• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAMPUNG NELAYAN BERKELANJUTAN DENGAN PENDEKATAN PERMUKIMAN RAMAH LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAMPUNG NELAYAN BERKELANJUTAN DENGAN PENDEKATAN PERMUKIMAN RAMAH LINGKUNGAN"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR – RA.141581

KAMPUNG NELAYAN BERKELANJUTAN DENGAN PENDEKATAN PERMUKIMAN RAMAH LINGKUNGAN

ATHI’U IZZATILLAH TAZKIYATI 08111440000091

Dosen Pembimbing

Dr. Dewi Septanti, S.Pd., ST., MT.

Departemen Arsitektur

Fakultas Arsitektur, Desain dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

2018

(2)

TUGAS AKHIR – RA.141581

KAMPUNG NELAYAN BERKELANJUTAN DENGAN PENDEKATAN PERMUKIMAN RAMAH LINGKUNGAN

ATHI’U IZZATILLAH TAZKIYATI 08111440000091

Dosen Pembimbing

Dr. Dewi Septanti, S.Pd., ST., MT.

Departemen Arsitektur

Fakultas Arsitektur, Desain dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

2018

(3)

3

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

N a m a : Athi’u Izzatillah Tazkiyati

N R P : 08111440000091

Judul Tugas Akhir : Kampung Nelayan Berkelanjutan dengan Pendekatan Permukiman Ramah Lingkungan

Periode : Semester Gasal/Genap Tahun 2017 / 2018

Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir yang saya buat adalah hasil karya saya sendiri dan benar-benar dikerjakan sendiri (asli/orisinil), bukan merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain. Apabila saya melakukan penjiplakan terhadap karya mahasiswa/orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang akan dijatuhkan oleh pihak Departemen Arsitektur FADP - ITS.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan kesadaran yang penuh dan akan digunakan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Tugas Akhir RA.141581

Surabaya, 2 Juli 2018 Yang membuat pernyataan

(Athi’u Izzatillah Tazkiyati) NRP. 08111440000091

(5)

I

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatNya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah tugas akhir yang berjudul “Kampung Nelayan Berkelanjutan dengan Pendekatan Permukiman Ramah Lingkungan” dengansebaik-baiknya.

Dalam menyelesaikan laporan ini, saya mendapat bimbingan dari berbagai pihak,oleh karena itu saya menyampaikan terima kasih kepada:

1. Defry Agatha A., S.T, M.T selaku dosen pengampu mata kuliah tugas akhir yang telah membimbing saya selama penyusunan tugas akhir ini.

2. Angger Sukma, S.T, M.T selaku dosen pengampu mata kuliah tugas akhir yang telah membimbing saya selama penyusunan tugas akhir ini.

3. Dr. Dewi Septanti, S.Pd, S.T, M.T selaku dosen pembimbing mata kuliah tugas akhir yang telah membimbing saya selama penyusunan tugas akhir ini.

4. Semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dan membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Akhirnya laporan tugas akhir ini telah selesai dan semoga bermanfaat bagi kitasemua dalam bidang ilmu arsitektur.

Surabaya, 2 Juli 2018

Penyusun

(6)

II ABSTRAK

(KAMPUNG NELAYAN BERKELANJUTAN DENGAN PENDEKATAN PERMUKIMAN RAMAH LINGKUNGAN)

Oleh

Athi’u Izzatillah Tazkiyati (NRP : 08111440000091)

Fenomena permukiman di pesisir pantai bukanlah hal yang baru. Fenomena ini terbentuk secara alamiah bersamaan dengan potensi sumber daya alam yang ada pada kawasan itu yakni laut. Laut menyimpan begitu banyak sumber daya yang menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan bagi masyarakat. Sejalan dengan peningkatan nilai ekonomi pada daerah pesisir dan pemanfaatan sumber daya laut secara terus menerus, maka muncullah sejumlah permukiman penduduk di sekitar kawasan. Hal ini berpotensi memunculkan permukiman kumuhyang berpengaruh negatif terhadap kualitas lingkungan seperti yang terjadi diKampung Nelayan Kedung Cowek.

Konsep eco-settlement merupakan konsep tempat bermukim/bertempat tinggal yang ekologis yang dikembangkan dari konsep pembangunan berkelanjutan. Pendekatan eco-settlement berfungsi sebagai pijakan dalam mencapai permukimanyang ekologis melalui 3 pilar ekologi, sosial dan ekonomi dengan dukungan dan kerjasama dengan institusi. Eco-settlement memiliki kriteria yang mengacu pada prinsiparsitektur ekologis, yang diharapkan dapat menciptakan permukiman nelayan yangberkelanjutan. Selain eco-settlements, proses desain juga menggunakan pendekatan desain vernakular kontemporer yang diharapkan mampu menunjang pendekatan permukiman ramah lingkungan dengan memperhatikan aspek lokalitas dan lingkungan, respon iklim maupun kebiasaan atau adat masyarakat setempat. Dengan proses desain tersebut diharapkan akan dapat mengurangi masalah kekumuhan yang terjadi di kampung nelayan kedung Cowek Kata kunci : Kekumuhan, Kampung Nelayan, Eco-Settlement, Kampung Nelayan Berkelanjutan.

(7)

III ABSTRACT

(SUSTAINABLE FISHERMAN VILLAGE WITH ECO-SETTLEMENTS APPROACH)

Athi’u Izzatillah Tazkiyati (NRP : 08111440000091)

The phenomenon of coastal settlements is nothing new. This phenomenon is formed naturally along with the potential of the natural resources that exist in the sea. Sea save a lot of natural resources which caused the coastline became a source of income for the local community. Coastline has high economic value so that the surrounding neighborhood will appear to make use of the natural resources of the sea. This phenomenon also occurs here in fisherman village of Kedung Cowek. This has the potential to become the slums

The concept of eco settlements are settlements that developed from the theory of sustainable architecture. This approach has three criteria that balance the aspects of economic, social and environmental. The criteria refers to the principles of ecology, is expected to make the settlement into a sustainable settlement. This approach aided with contemporary vernacular design approach so that the settlement does not lose its culture and customs and traditions. So, The design process is expected to reduce the problem of slums that are in the village

Keywords: Slums, Fisherman Village, Eco-settlements, Sustainable Fisherman Village

(8)

IV

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...

LEMBAR PERNYATAAN ...

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.1.1Fenomena Permukiman Pesisir Pantai ... 1

1.2 Isu dan Konteks Desain ... 2

1.2.1Permukiman Nelayan Kumuh ... 2

1.2.2Karakteristik Masyarakat Kampung Nelayan ... 3

1.2.3Karakteristik Kawasan Kampung Nelayan ... 3

1.3 Permasalahan Desain ... 5

1.3.1Keterbatasan Lahan ... 5

1.3.2Sarana yang Kurang Mewadahi ... 6

1.4 Kriteria Desain ... 7

1.4.1Tujuan ... 7

1.4.2Kriteria Rancang ... 7

BAB 2 PROGRAM DESAIN ... 9

2.1 Rekapitulasi Program Ruang ... 9

2.1.1Aktivitas Berhuni Masyarakat Kampung Nelayan Kedung Cowek .. 9

2.1.2Aktivitas Ekonomi Masyarakat Kampung Nelayan Kedung Cowek 9 2.1.3Aktivitas Sosial Masyarakat Kampung Nelayan Kedung Cowek ... 10

2.1.4Program Ruang ... 10

2.2 Deskripsi Tapak ... 13

2.2.1Gambaran Umum Lokasi ... 13

2.2.2Konteks Lingkungan ... 14

(9)

