• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pitiriasis rosea

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pitiriasis rosea"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan gambaran

dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan gambaran herald patchherald patch   berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan lesi sekunder yang   berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan lesi sekunder yang

mempunyai gambaran khas. mempunyai gambaran khas.11

Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada tahun Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert memberi nama 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna mera

Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna mera h muda (rosea).h muda (rosea).22 Insiden tertinggi pada usia antara 15 ± 40 tahun.

Insiden tertinggi pada usia antara 15 ± 40 tahun.33 Wanita lebih sering terkenaWanita lebih sering terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.

dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.22

Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis apabila sulit Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea. Pitiriasis Rosea bisa didahului dengan gejala menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea. Pitiriasis Rosea bisa didahului dengan gejala  prodrom

 prodromal al (lemas, mual, tidak (lemas, mual, tidak nafsu makan, demam, nyeri sendi, pembesaran nafsu makan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe).kelenjar limfe). Setelah itu muncul gatal dan lesi di kulit.

Setelah itu muncul gatal dan lesi di kulit.44 Banyak penyakit yang memberikan gambaranBanyak penyakit yang memberikan gambaran seperti Pitiriasis Rosea seperti

(2)

BAB II

PITIRIASIS ROSEA

II.1. DEFINISI

Pitiriasis rosea ialah penyakit akut, kelainan kulit berupa timbulnya papuloskuamosa yang dapat hilang dengan sendirinya, umumnnya menyerang anak-anak dan dewasa muda yang sehat, walaupun sebenarnya dapat ditemukan pada semua umur. Penyebabnya belum diketahui, diduga virus sebagai penyebab timbulnya erupsi. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit kulit yang paling sering ditemukan pada praktek klinis.4 Riwayat  perjalanan penyakit dan penemuan klinis yang didapatkan hampir selalu sama. Anak ataupun

dewasa muda yang terkena penyakit ini, tidak merasakan gejala yang berarti, kemudian timbul bercak merah dan bersisik yang bisa muncul di batang tubuhnya, paha atas, atau di daerah bahu. Pitiriasis rosea mungkin akan lebih sulit untuk didiagnosa apabila lesi-lesi kecil yang muncul setelah lesi pertama belum didapatkan secara klinis.4 Lesi yang timbul bisa disalahartikan sebagai infeksi jamur atau dermatitis.5

II.2. EPIDEMIOLOGI

Kurang lebih 75% kasus pitiriasis rosea didapatkan pada usia antara 10-35 tahun. 4,5 Puncak insidensnya terdapat pada usia antara 20-29 tahun.6 Namun ada juga yang mengatakan puncak insidensinya terdapat pada usia antara 15-40 tahun.3,7 Namun   bagaimanapun penyakit ini bisa muncul dari usia 3 bulan sampai dengan 83 tahun.4 Insidensnya meningkat terutama pada musim semi, musim gugur, dan musim dingin.3,4,6,8,9 Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan didapatkan kira-kira sebanyak 2% dari setiap kunjungan pasien yang berobat jalan pada ahli penyakit kulit. Prevalensi terjadinya pitiriasis

(3)

  banyak ditemukan pada wanita.3,4,6 Prevalensinya tidak dipengaruhi oleh golongan ras tertentu. Penyakit ini biasanya bertahan antara 6-8 minggu, tapi dapat juga didapatkan variasi lamanya sakit yang berbeda.4

II.3. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya pitiriasis rosea masih belum diketahui, walaupun sudah dikemukakan beberapa dugaan penyebab timbulnya penyakit ini. Sudah lama dipikirkan  bahwa virus sebagai penyebab timbulnya penyakit ini, karena adanya gejala prodromal yang   biasa muncul pada infeksi virus bersamaan dengan munculnya bercak kemerahan di kulit.  Human herpes vir u s 7 telah dikemukakan sebagai penyebabnya, namun beberapa penelitian telah gagal menunjukkan bukti-bukti yang meyakinkan.6 Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini terfokus pada peranan HHV-6 dan HHV-7 pada pitiriasis rosea. Dalam suatu  penelitian, partikel HHV telah terdeteksi pada 70% pasien penderita pitiriasis rosea. Partikel- partikel virus ini ditemukan dala m jumlah banyak diantara serat-serat kolagen dan pembuluh-  pembuluh darah pada lapisan dermis atas dan bawah. Partikel virus ini juga berada

