BAB 3 PENDEKATAN DAN METODA DESAIN
3.2 Metoda Desain
3.2.1 Metode Reinterpreting Tradition
Pengertian reinterpreting menurut Lim, William S.W/Tan, Hock Beng, (1998) menginterpretasi ulang terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam arsitektur vernakular. Hasilnya dapat berupa defamiliarisasi, yaitu pengasingan bentuk dimana dia ada namun tidak nampak ada. Dalam objek rancangan nantinya akan menerapkan prinsip dari reinterpreting tradition pada bagian bentuk maupun ornament yang menampilkan fisik bangunan secara visual dengan menginterpretasikan lokalitas dan penggabungannya dengan unsur modernitas.
24
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
25 BAB 4 KONSEP DESAIN
4.1 Eksplorasi Formal 4.1.1 Konsep umum
Gambar 4.13 Hubungan Konsep Eco-settlements dengan Reinterpreting Tradition
Gambar 4.14 Konsep Umum Kampung Nelayan Berkelanjutan Sumber: Dokumentasi Pribadi
• Mewadahi aktivitas yang menunjang perekonomian
26
Secara garis besar, konsep yang diusung mempunyai misi menata ulang kampung nelayan yang ekologis guna mengurangi kekumuhan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek. Untuk mencapai tujuan tersebut menggunakan cara mengharmoniskan 3 pilar berkelanjutan yaitu aspek sosial, ekonomi dan lingkungan
4.1.2 Konsep Perencanaan dan Perancangan Tapak
Konsep perencanaan tapak akan mengikuti pola aktivitas masyarakat Kampung Nelayan dengan laut sebagai orientasinya. Aktivitas dengan zona yang masih berhubungan dengan laut akan diletakkan pada area yang berdekatan dekat laut. Pembagian aktivitas ini berdasarkan profesi utama nelayan, nelayan buruh dan pedagang. Masyarakat dengan profesi utama nelayan akan lebih sering beraktivitas dekat dengan laut dibanding dengan nelayan buruh dan pedagang seperti behubungan langsung dengan tempat pelelangan ikan dan tempat pengasapan supaya asap akan mengarah ke laut dan tidak mencemari kampug. Hal ini dilakukan sebagai upaya agar kegiatan melaut hanya berpusat sekitar laut dan tidak membawa lingkungan menjadi semakin kotor. Selain itu, semua aktivitas yang berhubungan dengan laut akan difokuskan di titik tengah tapak sebagai pusat aktivitas perekonomian masyarakat nelayan Kedung Cowek.
Berikut adalah ilustrasi konsep perencanaan dan peracangan tapak:
Gambar 4.15 Konsep Zonasi Perencanaan dan Perancangan Tapak Sumber: Dokumentasi Pribadi
27 4.1.3 Konsep Bentuk
A. Bentuk Hunian Maisonatte
Salah satu permasalahan desain pada kampung nelayan Kedung Cowek adalah keterbatasan lahan. Sementara hal tersebut berbanding terbalik dengan banyaknya kebutuhan aktivitas yang belum terwadahi. Sehingga konsep hunian yang diusulkan adalah hunian vertical bentuk maisonette 3 lantai. Dalam 1 hunian akan terdiri dari 8 KK. Maisonette ini akan mengadopsi fungsi rumah produktif bergaya semi panggung sebagai ciri khas rumah nelayan dengan lantai bawah difungsikan sebagai pusat ekonomi keluarga (rumah produktif) dan lantai bagian atas hanya difungsinkan sebagai hunian. Berdasarkan data KK yang diperoleh beserta profesinya, konsep hunian maisonatte ini terdapat 3 tipe rumah, yaitu:
1. Tipe 1 : rumah untuk masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang 2. Tipe 2 : rumah untuk masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan utama 3. Tipe 3 : rumah untuk masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan buruh
dengan pekerjaan sampingan membuka warung.
Berikut adalah ilustrasi konsep hunian maisonatte:
Tabel 4.14 Konsep Hunian Maisonatte
Ilustrasi Keterangan
Pada umumnya hunian nelayan kampung Kedung Cowek adalah hunian rumah produktif karena segala pekerjaan terkait mengolah ikan maupun berdagang dikerjakan di rumah. Tetapi karena keterbatasan lahan, aktivitas tersebut tidak terwadahi dan mengakibatkan penyalahgunaan ruang publik yang tidak semestinya sehingga dapat mengotori lingkungan.
