• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya harapan hidup orang Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab dari fenomena tersebut, seiring dengan kemajuan yang telah dicapai oleh Indonesia (Darmojo, 1993). WHO memperkirakan pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya transisi epidemiologi ini salah satunya yang paling terlihat adalah saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat, misalnya merokok, kurang aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori, serta konsumsi alkohol yang diduga merupakan faktor risiko terjadinya penyakit tidak menular (Rahajeng & Tuminah, 2009).

Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, diantaranya masih meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyak penderita hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang ditimbulkan akibat hipertensi (Sudoyo, 2006). Hipertensi diklaim sebagai salah satu penyebab kematian di Amerika Serikat (Price & Wilson, 2006).

Hipertensi merupakan tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare,

(2)

2002 ; Price & Wilson, 2006). Jika pada usia lanjut kriteria tekanan darah dapat dikatakan hipertensi akan berubah yaitu diatas 160 mmHg untuk sistolik dan 90 mmHg untuk diastolik (Smeltzer & Bare, 2002). Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi dan sebagian besar mereka menderita hipertensi esensial (primer) atau dapat didefinisikan hipertensi yang tidak dapat ditentukan penyebab medisnya (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut WHO, diperkirakan satu miliar orang menderita hipertensi di seluruh dunia, sedangkan di Indonesia angkanya mencapai 32 persen pada tahun 2008 dengan kisaran umur diatas 25 tahun (Kompas, 2013). Peningkatan tekanan darah ini diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian, sekitar 12,8% dari total semua kematian (WHO, 2013).

Perjalanan penyakit hipertensi dikatakan sangat perlahan, penderita mungkin tidak merasakan secara langsung keluhan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (Price & Wilson, 2006). Kadang-kadang hipertensi menyebabkan gejala seperti sakit kepala, sesak napas, pusing, nyeri dada, jantung berdebar, dan pendarahan hidung. Namun, kebanyakan orang dengan hipertensi tidak memiliki gejala sama sekali (WHO, 2013). Perjalanan penyakit yang khas ini akan menyebabkan penderita tidak menyadari dirinya telah mengalami hipertensi yang dapat merusak beberapa organ vital tubuhnya (Price & Wilson, 2006). Karena penyakit ini sering tidak menampakan gejala maka disebut sebagai

silent killer atau pembunuh diam-diam. Diperkirakan dari semua penderita

hipertensi, separuhnya tidak menyadari akan kondisinya (Smeltzer & Bare, 2002). Tujuan pentalaksanaan hipertensi adalah mencapai tekanan darah dibawah 140/90 mmHg, sedangkan untuk individu yang berisiko tinggi yaitu dibawah

(3)

130/80 mmHg (Sudoyo, 2006). Karena pertumbuhan penduduk dan efek penuaan, WHO menyebutkan jumlah orang dengan hipertensi tidak terkontrol di dunia meningkat dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi hampir 1 miliar di tahun 2008 (WHO, 2013). Saat ini terdapat kecendrungan yang mengkwatirkan. Beberapa puluh tahun lalu, hipertensi dikenal sebagai penyakit yang hanya menyerang orang-orang usia tua. Tetapi beberapa tahun terakhir ini, banyak dijumpai kasus kematian mendadak, kelumpuhan, atau stroke yang menyerang orang-orang berusia muda (Hartono, 2011).

Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi beberapa target organ tubuh manusia diantaranya pembuluh darah, ginjal dan terutama adalah jantung. Risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dimulai dari tekanan 115/75 mmHg dan meningkat dua kali setiap kenaikan 20 mmHg (sudoyo, 2006). Pengendalian tekanan darah pada penderita hipertensi tidak hanya berfokus pada tekanan darah tetapi juga penyakit jantung yang mengikutinya (Bogomir, 2008). Sumber lain menyebutkan hipertensi dapat menyebabkan pembesaran hati, gagal jantung dan stroke (WHO, 2013). Komplikasi hipertensi yang terjadi banyak berujung pada kematian, sehingga yang tercatat sebagai penyebab kematian adalah komplikasinya. Penyakit jantung koroner sangat erat kaitannya dengan hipertensi, perlahan tapi pasti penyakit ini telah merangkak naik sebagai penyebab kematian utama di Indonesia. Dalam Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan tahun 1972, penyakit jantung koroner masih berada pada urutan kesebelas. Pada SKRT tahun 1986, naik menduduki posisi ketiga. Dan sejak SKRT tahun 1992, kemudian 1995, lalu 2001 posisinya telah mencapai

(4)

urutan pertama. Hanya dalam tempo waktu 20 tahun, penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia (Hartono, 2011).

