• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toksoplasma Serebri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Toksoplasma Serebri"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TOKSOPLASMOSIS SEREBRI TOKSOPLASMOSIS SEREBRI

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Toksoplasmosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit obligat intraseluler Toksoplasmosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit obligat intraseluler Toxoplasma gondii 

Toxoplasma gondii . Infeksi ini dapat ditemukan di seluruh dunia tanpa predileksi khusus. Infeksi ini dapat ditemukan di seluruh dunia tanpa predileksi khusus pada wilayah tertentu. Pada individu dengan sistem imun yang baik, infeksi primer oleh pada wilayah tertentu. Pada individu dengan sistem imun yang baik, infeksi primer oleh parasit ini

parasit ini biasanya bersifat asimtomatik.biasanya bersifat asimtomatik.11 Di Amerika Serikat, 15-29,2% penduduk diketahui Di Amerika Serikat, 15-29,2% penduduk diketahui memiliki seropositif terhadap T. gondii, bahkan di Eropa dan negara-negara tropis angka memiliki seropositif terhadap T. gondii, bahkan di Eropa dan negara-negara tropis angka seropositif mencapai 90% dari populasi.

seropositif mencapai 90% dari populasi.22 Gejala biasGejala biasanya baru anya baru dijumpai pada dijumpai pada orang-orangorang-orang yang mengalami imunodefisiensi, di mana T. gondii dapat mengalami reaktivasi yang yang mengalami imunodefisiensi, di mana T. gondii dapat mengalami reaktivasi yang akhirnya menimbulkan manifestasi klinis.

akhirnya menimbulkan manifestasi klinis.11

Toksoplasma serebri merupakan infeksi opportunistik yang berkaitan dengan sistem Toksoplasma serebri merupakan infeksi opportunistik yang berkaitan dengan sistem saraf pusat yang paling sering ditemukan pada individu dengan

saraf pusat yang paling sering ditemukan pada individu dengan  Acquired Immunodefficiency Acquired Immunodefficiency Syndrome

Syndrome (AIDS). Angka kejadian toksoplasma serebri pada pasien AIDS mencapai 3-40% di (AIDS). Angka kejadian toksoplasma serebri pada pasien AIDS mencapai 3-40% di seluruh dunia.

seluruh dunia.33Di Amerika Serikat, angka kejadian berkisar antara 10-20%. ToksoplasmosisDi Amerika Serikat, angka kejadian berkisar antara 10-20%. Toksoplasmosis serebri pada pasien imunodefisiensi hampir selalu berkaitan dengan prognosis yang lebih serebri pada pasien imunodefisiensi hampir selalu berkaitan dengan prognosis yang lebih buruk. Studi yang sama menyebutkan 23% kematian pada pasien AIDS disebabkan oleh buruk. Studi yang sama menyebutkan 23% kematian pada pasien AIDS disebabkan oleh toksoplasmosis serebri.

toksoplasmosis serebri.22

Sejak 2 dekade terakhir setelah ditemukannya AIDS, jumlah penderita AIDS secara Sejak 2 dekade terakhir setelah ditemukannya AIDS, jumlah penderita AIDS secara dramatis meningkat tajam. Sampai dengan tahun 1997, sekitar 30 juta orang terinfeksi HIV, dramatis meningkat tajam. Sampai dengan tahun 1997, sekitar 30 juta orang terinfeksi HIV, dim ana kasus baru untuk tahun 1997 sebesar 6 juta. Sembilan puluh persen individu yang dim ana kasus baru untuk tahun 1997 sebesar 6 juta. Sembilan puluh persen individu yang terinfeksi ini tinggal di negara berkembang

terinfeksi ini tinggal di negara berkembang44, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri,, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri,  jumlah

 jumlah penderita penderita terinfeksi terinfeksi HIV HIV tahun tahun 2002 2002 diperkirakan diperkirakan sebanyak sebanyak 90.000-130.000 90.000-130.000 orang.orang. Sebagian besar tersangka HIV ini merupakan pengguna obat narkotika suntik (

Sebagian besar tersangka HIV ini merupakan pengguna obat narkotika suntik ( IntravenousIntravenous drug users

drug users ).).55

Toksoplasmosis serebri adalah infeksi yang dapat ditangani melalui pemb

Toksoplasmosis serebri adalah infeksi yang dapat ditangani melalui pemb erian terapierian terapi antiparasit yang tepat, namun keberadaannya dapat membahayakan jiwa dan menjadi antiparasit yang tepat, namun keberadaannya dapat membahayakan jiwa dan menjadi faktor komorbid yang serius pada pasien

faktor komorbid yang serius pada pasien yang mengalami imunodefisiensi.yang mengalami imunodefisiensi.22 Oleh Oleh karena karena ituitu keadaan ini penting untuk diketahui, terutama oleh neurologis, agar diagnosis danterapi keadaan ini penting untuk diketahui, terutama oleh neurologis, agar diagnosis danterapi dapat diberikan secara cepat dan tepat sehingga menghasilkan keluaran yang lebih baik. dapat diberikan secara cepat dan tepat sehingga menghasilkan keluaran yang lebih baik.