V

2.2.3Ukuran dan Tata wilayah ... 14

2.2.4Legalitas ... 14

2.2.6Keistimewaan Buatan ... 15

2.2.7Sirkulasi ... 15

2.2.8Utilitas ... 16

2.2.9Sensori ... 16

2.2.10 Manusia dan Budaya ... 16

2.2.11 Iklim ... 16

BAB 3 PENDEKATAN DAN METODA DESAIN ... 17

3.1 Pendekatan Desain ... 17

3.1.1Pendekatan Permukiman Ramah Lingkungan (Eco-Settlements) .. 17

3.1.2Pendekatan Desain Vernakular Kontemporer ... 20

3.2 Metoda Desain ... 22

3.2.1Metode Reinterpreting Tradition ... 23

BAB 4 KONSEP DESAIN ... 25

4.1 Eksplorasi Formal ... 25

4.1.1Konsep umum ... 25

4.1.2Konsep Perencanaan dan Perancangan Tapak ... 26

4.1.3Konsep Bentuk ... 27

4.1.4Konsep Ruang Luar ... 32

4.1.5Konsep Fasad ... 33

4.2 Eksplorasi Teknis ... 34

4.2.1Konsep Sirkulasi ... 34

4.2.2Konsep Konstruksi dan Material ... 35

4.2.3Konsep Struktur ... 38

4.2.4Konsep Sanitasi ... 38

4.2.5Konsep Pengolahan Limbah ... 39

BAB 5 DESAIN ... 39

5.1 Eksplorasi Formal ... 39

5.1.1Desain Tatanan Massa dan Zonasi Tapak ... 39

5.1.2Desain Hunian Maisonatte Tipe 1 (Pedagang) ... 40

5.1.3Desain Hunian Maisonatte Tipe 2 (Nelayan) ... 44

5.1.4Desain Hunian Maisonatte Tipe 3 (Nelayan Buruh) ... 48

(10)

VI

5.1.5Desain Tempat Penjemuran Komunal ... 52

5.1.6Desain Tempat Pengolahan Ikan ... 55

5.1.7Desain Tempat Pelelangan Ikan ... 57

5.1.8Desain Dermaga ... 59

5.1.9Fasilitas Umum ... 61

5.2 Eksplorasi Teknis ... 62

5.2.1Sistem Sirkulasi ... 63

5.2.2Sistem Struktur ... 64

5.2.3Sistem Sanitasi ... 65

5.2.4Material ... 66

BAB 6 KESIMPULAN ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(11)

VII

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kekumuhan Permukiman Nelayan Kedung Cowek... 1

Gambar 1.2 Alur Masalah Kekumuhan ... 2

Gambar 1.3 Konsep Pemetaan Lokasi ... 4

Gambar 1.4 Konsep Penataan Kawasan Pesisir Kenjeran ... 5

Gambar 1.5 Proses Perkembangan Rumah dalam Lingkungan ... 6

Gambar 1.6 Aktivitas Nelayan yang Tidak Terwadahi ... 7

Gambar 2.7 Lokasi Lahan Kampung Nelayan Kedung Cowek ... 13

Gambar 2.8 Eksisting Bangunan Sekitar ... 15

Gambar 2.9 Sirkulasi Pada Eksisting Lahan ... 16

Gambar 3.10 Bagan Pendekatan Eco Settlements ... 17

Gambar 3.11 Kriteria Penilaian Eco-settlements ... 18

Gambar 3.12 Proses Desain Oleh Donna P. Duerk ... 23

Gambar 4.13 Hubungan Konsep Eco-settlements dengan Reinterpreting Tradition ... 25

Gambar 4.14 Konsep Umum Kampung Nelayan Berkelanjutan ... 25

Gambar 4.15 Konsep Zonasi Perencanaan dan Perancangan Tapak ... 26

Gambar 4.16 Konsep Ruang Hunian Maisonatte ... 29

Gambar 4.17 Konsep Hunian Maisonatte ... 29

Gambar 4.18 Tempat Penjemuran Ikan Kampung Nelayan ... 31

Gambar 4.19 Gambar Gubahan Bentuk Tempat Penjemuran Ikan... 31

Gambar 4.20 Konsep Ruang Luar ... 33

Gambar 4.21 Kriteria Penghawaan Hunian Ekologis ... 33

Gambar 4.22 Bukaan yang Dikombinasi dengan Kisi-Kisi ... 34

Gambar 4.23 Pola Sirkulasi Linear ... 34

Gambar 4.24 Sirkulasi Tapak untuk Penghuni dan Pendatang ... 35

Gambar 4.25 Sirkulasi hunian ... 35

Gambar 4.26 Konstruksi dan Material Lokal ... 36

Gambar 4.27 Material yang Akan Digunakan ... 37

Gambar 4.28 Ilustrasi Sambungan Pasak pada Kayu... 38

(12)

VIII

Gambar 4.29 (a) Sistem Struktur rigid (b) Struktur pondasi footplat dan batu kali ... 38 Gambar 4.30 Skema IPAL Komunal ... 39 Gambar 4.31 Konsep Pembuangan Limbah ... 39

(13)

IX

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Jumlah Unit Rumah di Kampung Nelayan Kedung Cowek ... 9

Tabel 2.2 Daftar Eksisting Kebutuhan Ekonomi Kampung Nelayan ... 10

Tabel 2.3 Daftar Eksisting Kebutuhan Sosial Kampung Nelayan ... 10

Tabel 2.4 Program Ruang Hunian Kampung Nelayan... 10

Tabel 2.5 Program Ruang Balai Warga ... 11

Tabel 2.6 Program Ruang Mushollah ... 11

Tabel 2.7 Program Ruang Dermaga ... 11

Tabel 2.8 Program Ruang Tempat Pengolahan Ikan ... 12

Tabel 2.9 Program Ruang TPI ... 12

Tabel 2.10 Program Ruang Publik ... 12

Tabel 2.11 Program Ruang Sanitasi dan Limbah Komunal ... 12

Tabel 2.12 Jumlah Keseluruhan Program Ruang ... 13

Tabel 3.13 Analisa Penilaian Eco-Settlement Kampung Nelayan Kedung Cowek ... 19

Tabel 4.14 Konsep Hunian Maisonatte ... 27

Tabel 4.15 Konsep Bentuk Bangunan ... 30

Tabel 4.16 Daftar Material Lokal dalam Konstruksi ... 36

Tabel 4.17 Penggolongan Material ekologis ... 37

(14)
(15)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Fenomena Permukiman Pesisir Pantai

Fenomena permukiman di pesisir pantai bukanlah hal yang baru.

Fenomena ini terbentuk secara alamiah bersamaan dengan potensi sumber daya alam yang ada pada kawasan itu yaitu laut. Laut menyimpan begitu banyak sumber daya yang menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan bagi masyarakat. Sejalan dengan peningkatan nilai ekonomi pada daerah pesisir dan pemanfaatan sumber daya laut secara terus menerus, maka muncullah sejumlah permukiman penduduk di sekitar kawasan tersebut yang biasa disebut permukiman nelayan. Umumnya permukiman ini merupakan permukiman informal (swadaya) oleh penduduk setempat dengan segala keterbatasannya. Di sisi lain, pemanfaatan sumber daya yang ada di laut juga cenderung tidak diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang mewadahi. Hal tersebut seringkali berpotensi menimbulkan masalah yang berpengaruh negatif terhadap kualitas fisik maupun lingkungan sehingga dapat menimbulkan permukiman kumuh. Fenomena ini juga terjadi di permukiman nelayan Kedung Cowek.

Gambar 1.1 Kekumuhan Permukiman Nelayan Kedung Cowek Sumber : Dokumentasi Pribadi

(16)

2 1.2 Isu dan Konteks Desain

1.2.1 Permukiman Nelayan Kumuh

Permukiman kumuh dapat diartikan sebagai suatu lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas baiksecara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya. Subarsono AG (2005) memaparkan bahwa permukiman kumuh mengacu pada aspek lingkungan hunian atau komunitas kelompok sosial.

Kehidupan kampung nelayan, sampai abad 21 ini belum mampu lepas dari konotasikumuh. Sebagai akibatnya kampung nelayan memang jauh dari kesan bersih karena penuh akan sampah hasil limbah industri rumah tangga.

Masalah ini juga dialami oleh kampung nelayan Kedung Cowek. Banyak faktor yang menyebabkan kekumuhan seperti penumpukan aktivitas dan penyalahgunaan ruang terbuka yang menyebabkan kepadatan fisik. Selain itu banyak masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek yang masih membuang sampah di laut. Masyarakat lebih memilih membuang sampah di laut karena persepsi bahwa sampah yang di buang ke laut akan menghilang bersama arus laut. Hal ini membuat laut menjadi kotor dipenuhi sampah dan dapat merusak keberlanjutan laut di masa depan.

Gambar 1.2 Alur Masalah Kekumuhan Sumber : Dokumentasi Pribdi

(17)

3

1.2.2 Karakteristik Masyarakat Kampung Nelayan

Secara geografis, masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh danberkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut (Kusnadi, 2009). Menurut Mulyadi (2005), nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya.

