Katarak 76 Dokter Bedah 9

Dokter

Anestesi 3

Hernia 28

Dokter Mata 9

Sumbing 29

Mata 3 Perawat Bedah 10

Bedah Minor 38 Perawat Mata 8

Perawat

Anastesi 6

Pterygium 9

Jumlah 183 Jumlah 45

Bersama tim medis Tzu Chi, para relawan Biak pun dengan tulus melayani para pasien. Mulai dari membimbing mereka mengikuti alur pelaksanaan baksos, mengantar mereka ke ruang operasi, atau mempersiapkan makan siang mereka, dilakukan dengan sepenuh hati. Bahkan seorang relawan yang terlihat sibuk mondar­mandir melayani para pasien pun menuturkan, “Kalau ditanya capek, saya memang capek. Tapi kalau saya lihat pasien yang duduk di sana (sambil menunjuk ke arah tenda yang penuh dengan pasien ­

red), rasa capek saya hilang. Apa yang saya

rasakan tidak sebanding mereka yang harus menjalani perjalanan jauh, demi mendapatkan pengobatan ini,” jelasnya sambil tersenyum.

q Veronika Usha

S

etelah mengadakan kegiatan baksos kesehatan di Makassar, relawan dan tim medis Tzu Chi langsung bertolak ke Biak, Jayapura, untuk melakukan

screen-ing dan baksos kesehatan ke­67 di sana.

Baksos Kesehatan Tzu Chi yang dilakukan di RSUD Kab. Biak Numfor pada tanggal 20­22 Mei 2010 ini, diikuti oleh masyarakat yang berasal dari beberapa daerah, seperti Biak Kota, Biak Timur, Biak Barat, Biak Utara, Biak Supiori Selatan, Numfor Barat dan Timur, serta Manokwari.

Bekerja dengan Ikhlas

“Kami melihat masyarakat Biak masih be­ lum tersentuh kesejahteraan mereka dalam hal kesehatan. Ketika menderita penyakit, untuk menjalani pengobatan mereka ha­ rus ke Papua atau bahkan Australia untuk mendapatkan penanganan yang baik. Ter­ lebih dalam kasus penyakit mata. Di Biak ini, tidak ada satu dokter mata pun, pada­ hal angka penderita penyakit katarak terus meningkat. Atas dasar itulah, kami pun memutuskan untuk mengadakan baksos kesehatan ini di Biak,” kata Susanto Pirono, koordinator relawan di Biak. Kabar mengenai baksos ini tersebar cukup luas, hingga mas­ yarakat berbondong­bondong mendaftar.

Pendaftaran pasien sesungguhnya telah ditutup sejak tanggal 19 Mei 2010. Namun ketika ada lebih kurang 30 pasien yang baru datang dari Numfor ­sebuah pulau yang harus ditempuh dengan menggunakan perahu selama lebih kurang 6 jam, para relawan dan

tim medis Tzu Chi tidak kuasa untuk menolak mereka. “Sudah hati yang berbicara di sini. Kalau ingat mereka harus naik kapal kayu selama 6 jam, rasanya kejam sekali kalau kami tidak membantu mereka,” tutur Wenny, juga salah satu perawat yang berpartisipasi.

Tidak hanya para pasien yang merasakan kebahagiaan telah mendapatkan kesembuh­ an. Para relawan Tzu Chi Biak dan Jakarta pun mengaku merasakan kebahagiaan serupa. “Se­ benarnya rasanya sedih sekali melihat kondisi sakit mereka yang cukup parah, terlebih lagi

mereka yang menderita katarak. Karena tidak adanya dokter mata di Biak, penyakit mereka yang sebenarnya bisa ditanggulangi, terpaksa hanya bisa dibiarkan,” tutur Suster Suasana Irmina Sembiring, salah satu tim medis Tzu Chi. Oleh karena itu, meskipun merasa cukup lelah, dapat melihat kesembuhan para pasien menjadi sebuah kebahagiaan yang luar biasa yang ia rasakan. “Bayangkan, kebahagiaan yang mereka rasakan ketika mereka sembuh. Dan itu sepertinya dua kali lipat kita rasakan juga,” ungkapnya sambil tersenyum.

Jalinan Jodoh yang Baik

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-67

PENDAMPINGAN. Setelah menjalani operasi, para pasien juga mendapatkan penghiburan dari para relawan Tzu Chi, sehingga rasa sakit yang mereka rasakan bisa lebih berkurang.

V er on ik a U sh a

Data Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-67, 20-22 Mei 2010 di RSUD Kab. Biak Numfor, Jayapura

Pasien Tim Medis

Katarak 127 Dokter Bedah 6

Dokter Anestesi 4 Hernia 49 Dokter Mata 9 Sumbing 8 Perawat Bedah 10

Bedah Minor 93 Perawat Mata 8

Perawat

Anastesi 4

Pterygium 58

(11)

JAKARTA - Kegiatan perayaan Hari Ibu oleh Da Ai Mama yang mengasuh Kelas Budi Pekerti

dilaksanakan pada Minggu pagi, 16 Mei 2010. Acara ini diadakan untuk menggunakan momen Hari Ibu untuk menyatukan orang tua, siswa, dan guru pendamping. Sekitar 550 orang tua dan anak mengikuti acara di Lantai 3 RSKB Cinta Kasih ini.

