• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Spasial Permukiman Informal di Pesisir Kampung Nelayan Belawan Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Spasial Permukiman Informal di Pesisir Kampung Nelayan Belawan Medan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permukiman informal terbentuk tanpa perencanaan pemerintah dan

masyarakat pemukim itu sendiri dan sering sekali terbentuk akibat dari proses

urbanisasi besar-besaran masyarakat daerah ke kota. Proses urbanisasi

menyebabkan peningkatan kebutuhan masyarakat akan perumahan di kota, namun

sering sekali jumlah masyarakat pemukim yang pindah ke kota tidak sebanding

dengan jumlah perumahan yang mampu dibeli oleh masyarakat. Hal ini

merupakan salah satu faktor pembentuk permukiman tidak terencana. Sering

sekali, permukiman informal tumbuh secara sporadis atau tidak menentu sehingga

sulit untuk diidentifikasi perkembangannya. Permukiman informal juga selalu

berkembang dan bertambah luas seiring dengan berjalannya waktu (Marpaung,

2016). Ketika pemukim yang pertama sekali tinggal di permukiman tersebut

kemudian mendapatkan keuntungan ataupun tidak diganggu oleh pemerintah,

pemukim selanjutnya pun ikut bermukim di permukiman tersebut atas dasar

alasan yang sama sehingga permukiman tersebut akan bertumbuh semakin padat

dan dapat menyebabkan berubahnya kondisi fisik ataupun fungsi ruang pada

permukiman tersebut. Fenomena ini menyebabkan permukiman informal selalu

tumbuh dan ruang-ruang yang terbentuk disesuaikan dengan kebutuhan hidup

serta melibatkan langsung masyarakat pemukim dalam proses pembentukannya.

(2)

Sistem struktur ruang atau sistem tata ruang pada permukiman terbentuk

oleh sistem blok massa, sistem jaringan jalan, sistem utilitas, dan area ruang

terbuka (Trujillo, 2012). Struktur ruang yang terbentuk memiliki fungsi

masing-masing yang disesuaikan dengan kebutuhan pemukim. Ruang-ruang tersebut juga

terbentuk karena saling mempengaruhi satu sama lain seperti sistem blok massa

yang mempengaruhi sistem jaringan jalan dan area ruang terbuka.

Fungsi ruang yang berhubungan dengan bentuk tata ruang juga

berpengaruh terhadap pola spasial di permukiman tersebut (Vaz, 2014;

Hurskainen dan Pelikka, 2004; Darjosanjoto, 2005; Muriuki, dkk., 2010).

Pola-pola tersebut dapat diidentifikasi oleh kelompok-kelompok ruang yang tersusun

atas fungsi-fungsi yang terbentuk dari kebutuhan pemukim di permukiman

tersebut. Namun, akibat dari perencanaan ruang yang tidak terencana, banyak

yang berpikir bahwa tidak terdapat pola spasial yang jelas pada permukiman yang

terbentuk tidak terencana (Sobreira dan Gomes, 2001) sehingga sulit untuk

mengidentifikasi pola ruang dan proses pembentukan ruang pada permukiman

tidak terencana.

Banyaknya permasalahan pada permukiman informal, seperti kurangnya

fasilitas dasar, kurangnya akses terhadap air bersih, sistem struktur rumah yang

tidak sesuai standard, dan lain-lain, sering sekali menghadapkan pemukim pada

kebijakan satu pihak oleh pemerintah (Tsenkova, 2012). Pentingnya kolaborasi

antara peneliti, pemerintah, dan pemukim dalam memecahkan masalah

permukiman adalah satu hal yang harus dipahami. Pemerintah dapat berperan

(3)

dalam mengkaji permasalahan dan penyelesaiannya, dan masyarakat pemukim

dapat membantu peneliti dan pemerintah untuk mengetahui permasalahan yang

sebenarnya terjadi pada permukiman informal.

Mengetahui pola spasial terbentuknya ruang memiliki banyak keuntungan.

