• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Manusia

Menurut United Nations Development Programme (UNDP, 1990) pembangunan manusia adalah proses memperluas pilihan orang, dimana yang paling utama adalah mengarah pada tingginya harapan hidup dan kesehatan, dapat menikmati pendidikan, dan dapat memenuhi standar kehidupan yang layak. Pembangunan manusia mempunyai makna lebih dari pada sekedar peningkatan pendapatan nasional semata. Pembangunan manusia harus dimaknai sebagai upaya multi dimensi, dalam rangka menciptakan kemampuan insaninya, merangsang tumbuhnya kreativitas kehidupan yang sesuai dengan kebutuhan dan minatnya, serta akhirnya dalam rangka meningkatkan produktivitasnya.

Keadaan ini dapat menjadi dasar anggapan bahwa sumber daya manusia adalah sumber kekayaan negara sesungguhnya. Termasuk orang miskin, meskipun hampir tidak memiliki apa-apa, tetapi setidaknya memilki aset berupa tenaga fisiknya, yang juga merupakan bagian kekayaan negara sesungguhnya.

Potensi dari sumber daya manusia tersebut, dengan tenaga fisik sebagai aset awalnya, akan meningkat bersamaan dengan meningkatnya pengetahuan, kesehatan, dan pendapatan yang dimilikinya. Keadaan ini menempatkan sektor pendidikan dan sektor kesehatan menjadi kunci pokok dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara timbal balik dalam jangka panjang.

Sejumlah tujuan pembangunan milenium (MDGs) yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) juga berkaitan langsung dengan sektor

(2)

pendidikan dan kesehatan, yaitu: mencapai pendidikan dasar untuk semua, mengurangi angka kematian bayi, meningkatkan kesehatan ibu, dan menanggulangi penyakit HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya. Tujuan MDGs lainnya juga mempunyai keterkaitan dengan bidang pendidikan dan kesehatan seperti mengurangi kemiskinan, dimana sektor pendidikan dan kesehatan juga berperan dalam hal ini. Dengan demikian setiap negara akan menyadari betapa pentingnya sektor pendidikan dan kesehatan sebagai upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan mendapatkan prioritas dalam perencanaan pembangunan.

Laporan UNDP tahun 1990 secara tegas telah menjelaskan pentingnya pembangunan manusia (human development) bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini tampaknya merupakan suatu kenyataan sederhana. Tetapi hal ini seringkali terlupakan oleh kesibukan jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan uang. Selain itu laporan tersebut juga mendifinisikan pembangunan manusia sebagai perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choice of people). Perluasan pilihan yang terpenting adalah hal-hal yang menjadikan penduduk paling tidak memiliki, yaitu: peluang berumur panjang dan sehat, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan menikmati standar hidup layak. Pilihan-pilihan lainnya meliputi kebebasan politik, jaminan hak azasi manusia, dan menghormati diri sendiri.

(3)

Sedangkan dalam Human Development Report tahun 1996 dari UNDP, bahwa pembangunan berpusat pada manusia dipromosikan melalui penegasan bahwa pembangunan manusia adalah tujuan akhir pembangunan (the ultimate end), sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah sarana (the principal means) untuk mencapai tujuan akhir pembangunan tersebut.

Semakin jelas bahwa perluasan pilihan dimaksud berada pada tataran proses dan tataran hasil akhir pembangunan. Perluasan pilihan dalam tataran proses disediakan untuk manusia dalam perannya sebagai pelaku pembangunan. Sedangkan perluasan pilihan dalam tataran hasil akhir disediakan untuk manusia dalam perannya sebagai penikmat pembangunan. Sehingga, pembangunan manusia pada dasarnya adalah suatu upaya dalam rangka membangun kemampuan manusia, tidak perduli apakah mereka miskin atau kaya, melalui perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan dan keterampilan, sekaligus sebagai pemanfaatan (utilizing) kemampuan atau keterampilan mereka tersebut. Konsep pembangunan manusia demikian ini jauh lebih luas pengertiannya dibandingkan dengan konsep pembangunan ekonomi yang menekankan kepada pertumbuhan (economic growth), kebutuhan dasar (basic needs), kesejahteraan masyarakat (social welfare), atau pengembangan sumberdaya manusia (human resource development) (Qureshi, 2010).

