• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 PROGRAM DESAIN

2.2 Deskripsi Tapak

2.2.11 Iklim

Iklim Kenjeran adalah diklasifikasikan sebagai tropis. Di musim dingin, terdapat lebih sedikit curah hujan di Kenjeran daripada di musim panas. Suhu di sini rata-rata 27.2 °C. Dalam setahun, curah hujan rata-rata adalah 1649 mm.

17 BAB 3

PENDEKATAN DAN METODA DESAIN

3.1 Pendekatan Desain

3.1.1 Pendekatan Permukiman Ramah Lingkungan (Eco-Settlements)

Eco-settlements terdiri dari dua kata yaitu eco dan settlements yang berarti tempat bermukim/tempat tinggal yang ekologis. Berdasarkan arti tersebut terlihat konsep eco-settlements mengarah pada pencapaian nilai ekologis. Dalam penerapannya konsep ini harus mengharmonisasikan tiga pilar berkelanjutan yaitu sosial, ekonomi, dan ekologi. Oleh karena itu, definisi eco-settlements harus mengarah pada pembangunan berkelanjutan dengan didukung oleh sistem kelembagaan yang kapabel.

Gambar 3.10 Bagan Pendekatan Eco Settlements Sumber: Google.com

Pada permukiman informal seperti kampung nelayan, umumnya dalam jangka waktu kedepan akan terjadi prubahan rumah (berkembang menyesuaikan kebutuhan penghuni) tetapi berada pada lahan yang minim sehingga terjadi banyak penumpukan aktivitas yang membuat tara ruang terlihat tidak teratur dan tampak semrawut. Hal tersebut seringkali memicu kekumuhan pada permukiman. Pendekatan eco-settlement berfungsi sebagai pijakan dalam mencapai permukiman yang ekologis melalui 3 pilar ekologi, sosial dan ekonomi dengan dukungan dan kerja sama dengan institusi. Eco-settlement memiliki kriteria yang mengacu pada prinsip arsitektur ekologis, yang diharapkan dapat menciptakan permukiman nelayan yang berkelanjutan.

Ekologi

Lingkungan Sosial

Didukung lembaga/institusi

yang capable

18

Di bawah ini merupakan kriteria dari penilaian menggunakan pendekatan eco settlement:

Gambar 3.11 Kriteria Penilaian Eco-settlements Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dari kriteria eco settlement di atas akan muncul penilaian pada setiap aspek yaitu aspek ekologi, aspek sosial dan aspek ekonomi. Hasilnya akan berupa nilai sebuah permukiman yang menjadi penyebab kekumuhan seperti ruang-ruang yang cenderung tidak teratur, kotor dan disalahgunakan fungsinya.

Selanjutnya akan dilakukan analisa dalam menilai keadaan kampung nelayan dengan mengacu pada kriteria yang telah dibuat. Berikut adalah hasil analisa dari kampung nelayan Kedung Cowek, Kenjeran:

eco-settlement

Tingkat partisipasi partisipasi langsung dan tidak langsung

19

Tabel 3.13 Analisa Penilaian Eco-Settlement Kampung Nelayan Kedung Cowek Kriteria

Eco-Settlement

Eksisting pada Permukiman Nelayan

Kualitas Lingkungan Drainase

Kualitas drainase pada beberapa rumah masih buruk karena air limbah dibuang langsung ke laut

Persampahan

Secara umum pengelolaan sampah di Kedung Cowek Kenjeran, melalui koordinasi lingkungan untuk pengumpulan sampai TPS. Tetapi masih ada beberapa rumah yang membuang sampah maupun limbah hasil tangkapan ke laut.

Aksesibilitas

Pada jalan tikus (gang) banyak warga yang memprivasi area jalan yang seharusnya menjadi tempat publik sehingga tampak tidak teratur

Rumah Sehat Secara material bangunan, rumah di permukiman nelayan terbilang layak, hanya saja pada aliran udara tidak terlalu bagus karena kebanyakan bukaan hanya pada 1 sisi. Hal tersebut karena rumah berhimpitan dengan tetangga. Dari segi prilaku, masih banyak warga yang menumpuk aktivitas pada 1 ruang yang terbatas dan tampak kotor.

