• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR LAMPUNG,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan tata kehidupan masyarakat Lampung yang tertib, tenteram, nyaman, bersih dan indah, diperlukan adanya pengaturan di bidang ketertiban umum yang mampu melindungi warga masyarakat, sarana dan prasarana; b. bahwa penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah yang dalam pelaksanaannya harus dijalankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2688);

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3039);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);

(2)

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 7. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2010 nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Rapublik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2010 tentang Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat dalam rangka Penegakan Hak Asasi Manusia;

(3)

16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja;

17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

18. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pelayanan Terpadu Terhadap Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2006 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 310);

19. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pemeliharaan Kebudayaan Lampung (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 323);

20. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tatakerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Lampung (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 343) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 6 Tahun 2013 (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2013 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 387);

21. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2029 (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 346);

22. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 349);

23. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2011 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 350);

24. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 355);

25. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Provinsi Lampung (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2011 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 356);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG dan

GUBERNUR LAMPUNG MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT.

(4)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksudkan dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Lampung.

2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Lampung.

4. Gubernur adalah Gubernur Lampung.

5. Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah provinsi Lampung dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

6. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

7. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota se Provinsi Lampung.

8. Badan adalah Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama lain atau bentuk apapun, Persekutuan Firma, Kongsi, Perkumpulan Koperasi, Yayasan atau lembaga dan bentuk usaha tetap.

9. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur.

10. Ketertiban adalah suatu keadaan yang mengarah pada keteraturan dalam masyarakat menurut norma yang berlaku sehingga menimbulkan motivasi dalam bekerja dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.

11. Perlindungan masyarakat adalah segenap upaya dan kegiatan yang dilakukan dalam rangka melindungi masyarakat dari ganggunan yang diakibatkan oleh bencana serta upaya untuk memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat.

12. Peraturan Daerah, selanjutnya disingkat Perda, adalah Peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Gubernur.

BAB II

PRINSIP DAN TUJUAN Pasal 2

Prinsip penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah a. perlindungan HAM;

b. kepentingan umum; c. kepastian hukum; d. kesamaan hak;

(5)

e. keseimbangan hak dan kewajiban; f. keprofesionalan;

g. akuntabilitas; dan h. partisipatif;

Pasal 3

Tujuan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah: a. melindungi masyarakat dari segala ancaman dan gangguan terhadap ketertiban

umum dan ketentraman masyarakat;

b. menghilangkan dan/atau mengurangi segala bentuk ancaman dan gangguan terhadap ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

c. menjaga agar penyelenggaraan pemerntahan dan peraturan perundang-undangan dapat berjalan secara aman, tertib dan teratur; dan

d. mendukung terciptanya ketahanan nasional.

BAB III

KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT Pasal 4

Bagian Kesatu Tugas dan Wewenang

(1) Gubernur berwenang dan bertanggungjawab atas ketertiban, ketenteraman dan perlindungan masyarakat dalam daerah Provinsi yang menjadi kewenangannya.

(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang dibidang ketertiban, ketenteraman dan perlindungan masyarakat dilaksanakan oleh SKPD yang mempunyai tugas dibidang ketertiban, ketenteraman dan perlindungan masyarakat.

Pasal 5

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang dibidang ketertiban, ketenteraman dan perlindungan masyarakat, Gubernur berwenang:

a. menetapkan kebijakan penyelenggaraan ketertiban, ketetnteraman dan perlindungan masyarakat.

b. menetapkan kriteria, standar, prosedur dan persyartan penyelanggaraan ketertiban, ketenteraman dan perlindungan masyrakat skala Provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. melaksanakan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, Instansi Pemerintah dan aparat penegak hukum dalam penyelenggaraan ketertiban, ketenteraman dan perlindungan masyarakat.

d. membantu dan memfasilitasi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mengatasi permasalahan ketertiban, ketenteraman dan perlindungan masyarakat yang ada di daerahnya.

e. melakukan sosalisasi terhadap penyelenmggaraan ketertiban, ketenteraman dan perlindungan masyarakat skala Provinsi.

