• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKISTICS DALAM PERMUKIMAN NELAYAN PESISIR PANTAI SINDULANG SATU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKISTICS DALAM PERMUKIMAN NELAYAN PESISIR PANTAI SINDULANG SATU"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

EKISTICS

DALAM PERMUKIMAN NELAYAN PESISIR PANTAI

SINDULANG SATU

Oleh :

Claudia Talita Dariwu

(Mahasiswa Prodi Magister Arsitektur Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi, Manado,

claudiatalitadariwu@yahoo.co.id)

Judy O. Waani

(Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi, Manado Fela Warouw

(Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi, Manado) Abstrak

Kawasan pesisir merupakan suatu ekosistem yang khas yang dapat di lihat dari berbagai sudut pandang. Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Visi Kota Manado adalah Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia dan mengangkat potensi kawasan-kawasan pesisirnya untuk menjadi potensi unggulan wisata khususnya kawasan pesisir pantai yang memiliki keunikan khusus, salah satunya kawasan permukiman nelayan pesisir pantai Sindulang Satu.

Penelitian ini mengkaji mengenai keberlanjutan masyarakat nelayan dengan mengetahui bagaimana kondisi permukiman nelayan pesisir pantai Sindulang Satu menurut prinsip teori Ekistics (man, society, nature, network, shells). Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan mengunakan pendekatan penelitian terapan (Applied Research).

Hasil Penelitian ini, menyimpulkan bahwa penilaian mengenai Kondisi Permukiman Nelayan Pesisir Pantai Sindulang Satu menurut prinsip Ekistics (man, shells, society, network, nature) diperoleh elemen yang memberi kontribusi yang paling besar terhadap kesejahteraan di permukiman nelayan pesisir pantai Sindulang satu ada pada elemen society. Kemudian secara berurutan diikuti oleh shells dan nature memiliki porsi seimbang. Terakhir elemen network dan man, elemen ini memberi kontribusi paling kecil.

Kata kunci : Ekistics, Permukiman Nelayan, Kawasan Pesisir

I. PENDAHULUAN

Kawasan pesisir merupakan suatu ekosistem yang khas yang dapat di lihat dari berbagai sudut pandang. Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Dalam RPJPD Kota Manado Tahun 2005-2025 disebutkan bahwa visi Kota Manado adalah Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia dan mengangkat potensi kawasan-kawasan pesisirnya untuk menjadi potensi unggulan wisata khususnya kawasan pesisir pantai yang memiliki keunikan khusus, salah satunya kawasan permukiman nelayan pesisir pantai Sindulang Satu. Sayangnya lingkungan

pemukiman nelayan pesisir pantai Sindulang Satu terlihat buruk, pola hidup masyarakat nelayan yang tidak sehat, pengelolaan sampah yang tidak baik, infrastruktur yang belum lengkap, sarana dan prasana yang belum memadai menimbulkan masalah besar bagi lingkungan permukiman nelayan ini. Kondisi ini yang menjadi perhatian terhadap keseimbangan keadaan Ekistics dalam suatu permukiman (human settlement) masih kurang. Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi kondisi permukiman nelayan pesisir pantai Sindulang Satu, menurut prinsip Ekistics dengan penilaian objektif dari lima elemen man, society, nature, network, shells.

(2)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Ekistics

1. Pengertian Ekistics

Istilah “permukiman” menurut Doxiadis (1967) dalam buku “Ekistics : An Introduction to The Science of Human Settlements. Science,” diartikan sebagai “Human Settlements” yaitu hunian untuk manusia. Sehingga permukiman bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sebagai tempat manusia hidup dan berkehidupan. Secara etimologis, ekistics mempunyai arti yang lebih luas dari sekedar permukiman. Di dalamnya termasuk pengertian mengenai hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat dan manusia dengan alam. Ekistics adalah ilmu mengenai permukiman, bukan hanya mengenai manusia, alam, jaringan, lindungan ataupun masyarakat. Kekuatan pembentuk suatu permukiman antara lain oleh adanya kekuatan sosial, kekuatan ekonomi, kekuatan politik, ideology dan lainnya (Doxiadis, 1967).

Gambar 1. Lima Elemen Ekistics

Sumber : MSFAU, greenage II workshop, 2012

Tujuan Ekistics adalah adanya keseimbangan antara elemen-elemen

permukiman, agar terpenuhinya kenyamanan dan keamanan bagi manusia. Menurut Doxiadis (1967), pemukiman mempunyai lima elemen yang saling terkait dan bekerja bersama dalam suatu permukiman yaitu manusia, alam, jaringan, lindungan dan masyarakat seperti pada gambar 1.