Mereka pada umumnya tinggal di pinggirpantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Seperti masyarakat pesisir yang lain, masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek juga menghadapi sejumlah masalah yang sama terkait lingkungan, sosial dan ekonomi yang kompleks.

Masalah-masalah tersebut antara lain:

1. Kemiskinan, kesenjangan sosial dan tekanan-tekanan ekonomi yang datang setiap saat

2. Keterbatasan akses modal, teknologi dan pasar sehingga memengaruhi dinamika usaha

3. Kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi

4. Kualitas sumberdaya mayarakat yang rendah sebagai akibat keterbatasan akses pendidikan,kesehatan, dan pelayanan publik

5. Degradasi sumberdaya lingkungan baik di kawasan pesisir, laut, maupun pulau-pulaukecil

6. Belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utamapembangunan nasional (Kusnadi, 2006)

1.2.3 Karakteristik Kawasan Kampung Nelayan

Kampung nelayan di kawasan Kenjeran berada di sisi pantai Timur Surabaya. Kawasanpesisir pantai ini identik dengan lingkungan yang sederhana, kurang berkembang, dan tampak kumuh. Kawasan pesisir dan laut memiliki potensi sumber daya hayati dannonhayati yang penting bagi kehidupan manusia.

Segala potensi yang dimiliki ini perludilestarikan dan dikelola secara terpadu sehingga dapat dimanfaatkan secara lestari danberkelanjutan. Sebagai kawasan

(18)

4

yang strategis, pesisir menjadi lahan sentra aktivitas penduduk. Begitu pula dengan kawasan Pantai Kenjeran, sebagai salah satu kawasan pesisir yang terdapat di kota Surabaya. Pasca pembangunan Jembatan Suramadu, kawasan yangberada pada Unit Pembangunan 3 ini akan dikembangkan sesuai fungsinya dalam Rencana Tata Ruang Kota (RTRW) Surabaya sebagai wilayah pemukiman, perdagangan, wisata, jasadan konservasi.

Berdasarkan RDTRK UP Kenjeran, arahan fungsi penggunaan lahan di kawasan pesisir Kenjeran adalah untuk pariwisata, perdagangan dan jasa, serta permukiman. Sesuai dengan kecenderungan yang ada dan kegiatan utama yang dikembangkan penggunaan lahan di pesisir Kenjeran ini cukup bervariasi.

Sebagian besar lahan di wilayah ini pemanfaatannya untuk kegiatan rekreasi (Kenjeran Park, THP, Watu-Watu) dan permukiman (kampung nelayan Sukolilo, Tambak Deres, Kejawan Lor) serta perdagangan dan jasa (Sentra Ikan Bulak). maka arahan penyebaran kegiatan-kegiatan pembangunan dialokasikan pada bagian wilayah pesisir secara merata sesuai dengan kecenderungan perkembangannya

Gambar 1.3 Konsep Pemetaan Lokasi Sumber: Bappeko Surabaya

(19)

5

Gambar 1.4 Konsep Penataan Kawasan Pesisir Kenjeran Sumber: Bappeko Surabaya

1.3 Permasalahan Desain 1.3.1 Keterbatasan Lahan

Keterbatasan lahan saat ini adalah masalah besar jika mengingat populasi penduduk yang terus bertambah. Permasalahan utama pada kampung nelayan Kedung Cowek juga mengalami keterbatasan lahan. Masalah ini membuat permukiman kampung nelayan tampak semakin padat dan tidak beraturan. Permukiman kampung nelayan Kedung Cowek merupakan salah satu permukiman informal (swadaya) oleh masyarakat setempat. Bersamaan dengan bertambahnya populasi masyarakat setempat, aktivitas yang dibutuhkan juga akan bertambah. Dengan adanya penambahan dan penumpukkan aktivitas tersebut, tentu saja akan membutuhkan ruang yang lebih banyak. Olehkarena itu sering terjadi pada permukiman informal seperti pengembangan rumah, yang menerobos batas-batas yang sudah ditentukan kota. Sehingga berpotensi menciptakan sebuah permukiman kumuh. Bukan hanyapada rumah tetapi juga pada lingkungan sekitarnya. Kepadatan fisik ini merupakan salah satu yang akan memicu kekumuhan pada kampung nelayan Kedung Cowek.

(20)

6

Gambar 1.5 Proses Perkembangan Rumah dalam Lingkungan Sumber: Colin Ward, 2003

1.3.2 Sarana yang Kurang Mewadahi

Aktivitas masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek yang tidak terwadahi menjadi salah satu masalah yang memicu kekumuhan.

Banyak aktivitas yang terkait sosial budaya maupun sosial ekonomi yang belum terwadahi dan berdampak pada kualitas lingkungan di kampung nelayan Kedung Cowek. Fenomena ini mengakibatkan penyalahgunaan ruang publik yang tidak semestinya. Beberapa aktivitas yang seringkali menyalahgunakan ruang publik adalah aktivitas mengolah hasil laut.

Masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek menggunakan sirkulasi jalan sebagai tempat mengolah ikan bersama para tetangga. Hal ini berdampak pada lingkungan yang semakin kotor dan juga terhambatnya akses jalan pada kampung nelayan Kedung Cowek. Kondisi lingkungan yang semakin kotor ini juga akibat kurangnya kesadaran masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek karena kualitas sumber daya manusia yang masih rendah.

(21)

7

Gambar 1.6 Aktivitas Nelayan yang Tidak Terwadahi Sumber : Dokumentasi pribadi

1.4 Kriteria Desain 1.4.1 Tujuan

Berdasarkan permasalahan kekumuhan permukiman kampung nelayan Kedung Cowek, maka terbentuk sebuah tujuan desain yaitu menjadikan kampung nelayan Kedung Cowek yang ekologis dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah kekumuhan. Dalam hal ini, dibutuhkan solusi untuk menangani permasalahan desan terkait keterbatasan lahan dan kurangnya sarana yang mewadahi aktivitas sosial budaya maupun sosial ekonomi.

1.4.2 Kriteria Rancang

Berdasarkan tujuan di atas, maka kriteria rancang untuk mencapai tujuan adalah sebagai berikut:

1. Menata dan memperbaiki kualitas lingkungan dan hunian kampung nelayan Kedung Cowek

2. Memanfaatkan potensi lokal untuk menaikkan taraf hidup masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek

3. Menerapkan ciri lokalitas pada desain permukiman kampung nelayan Kedung Cowek.

(22)

8

(halaman ini sengaja dikosongkan)

(23)

9 BAB 2

PROGRAM DESAIN

2.1 Rekapitulasi Program Ruang

2.1.1 Aktivitas Berhuni Masyarakat Kampung Nelayan Kedung Cowek

Kebutuhan hunian adalah kebutuhan utama masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek. Akan tetapi, populasi masyarakat yang semakin bertambah membuat setiap hunian bisa dihuni lebih dari satu KK. Jumlah Eksisting hunian di kampung nelayan Kedung Cowek adalah 306 hunian dengan 350 KK menurut data RW. Jumlah ini tentu tidak sesuai antara jumlah populasi masyarakat dan jumlah hunian sehinga akan berdampak pada penumpukan aktivitas dan penyalahgunaan ruang yang tidak semestinya. Berikut adalah daftar eksisting hunian kampung nelayan Kedung Cowek:

Tabel 2.1 Daftar Jumlah Unit Rumah di Kampung Nelayan Kedung Cowek

No Wilayah Jumlah KK Jumlah Unit

1 RT 1 RW 2 (gang Jl Cumpat 1, 2, 3 ) 85 KK 77 Unit 2 RT 2 RW 2 (gang Jl Cumpat 4, 5, 6) 85 KK 78 Unit 3 RT 3 RW 2 (gang JL Cumpat 7, 8, 9, 10) 180 KK 151 Unit