28
Masalah keterbatasan lahan berbanding terbalik dengan banyaknya populasi masyarakat dan aktivitas yang belum terwadahi sehingga solusi usulan desain adalah hunian maisonatte dengan kapasitas 8 KK per rumah
Usulan desain hunian maisonatte ini mempunyai ketinggian 3 lantai.
Lantai 1 akan difokuskan untuk mewadahi aktivitas perekonomian kampung nelayan Kedung Cowek sedangkan latai 2 dan 3 berfungsi sebagai hunian.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Mengubah hunian landed menjadi vertical tentunya akan banyak penyesuaian dari kebiasaan masyarakat kampung nelayan yang akan diubah. Hal tersebut akan diminimalisasi dengan konsep desain yang mengadopsi hunian landed. Aktivitas-aktivitas yang sulit dilakukan di lantai atas akan tetap diletakkan pada lantai bawah seperti pengolahan ikan, pengasapan ikan, berdagang dan parkir kendaraan. Sementara hunian pada lantai 2 dan 3 akan didesain dengan memasukkan nilai kebiasaan masyarakat kampung dalam bersosialisasi dengan tetangga. Sehingga kebiasaan dari hunian landed masih bisa diterapkan pada hunian maisonatte. Tiap rumah akan dihubungkan melalui ruang luar bersama sehingga penataan ruang ke 8 rumah akan saling terhubung satu sama lain. Berikut adalah ilustrasi konsep:
29
Gambar 4.16 Konsep Ruang Hunian Maisonatte Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 4.17 Konsep Hunian Maisonatte Sumber: Dokumentasi Pribadi
B. Bentuk Bangunan
Dalam pendekatan desain vernakular terdapat metode desain reinterpreting tradition yaitu menginterpretasi ulang terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam arsitektur vernakular. Dalam hal ini ciri lokalitas yang diambil adalah pada bagian atap jawa dan bangunan tampak semi panggung seperti hunian nelayan pada umumnya. Akan tetapi penerapannya dalam desain akan
30
disegarkan dengan konsep bangunan masa kini melalui gubahan bentuk maupun material bangunannya. Berikut adalah ilustrasi konsep bangunan
Tabel 4.15 Konsep Bentuk Bangunan
Ilustrasi Keterangan
Sumber: pinterest.com
Menggunakan pendekatan desain vernakular khas jawa sehingga dalam hal ini, hanya bagian atap yang akan diambil dan diterapkan ke beberapa bangunan seperti balai warga dan mushollah kampung. Selain bagian atap, bangunan akan menyesuaikan dengan keadaan masa kini yang lebih modern
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Bentuk atap hunian menggunakan atap pelana. Hal ini dikarenakan atap pelana yang simpel tanpa ada jurai luar dan dalam supaya mudah dibuat rapat air hujan dan tidak mudah bocor.
Selain itu, bentuk pelana mempunyai kelebihan lebih murah dan dalam pengerjaannya secara swadaya lebih mudah dan cepat.
Sumber: dokumentasi pribadi
Bentuk bangunan akan didominasi gaya panggung dengan material beton bertulang. Hal ini karena menyerap nilai budaya masyarakat nelayan yang memfungsikan kolong rumah sebagai tempat penyimpanan dengan sedikit penyegaran meggunakan material masa kini
Sumber: Dokumentasi Pribadi
31 C. Bentuk Penjemuran Ikan
Konsep bentuk penjemuran ikan mengadopsi bentuk sesuai kebutuhan akan sinar matahari. Bentuk ini juga mempertimbangkan masalah keterbatasan lahan sehingga penjemuran ikan akan dibuat vertical dengan kemiringan yang menyesuaikan arah datangnya matahari. Konsep bentuk ini mengambil bentuk dasar dari tempat penjemuran masyarakat kampung nelayan.