2. Elemen-elemen Ekistics

Permukiman adalah tempat manusia hidup dan berkehidupan. Oleh karenanya, suatu permukiman terdiri atas the content (isi) yaitu manusia dan the container (tempat fisik manusia tinggal yang meliputi elemen alam dan buatan manusia). Dua Unsur Permukiman yaitu Isi (manusia) dan Tempat (wadah) dapat dibagi menjadi lima elemen utama yang disebut lima elemen ekistics. Permukiman merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh lima elemen utama yaitu alam (nature), manusia (man), masyarakat (society), lindungan (shells) dan jaringan (network). Konsep lima elemen yang dikemukakan oleh Doxiadis (1974) merupakan indikator dari keberlanjutan suatu permukiman. Natural Container (alam dengan sistemnya) dan Manmade Container merupakan wadah bagi manusia (Man and Society) dengan segala aktivitasnya yang kompleks. Oleh karena itu untuk mencapai keberlanjutan baik pada dimensi rumah hingga permukiman besar skala perkotaan, maka kelima elemen tersebut harus mencapai titik keseimbangan. Manusia memanfaatkan sesuatu dari alam dan sudah seharusnya manusia menjaga alam. Dengan demikian maka terciptalah kualitas hidup masyarakat itu sendiri.

(3)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

B. Permukiman Nelayan

1. Karakteristik Permukiman Nelayan

Secara umum permukiman nelayan dapat digambarkan sebagai suatu permukiman yang sebagian besar penduduknya merupakan masyarakat yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Sedangkan pekerjaan nelayan itu sendiri adalah pekerjaan yang memiliki ciri utama adalah mencari ikan di perairan (Masri, 2010:47).

Karakter budaya masyarakat bahari bahwa laut menjadi orientasi utama bagi kelompok masyarakat bahari. Mereka memiliki berbagai budaya yang berorientasi ke laut, bahwa nilai sosial yang berlaku dikalangan masyarakat berpenghasilan rendah adalah keakraban yang besar diantara mereka, sehingga kedekatan fisik bangunan meninggalkan kesan perasaan bersatu dan jarak bangunan yang terlalu dekat menimbulkan kesan yang ramai. Selain itu masih adanya atau tingginya semangat gotong royong diantara mereka, sistem kekeluarga besar (big family) dan extended family tidak dapat dihindarinya, akibatnya penghuni berjejal jejal dalam satu rumah serta ikatan kekeluragaan yang erat membentuk pola tersendiri dalam cara bermukim. (Budiharjo, 2006).

2. Nelayan

Menurut Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No.15/Permen/M/2006, Nelayan diartikan orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan, sedangkan masyarakat nelayan adalah kelompok atau sekelompok orang yang bekerja sebagai

nelayan, nelayan kecil, pembudi daya ikan dan pembudi daya ikan kecil yang bertempat tinggal disekitar kawasan nelayan. Menurut Masri (2010) pada umumnya permukiman nelayan di Indonesia dihuni oleh nelayan tangkap berdasarkan waktu menangkap ikan dilaut dibedakan menjadi nelayan yang berangkat dan pulang mencari ikan dalam satu hari dan nelayan tangkap yang berangkat dan pulang mencari ikan lebih dari satu hari (antara dua minggu sampai satu bulan). Dia juga mengelompokan nelayan kedalam tiga kelompok nelayan yaitu :

a. Nelayan juragan yaitu nelayan besar yang cukup mempunyai peralatan seperti kapal/bagan yang dilengkapi dengan mesin tempelnya secara modern dengan hasil tangkapan yang lumayan besarnya kalau lagi beruntung tapi kadang kala juga pulang melaut dengan tangan hampa. b. Nelayan tradisional yaitu nelayan yang

hanya pergi melaut dengan cara tradisionil yang peralatan seadanya dengan hasil tangkapan sedang-sedang saja tapi juga kalau lagi apesnya tidak tidak membawa ikan sama sekali.

c. Nelayan buruh adalah nelayan pekerja yang hanya ikut melaut dengan makan gaji dari juragan kapal/bagan yang tergantung dari hasil dari tangkapan ikan mereka dilaut dan itupun juga sering tidak menentu penghasilannya.

3. Faktor Kemiskinan Masyarakat Nelayan

Masyarakat nelayan merupakan pelaku utama yang ikut serta menentukan dinamika ekonomi lokal. Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 3,2 juta rumah tangga nelayan. Jika

(4)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

tiap keluarga nelayan beranggotakan 5 orang, jumlah masyarakat nelayan sekitar 16 juta jiwa. Ironisnya, meskipun dua per tiga wilayah Indonesia berupa lautan, kehidupan 70% nelayan tergolong miskin (Kusnadi, 2004). Kebijakan yang bertumpu pada orientasi produktivitas ini telah melahirkan berbagai perubahan yang sangat penting di bidang sosial, ekonomi dan ekologi di masyarakat di pesisir. Seiring dengan pertumbuhan produktivitas tangkapan dan budi daya perairan, masalah-masalah sosial dan lingkungan pun bermunculan dan belum bisa terselesaikan secara tuntas hingga kini (Kusnadi, 2004).

