BAB 1 PENDAHULUAN
1.4 Kriteria Desain
1.4.2 Kriteria Rancang
Berdasarkan tujuan di atas, maka kriteria rancang untuk mencapai tujuan adalah sebagai berikut:
1. Menata dan memperbaiki kualitas lingkungan dan hunian kampung nelayan Kedung Cowek
2. Memanfaatkan potensi lokal untuk menaikkan taraf hidup masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek
3. Menerapkan ciri lokalitas pada desain permukiman kampung nelayan Kedung Cowek.
8
(halaman ini sengaja dikosongkan)
9 BAB 2
PROGRAM DESAIN
2.1 Rekapitulasi Program Ruang
2.1.1 Aktivitas Berhuni Masyarakat Kampung Nelayan Kedung Cowek
Kebutuhan hunian adalah kebutuhan utama masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek. Akan tetapi, populasi masyarakat yang semakin bertambah membuat setiap hunian bisa dihuni lebih dari satu KK. Jumlah Eksisting hunian di kampung nelayan Kedung Cowek adalah 306 hunian dengan 350 KK menurut data RW. Jumlah ini tentu tidak sesuai antara jumlah populasi masyarakat dan jumlah hunian sehinga akan berdampak pada penumpukan aktivitas dan penyalahgunaan ruang yang tidak semestinya. Berikut adalah daftar eksisting hunian kampung nelayan Kedung Cowek:
Tabel 2.1 Daftar Jumlah Unit Rumah di Kampung Nelayan Kedung Cowek
Sumber: Data RW 2 Kampung Nelayan Kedung Cowek
2.1.2 Aktivitas Ekonomi Masyarakat Kampung Nelayan Kedung Cowek 80% masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek berprofesi sebagai nelayan, 20% sisanya berprofesi pedagang dan pegawai. Jumlah nelayan yang cukup besar ini tidak seimbang dengan sarana yang mewadahi aktivitas ekonomi nelayan. Pada eksisting kampung nelayan Kedung Cowek, tidak ada tempat yang mewadahi aktivitas mengolah ikan, menjemur ikan, mengasap ikan dan lain-lain. Sehingga banyak masyarakat yang melakukannya di jalan umum. Berikut adalah daftar eksisting tempat
10
yang menunjang kegiatan ekonomi masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek :
Tabel 2.2 Daftar Eksisting Kebutuhan Ekonomi Kampung Nelayan
No Aktivitas Ruang Eksisting
1 Parkiran Perahu Dermaga Tidak ada
2 Tempat Pengolahan Ikan Pengolahan Ikan Komunal Tidak ada 3 Tempat Penjemuran Ikan Penjemuran Ikan Komunal Tidak ada
4 TPI TPI Tidak ada
Sumber: Dokumentasi pribadi
2.1.3 Aktivitas Sosial Masyarakat Kampung Nelayan Kedung Cowek
Aktivitas sosial merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas kampung karena ciri khas masyarakat kampung adalah kebersamaannya dalam hidup bertetangga. Begitupun di kampung nelayan Kedung Cowek. Kebersamaan yang terjalin tidak hanya karena kesamaan profesi sebagai nelayan tetapi juga kebersamaan menjadi kader dalam organisasi di kampung. Selain itu, budaya masyarakat juga masih kental dengan kebersamaan dan masih banyak dilakukan secara tradisional.