Gambar 4.18 Tempat Penjemuran Ikan Kampung Nelayan Sumber: Pinterest.com
Gambar 4.19 Gambar Gubahan Bentuk Tempat Penjemuran Ikan Sumber: Dokumentasi Pribadi
Keterangan:
1. Tempat penjemuran ikan pada umumnya berbentuk miring supaya mendapat penyinaran yang maksimal dan hanya mempunyai 1 sisi kemudian digabung sehingga mempunyai 2 sisi miring
2. Tempat penjemuran ikan yang telah digabung mempunyai 2 sisi miring menjadi bentuk segitiga
32
3. Bentuk segitiga diiris bagian tengah untuk mendapatnkan 4 sisi miring dengan 2 layer
4. bentuk akhir akan diperoleh tempat penjemuran ikan vertical dengan ketinggian 2 lantai untuk mendapatkan penyinaran yang maksimal tetapi tetap menghemat lahan
4.1.4 Konsep Ruang Luar
Konsep ruang luar masih mengadopsi metode reinterpreting tradition dari budaya setempat yaitu kebiasaan menggunakan koridor jalan sebagai tempat mengadakan kegiatan khusus kampung seperti perayaan hari 17 Agustus, tahlilan, maupun kumpul PKK. Kebiasaan ini didefamiliarisasi, yaitu pengasingan bentuk dimana dia ada namun tidak nampak ada. Bentuk ruang luar akan disisipkan di tengah koridor kampung sehingga suasana yang terjadi akan menyerupai kebiasaan sebelumnya. Selain itu, konsep ini akan menjadikan ruang luar berada di pusat hunian yang berfungsi sebagai taman bermain anak ketika orang tua sibuk mengolah ikan di rumah masing-masing tetapi anak masih terawasi oleh orang tua. Berikut adalah ilustrasi konsep luar:
33
Gambar 4.20 Konsep Ruang Luar Sumber: Dokumentasi Pribadi
4.1.5 Konsep Fasad
Permukiman pesisir pantai sangat erat kaitannya dengan angin yang kencang dan suhu udara yang tinggi. Akan tetapi salah satu kriteria bangunan ekologis adalah bangunan dengan penghawaan alami. Hal ini mempengaruhi fasad yang digunakan pada bangunan pesisir pantai. Kebutuhan akan penghawaan alami akan diimbangi dengan fasad yang dapat memfilter udara maupun cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan.
Gambar 4.21 Kriteria Penghawaan Hunian Ekologis Sumber: google.com
34
Gambar 4.22 Bukaan yang Dikombinasi dengan Kisi-Kisi Sumber: pinterest.com
4.2 Eksplorasi Teknis 4.2.1 Konsep Sirkulasi
A. Sirkulasi Tapak (Masyarakat dan Pendatang)
Sirkulasi tapak menggunakan pola sirkulasi linear. Hal ini mengadopsi sirkulasi yang telah ada di kampung nelayan Kedung Cowek yaitu sirkulasi linear yang mengarah pada laut. Seluruh arah sirkulasi menuju pada pusatnya yaitu laut
Gambar 4.23 Pola Sirkulasi Linear Sumber: Google.com
35
Gambar 4.24 Sirkulasi Tapak untuk Penghuni dan Pendatang Sumber: Dokumentasi Pribadi
B. Sirkulasi Hunian (Penghuni)
Hunian maisonatte merupakan hunian yang mempunyai 4 arah hadap sehingga sirkulasi penghuni dapat diilustrasikan seperti gmabr berikut:
Gambar 4.25 Sirkulasi hunian Sumber:Google.com
4.2.2 Konsep Konstruksi dan Material
Konstruksi pada setiap elemen Kampung Nelayan akan menggunakan material lokal. Oleh karena itu konstruksi akan dirancang dengan sederhana sehingga dapat dengan mudah dikerjakan. Penggunaan mateial lokal dikarenakan mudah didapatkan dan mengurangi biaya pembangunan rumah.