III. METODE PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan mengunakan pendekatan penelitian terapan (Applied Research). Menurut Abdullah (2015), Penelitian kuantitatif dengan pendekatan terapan adalah penelitian yang mengaplikasikan teori di masyarakat. Penelitian terapan ini merupakan penelitian untuk mendapatkan jawaban atau informasi guna memecahkan masalah secara praktis, jadi penelitian ini dilakukan sebagai respon terhadap fenomena yang terjadi dilapangan. Fenomena yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu mengenai keseimbangan element-element ekistics yaitu dua unsur The Content (man, society): Isidan The Container (shells, nature, dan network) pada permukiman nelayan pesisir pantai Sindulang Satu dalam suatu rekomendasi desain permukiman nelayan yang sehat dan

berkelanjutan. Dalam penelitian ini cara pengambilan (teknik) sampling yang digunakan adalah sampel bertujuan (purposive sample). Pengambilan sampel dipilih hanya kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan aktif dan yang masuk dalam anggota kelompok nelayan “Daseng” yang terdiri dari 55 orang nelayan. Dari sampel yang ada kemudian di analisis berdasarkan Kriteria sample, sesuai dengan jenis nelayannya maka kelompok nelayan “Daseng” juga membagi anggota dalam dua kelompok nelayan berdasarkan status nelayan itu sendiri yaitu nelayan juragan atau lebih dikenal oleh mereka sebagai nelayan profesional dan nelayan tradisional. Pengumpulan data menggunakan diantaranya : kuesioner, wawancara, observasi, dokumentasi dan studi literatur. Analisis data menggunakan frekuensi dan presentase untuk mengetahui penilaian nelayan terhadap keseimbangan Ekistics di dalam permukiman nelayan Sindulang satu. Penelitian ini akan memakai variabel bebas yaitu element ekistics variable tergantung yaitu faktor pendukung keseimbangan element ekistics masyarakat nelayan di Sindulang satu. Penelitian ini dilakukan di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, Kecamatan Tuminting, Kelurahan Sindulang Satu. Lokasi Penelitian dilaksanakan di lingkungan satu dan lingkungan tiga.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembahasan Elemen Ekistics (shells, nature, network, society, man) Berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner, wawancara dan observasi yang dibagikan kepada 55 anggota kelompok nelayan “Daseng” di permukiman nelayan

(5)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

pesisir pantai Sindulang satu, maka diambil bobot nilai terendah dari setiap elemen Ekistics untuk dianalisis oleh peneliti yaitu berupa :

a) Analisa Kondisi Fisik Rumah dan Permukiman (shells)

b) Analisa Kondisi Fasilitas dan Perlengkapan Sarana Prasarana Permukiman (network)

c) Analisa Kondisi Lingkungan Rumah Tinggal Nelayan (nature)

d) Analisa Kapasitas Ekonomi Masyarakat Nelayan (man)

e) Analisa Kondisi Sosial Masyarakat Nelayan (society)

1. Analisa Kondisi Fisik Rumah dan Permukiman (shells)

a. Penguasaan Tempat Tinggal

Hasil penelitian yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada 55 responden yaitu kelompok nelayan “Daseng” di permukiman nelayan Sindulang satu lingkungan satu dan tiga maka temuan yang didapati yaitu tanah untuk permukiman masyarakat nelayan di pesisir pantai Sindulang satu umumnya berasal dari pemberian orang tua maupun yang dibeli sendiri.

b. Kondisi Fisik Bangunan

Hasil penelitian yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada 55 responden yaitu kelompok nelayan “Daseng” di permukiman nelayan Sindulang satu lingkungan satu dan tiga maka temuan yang didapati yaitu mengenai keadaan atau kondisi bangunan rumah tinggal nelayan. Berdasarkan hasil survey dapat diketahui bahwa kondisi

rumah masyarakat nelayan Sindulang satu khususnya kelompok nelayan “Daseng” pada umumnya berada pada keadaan tidak beraturan. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa kelompok nelayan “Daseng” memiliki tingkat ekonomi yang bervariasi, namun mayoritas berada pada kondisi berkekurangan. Kondisi fisik bangunan rumah tinggal masyarakat nelayan di lingkungan satu dan tiga sebenarnya merepresentasikan karakter penghuni dan kemampuan finansialnya. Namun, kemampuan ekonomi masyarakat tersebut juga dipengaruhi oleh status kepala keluarganya yaitu merupakan nelayan profesional atau nelayan tradisional. Sebanyak 75% kondisi fisik bangunan rumah tinggal nelayan professional dalam keadaan baik sedangkan 53% kondisi fisik bangunan rumah tinggal nelayan tradisional dalam keadaan buruk.