Total 350 KK 306 Unit

Sumber: Data RW 2 Kampung Nelayan Kedung Cowek

2.1.2 Aktivitas Ekonomi Masyarakat Kampung Nelayan Kedung Cowek 80% masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek berprofesi sebagai nelayan, 20% sisanya berprofesi pedagang dan pegawai. Jumlah nelayan yang cukup besar ini tidak seimbang dengan sarana yang mewadahi aktivitas ekonomi nelayan. Pada eksisting kampung nelayan Kedung Cowek, tidak ada tempat yang mewadahi aktivitas mengolah ikan, menjemur ikan, mengasap ikan dan lain-lain. Sehingga banyak masyarakat yang melakukannya di jalan umum. Berikut adalah daftar eksisting tempat

(24)

10

yang menunjang kegiatan ekonomi masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek :

Tabel 2.2 Daftar Eksisting Kebutuhan Ekonomi Kampung Nelayan

No Aktivitas Ruang Eksisting

1 Parkiran Perahu Dermaga Tidak ada

2 Tempat Pengolahan Ikan Pengolahan Ikan Komunal Tidak ada 3 Tempat Penjemuran Ikan Penjemuran Ikan Komunal Tidak ada

4 TPI TPI Tidak ada

Sumber: Dokumentasi pribadi

2.1.3 Aktivitas Sosial Masyarakat Kampung Nelayan Kedung Cowek

Aktivitas sosial merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas kampung karena ciri khas masyarakat kampung adalah kebersamaannya dalam hidup bertetangga. Begitupun di kampung nelayan Kedung Cowek. Kebersamaan yang terjalin tidak hanya karena kesamaan profesi sebagai nelayan tetapi juga kebersamaan menjadi kader dalam organisasi di kampung. Selain itu, budaya masyarakat juga masih kental dengan kebersamaan dan masih banyak dilakukan secara tradisional.

Berikut adalah daftar eksisting tempat yang dapat menunjang kebersamaan dalam bersosialisasi masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek:

Tabel 2.3 Daftar Eksisting Kebutuhan Sosial Kampung Nelayan

No Aktivitas Ruang Eksisting

1 Organisasi Balai RW Ada

2 Perkumpulan (perayaan 17 Agustus, pengajian, RT an)

Ruang Publik Tidak ada

3 Ibadah Mushollah Ada

4 Sekolah Paud/TK Tidak ada

Sumber: Dokumentasi pribadi 2.1.4 Program Ruang

Tabel 2.4 Program Ruang Hunian Kampung Nelayan

Jenis Aktivitas Ruang Standar Jumlah Luasan Hunian Hunian tipe 1 36 m2 140 unit 2520 m2

Hunian tipe 2 48 m2 140 unit 6720 m2

(25)

11

Hunian tipe 3 48 m2 72 unit 6720 m2

Sirkulasi 20% 3192 m2

RTH 10% 1596 m2

Total 20748 m2

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Tabel 2.5 Program Ruang Balai Warga

Aktivitas Sumber Standar Kapasitas Luasan

Ruang Serbaguna asumsi 240 m2

Ruang Administrasi Neufert 2m2/ orang 10 Orang 20 m2

Ruang Ketua RW 1 Orang 20 m2

Toilet Neufert 1,5m2/ orang 2 Orang 3 m2

Parkir motor 20 Motor 40 m2

Parkir mobil 6 Mobil 75 m2

RTH 10% 40 m2

sirkulasi Neufert 20% 80 m2

Total 518 m2

Sumber: Dokumentasi Pribadi Tabel 2.6 Program Ruang Mushollah

Aktivitas Sumber Standar Kapasitas Luasan

Tempat Sholat Neufert 2m2/ Orang 150 300 m2

Toilet Neufert 1,5m2/ Orang 4 6 m2

Tempat Wudhu Neufert 1,5m2/ Orang 10 15 m2

RTH 10% 32 m2

Sirkulasi Neufert 20% 65 m2

Total 418 m2

Sumber: Dokumentasi Pribadi Tabel 2.7 Program Ruang Dermaga

Aktivitas Sumber Standar Kapaitas Luasan

Parkir perahu Asumsi 3 dermaga 125 m2

sirkulasi Neufert 20% 75 m2

total 450 m2

Sumber: Dokumentasi Pribadi

(26)

12

Tabel 2.8 Program Ruang Tempat Pengolahan Ikan

Aktivitas Sumber Standar Kapasitas Luasan

Pengolahan Ikan Asumsi 2 Pengolahan Ikan 500 m2 Penjemuran Ikan Asumsi 2 Penjemuran Ikan 500 m2

RTH 10% 100 m2

Sirkulasi Neufert 20% 200 m2

Total 1300 m2

Sumber: Dokumentasi Pribadi Tabel 2.9 Program Ruang TPI

Aktivitas Sumber Standar Kapasitas Luasan

Ruang pelelangan ikan asumsi 3 tempat 896 m2

Lobby asumsi 12 orang 25 m2

Ruang Penyimpanan Es asumsi 25 m2

Ruang Pengelolah asumsi 5 orang 25 m2

Toilet Neufert 1,5m2/ Orang 4 Orang 6 m2

RTH 10% 98 m2

Sirkulasi Neufert 20% 196 m2

Total 1271 m2

Sumber: Dokumentasi Pribadi Tabel 2.10 Program Ruang Publik

Aktivitas Sumber Standart Kapasitas Luasan

Plaza/Lapagan Asumsi 4 Lapangan 2000 m2

RTH Neufert 10% 202 m2

Toilet Umum Neufert 1,5m2/ Orang 8 12 m2

Sirkulasi Neufert 20% 404 m2

Total 2618 m2

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Tabel 2.11 Program Ruang Sanitasi dan Limbah Komunal

Aktivitas Sumber Standar Kapasitas Luasan

Sanitasi dan Limbah Komunal Asumsi 3 100 m2

sirkulasi Neufert 20% 60 m2

Total 360 m2

Sumber: Dokumentasi Pribadi

(27)

13

Tabel 2.12 Jumlah Keseluruhan Program Ruang

No Area Luas

1 Hunian 20748 m2

2 Balai Warga 518 m2

3 Mushollah 418 m2

4 Dermaga 450 m2

5 Tempat Pelelangan Ikan 1271 m2

6 Paud 227 m2

7 Tempat pengolahan Ikan 1300 m2

8 Ruang Publik 2618 m2

9 Sanitasi dan Limbah Lingkungan 360 m2

Total 27.910 m2

Sumber: Dokumentasi Pribadi

2.2 Deskripsi Tapak

2.2.1 Gambaran Umum Lokasi

Gambar 2.7 Lokasi Lahan Kampung Nelayan Kedung Cowek Sumber: Dokumentasi pribadi

Lokasi lahan terletak di Jl. Cumpat, Kelurahan Kedung Cowek Kecamatan Kenjeran, Surabaya Jawa Timur. Eksisting tapak merupakan sebuah permukiman kampung nelayan Jalan Cumpat Gang 1-10 dengan kondisi lingkungan yang tidak tertatur dan tidak tertata dengan baik. Mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dengan pengahasilan yang minim.

Lokasi lahan dekat dengan pantai kenjeran yang berada diantara pulau Jawa dan Madura (Selat Madura). Pantai Kenjeran memiliki ombak yang

(28)

14

relative kecil bahkan hampir tidak dijumpai ombak dikarenakan letak geografisnya yang berada dintara 2 pulau yang berdekatan sehingga keadaan topografi pantai relative landai dan tidak terjadi pasang surut gelombang yang signifikan akan tetapi hanya pasang surut berupa kenaikan dan penurunan tinggi permukaan air laut.

2.2.2 Konteks Lingkungan

Lahan ini berada di sekeliling wilayah permukiman yang berbatasan langsung dengan laut Kenjeran. Laut Kenjeran mempunyai batas garis sempadan daratan sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Obyek arsitektural yang akan dirancang akan menyesuaikan dengan kondisi permukiman pesisir tanpa meninggalkan aspek lingkungan / alam dalam proses merancang. Dalam hal ini yaitu laut yang menjadi sumber penghasilan masyarakat setempat. Adapun batas lahan adalah sebagai berikut:

Batas utara : Selat Madura Batas barat : Jalan Cumpat Batas selatan : Taman Suroboyo Batas timur : Laut Kenjeran 2.2.3 Ukuran dan Tata wilayah

Area lahan yang akan digunakan pada perancangan seluas ± 25.000 m2. Lebar jalan: ± 4-5 m (Jalan Cumpat), 6-8 m (Jalan Pantai Kenjeran), 1-2 m (Jalan tikus). Koefisien Dasar Bangunan (KDB): 70% dan KLB 140%

2.2.4 Legalitas

Berdasarkan Peta Peruntukan Tata Guna Lahan Surabaya dan RDTRK UP III Kenjeran tahun 2014 hingga 20 tahun ke depan lahan yang digunakan merupakan tata ruang untuk permukiman, perdagangan dan jasa komersial.