Uraian-uraian di atas semakin memperkokoh paradigma pembangunan berpusat pada manusia (people centered development) yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan dan bukan hanya sebagai alat pembangunan. Untuk mewujudkan tujuan akhir pembangunan dimaksud, terdapat

(4)

4 hal pokok yang harus diperhatikan sebagai komponen kunci pembangunan manusia, yaitu:

1. Produktivitas (productivity), mengandung makna bahwa manusia yang produktif akan mampu menghasilkan pendapatan bagi dirinya dan bagi keluarganya serta bagi bangsanya. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari model pembangunan manusia, dan merupakan variabel endogen yang akan berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia.

2. Keadilan (equality), mengandung makna bahwa manusia sebagai mahluk sosial harus memiliki kesempatan yang sama untuk hidup lebih baik. Praktik monopoli, seperti monopoli ekonomi dan monopoli politik, harus dihapuskan melalui pengaturan-pengaturan yang dilakukan secara demokratis. Semua orang boleh memilih apa yang terbaik bagi kehidupannya sepanjang tidak melanggar aturan main yang telah disepakati bersama secara konstitusional dan demokratis.

3. Keberlanjutan (sustainability), mengandung makna bahwa sumberdaya yang tersedia dapat digunakan secara bijaksana untuk kepentingan manusia, baik generasi masa kini maupun generasi masa yang akan datang. Generasi masa kini harus sadar dan menjamin ketersediaan sumberdaya yang sama-sama diperlukan oleh generasi masa yang akan datang. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui hanya digunakan secara hemat sambil menanamkan kewajiban bagi generasi sekarang untuk mencari alternatif sumberdaya substitusi dari sumberdaya yang dapat diperbaharui.

(5)

4. Pemberdayaan (empowerment), mengandung arti bahwa adalah fitrah manusia yang tidak selalu memiliki kemampuan untuk mengakses peluang dan kesempatan yang sama untuk mensejahterakan diri dan keluarganya. Karena itu perlu adanya pemberdayaan agar pembangunan manusia dapat dilakukan oleh semua orang, bukan semata-mata dilakukan untuk semua orang. Dengan pemberdayaan, maka semua orang dapat berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses mempengaruhi kesejahteraan mereka (United Nations Development Programme, 1995).

2.2. Indeks Pembangunan Manusia

Indeks pembangunan manusia dicetuskan untuk menjawab ketidakpuasan para ahli dalam mengukur kinerja pembangunan yang hanya bertumpu pada indikator makroekonomi saja. Pencetus awalnya adalah Mahbub Ul Haq seorang ekonom Pakistan yang pada tahun 1970-an menyatakan ketidakpuasannya terhadap ukuran kinerja sosial ekonomi yang hanya didasarkan pada indikator rata rata pendapatan nasional per kapita (Gross National Product/Capita) beserta turunannya, seperti tingkat inflasi, pengangguran, tingkat investasi, tingkat belanja pemerintah, tingkat konsumsi, dan posisi neraca pembayaran (Anand et al., 2000).

Gagasan Mahbub Ul Haq tersebut inti dari paradigma pembangunan berpusat pada manusia (people centred development), yang menempatkan manusia sebagai pelaku sekaligus penikmat pembangunan. Oleh karenanya, indikator–indikator makroekonomi sebagai ukuran kinerja pertumbuhan ekonomi bukan akhir pencapaian pembangunan manusia, tetapi ia hanya sebagai sasaran antara yang harus dilalui dalam rangka mencapai sasaran akhir pembangunan manusia, yaitu kesejahteraan manusia.

(6)

Pembangunan berpusat pada manusia ini telah dipromosikan secara konsisten pada Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNDP sejak tahun 1990. Sejak itu UNDP mengeluarkan laporan tahunan perkembangan pembangunan manusia untuk negara-negara di dunia berdasarkan tema yang berbeda, namun masih seputar kepentingan manusia (UNDP 1990 sd. 2009). Bersamaan dengan itu UNDP terus mempromosikan Human Development Index (HDI) atau indeks pembangunan manusia sebagai alat utama untuk mengukur pembangunan manusia, disamping indikator-indikator turunannya seperti Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM), dan lainnya yang diterapkan kemudian, serta indikator indikator makroekonomi yang sudah ada sebagai indikator komplementernya.