TOKSOPLASMA GONDII TOKSOPLASMA GONDII

Toxoplasmosis

Toxoplasmosis disebabkan disebabkan oleh oleh parasit parasit Toxoplasma gonToxoplasma gondii. Parasit dii. Parasit ini termasukini termasuk protozoa

protozoa subfilum apicomsubfilum apicomplexa, kelas plexa, kelas sporozoa, sub kelas sporozoa, sub kelas coccidia. Tcoccidia. Toxoplasma gonoxoplasma gondiidii mula-mula

mula-mula ditemukan ditemukan pada pada binatang binatang pengerat / pengerat / rodentia rodentia di Afrdi Afrika ika Utara Utara yaituyaitu Ctenodactylus gundi pada tahun 1909 oleh

Ctenodactylus gundi pada tahun 1909 oleh Nicolle dan Manceaux.Nicolle dan Manceaux.66

Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler pada monocyte dan sel-sel endothelial Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler pada monocyte dan sel-sel endothelial pada berbagai organ tubuh. Toxoplasma ini biasanya berbentuk bulat atau oval, jarang pada berbagai organ tubuh. Toxoplasma ini biasanya berbentuk bulat atau oval, jarang ditemukan dalam darah perifer, tetapi sering ditemukan dalam jumlah besar pada ditemukan dalam darah perifer, tetapi sering ditemukan dalam jumlah besar pada organ-organ tubuh seperti pada

(2)

 jantung

 jantung dan dan jaringan jaringan otot otot lainnya. lainnya. Toxoplasma Toxoplasma gondii gondii hanya hanya dapat dapat hidup hidup dalam dalam biakanbiakan  jaringan atau telur, dan dapat diliha

 jaringan atau telur, dan dapat dilihat melalui pewarnaan Giemsa. Parasit ini tumbuh optimalt melalui pewarnaan Giemsa. Parasit ini tumbuh optimal pada suhu 37-39°C.

pada suhu 37-39°C.66

Terdapat 2 macam bentuk dari toxoplasma yaitu bentuk intraseluler seperti bulan Terdapat 2 macam bentuk dari toxoplasma yaitu bentuk intraseluler seperti bulan sabit yang langsing, dengan ujung yang satu runcing sedang lainnya tumpul dan bentuk sabit yang langsing, dengan ujung yang satu runcing sedang lainnya tumpul dan bentuk ekstraseluler bulat atau lonjong. Ukuran parasit micron 4-6 mikron, dengan inti terletak di ekstraseluler bulat atau lonjong. Ukuran parasit micron 4-6 mikron, dengan inti terletak di ujung yang tumpul.

ujung yang tumpul.77

Dalam siklus hidupnya, Toxoplasma gondii terdiri atas 3 bentuk, yaitu: Dalam siklus hidupnya, Toxoplasma gondii terdiri atas 3 bentuk, yaitu:77 a.

a. Trofozoit (takizoit dan bradizoit)Trofozoit (takizoit dan bradizoit)

Takizoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi semua sel Takizoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi semua sel mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan selama masa akut mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan selama masa akut dari infeksi. Takizoit menginfeksi sel host intermediatnya, bermultiplikasi dalam dari infeksi. Takizoit menginfeksi sel host intermediatnya, bermultiplikasi dalam sitoplasma dari vakuola parasit, kemudian melisiskan sel tersebut, dan kemudian sitoplasma dari vakuola parasit, kemudian melisiskan sel tersebut, dan kemudian menyebar menginvasi sel-sel sekelilingnya. Mendatangkan respon inflamasi dan menyebar menginvasi sel-sel sekelilingnya. Mendatangkan respon inflamasi dan respon imun humoral dan selular.Takizoit mati akibat pengeringan, pembekuan, respon imun humoral dan selular.Takizoit mati akibat pengeringan, pembekuan, dan asam lambung. Takizoit dapat ditemukan pada semua

dan asam lambung. Takizoit dapat ditemukan pada semua organ, kebanyakan padaorgan, kebanyakan pada otak, otot skeletal, dan otot jantung. Infeksi intraseluler dapat ditemukan pada sel otak, otot skeletal, dan otot jantung. Infeksi intraseluler dapat ditemukan pada sel mamalia, kecuali sel eritrosit. Multiplikasi intraseluler berlanjut sampai sel ho

mamalia, kecuali sel eritrosit. Multiplikasi intraseluler berlanjut sampai sel ho st lisisst lisis atau jaringan kista dibentuk. Pada manusia yang imunokompeten, host takizoit atau jaringan kista dibentuk. Pada manusia yang imunokompeten, host takizoit dieliminasi, dan kista jaringan terbentuk. Pada pasien imunokompromais, replikasi dieliminasi, dan kista jaringan terbentuk. Pada pasien imunokompromais, replikasi takizoit menyebabkan terbentuknya nekrosis fokal.

takizoit menyebabkan terbentuknya nekrosis fokal. b.

b. KistaKista

Kista jaringan berisi beberapa ribu bradizoit dan akan tetap ada seumur hidup Kista jaringan berisi beberapa ribu bradizoit dan akan tetap ada seumur hidup hostnya. Kista sering ditemukan pada otak, otot skeletal,

hostnya. Kista sering ditemukan pada otak, otot skeletal, otot jantung/miokardium,otot jantung/miokardium, namun kista ini dapat pula ditemukan pada berbagai jaringan. Kista ini akan mati namun kista ini dapat pula ditemukan pada berbagai jaringan. Kista ini akan mati pada suhu > 61

pada suhu > 61’C selama 4 menit atau dibekukan pada suhu <’C selama 4 menit atau dibekukan pada suhu < --20’C dalam waktu20’C dalam waktu minimal 24 jam. Infeksi menyebar bila memakan daging yang mengandung kista minimal 24 jam. Infeksi menyebar bila memakan daging yang mengandung kista  jaringan

 jaringan yang yang tidak tidak dimakan dimakan dengan dengan baik baik karena karena relatif relatif tahan tahan terhadap terhadap asamasam lambung. Kista jaringan yang ruptur kemudian akan melepaskan bradizoitnya. lambung. Kista jaringan yang ruptur kemudian akan melepaskan bradizoitnya. Kemudian bradizoit akan bertransformasi menjadi takizoit di epitel usus halus, Kemudian bradizoit akan bertransformasi menjadi takizoit di epitel usus halus, kemudian menyebar secara hematogen atau limfogen.

kemudian menyebar secara hematogen atau limfogen. c.