1) Kondisi Rumah Tinggal Nelayan Tradisional

Salah satu sampel rumah nelayan tradisional yang diambil oleh peneliti yaitu rumah keluarga nelayan Bapak. Daniel Hoan (Kel.Hoan Karundeng) luas rumah pada gambar ini adalah 6 x 5,25 = 31,5 m². Dilihat dari kondisi struktur konstruksi bangunan, permukiman nelayan tradisional yang ada di lingkungan satu ini cenderung menggunakan struktur-konstruksi non/semi permanen. Selain itu rata-rata rumah masyarakat nelayan tradisional tidak memiliki pekarangan yang luas sehingga tampak semrawut dan tidak teratur.

(6)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

Gambar 2.

Keadaan Permukiman Lingkungan satu Sindulang Satu Sumber : Hasil Observasi, 2016

Berdasarkan temuan ini pada gambar diatas terhadap kondisi rumah tinggal nelayan tradisional yang ada di lokasi penelitian ini umumnya sebagian rumah nelayan tidak layak huni dan tidak memenuhi standart rumah sehat yang dicanangkan oleh pemerintah saat ini, terutama rumah nelayan tradisional yang berada dekat dengan sungai dan yang berada di bawah jembatan Soekarno sebesar 53% dari jumlah responden (nelayan tradisional) hal ini salah satunya disebabkan oleh tidak adanya kemampuan finansial mereka untuk membangun rumah yang sehat walaupun mereka mempunyai tanah untuk lokasi pembangunan rumah.

2) Kondisi Rumah Tinggal Nelayan Profesional

Salah satu sampel rumah nelayan professional yang diambil oleh peneliti yaitu rumah keluarga nelayan Bapak. Yavet Laikun (Kel.Laikun) luas rumah pada gambar 105

adalah 11.5m x 7m = 80,5 m². Kondisi rumah tempat tinggalnya di Lingkungan tiga keadaannya jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisi di Lingkungan satu. ketika melakukan observasi dilapangan dapat dilihat sebagian besar kondisi fisik bangunan, fasilitas dan perlengkapan, serta kondisi lingkungan mendapat perawatan dan pemeliharaan cukup baik. Dilihat dari kondisi struktur konstruksi bangunan, permukiman nelayan ini cenderung menggunakan struktur-konstruksi bangunan permanen.

Gambar 3.

Keadaan Permukiman Lingkungan tiga Sindulang Satu Sumber : Observasi Lapangan, 2016

Berdasarkan temuan pada gambar diatas terhadap kondisi rumah tinggal nelayan profesional yang ada di lokasi penelitian ini umumnya sebagian rumah nelayan sudah layak huni dan sudah memenuhi standart rumah sehat yang dicanangkan oleh pemerintah saat ini, yaitu sebesar 75% nelayan professional sudah memiliki rumah yang dilengkapi dengan sarana MCK, sumber air bersih, sumber penerangan sendiri.

(7)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

Doxiadis (1967) menjelaskan bahwa suatu permukiman dinilai baik jika dapat memberikan kebahagiaan dan keselamatan pada manusia. Pemikiran ini berbanding terbalik dengan keadaan yang ada di permukiman nelayan Sindulang satu khususnya kondisi rumah tinggal nelayan tradisional. Kondisi rumah yang tidak sehat menjadikan rumah tinggal nelayan tradisional sebagai rumah tidak layak huni salah satunya karena tidak dapat memenuhi kebutuhan psikologis sehingga tidak memberi rasa bahagia, rasa aman dan rasa nyaman bagi anggota huniannya.

2. Analisa Kondisi Fasilitas dan Perlengkapan Sarana Permukiman (network)

Hasil penelitian yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada 55 responden yaitu kelompok nelayan “Daseng” di permukiman nelayan Sindulang satu lingkungan satu dan tiga maka temuan yang didapati yaitu mengenai Fasilitas Tempat Mandi dan Fasilitas Buang Air Besar (MCK). Dari data yang ada dapat dikemukakan bahwa dari 55 responden ternyata 47% : yaitu nelayan tradisional menggunakan MCK umum. Dan 94% : yaitu nelayan professional menggunakan MCK sendiri yang sudah dibangun didalam rumah tinggal mereka. Keberadaan prasarana sanitasi (MCK umum) ini sangat membantu masyarakat nelayan terlebih masyarakat nelayan tradisional. Di permukiman nelayan Sindulang satu terdapat 3 unit prasarana penunjang permukiman seperti prasarana sanitasi (MCK umum) yang sudah disediakan oleh pemerintah. Tapi sayangnya hanya 1 yang masih berfungsi dan

bisa digunakan bersama, sedangkan sisanya sudah tidak bisa dipakai lagi oleh masyarakat nelayan secara bebas oleh karena prasarana sanitasi (MCK umum) hanya dipakai tapi masyarakat tidak tau merawat fasilitas yang ada sehingga tidak berfungsi lagi. selain itu, ada juga yang dibangun diatas tanah milik perorangan dan setelah mereka melakukan penambahan atau renovasi rumah tinggalnya prasarana sanitasi (MCK umum) itu dijadikan hak milik pribadi oleh yang bersangkutan. Menurut Doxiadis (1986), manusia memanfaatkan sesuatu dari alam dan sudah seharusnya manusia menjaga alam. Hal ini harus didukung dengan pola hidup sehat dari masyarakat dengan kesadaran akan menjaga lingkungan sekitar dan kebiasaan untuk tidak mencemarinya, sehingga terwujud permukiman yang sehat dan memberi rasa aman dan nyaman bagi masyarakat nelayan.