selang-seling diantara keratinosit dekat dengan perbatasan dermal-epidermal.4

Watanabe dkk telah membuktikan kepercayaan yang sudah lama ada bahwa pitiriasis rosea merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh virus. Mereka mendemonstrasikan replikasi aktif dari HHV-6 dan HHV-7 dalam sel mononuklear pada lesi kulit, hal ini sama dengan mengidentifikasi virus-virus pada sampel serum pasien.3 Dimana virus-virus ini hampir kebanyakan didapatkan pada masa kanak-kanak awal dan tetap ada pada fase laten dalam sel mononuklear darah perifer, terutama CD-4 dan sel T, dan pada air liur.3,4 Erupsi kulit yang timbul dianggap sebagai reaksi sekunder akibat reaktivasi virus yang mengarah   pada terjadinya viremia.3,5,10 Sumber lain mengatakan beberapa penulis menduga herpes  sim pleks vir u s 10 yang menjadi penyebabnya.8

Penelitian baru-baru ini menemukan bukti dari infeksi sistemik aktif HHV-6 dan HHV-7 pada kulit yang kelainan, kulit yang sehat, air liur, s el mononuklear darah perifer, dan serum dari pasien penderita pitiriasis rosea. Terdapat hipotesis bahwa reaktivasi HHV-7 memicu terjadinya reaktivasi HHV-6. Namun apa yang menjadi pemicu uta ma reaktivasi

(4)

HHV-7 masih belum jelas. Pitiriasis rosea tidak disebabkan langsung oleh infeksi virus herpes melalui kulit, tapi kemungkinan disebabkan karena infiltrasi kutaneus dari infeksi limfosit yang tersembunyi pada waktu replikasi virus sistemik. Bukti lain mengesankan reaktivasi virus mencakup kejadian timbulnya kembali penyakit dan timbulnya pitiriasis rosea pada saat status imunitas seseorang mengalami perubahan. Didapatkan sedikit   peningkatan insidens pitiriasis rosea pada pasien yang sedang menurun imunitasnya, seperti

ibu hamil, dan penerima transplantasi sumsum tulang.4

C hlamydia pneumonia, M  yco plasma pneumonia dan  Legionella pneumonia telah dikemukakan sebagai agen penyebab pitiriasis rosea yang berpotensi kuat, namun belum ada   penelitian yang menunjukkan kenaikan kadar antibodi yang signifikan terhadap

mikroorganisme yang telah disebutkan di atas pada penderita pitiriasis rosea.4,6 Erupsi kulit yang mirip dengan pitiriasis rosea dapat timbul sebagai akibat dari reaksi obat. Macam-macam obat yang berhubungan dengan munculnya erupsi kulit mirip pitiriasis rosea antara lain:

Barbiturat3,4,6,10 Bismuth4,6

Captopril3,4,6,10 Clonidine3,4,6

Toksoid difteri4 D-penicillamine4

Senyawa emas3,4,10 Imatinib (Gleevec)3,4

Isoretinion4 Ketotifen (Zaditor)3,4

Levamisole4 Methopromazine3,4

Metronidazole4 Omeprazole4

Terbinafine4 Hidroksiklorokuin4

Interferon3,6 Lisinopril3,4

Arsen3 Tripelennamine hidroklorida3

Ergotamine3 Penicillamine10

Vaksin Hepatitis B4,6 Vaksin pneumokokus pada anak dengan sindrom nefrotik 4

(5)

II.4. HISTOPATOLOGI

Pemeriksaan histopatologi sangat membantu dalam meyingkirkan diagnosa banding. Gambaran histopatologi dari pitiriasis rosea meliputi:

y Akantosis ringan y Parakeratosis fokal

y Ekstravasasi eritrosit ke lapisan epidermis y Spongiosis dapat ditemukan pada kasus akut

y Infiltrat perivaskular ringan dari limfosit ditemukan pada dermis.3

Gambar 1. Gambaran Histopatologis Pitiriasis Rosea

(http://emedicine.medscape.com/article/1107532-workup#a0723)

II.5. GEJALA KLINIS

Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus respiratorius bagian atas atau gangguan gastrointestinal.6 Sumber lain menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran  pencernaan, demam, malaise, dan artralgia.4 Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara

(6)

  bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna pink  salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.4,6,8,10

Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan   Herald patch/Mother   plaque/Medalion.6,9 Insidens munculnya  H erald patch dilaporkan sebanyak 12-94%, dan  pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan adanya  H erald patch.4 Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut dengan ³ H anging curtain sign´.  H erald patch ini akan bertahan selama satu minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat.3 Namun kemunculan dan   penyebaran efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam hingga

sampai 3 bulan.4 Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Warnanya pink salmon (atau berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan khasnya terdapat koleret dari skuama di bagian tepinya.5,6 Umum ditemukan beberapa lesi berbentuk anular dengan bagian tengahnya yang tampak lebih tenang.6

Gambar 2. Herald Patch

(7)

Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana ia mencapai puncaknya. Karenanya akan ditemukan lesi-lesi kecil kulit dalam stadium yang   berbeda. Fase penyebaran ini secara perlahan-lahan akan menghilang setelah 2-4 minggu.4

Sumber lain yang menyebut erupsi kulit akan menghilang secara spontan setelah 3-8 minggu.3 Namun pada beberapa kasus dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan.4,6 Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang tubuh dengan sumbu panjang sejajar pelipatan kulit.8 Tampilannya tampak seperti pohon natal yang terbalik  ( inverted christ mas tree appearance). Hal ini membingungkan karena susunan lesi yang muncul membentuk garis yang mengarah ke bawah dari columna vertebra bila dilihat dari belakang, namun jika dilihat dari depan maka garisnya mengarah ke atas dari sentral abdomen. Hal ini nampak tidak sesuai jika kita  bandingkan dengan arsitektur dari pohon natal sebenarnya. Tapi bagaimanapun, terlepas dari tampilan lesi yang mirip dengan pohon natal, terbalik ataupun tidak, tidak diragukan lagi  H erald patch merupakan lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.5

Gambar 3. Inverted Christmas Tree

(http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00515)

Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang muncul   berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan wajah.5 Namun sesekali  bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, sela paha, atau aksila. Pada daerah ini lesi  berupa bercak dengan bentuk sirsinata yang bergabung dengan tepi yang tidak rata sehingga

(8)

saat timbul gejala.3 Gatal merupakan hal yang biasa dikeluhkan dan gatalnya bisa menjadi   parah pada 25% pasien. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan basah,   berkeringat, atau akibat dari pakaian yang ketat. Akan tetapi, 25% penderitanya tidak 

merasakan gatal.4 Relaps dan rekurensi jarang sekali ditemukan. Ekskoriasi jarang ditemukan.3 Efek dari terapi yang berlebih atau a danya dermatitis kontak, umum ditemukan.8

Terkadang pitiriasis rosea bisa muncul dalam bentuk distribusi yang tidak khas, dan   penegakan diagnosanya tergantung dari manifestasi klinis yang ada dan lesi utama berupa

 H erald patch. Predileksi tempat yang atipikal mencakup telapak kaki, wajah, scalp, dan genitalia. Sebagai tambahan, multipel  H erald patch ditemukan pada 5,5% kasus. Yang lebih tidak umum lagi, jenisnya sendiri tidak khas, contohnya ruam kulit bisa dikelilingi oleh vesikel-vesikel.

II.6. VARIASI PITIRIASIS ROSEA

y Pitiriasis rosea inversa

o Lesi kulit banyak terdapat di wajah dan distal ekstremitas, daerah fleksor 

seperti aksila dan sela paha, hanya sedikit yang terdapat di tubuh.

o Umumnya terjadi pada anak-anak.4

Gambar 4. Pitiriasis Rosea Inversa

(http://www.aafp.org/afp/2004/0101/p87.html)

(9)

Gambar 5. Pitiriasis Rosea Unilateralis

(http://www.ijdvl.com/articles/2003/69/1/images/ijdvl_2003_69_1_42 _5823_1.jpg)

y Pitiriasis rosea giganta

o Ditemukan papul-papul atau plak yang besar.4

y Pitiriasis circinata et marginata of Vidal

o Bila plak-plak yang besar bergabung menjadi satu.4

y Pitiriasis rosea irritata

o Varian dengan lesi berupa makula dengan predileksi tempat yang tidak khas

(pergelangan tangan dan kaki), yang makin lama mengalami perubahan dermatologi akibat iritasi berat ata u keringat yang berlebih.