c. OokistaOokista

Siklus seksual dari Toxoplasma gondii ditandai dengan pembentukan ookista. Siklus seksual dari Toxoplasma gondii ditandai dengan pembentukan ookista. Pembentukan ini berlangsung dalam host definitifnya, yaitu kucing. Ookista hanya Pembentukan ini berlangsung dalam host definitifnya, yaitu kucing. Ookista hanya ditemukan pada kotoran kucing. Ookista yang dikeluarkan melalui feses kucing ditemukan pada kotoran kucing. Ookista yang dikeluarkan melalui feses kucing masih dalam bentuk nonsporulasi, setelah 2-3 hari dalam temperatur tanah yang masih dalam bentuk nonsporulasi, setelah 2-3 hari dalam temperatur tanah yang optimal, kista akan bersporulasi dan menjadi bentuk yang infeksius bagi mamalia optimal, kista akan bersporulasi dan menjadi bentuk yang infeksius bagi mamalia dan host intermediatnya. Pada kondisi yang hangat dan lembab, ookista dapat dan host intermediatnya. Pada kondisi yang hangat dan lembab, ookista dapat bertahan hingga 1 tahun. Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual bertahan hingga 1 tahun. Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing makan tikus yang tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing makan tikus yang

(3)

mengandung kista maka terbentuk kembali stadium seksual di dalam usus halus kucing tersebut.

Gambar 1. Siklus hidup Toxoplasma gondii pada hospes definitif

(diambil dari Frenkel JK. Pathophysiology of Toxoplasmosis. Am J Trop Med Hyg. 1975; 24: 439-43.)

Infeksi T. gondii pada manusia dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu yang pertama toksoplasmosis kongenital, transmisi parasit ini kepada janin terjadi intra uterine melalui plasenta bila ibunya mendapat infeksi primer pada saat kehamilan. Bentuk infeksi yang kedua adalah toksoplasmosis yang didapat, infeksi ini dapat terjadi bila seseorang

(4)

mengkonsumsi daging mentah atau kurang matang yang mengandung kista parasit T. gondii atau melalui tertelannya ookista yang dikeluarkan oleh kucing penderita melalui fesesnya. Kemungkinan yang ketiga adalah infeksi di laboratorium yaitu melalui jarum suntik dan alat laboratorium lain yang terkontaminasi oleh parasit T. gondii. Kemungkinan keempat adalah melalui transplantasi organ dari donor penderita toksoplasmosis laten, penyebaran terakhir ini mulai sering ditemukan bersamaan dengan maraknya transplantasi organ akhir-akhir ini.8

Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia, pembentukan antibodi, dan yang terakhir adalah fase kronik di mana terjadi pembentukan kista jaringan. Toxoplasma gondii dapat menyerang semua sel yang berinti sehingga dapat menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes kecuali sel darah merah. Bila terjadi invasi oleh parasit ini yang biasanya di usus , maka parasit ini akan memasuki sel hospes ataupun difagositosis.8

Sebagian parasit yang selamat dari proses fagositosis akan memasuki sel, berkembang biak yang selanjutnya akan menyebabkan sel hospes menjadi pecah dan parasit akan keluar serta menyerang sel - sel lain. Dengan adanya parasit ini di dalam sel makrofag atau sel limfosit maka penyebaran secara hematogen dan limfogen ke seluruh bagian tubuh menjadi lebih mudah terjadi. Parasitemia ini dapat berlangsung selama beberapa minggu. Pembentukan antibodi merupakan tahap kedua setelah terjadinya infeksi. Tahap ketiga rnerupakan fase kronik, terbentuk kista-kista yang menyebar di  jaringan otot dan syaraf, yang sifatnya menetap tanpa menimbulkan peradangan lokal.8

(5)

Gambar 2. Siklus hidup Toxoplasma gondii dan manifestasinya dalam tubuh manusia

(diambil dari Kamerkar S, Davis PH. Toxoplasma on The Brain: Understanding Host-Pathogen Interactions in Chronic CNS Infections . Journal of Parasitology Research. Hindawi Publishing Corp. 2012. 1-11)

TOKSOPLASMOSIS SEREBRI DEFINISI

Toxoplasmosis adalah suatu penyakit zoonosis yang biasanya ditularkan dari hewan baik hewan peliharaan misalnya anjing, kucing, burung ataupun dari hewan ternak misalnya babi, sapi, kambing, domba dan sebagainya.8 Toxoplasma gondii sebagai parasit penyebab toksoplasmosis adalah patogen obligat intraseluler yang dijumpai secara

(6)

kosmopolitan di seluruh dunia. Infeksi T. gondii biasanya bersifat laten dan tidak selalu menyebabkan keadaan patologis pada hospesnya, penderita seringkali tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi sebab tidak mengalami tanda - tanda dan gejala - gejala yang jelas, terutama pada penderita yang mempunyai imunitas tubuh yang baik. Toxoplasmosis akan memberikan kelainan yang jelas pada penderita yang mengalami penurunan imunitas.2

Pasien dengan HIV memiliki risiko terkena toksoplasmosis akibat reaktivasi T. gondii, reaktivasi ini lebih sering terjadi bila CD4 kurang dari 100 sel/μL atau CD4  kurang dari 200 sel/μL bila disertai infeksi penyerta yang lain.9 Infeksi oportunistik yang umum terjadi pada pasien HIV/AIDS dan hubungannya dengan jumlah CD4 digambarkan secara lebih rinci pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Infeksi oportunistik yang umum ditemukan pada pasien HIV/AIDS dan korelasinya dengan kadar CD4

(disadur dari Tan IL, Smith BR, Geldern GvG, Mateen FJ, McArthur JC. HIV-associated Opportunistic Infections of The CNS . Lancet Neurol. 2012; 11: 605-17.)