(6)

Pasal 6

Untuk menciptakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, Gubernur bertanggungjawab melakukan kegiatan:

a. tindakan pencegahan gangguan, ketenteraman dan ketertiban;

b. perlindungan terhadap masyarakat, fasilitas umum, fasilitas sosial dan kantor yang menjadi tanggungjawabnya; dan

c. pemantauan dan monitoring.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Pasal 7

(1) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dilakukan melalui upaya, tindakan dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, penyusunan, pengembangan, pemeliharaan serta pengendalian secara berdaya guna dan berhasil guna.

(2) Upaya mewujudkan ketertiban umum dan ketenteraman serta perlindungan masyarakat dilakukan dengan berlandaskan pada Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur serta peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 8

Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dilakukan melalui a. Penetapan kebijakan provinsi dengan merujuk kebijakan nasional dalam bidang:

1. Penegakan Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur. 2. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. 3. Kepolisipamongprajaan dan PPNS.

4. Perlindungan masyarakat.

b. Pelaksanaan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat skala provinsi. c. Pelaksanaan kepolisipamongprajaan dan PPNS skala provinsi.

d. Pelaksanaan perlindungan masyarakat skala Provinsi. e. Koordinasi dengan instansi terkait skala Provinsi.

Pasal 9

Dalam upaya mewujudkan ketertiban umum dan ketenteraman serta perlindungan masyarakat, Satpol bersama instansi terkait lainnya wajib membuat sistem deteksi dini terhadap ancaman yang dapat menimbulkan konflik.

Pasal 10

Pelaksanaan ketertiban masyarakat dilakukan melalui penciptaan situasi dan kondisi yang meliputi:

a. tertib Jalan Provinsi;

(7)

c. tertib Lingkungan; d. tertib Sosial;

e. tertib Kesehatan; dan f. tertib Bangunan.

Pasal 11

(1) Untuk menciptakan tertib jalan Provinsi, kecuali dengan izin Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, setiap orang atau badan hukum dilarang:

a. membuat, memasang, memindahkan atau membuat tidak berfungsi rambu-rambu lalu lintas;

b. menutup terobosan atau putaran jalan;

c. membongkar trotoar dan memasang jalur pemisah, rambu-rambu lalu lintas, pulau-pulau jalan dan sejenisnya;

d. membongkar, memotong, merusak dan membuat tidak berfungsi pagar pengamanan jalan;

e. menggunakan bahu jalan (trotoar) tidak sesuai dengan fungsinya;

f. melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merusak sebagian atau seluruh badan jalan dan membahayakan keselamatan lalu lintas; dan

g. menempatkan benda dan/atau barang bekas pada tepi-tepi jalan raya dan jalan-jalan di lingkungan pemukiman.

(2) Setiap orang atau badan dilarang memanfaatkan ruang terbuka di jalan Provinsi termasuk ruang terbuka di bawah jembatan atau jalan layang kecuali mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 12

(1) Untuk menciptakan tertib Daerah Aliran Sungai dan Pantai, kecuali dengan izin Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, setiap orang atau badan dilarang:

a. membangun tempat mandi cuci kakus, hunian atau tempat tinggal atau tempat usaha diatas daerah aliran sungai dan pantai serta di dalam kawasan setu, waduk dan danau;

b. memasang/menempatkan kabel atau pipa dibawah atau melintasi saluran sungai serta di dalam kawasan setu, waduk dan danau.

(2) Setiap orang atau badan dilarang menangkap ikan dan hasil laut lainya dengan menggunakan bagan, bahan peledak atau bahan/alat yang dapat merusak kelestarian lingkungan di perairan lepas pantai.

(3) Setiap orang atau badan dilarang mengambil pasir laut dan terumbu karang yang dapat merusak kelestarian lingkungan biota laut di perairan lepas pantai.

(4) Setiap orang atau badan dilarang membuang limbah bahan berbahaya dan beracun kesaluran pemukiman, sungai dan laut sebatas 12 (dua belas) mil laut.