Penatalaksanaan hipertensi ada dua yaitu farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi nonfarmakologi harus dilakukan oleh semua penderita hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya (Sudoyo, 2006). Terapi farmakologi dapat menimbulkan beberapa efek samping, seperti pada penggunaan obat antagonis angiotensin dapat mengakibatkan mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, letih, insomnia, dan takikardi, sehingga terapi nonfarmakologi dapat dianjurkan untuk mengurangi efek samping tersebut (Asih, 1996). Disamping itu penggunaan terapi farmakologi untuk hipertensi juga digunakan secara terus menerus, sehingga ada kemungkinan pasien untuk putus obat (Asih, 1996).

Salah satu mekanisme yang dominan dalam patofisiologi hipertensi esensial adalah aktivasi berlebihan sistem saraf simpatis, banyak eksperimen yang telah dilakukan untuk menunjukkan hal ini (Sleight, 2012). Fenomena ini memungkinkan untuk menekan aktivitas saraf simpatis untuk menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi. Salah satu teori yang mendasari relaksasi adalah tentang respon relaksasi itu sendiri, dimana respon relaksasi baik untuk meredakan gejala kecemasan dan juga mempengaruhi faktor seperti detak jantung, tekanan darah, konsumsi oksigen dan aktivitas otak (Benson, 2013).

Sudah banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui manfaat dari pencapaian respon relaksasi, seperti mengurangi stress, menurunkan tekanan darah, menurunkan denyut nadi dan pernapasan, dan merelaksasikan otot

(5)

(Benson, 2004). Membuat seseorang mencapai keadaan relaksasi dapat dilakukan juga dengan relaksasi benson. Relaksasi benson dapat berguna untuk menghilangkan nyeri, insomnia atau kecemasan (Green & Setyawati, 2005). Sumber lain menyebutkan relaksasi benson juga dapat menurunkan tekanan darah (Benson, 2013), hal ini didukung oleh penelitian yang diakukan oleh (Purwati, 2012) didapatkan bahwa terdapat penurunan tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian relaksasi benson rata-rata sebesar 9,02 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 2,37 mmHg untuk tekanan darah diastolik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Shinde (2013) menunjukkan bahwa relaksasi otot progresif Jacobson dapat dengan segera menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg, tekanan darah diastolik sebesar 2 mmHg, dan frekuensi nadi sebesar 4 kali/menit. Salah satu kelebihan relaksasi benson ini dapat diterapkan oleh pasien dimanapun berada, dan dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan jasmani lainnya (Green & Setyawati, 2005)

Di Indonesia penyakit hipertensi esensial (primer) menduduki peringkat kedua kasus penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di tahun 2010 yaitu sebanyak 325.112 kasus dengan kasus baru sebesar 30,58% (Depkes RI, 2012). Menurut WHO (2004) di Indonesia penyakit kardiovaskular masih menempati tempat kedua penyebab kematian terbanyak yang diakibatkan oleh penyakit kronis yaitu sebanyak 28% dari total penyakit kronis lainnya. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia (berdasarkan pengukuran tekanan darah) yaitu 31,7% dari

(6)

total penduduk dewasa. Diperkirakan terdapat 76% kasus hipertensi belum terdiagnosis di kalangan masyarakat (Hartono, 2011).

Pada tahun 2012 penderita Hipertensi di Bali sebanyak 18.558 penderita, data ini didapatkan dari surveilans terpadu penyakit berbasis Puskesmas (Dinkes Bali, 2013). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar, hipertensi merupakan peringkat keempat penyakit terbanyak di kota Denpasar dengan jumlah penderita 24.375 orang.