(7)

Toksoplasmosis serebri muncul pada kurang lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati.2 Reaktivasi T. gondii laten pada pasien HIV/AIDS biasanya bermanifestasi sebagai toksoplasmosis serebri. Penggunaan Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART) menurunkan insidensi toksoplasmosis serebri dari 3,9/100 penderita menjadi 1/100 penderita per tahunnya.9  Keadaan ini dapat mengancam jiwa bila tidak didiagnosis dan diterapi dengan cepat. Toksoplasmosis serebri merupakan indikator prognosis yang buruk pada pasien AIDS, 23% kematian pada asien AIDS disebabkan oleh toksoplasmosis serebri.10

PATOGENESIS TOKSOPLASMOSIS SEREBRI

Infeksi parasit T. gondii pada manusia dapat disebabkan melalui jalur fekal-oral atau transplasental. Konsumsi daging mentah atau daging yang mengandung kista yang dimasak dengan kurang sempurna, air atau sayuran mentah yang mengandung ookista dari feses kucing merupakan sumber primer infeksi T. gondii melalui jalur oral.11  Sementara infeksi transplasental terjadi akibat kehamilan yang terjadi pada wanita yang mengalami infeksi akut dari T. gondii.12  Risiko infeksi kongenital akibat penyebaran transplasental berkisar antara 20-50% tergantung dari trimester terjadinya infeksi. Infeksi yang terjadi pada trimester pertama berhubungan dengan keluaran yang lebih buruk dan dapat berakhir dengan abortus spontan atau kecacatan yang berat. Toksoplasmosis kongenital perlu dicurigai pada bayi yang baru lahir bila ditemui gejala klasik berupa trias hidrosefalus, kalsifikasi intrakranial, dan chorioretinitis.12

Manusia merupakan hospes intermediat dari T. gondii, sementara kucing merupakan hospes definitifnya. Kucing yang terinfeksi menyebarkan parasit T. gondii melalui feses yang mengandung ookista. Bila tertelan oleh manusia, ookista akan menjadi takizoit yang kemudian akan mengalami replikasi. Takizoit kemudian akan melakukan penetrasi ke inti sel dan membentuk vakuola. Hal ini akan menyebabkan kematian sel, di mana kematian sel akan menginisiasi respon inflamasi. Pada hospes imunokompeten, imunitas yang dimediasi sel akan menjaga agar infeksi tersebut tidak terus berlangsung dan menjaga T. gondii berada dalam keadaan laten pada tubuh manusia. Proses pembentukan kista berawal dari takizoit yang ada di darah akan mengaktivasi sel T untuk menghasilkan CD154 atau disebut juga CD40, CD154 kemudian merangsang sel dendritik dan makrofag untuk mensekresikan interleukin (IL-12). Sel T akan menghasilkan interferon gamma (IFN- γ) sebagai respon dari adanya interleukin di dalam darah. Interferon gamma inilah yang kemudian berperan penting dalam mengontrol pertumbuhan T. gondii dalam tubuh manusia melalui stimulasi makrofag dan sel-sel nonfagositik lainnya. Pada individu yang imunokompeten, respon tersebut akan terjadi dengan baik dan membuat takizoit berubah menjadi bradizoit yang secara morfologi serupa dengan takizoit namun memiliki kecepatan replikasi yang lebih rendah. Bradizoit kemudian berubah menjadi kista yang akan tersimpan di otak, otot  jantung, atau otot-otot skeletal dalam tubuh manusia. Kista akan tersimpan seumur hidup

dan terjadilah fase infeksi kronik dari T. gondii.13

Individu dengan HIV/AIDS umumnya terinfeksi oleh HIV tipe 1. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV-1 dimediasi oleh perlekatan virus kepermukaan sel reseptor CD4, yang

(8)

menyebabkan kematian sel dengan meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi. Selain menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem saraf dan dapat mengakibatkan kelainan struktural dan fungsional pada neuron dan sel-sel pendukungnya (glial).14

Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah, terutama pada pasien HIV, dapat terjadi reaktivasi dari infeksi T. gondii yang awalnya bersifat laten. Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan produksi IL-2 dan IFN-gamma, kegagalan aktivitas limfosit T sitokin. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-gamma secara in vitro. Hal ini memainkan peranan yang penting dari perkembangan toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV. Sebagaimana diketahui, pada individu pengidap HIV terjadi gangguan CD4 T cells, di mana pada penderita HIV jumlahnya akan berkurang secara signifikan. Sebagai akibatnya, CD154 akan berkurang dan hal tersebut berkorelasi dengan berkurangnya interleukin serta interferon. Berkurangnya respon hospes terhadap T. gondii inilah yang memungkinkan terjadinya reaktivasi infeksi yang pada awalnya bersifat laten. Kista jaringan menjadi ruptur dan melepaskan tropozoit yang bersifat invasif (takizoit). Takizoit akan menghancurkan sel dan menyebabkan fokus nekrosis.13 Infeksi T. gondii pada manusia secara skematis tergambar pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Siklus hidup Toxoplasma gondii pada manusia

(diambil dari Frenkel JK. Pathophysiology of Toxoplasmosis. Am J Trop Med Hyg. 1975; 24: 439-43.)

(9)

Tabel 2. Respon sel-sel pada susunan saraf pusat terhadap infeksi Toxoplasma gondii

(diambil dari Kamerkar S, Davis PH. Toxoplasma on The Brain: Understanding Host-Pathogen Interactions in Chronic CNS Infections . Journal of Parasitology Research. Hindawi Publishing Corp. 2012. 1-11.)