(5) Setiap orang atau badan dilarang merusak hutan mangrove. Pasal 13

Untuk menciptakan tertib lingkungan tiap orang atau badan dilarang:

a. menangkap, memelihara, memburu, memperdagangkan atau membunuh hewan tertentu dan sejenisnya yang ditetapkan dan dilindungi oleh Undang-Undang. b. setiap pemilik binatang peliharaannya wajib menjaga hewan peliharaannya

(8)

untuk tidak berkeliaran dilingkungan pemukiman.

b. setiap orang atau badan pemilik hewan pemeliharan wajib mempunyai tanda daftar/sertifikasi.

c. dilarang menangkap, menembak atau membunuh binatang tertentu yang jenisnya menurut peraturan yang berlaku harus dilindungi atau yang telah ditetapkan oleh Gubernur atau pejabat yang telah ditunjuk.

d. dilarang menembak dengan alat penembak atau alat yang sejenis, kecuali ditempat yang telah diizinkan oleh Gubernur atau pejabat yang telah ditunjuk.

Pasal 14

Untuk menciptakan tertib sosial, setiap orang atau badan dilarang:

a. meminta bantuan atau sumbangan yang dilakukan sendiri-sendiri dan bersama-sama di jalan, pasar, kendaraan umum, lingkungan pemukiman, rumah sakit, sekolah dan kantor.

b. Permintaan bantuan atau sumbangan untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan pada tempat selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan izin oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.

c. menempatkan benda-benda dengan maksud untuk melakukan sesuatu usaha dijalan, dipinggir rel kereta api, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum, kecuali ditempat-tempat yang telah diizinkan oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh Gubernur

d. melakukan usaha pengerahan, penampungan, penyaluran tenaga kerja atau pengasuh tanpa izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.

e. menyelenggarakan segala bentuk undian dengan memberikan hadiah dalam bentuk apapun kecuali mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

Dalam melaksanakan tertib Kesehatan, Pemerintah Daerah menetapkan: a. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan Daerah.

b. Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan kesehatan di daerah; dan

c. Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam memberikan rujukan ke Rumah Sakit Daerah Provinsi dan atau lintas Provinsi.

Pasal 16

Pemerintah Daerah melakukan pemantauan dan monitoring terhadap pendirian bangunan atau benda lain yang menjulang yang mendapat izin Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung.

BAB IV

KERJA SAMA DAN KOORDINASI Pasal 17

(1) Dalam upaya mewujudkan ketertiban umum dan ketenteraman serta perlindungan masyarakat, Gubernur melakukan kerjasama dan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota.

(2) Dalam upaya mewujudkan ketertiban umum dan ketenteraman serta perlindungan masyarakat, Satpol PP atas persetujuan Gubernur dapat meminta

(9)

bantuan dan/atau bekerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya.

(3) Satpol PP dalam hal meminta bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertindak selaku koordinator operasi lapangan.

(4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas hubungan fungsional, saling membantu, dan saling menghormati dengan mengutamakan kepentingan umum dan memperhatikan hierarki dan kode etik birokrasi.

BAB V

KEPOLISIPAMONGPRAJAAN DAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 18

Satpol PP mempunyai tugas untuk menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.

Pasal 19

Dalam melaksanakan tugas, Satpol PP mempunyai fungsi:

a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat; b. pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan Peraturan Gubernur;

c. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di daerah;

d. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;

e. pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan Peraturan Gubernur, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya;

f. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan agar mematuhi dan menaati Perda dan Peraturan Gubernur; dan

g. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Gubernur. Pasal 20

(1) Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Satpol PP berkewajiban untuk melakukan perlindungan, penegakkan pemenuhan dan penghormatan HAM.

(2) Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Satpol PP berkewajiban untuk mengedepankan upaya preventif.

(3) Dalam upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak efektif baru dapat dilanjutkan pada upaya represif dengan tetap menjunjung tinggi hukum dan nilai-nilai kemanusian.

Pasal 21

(1) Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Satpol PP berlandaskan pada nilai-nilai HAM dengan memperhatikan:

a. prinsip umum; dan b. prinsip khusus.

(2) Satpol PP dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Sat Pol PP.