Berikut adalah daftar eksisting tempat yang dapat menunjang kebersamaan dalam bersosialisasi masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek:
Tabel 2.3 Daftar Eksisting Kebutuhan Sosial Kampung Nelayan
No Aktivitas Ruang Eksisting
1 Organisasi Balai RW Ada
2 Perkumpulan (perayaan 17 Agustus, pengajian, RT an)
Ruang Publik Tidak ada
3 Ibadah Mushollah Ada
4 Sekolah Paud/TK Tidak ada
Sumber: Dokumentasi pribadi 2.1.4 Program Ruang
Tabel 2.4 Program Ruang Hunian Kampung Nelayan
Jenis Aktivitas Ruang Standar Jumlah Luasan Hunian Hunian tipe 1 36 m2 140 unit 2520 m2
Hunian tipe 2 48 m2 140 unit 6720 m2
11
Tabel 2.5 Program Ruang Balai Warga
Aktivitas Sumber Standar Kapasitas Luasan
Ruang Serbaguna asumsi 240 m2 Tabel 2.6 Program Ruang Mushollah
Aktivitas Sumber Standar Kapasitas Luasan
Tempat Sholat Neufert 2m2/ Orang 150 300 m2 Tabel 2.7 Program Ruang Dermaga
Aktivitas Sumber Standar Kapaitas Luasan
Parkir perahu Asumsi 3 dermaga 125 m2
sirkulasi Neufert 20% 75 m2
total 450 m2
Sumber: Dokumentasi Pribadi
12
Tabel 2.8 Program Ruang Tempat Pengolahan Ikan
Aktivitas Sumber Standar Kapasitas Luasan
Pengolahan Ikan Asumsi 2 Pengolahan Ikan 500 m2 Penjemuran Ikan Asumsi 2 Penjemuran Ikan 500 m2
RTH 10% 100 m2
Sirkulasi Neufert 20% 200 m2
Total 1300 m2
Sumber: Dokumentasi Pribadi Tabel 2.9 Program Ruang TPI
Aktivitas Sumber Standar Kapasitas Luasan
Ruang pelelangan ikan asumsi 3 tempat 896 m2 Tabel 2.10 Program Ruang Publik
Aktivitas Sumber Standart Kapasitas Luasan
Plaza/Lapagan Asumsi 4 Lapangan 2000 m2
RTH Neufert 10% 202 m2
Toilet Umum Neufert 1,5m2/ Orang 8 12 m2
Sirkulasi Neufert 20% 404 m2
Total 2618 m2
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Tabel 2.11 Program Ruang Sanitasi dan Limbah Komunal
Aktivitas Sumber Standar Kapasitas Luasan
Sanitasi dan Limbah Komunal Asumsi 3 100 m2
sirkulasi Neufert 20% 60 m2
Total 360 m2
Sumber: Dokumentasi Pribadi
13
Tabel 2.12 Jumlah Keseluruhan Program Ruang
No Area Luas
1 Hunian 20748 m2
2 Balai Warga 518 m2
3 Mushollah 418 m2
4 Dermaga 450 m2
5 Tempat Pelelangan Ikan 1271 m2
6 Paud 227 m2
7 Tempat pengolahan Ikan 1300 m2
8 Ruang Publik 2618 m2
9 Sanitasi dan Limbah Lingkungan 360 m2
Total 27.910 m2
Sumber: Dokumentasi Pribadi
2.2 Deskripsi Tapak
2.2.1 Gambaran Umum Lokasi
Gambar 2.7 Lokasi Lahan Kampung Nelayan Kedung Cowek Sumber: Dokumentasi pribadi
Lokasi lahan terletak di Jl. Cumpat, Kelurahan Kedung Cowek Kecamatan Kenjeran, Surabaya Jawa Timur. Eksisting tapak merupakan sebuah permukiman kampung nelayan Jalan Cumpat Gang 1-10 dengan kondisi lingkungan yang tidak tertatur dan tidak tertata dengan baik. Mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dengan pengahasilan yang minim.
Lokasi lahan dekat dengan pantai kenjeran yang berada diantara pulau Jawa dan Madura (Selat Madura). Pantai Kenjeran memiliki ombak yang
14
relative kecil bahkan hampir tidak dijumpai ombak dikarenakan letak geografisnya yang berada dintara 2 pulau yang berdekatan sehingga keadaan topografi pantai relative landai dan tidak terjadi pasang surut gelombang yang signifikan akan tetapi hanya pasang surut berupa kenaikan dan penurunan tinggi permukaan air laut.
