EFEKTIFITAS KRIM EKSTRAK BIJI MIMBA 10% PADA PENDERITA
SKABIES
THE EFFECTIVENESS OF 10% NEEM SEED EXTRACT CREAM FOR
SCABIES
Nasriyani Zainal, Farida Tabri, Sri Vitayani Muchtar, Khairuddin Djawad
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas
Hasanuddin
Alamat Korespondensi :
dr. Nasriyani Zainal
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, Makassar
Hp.081355433067
Abstrak
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei dan produknya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas pemberian krim ekstrak biji mimba 10% pada penderita skabies. Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, RS jejaring, pesantren dan panti asuhan di Makassar dengan metode penelitian yang digunakan adalah uji klinis before-after single blind randomized clinical trial. Sampel penelitian sebanyak 40 penderita skabies, terbagi atas 20 orang kelompok 1 adalah penderita skabies yang mendapat terapi krim ekstrak biji mimba 10% dan 20 orang kelompok 2 adalah penderita skabies yang mendapat terapi krim permetrin 5%. Dilakukan pemeriksaan dermoskopis untuk melihat jumlah tungau dengan menggunakan alat handyscope, serta menilai keadaan klinis pasien dan diberikan perlakuan selama satu kali seminggu sebanyak dua kali pemberian yang dioleskan pada seluruh tubuh. Kemudian evaluasi dilakukan pada hari ke-0, hari ke-7 dan hari ke-14. Hasil penelitian menunjukkan dari segi kesembuhan klinis krim permetrin 5% lebih efektif dibandingkan krim ekstrak biji mimba 10% (p<0,05), dan dari segi hasil dermoskopis antara krim permetrin dan mimba tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05). Jadi disimpulkan bahwa krim ekstrak biji mimba 10% tidak lebih efektif jika dibandingkan krim permetrin 5%.
Kata kunci : skabies, permetrin, mimba
Abstract
Scabies is highly contangious disease of the skin caused by infestation and sensitation of Sarcoptes scabiei var. hominis and his products.The aim of this study to determine the effectiveness of 10% neem seed extract cream in scabies patients. The study was conducted at the Dermatology Clinic of the Dermatology and Venereology Department Wahidin Sudirohusodo hospital Makassar, hospital networks, schools and orphanages in Makassar by using the before-after method of single-blind randomized clinical trial. The research sample were 40 patients with scabies who were grouped into two treatment groups: 20 patients group 1 provided with 10% neem seed extract cream and 20 patients group 2 using 5% permethrin cream. Dermoskopis examination to see the number of mites by using handyscope tool, and assess the patient's clinical condition and then treatment given once a week for two times of administration applied to the entire body. Then the evaluation performed at day 0, day 7 and day 14. The results showed in terms of clinical cure 5% permethrin cream is more effective than 10% neem seed extract cream (p <0.05), and in terms of dermoskopis results between 5% permethrin cream and 10% neem seed extract cream showed no significant differences (p> 0.05). We concluded that 10% neem seed extract not effective if compare with 5% permethrin cream.
PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei dan produknya. Sinonim atau nama lain skabies
adalah kudis, the itch, gudig, budukan dan gatal agogo. Skabies terjadi baik pada laki-laki
maupun perempuan, pada semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi
masalah utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan
negara dengan keadaan perekonomian yang kurang. Skabies ditularkan melalui kontak
fisik langsung dengan penderita (skin-to-skin) maupun tidak langsung (pakaian, handuk
dan tempat tidur yang dipakai bersama).(Binic et al., 2010, Stone et al., 2008)
Penatalaksanaan terhadap penderita skabies adalah secara menyeluruh yaitu
seluruh anggota keluarga harus diobati dan memenuhi syarat pengobatan seperti efektif
membunuh pada semua stadium tungau skabies, tidak menimbulkan iritasi atau toksisitas,
tidak berbau atau merusak pakaian dan mudah diperoleh serta murah harganya. Jenis obat
yang digunakan seperti sulfur presipitatum, benzyl benzoate, permethrin, krotamiton dan
sebagainya. (Khartikeyan, 2005)
Akhir-akhir ini telah dikembangkan berbagai terapi sistemik maupun topikal
untuk penanganan skabies. Terapi sistemik pada skabies hanya diindikasikan untuk
skabies berat. Oleh karena itu, penggunaan terapi topikal merupakan terapi utama pada
skabies.
Tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan tanaman yang cukup
dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tanaman mimba merupakan tanaman yang serba
guna. Selain produk kayunya, tanaman mimba sangat potensial sebagai penghasil obat
(biofarm
aka).
Sudah lebih dari 4000 tahun minyak mimba (MM) digunakan secara
tradisional sebagai obat . (Pankaj et al., 2011). Kegunaan mimba diantaranya sebagai anti
bakteri, insektisida, anti fungal, anti malaria, anti inflamasi, anti piretik, anti histamin,
anti protozoa, untuk ulkus, dan masih banyak lagi kegunaan yang lain.(Bhowmik, dkk.,
2010)
Minyak mimba telah digunakan di berbagai negara untuk pengobatan anti parasit,
anti skabies. Charles V. dan Charles SX., 1992 melakukan penelitian menggunakan pasta
campuran minyak mimba dan kunyit pada penderita skabies, dan hasilnya 97%
memberikan perbaikan pada 814 pasien setelah terapi selama 3 – 15 hari. (Charles, dkk.,
1992). Studi yang dilakukan oleh Tabassam et al., 2008 menunjukkan efektifitas ointment
methanol dengan ekstrak biji mimba 20% terhadap infestasi Sarcoptes scabiei pada
domba.(Tabassam et al., 2008)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas krim ekstrak biji mimba 10%
pada penderita skabies.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan rancangan penelitian
Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar, RS jejaring, pesantren dan panti asuhan di Makassar, yang
dilaksanakan pada bulan Januari- Februari 2013. Jenis penelitian yang dilakukan
penelitian uji klinis before-after single blind control trial untuk mengetahui apakah krim
ekstrak biji mimba 10% efektif untuk penderita skabies.
Populasi dan sampel
Sampel penelitian sebanyak 40 penderita skabies, terbagi atas 20 orang kelompok
1(kasus) adalah penderita skabies yang mendapat terapi krim ekstrak biji mimba 10% dan
20 orang kelompok 2 (pembanding) adalah penderita skabies yang mendapat terapi krim
permetrin 5%. Sampel penelitian ini adalah semua penderita skabies yang telah
didiagnosis secara klinis yang memenuhi kriteria penerimaan sampel penelitian. Kriteria
inklusi kelompok kasus : Penderita skabies laki-laki atau perempuan, usia >2 tahun,
dengan gejala klinis yang khas dan hasil pemeriksaan penunjang dengan dermoskopis,
ditemukan adanya tungau Sarcoptes scabiei, pasien tidak menggunakan prefarat topikal
lainnya, bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani formulir informed concent.
Kriteria eksklusi : penderita yang menderita penyakit inflamasi kulit lain yang
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, penderita yang sementara
dalam perlakuan mengalami efek samping obat, tidak setuju untuk ikut dalam penelitian.
Metode
Seluruh subjek yang telah memenuhi kriteria penelitian diminta mengisi kuesioner
mengenai data pribadi dan riwayat penyakit, dilakukan pemeriksaan mikroskopis
kamera digital dan pemeriksaan dermoskopis dilakukan dengan menggunakan alat
handyscope yang disambungkan dengan iphone.
Analisis statistik
Data diolah menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 12.
Metode statistik yang digunakan adalah perhitungan nilai rerata, simpang baku, sebaran
frekuensi dan uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon Signed Rank
Test dan Mann Whitney test dengan tingkat kemaknaan p<0,05.