Masih jarang RTH privat pada setiap rumah

Guna Lahan Penggunaan lahan sekitar yang masih kosong dimanfaatkan untuk meletakkan peralatan nelayan.

Ruang terbuka hijau (RTH) masih sangat minim

Kepadatan Penduduk Untuk wilayah Kedung Cowek kepadatan penduduk berkisar 9144 jiwa/Km2 dengan jumlah penduduk laki-laki 66697 jiwa dan perempuan 65190 jiwa.

20

Tingkat Pendidikan

Jumlah sekolah dari TK hingga SMA terpenuhi tetapi prosentase terbanyak hanya sampai pada jenjang SMP.

Sumber :

https://surabayakota.bps.go.id/

Tingkat Kesehatan Terdapat pelayanan kesehatan berupa puskesmas tetapi masih terdapat balita yang berada digaris merah (BGM).

Selain itu, banyak balita yang memiliki berat badan kurang yang tidak sesuai dengan berat badan idealnya.

Tingkat Partisipasi - Terdapat 7 paguyuban yang tersebar di Kampung Nelayan - Beberapa warga masih aktif dalam kegiatan ormas Budaya Masyarakat -Masih kental akan kebersamaan dalam kehidupan sosial

-Melakukan pekerjaan masih sering dilakukan secara tradisional

Jenis Pekerjaan dan Pendapatan

-80% merupakan nelayan sedangkan sisanya yaitu wiraswasta (pedagang kecil) dan pegawai.

-Memiliki keterampilan dalam pengolahan hasil laut, seperti kerupuk, ikan, kerajinan kerang serta pengasapan atau pengeringna ikan.

Kelembagaan Institusi yang langsung berhubungan dengan permasalahan permukiman kumuh adalah Bappeko Surabaya, Dinas PU dan Cipta Karya Kota Sirabaya, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, serta Instansi tingkat Kecamatan dan Kelurahan.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dari analisa tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa permukiman nelayan Kedung Cowek masuk dalam permukiman yang kumuh karena masih banyak kekurangan pada aspek lingkungan maupun sarana prasarana.

3.1.2 Pendekatan Desain Vernakular Kontemporer

Selain menggunakan pendekatan eco-settlement, menata kampung nelayan Kedung Cowek juga menggunakan pendekatan desain vernakular

21

kontemporer untuk menonjolkan ciri khas dan budaya masyarakat nelayan.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan berbagai paradigmanya dalam beberapa referensi yang ada, term vernacular lebih dipahami untuk menyebutkan adanya hubungan dengan lokalitas. Beberapa diantaranya adalah

“Vernacular houses are born out of local building materials and technologies and an architecture that is climate-responsive and a reflection of the customs and lifestyles of a community” (Ravi S. Singh, 2006).

Pengertian arsitektur vernakular juga dapat ditinjau dari karakteristiknya. Menurut Salura (2010) arsitektur vernakular yang selalu ada di seluruh belahan dunia relatif memiliki tipe yang serupa dan tema-tema lokal yang sangat spesifik. Pendapat ini mendukung pendapat Oliver (1997) yang menyatakan bahwa unsur-unsur kunci yang menunjukkan indikasi sebuah arsitektur vernakular adalah:

1. Traditional self-built and community-built buildings 2. Earlier building types

3. Architecture within its environmental and cultural contexts

4. Environmental conditions, material resources, structural systems and technologies have bearing on architectural form, dan

5. Many aspects of social structure, belief systems and behavioral patterns strongly influence building types, their functions and meanings.

6. Dwellings and other building

7. Related to their environment contexts and available resources 8. Utilizing traditional technology

9. Architecture vernacular are built to meet specific needs, accomodating the values, economies and way of living of the culture.