Gambar 4. Kegiatan MCK yang dilakukan oleh masyarakat nelayan tradisional Sumber : Observasi Lapangan, 2016

Kondisi-kondisi diatas menunjukan bahwa permukiman nelayan di pesisir pantai Sindulang satu masuk dalam kategori permukiman kumuh yang tidak layak huni. Aktivitas fisik yang di rekam oleh peneliti pada saat dilapangan dapat disimpulkan bahwa berkembangnya permukiman nelayan

(8)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

menjadi permukiman kumuh merupakan masalah perkotaan yang sukup serius. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi-kondisi yang bersifat fisik dan non fisik inilah yang dapat menjadi penyebab langsung terjadinya kekumuhan di lingkungan permukiman.

Sedangkan untuk anggota keluarga nelayan professional, oleh karena rumah tinggal mereka sudah memiliki fasilitas MCK yang memadai maka kondisi yang baik ini membuat mereka lebih memiliki kesadaran akan menjaga lingkungan serta memiliki pola hidup yang baik. Seperti pada gambar dibawah ini :

3. Analisa Kondisi Lingkungan Rumah Tinggal Nelayan (nature)

Hasil penelitian yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada 55 responden yaitu kelompok nelayan “Daseng” di permukiman nelayan Sindulang satu lingkungan satu dan tiga maka temuan yang didapati yaitu mengenai cara pembuangan limbah (sistem drainase lingkungan) dan cara pembuangan sampah.

a. Cara Pembuangan Limbah (Sistem Drainase) Lingkungan

Dari data yang ada dapat dikemukakan bahwa dari 55 responden ternyata menjawab mengenai cara pembuangan limbah dalam hal sistem drainase lingkungan sebanyak 52% nelayan tradisional menjawab tidak ada got/saluran di sekitar lingkungan rumah tinggal. Kalaupun ada, ukuran saluran sangat kecil dan tidak memenuhi standar untuk menerima aliran air kotor (air hujan dan limbah air MCK) apalagi dibarengi dengan penyalagunaan saluran oleh masyarakat yaitu

untuk tempat pembuangan sampah sehingga menyebabkan saluran yang ada tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya.

Sama halnya dengan jawaban yang dikemukakan oleh 59% nelayan professional menjawab mereka memiliki saluran terbuka dan saluran tertutup yang ada di lingkungan rumah tinggal mereka akan tetapi keadaan air pada saluran mengalir sangat lambat dan kadang sering tergenang.

Dari hasil penelitian diatas maka temuan yang didapat mengenai sistem drainase lingkungan rumah tinggal nelayan professional tidak berbeda jauh dengan kondisi drainase nelayan tradisional. Dari temuan diatas, maka kondisi saluran air di lingkungan rumah tinggal nelayan tradisional dan nelayan profesional dapat dikatakan buruk sekali.

b. Sarana Pembuangan Sampah

Sebagian besar masyarakat nelayan tradisional yaitu meliputi 52% membuang sampah di sungai dan laut, tidak tersedianya tong sampah dan jauhnya letak tempat pembuangan sementara (TPS) yang disediakan oleh pemerintah di lingkungan permukiman nelayan tradisional. Kebiasaan membuang sampah di sungai dan laut karena letak rumah tempat tinggal nelayan tradisional dekat dengan sungai dan laut maka masyarakat nelayan tradisional menjadikan laut sebagai tempat penampungan sampah bekas pakai dari rumah tangga mereka. Untuk nelayan professional yaitu sebanyak 59% menjawab cara pembuangan sampah dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS). Proses pembuangan sampah dilakukan secara bertahap. Pertama-tama sampah buangan

(9)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

rumah tangga ditampung dalam tong sampah yang tersedia di setiap rumah tinggal nelayan professional, selanjutnya diangkut dengan gerobak sampah yang kadang-kadang tukang sampah mendatangi rumah untuk mengambil sampah yang ada dengan mendapat sedikit imbalan ±Rp.3000-Rp.5000,-/muatan dari rumah tangga yang bersangkutan dan dibawah ke tempat penampungan sementara (TPS) yang berada di jalan raya boulevard II.