HASIL
Selama periode penelitian, diperoleh 40 jumlah sampel yang terbagi dalam 2
kelompok yaitu kelompok kasus (penderita skabies yang diterapi dengan krim ekstrak biji
mimba 10%) dan kelompok pembanding (penderita skabies yang diterapi dengan krim
permetrin 5% ) terdiri dari 37 orang (92,5%) laki-laki dan 3orang (7,5%) perempuan
yang memenuhi kriteria penelitian dengan rata-rata usia 11-15 tahun. Untuk kelompok
kasus terdiri dari 19 orang (95%) laki-laki dan 1 orang (5%) perempuan, dengan usia
6-10 tahun (5%), 11-15 tahun (90%) dan >15 tahun (5%). Sedangkan kelompok
pembanding terdiri dari 18 orang (90%) laki-laki dan 2 orang (10%) perempuan, dengan
usia 6-10 tahun (5%), 11-15 tahun (70%), dan >15 tahun (25%).
Data dari penelitian ini tidak terdistribusi normal, dengan jumlah sampel < 50 dan
p< 0,05 dari uji Shapiro-Wilk, sehingga untuk menguji efektifitas krim sebelum dan
sesudah pemberian pada kelompok kasus digunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test. Dan
untuk menguji perbandingan efektifitas antara kelompok kasus dan kelompok
pembanding digunakan uji Mann Whitney test.
Berdasarkan tabel 1, dari segi hasil pemeriksaan dermoskopis terdapat perbedaan
yang signifikan p< 0,05 sebelum dan sesudah diberi krim ekstrak biji mimba 10%. Pada
tabel 2 untuk hasil perbaikan klinis pada kelompok kasus sebelum dan sesudah
pemberian krim ekstrak biji mimba 10%, terdapat perbedaan yang signifikan p<0,05.
Begitu pula halnya pada tabel 3 yang menunjukkan hasil perbaikan klinis pada kelompok
pembanding sebelum dan sesudah pemberian krim permetrin 5%, terdapat perbedaan
yang signifikan p<0,05. Pada tabel 4 didapatkan bahwa perbaikan klinis sesudah
pemberian krim ekstrak biji mimba 10% bila dibandingkan dengan pemberian krim
permetrin 5% secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan dengan p<0,05.
Sehingga untuk perbaikan klinis pada penderita skabies yang diberi terapi krim permetrin
5% masih lebih efektif bila dibandingkan dengan pemberian krim ekstrak biji mimba
10%. Sementara pada tabel 5 menunjukkan perbandingan hasil dermoskopis sesudah
pemberian antara krim ekstrak biji mimba 10% dengan krim permetrin 5% tidak terdapat
perbedaan yang bermakna (p>0,05).
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilaporkan efektifitas krim ekstrak biji mimba 10% pada
penderita skabies. Dengan menilai perbaikan klinis dengan memperhatikan keluhan dan
gejala klinis pasien serta melakukan pemeriksaan dermoskopis dengan menggunakan alat
handyscope sebelum dan sesudah terapi pemberian krim ekstrak biji mimba 10% dan
krim permetrin 5%. Penelitian dilakukan selama 14 hari dengan memberikan perlakuan
terapi yang berbeda antara kelompok kasus dengan krim ekstrak biji mimba 10% dan
kelompok pembanding dengan krim permetrin 5%.