Keuntungan tersebut antara lain: (i) lebih mudah menentukan kebijakan tata guna

lahan dan perubahan utilitas serta sistem transportasi, (ii) mengidentifikasi titik

utama untuk pembangunan ke depannya, (iii) dapat mengimplementasikan

perencanaan yang lebih efektif untuk pembangunan regional lewat sistem support

yang terintegrasi (Vaz, 2014). Vaz (2014) melakukan penelitian mengenai

perubahan luas area hutan mangrove pada kawasan pinggir pantai di Mumbai

yang diakibatkan oleh meningkatnya fungsi hunian pada permukiman informal di

sekitar pinggiran pantai tersebut. Hutan mangroves adalah salah satu fungsi pada

penggunaan lahan di area pinggiran pantai yang memiliki peran penting pada

ekosistem. Hutan mangroves ini memiliki peran spasial yang penting pada area

pinggiran pantai tersebut. Dengan mengidentifikasi pola spasial permukiman pada

pinggir pantai di Mumbai maka dapat ditemukan peta penggunaan lahan di sekitar

pinggiran pantai, seberapa besar luas lahan hutan mangroves yang berkurang, dan

bagaimana perubahan signifikan antara pertumbuhan dan penurunan luas hutan

mangroves di area tersebut (Vaz, 2014).

Menemukan pola pada permukiman informal juga dapat membantu

perancang untuk belajar dari kesalahan perancangan di masa lalu. (Hurskainen

dan Pelikka, 2004). Hurskainen dan Pelikka (2004) meneliti area permukiman

(4)

hunian pada permukiman informal dari level makro seperti area regional daerah

tersebut sampai level mikro seperti bagaimana setiap individu atau pemukim

membangun area lingkungan perumahannya.

Data spasial dan statistikal juga dapat dipergunakan untuk menemukan

analisa dan mengukur degradasi lahan serta mengkaji perkiraan degradasi lahan di

masa depan. Fasona, dkk. (2010) menganalisa data spasial dan statistikal pada

pinggiran pantai di tenggara Nigeria. Degradasi lahan dapat terjadi akibat dari

beberapa faktor seperti bencana alam atau penyalahgunaan alam oleh manusia

seperti fungsi lahan yang tidak dimanajemen dengan baik (Fasona, dkk., 2010).

Daerah pinggiran pantai dengan penyalahgunaan fungsi lahan seperti yang terjadi

pada permukiman informal di pesisir pantai dapat menyebabkan kerusakan pada

ekosistem laut apabila tidak diantisipasi dari sekarang. Beberapa contoh

kerusakan tersebut adalah menurunkan basis sumber daya alam yang dapat

digunakan, menurunkan kapasitas tanah untuk menghasilkan biomassa, merusak

fungsi ekosistem, dan lain-lain (Fasona, dkk., 2010).

Menurut data, sekitar 53% penduduk Amerika Serikat menempati area

pinggiran pantai (Crowell, dkk., 2007). Beberapa isu yang sering dibahas

mengenai permukiman di pinggiran pantai adalah kualitas air pada area pantai

atau isu-isu lingkungan lainnya, isu-isu mengenai geomorfologi seperti level air

laut, erosi pantai, atau potensi permukiman terkena dampak angin puting beliung

atau angin topan. Hal ini menjadikan masalah permukiman informal kompleks

karena permasalahan politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan digabung menjadi

(5)

Mengetahui pola spasial suatu permukiman dan aspek geografisnya

menjadi penting karena dapat membantu memahami penggunaan tata guna lahan

(land use) dan perubahan land cover. Memahami pola spasial permukiman pada

satu sisi juga dapat membantu mengetahui hubungan antara proses ekologi dan

lingkungan serta budaya dan gaya hidup di sisi lainnya (Zhang, dkk., 2014).

Zhang, dkk. (2014) melakukan penelitian mengenai pola spasial permukiman di

wilayah Wen-Tai, bagian pinggir pantai di tenggara China. Menurut Zhang, dkk.

(2014), memahami ukuran, pola, dan distribusi spasial dari suatu permukiman

menjadi sesuatu yang fundamental untuk mengetahui proses distribusi sumber

daya, manajemen permukiman, dan pembangunan sosial-ekonomi.

Kampung Nelayan di Kecamatan Medan Belawan termasuk salah satu

permukiman informal di kota Medan. Sebagian pemukim tidak memiliki hak

milik atas tanah di mana rumah mereka dibangun. Namun, keunikan permukiman

ini adalah beberapa rumah atau bangunan tidak terbentuk di atas tanah melainkan

di pinggiran laut. Atas dasar ini, pembentukan ruang pada permukiman tersebut

tentu memiliki perbedaan dengan permukiman di atas tanah karena harus

disesuaikan dengan kondisi pinggir laut, sistem struktur bangunan, dan sistem

utilitas bangunan. Hal ini juga dapat menjadi titik lemah permukiman ini karena

bangunan yang dibangun di atas pinggiran laut dapat menyebabkan kerusakan

ekosistem laut, degradasi lahan, dan gangguan lingkungan serta kesehatan pada

masyarakat pemukim.