o Dapat menyerupai psoriasis gutata.4

y Papular pitiriasis rosea

o Umum ditemukan pada anak usia dibawah 5 tahun ( t oddler).3,4

o Terutama pada anak berkulit gelap keturunan Afrika dan wanita hamil.3,4,9 o Warna makula bisa terlihat lebih gelap dibanding kulit sekitarnya.4

o Predileksi tempatnya sama seperti bentuk umumnya atau dapat juga pada

(10)

Gambar 6. Papular Pitiriasis Rosea

(http://images.suite101.com/797607_com_papular_pi.jpg)

y Vesicular pitiriasis rosea

o Lebih sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. o Menyerupai infeksi varisela.4

Gambar 7. Vesicular Pitiriasis Rosea

(http://dermatology.cdlib.org/143/case_reports/VesicularPR/1.jpg)

y Purpuric pitiriasis rosea

o Hanya ada 10 kasus yang dilaporkan, anak-anak dan dewasa sama banyak. o Secara histopatologi terdapat perbedaan pada ekstravasasi eritrosit ke stratum

 papilare dermis tanpa adanya bukti vaskulitis.4

(11)

o Lesinya mungkin dengan skuama yang lebih sedikit atau didominasi oleh

 pustule atau purpura.

o Cenderung meninggalkan tanda hipo atau hiperpigmentasi postinflamasi

setelah sembuh, terutama pada orang-orang yang memiliki banyak pigmen.4

Gambar 8. Purpuric Pitiriasis Rosea

(http://www.scielo.br/img/revistas/abd/v78n2/13369f1.jpg)

y Urticarial pitiriasis rosea

o Varian yang jarang ditemukan. o Menyerupai urtikaria akut.4

II.7. LABORATORIUM

Pitiriasis rosea merupakan diagnosa klinis. Tidak ada tes laboratorium yang membantu dalam membuat diagnosa. Hasil biopsi lesi kulit yang dilakukan hanya menampakkan terjadinya inflamasi nonspesifik. Harus diingat bahwa sifilis sekunder juga termasuk dalam erupsi papuloeritroskuamosa dan dapat sulit dibedakan dari pitiriasis rosea   jika hanya berdasarkan penemuan klinis.6 Oleh karena itu, menanyakan riwayat hubungan seksual penting jika diagnosa pitiriasis rosea masih diragukan. Pada pasien dengan riwayat adanya penyakit hubungan seksual atau bekerja sebagai PSK yang membuat mereka termasuk dalam faktor risiko, pemeriksaan serologis untuk sifilis perlu untuk dilakukan.6,10

(12)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Sumber Waras

II.8. DIAGNOSA

Diagnosa pitiriasis rosea ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang berkenaan dengan munculnya erupsi kulit  pertama kali dan pengobatan apa saja yang sudah dilakukan oleh pasien. Informasi mengenai gejala prodormal atau infeksi traktus respiratorius bagian atas harus bisa didiapatkan. Pada   pemeriksaan fisik harus didapatkan adanya erupsi kulit berupa papiloeritroskuamosa. Pada  pemeriksaan klinis minimal terdapat dua lesi dari tiga kriteria di bawah ini:

y Makula berbentuk oval atau sirkuler.

y Skuama menutupi hampir semua lesi.

y Terdapatnya koleret pada t epi lesi dengan bagian tengah yang lebih tenang.

Sifilis stadium II gejalanya menyerupai pitiriasis rosea, harus dipikirkan kemungkinan sifilis stadium II jika pasien masih aktif berhubungan seksual dan tidak didapatkannya gambaran yang khas dari pitiriasis rosea. Untuk membedakannya perlu dilakukan  pemeriksaan serologis terhadap sifilis, biopsi kulit juga mungkin bermanfaat. Evaluasi yang

tepat meliputi uji floresen antibodi langsung dari eksudat lesi, uji VDRL, atau dengan  pemeriksaan mikroskop lapangan gelap.4

II.9. DIAGNOSA BANDING

Diagnosa banding dari pitiriasis rosea mencakup: 1. Sifilis stadium II (yang paling penting)4,6,7,8,9

Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun biasanya pada sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak kaki, membran mukosa, mulut, serta adanya kondiloma lata atau alopesia.4,9,10 Tidak ada keluhan gatal (99%). Ada riwayat lesi pada alat genital.8 Tes serologis terhadap sifilis perlu dilakukan terutama jika gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan  H erald   patch.4