Dalam acara ini ditampilkan drama dengan tema “Segelas Susu Hangat”. Drama ini menceritakan seorang anak yang sangat menyesal karena menunda baktinya terhadap orang tua. Penampilan ini membuat terharu Fernando (10) dan mamanya, Suryani, yang hadir dalam acara itu. Fernando sudah satu tahun ikut dalam Sekolah Minggu Tzu Chi. Mama kandung Fernando meninggal dunia sewaktu ia baru berusia 5 tahun. “Terharu, sedih,“ ungkapnya singkat dengan sedikit malu. “Iya, dia sedih karena ingat Mamanya,” ungkap Suryani, Mama baru Fernando.

Dari kegiatan ini Fernando mendapat satu pelajaran tentang betapa kasih sayang orang tua itu tak ternilai harganya. Ia sangat menyayangi Mama Suryani yang juga sepenuh hati menyayanginya, menggantikan sang mama yang sudah tiada.

q Anand Yahya

P

ukul 8.30 WIB, aku tiba di kantor Yayasan Buddha Tzu Chi di Mangga Dua Jakarta. Teman­teman yang datang sudah begitu banyak. Meski kedatanganku sedikit terlambat ternyata kelas masih belum dimulai, sehingga aku masih bisa mengikuti kelas dari awal pelajaran. “Hey Russel, sini­sini. Barisanmu ada di sini,” ajak Raymond. Raymond itu salah satu teman yang kukenal di Kelas Budi Pekerti. Langsung saja aku mengikuti barisan Raymond. Setiap barisan tampak begitu rapi. Akhirnya aku (Russel­red) dan

Raymond masuk ke dalam ruangan untuk mengikuti Kelas Budi Pekerti Tzu Chi.

“Aku Suka Kelas Budi Pekerti”

Kelas dimulai dengan menyanyikan lagu “Gan En”. Shigu-shigu mengajarkan kami isyarat tangan. Nah, bagian ini nih yang aku suka. Sambil bercanda dengan Raymond aku belajar isyarat tangan,

itung-itung biar nggak ngantuk, tariannya juga asik dan mudah dimengerti. Selain belajar

isyarat tangan Shigu-shigu juga mengajari kami permainan yang menggunakan koin. Cara mainnya kita harus bisa memindahkan koin yang diletakkan di jempol kita, lalu kita pindahkan ke jempol teman kita yang ada di samping kita. Sekilas kelihatannya mudah, tetapi waktu harus dilakukan ternyata sulit juga. Tanpa terasa Kelas Budi Pekerti ini sampai di penghujung acara yang ditutup

dengan makan siang bersama di ruang makan dengan suasana yang rapi dan teratur. Dui Fu Mama (relawan pendamping ­red) memberikan isyarat untuk mencuci tangan dengan bersih lalu berdoa sebelum makan. Dengan alat makan sendiri (Huan

Bao), aku mengambil spaghetti yang lezat.

Aku suka sekali mengikuti kelas Budi Pekerti ini, selain banyak teman aku juga mendapat banyak pelajaran yang bermanfaat hari ini.

Inspirasi, Motivasi, dan Syukur

Selain Kelas Budi Pekerti untuk anak­ anak SD seperti Russel, pada hari itu tanggal 25 April 2010, kelas untuk anak SMP dan SMA (Tzu Shao) pun diadakan di tempat yang sama. Pada Kelas Budi Pekerti kali ini, mereka diajak mencoba bagaimana rasanya berdiri menggunakan satu kaki, dan menulis menggunakan kaki. Kegiatan ini mengajarkan anak­anak agar merasakan langsung kesulitan­kesulitan yang dihadapi oleh orang yang mengalami kekurangan fisik baik sejak lahir, karena kecelakaan ataupun sakit. Dari sini akan tumbuh pada diri anak­anak rasa syukur atas anugerah yang dimiliki karena terlahir sempurna. Selain itu anak­anak diajak menyaksikan tayangan film kisah kegigihan seseorang yang cacat sejak lahir. Kisah ini memberi inspirasi dan motivasi kepada anak­anak.