Berdasarkan Perda Nomor 12 tahun 2014 Pasal 93 (4a) mengenai ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perumahan dan permukiman dengan kepadatan berisi ketentuan mengenai pemanfaatan ruang pada kawasan

(29)

15

perumahan dan permukiman dengan kepadatan tinggi untuk tipe perumahan perkampungan, rumah sederhana sehat (RSH), dan rumah susun (rusun).

2.2.5 Keistimewahan Alamiah

Permukiaman yang berbatasan langsung dengan laut Kenjeran sehingga mempunyai banyak potensi dari aspek sumber daya alam yang dihasilkan oleh laut. Selain itu lokasi lahan dekat dengan area wisata laut sehingga di sana banyak keindahan alami yang dapat dinikmati.

2.2.6 Keistimewaan Buatan

Mempunyai potensi untuk menarik wisatawan karena dekat dengan area wisata seperti Pantai Kenjeran Ria, Kenpark, Jembatan Surabaya, Sentra Ikan Bulak dan sebagainya.

Gambar 2.8 Eksisting Bangunan Sekitar Sumber: Google.com

2.2.7 Sirkulasi

Jalan Pantai Kejeran Jalan Cumpat

(30)

16

Gambar 2.9 Sirkulasi Pada Eksisting Lahan Sumber: Maps.Google.com

Akes sirkulasi yang melewati tapak adalah Jalan Pantai Kenjeran sebagai jalan utama, Jalan Cumpat sebagai jalan selanjutnya dan jalan tikus pada setiap gang (Jalan Cumpat gang 1-10)

2.2.8 Utilitas

Berdasarkan data dari Rencana Tata Ruang Wilayah Surabaya Tahun 2014-2034 pada unit pengembangan wilayah laut III adalah wilayah laut yang berada di perairan bagian timur laut kota, di sekitar kawasan Tambak Wedi dan Kenjeran di Kecamatan Kenjeran dan Kecamatan Bulak. Lahan telah terdistribusi oleh jaringan listrik, telepon, komunikasi, drainase, dan air bersih.

2.2.9 Sensori

a. View ke luar tapak: View dari lahan menarik karena daerah sekitar merupakan area yang berbatasan langsung dengan laut

b. View ke dalam tapak: View dari luar lahan tidak menarik karena tapak hanyanya permukiman yang cenderung tidak teratur dan kotor.

2.2.10 Manusia dan Budaya

Hubungan sosial budaya antar anggota masyarakat di kampung ini cukup erat. Hal ini dibuktikan dengan keikutsertaan kader-kader kampung yang cukup tinggi dalam setiap kegiatan masyarakat. Jumlah usia produktif lebih banyak dari yang non produktif namun jumlah usia produktif yang menganggur juga masih banyak. Pola mata pencaharian yang tradisional juga masih terus dipertahankan oleh masyarakat pesisir.

2.2.11 Iklim

Iklim Kenjeran adalah diklasifikasikan sebagai tropis. Di musim dingin, terdapat lebih sedikit curah hujan di Kenjeran daripada di musim panas. Suhu di sini rata-rata 27.2 °C. Dalam setahun, curah hujan rata-rata adalah 1649 mm.

(31)

17 BAB 3

PENDEKATAN DAN METODA DESAIN

3.1 Pendekatan Desain

3.1.1 Pendekatan Permukiman Ramah Lingkungan (Eco-Settlements)

Eco-settlements terdiri dari dua kata yaitu eco dan settlements yang berarti tempat bermukim/tempat tinggal yang ekologis. Berdasarkan arti tersebut terlihat konsep eco-settlements mengarah pada pencapaian nilai ekologis. Dalam penerapannya konsep ini harus mengharmonisasikan tiga pilar berkelanjutan yaitu sosial, ekonomi, dan ekologi. Oleh karena itu, definisi eco-settlements harus mengarah pada pembangunan berkelanjutan dengan didukung oleh sistem kelembagaan yang kapabel.

Gambar 3.10 Bagan Pendekatan Eco Settlements Sumber: Google.com

Pada permukiman informal seperti kampung nelayan, umumnya dalam jangka waktu kedepan akan terjadi prubahan rumah (berkembang menyesuaikan kebutuhan penghuni) tetapi berada pada lahan yang minim sehingga terjadi banyak penumpukan aktivitas yang membuat tara ruang terlihat tidak teratur dan tampak semrawut. Hal tersebut seringkali memicu kekumuhan pada permukiman. Pendekatan eco-settlement berfungsi sebagai pijakan dalam mencapai permukiman yang ekologis melalui 3 pilar ekologi, sosial dan ekonomi dengan dukungan dan kerja sama dengan institusi. Eco-settlement memiliki kriteria yang mengacu pada prinsip arsitektur ekologis, yang diharapkan dapat menciptakan permukiman nelayan yang berkelanjutan.

Ekologi

Lingkungan Sosial

Didukung lembaga/institusi

yang capable

(32)

18

Di bawah ini merupakan kriteria dari penilaian menggunakan pendekatan eco settlement:

Gambar 3.11 Kriteria Penilaian Eco-settlements Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dari kriteria eco settlement di atas akan muncul penilaian pada setiap aspek yaitu aspek ekologi, aspek sosial dan aspek ekonomi. Hasilnya akan berupa nilai sebuah permukiman yang menjadi penyebab kekumuhan seperti ruang-ruang yang cenderung tidak teratur, kotor dan disalahgunakan fungsinya.

Selanjutnya akan dilakukan analisa dalam menilai keadaan kampung nelayan dengan mengacu pada kriteria yang telah dibuat. Berikut adalah hasil analisa dari kampung nelayan Kedung Cowek, Kenjeran:

eco-settlement

Ekologi

Kualitas lingkungan

Air bersih, drainase, sanitasi, persampahan,

aksesibilitas

Rumah sehat

Kepadatan bangunan, material bangunan, pencahayaan, kualitas

udara, MCK, RTH privat

Guna lahan

Penggunaan lahan sekitar, ruang terbuka

hijau

Sosial

Tingkat kepadatan masyarakat

Tingkat partisipasi partisipasi langsung dan tidak langsung Tingkat pendidikan

Tingkat Kesehatan

Budaya masyarakat

Ekonomi

Jenis pekerjaan

Tingkat pendapatan

Kelembagaan Dukungan kerja sama

(33)

19

Tabel 3.13 Analisa Penilaian Eco-Settlement Kampung Nelayan Kedung Cowek Kriteria

Eco-Settlement

Eksisting pada Permukiman Nelayan

Kualitas Lingkungan Drainase

Kualitas drainase pada beberapa rumah masih buruk karena air limbah dibuang langsung ke laut

Persampahan

Secara umum pengelolaan sampah di Kedung Cowek Kenjeran, melalui koordinasi lingkungan untuk pengumpulan sampai TPS. Tetapi masih ada beberapa rumah yang membuang sampah maupun limbah hasil tangkapan ke laut.

Aksesibilitas

Pada jalan tikus (gang) banyak warga yang memprivasi area jalan yang seharusnya menjadi tempat publik sehingga tampak tidak teratur

Rumah Sehat Secara material bangunan, rumah di permukiman nelayan terbilang layak, hanya saja pada aliran udara tidak terlalu bagus karena kebanyakan bukaan hanya pada 1 sisi. Hal tersebut karena rumah berhimpitan dengan tetangga. Dari segi prilaku, masih banyak warga yang menumpuk aktivitas pada 1 ruang yang terbatas dan tampak kotor.

Masih jarang RTH privat pada setiap rumah

Guna Lahan Penggunaan lahan sekitar yang masih kosong dimanfaatkan untuk meletakkan peralatan nelayan.

Ruang terbuka hijau (RTH) masih sangat minim

Kepadatan Penduduk Untuk wilayah Kedung Cowek kepadatan penduduk berkisar 9144 jiwa/Km2 dengan jumlah penduduk laki-laki 66697 jiwa dan perempuan 65190 jiwa.