Masih digunakannya indikator makroekonomi sebagai indikator komplementer pembangunan manusia dapat dimengerti karena indikator makroekonomi menggambarkan pencapaian kinerja pertumbuhan ekonomi sebagai proses antara menuju pembangunan manusia. Alasan lain penggunaan indikator makroekonomi untuk mengukur kinerja pembangunan manusia adalah (1) aspek ekonomi lebih cepat tampak di permukaan diantara berbagai aspek dalam kehidupan manusia, (2) dampak ekonomis lebih mudah dikuantitatifkan daripada dampak sosial yang pada dasarnya bersifat kualitatif, (3) pengkajian kinerja pembangunan dari aspek ekonomi sudah lebih banyak dibandingkan dari aspek-aspek lainnya dalam ilmu-ilmu sosial, dan (4) indikator makroekonomi, seperti pendapatan, sudah dikaji sebagai variabel endogen dari suatu model ekonomi, sehingga dapat diramalkan magnitute dan jangka waktu pencapaiannya.

(7)

Indeks pembangunan manusia sebagai pengukur kinerja pembangunan manusia memang belum terlampau sempurna, karena tidak mengukur semua indikator pembangunan manusia disebabkan tidak seluruhnya dapat dikuantitatifkan. Kelemahan lainnya dari indeks pembangunan manusia beserta komponen pembentuknya (Angka Harapan Hidup/AHH, Angka Melek Huruf /AMH, Rata-rata Lama Sekolah/RLS, dan pendapatan per kapita) adalah belum dijadikan sebagai variabel endogen dari suatu persamaan simultan, sehingga tidak diketahui hubungan ekonomi antar variabel dan tidak dapat disimulasikan bagaimana cara pencapaiannya. Namun secara faktual indeks pembangunan manusia setidaknya diakui dan diadopsi secara luas oleh negara-negara anggota PBB, termasuk Indonesia.

Menurut Badan Pusat Statistik (2008), indeks pembangunan manusia adalah nilai tunggal yang terangkum untuk mempresentasikan 3 dimensi pembangunan manusia, yaitu: (1) dimensi umur panjang dan sehat dipresentasikan oleh indikator angka harapan hidup, dan (2) dimensi pengetahuan dipresentasikan oleh indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta (3) dimensi kehidupan layak dipesentasikan oleh indikator kemampuan daya beli.

Berdasarkan katalog BPS nomor 4102022 mengenai indeks pembangunan manusia tahun 2006-2007 menjelaskan tentang angka harapan hidup, tingkat pendidikan, dan standar hidup layak sebagai komponen untuk menghitung indeks pembangunan manusia di Indonesia. Terdapat perbedaan cara perhitungan IPM oleh BPS dibandingkan cara perhitungan UNDP, yaitu terletak pada perhitungan indeks standar hidup layak. BPS menggunakan daya beli sementara UNDP menggunakan pendapatan per kapita (purchasing power pariety) sebagai basis

(8)

perhitungan indeks hidup layak. Adapun basis menghitung indeks pendidikan dan indeks kesehatan tidak ada perbedaan antara BPS dengan UNDP (BPS, 2008, Anand et al, 2000 dan Nayak, 2005).

Menurut UNDP (2009) bahwa capaian indeks pembangunan manusia Indonesia dan 181 negara lainnya memiliki kecendrungan yang meningkat dari tahun 1980 sampai tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kinerja pembangunan manusia secara simultan di seluruh dunia. Peradaban manusia semakin tinggi yang ditandai dengan semakin tingginya teknologi di segala bidang. Manusia semakin kreatif, inovatif, dan produktif. Berikut adalah kecendrungan indeks pembangunan manusia Indonesia tahun 1980-2007 yang diukur berdasarkan skala 0 sampai dengan 1 sebagaimana Gambar 4.

Sumber: United Nations Development Programme, 2009.