(13)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Sumber Waras

Periode 25 April 2011 - 28 Mei 2011 13 2. Psoriasis gutata4,7,10

Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium   penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di   pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar  lentikuler disebut sebagai psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksi S trept ococcu s di saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda.11

3. Lichen planus3,4,8

Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular.3 Lesinya memiliki lebih banyak papul dan berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran mukosa mulut dan bibir.8 4. Dermatitis numularis4,6

Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat menyerupai   pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan predileksi tempatnya pada

tungkai, daerah yang biasanya jarang terdapat lesi pada pitiriasis rosea.6 5. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)4,8

Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin didapatkan ³cigarrete paper´ atrofi. Penyakit ini dapat berkembang menjadi mikosis fungoides.8

6. Dermatitis seboroik 3,4,8,9

Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya berskuama dan ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan predileksi tempat di sternum, regio intercapsular, dan permukaan fleksor dari persendian-persendian.3

7. Tinea corporis3,4,6,9

 H erald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat menyerupai tinea corporis.4 Tinea corporis juga memiliki lesi papuloeritemaskuamosa yang  bentuknya anular, dengan skuama, dan central healing .6Namun pada tepinya bisa terdapat papul, pustul, skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada infeksi jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau pada kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea.4 Tinea corporis jarang menyebar luas pada tubuh.3

(14)

8. Pitiriasis versikolor 4,6,7,8,9

Karakterisitk dari pitiriasis versikolor ialah bercak merah, putih, atau coklat  berbentuk anular dengan skuama.4Skuama halus tampak terlihat saat pemeriksaan

menggoreskan kuku jari pada lesi.8 Diagnosa dapat ditegakkan dengan mencari adanya hifa dan spora pada skuamanya dengan menggunakan lampu Wood dan larutan KOH.4

9. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh kar ena obat3,4,8,9

Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan ini.10 Setelah diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi timbulnya erupsi kulit mirip   pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang sekarang. Gambaran klinisnya ialah lesinya tampak lebih besar dengan skuama yang menutupi hampir seluruh lesi, sedikit yang ditemukan adanya  H erald patch, umumnya sering didapatkan adanya lesi pada mulut berupa hiperpigmentasi postinflamasi. Sebagai tambahan, erupsi kulit mirip pitiriasis rosea karena obat yang berlangsung lama dikatakan ada hubungannya dengan AIDS.4

II.10. KOMPLIKASI

Gatal yang hebat bisa saja terjadi dan mengarah pada pembentukan eksema dan infeksi sekunder akibat garukan.3

II.11. PENATALAKSANAAN

Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya yang asimptomatik.3Penatalaksanaan pada pasien yang datang berobat pertama kali:

a. Tenangkan pasien bahwa ia tidak memiliki penyakit sistemik dalam tubuhnya,  penyakit ini tidak menular, dan biasanya tidak akan berulang kembali.

 b. C oll oidal bath

(15)

selama 10-15 menit setiap harinya. Hindari sabun dan air panas sebisanya untuk  mengurangi rasa gatal yang ada.

c. Lotion kocok putih non-alkohol atau Calamine lotion digunakan 2 kali sehari pada lesi kulit.

d. Antihistamin jika ada keluhan gatal.

e. Terapi UVB dapat diberikan pada kasus dengan peningkatan suberitem, sebanyak 1-2 kali seminggu. Gejala klinis yang berat akan berkurang namun tidak akan  berpengaruh terhadap rasa gatal dan lamanya sakit.8

Kunjungan berikutnya:

a. Jika kulitnya menjadi terlalu kering karena C oll oidal bath dari lotionnya, hentikan   pemakaian lotion atau diganti dengan krim atau salep hidrokortison 1%, gunakan 2

kali sehari pada daerah yang kering.  b. Teruskan fototerapi.8

Jika disertai dengan gatal hebat:

a. Selain obat-obat di atas diberikan pula prednison 5 mg. Diberikan 4 kali 1 tablet selama 3 hari, kemudian 3 kali 1 tablet selama 4 hari, kemudian 2 tablet setiap pagi selama 1-2 minggu, sampai gatalnya menghilang.

 b. Eritromisin 250 mg, diberikan 2 kali sehari selama 2 minggu, telah dicoba oleh  beberapa penulis.8