(34)

20

Tingkat Pendidikan

Jumlah sekolah dari TK hingga SMA terpenuhi tetapi prosentase terbanyak hanya sampai pada jenjang SMP.

Sumber :

https://surabayakota.bps.go.id/

Tingkat Kesehatan Terdapat pelayanan kesehatan berupa puskesmas tetapi masih terdapat balita yang berada digaris merah (BGM).

Selain itu, banyak balita yang memiliki berat badan kurang yang tidak sesuai dengan berat badan idealnya.

Tingkat Partisipasi - Terdapat 7 paguyuban yang tersebar di Kampung Nelayan - Beberapa warga masih aktif dalam kegiatan ormas Budaya Masyarakat -Masih kental akan kebersamaan dalam kehidupan sosial

-Melakukan pekerjaan masih sering dilakukan secara tradisional

Jenis Pekerjaan dan Pendapatan

-80% merupakan nelayan sedangkan sisanya yaitu wiraswasta (pedagang kecil) dan pegawai.

-Memiliki keterampilan dalam pengolahan hasil laut, seperti kerupuk, ikan, kerajinan kerang serta pengasapan atau pengeringna ikan.

Kelembagaan Institusi yang langsung berhubungan dengan permasalahan permukiman kumuh adalah Bappeko Surabaya, Dinas PU dan Cipta Karya Kota Sirabaya, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, serta Instansi tingkat Kecamatan dan Kelurahan.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dari analisa tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa permukiman nelayan Kedung Cowek masuk dalam permukiman yang kumuh karena masih banyak kekurangan pada aspek lingkungan maupun sarana prasarana.

3.1.2 Pendekatan Desain Vernakular Kontemporer

Selain menggunakan pendekatan eco-settlement, menata kampung nelayan Kedung Cowek juga menggunakan pendekatan desain vernakular

(35)

21

kontemporer untuk menonjolkan ciri khas dan budaya masyarakat nelayan.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan berbagai paradigmanya dalam beberapa referensi yang ada, term vernacular lebih dipahami untuk menyebutkan adanya hubungan dengan lokalitas. Beberapa diantaranya adalah

“Vernacular houses are born out of local building materials and technologies and an architecture that is climate-responsive and a reflection of the customs and lifestyles of a community” (Ravi S. Singh, 2006).

Pengertian arsitektur vernakular juga dapat ditinjau dari karakteristiknya. Menurut Salura (2010) arsitektur vernakular yang selalu ada di seluruh belahan dunia relatif memiliki tipe yang serupa dan tema-tema lokal yang sangat spesifik. Pendapat ini mendukung pendapat Oliver (1997) yang menyatakan bahwa unsur-unsur kunci yang menunjukkan indikasi sebuah arsitektur vernakular adalah:

1. Traditional self-built and community-built buildings 2. Earlier building types

3. Architecture within its environmental and cultural contexts

4. Environmental conditions, material resources, structural systems and technologies have bearing on architectural form, dan

5. Many aspects of social structure, belief systems and behavioral patterns strongly influence building types, their functions and meanings.

6. Dwellings and other building

7. Related to their environment contexts and available resources 8. Utilizing traditional technology

9. Architecture vernacular are built to meet specific needs, accomodating the values, economies and way of living of the culture.

Menurut William Lim S.W. dan Tan Hock Beng (1998) dalam bukunya yang berjudul “Contemporary Vernacular Evoking Traditions in Asian Architecture” menyebutkan bahwa arsitektur vernakular kontemporer dapat dilihat dari cara pencapaiannya yang terbagi menjadi empat, yakni:

(36)

22

1. Reinvigorating Tradition (Menyegarkan kembali tradisi)

Hal ini berlatar belakang bahwa logika kontruksi yang mana terlihat secara langsung pada arsitektur traditional secara perlahan tergantikan dengan evolusi dari teknologi material.

2. Reinventing Tradition (Mengkombinasikan tradisi lokal)

Reinventing tradition merupakan proses pembentuk atau memperbarui tradisi dengan cara mengkombinsikan tradisi lokal yang ada dengan unsur-unsur dari tradisi lain sehingga terbentuk tradisi baru yang berbeda.

3. Extending Tradition (Melanjutkan tradisi)

Meskipun dituntut untuk menghormati sejarah masa lalu akan tetapi masa lalu yang melekat itu ada berbagai sisi dan dapat memberi pengertian yang berbeda pada pandangan berbagai orang. Sehingga pada tradisi pun memiliki kelunturan yang dapat memberikan pilihan mana yang sesuai dengan konteks masa kini ataupun kurang sesuai dengan inovasi dan perkembangan teknologi, produk arsitektur dapat ditingkatkan tanpa menghilangkan nilai-nilai yang ada.

4. Reinterpreting Tradition (Penginterpretasian kembali tradisi) Dalam hal ini tradisi diinterpretasi kembali dengan menggunakan idiom kontemporer, yang mana bentuk tradisional formal tidak dibuang melainkan ditransformasikan melalui jalan penyegaran kembali.

3.2 Metoda Desain

Metode rancang yang digunakan adalah proses desain Architectural Programming oleh Donna P. Duerk yang kemudian diaplikasikan dan dirumuskan menjadi sebuah tahapan perancangan. Pemilihan penggunaan metode sebagai poses berpikir dikarenakan model tersebut merujuk kepada pemrograman arsitektur berbasis isu. Pengggunaan metode ini bertujuan untuk mempermudah dalam mendefinisikan secara nyata konsep serta kriteria rancangan, dikarenakan alur berpikir yang runtut mulai dari fakta hingga terbentuknya konsep.

(37)

23

Gambar 3.12 Proses Desain Oleh Donna P. Duerk Sumber: Google.com

Dengan menggunakan proses desain architectural programming dengan menggunakan pendekatan eco-settlement, maka diperoleh sebuah misi penataan kampung nelayan yang ekologis guna mengatasi kekumuhan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pengembangan potensi lokal. Ekologis yang dimaksud merujuk pada terpeliharanya lingkungan melalui pemenuhan kebutuhan aktivitas bermukim dan menciptakan konsep kampung yang produktif.

3.2.1 Metode Reinterpreting Tradition

Pengertian reinterpreting menurut Lim, William S.W/Tan, Hock Beng, (1998) menginterpretasi ulang terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam arsitektur vernakular. Hasilnya dapat berupa defamiliarisasi, yaitu pengasingan bentuk dimana dia ada namun tidak nampak ada. Dalam objek rancangan nantinya akan menerapkan prinsip dari reinterpreting tradition pada bagian bentuk maupun ornament yang menampilkan fisik bangunan secara visual dengan menginterpretasikan lokalitas dan penggabungannya dengan unsur modernitas.

(38)

24

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

(39)

25 BAB 4 KONSEP DESAIN

4.1 Eksplorasi Formal 4.1.1 Konsep umum

Gambar 4.13 Hubungan Konsep Eco-settlements dengan Reinterpreting Tradition

Gambar 4.14 Konsep Umum Kampung Nelayan Berkelanjutan Sumber: Dokumentasi Pribadi

Sosial Lingkung -an

Ekonomi

Komunitas nelayan

Fasilitas interaksi sosial

Budaya lokal

Meningkatkan produksi (hasil tangkap)

Mewadahi aktivitas yang menunjang perekonomian

Rumah produktif

Material lokal

Konstruksi ramah lingkungan

Lokalitas &

Ekologis

Kampung nelayan berkelanjutan Kekumuhan

Kampung Nelayan Kedung Cowek

Eco-Settlement

Permukiman Nelayan Berkelanjutan

Ekonomi Ekologi Sosial

Pendekatan Desain Vernakular Kontemporer

Metoda Reinterpreting Tradition

(40)

26

Secara garis besar, konsep yang diusung mempunyai misi menata ulang kampung nelayan yang ekologis guna mengurangi kekumuhan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek. Untuk mencapai tujuan tersebut menggunakan cara mengharmoniskan 3 pilar berkelanjutan yaitu aspek sosial, ekonomi dan lingkungan

4.1.2 Konsep Perencanaan dan Perancangan Tapak

Konsep perencanaan tapak akan mengikuti pola aktivitas masyarakat Kampung Nelayan dengan laut sebagai orientasinya. Aktivitas dengan zona yang masih berhubungan dengan laut akan diletakkan pada area yang berdekatan dekat laut. Pembagian aktivitas ini berdasarkan profesi utama nelayan, nelayan buruh dan pedagang. Masyarakat dengan profesi utama nelayan akan lebih sering beraktivitas dekat dengan laut dibanding dengan nelayan buruh dan pedagang seperti behubungan langsung dengan tempat pelelangan ikan dan tempat pengasapan supaya asap akan mengarah ke laut dan tidak mencemari kampug. Hal ini dilakukan sebagai upaya agar kegiatan melaut hanya berpusat sekitar laut dan tidak membawa lingkungan menjadi semakin kotor. Selain itu, semua aktivitas yang berhubungan dengan laut akan difokuskan di titik tengah tapak sebagai pusat aktivitas perekonomian masyarakat nelayan Kedung Cowek.