Skabies dapat menyerang semua orang dan banyak ditemukan pada usia anak
serta remaja. Penularan terjadi akibat kontak langsung dengan kulit pasien atau kontak
tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi tungau sehingga skabies dapat
mewabah pada daerah padat penduduk seperti daerah kumuh, penjara, panti asuhan, panti
jompo dan sekolah asrama (pesantren). Akhir-akhir ini telah dikembangkan berbagai
terapi sistemik maupun topikal untuk penanganan skabies. Terapi sistemik pada skabies
hanya diindikasikan untuk skabies berat. Oleh karena itu, penggunaan terapi topikal
merupakan terapi utama pada skabies. (Mumcuoglu, dkk., 2009, Khartikeyan, 2005)
Pada penelitian ini digunakan terapi topikal dari tanaman herbal yaitu ekstrak biji
mimba yang dibandingkan dengan terapi topikal yang selama ini banyak digunakan untuk
penderita skabies yaitu krim permetrin. Pada tabel 1 selama pengamatan sebelum dan
setelah pemberian krim ekstrak biji mimba 10% menunjukkan perbedaan yang signifikan
dari segi hasil dermoskopisnya, ini berarti bahwa pemberian krim ekstrak biji mimba
10% mampu mengurangi banyaknya tungau setelah pemberian terapi. Namun pada
kelompok yang diterapi dengan permetrin 5% memberikan hasil pengurangan jumlah
tungau yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan pemberian ekstrak biji mimba
10%. Sementara pada tabel 5 yang menunjukkan perbandingan hasil dermoskopis antara
kelompok sebelum dan setelah pemberian krim ekstrak biji mimba 10% dengan
permetrin 5% tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05). Perbedaan hasil
ini dapat disebabkan karena masih rendahnya kadar ekstrak biji mimba yang digunakan
dalam penelitian ini (10%) sehingga dalam hal efektifitas dan potensi sebagai anti skabies
yang dikandungnya tidak setara dengan kadar anti skabies dalam permetrin 5%. Hal ini
sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Tabassam et al., 2008 yang menunjukkan
efektifitas ointment methanol dengan ekstrak biji mimba 20% terhadap infestasi
Sarcoptes scabiei pada domba.(Tabassam et al., 2008).
Sedangkan untuk perbaikan klinis pada tabel 2, 3 dan 4 diperoleh data bahwa
perbaikan klinis dengan krim permetrin 5% sudah terlihat maksimal sejak penggunaan
minggu 1 yang dapat dilihat pada hasil klinis hari ke-7. Sementara dengan krim ekstrak
biji mimba 10% hasil pada hari ke-7 tidak menunjukkan perbaikan klinis yang cukup
berbeda dengan sebelum pengobatan. Perbaikan klinis yang setara dengan krim
permetrin 5% hari ke-7 untuk penggunaan ekstrak biji mimba 10% diperoleh setelah
penggunaan minggu ke-2 yakni pada hari ke-14. Dari hasil ini dapat terlihat bahwa
perbaikan klinis secara optimal telah dicapai pada hari ke-7 untuk penggunaan permetrin
5% sementara perbaikan klinis secara optimal untuk penggunaan krim ekstrak biji mimba
10% baru dapat tercapai setelah hari ke-14. Hal ini tentu saja sangat tergantung pada
konsentrasi komponen aktif obat yang digunakan, oleh karena optimalisasi dan potensi
efektifitas terapi topikal sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya konsentrasi zat aktif
yang terkandung dalam obat-obatan topikal. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyebutkan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suatu formulasi, aplikasi
dan subjek terhadap penyerapan obat adalah konsentrasi obat, dosis total, ketebalan
aplikasi, pH formulasi, lipopilisitas obat, lipopilisitas vehikulum, temperatur, hidrasi atau
oklusi dan faktor pasien seperti umur, jenis kelamin, lokasi aplikasi. (Shah VP et al.,
1992)
Efektifitas dari minyak mimba untuk terapi skabies pernah diteliti oleh Charles V.
dan Charles SX., 1992 dengan menggunakan pasta campuran minyak mimba dan kunyit
pada penderita skabies, dan hasilnya 97% memberikan perbaikan pada 814 pasien setelah
terapi selama 3 – 15 hari. (Charles, dkk., 1992). Selain itu penggunaan mimba untuk
terapi head lice juga pernah diteliti oleh Abdel-Gaffhar dan Semmler, 2007, dengan
menggunakan sampo mimba untuk 66 anak (4-15 tahun) dan memberikan efektifitas 86%
- 97% setelah sekali aplikasi. Tidak ada efek samping yang ditimbulkan. (Abdel-Ghaffar
dan Semmler, 2007)
Studi yang dilakukan oleh Bachewar et al., 2009, membandingkan efektifitas
antara benzyl benzoate, permetrin dan ivermectin menunjukkan invermectin memberikan
angka kesembuhan ±100% setelah dua minggu terapi. Sementara permetrin menurunkan
pruritus 76% di akhir minggu pertama. (Bachewar et al., 2009). Sementara penelitian
yang dilakukan oleh Saqib et al., yang membandingkan efikasi antara permetrin topikal
dan ivermectin oral menunjukkan hasil pada kedua grup 66,7% memberikan kesembuhan
dan hasilnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara permetrin dan ivermectin. (Saqib
et al.,2012)
Selama terapi secara keseluruhan, krim ekstrak biji mimba 10% dan krim
permetrin 5% dapat ditoleransi dengan baik, dimana selama terapi tidak ada dilaporkan
atau ditemukannya keluhan efek samping (iritasi, rasa terbakar, maserasi) atau reaksi
alergi dari pengobatan pada seluruh penderita dari kedua kelompok.