Dari suatu penelitian diketahui eritromisin dosis 250 mg yang diberikan 4 kali sehari pa da orang dewasa dan dosis 25-40 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis untuk anak-anak, dalam waktu 2 minggu semua gejala klinis yang na mpak sebelumnya telah hilang.3,4,9

Dapson yang diberikan per oral bekerja efektif pada 1 pasien dengan pitiriasis vesicular berat, dimulai dengan dosis 100 mg sebanyak 2 kali sehari. Steroid sistemik seperti triamcinolone 20-40 mg i.m. atau prednison 15-40 mg p.o. mungkin dapat mengurangi  penyebaran ruam yang meluas dengan cepat atau pada kas us yang berat.4

Karena HHV-6 dan HHV-7 diduga berperan dalam timbulnya pitiriasis rosea,   pengobatan dengan antivirus herpes mungkin memberikan manfaat. Akan tetapi asiklovir 

(16)

dan HHV-7. Gancyclovirlah yang efektif HHV-6 dan HHV-7, namun harganya mahal dan efek sampingnya juga banyak. Oleh sebab itu untuk saat ini, pengobatan dengan antivirus herpes yang ada tidak dibenarkan.4 Sejauh ini penyembuhan dengan agen antiviral tidak  memberikan dampak a pa-apa.10

Asam salisilat 1% dalam parafin putih lunak atau obat salep emulsi dapat mengurangi  pembentukan skuama. Untuk kulit yang kering dan iritasi, emollient dapat disarankan kepada  pasien.3

Fototerapi dapat bermanfaat pada kasus-kasus yang lama penyembuhannya.5 Fototerapi UVB dapat mempercepat hilangnya erupsi kulit yang ada.10 Satu-satunya efek  samping dari terapi ini ialah kulit yang terasa sedikit perih dan kekeringan pada kulit. Namun risiko terjadinya hiperpigmentasi postinfeksi dapat meningkat dengan terapi ini.4

Edukasi pasien

y Pasien biasanya khawatir akan berapa lama bercak di kulitnya akan hilang dan apakah  penyakitnya bersifat menular. Mereka harus ditenangkan hatinya dengan meyakinkan  bahwa pitiriasis rosea akan sembuh dengan sendirinya dan t idak bersifat menular. y Pasien sebaiknya diminta untuk datang kembali apabila ruam masih tetap ada setelah

3 bulan lebih dari re-evaluasi dan akan bijaksana jika dipikirkan adanya diagnosa lain.6

II.12. PROGNOSA

Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat  sel  f  limiting illnes yang akan menghilang dalam waktu kurang lebih 6 minggu.9 Namun pada beberapa kasus dapat juga   bertahan hingga 3-5 bulan.4,6 Dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas. Relaps dan rekuren  jarang ditemukan.3

(17)

BAB III

RESUME

Pitiriasis rosea adalah kelainan kulit yang termasuk dalam golongan dermatosis   papuloeritroskuamosa yang sering ditemukan, sifatnya akut, sel  f   limiting disease, tidak 

menular, dan biasanya didapatkan pada anak-anak dan dewasa muda. Etiologinya masih   belum diketahui, namun dalam suatu penelitian, partikel HHV telah terdeteksi pada 70%   pasien penderita pitiriasis rosea. Dimana virus-virus ini memang ditemukan pada masa

kanak-kanak awal dan tetap ada pada fase laten. Namun apa yang menjadi penyebab reaktivasi virus ini belum diketahui. Ada juga beberapa jenis obat yang menimbulkan erupsi kulit mirip dengan pitiriasis rosea, antara lain barbiturate, captopril, senyawa emas, clonidine dan lain sebagainya seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan.

Erupsi kulit pada pitiriasis rosea memiliki ciri khas tertentu, dimana lesi primernya ialah lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem yang nantinya akan membesar  hingga kira-kira berukuran 2-10 cm berbentuk oval, berwarna kemerahan dengan skuama tipis dan bisa terdapat koleret di tepinya. Lesi primer ini disebut sebagai  H erald patch/M other   plaque/Medalion. Satu sampai dua minggu setelah lesi primer timbul akan diikuti dengan

munculnya lesi-lesi lain berupa makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm  berwarna kemerahan atau dapat juga berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit

gelap, dengan koleret dari skuama di bagian tepinya.