Berikut adalah ilustrasi konsep perencanaan dan peracangan tapak:

Gambar 4.15 Konsep Zonasi Perencanaan dan Perancangan Tapak Sumber: Dokumentasi Pribadi

(41)

27 4.1.3 Konsep Bentuk

A. Bentuk Hunian Maisonatte

Salah satu permasalahan desain pada kampung nelayan Kedung Cowek adalah keterbatasan lahan. Sementara hal tersebut berbanding terbalik dengan banyaknya kebutuhan aktivitas yang belum terwadahi. Sehingga konsep hunian yang diusulkan adalah hunian vertical bentuk maisonette 3 lantai. Dalam 1 hunian akan terdiri dari 8 KK. Maisonette ini akan mengadopsi fungsi rumah produktif bergaya semi panggung sebagai ciri khas rumah nelayan dengan lantai bawah difungsikan sebagai pusat ekonomi keluarga (rumah produktif) dan lantai bagian atas hanya difungsinkan sebagai hunian. Berdasarkan data KK yang diperoleh beserta profesinya, konsep hunian maisonatte ini terdapat 3 tipe rumah, yaitu:

1. Tipe 1 : rumah untuk masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang 2. Tipe 2 : rumah untuk masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan utama 3. Tipe 3 : rumah untuk masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan buruh

dengan pekerjaan sampingan membuka warung.

Berikut adalah ilustrasi konsep hunian maisonatte:

Tabel 4.14 Konsep Hunian Maisonatte

Ilustrasi Keterangan

Pada umumnya hunian nelayan kampung Kedung Cowek adalah hunian rumah produktif karena segala pekerjaan terkait mengolah ikan maupun berdagang dikerjakan di rumah. Tetapi karena keterbatasan lahan, aktivitas tersebut tidak terwadahi dan mengakibatkan penyalahgunaan ruang publik yang tidak semestinya sehingga dapat mengotori lingkungan.

(42)

28

Masalah keterbatasan lahan berbanding terbalik dengan banyaknya populasi masyarakat dan aktivitas yang belum terwadahi sehingga solusi usulan desain adalah hunian maisonatte dengan kapasitas 8 KK per rumah

Usulan desain hunian maisonatte ini mempunyai ketinggian 3 lantai.

Lantai 1 akan difokuskan untuk mewadahi aktivitas perekonomian kampung nelayan Kedung Cowek sedangkan latai 2 dan 3 berfungsi sebagai hunian.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Mengubah hunian landed menjadi vertical tentunya akan banyak penyesuaian dari kebiasaan masyarakat kampung nelayan yang akan diubah. Hal tersebut akan diminimalisasi dengan konsep desain yang mengadopsi hunian landed. Aktivitas-aktivitas yang sulit dilakukan di lantai atas akan tetap diletakkan pada lantai bawah seperti pengolahan ikan, pengasapan ikan, berdagang dan parkir kendaraan. Sementara hunian pada lantai 2 dan 3 akan didesain dengan memasukkan nilai kebiasaan masyarakat kampung dalam bersosialisasi dengan tetangga. Sehingga kebiasaan dari hunian landed masih bisa diterapkan pada hunian maisonatte. Tiap rumah akan dihubungkan melalui ruang luar bersama sehingga penataan ruang ke 8 rumah akan saling terhubung satu sama lain. Berikut adalah ilustrasi konsep:

(43)

29

Gambar 4.16 Konsep Ruang Hunian Maisonatte Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 4.17 Konsep Hunian Maisonatte Sumber: Dokumentasi Pribadi

B. Bentuk Bangunan

Dalam pendekatan desain vernakular terdapat metode desain reinterpreting tradition yaitu menginterpretasi ulang terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam arsitektur vernakular. Dalam hal ini ciri lokalitas yang diambil adalah pada bagian atap jawa dan bangunan tampak semi panggung seperti hunian nelayan pada umumnya. Akan tetapi penerapannya dalam desain akan

(44)

30

disegarkan dengan konsep bangunan masa kini melalui gubahan bentuk maupun material bangunannya. Berikut adalah ilustrasi konsep bangunan

Tabel 4.15 Konsep Bentuk Bangunan

Ilustrasi Keterangan

Sumber: pinterest.com

Menggunakan pendekatan desain vernakular khas jawa sehingga dalam hal ini, hanya bagian atap yang akan diambil dan diterapkan ke beberapa bangunan seperti balai warga dan mushollah kampung. Selain bagian atap, bangunan akan menyesuaikan dengan keadaan masa kini yang lebih modern

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bentuk atap hunian menggunakan atap pelana. Hal ini dikarenakan atap pelana yang simpel tanpa ada jurai luar dan dalam supaya mudah dibuat rapat air hujan dan tidak mudah bocor.

Selain itu, bentuk pelana mempunyai kelebihan lebih murah dan dalam pengerjaannya secara swadaya lebih mudah dan cepat.

Sumber: dokumentasi pribadi

Bentuk bangunan akan didominasi gaya panggung dengan material beton bertulang. Hal ini karena menyerap nilai budaya masyarakat nelayan yang memfungsikan kolong rumah sebagai tempat penyimpanan dengan sedikit penyegaran meggunakan material masa kini

Sumber: Dokumentasi Pribadi

(45)

31 C. Bentuk Penjemuran Ikan

Konsep bentuk penjemuran ikan mengadopsi bentuk sesuai kebutuhan akan sinar matahari. Bentuk ini juga mempertimbangkan masalah keterbatasan lahan sehingga penjemuran ikan akan dibuat vertical dengan kemiringan yang menyesuaikan arah datangnya matahari. Konsep bentuk ini mengambil bentuk dasar dari tempat penjemuran masyarakat kampung nelayan.

Gambar 4.18 Tempat Penjemuran Ikan Kampung Nelayan Sumber: Pinterest.com

Gambar 4.19 Gambar Gubahan Bentuk Tempat Penjemuran Ikan Sumber: Dokumentasi Pribadi

Keterangan:

1. Tempat penjemuran ikan pada umumnya berbentuk miring supaya mendapat penyinaran yang maksimal dan hanya mempunyai 1 sisi kemudian digabung sehingga mempunyai 2 sisi miring

2. Tempat penjemuran ikan yang telah digabung mempunyai 2 sisi miring menjadi bentuk segitiga

(46)

32

3. Bentuk segitiga diiris bagian tengah untuk mendapatnkan 4 sisi miring dengan 2 layer

4. bentuk akhir akan diperoleh tempat penjemuran ikan vertical dengan ketinggian 2 lantai untuk mendapatkan penyinaran yang maksimal tetapi tetap menghemat lahan

4.1.4 Konsep Ruang Luar

Konsep ruang luar masih mengadopsi metode reinterpreting tradition dari budaya setempat yaitu kebiasaan menggunakan koridor jalan sebagai tempat mengadakan kegiatan khusus kampung seperti perayaan hari 17 Agustus, tahlilan, maupun kumpul PKK. Kebiasaan ini didefamiliarisasi, yaitu pengasingan bentuk dimana dia ada namun tidak nampak ada. Bentuk ruang luar akan disisipkan di tengah koridor kampung sehingga suasana yang terjadi akan menyerupai kebiasaan sebelumnya. Selain itu, konsep ini akan menjadikan ruang luar berada di pusat hunian yang berfungsi sebagai taman bermain anak ketika orang tua sibuk mengolah ikan di rumah masing-masing tetapi anak masih terawasi oleh orang tua. Berikut adalah ilustrasi konsep luar:

(47)

33

Gambar 4.20 Konsep Ruang Luar Sumber: Dokumentasi Pribadi

4.1.5 Konsep Fasad

Permukiman pesisir pantai sangat erat kaitannya dengan angin yang kencang dan suhu udara yang tinggi. Akan tetapi salah satu kriteria bangunan ekologis adalah bangunan dengan penghawaan alami. Hal ini mempengaruhi fasad yang digunakan pada bangunan pesisir pantai. Kebutuhan akan penghawaan alami akan diimbangi dengan fasad yang dapat memfilter udara maupun cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan.