Gambar 4. Kecendrungan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 1980-2007

(9)

Indeks pembangunan manusia meningkat sebagai hasil dari peningkatan nilai dari kombinasi indikator pembentuknya, yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan daya beli. Sementara kinerja angka harapan hidup meningkat karena semakin baiknya indikator kesehatan, seperti menurunnya kekurangan gizi, menurunnya kematian bayi, dan menurunnya kematian ibu melahirkan. Dengan kata lain dapat dipastikan bahwa indikator-indikator di atas mempunyai keterkaitan satu sama lain dan menjadi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan indeks pembangunan manusia. Untuk keperluan penelitian ini, perhatian utama ditujukan pada indikator-indikator pembentuk indeks pembangunan manusia yang menjadi tujuan MDGs, kemudian dianalisis keterkaitannya dengan indikator ekonomi makro Indonesia.

2.3. Tujuan Pembangunan Milenium

Pada bulan September tahun 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB berkumpul dan kemudian bersepakat mengadopsi 8 tujuan MDGs, serta berkomitmen untuk mencapai kemajuan yang berarti dalam pengurangan kemiskinan dan tujuan pembangunan manusia lainnya pada tahun 2015. Tujuan MDGs tersebut, menurut Todaro (2006), yaitu: (1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, (2) menjamin laki laki dan perempuan menyelesaikan pendidikan dasar, (3) kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, (4) mengurangi kematian anak, (5) meningkatkan kesehatan ibu, (6) memberantas HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, (7) menjamin keberlanjutan lingkungan, dan (8) membina kemitraan global untuk pembangunan. Tujuan tersebut diurai menjadi 12 target spesifik yang akan dicapai tahun 2015 dengan berdasarkan capaian kinerja pembangunan internasional yang lalu. Tujuan 1 dan 6

(10)

masing-masing terdiri atas 2 target, tujuan 2, 3, 4, 5, dan 8 masing-masing masing-masing terdiri atas 1 target, dan tujuan 7 terdiri atas 3 target. Uraian selengkapnya dari tujuan dan target MDGs tersebut, yang diadopsi sesuai pengalaman empiris Indonesia adalah ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tujuan dan Target Pembangunan Milenium bagi Indonesia

Tujuan dan Target Target Tahun

2015 Tujuan 1: Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan

Target 1 Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$ 1 per hari menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015

10.3 juta

Target 2 Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015

-

Tujuan 2: Mencapai pendidikan dasar untuk semua

Target 3 Menjamin sampai tahun 2015, semua anak, dimanapun, laki-laki dan perempuan, dapat menyelesaikan sekolah dasar

100 persen

Tujuan 3: Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

Target 4 Menghilangkan ketimpangan gender di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015

100 persen

Tujuan 4: Menurunkan angka kematian anak

Target 5 Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara tahun 1990 dan 2015

33 per mil

Tujuan 5 : Meningkatkan kesehatan ibu

Target 6 Menurunkan angka kematian ibu antara tahun 1990-2015 sebesar tiga perempatnya

105 per seratus ribu lahir hidup

Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya

Target 7 Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunkan jumlah kasus baru pada tahun 2015

- Target 8 Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya

jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada tahun 2015

-

Tujuan 7: Memastikan kelestarian lingkungan

Target 9 Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan-kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang

-

Target 10 Penurunan sebesar setengah, proposisi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015

-

Target 11 Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020

-

Tujuan 8: Membangun kemitraan global untuk pembangunan

Target 12 Kemitraan dan kerja sama regional untuk pencapaian MDGs antara lain di bidang perdagangan, investasi, pengembangan kapasitas, dukungan teknologi, pembangunan infrastruktur, seperti transportasi, ICT, dan environmental sustainabality.

-

(11)

Idealnya semua variabel yang menjadi sasaran MDGs merupakan variabel endogen dalam model persamaan yang akan dibangun. Namun karena kesulitan dalam menemukan rekaman data dalam kurun watu yang memadai, maka peneliti menggunakan variabel yang langsung berkaitan dengan persamaan identitas indeks pembangunan manusia sesuai dengan Tabel 3.