DIAGNOSIS

Diagnosis toksoplasmosis serebri dibuat dengan melihat gejala klinik dan pemeriksaan penunjang. Toksoplasmosis serebri ditandai dengan onset yang subakut hingga kronik. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri kepala (55%), bingung / kacau (52%), dan kejang (29%). Pada suatu studi didapatkan adanya tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75% kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus, nyeri kepala pada 50% kasus, demam pada 45% kasus, dan kejang pada 30% kasus.2

Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan bicara. Bisa juga terdapat gangguan nervus kranialis, gangguan penglihatan, gangguan sensorik, disfungsi serebelum, meningismus, movement disorders dan manifestasi neuropsikiatri. Gejala defisit fokal dari toksoplasmosis biasanya cepat sekali berkembang dan perburukan kondisi dapat terjadi dengan cepat.3

(10)

Gejala konstitusional seperti demam, sakit kepala berat yang tidak memberikan respon optimal terhadap pengobatan mungkin ditemukan, namun tidak semua pasien menunjukkan gejala-gejala umum infeksi tersebut. Tanda dan gejala toksoplasmosis serebri dikaitkan dengan tingkat kekerapannya digambarkan pada tabel di bawah ini.3

Tabel 3. Tanda dan gejala yang umum ditemukan pada toksoplasmosis serebri

(diambil dari Porter SB, Sanbe MA. Toxoplasmosis of The Central Nervous System in The  Acquired Immunodefficiency Syndrome. N Engl J Med 1992; 327. 1643-1648.)

Dalam menegakkan diagnosis toksoplasmosis serebri diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan serologi, neuroimaging, PCR, dan penentuan diagnosis definitif dengan pemeriksaan histopatologi melalui biopsi jaringan.2

T. gondii dapat dideteksi melalui pemeriksaan serologi antibodi antitoksoplasma (IgM dan IgG). IgM positif atau meningkat dapat diinterpretasikan sebagai adanya infeksi yang bersifat akut. IgM biasanya menjadi negatif atau menurun kadarnya beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah infeksi primer. IgM biasanya negatif pada proses reaktivasi, oleh karena itu pemeriksaan IgM biasanya tidak berguna pada kasus dugaan toksoplasmosis

(11)

wanita hamil pemeriksaan IgM diperlukan, karena infeksi primer dari T. gondii dapat menyebar secara transplasental.2 Berbeda dengan IgM, pemeriksaan IgG dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi T. gondii yang bersifat laten. Serum IgG mulai muncul saat infeksi primer T. gondii terjadi, kemudian meningkat kadarnya hingga mencapat puncak pada bulan pertama hingga kedua, setelah itu kadarnya kemudian menurun namun akan tetap psitif dan dapat dideteksi seumur hidup.2 Penelitian menunjukkan bahwa IgG ditemukan positif pada 100% pasien yang terbukti mengalami toksoplasmosis pada sistem saraf pusat.4 Selain melalui pemeriksaan IgM dan IgG, pemeriksaan serologis untuk T. gondii juga dapat dilakukan dengan Indirect Fluorescent Antibody  Test (IFA), tes aglutinasi, atau Enzyme Linked Immunosorbent Assay   (ELISA).2  Namun demikian, pemeriksaan ELISA diketahui kurang sensitif dibandingkan pemeriksaan IgG dalam mendiagnosis toksoplasmosis serebri.4

Pemeriksaan neuroimaging berupa CT scan kepala atau MRI kepala dengan kontras diindikasikan pada penderita HIV dengan CD4 rendah yang memperlihatkan gejala klinis berupa defisit neurologis fokal.2 Sebuah penelitian dilakukan pada tahun 1992 yang melibatkan 115 individu dengan diagnosis toksoplasmosis serebri. Gambaran CT scan kepala dengan kontras pada pasien tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar lesi bersifat multipel, berbentuk cincin hipodens dengan penyengatan homogen pada pemeriksaan dengan kontras, dan disertai edema vasogenik pada jaringan sekitarnya.3 Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal (27%) atau tanpa lesi (3%).3  Karakteristik gambaran neuroimaging pada pasien toksoplasmosis serebri sesuai penelitian tersebut terlampir pada tabel di bawah ini.

(12)

Tabel 4. Gambaran neuroimaging pada toksoplasmosis serebri

(diambil dari Porter SB, Sanbe MA. Toxoplasmosis of The Central Nervous System in The  Acquired Immunodefficiency Syndrome. N Engl J Med 1992; 327. 1643-1648.)

Gambaran neuroimaging post kontras mungkin akan memperlihatkan adanya nodul kecil yang berlokasi di tepi daerah yang cincin yang menyengat kontras. Gambaran tersebut dikenal dengan istilah “eccentric target sign”.15 Ditemukannya gambaran tersebut akan semakin meningkatkan kecurigaan terhadap lesi akibat T. gondii (patognomonis dengan spesifisitas 95%), namun hanya ditemukan pada sekitar 30% pasien sehingga sensitivitasnya rendah (sensitivitas 25%), dan lebih sulit ditemukan pada CT scan dibandingkan MRI.16 “Eccentric target sign” terdiri atas 3 zona, yaitu inti l esi yang menyengat kontras, daerah inti ini berada di daerah perifer atau bersifat eksentrik, zona kedua adalah daerah hipointens, dan zona terakhir adalah cincin yang menyengat kontras. Sebuah hipotesis menyebutkan bahwa gambaran ini terjadi sebagai akibat adanya pembuluh darah yang melebar dan berkelok-kelok sebagai respon inflamasi yang menembus sulkus dikelilingi wilayah nekrosis dengan dinding berisi histiosit dan pembuluh darah.16 Pada pemeriksaan MRI T1-weighted imaging, lesi toksoplasma biasanya nampak hipointens dibandingkan dengan jaringan sekitar. Sementara pada pemeriksaan MRI T2-weighted imaging, lesi memberikan gambaran hiperintens.16  MRI sendiri merupakan pemeriksaan neuroimaging yang lebih disarankan dalam kasus suspek toksoplasma serebri, karena pemeriksaan ini lebih sensitif dibandingkan

(13)

dengan CT scan kepala.2 Beberapa gambar di bawah ini menunjukkan lesi toksoplasmosis serebri dilihat menggunakan beberapa pemeriksaan neuroimaging.