Pola permukiman Kampung Nelayan yang terbentuk juga berhubungan

(6)

disesuaikan dengan kemampuan mereka dalam membentuk lingkungan binaan.

Ruang-ruang yang terbentuk ini kemudian akan membentuk sebuah pola spasial

permukiman. Dengan menemukan pola spasial permukiman, perancang

selanjutnya dapat belajar dari kesalahan sistem permukiman dan kemudian

membangun sebuah rancangan baru yang lebih baik untuk permukiman itu

sendiri.

Permasalahan pada permukiman informal di area ini adalah masalah

kesehatan akibat dari tidak adanya sistem utilitas dan jaringan jalan yang

terintegrasi. Beberapa hunian berdiri di atas laut dan seringkali mengalami banjir

apabila air laut pasang. Hal ini menyebabkan perabotan rumah rusak, sampah

masuk ke dalam rumah, dan permasalahan lain yang mengganggu kehidupan

pemukim. Sampah plastik juga dibuang sembarangan ke bawah rumah atau

pinggiran laut yang dapat menyebabkan rusaknya ekosistem pinggiran laut dan

degradasi lahan. Menurut Zhang, dkk. (2014), penyebaran atau distribusi

permukiman informal yang dilakukan manusia di sekitar pinggiran pantai dapat

mengganggu kemampuan produksi ekosistem dan berbagai masalah lingkungan,

seperti tanah dan sungai yang tercemar, siklus air yang terganggu, penurunan

keanekaragaman spesies hayati, dan meningkatkan risiko kesehatan masyarakat.

Di Indonesia sendiri, permukiman pada Kampung Nelayan dapat menyebabkan

pencemaran air laut (Pratama, dkk, 2013). Sering sekali akibat dari tidak adanya

sistem persampahan yang terintegrasi, masyarakat membuang sampah ke laut dan

menyebabkan terganggunya kesehatan lingkungan dan mengurangi nilai estetika

(7)

Tambak Lorok di pesisir Kota Semarang. Permasalahan sampah ini juga ditambah

dengan permasalahan sanitasi seperti saluran air kotor dan air bersih yang tidak

memadai. Dengan mengetahui pola spasial permukiman, perancang selanjutnya

dapat mengetahui titik permasalahan permukiman tidak hanya melalui sudut

pandang perancang, namun juga melalui sudut pandang pemukim yang

membangun sendiri permukiman tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

sosial ekonomi mereka. Selain itu, perilaku individu dan variasi spasial-temporal

adalah subjek utama dan pondasi pada studi mengenai urban dan praktik

perencanaan (Hao, dkk., 2015).

Penelitian ini akan menganalisa sistem struktur ruang yang terbentuk pada

Kampung Nelayan Medan Belawan dan menghubungkan sistem struktur ruang

tersebut dengan pola spasial permukiman. Dengan adanya penelitian ini,

diharapkan pemerintah atau peneliti permukiman dapat mengambil langkah yang

lebih baik dalam mengatasi permasalahan permukiman informal. Selain itu,

dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan

mengenai sistem struktur dan pola spasial permukiman informal.

1.2. Rumusan Masalah

Sistem struktur ruang permukiman informal bersifat tidak teratur dan

spontan. Namun, di balik ketidakteraturan struktur ruang tersebut terdapat sebuah

(8)

1. Bagaimana sistem struktur ruang permukiman di Kampung Nelayan

Belawan Medan?

2. Bagaimana sistem struktur ruang yang terbentuk mempengaruhi pola

spasial di Kampung Nelayan Belawan Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menemukan sistem struktur ruang permukiman di Kampung Nelayan

Belawan Medan.

2. Menemukan pengaruh sistem struktur ruang yang terbentuk terhadap pola

spasial permukiman informal di Kampung Nelayan Belawan Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dapat menjadi basis bagi pemerintah dalam membangun

suatu permukiman yang dasar pertumbuhan atau terbentuknya tidak

terencana.

2. Penelitian ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan terkait dengan

perkembangan struktur ruang permukiman tidak terencana.

3. Penelitian ini dapat memudahkan penentuan kebijakan tata guna lahan dan

(9)

4. Penelitian ini dapat membantu pemerintah, peneliti selanjutnya, atau

perancang untuk mengidentifikasi titik utama pembangunan ke depannya

pada permukiman tidak terencana.