Ada beberapa keterbatasan dari penelitian ini, yaitu kepatuhan penderita dengan
pengobatan tidak dapat dievaluasi, sehingga tidak dapat diketahui apakah penderita
menggunakan, mengaplikasikan obatnya secara tepat seperti yang telah dijelaskan
sebelum terapi. Selain itu tidak ada penelitian yang sama sebagai pembanding dari hasil
penelitian ini untuk memperkuat hasil penelitian ini. Keterbatasan lain kemungkinan
disebabkan karena konsentrasi dari krim ekstrak biji mimba yang diberikan 10%,
sementara penelitian sebelumnya yang pernah dicobakan pada konsentrasi 20%, hal ini
dikarenakan keterbatasan dalam pembuatan krim dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
Kemungkinan dengan peningkatan konsentrasi krim akan membuat efek krim ekstrak biji
mimba terhadap penderita skabies menjadi lebih baik.
Keterbatasan pemeriksaan dermoskopik non kontak adalah pemeriksaan tidak
dapat mendeteksi telur atau feses tungau yang juga dapat menunjang diagnosis pasti
skabies. Pemeriksaan dermoskopik non kontak juga memerlukan pengamatan lesi dari
jarak yang dekat sehingga pemeriksaan di daerah genitalia dapat menimbulkan kondisi
yang kurang nyaman bagi pasien dan pemeriksa. Selain itu pemeriksaan dermoskopis
harus dilakukan dengan penuh ketelitian, keakuratan dari pemeriksa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Efekfifitas krim ekstrak biji mimba 10% secara kesembuhan klinis untuk terapi
skabies berbeda bermakna dibandingkan dengan krim permetrin 5%. Namun secara
dermoskopis efektifitas krim ekstrak biji mimba 10% untuk terapi skabies tidak berbeda
dibandingkan dengan krim permetrin 5%. Sehingga untuk lebih mengetahui efektifitas
krim ekstrak biji mimba ini sebaiknya dapat dicobakan dalam konsentrasi yang lebih
tinggi dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar
dan waktu pengamatan yang lebih lama sehingga hasil penelitian yang diperoleh lebih
akurat untuk memperkuat hasil penelitian ini. Dan untuk pemeriksaan dermoskopis perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut guna menentukan keandalan dermoskopis pada populasi
dengan karakteristik sosiodermografi yang lebih heterogen serta penelitan selanjutnya
mengenai keandalan dermoskopis pada berbagai derajat keparahan skabies.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Ghaffar F., Semmler M. 2007. Efficacy of neem seed extract shampoo on head
lice of naturally infected humans in Egypt. Parasitol Res. 100(2): 329-32.
Bachewar N.P., Thawani V.R, Mali S.N., Gharpure K.J., Shingade V.P., Dekhale G.N.
2009. Comparison of safety, efficacy, and cost effectiveness of benzyl benzoate,
permetrhin, and ivermectin in patients of scabies. Indian J of Pharma. 41(1): 9-14
Bhowmik, D., Chiranjib, Yadav J., Tripathi K.K & Kumat K.P.S. 2010. Herbal Remedies
of Azadirachta indica and its medicinal application. J.Chem. Pharm. Res. 2(1):
62-72.
Binic, I., Jankovic, A., Jovanovic, D. & Ljubenovic, M. 2010 Crusted (Norwegian)
Skabies Following Systemic and Topical corticosteroid therapy. J Korean Med
Sci. 52: 188-191.