2.2.2 Konteks Lingkungan
Lahan ini berada di sekeliling wilayah permukiman yang berbatasan langsung dengan laut Kenjeran. Laut Kenjeran mempunyai batas garis sempadan daratan sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Obyek arsitektural yang akan dirancang akan menyesuaikan dengan kondisi permukiman pesisir tanpa meninggalkan aspek lingkungan / alam dalam proses merancang. Dalam hal ini yaitu laut yang menjadi sumber penghasilan masyarakat setempat. Adapun batas lahan adalah sebagai berikut:
Batas utara : Selat Madura Batas barat : Jalan Cumpat Batas selatan : Taman Suroboyo Batas timur : Laut Kenjeran 2.2.3 Ukuran dan Tata wilayah
Area lahan yang akan digunakan pada perancangan seluas ± 25.000 m2. Lebar jalan: ± 4-5 m (Jalan Cumpat), 6-8 m (Jalan Pantai Kenjeran), 1-2 m (Jalan tikus). Koefisien Dasar Bangunan (KDB): 70% dan KLB 140%
2.2.4 Legalitas
Berdasarkan Peta Peruntukan Tata Guna Lahan Surabaya dan RDTRK UP III Kenjeran tahun 2014 hingga 20 tahun ke depan lahan yang digunakan merupakan tata ruang untuk permukiman, perdagangan dan jasa komersial.
Berdasarkan Perda Nomor 12 tahun 2014 Pasal 93 (4a) mengenai ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perumahan dan permukiman dengan kepadatan berisi ketentuan mengenai pemanfaatan ruang pada kawasan
15
perumahan dan permukiman dengan kepadatan tinggi untuk tipe perumahan perkampungan, rumah sederhana sehat (RSH), dan rumah susun (rusun).
2.2.5 Keistimewahan Alamiah
Permukiaman yang berbatasan langsung dengan laut Kenjeran sehingga mempunyai banyak potensi dari aspek sumber daya alam yang dihasilkan oleh laut. Selain itu lokasi lahan dekat dengan area wisata laut sehingga di sana banyak keindahan alami yang dapat dinikmati.
2.2.6 Keistimewaan Buatan
Mempunyai potensi untuk menarik wisatawan karena dekat dengan area wisata seperti Pantai Kenjeran Ria, Kenpark, Jembatan Surabaya, Sentra Ikan Bulak dan sebagainya.
Gambar 2.8 Eksisting Bangunan Sekitar Sumber: Google.com
2.2.7 Sirkulasi
Jalan Pantai Kejeran Jalan Cumpat
16
Gambar 2.9 Sirkulasi Pada Eksisting Lahan Sumber: Maps.Google.com
Akes sirkulasi yang melewati tapak adalah Jalan Pantai Kenjeran sebagai jalan utama, Jalan Cumpat sebagai jalan selanjutnya dan jalan tikus pada setiap gang (Jalan Cumpat gang 1-10)
2.2.8 Utilitas
Berdasarkan data dari Rencana Tata Ruang Wilayah Surabaya Tahun 2014-2034 pada unit pengembangan wilayah laut III adalah wilayah laut yang berada di perairan bagian timur laut kota, di sekitar kawasan Tambak Wedi dan Kenjeran di Kecamatan Kenjeran dan Kecamatan Bulak. Lahan telah terdistribusi oleh jaringan listrik, telepon, komunikasi, drainase, dan air bersih.
2.2.9 Sensori
a. View ke luar tapak: View dari lahan menarik karena daerah sekitar merupakan area yang berbatasan langsung dengan laut
b. View ke dalam tapak: View dari luar lahan tidak menarik karena tapak hanyanya permukiman yang cenderung tidak teratur dan kotor.
2.2.10 Manusia dan Budaya
Hubungan sosial budaya antar anggota masyarakat di kampung ini cukup erat. Hal ini dibuktikan dengan keikutsertaan kader-kader kampung yang cukup tinggi dalam setiap kegiatan masyarakat. Jumlah usia produktif lebih banyak dari yang non produktif namun jumlah usia produktif yang menganggur juga masih banyak. Pola mata pencaharian yang tradisional juga masih terus dipertahankan oleh masyarakat pesisir.
2.2.11 Iklim
Iklim Kenjeran adalah diklasifikasikan sebagai tropis. Di musim dingin, terdapat lebih sedikit curah hujan di Kenjeran daripada di musim panas. Suhu di sini rata-rata 27.2 °C. Dalam setahun, curah hujan rata-rata adalah 1649 mm.