4. Analisa Kapasitas Ekonomi Masyarakat Nelayan (man)

Hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara kepada 55 responden yaitu kelompok nelayan “Daseng” di permukiman nelayan Sindulang satu lingkungan satu dan tiga maka temuan yang didapati yaitu kapasitas ekonomi masyarakat nelayan.

a. Tingkat Pendidikan Kelompok Nelayan “Daseng”

Salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk elemen Man dalam permukiman nelayan pesisir pantai Sindulang satu adalah tingkat pendidikan masyarakat nelayan di permukiman tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapangan serta didukung dengan data penduduk dilingkungan, tingkat pendidikan masyarakat nelayan tradisional dan nelayan profesional masih rendah karena masih banyak masyarakat yang belum/tidak memperoleh pendidikan dengan baik. Walaupun ada sebagian masyarakat yang mendapat pendidikan namun tingkat pendidikan umumnya hanyalah SD/sederajat. Meskipun ada beberapa nelayan professional yang sebagian besar sudah memiliki pendidikan menengah hingga ke perguruan tinggi.

b. Mata Pencaharian Kelompok Nelayan “Daseng”

Proses Aktifitas Nelayan Pesisir Pantai Sindulang Satu terbagi atas dua alur yaitu : 1) Alur aktifitas melaut Nelayan Profesional

yaitu dari wawancara yang dilakukan 88% menjawab mereka memiliki keterampilan untuk melakukan proses penjualan hasil tangkap dengan menjual sendiri.

2) Alur aktifitas Nelayan Tradisional yaitu kembalinya mereka kedarat, 67% menjawab mereka melakukan proses penjual hasil tangkap dengan menjualnya ke tibo-tibo (pembeli ikan kemudian dijual kembali) atau menjual ke pasar tradisional (pasar bersehati) menurut mereka dengan menjual ke pasar tradisional mereka bisa menerima keuntungan yang lebih.

c. Cara Hidup Kelompok Nelayan “Daseng” Komunitas Nelayan Pesisi Pantai Sindulang Satu adalah komunitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan pengerahan tenaga yang banyak, seperti saat berlayar, membangun rumah, membuat perahu atau tanggul penahan gelombang di sekitar permukiman.

d. Keterampilan Kelompok Nelayan “Daseng”

Meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya memiliki keterampilan sederhana. Keterampilan mereka juga bukan hanya dalam hal melaut tapi juga dalam proses menjual kembali hasil tangkapan mereka dilaut. Selain

(10)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

itu dapat dilihat juga keterampilan yang paling dominan yang ada yaitu keterampilan dalam membuat perahu/pambut yang dijual kembali atau disewakan. Keterampilan ini sangat menjanjikan karena menghasilkan keuntungan yang besar untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga Nelayan Pesisir Pantai Sindulang Satu.

Tabel 1.

Justifikasi Kelompok Nelayan “Daseng” Sindulang Satu

e. Usaha Tambahan Kelompok Nelayan “Daseng”

Tabel 2. Usaha Tambahan Kelompok Nelayan “Daseng”

Berdasarkan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa pekerjaan sebagai nelayan untuk menangkap ikan di laut bergantung kepada musim, cuaca dan tingkat kebutuhan konsumen akan ikan. Hal ini disebabkan siklus perkembangbiakan ikan berbeda-beda, sehingga tak jarang pada musim-musim

tertentu mereka memperoleh ikan. Adapun nelayan yang terdapat pada perkampungan nelayan ini pergi melaut dalam sebulan hanya 26 hari kerja, ketika masyarakat tidak melaut maka mereka tidak mendapatkan penghasilan kecuali dengan usaha tambahan yang telah disebutkan diatas tadi.

5. Analisa Kondisi Sosial Masyarakat Nelayan (society)

Hasil penelitian yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada 55 responden yaitu kelompok nelayan “Daseng” di permukiman nelayan Sindulang satu lingkungan satu dan tiga maka temuan yang didapati sehubungan dengan kondisi lingkungan rumah tinggal yang paling berpengaruh terhadap keseimbangan ekistics elemen society yaitu karakteristik kehidupan sosial masyarakat nelayan. Analisis kondisi sosial masyarakat dilakukan untuk mengetahui organisasi sosial, keagamaan masyarakat nelayan, dan jumlah keluarga nelayan.

a. Organisasi Sosial dan Keagamaan Masyarakat Nelayan “Daseng”

Ada beberapa jenis organisasi kemasyarakatan yang aktif di Permukiman Nelayan Pesisir Pantai Sindulang Satu yakni: Rukun Sosial masyarakat Borgo, sistem kegotong royongan, persatuan nelayan “Daseng” dan lain sebagainya. Masyarakat Kelompok Nelayan “Daseng” Pesisir Pantai Sindulang Satu mayoritas beragama Kristen Protestan sehingga pada kehidupan mereka pada saat perayaan hari-hari besar Kristen seperti natal masyarakat meramaikan untuk untuk merayakan pada hari tersebut. Pada hari

(11)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

minggu mereka libur dalam mencari ikan di laut karena pada hari ini masyarakat.

Kehidupan sosial masyarakat nelayan Pesisir Pantai Sindulang Satu sudah baik karena itu perlu adanya sikap untuk saling menghargai dan menghormati meskipun berbeda dalam hal pendapatan, cara hidup, dan tingkat pendidikan antara nelayan tradisional dan nelayan professional sehingga kehidupan kelompok masyarakat nelayan “Daseng” akan lebih meningkat dan lebih baik dari keadaan yang telah ada.

b. Jumlah Keluarga Kelompok Nelayan “Daseng”

Tabel 3.