Charles, V. & Charles, S. 1992 The use and efficacy of Azadirachta indica ADR ('Neem')
and Curcuma longa ('Turmeric') in skabies. A pilot study. Trop Geogr. Med. 44:
178-81.
Khartikeyan, K. 2005 Treatment of skabies : newer perspectives. Postgrad. Med. J. 81:
7-11.
Mumcuoglu, K.Y., Gilead, L. & Ingber, A. 2009. New insight in pediculosis and scabies.
Pankaj, S., Lokeshwar, T., Mukesh, B. & Vishnu, B. 2011 Review of Neem (Azadirachta
indica): Thousand problems one solution. Int. Research J. Pharmacy. 2(12):
97-102.
Saqib M., Malik L.M., Jahangir M., 2012. A Comparison of efficacy of single topical
permetrhin and single oral ivermectin in the treatment of scabies. J Pakistan Ass.
Dermatol. 22: 45-9.
Shah V.P., Behl C.R., Flynn G.L., Higuchi W.I., Schaefer H. 1992. Principles and criteria
in the development and optimization of topical therapeutic products. Int. J
Pharma. 82 : 21-8.
Stone, S. P., Goldfarb, J. N. & Bacelieri, R. E. 2008 Skabies, other mites and pediculosis.
dalam Wolff, K., A.Goldsmith, L., I.Katz, S., A.Gilchrest, B., S.Paller, A. &
J.Leffell, D. (Eds.) Fitzpatrick's Dermatology In General Medic. 7
thed. USA,
McGrawHill.
Tabassam, S., Iqbal, Z., Jabbar, A., Sindhu, Z. & Chattha, A. 2008 Efficacy of crude
neem seed kernel against infestation of Sarcoptes scabiei var.ovis. J.
Tabel 1 Perubahan hasil dermoskopis selama pengasmatan pada kelompok kasus
(krim ekstrak biji mimba 10%)
n
Hasil dermoskopis
Min Max median Mean ± SD p*
Hari 0 20 10 44 21,50 23,15 ± 9,184 p=0,000
Hari 7 20 5 32 13,50 15,15 ± 6,368
Hari 14 20 2 20 8,50 9,00 ± 4,413 p=0,000
Uji Wilcoxon : Hari 0-7 (p=0,000); hari 0-14 (p=0,000)
Tabel 2 Perubahan hasil perbaikan klinis selama pengamatan pada kelompok kasus
(krim ekstrak biji mimba 10%) (Uji Wilcoxon)
n
Perbaikan klinis
Min Max median Mean ± SD p*
Hari 0 20 2 3 3,00 2,85 ± 0,366 0,000
Hari 7 20 2 3 2,00 2,15 ± 0,366
Hari 14 20 1 2 2,00 1,75 ± 0,444 0,000
Uji wilcoxon : Hari 0-7 (p=0,000); hari 0-14 (p=0,000)
Tabel 3 Perubahan hasil perbaikan klinis selama pengamatan pada kelompok
pembanding (krim permetrin 5%)
n
Perbaikan klinis
p*
Min Max Median Mean ± SD
Hari 0 20 2 3 3,00 2,75 ± 0,444 0,000
Hari 7 20 1 2 2,00 1,85 ± 0,366
Hari 14 20 1 2 1,00 1,40 ± 0,503 0,000
Tabel 4 Perbandingan hasil perbaikan klinis sesudah pemberian krim permetrin
5% dengan krim ekstrak biji mimba 10%
Kelompok n
Perbaikan klinis
Min Max median p*
Hari 7 Mimba Permetrin 20 20 2 1 3 2 2,00 2,00 Hari 14 Mimba Permetrin 20 20 1 1 2 2 2,00 1,00
Tabel 5 Perbandingan hasil dermoskopis sesudah pemberian krim permetrin 5%
dengan krim ekstrak biji mimba 10%
Kelompok n
Hasil dermoskopis
Min Max median p*
Hari 7 Mimba 20 5 32 13,50 Permetrin Hari 14 20 2 25 14,00 Mimba Permetrin 20 20 2 2 20 18 8,50 5,00