17 BAB 3
PENDEKATAN DAN METODA DESAIN
3.1 Pendekatan Desain
3.1.1 Pendekatan Permukiman Ramah Lingkungan (Eco-Settlements)
Eco-settlements terdiri dari dua kata yaitu eco dan settlements yang berarti tempat bermukim/tempat tinggal yang ekologis. Berdasarkan arti tersebut terlihat konsep eco-settlements mengarah pada pencapaian nilai ekologis. Dalam penerapannya konsep ini harus mengharmonisasikan tiga pilar berkelanjutan yaitu sosial, ekonomi, dan ekologi. Oleh karena itu, definisi eco-settlements harus mengarah pada pembangunan berkelanjutan dengan didukung oleh sistem kelembagaan yang kapabel.
Gambar 3.10 Bagan Pendekatan Eco Settlements Sumber: Google.com
Pada permukiman informal seperti kampung nelayan, umumnya dalam jangka waktu kedepan akan terjadi prubahan rumah (berkembang menyesuaikan kebutuhan penghuni) tetapi berada pada lahan yang minim sehingga terjadi banyak penumpukan aktivitas yang membuat tara ruang terlihat tidak teratur dan tampak semrawut. Hal tersebut seringkali memicu kekumuhan pada permukiman. Pendekatan eco-settlement berfungsi sebagai pijakan dalam mencapai permukiman yang ekologis melalui 3 pilar ekologi, sosial dan ekonomi dengan dukungan dan kerja sama dengan institusi. Eco-settlement memiliki kriteria yang mengacu pada prinsip arsitektur ekologis, yang diharapkan dapat menciptakan permukiman nelayan yang berkelanjutan.
Ekologi
Lingkungan Sosial
Didukung lembaga/institusi
yang capable
18
Di bawah ini merupakan kriteria dari penilaian menggunakan pendekatan eco settlement:
Gambar 3.11 Kriteria Penilaian Eco-settlements Sumber: Dokumentasi Pribadi
Dari kriteria eco settlement di atas akan muncul penilaian pada setiap aspek yaitu aspek ekologi, aspek sosial dan aspek ekonomi. Hasilnya akan berupa nilai sebuah permukiman yang menjadi penyebab kekumuhan seperti ruang-ruang yang cenderung tidak teratur, kotor dan disalahgunakan fungsinya.
Selanjutnya akan dilakukan analisa dalam menilai keadaan kampung nelayan dengan mengacu pada kriteria yang telah dibuat. Berikut adalah hasil analisa dari kampung nelayan Kedung Cowek, Kenjeran:
eco-settlement
Tingkat partisipasi partisipasi langsung dan tidak langsung
19
Tabel 3.13 Analisa Penilaian Eco-Settlement Kampung Nelayan Kedung Cowek Kriteria
Eco-Settlement
Eksisting pada Permukiman Nelayan
Kualitas Lingkungan Drainase
Kualitas drainase pada beberapa rumah masih buruk karena air limbah dibuang langsung ke laut
Persampahan
Secara umum pengelolaan sampah di Kedung Cowek Kenjeran, melalui koordinasi lingkungan untuk pengumpulan sampai TPS. Tetapi masih ada beberapa rumah yang membuang sampah maupun limbah hasil tangkapan ke laut.
Aksesibilitas
Pada jalan tikus (gang) banyak warga yang memprivasi area jalan yang seharusnya menjadi tempat publik sehingga tampak tidak teratur
Rumah Sehat Secara material bangunan, rumah di permukiman nelayan terbilang layak, hanya saja pada aliran udara tidak terlalu bagus karena kebanyakan bukaan hanya pada 1 sisi. Hal tersebut karena rumah berhimpitan dengan tetangga. Dari segi prilaku, masih banyak warga yang menumpuk aktivitas pada 1 ruang yang terbatas dan tampak kotor.
Masih jarang RTH privat pada setiap rumah
Guna Lahan Penggunaan lahan sekitar yang masih kosong dimanfaatkan untuk meletakkan peralatan nelayan.
Ruang terbuka hijau (RTH) masih sangat minim
Kepadatan Penduduk Untuk wilayah Kedung Cowek kepadatan penduduk berkisar 9144 jiwa/Km2 dengan jumlah penduduk laki-laki 66697 jiwa dan perempuan 65190 jiwa.
20
Tingkat Pendidikan
Jumlah sekolah dari TK hingga SMA terpenuhi tetapi prosentase terbanyak hanya sampai pada jenjang SMP.