Gambar 4. Gambaran CT Scan kepala postkontras pada pasien toksoplasmosis serebri yang menunjukkan lesi multipel di daerah frontal dan basal ganglia berbentuk cincin dengan

“eccentric target sign” dan edema luas di sekitarnya

(diambil dari Lee HJ, Chaddha SK. Cerebral Toxoplasmosis. A Radiological Case Report . Applied Radiology 2013. 17-19)

(14)

Keterangan: (a) Gambaran MRI T2-weighted imaging potongan aksial menunjukkan lesi terutama di basal ganglia kanan (lesi lebih kecil ditemukan pada basal ganglia kiri) yang relatif iso-hipointens dibandingkan parenkim sekitar dikelilingi daerah hiperintens yang merupakan gambaran adanya edema vasogenik. (b) Potongan aksial pada MRI T1-weighted imaging postkontras menunjukkan lesi multipel yang menyengat kontras (diambil dari Smith AB, Smirniotopoulos JG, Rushing EJ. Central Nervous System Infections Associated with Human Immunodefficinecy Virus Infection: Radiologic-Pathologic Correlation . AFIP Archives. 2008. 2033-55.)

Gambar 6. Potongan koronal pada MRI T1-weighted imaging postkontras. Tanda panah putih menunjukkan lesi “eccentric nodule target sign ”

(diambil dari Smith AB, Smirniotopoulos JG, Rushing EJ. Central Nervous System Infections Associated with Human Immunodefficinecy Virus Infection: Radiologic-Pathologic Correlation. AFIP Archives. 2008. 2033-55.)

Primary CNS Lymphoma (PCL) dan toksoplasmosis serebri merupakan dua infeksi oportunistik yang bermanifestasi sebagai lesi fokal di otak, keduanya paling sering dijumpai pada keadaan imunodefisiensi. Sulit untuk membedakan keduanya baik dari gambaran klinis maupun radiologis. Namun predileksi lokasi dapat membantu untuk membedakan keduanya. Lesi akibat toksoplasmosis biasanya ditemukan pada substansia alba dari hemisfer serebri atau substansia grisea pada daerah subkortikal seperti pada basal ganglia. 1 Selain itu pemeriksaan penunjang lain yaitu Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) juga sangat membantu untuk membedakan keduanya. Pada pasien limfoma akan ditemukan peningkatan uptake  dari Thallium pada pemeriksaan SPECT. Hasil ini tidak

(15)

ditemukan pada kasus toksoplasmosis. Sensitivitas pemeriksaan SPECT terhadap diagnosis PCL adalah 86%, sedangkan spesifisitasnya mencapai 100%.2

Tabel 5. Perbandingan karakteristik gambaran neuroimaging pada lesi fokal serebral pada pasien HIV/AIDS

(diambil dari Tan IL, Smith BR, Geldern GvG, Mateen FJ, McArthur JC. HIV-associated Opportunistic Infections of The CNS. Lancet Neurol. 2012; 11: 605-17.)

Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah pemeriksaan penunjang lain yang dapat menunjang diagnosis toksoplasmosis serebri. Pemeriksaan PCR bertujuan untuk mendeteksi DNA T.gondii. PCR untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dancairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena kista  jaringan dapat bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut. Sensitivitas pemeriksaan PCR untuk diagnosis toksoplasmosis serebri sebenarnya kurang baik karena kisarannya yang terlalu lebar (11,5-100%), namun spesifisitas pemeriksaan ini sangat tinggi yaitu 96-100%.16

Diagnosis definitif toksoplasmosis serebri ditegakkan melalui pemeriksaan histopatologi dari sediaan yang diambil saat biopsi otak. Gambaran takizoit atau kista yang dikelilingi jaringan otak yang mengalami inflamasi yang ditemukan secara mikroskopis dapat memberikan kepastian diagnosis bagi klinisi. Kista T. gondii akan nampak sebagai gambaran massa solid yang mengalami inflamasi atau granuloma kistik dengan reaksi mesenkimal sel glia.2 Toksoplasmosis serebri yang tipikal memberikan gambaran nekrotik pada parenkim dengan predileksi tersering adalah pada corticomedullary junction, dalam hal ini ganglia basalis.16 Walaupun diagnosis definitif hanya dapat diperoleh mel alui jalan ini, namun biopsi otak bukanlah prosedur yang rutin dilakukan karena prosedurnya yang invasif dan memberikan banyak risiko terutama perdarahan dan infeksi. Biopsi direkomendasikan bila

(16)

diagnosis toksoplasmosis masih diragukan atau pasien diduga kuat mengalami toksoplasmosis namun tidak memberikan respon setelah mendapatkan terapi.2

Pemeriksaan cairan serebrospinal bukanlah pemeriksaan yang rutin dilakukan dalam upaya diagnosis toksoplasmosis serebri. Hal ini berkaitan dengan risiko terjadinya herniasi serebri, terutama apabila dalam pemeriksaan klinis ditemukan tanda tekanan tinggi intrakranial seperti papilledema.2  Pemeriksaan ini mungkin dibutuhkan pada pasien yang diduga kuat mengalami toksoplasmosis serebri dari riwayat imunodefisiensi dan kadar CD4, namun diagnosis masih belum jelas dan pasien tersebut memberikan gambaran klinis meningitis. Hasil analisis cairan serebrospinal pada toksoplasmosis serebri dapat menunjukkan adanya pleositosis ringan dengan predominan mononuklear dan peningkatan kadar protein, sedangkan kadar glukosa dapat bervariasi. Pada pasien terduga toksoplasmosis serebri yang telah dilakukan lumbal pungsi untuk analisis cairan serebrospinal, sejumlah sampel LCS sebaiknya diambil untuk dilakukan analisis genetik melalui PCR.2