Dari studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Denpasar Timur II, ditemukan peningkatan kasus hipertensi setiap tahun, yaitu pada tahun 2010 sebanyak 1419 penderita, tahun 2011 sebanyak 1495 penderita, tahun 2012 sebanyak 1359 penderita, dan pada tahun 2013 sebanyak 2208 penderita. Pada tahun 2013, ditemukan kasus baru sebanyak 1494 penderita. Pada tahun 2014 ditemukan 214 kasus baru selama periode bulan januari-mei. Penatalaksanaan hipertensi yang dilakukan di Puskesmas Denpasar Timur II selama ini hanya dengan terapi farmakologi, belum pernah dilakukan terapi non farmakologi relaksasi benson untuk mengurangi efek samping dari terapi farmakologi.

Dari uraian fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Denpasar Timur II.

(7)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka didapatkan rumusan masalah: Adakah pengaruh pemberian relaksasi benson terhadap tekanan darah pada pasien dengan hipertensi di puskesmas Denpasar Timur II?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian relaksasi benson terhadap tekanan darah pada pasien dengan hipertensi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tekanan darah pada pasien dengan hipertensi sebelum diberikan relaksasi benson di Wilayah Kerja Puskesmas Denpasar Timur II

2. Mengidentifikasi tekanan darah pada pasien dengan hipertensi sesudah diberikan relaksasi benson di Wilayah Kerja Puskesmas Denpasar Timur II

3. Menganalisa perbedaan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi sesudah dan sebelum diberikan relaksasi benson di Wlayah Kerja Puskesmas Denpasar Timur II

(8)

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan untuk ilmu pengetahuan dalam penatalaksanaan pasien hipertensi khususnya dengan terapi nonfarmakologi yaitu relaksasi benson dan sebagai bahan penelitian selanjutnya tentang pengaruh relaksasi benson terhadap tekanan darah pada pasien dengan hipertensi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai masukan bagi Puskesmas Denpasar Timur II dalam memberikan perawatan pada pasien hipertensi khususnya dalam hal penatalaksanaan nonfarmakologi dengan menggunakan teknik relaksasi benson.

2. Dengan penggunaan teknik relaksasi benson sebagai terapi komplementer maka dapat dijadikan pertimbangan dalam mengurangi penggunaan obat-obat antihipertensi sehingga dapat menghindari efek samping dari obat antihipertensi.

3. Salah satu bentuk tindakan mandiri perawat dalam perawatan pasien hipertensi

Referensi

Dokumen terkait

Artikel saya yang sekarang ini haruslah dianggap oleh pembaca sebagai bahan-pertimbangan sahaja ditentang soal baik-buruknya, benar-salahnya, agama dipisahkan dari

Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga terhadap Kejadian Diare pada Balita 12-60 Bulan di Desa Kedung

Sebagai standar, digunakan b–karoten (dalam metanol). Reaksi Netralisasi Radikal Bebas DPPH oleh Ikatan Rangkap.. diarahkan pada penemuan senyawa karotenoid, yang merupakan salah

Cara yang dilakukan oleh sebagian besar contoh (56,7%) dalam menyeimbangkan antara karir dan keluarga adalah menggunakan jasa pembantu rumah tangga. Berdasarkan hasil

 Peserta didik diminta menyimak penjelasan pengantar kegiatan secara besar/global tentang materi gangguan sistem pernapasan dan upaya menjaga kesehatan

Beberapa kesulitan tersebut adalah kurangnya keinginan untuk mempelajari hal baru; kesulitan berusaha menjadi jurnalis yang multitasking ; dituntut untuk dapat

Pertani (Persero) yang belum termasuk ke dalam Penghasilan Kena Pajak (PKP) atau biasa disebut dengan nihil. Hal ini di karekakan jumlah penghasilan belum

Dengan menggunakan modul ini, diharapkan peserta diklat ( siswa ) dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran secara lebih efektif tanpa harus banyak dibimbing oleh guru, yaitu