Selain itu penghuni juga dapat mencari dan mengolahnya sendiri dengan ataupun tanpa tukang lokal untuk pembangunan atau perbaikan rumah. Berikut adalah contoh material lokal yang ada di daerah sekitar kampung nelayan:
36
Gambar 4.26 Konstruksi dan Material Lokal Sumber: Google.com
Tabel 4.16 Daftar Material Lokal dalam Konstruksi
No Elemen Bangunan Material
1 Pondasi Beton, Batu Kali
2 Lantai Beton, Acian Kasar dan Halus
3 Kolom-Balok Beton Cetakan
4 Dinding Kombinasi Bata dan Acian
5 Plafon Ekspos struktur di atasnya
6 Rangka dan Penutup Atap Kayu dan Genteng
7 Pintu-Jendela Kayu
8 Railing, pagar Besi, Kayu, Bambu
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Berdasarkan daftar material lokal dan konstruksi tersebut, berikut adalah daftar material yang akan digunakan khususnya disesuaikan dengan kondisi permukiman pesisir guna mendukung konsep ekologis:
37 Tabel 4.17 Penggolongan Material ekologis
No Material Penggolongan Ekologis
1 Kayu, bambu, rotan Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regeneratif). Pada konteks pesisir pantai, angin laut yang membawa kandungan garam tidak akan bereaksi pada material tersebut dibandingkan dengan material baja 2 Tanah, tanah liat,
lempung, kapur, batu kali, batu alam
Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali
3 Limbah, potongan, sampah, ampas , serbuk kayu, potongan kaca
Bahan bangunan yang dapat digunakan kembali (recycling)
4 Batu merah, genting tanah liat, batako, conblock, logam, kaca, semen
Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan tranformasi sederhana 5 Beton bertulang, pelat
serat semen
Bahan bangunan komposit. Tidak mudah mengalami korosi
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Berdasarkan daftar penggolongan material ekologis dan ketersediaan material setempat, maka secara umum desain konsep material akan menggunakan kayu, batu bata merah, genting tanah liat dan beton bertulang sebagai strukturnya.
Untuk material kayu menggunakan sambungan pasak untuk menghindari penggunaan baut yang mudah korosi.
Gambar 4.27 Material yang Akan Digunakan Sumber : Google.com
38
Gambar 4.28 Ilustrasi Sambungan Pasak pada Kayu.
Sumber: google.com
4.2.3 Konsep Struktur
Menggunakan struktur kolom-balok yang rigid dan pondasi sesuai dengan jenis tanah di kawasan pesisir. Pondasi batu kali digunakan untuk bangunan sederhana satu lantai. Podasi footplat yang dikombinasikan dengan pondasi menerus digunakan untuk bangunan yang lebih dari satu lantai (2 hingga 3 lantai). Berikut adalah ilustrasi konsep struktur:
(a) (b)
Gambar 4.29 (a) Sistem Struktur rigid (b) Struktur pondasi footplat dan batu kali Sumber: google.com
4.2.4 Konsep Sanitasi
Konsep sanitasi pada kampung nelayan Kedung Cowek adalah dengan menggunakan ipal komunal. Pada umumnya, masyarakat kampung nelayan membuang limbah langsung pada selokan yang terdapat di depan rumah, tanpa harus diolah terlebih dahulu. Oleh sebab itu, laut yang menjadi tempat berkumpulnya selokan yang tercemar kemudian warnanya menjadi coklat serta akan mengeluarkan bau busuk. Tak hanya dapat menyebabkan ikan-ikan mati, zat-zat polutan yang ada pada limbah juga dapat menjadi sumber penyakit. Maka konsep sanitasi akan menggunakan IPAL Komunal sebagai upaya agar laut tidak tercemar. Berikut adalah skema ipal komunal:
39
Gambar 4.30 Skema IPAL Komunal Sumber: Google.com
4.2.5 Konsep Pengolahan Limbah
Pembuangan sampah dilakukan dengan sistem sebagai berikut:
Gambar 4.31 Konsep Pembuangan Limbah Sumber: Dokumentasi Pribadi Pengelolahan
sampah skala rumah tangga
Sampah terkumpul
Pengelolahan sampah skala kawasan
Sampah terkumpul
Tempat pengolahan akhir Pengumpulan
langsung
40
(halaman ini sengaja dikosongkan)
39 BAB 5 DESAIN
5.1 Eksplorasi Formal
5.1.1 Desain Tatanan Massa dan Zonasi Tapak
Pada dasarnya zonasi tapak kampung nelayan kedung Cowek dibentuk berdasarkan kebutuhan utama sebuah permukiman, yaitu berhuni, bekerja dan bersosialisasi. Kebutuhan berhuni diwujudkan dengan hunian nelayan, kebutuhan bekerja diwujudkan dengan TPI, tempat pengolahan ikan dan penjemuran ikan, sedangkan kebutuhan bersosialisasi diwujudkan dengan balai warga, tempat beribadah dan tempat menuntut ilmu.