Menurut William Lim S.W. dan Tan Hock Beng (1998) dalam bukunya yang berjudul “Contemporary Vernacular Evoking Traditions in Asian Architecture” menyebutkan bahwa arsitektur vernakular kontemporer dapat dilihat dari cara pencapaiannya yang terbagi menjadi empat, yakni:

22

1. Reinvigorating Tradition (Menyegarkan kembali tradisi)

Hal ini berlatar belakang bahwa logika kontruksi yang mana terlihat secara langsung pada arsitektur traditional secara perlahan tergantikan dengan evolusi dari teknologi material.

2. Reinventing Tradition (Mengkombinasikan tradisi lokal)

Reinventing tradition merupakan proses pembentuk atau memperbarui tradisi dengan cara mengkombinsikan tradisi lokal yang ada dengan unsur-unsur dari tradisi lain sehingga terbentuk tradisi baru yang berbeda.

3. Extending Tradition (Melanjutkan tradisi)

Meskipun dituntut untuk menghormati sejarah masa lalu akan tetapi masa lalu yang melekat itu ada berbagai sisi dan dapat memberi pengertian yang berbeda pada pandangan berbagai orang. Sehingga pada tradisi pun memiliki kelunturan yang dapat memberikan pilihan mana yang sesuai dengan konteks masa kini ataupun kurang sesuai dengan inovasi dan perkembangan teknologi, produk arsitektur dapat ditingkatkan tanpa menghilangkan nilai-nilai yang ada.

4. Reinterpreting Tradition (Penginterpretasian kembali tradisi) Dalam hal ini tradisi diinterpretasi kembali dengan menggunakan idiom kontemporer, yang mana bentuk tradisional formal tidak dibuang melainkan ditransformasikan melalui jalan penyegaran kembali.

3.2 Metoda Desain

Metode rancang yang digunakan adalah proses desain Architectural Programming oleh Donna P. Duerk yang kemudian diaplikasikan dan dirumuskan menjadi sebuah tahapan perancangan. Pemilihan penggunaan metode sebagai poses berpikir dikarenakan model tersebut merujuk kepada pemrograman arsitektur berbasis isu. Pengggunaan metode ini bertujuan untuk mempermudah dalam mendefinisikan secara nyata konsep serta kriteria rancangan, dikarenakan alur berpikir yang runtut mulai dari fakta hingga terbentuknya konsep.

23

Gambar 3.12 Proses Desain Oleh Donna P. Duerk Sumber: Google.com

Dengan menggunakan proses desain architectural programming dengan menggunakan pendekatan eco-settlement, maka diperoleh sebuah misi penataan kampung nelayan yang ekologis guna mengatasi kekumuhan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pengembangan potensi lokal. Ekologis yang dimaksud merujuk pada terpeliharanya lingkungan melalui pemenuhan kebutuhan aktivitas bermukim dan menciptakan konsep kampung yang produktif.

3.2.1 Metode Reinterpreting Tradition

Pengertian reinterpreting menurut Lim, William S.W/Tan, Hock Beng, (1998) menginterpretasi ulang terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam arsitektur vernakular. Hasilnya dapat berupa defamiliarisasi, yaitu pengasingan bentuk dimana dia ada namun tidak nampak ada. Dalam objek rancangan nantinya akan menerapkan prinsip dari reinterpreting tradition pada bagian bentuk maupun ornament yang menampilkan fisik bangunan secara visual dengan menginterpretasikan lokalitas dan penggabungannya dengan unsur modernitas.

24

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

25 BAB 4 KONSEP DESAIN

4.1 Eksplorasi Formal 4.1.1 Konsep umum

Gambar 4.13 Hubungan Konsep Eco-settlements dengan Reinterpreting Tradition

Gambar 4.14 Konsep Umum Kampung Nelayan Berkelanjutan Sumber: Dokumentasi Pribadi

Mewadahi aktivitas yang menunjang perekonomian

26

Secara garis besar, konsep yang diusung mempunyai misi menata ulang kampung nelayan yang ekologis guna mengurangi kekumuhan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek. Untuk mencapai tujuan tersebut menggunakan cara mengharmoniskan 3 pilar berkelanjutan yaitu aspek sosial, ekonomi dan lingkungan