Gambar 4.21 Kriteria Penghawaan Hunian Ekologis Sumber: google.com

(48)

34

Gambar 4.22 Bukaan yang Dikombinasi dengan Kisi-Kisi Sumber: pinterest.com

4.2 Eksplorasi Teknis 4.2.1 Konsep Sirkulasi

A. Sirkulasi Tapak (Masyarakat dan Pendatang)

Sirkulasi tapak menggunakan pola sirkulasi linear. Hal ini mengadopsi sirkulasi yang telah ada di kampung nelayan Kedung Cowek yaitu sirkulasi linear yang mengarah pada laut. Seluruh arah sirkulasi menuju pada pusatnya yaitu laut

Gambar 4.23 Pola Sirkulasi Linear Sumber: Google.com

(49)

35

Gambar 4.24 Sirkulasi Tapak untuk Penghuni dan Pendatang Sumber: Dokumentasi Pribadi

B. Sirkulasi Hunian (Penghuni)

Hunian maisonatte merupakan hunian yang mempunyai 4 arah hadap sehingga sirkulasi penghuni dapat diilustrasikan seperti gmabr berikut:

Gambar 4.25 Sirkulasi hunian Sumber:Google.com

4.2.2 Konsep Konstruksi dan Material

Konstruksi pada setiap elemen Kampung Nelayan akan menggunakan material lokal. Oleh karena itu konstruksi akan dirancang dengan sederhana sehingga dapat dengan mudah dikerjakan. Penggunaan mateial lokal dikarenakan mudah didapatkan dan mengurangi biaya pembangunan rumah.

Selain itu penghuni juga dapat mencari dan mengolahnya sendiri dengan ataupun tanpa tukang lokal untuk pembangunan atau perbaikan rumah. Berikut adalah contoh material lokal yang ada di daerah sekitar kampung nelayan:

(50)

36

Gambar 4.26 Konstruksi dan Material Lokal Sumber: Google.com

Tabel 4.16 Daftar Material Lokal dalam Konstruksi

No Elemen Bangunan Material

1 Pondasi Beton, Batu Kali

2 Lantai Beton, Acian Kasar dan Halus

3 Kolom-Balok Beton Cetakan

4 Dinding Kombinasi Bata dan Acian

5 Plafon Ekspos struktur di atasnya

6 Rangka dan Penutup Atap Kayu dan Genteng

7 Pintu-Jendela Kayu

8 Railing, pagar Besi, Kayu, Bambu

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Berdasarkan daftar material lokal dan konstruksi tersebut, berikut adalah daftar material yang akan digunakan khususnya disesuaikan dengan kondisi permukiman pesisir guna mendukung konsep ekologis:

(51)

37 Tabel 4.17 Penggolongan Material ekologis

No Material Penggolongan Ekologis

1 Kayu, bambu, rotan Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regeneratif). Pada konteks pesisir pantai, angin laut yang membawa kandungan garam tidak akan bereaksi pada material tersebut dibandingkan dengan material baja 2 Tanah, tanah liat,

lempung, kapur, batu kali, batu alam

Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali

3 Limbah, potongan, sampah, ampas , serbuk kayu, potongan kaca

Bahan bangunan yang dapat digunakan kembali (recycling)

4 Batu merah, genting tanah liat, batako, conblock, logam, kaca, semen

Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan tranformasi sederhana 5 Beton bertulang, pelat

serat semen

Bahan bangunan komposit. Tidak mudah mengalami korosi

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Berdasarkan daftar penggolongan material ekologis dan ketersediaan material setempat, maka secara umum desain konsep material akan menggunakan kayu, batu bata merah, genting tanah liat dan beton bertulang sebagai strukturnya.

Untuk material kayu menggunakan sambungan pasak untuk menghindari penggunaan baut yang mudah korosi.

Gambar 4.27 Material yang Akan Digunakan Sumber : Google.com

(52)

38

Gambar 4.28 Ilustrasi Sambungan Pasak pada Kayu.

Sumber: google.com

4.2.3 Konsep Struktur

Menggunakan struktur kolom-balok yang rigid dan pondasi sesuai dengan jenis tanah di kawasan pesisir. Pondasi batu kali digunakan untuk bangunan sederhana satu lantai. Podasi footplat yang dikombinasikan dengan pondasi menerus digunakan untuk bangunan yang lebih dari satu lantai (2 hingga 3 lantai). Berikut adalah ilustrasi konsep struktur:

(a) (b)

Gambar 4.29 (a) Sistem Struktur rigid (b) Struktur pondasi footplat dan batu kali Sumber: google.com

4.2.4 Konsep Sanitasi

Konsep sanitasi pada kampung nelayan Kedung Cowek adalah dengan menggunakan ipal komunal. Pada umumnya, masyarakat kampung nelayan membuang limbah langsung pada selokan yang terdapat di depan rumah, tanpa harus diolah terlebih dahulu. Oleh sebab itu, laut yang menjadi tempat berkumpulnya selokan yang tercemar kemudian warnanya menjadi coklat serta akan mengeluarkan bau busuk. Tak hanya dapat menyebabkan ikan-ikan mati, zat-zat polutan yang ada pada limbah juga dapat menjadi sumber penyakit. Maka konsep sanitasi akan menggunakan IPAL Komunal sebagai upaya agar laut tidak tercemar. Berikut adalah skema ipal komunal:

(53)

39

Gambar 4.30 Skema IPAL Komunal Sumber: Google.com

4.2.5 Konsep Pengolahan Limbah

Pembuangan sampah dilakukan dengan sistem sebagai berikut:

Gambar 4.31 Konsep Pembuangan Limbah Sumber: Dokumentasi Pribadi Pengelolahan

sampah skala rumah tangga

Sampah terkumpul

Pengelolahan sampah skala kawasan

Sampah terkumpul

Tempat pengolahan akhir Pengumpulan

langsung

(54)

40

(halaman ini sengaja dikosongkan)

Gambar

Gambar 1.3 Konsep Pemetaan Lokasi  Sumber: Bappeko Surabaya
Gambar 1.4 Konsep Penataan Kawasan Pesisir Kenjeran  Sumber: Bappeko Surabaya
Tabel 2.12 Jumlah Keseluruhan Program Ruang
Gambar 2.8 Eksisting Bangunan Sekitar  Sumber: Google.com
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas lingkungan permukiman Kampung Pelesiran dinilai Baik melalui persepsi penghuni berdasarkan tingkat kepuasan tinggal di

Tujuan Penelitian ini adalah untuk menemukan karakteristik lingkungan dan faktor-faktor lingkungan yang membentuk kawasan permukiman nelayan yang berada di

Kajian terhadap perancangan permukiman Kampung Aur akan menggunakan pendekatan Arsitektur Lingkungan dan Perilaku yang hanya akan membahas aspek lingkungan dan aspek perilaku

Mengingat mata pencaharian penghuni objek rancang Kampung Vertikal Nelayan ini adalah seorang nelayan dengan kegiatan mengolah ikan maka media produksi yang

Permukiman kumuh merupakan suatu daerah yang tidak layak huni, tidak memenuhi syarat kesehatan, dengan kondisi lingkungan permukiman tanpa sanitasi, dimana utilitas

Hasil penelitian ini adalah konsep kampung nelayan yang berkelanjutan sehingga meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang layak, nyaman, dan sehat berdasarkan

Lokasi penelitian adalah kampung nelayan Belawan Medan yang merupakan permukiman diatas air yang berada pada kawasan lindung hutan mangrove, yang tumbuh secara organik dan

KESIMPULAN Berdasarkan model tipologi, rumah tangga nelayan dan pedagang di permukiman tradisional Kampung Atas Air belum menunjukkan modal sosial yang erat tetapi memiliki potensi