Tabel 3. Indiaktor Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 1990 dan 2015

Dimensi Indikator Tahun 1990

Tahun

2015 Satuan

Umur Panjang dan Sehat

1. Angka Kematian Balita (AKB) 49.5 33.0 Permil kelahiran

2. Angka Kematian Ibu (AKI) 140.0 105.0 Per 100 ribu

Pengetahuan

1. Angka Melek Huruf (AMH) 81.5 100.0 Persen

2. Rata-Rata Lama Sekolah (RLS ) 61.4 15.0 Tahun

Kehidupan yang layak

Pengeluaran (Rupiah) < US $ 1 PPP 20.6 10.3 Juta orang

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008.

2.4. Kebijakan Fiskal di Beberapa Negara

Menurut Mankiw (2003) meskipun Pemerintah telah lama menjalankan kebijakan moneter dan fiskal, namun pandangan bahwa seharusnya Pemerintah menggunakan instrumen kebijakan ini untuk mencoba menstabilkan perekonomian adalah masih baru. Pada tahun 1946 melalui Undang-Undang Ketenagakerjaan Amerika Serikat yang mewajibkan Pemerintahnya untuk mempromosikan kesempatan kerja penuh (full employment) dan produksi.

Pembuat Undang-Undang tersebut percaya bahwa tanpa adanya campur tangan Pemerintah akan dapat menimbulkan terulangnya depresi besar. Ekonom pendukung kebijakan aktif oleh Pemerintah berlandaskan pada model permintaan agregat dan penawaran agregat yang menunjukkan bagaimana kebijakan fiskal

(12)

dan kebijakan moneter bisa mencegah resesi. Ada pula yang berpendapat sebaliknya, yaitu Pemerintah lepas tangan saja karena tidak ada kepastian mampu mengatasi krisis disebabkan kelambanan dari dalam berupa keterlambatan mengambil kebijakan, dan kelambanan dari luar berupa adanya selang waktu antara pengambilan kebijakan dengan reaksi perekonomian (Mankiw, 2003). Hasil penelitian Andersen (2005) menyimpulkan efektivitas kebijakan fiskal dalam rangka menstabilkan perekonomian tergantung pada dua hal yaitu: bentuk stimulus fiskal dan struktur perekonomian.

Pemerintah Indonesia penganut kebijakan aktif. Pada tahun 2009 Pemerintah Indonesia melakukan kebijakan stimulus fiskal untuk mempertahankan pertumbuhan perekonomian, menciptakan lapangan kerja yang otomatis berarti mengurangi pengangguran, serta mencegah terjadinya inflasi yang tinggi. Kebijakan stimulus fiskal dimaksud melalui insentif perpajakan dan belanja Pemerintah. Bentuk-bentuk insentif perpajakan yang diberlakukan di Indonesia adalah (1) penurunan tarif PPh badan, (2) penurunan PPh orang pribadi, dan (3) penghapusan pajak ekspor. Sedangkan bentuk belanja Pemerintah dimaksud antara lain: (1) belanja infrastruktur, (2) subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan energi, (3) tunjangan rumah tangga, (4) tunjangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Balai Latihan Kerja (BLK), serta (5) subsidi pendidikan dan kesehatan. Negara-negara lain yang tergolong penganut kebijakan aktif antara lain Amerika Serikat, Argentina, Autralia, Belanda, Brazil, China, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Perancis, dan Rusia. 6

Kebijakan fiskal untuk pembangunan manusia di Indonesia merupakan langkah yang diambil oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah

-

(13)

Kabupaten/Kota dalam memperoleh sumber dana dan mengalokasikannya pada sektor-sektor yang dapat mendorong peningkatan pembangunan manusia, seperti sektor pendidikan, sektor kesehatan, dan sektor perekonomian lainnya.

Sebelum tahun 2003, pengeluaran Pemerintah terbagi menjadi dua belanja, yaitu belanja rutin dan belanja pembangunan. Disebut dengan belanja pembangunan karena dari belanja ini diharapkan mampu menunjang pertumbuhan perekonomian yang pada gilirannya sekaligus mampu meningkatkan pembangunan manusia. Belanja pembangunan digunakan untuk sektor pelayanan publik. Pengalokasiannya pada sektor-sektor terkait di pusat dan daerah.

Setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) Nomor 29 Tahun 2002, maka sejak tahun anggaran tahun 2003 pengeluaran (belanja) Pemerintah daerah terdiri atas bagian belanja aparatur daerah dan bagian belanja pelayanan publik. Masing masing bagian belanja tersebut dirinci ke dalam belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Walaupun sistem desentralisasi sudah dijalankan namun pengeluaran Pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik tersebut belum dapat sepenuhnya didukung oleh kemampuan fiskal daerah. Ketergantungan fiskal Pemerintah daerah kepada Pemerintah pusat terjadi karena masih rendahnya pendapatan asli daerah. Hal inilah yang menyebabkan masih dibutuhkannya transfer dari Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah.

2.5. Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi dengan Indeks Pembangunan Manusia

Berdasarkan analisis data dari laporan UNDP tahun 2009, nampak bahwa kinerja GDP per kapita dan kinerja indeks pembangunan manusia cendrung

(14)

mempunyai keterkaitan. Hal ini ditemukan di 10 negara yang mempunyai GDP per kapita tertinggi, ternyata juga merupakan 10 negara dengan indeks pembangunan manusia tertinggi, jika GDP per kapita dan indeks pembangunan manusia 10 negara tersebut mempunyai keterkaitan, maka dapat dikonstatntir adanya keterkaitan antara GDP per kapita beserta indikator turunannya dalam ekonomi makro dan indeks pembangunan manusia beserta indikator pembentuknya dalam pembangunan manusia.

Indikator turunan dari GDP per kapita antara lain tingkat inflasi, tingkat investasi, belanja Pemerintah, tingkat konsumsi, dan posisi neraca pembayaran, tenaga kerja dan kemiskinan. Adapun indikator pembentuk indeks pembangunan manusia adalah angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan daya beli.

Becker dalam penelitiannya bertema peran pendidikan terhadap industri Prusia dari tahap pra industri tahun 1816 hingga tahap industri pada tahun 1849 dan tahun 1882 menemukan bahwa pendidikan dasar mengakselerasi secara signifikan industri non tekstil pada kedua tahap revolusi industri. Dengan kata lain, rata-rata lama sekolah meningkat akan berdampak pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia/tenaga kerja, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitasnya dalam mendukung proses produksi untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi (Becker et al., 2010).

Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia mempunyai keterkaitan yang kuat telah dibuktikan pula oleh Ramirez yang melakukan penelitian hubungan pertumbuhan ekonomi dengan komponen-komponen pembangunan manusia di 70 negara maju dan berkembang, dengan menggunakan data tahun

(15)

1960 sampai dengan tahun 1992. Hasilnya terdapat hubungan kausalitas dua arah antara keduanya, yang disebutnya sebagai hubungan rantai A dan B (Ramirez et al., 1997).

Rantai A, pembangunan ekonomi untuk pembangunan manusia. Sumber daya ekonomi yang terakumulasi menjadi GDP dialokasikan untuk aktivitas-aktivitas yang berdampak positif terhadap pembangunan manusia, terutama yang berasal dari belanja rumah tangga dan belanja Pemerintah.

Rantai B, pembangunan manusia untuk pembangunan ekonomi. Keberhasilan dalam menyediakan sumberdaya manusia yang berkualitas akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama melalui keberhasilan dalam menyediakan preskripsi teknologi dari hasil Research and Development (R and D) sektor swasta dan sektor publik yang hasilnya dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas produksi sehingga nilai tambahnya lebih besar.

Sumberdaya manusia yang berkualitas sebagai hasil pembangunan manusia yang tinggi, akan memberikan kontribusi yang tinggi kepada negaranya, melalui peningkatan kapasitas, produktivitas, dan kreativitas penduduknya sebagai pelaku utama dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi (Gross Domestic Product/GDP).

2.6. Tinjauan Studi Terdahulu

Di Indonesia belum banyak penelitian yang dilakukan untuk menganalisis secara langsung keterkaitan variabel makroekonomi dengan indeks pembangunan manusia. Sekalipun telah disusun Laporan Pembangunan Manusia tahun 1990 sampai tahun 2010 oleh UNDP, dan Laporan Pembangunan Manusia Indonesia tahun 2007 oleh BPS dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),

(16)

serta Laporan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia tahun 2004 sampai dengan 2009 oleh BPS, hasilnya masih lebih banyak mengupas tentang pencapaian realisasi indeks pembangunan manusia setiap tahun, dan hanya sedikit mengupas faktor faktor yang mempengaruhinya.