Jumlah Keluarga Kelompok Nelayan “Daseng”

Berdasarkan data hasil observasi dan wawancara, sebanyak 58% keluarga nelayan tradisional memiliki jumlah anggota keluarga 5-10 orang dalam 1 rumah yang terdiri dari 2-3 KK membuat mereka rela berdesakan tinggal dengan orang tua, sedangkan 72% keluarga nelayan professional memiliki jumlah anggota 3-5 orang dalam 1 rumah yang terdiri dari 1 kepala keluarga, 1 ibu rumah tangga, 2-3 anak. Pola hidup masyarakat nelayan Pesisir Pantai Sindulang Satu sangat dipengaruhi oleh kehidupan mereka sebagai masyarakat nelayan, karena

pengaruh tersebut kelompok nelayan tradisional ini lebih cenderung untuk bertempat tinggal di daerah yang berdekatan dengan sungai dan laut. Adapun persepsi masyarakat nelayan tradisional terhadap lingkungan yang kotor adalah hal tersebut merupakan suatu fenomena lingkungan yang biasa, tidak bermasalah dan tidak mengganggu. Mereka menganggap bahwa lingkungan yang kurang bersih tersebut merupakan hal yang biasa dan kehidupan mereka tidak akan terganggu oleh keadaan lingkungan seperti itu. Sehingga mereka menganggap bahwa perhatian terhadap kebersihan lingkungan merupakan hal yang percuma.

B. Kemampuan Penilaian

Keseimbangan Elemen Ekistics Kelompok Nelayan “Daseng” untuk

menciptakan permukiman

berkelanjutan

Berdasarkan penilaian hasil kuesioner, wawancara dan observasi lapangan, diketahui terdapat 14 parameter penting untuk mengukur penilaian keseimbangan elemen Ekistics dalam permukiman nelayan pesisir pantai Sindulang satu, pengukuran dan analisa yang dibahas yaitu nilai jawaban ≤ 50% (skala tidak puas) menyatakan untuk meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan. Jika dilihat pada Gambar diatas, jawaban nelayan professional sudah lebih seimbang dibandingkan dengan jawaban nelayan tradisional yaitu :

(12)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

-- Hanya ada 1 parameter mereka yang belum seimbang terdapat pada elemen Ekistics Man yaitu mengenai tingkat pendidikan nelayannya.

- Untuk nelayan tradisional 9 parameter yang masih belum seimbang terdapat 4 pada elemen Ekistics Man yaitu mengenai tingkat pendidikan nelayan, cara hidup nelayan, keterampilan dan usaha tambahan keluarga nelayan. Sebanyak 53% nelayan tradisional memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Untuk 2 parameter pada Network yaitu mengenai ketersediaan MCK disetiap rumah tinggal nelayan dan penggunaan prasarana sanitasi yang baik oleh keluarga nelayan. Sebanyak 53% nelayan tradisional tidak memiliki MCK dan hanya menumpang dirumah orang tua/saudara/tetangga kadang menggunakan sungai/laut untuk melakukan kegiatan MCK setiap harinya. Untuk 1 parameter pada Nature yaitu cara pembuangan limbah pada lingkungan dan kesadaran

masyarakat dalam menjaga lingkungan. Sebanyak 58% nelayan tradisional hanya membuang limbah rumah tangga di sungai dan laut dan 53% nelayan tradisional belum memiliki kesadaran dalam menjaga lingkungan dan alam tempat tinggal mereka. Untuk 1 parameter pada Shell yaitu status penguasaan rumah tempat tinggal, sebanyak 74% rumah nelayan tradisional masih berstatus milik orang tua.

Parameter inilah yang membentuk system hubungan elemen Ekistics antara satu sama lain, semakin kompleks ekistics unit maka akan semakin kompleks hubungan yang terjadi di dalamnya. Demikian pula perkembangan kualitas hidup secara berkelanjutan nelayan professional terlihat melalui perkembangan elemen Ekistics yang ada. Sedangkan untuk nelayan tradisional, pendidikan yang rendah mereka jadikan alasan untuk hidup bergantung pada orang tua/orang lain, “masa bodoh” dengan keadaan

(13)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

sehingga tidak mampu mengembangkan diri dalam hal memiliki keahlian kerja dan usaha lainnya selain melaut. Selain itu mereka sedikit sekali memiliki kesadaran dalam menjaga lingkungan dan alam serta memiliki kebiasaan yang buruk dalam melakukan kegiatan MCK.