Sumber :
https://surabayakota.bps.go.id/
Tingkat Kesehatan Terdapat pelayanan kesehatan berupa puskesmas tetapi masih terdapat balita yang berada digaris merah (BGM).
Selain itu, banyak balita yang memiliki berat badan kurang yang tidak sesuai dengan berat badan idealnya.
Tingkat Partisipasi - Terdapat 7 paguyuban yang tersebar di Kampung Nelayan - Beberapa warga masih aktif dalam kegiatan ormas Budaya Masyarakat -Masih kental akan kebersamaan dalam kehidupan sosial
-Melakukan pekerjaan masih sering dilakukan secara tradisional
Jenis Pekerjaan dan Pendapatan
-80% merupakan nelayan sedangkan sisanya yaitu wiraswasta (pedagang kecil) dan pegawai.
-Memiliki keterampilan dalam pengolahan hasil laut, seperti kerupuk, ikan, kerajinan kerang serta pengasapan atau pengeringna ikan.
Kelembagaan Institusi yang langsung berhubungan dengan permasalahan permukiman kumuh adalah Bappeko Surabaya, Dinas PU dan Cipta Karya Kota Sirabaya, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, serta Instansi tingkat Kecamatan dan Kelurahan.
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Dari analisa tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa permukiman nelayan Kedung Cowek masuk dalam permukiman yang kumuh karena masih banyak kekurangan pada aspek lingkungan maupun sarana prasarana.
3.1.2 Pendekatan Desain Vernakular Kontemporer
Selain menggunakan pendekatan eco-settlement, menata kampung nelayan Kedung Cowek juga menggunakan pendekatan desain vernakular
21
kontemporer untuk menonjolkan ciri khas dan budaya masyarakat nelayan.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan berbagai paradigmanya dalam beberapa referensi yang ada, term vernacular lebih dipahami untuk menyebutkan adanya hubungan dengan lokalitas. Beberapa diantaranya adalah
“Vernacular houses are born out of local building materials and technologies and an architecture that is climate-responsive and a reflection of the customs and lifestyles of a community” (Ravi S. Singh, 2006).
Pengertian arsitektur vernakular juga dapat ditinjau dari karakteristiknya. Menurut Salura (2010) arsitektur vernakular yang selalu ada di seluruh belahan dunia relatif memiliki tipe yang serupa dan tema-tema lokal yang sangat spesifik. Pendapat ini mendukung pendapat Oliver (1997) yang menyatakan bahwa unsur-unsur kunci yang menunjukkan indikasi sebuah arsitektur vernakular adalah:
1. Traditional self-built and community-built buildings 2. Earlier building types
3. Architecture within its environmental and cultural contexts
4. Environmental conditions, material resources, structural systems and technologies have bearing on architectural form, dan
5. Many aspects of social structure, belief systems and behavioral patterns strongly influence building types, their functions and meanings.
6. Dwellings and other building
7. Related to their environment contexts and available resources 8. Utilizing traditional technology
9. Architecture vernacular are built to meet specific needs, accomodating the values, economies and way of living of the culture.
Menurut William Lim S.W. dan Tan Hock Beng (1998) dalam bukunya yang berjudul “Contemporary Vernacular Evoking Traditions in Asian Architecture” menyebutkan bahwa arsitektur vernakular kontemporer dapat dilihat dari cara pencapaiannya yang terbagi menjadi empat, yakni:
22
1. Reinvigorating Tradition (Menyegarkan kembali tradisi)
Hal ini berlatar belakang bahwa logika kontruksi yang mana terlihat secara langsung pada arsitektur traditional secara perlahan tergantikan dengan evolusi dari teknologi material.
2. Reinventing Tradition (Mengkombinasikan tradisi lokal)
Reinventing tradition merupakan proses pembentuk atau memperbarui tradisi dengan cara mengkombinsikan tradisi lokal yang ada dengan unsur-unsur dari tradisi lain sehingga terbentuk tradisi baru yang berbeda.