Melihat sulitnya dicapai diagnosis definitif pada kasus toksoplasma serebri, maka dibuatlah sebuah algoritma diagnosis dan tatalaksana toksoplasmosis serebri. Dengan mengikuti alur algoritma ini, terapi empirik toksoplasmosis serebri dapat diberikan walaupun diagnosis definitif belum ditegakkan, sehingga diharapkan memberikan hasil luaran yang lebih baik.17 Algoritma diagnosis dan penatalaksanaan toksoplasmosis serebri dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(17)

Gambar 7. Algoritma diagnosis dan tata laksana toksoplasmosis serebri

(diambil dari Tan IL, Smith BR, Geldern GvG, Mateen FJ, McArthur JC. HIV-associated Opportunistic Infections of The CNS . Lancet Neurol. 2012; 11: 605-17.)

PENATALAKSANAAN

Terapi lini pertama untuk toksoplasmosis serebri adalah kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak dengan baik walaupun tidak ditemui inflamasi.18 Toxoplasma gondii,membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat pemerolehan vitamin B oleh T. gondii sedangkan sulfadiazin akan menghambat penggunaannya. Pirimetamin 50-100 mg perhari diberikan dengan

(18)

dikombinasikan dengan sulfadiazin 1-2 g tiap 6 jam. Kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin dapat memberikan efek yang tidak diharapkan berupa penghambatan sekuensial terhadap enzim yang membantu pembentukan asam folat. Oleh karena itu, pemberian asam folat 5-10 mg perhari diindikasikan untuk mencegah depresi sumsum tulang.3

Pasien yang alergi terhadap golongan sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari dengan klindamisin 450-600 mg tiap 6 jam. Pasien alergi terhadap sulfa dan klindamisin dapat diganti dengan azitromycin 1200 mg/hr, atau klaritromisin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada 95% pasien, perbaikan dapat terlihat melalui neuroimaging setelah 2 minggu terapi.5 Bila setelah 14 hari terapi pasien tidak menunjukkan perbaikan, atau setelah 3 hari terapi pasien mengalami perburukan klinis pasien perlu menjalani biopsi lesi untuk menyingkirkan limfoma yang juga sering ditemukan pada pasien HIV/AIDS.3

Terapi toksoplasmosis serebri selama 2 minggu awal disebut sebagai fase induksi awal (loading), dan walaupun perbaikan klinis sudah dapat terjadi selama fase tersebut pasien tetap memerlukan terapi induksi lanjutan dan terapi rumatan/ maintenance sebagai profilaksis sekunder terjadinya toksoplasmosis serebri. Penelitian menyebutkan bahwa 50-80% pasien HIV yang tidak menerima terapi rumatan akan mengalami kekambuhan. Terapi induksi lanjutan yang dimaksudkan adalah dengan menggunakan regimen yang sama dengan terapi lini pertama, yaitu pirimetamin dan sulfadiazin namun dengan dosis lebih rendah (pirimetamin 25-50 mg per hari dan sulfadiazin 500-1000mg) yang dikonsumsi selama minimal 6 minggu.3  Kembalinya sistem imunitas pada pasien HIV dapat menjadi penanda dapat dihentikannya terapi rumatan untuk kasus toksoplasmosis. Berdasarkan panduan tatalaksana untuk infeksi oportunistik pada pasien HIV/AIDS, profilaksis sekunder toksoplasmosis dapat dihentikan apabila kadar CD4 mencapai lebih dari 200 sel/μL se lama 6 bulan.10 Melihat panjangnya durasi terapi pada kasus toksoplasmosis serebri, kepatuhan pasien dalam terapi toksoplasmosis serebri sangat diperlukan, 60% pasien yang menghentikan pengobatan sebelum waktunya akan mengalami relaps.4

(19)

Pemberian kortikosteroid bukan merupakan terapi yang rutin digunakan. Namun penggunaannya perlu dipikirkan pada pasien yang terus mengalami perburukan klinis dalam 48 jam atau pasien yang secara radiologis diketahui mengalami midline shift dan menunjukkan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Kortikosteroid yang umum digunakan pda keadaan tersebut adalah dexamethasone dengan dosis 4mg diberikan tiap 6  jam kemudian diturunkan dosisnya secara cepat selama beberapa hari selanjutnya.

Pemberian steroid perlu dilakukan secara hati-hati pada pasien dengan infeksi HIV karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya infeksi oportunistik sekaligus memberikan masking-effect dari infeksi tersebut.19

(20)

Oleh karena kejadian toksoplasmosis serebri berkaitan erat dengan kadar CD4, maka terapi antiretroviral tentu diperlukan pada pasien HIV/AIDS. Namun pemberiannya pada pasien yang telah didiagnosis dengan toksoplasmosis serebri memerlukan perhatian khusus karena dapat memicu terjadinya IRIS. Untuk mencegah hal tersebut, terapi antiretroviral baru dapat diberikan 2-3 minggu setelah terapi toksoplasma, bergantung dari penilaian klinisi.19

Fakta bahwa angka mortalitas pasien HIV/AIDS dengan toksoplasmosis serebri meningkat secara signifikan memberikan dasar yang kuat bagi para klinisi untuk memberikan terapi empirik pada pasien dengan HIV/AIDS yang memiliki gambaran lesi multipel terutama bersifat ring-enhancement pada CT Scan walaupun hasil serologi belum diketahui.19

KESIMPULAN

Toksoplasma gondii merupakan parasit obligat intraseluler yang bersifat kosmopolitan dan dapat ditemukan di seluruh dunia. Keberadaannya tidak selalu memberikan manifestasi klinis pada manusia. Trend peningkatan angka kejadian HIV/AIDS dan semakin berkembangnya transplantasi organ akan berpengaruh terhadap peningkatan prevalensi toksoplasmosis serebri. Diagnosis yang akurat dan administrasi terapi empirik toksoplasmosis serebri perlu dilakukan dengan cepat, terutama pada individu yang telah diketahui memiliki defisit imunitas, karena toksoplasmosis serebri berkembang dan dapat memburuk dengan cepat, namun terapi yang tepat dapat memberikan hasil yang baik.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lee HJ, Chaddha SK. Cerebral Toxoplasmosis. A Radiological Case Report . Applied Radiology 2013. 17-19.