40
5.1.2 Desain Hunian Maisonatte Tipe 1 (Pedagang)
Hunian Maisonatte tipe 1 adalah hunian untuk masyarakat dengan profesi pedagang. Sehingga pada lantai 1 hanya berupa warung dan toko sebagai sumber penghasilan ekonomi.
41
Gambar Tampak Hunian Maisonatte 1
Gambar Potongan Hunian Maisonatte 1Gambar Tampak Hunian Maisonatte 1
42
Gambar Denah Hunian Tipe 1
43
44
5.1.3 Desain Hunian Maisonatte Tipe 2 (Nelayan)
Hunian Maisonatte tipe 2 adalah hunian untuk masyarakat dengan profesi nelayan. Sehingga pada lantai 1 berupa tempat pengolahan ikan dan penyimpanan barang untuk melaut.
45
Gambar Tampak Hunian Maisonatte 2Gambar Potongan Hunian Maisonatte 2
46
Gambar Denah Hunian Tipe 2
47
48
5.1.4 Desain Hunian Maisonatte Tipe 3 (Nelayan Buruh)
49
Gambar Tampak Hunian Maisonatte 3Gambar Potongan Hunian Maisonatte 3
50
Gambar Denah Hunian Tipe 3
51
Gambar Suasana Aktivitas Ekonomi Hunian Maisonatte 3 yaitu masyarakat dengan profesi sebagai nelayan buruh sehingga aktivitas lantai 1 hanya aktivitas mengolah ikan dan profesi sampingan yaitu berdagang
52 5.1.5 Desain Tempat Penjemuran Komunal
53
Gambar Perspektif Tempat Penjemuran Ikan. Berorientasi ke laut sesuai zooning tapak yang memusatkan aktivitas melaut dekat dengan laut.
54
Gambar suasana tempat penjemuran ikan menggunakan konsep bentuk berdasarkan penggubahan bentuk sesuai tradisi (reinterpreting tadition) yang sudah ada dalam menjemur ikan.
55 5.1.6 Desain Tempat Pengolahan Ikan
Gambar Suasana Tempat Pengolahan Ikan
56
Gambar Suasana Tempat Pengasapan Ikan
57 5.1.7 Desain Tempat Pelelangan Ikan
Gambar Perspektif Tempat Pelelangan Ikan
58
Gambar Suasana Tempat Pelelangan Ikan
59 5.1.8 Desain Dermaga
Gambar Perspektif Dermaga
60
Gambar Suasana Dermaga
61 5.1.9 Fasilitas Umum
Desain fasilitas umum mushollah mengunakan konsep bentuk rumah panggung sesuai tradisi lokalitas dan menggabungkan dengan kriteria eco- settlement dalam penggunaan material yang ramah lingkungan
62 5.2 Eksplorasi Teknis
Desain fasilitas umum balai warga yang berfungsi menampung kegitan sosial masyarakat kampung nelayan dengan konsep lokalitas
63 5.2.1 Sistem Sirkulasi
64 5.2.2 Sistem Struktur
Gambar Sistem Struktur Rigid
65 5.2.3 Sistem Sanitasi
Gambar Sistem Sanitasi IPAL Komunal
66 5.2.4 Material
Gambar Material Bangunan
67 BAB 6 KESIMPULAN
Berdasarkan permasalahan desain yang telah dijelaskan, mampu diselesaikan dengan penataan ulang kampung nelayan Kedung Cowek menjadi kampug nelayan berkelanjutan. Penataan ini dilakukan melalui proses desain dengan pendekatan permukiman ramah lingkungan. Adapun masalah yang telah dijawab:
1. Permasalahan keterbatasan lahan mampu dijawab dengan membuat hunian dengan konsep maisonatte tanpa mengubah ciri khas dan budaya kampung setempat
2. Permasalahan kurangnya sarana perekonomian yang mewadahi mampu dijawab dengan memusatkan aktivitas ekonomi pada fasilitas komunal, tetapi tetap menyediakan ruang pada hunian masing-masing
Berikut adalah hasil penilaian permukiman kampung nelayan Kedung Cowek berdasarkan kriteria permukiman ramah ligkungan (eco-settlements)
Kriteria Eco-Settlement
Setelah dilakukan Penataan Ulang Kampung Nelayan Berkelanjutan
Kualitas Lingkungan Sanitasi
Kualitas sanitasi jadi lebih baik dengan adanya ipal komunal karena limbah yang masuk akan diolah terlebih dahulu sehingga hasil akhir yang terbuang ke laut tidak mencemari laut.