Menurut Doxiadis (1974), ketidakseimbangan pada satu elemen pasti akan mempengaruhi elemen-elemen lainnya dan system hubungan yang terjadi diantara elemen-elemen tersebut. Oleh karena itu untuk mencapai keberlanjutan suatu permukiman, maka kelima elemen tersebut harus mencapai titik keseimbangan.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hasil penilaian mengenai Kondisi Permukiman Nelayan Pesisir Pantai Sindulang Satu menurut prinsip Ekistics (man, shells, society, network, nature) diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. Identifikasi “Man” (nelayan), ditarik

kesimpulan bahwa nelayan professional lebih sejahtera dalam penghasilan dibandingkan dengan nelayan tradisional.

b. Identifikasi “Shells” (tempat tinggal), ditarik kesimpulan bahwa nelayan tradisional hanya mementingkan fungsi rumahnya saja sedangkan nelayan professional mementingkan kualitas rumah tinggal mereka.

c. Identifikasi “Society” (kelompok nelayan “Daseng”), ditarik kesimpulan bahwa nelayan tradisional dan nelayan

professional memiliki hubungan bermasyarakat yang baik.

d. Identifikasi “Nature” (lingkungan permukiman nelayan), ditarik kesimpulan bahwa kebiasaan mencemari lingkungan oleh masyarakat nelayan menjadi faktor berkembangnya permukiman kumuh. e. Identifikasi “Network” (jaringan

sarana permukiman) ditarik kesimpulan pentingnya kesadaran masyarakat dalam merawat sarana MCK umum yang sudah disediakan oleh pemerintah khususnya di lingkungan masyarakat miskin seperti kelompok nelayan tradisional.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas maka : 1. Untuk masyarakat nelayan agar lebih

mencintai lingkungannya dengan menjaga serta merawat sarana dan prasarana yang sudah ada juga yang paling penting menciptakan pola hidup yang bersih dan sehat untuk menciptakan kualitas hidup yang lebih naik dimasa depan. Hal ini juga dimaksudkan untuk lebih meningkatkan aktifitas ekonomi yang secara umum akan mendukung perkembangan dan keberlanjutan masyarakat di Permukiman Nelayan Pesisir Pantai Sindulang Satu. 2. Untuk meningkatkan hasil melaut para

nelayan, pemerintah diharapkan juga memberikan semacam dana stimulan dalam upaya untuk pembelian peralatan melaut yang lebih baik dari semula sebagainya yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.

(14)

MEDIA MATRASAIN ISSN 1858-1137 Volume 13, No.2, Juli 2016

3. Pemerintah diharapkan memberikan pelatihan keahlian dalam melaut guna meningkatkan dan pengembangan hasil perikanan kelompok nelayan “Daseng”.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah (2015). Metodologi Penelian Kuantitatif. Aswara Pressindo. Sleman, Yogyakarta

Budihardjo, Eko. (2006). Sejumlah Masalah Pemukiman Kota. Cetakan Kelima. Penerbit Alumni. Bandung.

Doxiadis, Constantin A (1967). Ekistics: An Introduction to The Science of Human

Settlements. 141, Aug. New York : Oxford University Press.

Doxiadis, Constantin A (1974). Four Red Books: To Help Us Understands What Will Happen to our Human Settlements and What We Are to do Save Them. New York: Oxford University Press

Kusnadi. (2004). Polemik Kemiskinan Nelayan. Pustaka Jogja Mandiri, Bantul Masri. (2010). Identifikasi Karakteristik

Sosial, Ekonomi, Dan Budaya Masyarakat Nelayan Sungai Limau Di Kabupaten Padang Pariaman Dalam Penyediaan Perumahan Permukiman. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro.

Gambar

Tabel 2. Usaha Tambahan Kelompok Nelayan “Daseng”

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi fisik rumah tinggal penduduk yang ditinjau meliputi: luas pekarangan dan rumah, jenis bahan dan kondisi tembok rumah, jenis bahan lantai dan atap

Kelompok penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan dan perkotaan pada umumnya dapat digolongkan pada buruh tani, petani gurem, pedagang kecil, nelayan, pengrajin

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian pengabdian masyarakat civitas akademika Universitas Yudharta adalah (1) untuk mengetahui pola hidup nelayan (kondisi sosial, ekonomi

Karakteristik nelayan di desa Swarangan adalah: a) Usia nelayan rata-rata masih berada pada usia produktif dan dapat bekerja dengan baik; b) Rata-rata tingkat

Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang hidup dipesisir pantai dimana daerah pemukimannya berada didekat tambatan perahu dan mata pencariannya tergantung pada keadaan laut

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian pengabdian masyarakat civitas akademika Universitas Yudharta adalah (1) untuk mengetahui pola hidup nelayan (kondisi sosial, ekonomi

Permukiman atas air adalah kawasan yang jarang dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Masyarakat Suku Bajo merupakan suku yang memiliki kebiasaan

Hajat Laut merupakan suatu budaya dan tradisi masyarakat pesisir nelayan yang sudah ada sejak lama, tradisi ini lahir dari kebiasaan masyarakat pesisir nelayan yang berada