(10)

(3) Prinsip umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain:

a. menjunjung tinggi norma-norma hukum, norma agama, moralitas, adat istiadat dan peraturan lain yang masih berlaku;

b. menjamin hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan individu, sebagai dijamin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvenan Hak-hak Sipil dan Polifik;

c. mengayomi dan melayani masyarakat; d. bertaqwa, berlaku jujur, dan profesional;

e. mengedepankan perencanaan yang matang serta dikoordinasikan dengan institusi terkait; dan

f. mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan golongan. (4) Prinsip khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain:

a. meningkatkan semangat kerja dan profesionalisme secara terus menerus; b. menghindari penggunaan kekerasan;

c. melaporkan setiap peristiwa yang mengganggu ketentraman dan ketertiban warga masyarakat yang luka atau meninggal akibat kekerasan atau senjata api, secara cepat kepada atasan untuk kemudian dilakukan langkah sesuai ketentuan yang berlaku;

d. penggunaan kekerasan dan senjata secara sewenang-wenang atau tidak tepat akan dihukum sebagai suatu pelanggaran pidana berdasarkan hukum yang berlaku; dan

e. dalam melaksanakan tugas harus memperkenalkan diri. Pasal 22

Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib:

a. menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat;

b. menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja;

c. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

d. melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana; dan

e. menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda dan/atau Peraturan Gubernur.

Pasal 23

Dalam rangka melaksanakan tugas penegakan Peraturan Daerah, Polisi Pamong Praja wajib:

a. berkoordinasi dengan lembaga terkait antara lain Kepolisian, Lembaga lainnya dan SKPD yang membidangi ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. b. melakukan pembinaan dan pengembangan aparat Satpol PP secara terus

menerus dan berkelanjutan.

Pasal 24

Pelaksanakan penegakan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 yang bersifat penindakan, Polisi Pamong Praja wajib melaksanakan prinsif profesional, terukur, konsisten dan adil.

Pasal 25

(11)

Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Polisi Pamong Praja yang ditetapkan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat langsung mengadakan penyidikan terhadap pelanggaran Perda dan/atau Peraturan Gubernur yang dilakukan oleh warga masyarakat, aparatur, atau badan.

Pasal 26

(1) Gubernur menyampaikan laporan kepada Menteri secara berkala dan/atau sewaktu-waktu diperlukan.

(2) Bupati/Walikota menyampaikan laporan kepada Gubernur masing-masing secara berkala dan/atau sewaktu-waktu diperlukan.

(3) Pedoman sistem pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

BAB VI

PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN Pasal 27

(1) Pembinaan terhadap penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dilakukan Gubernur dan dilaksanakan oleh SKPD yang dalam tugas pokok dan fungsinya bertanggungjawab dalam bidang penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum bersama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait lainnya.

(2) Pengendalian dan pengawasan terhadap ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang tugas pokok dan fungsinya bertanggung jawab dalam bidang ketentraman dan ketertiban umum bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait lainnya.

(3) Pembinaan pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong praja bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII PENDANAAN

Pasal 28

Pendanaan untuk penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

BAB VIII PENYIDIKAN

Pasal 29

(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah diberi kewenangan khusus untuk melakukan penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para pejabat PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. menerima laporan dan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;

(12)

b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. melakukan penyitaan benda atau surat;

e. mengambil sidik jari dan memotret orang lain/seseorang;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapa cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka dan keluarganya; dan

i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Dalam melakukan tugasnya, PPNS tidak berwenang melakukan penangkapan dan/atau penahanan.

(4) PPNS membuat berita acara setiap tindakan tentang: a. pemeriksaan tersangka;

b. pemasukan rumah; c. penyitaan benda; d. pemeriksaan surat; e. pemeriksaan saksi; dan

f. pemeriksaan ditempat kajadian dan mengirim berkasnya kepada Pengadilan Negeri dengan tembusan kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia. (5) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya

penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan pada penuntut umum. melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB IX

KETENTUAN PIDANA Pasal 30

(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 11, Pasal 12 Pasal 13, dan Pasal 14, dikenakan hukuman pidana kurungan paling singkat 30 (tiga puluh) hari dan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah tindak pidana pelanggaran.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 31

Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat masih berlaku sepanjang belum dicabut dan/atau tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.

(13)

KETENTUAN PENUTUP Pasal 32

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Lampung.

Ditetapkan di Telukbetung

pada tanggal 23 September 2013 GUBERNUR LAMPUNG,

dto.-

SJACHROEDIN Z.P.