3. Extending Tradition (Melanjutkan tradisi)
Meskipun dituntut untuk menghormati sejarah masa lalu akan tetapi masa lalu yang melekat itu ada berbagai sisi dan dapat memberi pengertian yang berbeda pada pandangan berbagai orang. Sehingga pada tradisi pun memiliki kelunturan yang dapat memberikan pilihan mana yang sesuai dengan konteks masa kini ataupun kurang sesuai dengan inovasi dan perkembangan teknologi, produk arsitektur dapat ditingkatkan tanpa menghilangkan nilai-nilai yang ada.
4. Reinterpreting Tradition (Penginterpretasian kembali tradisi) Dalam hal ini tradisi diinterpretasi kembali dengan menggunakan idiom kontemporer, yang mana bentuk tradisional formal tidak dibuang melainkan ditransformasikan melalui jalan penyegaran kembali.
3.2 Metoda Desain
Metode rancang yang digunakan adalah proses desain Architectural Programming oleh Donna P. Duerk yang kemudian diaplikasikan dan dirumuskan menjadi sebuah tahapan perancangan. Pemilihan penggunaan metode sebagai poses berpikir dikarenakan model tersebut merujuk kepada pemrograman arsitektur berbasis isu. Pengggunaan metode ini bertujuan untuk mempermudah dalam mendefinisikan secara nyata konsep serta kriteria rancangan, dikarenakan alur berpikir yang runtut mulai dari fakta hingga terbentuknya konsep.
23
Gambar 3.12 Proses Desain Oleh Donna P. Duerk Sumber: Google.com
Dengan menggunakan proses desain architectural programming dengan menggunakan pendekatan eco-settlement, maka diperoleh sebuah misi penataan kampung nelayan yang ekologis guna mengatasi kekumuhan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pengembangan potensi lokal. Ekologis yang dimaksud merujuk pada terpeliharanya lingkungan melalui pemenuhan kebutuhan aktivitas bermukim dan menciptakan konsep kampung yang produktif.
3.2.1 Metode Reinterpreting Tradition
Pengertian reinterpreting menurut Lim, William S.W/Tan, Hock Beng, (1998) menginterpretasi ulang terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam arsitektur vernakular. Hasilnya dapat berupa defamiliarisasi, yaitu pengasingan bentuk dimana dia ada namun tidak nampak ada. Dalam objek rancangan nantinya akan menerapkan prinsip dari reinterpreting tradition pada bagian bentuk maupun ornament yang menampilkan fisik bangunan secara visual dengan menginterpretasikan lokalitas dan penggabungannya dengan unsur modernitas.
24
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
25 BAB 4 KONSEP DESAIN
4.1 Eksplorasi Formal 4.1.1 Konsep umum
Gambar 4.13 Hubungan Konsep Eco-settlements dengan Reinterpreting Tradition
Gambar 4.14 Konsep Umum Kampung Nelayan Berkelanjutan Sumber: Dokumentasi Pribadi
• Mewadahi aktivitas yang menunjang perekonomian
26
Secara garis besar, konsep yang diusung mempunyai misi menata ulang kampung nelayan yang ekologis guna mengurangi kekumuhan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat kampung nelayan Kedung Cowek. Untuk mencapai tujuan tersebut menggunakan cara mengharmoniskan 3 pilar berkelanjutan yaitu aspek sosial, ekonomi dan lingkungan
4.1.2 Konsep Perencanaan dan Perancangan Tapak
Konsep perencanaan tapak akan mengikuti pola aktivitas masyarakat Kampung Nelayan dengan laut sebagai orientasinya. Aktivitas dengan zona yang masih berhubungan dengan laut akan diletakkan pada area yang berdekatan dekat laut. Pembagian aktivitas ini berdasarkan profesi utama nelayan, nelayan buruh dan pedagang. Masyarakat dengan profesi utama nelayan akan lebih sering beraktivitas dekat dengan laut dibanding dengan nelayan buruh dan pedagang seperti behubungan langsung dengan tempat pelelangan ikan dan tempat pengasapan supaya asap akan mengarah ke laut dan tidak mencemari kampug. Hal ini dilakukan sebagai upaya agar kegiatan melaut hanya berpusat sekitar laut dan tidak membawa lingkungan menjadi semakin kotor. Selain itu, semua aktivitas yang berhubungan dengan laut akan difokuskan di titik tengah tapak sebagai pusat aktivitas perekonomian masyarakat nelayan Kedung Cowek.