Pada sesi sharing, Dui Fu Mama menghadirkan Mulyono Shixiong ke dalam

kelas. Kehadiran Mulyono Shixiong di tengah acara membuat anak­anak seolah melihat sosok yang ada di televisi muncul di hadapan, apalagi setelah tahu dan merasakan betapa susahnya menjadi orang yang tidak sempurna. Sebuah kecelakaan membuat Mulyono Shixiong harus ke­

hilangan tangan kanannya bahkan hampir merenggut nyawanya. Namun justru sejak saat itulah, Mulyono Shixiong berusaha untuk terus hidup dan berkembang hingga saat ini.

q Erich Kusuma

K

elas Senyuman Terindah

Buletin Tzu Chi No. 59 | Juni 2010

Ruang shixiong shijie

11

Bahan-bahan:

Tahu, tepung goreng, jamur payung, jamur matsutake, paprika hijau, paprika merah, air secukupnya.

Sedap Sehat

Cara pembuatan:

1. Potong tahu menjadi bentuk kotak segi empat, lalu celupkan ke dalam

adonan tepung goreng yang sudah dicampur air.

2. Goreng tahu dalam minyak panas dan angkat bila sudah matang.

3. Potong paprika hijau dan paprika merah menjadi bentuk layang­layang.

4. Tuangkan air ke dalam panci, tambahkan gula batu, bubuk lada hitam,

dan cuka hitam, kemudian masak sampai mendidih.

5. Setelah itu tambahkan kecap manis, jamur matsutake, dan jamur

payung. Bila sudah mendidih, masukkan sedikit campuran tepung

maizena dan air, agar saus menjadi kental.

6. Tambahkan paprika hijau dan paprika merah, juga tahu yang sudah

digoreng ke dalam saus. Tambahkan kecap sesuai selera.

7. Aduk sebentar lalu matikan api. Masakan siap dihidangkan.

Merasakan Kasih Sayang Mama

Kilas

Baksos di Bawah Hujan Deras

perMaInan serU.Russel (dua dari kiri), siswa kelas 6, SD Pelangi Kasih begitu menyukai Kelas Budi Pekerti yang diadakan Tzu Chi. Canda dan tawa gembira mengisi hati setiap anak yang mengikuti Kelas Budi Pekerti.

E ri ch K us um a

q www.tzuchi-org.tw/diterjemahkan oleh Juniati

JAKARTA - Pada Minggu, 16 Mei 2010, Tzu Chi Bandung mengadakan Baksos Kesehatan

Umum dan Gigi di Panti Asuhan Siti Hamdana Sjamsoeddin di Kampung Babakan, Desa Palasari, Cijeruk, Bogor. Dengan melibatkan sekitar 37 tenaga medis serta sekitar 60 relawan Tzu Chi, total keseluruhan ada sebanyak 738 pasien yang dilayani dalam baksos ini.

Saat baksos berlangsung, tiba tiba hujan deras disertai angin yang cukup besar melanda daerah Bogor. Hal itu tidak dihiraukan oleh para relawan, dengan baju yang basah kuyup akibat guyuran hujan deras, niat untuk melayani warga tetap teguh. Para pasien pun diantar dan dipayungi sampai dengan pengambilan obat.

Semua dokter yang melayani para pasien begitu bersemangat. Dokter Yuni (37), merasa sangat bahagia. Ia begitu bersemangat melayani pasien yang datang untuk diperiksa. Ia selalu tersenyum dan menyapa setiap pasiennya. Dr. Yuni pun berharap, “Agar ke depannya, kegiatan ini lebih baik dan lebih teratur lagi. Tidak hanya baksos saja, tapi seperti homecare ke rumah. Kitanya yang datang ke sana, jadi ada jadwal bulanan untuk datang ke rumah warga.”

q Galvan (Tzu Chi Bandung)

Tahu Jamur

Aneka Warna

Bumbu:

Gula batu, bubuk lada hitam, kecap manis, tepung maizena, cuka hitam.

Referensi

Dokumen terkait

Panjang x lebar x tinggi = Volume.. dan tujuan penelitian ini, 4) menyusun rencana pembelajaran, 5) membuat alat peraga, 6) membuat alat evaluasi dan kunci

Rabies merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus dan dapat menular pada orang.Karena itu, rabies di kategorikan sebagai penyakit

Dari serangkaian kegiatan penelitian ini pada akhirnya dapat disimulkan secara garis besar bahwa metode bermain outbound estafet karet efektif untuk meningkatkan

Angka kematian yang tinggi pada bayi, anak balita, ibu melahirkan dan menurunnya daya kerja fisik, terganggunya perkembangan mental dan kecerdasan jika ditelusuri adalah

Perlunya dilakukannya suatu kajian menggali dan mengeksplorasi berbagai aspek formal/ karakter formal/ bentuk arsitektural pada bangunan fasilitas pendidikan di kota

Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan

Dalam GAW alur yang digunakan adalah alur lurus, dan tahap pertama dalam GAW ini yaitu mengenalkan tokoh sebagai pembuka cerita, pemberian informasi awal agar

Alasan kenapa dua aspek tersebut yang diteliti adalah karena pemberdayaan merupakan tahap awal agar komunitas dapat berpartisipasi dalam program lebih khusus dalam proses