2. Jayawerdana S, Singh S, Buryzantseva O, Clarke H. Cerebral Toxoplasmosis in Adult Patients with HIV Infection. 2008. 17-24

3. Porter SB, Sanbe MA. Toxoplasmosis of The Central Nervous System in The Acquired Immunodefficiency Syndrome. N Engl J Med 1992; 327. 1643-1648.

4. Pedrol E, Gonzales-Clemente JM, Gatell JM, et al. Central Nervous System Toxoplasmosis in  AIDS Patients: Efficacy of An Intermittent Maintenance Therapy . AIDS. 1990; 4: 511-7

5. Misbach J. HIV-AIDS Susunan Saraf Pusat . Neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2006.

6. Price S, Wilson L. Human Immunodeficiency (HIV)/Acquired Immunodeficiency Sindrome) dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 . Jakarta: EGC.2006

7. Frenkel JK. Pathophysiology of Toxoplasmosis. Am J Trop Med Hyg. 1975; 24: 439-43. 8. Montoya JG, Liesenfield O. Toxoplasmosis. Lancet Infect Dis. 2004; 363: 1965-76.

9. Renold C, Sugar A, Chave JP, et al. Toxoplasma Encephalitis In Patients With The Acquired Immunodeficiency Syndrome. Medicine (Baltimore) 1992;71:224 –39.

10. Jones JL, Hanson DL, Dworkin MS, et al. Surveillance For AIDS-Defining Opportunistic Illnesses. 1992 –1997. MMWR CDC Surveill Summ 1999;48:1 –22.

11. Mead PS, Slutsker L, Dietz V, et al. Food-Related Illness And Death In The United States . Emerg Infect Dis. 1999;5:607 –25.

12. Jones J, Lopez A, Wilson M. Congenital Toxoplasmosis. Am Fam Physician. 2003;67:2131 –8. 13. Bhopale GM. Pathogenesis Of Toxoplasmosis. Comp Immunol Microbiol Infect Dis

2003;26:213 –22.

14. Kamerkar S, Davis PH. Toxoplasma on The Brain: Understanding Host-Pathogen Interactions in Chronic CNS Infections. Journal of Parasitology Research. Hindawi Publishing Corp. 2012. 1-11.

15. Kumar GG, Mahadeva A, Guruprasad AS, Kovoor JM, et al. Eccentric Target Sign in Cerebral Toxoplasmosis –   Neuropathological Correlate To The Imaging Feature . J Magn Reson Imaging. 2010; 31(6): 1469-72.

16. Smith AB, Smirniotopoulos JG, Rushing EJ. Central Nervous System Infections Associated with Human Immunodefficiency Virus Infection: Radiologic-Pathologic Correlation. AFIP Archives. 2008. 2033-55.

17. Tan IL, Smith BR, Geldern GvG, Mateen FJ, McArthur JC. HIV-associated Opportunistic Infections of The CNS. Lancet Neurol. 2012; 11: 605-17.

18. Infectious Diseases Society of America. Treating Opportunistic Infections Among HIV-Infected  Adults And Adolescents: Recommendations From CDC, The National Institutes Of Health, And The HIV Medicine Association/ Infectious Diseases Society Of America . MMWR Recomm Rep 2004; 53:1 –112.

19. AIDS Info. Guidelines for Prevention and Treatment of Opportunistic Infections in HIV-Infected Adults and Adolescents. 2013. C1-14.

Gambar

Gambar 1. Siklus hidup Toxoplasma gondii pada hospes definitif
Gambar 2. Siklus hidup Toxoplasma gondii dan manifestasinya dalam tubuh manusia
Tabel 1. Infeksi oportunistik yang umum ditemukan pada pasien HIV/AIDS dan korelasinya dengan kadar CD4
Gambar 3. Siklus hidup Toxoplasma gondii pada manusia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nusantara Vil Unit Usaha Cinta Manis dalam kaitannya dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dan bagaimana perlakuan akuntansi perusabaan terhadap

bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pendapatan daerah bidang retribusi daerah dari golongan retribusi jasa usaha pada obyek Retribusi Pemakaian

adalah: ketentuan mengenai pabean, ekspor, dan impor; ketentuan mengenai kiriman yang tidak dapat diterima; ketentuan mengenai pengiriman yang dapat dan tidak

Penelitian ini merupakan penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi,

Tahap pertama adalah kegiatan penerimaan BBM dilakukan dari mobil tangki pengangkut BBM ke dalam Tangki Timbun, pada proses pengisian ini yang perlu

Sedangkan untuk lama studi lebih dari 4 tahun lulusan mahasiswa FSM UNDIP periode wisuda tahun 2012/2013 masuk UNDIP melalui jalur UM dan mempunyai IPK yang berkisar

Peserta wajib hadir 30 menit sebelum tes dimulai dan mengisi daftar hadir yang telah disiapkan oleh panitia dengan menunjukkan Tanda Peserta Seleksi (TPS) dan identitas diri..

Pada Tugas Akhir ini, akan dilakukan perencanaan jaringan VSAT CDMA pada Bank Mandiri, dengan hasil akhir nanti akan didapatkan apakah perlu Bank Mandiri pada jaringan