5. Penelitian ini dapat membantu pemerintah, peneliti selanjutnya, atau

perancang untuk mengimplementasikan perencanaan yang lebih efektif

untuk pembangunan regional lewat sistem suport yang terintegrasi.

1.5. Kerangka Berpikir

Dalam proses penulisan penelitian ini (Gambar 1.1.) peneliti pertama

sekali melakukan identifikasi data pada lokasi penelitian. Data yang diidentifikasi

berupa fungsi ruang, peta ruang, dan data statistikal lain yang menyangkut lokasi

penelitian. Melalui data di lokasi penelitian akan diidentifikasi bagaimana kondisi

lokasi penelitian dan apa permasalahan signifikan yang terdapat di lokasi tersebut.

Data akan memunculkan latar belakang permasalahan dan pertanyaan

permasalahan. Latar belakang memperkuat pertanyaan permasalahan penelitian.

Pada penelitian ini permaslaahan penelitian berhubungan dengan struktur ruang,

pola spasial, dan hubungan antara struktur ruang dan pola spasial. Selain

memperkuat permasalahan penelitian, latar belakang diperkuat oleh kajian teori

yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Teori yang digunakan

berhubungan dengan permasalahan penelitian dan dikaji berdasarkan

permasalahan penelitian. Dalam menganalisa permasalahan penelitian, akan

(10)

yang akan menjawab permasalahan penelitian sehingga menghasilkan

kesimpulan. Proses terakhir, kesimpulan akan dikaitkan kembali dengan kajian

teori. Kesimpulan dihubungkan kembali dengan kajian teori untuk mengetahui

apakah hasil akhir penelitian sesuai atau tidak sesuai dengan teori yang

(11)

PERMASALAHAN

 Bagaimana sistem struktur ruang permukiman

informal di Kampung Nelayan Belawan Medan LATAR BELAKANG

 Struktur permukiman informal yang tidak terencana menyebabkan kesulitan dalam mengidentifikasi pola

spasial permukiman. Mengetahui pola spasial

permukiman dapat mempermudah peneliti dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan permukiman.

 Kampung Nelayan Medan Belawan yang berdiri di atas pinggiran laut termasuk salah satu permukiman informal di kota Medan.

PENEMUAN

 Struktur ruang Kampung Nelayan Belawan Medan

 Pengaruh struktur ruang terhadap pola spasial Kampung Nelayan Belawan Medan

KAJIAN TEORI

 Pada lingkungan binaan, spasial merujuk kepada elemen fisik bangunan seperti sistem struktur, sistem utilitas, jaringan jalan, dan ruang terbuka. (Trujillo, 2012).

 Keadaan suatu daerah dan faktor-faktor geografis yang spesifik

mengenai situasi suatu permukiman dapat mempengaruhi pola permukiman manusia (Zhang, dkk., 2014).

 Penyusunan massa pada permukiman informal terlihat tidak

teratur atau spontan namun tersusun secara fragmen (Sobreira dan Gomes, 2001).

DATA

 Identifikasi fungsi pada ruang

permukiman

 Peta ruang permukiman

 Identifikasi pola spasial ruang

permukiman

ANALISA

 Sistem struktur ruang permukiman

 Pola spasial permukiman

 Hubungan sistem struktur ruang

permukiman dengan pola spasial

Gambar

Gambar 1. 1. Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, kekuatan kecamatan lebih berorientasi kepada fungsi kewenangan yang dilimpahkan oleh Walikota dibandingkan fungsi koordinasi, artinya, koordinasi dapat tidak

[2] Maulizar, Dedi, 2011, Tunneling IPv4 dan IPv6, internet,..

Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan, data dan pengujian hipotesis, maka penulis berkesimpulan bahwa, model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and Share

18 Saya tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik ketika saya mempunyai masalah. 19 Saya tetap tenang dalam meghadapi orang yang sedang marah

Permasalahan yang akan diteliti adalah, pertama, bagaimana implementasi dari kebijakan ruang udara terbuka (open sky policy) dalam rangka liberalisasi perdagangan jasa

karunia, dan bimbinganNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya skripsi yang berjudul “Pengaruh Persepsi Gaya Kepemimpinan Guru Bimbingan dan

Segala puji dan syukur kepadaAllah yang berkarya dan menyatakan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Dukungan Keluarga dalam

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Guru Bimbingan dan Konseling Terhadap Kepuasan Siswa Atas Layanan Bimbingan dan Konseling Sekolah SMP Negeri 09 Salatiga.. Skripsi