Predileksi tempat yang paling banyak ditemukan yaitu pada batang tubuh, kemudian   juga di lengan atas dan paha atas. Beberapa kasus menunjukkan lesi menyebar hingga ke

leher, aksila dan sela paha. Namun jarang menyebar hingga ke wajah, lengan bawah dan tungkai bawah. Penyebaran lesi pada batang tubuh sumbu panjangnya mengikuti garis lipatan kulit, pada daerah punggung lesi tersebar membentuk gambaran pohon natal yang terbalik  (inverted christmas tree appearance) atau huruf V terbalik, sedangkan pada daerah dada dan   perut penyebaran lesi membentuk huruf V. Lesi kulit ini dapat menghilang secara spontan

(18)

dalam waktu 3-8 minggu, namun ada juga yang bertahan hingga 3-5 bulan, dan biasanya tidak ada keluhan dari penderita kecuali gatal ringan sampai sedang.

Pitiriasis rosea memiliki berbagai macam varian, dapat dibedakan berdasarkan   predileksi tempatnya serta efloresensi yang dominan, contohnya pitiriasis rosea inversa, giganta, irritate, vesicular, papular dan lain sebagainya. Tidak ada tes laboratorium yang menunjang diagnosa pitiriasis rosea. Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan   bertujuan untuk menyingkirkan diagnosa banding sifilis sekunder karena keduanya cukup

sulit untuk dibedakan terutama pada tipe pitiriasis rosea yang atipikal (tidak khas).

Beberapa penyakit yang menyerupai gambaran klinis pitiriasis rosea selain sifilis sekunder diantaranya pitiriasis versikolor, tinea korporis, psoriasis, dermatitis seboroik, erupsi obat, lichen planus, dan lain sebagainya. Pemeriksaan histopatologi sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosa banding. Diagnosa pitiriasis rosea dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis, pada anamnesa harus dicari ada tidaknya riwayat  prodormal sebelum timbulnya erupsi kulit.

Umumnya pengobatan yang diberikan untuk pitiriasis rosea hanya bersifat simptomatis, karena erupsi kulitnya akan menghilang secara spontan. Namun pemberian obat dapat memberikan keuntungan karena mempersingkat lamanya perjalanan penyakit karena erupsi akan hilang dengan lebih cepat. Untuk keluhan gatal yang ringan sampai sedang dapat diberikan kortikosteroid topikal, bedak yang mengandung asidum salisilikum, serta antihistamin. Namun bila gatalnya sangat mengganggu dapat diberikan kortikosteroid sistemik. Selain pemberian obat-obatan, penatalaksanaan pitiriasis rosea dengan fototerapi hanya bermanfaat untuk mengurangi gejala klinis yang berat saja, namun tidak dapat mengurangi rasa gatal yang timbul dan tidak mempercepat penyembuhan erupsi kulit.

Gambar

Gambar 1. Gambaran Histopatologis Pitiriasis Rosea
Gambar 2. Herald Patch
Gambar 3. Inverted Christmas Tree
Gambar 4. Pitiriasis Rosea Inversa
+4

Referensi

Dokumen terkait

(1) Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hibah tidak terikat, serta hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya

Evaluasi Potensi Terjadinya Konflik Sosial Pada Masyarakat Miskin Kota dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk konflik serta potensi konflik, pelanggaran HAM dan

Yayasan Panti Sosial Menara Kasih Salatiga, terima kasih kepada pengurus Yayasan PSMK Salatiga; Ibu Suko, Pak Rum, Ibu Titik, Ibu Rubiah, Ibu Min, Mbak Maya dan semua

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam merekomendasikan perlakuan benih ( seed treatment) pada

 binis yang biasanya d isebut dengan business plan isebut dengan business plan. Perencanaan merupakan cara un merupakan cara un tuk penetapan tuk penetapan tujuan dan bagaimana

“merupakan suatu cara bagi pemilih untuk melakukan kolusi diantara para pemilih yang kalah dengan cara memberikan suara agar mereka sama sama memperoleh keuntungan dengan cara

Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian: (1) Oktaviani (2000), bahwa dampak liberalisasi perdagangan APEC terhadap perekonomian Indonesia relatif kecil,

Gambar 4 adalah kadar karbon terikat karbon aktif hasil aktivasi arang batubara pada berbagai konsentrasi aktivator tunggal dan ganda.. Hasil penelitian menunjukkan