Berikut adalah ilustrasi konsep perencanaan dan peracangan tapak:
Gambar 4.15 Konsep Zonasi Perencanaan dan Perancangan Tapak Sumber: Dokumentasi Pribadi
27 4.1.3 Konsep Bentuk
A. Bentuk Hunian Maisonatte
Salah satu permasalahan desain pada kampung nelayan Kedung Cowek adalah keterbatasan lahan. Sementara hal tersebut berbanding terbalik dengan banyaknya kebutuhan aktivitas yang belum terwadahi. Sehingga konsep hunian yang diusulkan adalah hunian vertical bentuk maisonette 3 lantai. Dalam 1 hunian akan terdiri dari 8 KK. Maisonette ini akan mengadopsi fungsi rumah produktif bergaya semi panggung sebagai ciri khas rumah nelayan dengan lantai bawah difungsikan sebagai pusat ekonomi keluarga (rumah produktif) dan lantai bagian atas hanya difungsinkan sebagai hunian. Berdasarkan data KK yang diperoleh beserta profesinya, konsep hunian maisonatte ini terdapat 3 tipe rumah, yaitu:
1. Tipe 1 : rumah untuk masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang 2. Tipe 2 : rumah untuk masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan utama 3. Tipe 3 : rumah untuk masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan buruh
dengan pekerjaan sampingan membuka warung.
Berikut adalah ilustrasi konsep hunian maisonatte:
Tabel 4.14 Konsep Hunian Maisonatte
Ilustrasi Keterangan
Pada umumnya hunian nelayan kampung Kedung Cowek adalah hunian rumah produktif karena segala pekerjaan terkait mengolah ikan maupun berdagang dikerjakan di rumah. Tetapi karena keterbatasan lahan, aktivitas tersebut tidak terwadahi dan mengakibatkan penyalahgunaan ruang publik yang tidak semestinya sehingga dapat mengotori lingkungan.
28
Masalah keterbatasan lahan berbanding terbalik dengan banyaknya populasi masyarakat dan aktivitas yang belum terwadahi sehingga solusi usulan desain adalah hunian maisonatte dengan kapasitas 8 KK per rumah
Usulan desain hunian maisonatte ini mempunyai ketinggian 3 lantai.
Lantai 1 akan difokuskan untuk mewadahi aktivitas perekonomian kampung nelayan Kedung Cowek sedangkan latai 2 dan 3 berfungsi sebagai hunian.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Mengubah hunian landed menjadi vertical tentunya akan banyak penyesuaian dari kebiasaan masyarakat kampung nelayan yang akan diubah. Hal tersebut akan diminimalisasi dengan konsep desain yang mengadopsi hunian landed. Aktivitas-aktivitas yang sulit dilakukan di lantai atas akan tetap diletakkan pada lantai bawah seperti pengolahan ikan, pengasapan ikan, berdagang dan parkir kendaraan. Sementara hunian pada lantai 2 dan 3 akan didesain dengan memasukkan nilai kebiasaan masyarakat kampung dalam bersosialisasi dengan tetangga. Sehingga kebiasaan dari hunian landed masih bisa diterapkan pada hunian maisonatte. Tiap rumah akan dihubungkan melalui ruang luar bersama sehingga penataan ruang ke 8 rumah akan saling terhubung satu sama lain. Berikut adalah ilustrasi konsep:
29
Gambar 4.16 Konsep Ruang Hunian Maisonatte Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 4.17 Konsep Hunian Maisonatte Sumber: Dokumentasi Pribadi
B. Bentuk Bangunan
Dalam pendekatan desain vernakular terdapat metode desain reinterpreting tradition yaitu menginterpretasi ulang terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam arsitektur vernakular. Dalam hal ini ciri lokalitas yang diambil adalah pada bagian atap jawa dan bangunan tampak semi panggung seperti hunian nelayan pada umumnya. Akan tetapi penerapannya dalam desain akan
30
disegarkan dengan konsep bangunan masa kini melalui gubahan bentuk maupun material bangunannya. Berikut adalah ilustrasi konsep bangunan
Tabel 4.15 Konsep Bentuk Bangunan
Ilustrasi Keterangan
Sumber: pinterest.com
Sumber: pinterest.com