4.1.2 Konsep Perencanaan dan Perancangan Tapak

Konsep perencanaan tapak akan mengikuti pola aktivitas masyarakat Kampung Nelayan dengan laut sebagai orientasinya. Aktivitas dengan zona yang masih berhubungan dengan laut akan diletakkan pada area yang berdekatan dekat laut. Pembagian aktivitas ini berdasarkan profesi utama nelayan, nelayan buruh dan pedagang. Masyarakat dengan profesi utama nelayan akan lebih sering beraktivitas dekat dengan laut dibanding dengan nelayan buruh dan pedagang seperti behubungan langsung dengan tempat pelelangan ikan dan tempat pengasapan supaya asap akan mengarah ke laut dan tidak mencemari kampug. Hal ini dilakukan sebagai upaya agar kegiatan melaut hanya berpusat sekitar laut dan tidak membawa lingkungan menjadi semakin kotor. Selain itu, semua aktivitas yang berhubungan dengan laut akan difokuskan di titik tengah tapak sebagai pusat aktivitas perekonomian masyarakat nelayan Kedung Cowek.

Berikut adalah ilustrasi konsep perencanaan dan peracangan tapak:

Gambar 4.15 Konsep Zonasi Perencanaan dan Perancangan Tapak Sumber: Dokumentasi Pribadi

27 4.1.3 Konsep Bentuk

A. Bentuk Hunian Maisonatte

Salah satu permasalahan desain pada kampung nelayan Kedung Cowek adalah keterbatasan lahan. Sementara hal tersebut berbanding terbalik dengan banyaknya kebutuhan aktivitas yang belum terwadahi. Sehingga konsep hunian yang diusulkan adalah hunian vertical bentuk maisonette 3 lantai. Dalam 1 hunian akan terdiri dari 8 KK. Maisonette ini akan mengadopsi fungsi rumah produktif bergaya semi panggung sebagai ciri khas rumah nelayan dengan lantai bawah difungsikan sebagai pusat ekonomi keluarga (rumah produktif) dan lantai bagian atas hanya difungsinkan sebagai hunian. Berdasarkan data KK yang diperoleh beserta profesinya, konsep hunian maisonatte ini terdapat 3 tipe rumah, yaitu:

1. Tipe 1 : rumah untuk masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang 2. Tipe 2 : rumah untuk masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan utama 3. Tipe 3 : rumah untuk masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan buruh

dengan pekerjaan sampingan membuka warung.

Berikut adalah ilustrasi konsep hunian maisonatte:

Tabel 4.14 Konsep Hunian Maisonatte

Ilustrasi Keterangan

Pada umumnya hunian nelayan kampung Kedung Cowek adalah hunian rumah produktif karena segala pekerjaan terkait mengolah ikan maupun berdagang dikerjakan di rumah. Tetapi karena keterbatasan lahan, aktivitas tersebut tidak terwadahi dan mengakibatkan penyalahgunaan ruang publik yang tidak semestinya sehingga dapat mengotori lingkungan.

28

Masalah keterbatasan lahan berbanding terbalik dengan banyaknya populasi masyarakat dan aktivitas yang belum terwadahi sehingga solusi usulan desain adalah hunian maisonatte dengan kapasitas 8 KK per rumah

Usulan desain hunian maisonatte ini mempunyai ketinggian 3 lantai.

Lantai 1 akan difokuskan untuk mewadahi aktivitas perekonomian kampung nelayan Kedung Cowek sedangkan latai 2 dan 3 berfungsi sebagai hunian.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Mengubah hunian landed menjadi vertical tentunya akan banyak penyesuaian dari kebiasaan masyarakat kampung nelayan yang akan diubah. Hal tersebut akan diminimalisasi dengan konsep desain yang mengadopsi hunian landed. Aktivitas-aktivitas yang sulit dilakukan di lantai atas akan tetap diletakkan pada lantai bawah seperti pengolahan ikan, pengasapan ikan, berdagang dan parkir kendaraan. Sementara hunian pada lantai 2 dan 3 akan didesain dengan memasukkan nilai kebiasaan masyarakat kampung dalam bersosialisasi dengan tetangga. Sehingga kebiasaan dari hunian landed masih bisa diterapkan pada hunian maisonatte. Tiap rumah akan dihubungkan melalui ruang luar bersama sehingga penataan ruang ke 8 rumah akan saling terhubung satu sama lain. Berikut adalah ilustrasi konsep:

29

Gambar 4.16 Konsep Ruang Hunian Maisonatte Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 4.17 Konsep Hunian Maisonatte Sumber: Dokumentasi Pribadi

B. Bentuk Bangunan

Dalam pendekatan desain vernakular terdapat metode desain reinterpreting tradition yaitu menginterpretasi ulang terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam arsitektur vernakular. Dalam hal ini ciri lokalitas yang diambil adalah pada bagian atap jawa dan bangunan tampak semi panggung seperti hunian nelayan pada umumnya. Akan tetapi penerapannya dalam desain akan

30

disegarkan dengan konsep bangunan masa kini melalui gubahan bentuk maupun material bangunannya. Berikut adalah ilustrasi konsep bangunan

Tabel 4.15 Konsep Bentuk Bangunan

Ilustrasi Keterangan

Sumber: pinterest.com

Menggunakan pendekatan desain vernakular khas jawa sehingga dalam hal ini, hanya bagian atap yang akan diambil dan diterapkan ke beberapa bangunan seperti balai warga dan mushollah kampung. Selain bagian atap, bangunan akan menyesuaikan dengan keadaan masa kini yang lebih modern

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bentuk atap hunian menggunakan atap pelana. Hal ini dikarenakan atap pelana yang simpel tanpa ada jurai luar dan dalam supaya mudah dibuat rapat air hujan dan tidak mudah bocor.

Selain itu, bentuk pelana mempunyai kelebihan lebih murah dan dalam pengerjaannya secara swadaya lebih mudah dan cepat.

Sumber: dokumentasi pribadi

Bentuk bangunan akan didominasi gaya panggung dengan material beton bertulang. Hal ini karena menyerap nilai budaya masyarakat nelayan yang memfungsikan kolong rumah sebagai tempat penyimpanan dengan sedikit penyegaran meggunakan material masa kini

Sumber: Dokumentasi Pribadi

31 C. Bentuk Penjemuran Ikan

Konsep bentuk penjemuran ikan mengadopsi bentuk sesuai kebutuhan akan sinar matahari. Bentuk ini juga mempertimbangkan masalah keterbatasan lahan sehingga penjemuran ikan akan dibuat vertical dengan kemiringan yang menyesuaikan arah datangnya matahari. Konsep bentuk ini mengambil bentuk dasar dari tempat penjemuran masyarakat kampung nelayan.

Gambar 4.18 Tempat Penjemuran Ikan Kampung Nelayan Sumber: Pinterest.com

Gambar 4.19 Gambar Gubahan Bentuk Tempat Penjemuran Ikan Sumber: Dokumentasi Pribadi

Keterangan:

1. Tempat penjemuran ikan pada umumnya berbentuk miring supaya mendapat penyinaran yang maksimal dan hanya mempunyai 1 sisi kemudian digabung sehingga mempunyai 2 sisi miring

2. Tempat penjemuran ikan yang telah digabung mempunyai 2 sisi miring menjadi bentuk segitiga

32

3. Bentuk segitiga diiris bagian tengah untuk mendapatnkan 4 sisi miring dengan 2 layer

4. bentuk akhir akan diperoleh tempat penjemuran ikan vertical dengan ketinggian 2 lantai untuk mendapatkan penyinaran yang maksimal tetapi tetap menghemat lahan

4.1.4 Konsep Ruang Luar

Konsep ruang luar masih mengadopsi metode reinterpreting tradition dari budaya setempat yaitu kebiasaan menggunakan koridor jalan sebagai tempat mengadakan kegiatan khusus kampung seperti perayaan hari 17 Agustus, tahlilan, maupun kumpul PKK. Kebiasaan ini didefamiliarisasi, yaitu pengasingan bentuk dimana dia ada namun tidak nampak ada. Bentuk ruang luar akan disisipkan di tengah koridor kampung sehingga suasana yang terjadi akan menyerupai kebiasaan sebelumnya. Selain itu, konsep ini akan menjadikan ruang luar berada di pusat hunian yang berfungsi sebagai taman bermain anak ketika orang tua sibuk mengolah ikan di rumah masing-masing tetapi anak masih terawasi oleh orang tua. Berikut adalah ilustrasi konsep luar:

33

Gambar 4.20 Konsep Ruang Luar Sumber: Dokumentasi Pribadi

4.1.5 Konsep Fasad

Permukiman pesisir pantai sangat erat kaitannya dengan angin yang kencang dan suhu udara yang tinggi. Akan tetapi salah satu kriteria bangunan ekologis adalah bangunan dengan penghawaan alami. Hal ini mempengaruhi fasad yang digunakan pada bangunan pesisir pantai. Kebutuhan akan penghawaan alami akan diimbangi dengan fasad yang dapat memfilter udara maupun cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan.

Gambar 4.21 Kriteria Penghawaan Hunian Ekologis Sumber: google.com

34

Gambar 4.22 Bukaan yang Dikombinasi dengan Kisi-Kisi Sumber: pinterest.com

4.2 Eksplorasi Teknis 4.2.1 Konsep Sirkulasi

A. Sirkulasi Tapak (Masyarakat dan Pendatang)

Sirkulasi tapak menggunakan pola sirkulasi linear. Hal ini mengadopsi sirkulasi yang telah ada di kampung nelayan Kedung Cowek yaitu sirkulasi linear yang mengarah pada laut. Seluruh arah sirkulasi menuju pada pusatnya yaitu laut

Gambar 4.23 Pola Sirkulasi Linear Sumber: Google.com

35

Gambar 4.24 Sirkulasi Tapak untuk Penghuni dan Pendatang Sumber: Dokumentasi Pribadi

B. Sirkulasi Hunian (Penghuni)

Hunian maisonatte merupakan hunian yang mempunyai 4 arah hadap sehingga sirkulasi penghuni dapat diilustrasikan seperti gmabr berikut:

Gambar 4.25 Sirkulasi hunian Sumber:Google.com

4.2.2 Konsep Konstruksi dan Material

Konstruksi pada setiap elemen Kampung Nelayan akan menggunakan material lokal. Oleh karena itu konstruksi akan dirancang dengan sederhana sehingga dapat dengan mudah dikerjakan. Penggunaan mateial lokal dikarenakan mudah didapatkan dan mengurangi biaya pembangunan rumah.

Selain itu penghuni juga dapat mencari dan mengolahnya sendiri dengan ataupun tanpa tukang lokal untuk pembangunan atau perbaikan rumah. Berikut adalah contoh material lokal yang ada di daerah sekitar kampung nelayan:

36

Gambar 4.26 Konstruksi dan Material Lokal Sumber: Google.com

Tabel 4.16 Daftar Material Lokal dalam Konstruksi

No Elemen Bangunan Material

1 Pondasi Beton, Batu Kali

2 Lantai Beton, Acian Kasar dan Halus

3 Kolom-Balok Beton Cetakan

4 Dinding Kombinasi Bata dan Acian

5 Plafon Ekspos struktur di atasnya

6 Rangka dan Penutup Atap Kayu dan Genteng

7 Pintu-Jendela Kayu

8 Railing, pagar Besi, Kayu, Bambu

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Berdasarkan daftar material lokal dan konstruksi tersebut, berikut adalah daftar material yang akan digunakan khususnya disesuaikan dengan kondisi permukiman pesisir guna mendukung konsep ekologis:

37 Tabel 4.17 Penggolongan Material ekologis

No Material Penggolongan Ekologis

1 Kayu, bambu, rotan Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regeneratif). Pada konteks pesisir pantai, angin laut yang membawa kandungan garam tidak akan bereaksi pada material tersebut dibandingkan dengan material baja 2 Tanah, tanah liat,

lempung, kapur, batu kali, batu alam

Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali

3 Limbah, potongan, sampah, ampas , serbuk kayu, potongan kaca

Bahan bangunan yang dapat digunakan kembali (recycling)

4 Batu merah, genting tanah liat, batako, conblock, logam, kaca, semen

Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan tranformasi sederhana 5 Beton bertulang, pelat

serat semen

Bahan bangunan komposit. Tidak mudah mengalami korosi

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Berdasarkan daftar penggolongan material ekologis dan ketersediaan material setempat, maka secara umum desain konsep material akan menggunakan kayu, batu bata merah, genting tanah liat dan beton bertulang sebagai strukturnya.