Meskipun tidak semua melacak secara langsung hubungan kausalitas variabel makroekonomi dengan indeks pembangunan manusia, penelitian-penelitian berikut berhasil melacak hubungan parsial antara indikator makroekonomi dengan komponen-komponen pembangunan manusia, antara lain: 1. Indeks pembangunan manusia di Provinsi Bali dipengaruhi oleh

pembangunan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali, sebaliknya tingkat kemiskinan mempengaruhi indeks pembangunan manusia secara negatif dan bersifat elastis, sementara alokasi anggaran sosial berpengaruh secara positif tetapi non elastis, selanjutnya rasio sarana pendidikan, rasio sarana kesehatan, dan rata-rata pengeluaran rumah tangga masing masing mempengaruhi indeks pembangunan manusia secara positif dan bersifat elastis (Cahyadhi, 2005). Pencapaian indeks pembangunan manusia juga dipengaruhi secara positif oleh PDRB, rasio guru terhadap murid, kepadatan penduduk, dan persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air bersih (Alam, 2006). Pengeluaran Pemerintah daerah di bidang pendidikan dan kesehatan mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan indeks pembangunan manusia (Utami, 2007). Indeks pembangunan manusia juga dipengaruhi secara signifikan oleh variabel jumlah bangunan tingkat sekolah lanjutan pertama, variabel rasio guru terhadap murid sekolah lanjutan pertama, variabel jumlah puskesmas, variabel PDRB per kapita, dan

(17)

variabel kepadatan penduduk (Evianto, 2009). Indeks pembangunan manusia ternyata dipengaruhi secara signifikan oleh korupsi, peningkatan indeks korupsi satu satuan akan mengakibatkan indeks pembangunan manusia naik sebanyak 0.05 satuan (Sukadana, 2007). Kontradiktif dengan teori, Waluyo (2010) menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang negatif pengeluaran Pemerintah sektor kesehatan (tahun t-1) terhadap peningkatan indeks pembangunan manusia (tahun t), tetapi di pihak lain pengeluaran Pemerintah di sektor pendidikan (tahun t-1) berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia. Namun dipersyaratkan pemerintahannya harus bersih, karena pemerintahan yang bersih merupakan variabel yang menentukan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia di India (Rudra, 2011).

2. Upah pekerja dipengaruhi secara nyata oleh desentralisasi fiskal. Sebagian penghasilan yang didapat dari upah akan dibelanjakan untuk keperluan sandang pangan, pendidikan, dan kesehatan, Besaran dan alokasi belanja untuk 3 keperluan tersebut, pada gilirannya akan mempengaruhi indeks pembangunan manusia, (Pakasi, 2005 dan Nanga, 2006).

3. Pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat dipengaruhi secara tidak signifikan oleh disentralisasi fiskal, bahkan dipengaruhi secara negatif oleh pengeluaran sektor pertanian dan sektor irigasi dari APBD kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Utara. Namun pertumbuhan ekonomi dipengaruhi secara positif oleh alokasi fiskal sektor kesejahteraan rakyat dan sektor pendidikan dari APBD kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara (Pakasi, 2005). Secara nasional,

(18)

ada kesamaan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan keadaan di Provinsi Sulawesi Utara adalah alokasi fiskal sektor pendidikan dan kesehatan, ditambah sektor infrastruktur. Namun bertolak belakang untuk sektor pertanian, karena secara nasional justru sektor ini masih mempengaruhi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Yudhoyono, 2004). Hasil studi terhadap 83 negara-negara sedang berkembang pada periode tahun 1960-1970 menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yaitu tingkat investasi fisik, tingkat pertumbuhan impor, dan tingkat perkembangan sumber daya manusia pada awal priode. Dengan demikian, investasi sumber daya manusia merupakan salah satu cara yang tepat dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa (Hicks and Sreeten, 1979).

4. Pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan timbal balik dengan pembangunan manusia, yang mana pertumbuhan ekonomi dapat mendorong pembangunan manusia, dan pembangunan manusia mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Wheeler, 1980; Ramirez et al., 1997; dan Ranis et al., 2002). Terdapat hubungan dua arah (two-way relationship) dan saling berpengaruh secara positip antara kinerja perekonomian wilayah dengan pembangunan manusia melalui sektor pendidikan (Ali, 2006). Meskipun hanya salah satu sisi dari hubungan timbal balik tersebut, bahwa investasi sumber daya manusia dan transfer pendapatan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, diikuti pegurangan pengangguran dan kemiskinan (Sitepu, 2007 dan Asteriou et al., 2001). Sebaiknya visi pendidikan sudah saatnya diarahkan untuk pencapaian kemajuan ekonomi (Roza, 2007)

(19)

5. Penanggulangan kemiskinan dipengaruhi secara positif oleh kualitas sumber daya manusia (Nanga, 2006), alokasi fiskal sektor infrastruktur, sektor pertanian, serta sektor pendidikan, dan sektor kesehatan, meskipun dua sektor terakhir ini agak lemah pengaruhnya (Yudoyono, 2004). Namun penanggulangan kemiskinan dipengaruhi secara negatif oleh transfer fiskal ke daerah (Nanga, 2006), serta keterbatasan sumber daya ekonomi rumah tangga (Sutomo, 1995).

6. Indeks pembangunan manusia adalah ukuran relatif pada tahun yang berbeda atau pada tempat yang berbeda untuk dibandingkan capaiannya, sehingga indeks pembangunan manusia kurang bermakna jika hanya berdiri sendiri. Keadaan ini mendorong masyarakat antar negara, antar provinsi, antar kabupaten berlomba-lomba untuk meningkatkan peringkat indeks pembangunan manusia. Alam (2006) menyebut indeks pembangunan manusia sebagai alat konvergensi pembangunan. Sementara itu, transfer fiskal antar provinsi di Cina, dari provinsi pantai ke provinsi pedalaman, membuat pembangunan Cina semakin konvergen (Raiser, 2007). Dengan kata lain, kebijakan fiskal yang diarahkan untuk peningkatan indeks pembangunan manusia mampu untuk memeratakan pembangunan.

Berbagai kutipan penelitian yang ditampilkan pada sub bab ini tidak secara konprehensif mengkaji dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan sektor kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia di Indonesia. Sebagian penelitian tersebut juga mengungkap data series indeks pembangunan manusia masih terbatas sehingga untuk mengatasinya perlu dilakukan cross section antar kabupaten/provinsi.

Gambar

Gambar  4.   Kecendrungan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia  Tahun 1980-2007
Tabel 2. Tujuan dan Target Pembangunan Milenium bagi Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Dokumen Capaian Rencana Aksi atas Perjanjian Kinerja ini, secara substansi merupakan sarana pelaporan kinerja dalam rangka mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas

Hal ini diduga perlakuan tanpa pupuk tanaman hanya menyerap nutrisi yang telah ada pada tanah yang berdasarkan analisis kandungan haranya cukup sedikit, sehingga belum

Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah menjalankan proses monitoring dan evaluasi evaluasi internal dalam rangka proses penjaminan mutu yang bertujuan untuk memenuhi atau

Apakah saudara-saudara berjanji untuk menjalankan tugas sebagai Pengurus Pelkat dengan setia, senantiasa bertekun dalam iman kepada Yesus Kristus, hidup suci serta

Sisanya terpaksa dieliminasi, baik karena hilal diklaim terlihat saat hasil perhitungan menunjukkan Bulan sudah terbenam, laporan hanya datang dari satu lokasi

 Dengan bekerjasama secara berkelompok siswa dibimbing dalam proses pengumpulan data tentang pecahan mata uang dalam kehidupan sehari-hari melalui pencarian datadan membaca buku

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa rata-rata skor yang diberikan oleh Mahasiswa peserta KNM baik tahun 2011 dan 2012 berada pada rentang jawaban yang Baik

Berbedanya hasil belajar pada kedua kelas tersebut dapat dipahami karena dalam proses pembelajaran kontekstual siswa lebih ditekankan dalam belajarnya mengaitkan materi