Diundangkan di Telukbetung

pada tanggal 23 September 2013

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI LAMPUNG,

dto.-

Ir. BERLIAN TH, MM. Pembina Utama Madya NIP. 19601119 198803 1 003

(14)

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 12 TAHUN 2013

TENTANG

KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR LAMPUNG I. UMUM

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi adalah penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah Provinsi Lampung berkomitmen untuk menyelenggarakan urusan wajib dimaksud dalam rangka penegakan Peraturan Daerah, menjaga ketenteraman dan ketertiban guna terwujudnya Lampung sebagai kota jasa, kota perdagangan, dan kota pariwisata yang masyarakatnya nyaman, aman dan tenteram. Kondisi tersebut akan menjadi daya tarik bagi masyarakat internasional untuk datang dan berkunjung serta menanamkan investasi yang pada akhirnya memberikan kontribusi dalam pengembangan dan pembangunan di Provinsi Lampung.

Pengaturan mengenai ketertiban umum harus diarahkan guna pencapaian kondisi yang kondusif bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat Lampung yang dinamis dirasakan memerlukan Peraturan Daerah yang menjangkau secara seimbang antara subjek dan objek hukum yang diatur. Oleh karena itu, dalam upaya menampung persoalan dan mengatasi kompleksitas permasalahan dinamika perkembangan masyarakat diperlukan penyusunan peraturan daerah dimaksud.

Dengan terbitnya Peraturan Daerah ini diharapkan implementasi terhadap penyelenggaraan ketentraman masyarakat dan ketertiban umum dapat diterapkan secara optimal guna menciptakan ketentraman, ketertiban, dan kenyamanan.

Namun demikian, tindakan tegas terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini perlu dilakukan secara konsisten dan konsekuen oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang profesional sebagaimana diamandemenkan dalam Pasal 148 dan Pasal 149 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup Jelas. Pasal 2

huruf a

Yang dimaksud dengan “perlindungan HAM” adalah penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat diselenggarakan dengan berlandaskan pada nilai-nilai HAM.

(15)

huruf b

Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.

huruf c

Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

huruf d

Yang dimaksud dengan “kesamaan hak” adalah penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

huruf e

Yang dimaksud dengan “keseimbangan hak dan kewajiban” adalah penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan individu dalam masyarakat.

huruf f

Yang dimaksud dengan “keprofesionalan” adalah pelaksana penyelenggara kewenangan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat harus memiliki kompetensi yang tinggi dalam melakukan tugas dan fungsinya.

huruf g

Yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat melibatkan peran serta masyarakat dan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.

huruf h

Yang dimaksud dengan “partisipatif” adalah proses penyelenggaraan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas.

(16)

Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dalam rangka penyelenggaraan Sub urusan Ketenteraman dan Ketertiban Umum telah ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 121 Tahun

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah adalah penyelenggaraan Ketertiban Umum dan ketenteraman masyarakat

Program yang berupa “Konservasi dan Restorasi Naskah” dibuat sebagai upaya untuk membantu tugas perpustakaan Reksa pustaka Pura Mangkunegaran dalam pelestarian

Manfaat yang diperoleh dari perencanaan karir tersebut, antara lain: menunjukan sikap peduli perusahaan terhadap kemajuan karir para karyawannya sehingga karyawan mengetahui

Gerakan propulsif yaitu gerakan mendorong atau memajukan isi saluran pencernaan sehingga berpindah tempat ke segmen berikutnya, dimana gerakan ini pada setiap segmen

PcnyesuJiJn untuk nilai penyertaan pada Bank, lembaga keuangan, l'('rusahaan asur,1nsi. dan/atau entitas la111 yang berdasarkan standar .huntansi keuangan harus

layak guna membangun sumber daya manusia yang diinginkan. Pemerintah sangatlah tidak berpegang teguh pada amanat konstitusi negara Indonesia, dan mengenyampingkan

Selain Indonesia yang terus melakukan upaya dalam meningkatkan pembangunan berkelanjutan demi mencapai kesejahteraan masyarakat, beberapa tahun belakangan ini kawasan Asia