Untuk material kayu menggunakan sambungan pasak untuk menghindari penggunaan baut yang mudah korosi.

Gambar 4.27 Material yang Akan Digunakan Sumber : Google.com

38

Gambar 4.28 Ilustrasi Sambungan Pasak pada Kayu.

Sumber: google.com

4.2.3 Konsep Struktur

Menggunakan struktur kolom-balok yang rigid dan pondasi sesuai dengan jenis tanah di kawasan pesisir. Pondasi batu kali digunakan untuk bangunan sederhana satu lantai. Podasi footplat yang dikombinasikan dengan pondasi menerus digunakan untuk bangunan yang lebih dari satu lantai (2 hingga 3 lantai). Berikut adalah ilustrasi konsep struktur:

(a) (b)

Gambar 4.29 (a) Sistem Struktur rigid (b) Struktur pondasi footplat dan batu kali Sumber: google.com

4.2.4 Konsep Sanitasi

Konsep sanitasi pada kampung nelayan Kedung Cowek adalah dengan menggunakan ipal komunal. Pada umumnya, masyarakat kampung nelayan membuang limbah langsung pada selokan yang terdapat di depan rumah, tanpa harus diolah terlebih dahulu. Oleh sebab itu, laut yang menjadi tempat berkumpulnya selokan yang tercemar kemudian warnanya menjadi coklat serta akan mengeluarkan bau busuk. Tak hanya dapat menyebabkan ikan-ikan mati, zat-zat polutan yang ada pada limbah juga dapat menjadi sumber penyakit. Maka konsep sanitasi akan menggunakan IPAL Komunal sebagai upaya agar laut tidak tercemar. Berikut adalah skema ipal komunal:

39

Gambar 4.30 Skema IPAL Komunal Sumber: Google.com

4.2.5 Konsep Pengolahan Limbah

Pembuangan sampah dilakukan dengan sistem sebagai berikut:

Gambar 4.31 Konsep Pembuangan Limbah Sumber: Dokumentasi Pribadi Pengelolahan

sampah skala rumah tangga

Sampah terkumpul

Pengelolahan sampah skala kawasan

Sampah terkumpul

Tempat pengolahan akhir Pengumpulan

langsung

40

(halaman ini sengaja dikosongkan)

39 BAB 5 DESAIN

5.1 Eksplorasi Formal

5.1.1 Desain Tatanan Massa dan Zonasi Tapak

Pada dasarnya zonasi tapak kampung nelayan kedung Cowek dibentuk berdasarkan kebutuhan utama sebuah permukiman, yaitu berhuni, bekerja dan bersosialisasi. Kebutuhan berhuni diwujudkan dengan hunian nelayan, kebutuhan bekerja diwujudkan dengan TPI, tempat pengolahan ikan dan penjemuran ikan, sedangkan kebutuhan bersosialisasi diwujudkan dengan balai warga, tempat beribadah dan tempat menuntut ilmu.

40

5.1.2 Desain Hunian Maisonatte Tipe 1 (Pedagang)

Hunian Maisonatte tipe 1 adalah hunian untuk masyarakat dengan profesi pedagang. Sehingga pada lantai 1 hanya berupa warung dan toko sebagai sumber penghasilan ekonomi.

41

Gambar Tampak Hunian Maisonatte 1

Gambar Potongan Hunian Maisonatte 1Gambar Tampak Hunian Maisonatte 1

42

Gambar Denah Hunian Tipe 1

43

44

5.1.3 Desain Hunian Maisonatte Tipe 2 (Nelayan)

5.1.3 Desain Hunian Maisonatte Tipe 2 (Nelayan)

Dokumen terkait