Persampahan
Konsep pengelolaan sampah akan diolah dalam skala rumah tangga dan dikumpulkan dalam skala kawasan untuk kemudian dibuang ke pembuangan akhir
Aksesibilitas
Penumpukan aktivitas hingga memakan ruang publik telah dialihkan pada fasilitas komunal sehingga aksesibilitas akan kembali sebagaimana fungsinya.
68
Rumah Sehat Hunian maisonatte didesain dengan mengacu pada kriteria rumah sehat. Menggunakan material setempat yang ramah lingkungan, mempertimbangkan bukaan yang cukup, peletakan ruang berdasarkan kelembaban, ciri lokalitas setempat dan lain-lain.
Guna Lahan Penggunaan lahan sekitar dimanfaatkan untuk ruang terbuka hijau (RTH) masih sangat minim
Kepadatan Penduduk Untuk wilayah Kedung Cowek kepadatan penduduk berkisar 9144 jiwa/Km2 dengan jumlah penduduk laki-laki 66697 jiwa dan perempuan 65190 jiwa.
Tingkat Pendidikan Menyediakan fasilitas umum berupa Paud/TK untuk menujang kegiatan belajar
Tingkat Kesehatan Terdapat pelayanan kesehatan berupa puskesmas
Tingkat Partisipasi - Terdapat 7 paguyuban yang tersebar di Kampung Nelayan - Beberapa warga masih aktif dalam kegiatan ormas Budaya Masyarakat -Masih kental akan kebersamaan dalam kehidupan sosial
-Melakukan pekerjaan masih sering dilakukan secara tradisional dan bersama-sama sehingga disediakan fasilitas komunal
Jenis Pekerjaan dan Pendapatan
-80% merupakan nelayan sedangkan sisanya yaitu wiraswasta (pedagang kecil) dan pegawai.
-Memiliki keterampilan dalam pengolahan hasil laut, seperti kerupuk, ikan, kerajinan kerang serta pengasapan atau pengeringna ikan.
-Keterampilan terwadahi
Kelembagaan Institusi yang langsung berhubungan dengan permasalahan permukiman kumuh adalah Bappeko Surabaya, Dinas PU dan Cipta Karya Kota Sirabaya, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, serta Instansi tingkat Kecamatan dan Kelurahan.
69
DAFTAR PUSTAKA
P. Duerk, Donna. (1993). Architectural Programming: Information Management for Design. John Wiley & Sons. Inc
Lim, S.W.William. (1998), Contemporary Vernacular. Select Books, Singapore
Neufert, Ernst & Peter Neufert. (2012). Architect’s Data 4th Edition. John Wiley & Sons, Inc.
A’yun, Qurrotul. 2016. Evaluasi Tingkat Kualitas Hidup dengan Kriteria EcoSettlement pada Permukiman Nelayan di Desa Pesisir Tambak Wedi.
Surabaya: EMARA Indonesian Journal of Architecture, Vol 2 Nomor 2
Septanti, Dewi. At all. 2016. Preliminary Study towards Eco-Design of Housing in Coastal Settlements in Surabaya (Case Study of Fishermen Housing Design after the Development of Kenjeran Bridge, Surabaya).
Proceedings on 8 th International Conference on Architecture Research and Design ; Surabaya 1-2 Nopember 2016. ISSN : 978-979-3334-24-0
Khomenie, dan Ema Umilia. 2013. Arahan Pengembangan Kawasan Wisata Terpadu Kenjeran Surabaya. Surabaya: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1
Wiranto, Tatag. 2012. “Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut dalam Kerangka Perkembangan Perekonomian Daerah”
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya tahun 2014-2034
Sugandhy. 2002 “PENATAAN DAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN NELAYAN DAN AREA WISATA BAPPEKO SURABAYA”
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN RENCANA ZONASI WILAYAH
PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2012 – 2032
70
BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN KOTA
SURABAYA.
2015. “PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA SURABAYA”
PERSYARATAN KESEHATAN PERUMAHAN. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 829/MENKES/SK/VII/1999