• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA TEMPORAL KOMUNITAS LAMUN PADA MUSIM KEMARAU DI INTERTIDAL MADASANGER, KABUPATEN SUMBAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAMIKA TEMPORAL KOMUNITAS LAMUN PADA MUSIM KEMARAU DI INTERTIDAL MADASANGER, KABUPATEN SUMBAWA BARAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

e-ISSN : 2620-309X DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v11i1.25160 DINAMIKA TEMPORAL KOMUNITAS LAMUN PADA MUSIM KEMARAU

DI INTERTIDAL MADASANGER, KABUPATEN SUMBAWA BARAT

TEMPORAL DYNAMIC OF SEAGRASS COMMUNITY ON THE DRY SEASON IN INTERTIDAL OF MADASANGER, WEST SUMBAWA

Tria Khairunnisa1*, Fredinan Yulianda2, dan Rahmat Kurnia2

1Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana-IPB, Bogor 2Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK-IPB, Bogor

*E-mail: tria_khairunnisa@apps.ipb.ac.id

ABSTRACT

Seagrass is one of the communities in the intertidal Madasanger. Due to environmental characteristic, this intertidal area is always dynamic mainly is caused by a change of tidal wave. This condition cause habitat for seagrass living often changes. The aim of this study is to analyzed dynamic community of seagrass on the dry season in Madasanger. Seagrass community was observed at two stations parallel to the coastline, such as high tide zone and low tide zone during dry season (April). The seagrass community distributed dynamically based on percent cover and spatial pattern. There are five genera of seagrass such as Cymodocea, Halodule, Halophila, Syringodium, and Thalassia cover the habitat with 36.5-75.67%. During period 2014-2018, the highest percent cover of seagrass was found in 2016. This condition in 2016 is the best environment for seagrass living because of limiting rainfall (input of freshwater). The seagrass habitat lived better mainly Halodule and Syringodium in deeper substrate. The dynamic of seagrass community intertidal Madasanger showed by the sand movement follow up with the changes of seagrass spatial distribution during five years.

Keywords: dry season, dynamic, intertidal, Madasanger, seagrass

ABSTRAK

Lamun merupakan salah satu komunitas di intertidal Madasanger. Kawasan intertidal merupakan kawasan yang dinamis, dipengaruhi oleh perubahan pasang dan surut yang membuat kondisi lingkungannya tidak stabil sehingga menyebabkan perubahan terhadap habitat tempat hidup lamun. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dinamika komunitas lamun di intertidal Madasanger pada musim kemarau. Pengamatan komunitas lamun dilakukan pada dua stasiun pengamatan sejajar garis pantai, yaitu zona atas dan zona bawah, pada musim kemarau (April). Keberadaan lamun memperlihatkan pola yang dinamis berdasarkan tutupan dan sebaran spasial lamun. Komunitas lamun terdiri atas lima genus, yaitu Cymodocea, Halodule, Halophila, Syringodium dan Thalassia, dengan tutupan rata-rata berkisar antara 36,5-75,67%. Selama 2014-2018, kondisi tutupan lamun tertinggi terjadi pada 2016. Kondisi lingkungan pada 2016 yang relatif stabil dengan curah hujan dan masukan air tawar yang relatif lebih rendah, merupakan kondisi lingkungan terbaik untuk kehidupan lamun, sehingga pertumbuhan lamun relatif lebih baik. Lamun hidup lebih baik pada substrat yang lebih dalam, terutama lamun Halodule dan Syringodium. Dinamika komunitas lamun di intertidal Madasanger diduga disebabkan oleh pergerakan substrat, yang diikuti dengan perubahan pola sebaran lamun selama lima tahun.

(2)

I. PENDAHULUAN

Daerah intertidal merupakan daerah tersempit dari kawasan pesisir dan laut yang terletak paling pinggir dari bagian ekosistem pesisir dan laut dan berbatasan dengan ekosistem darat yang masih digenangi oleh air laut secara periodik (Yulianda, 2009). Daerah ini tergenang saat air pasang dan tidak terendam saat air surut. Komunitas intertidal mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan yang ekstrem. Kondisi lingkungan intertidal dipengaruhi oleh pasang surut, tipe substrat, luas hamparan pasang surut, dan kelandaian pantai. Salah satu komunitas yang dapat dijumpai di daerah intertidal adalah komunitas lamun.

Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan air berbunga yang hidup di perairan laut (Fortes, 1989) dengan sistem perakaran dan rhizoma di bawah permukaan substrat (Short et al., 2007). Vegetasi lamun dapat berupa komunitas monospesifik atau campuran (Fortes, 1989, Poedjirahajoe et al., 2013). Komunitas lamun tumbuh di dalam kolom air laut pada substrat dasar perairan membentuk hamparan yang cukup luas yang disebut padang lamun.

Padang lamun dapat dijumpai di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yaitu di pantai Madasanger, Mangkun dan Sejorong (Bachtiar, 2007 in Poedjirahajoe et al., 2013). Intertidal Madasanger merupakan habitat lamun ber-dasarkan komunitas lamun yang ditemukan. Sama dengan organisme intertidal pada umumnya, komunitas lamun mendapatkan tekanan lingkungan yang tinggi. Lingkungan intertidal yang ekstrem, terutama akibat sifat dari pasang surut yang membuat daerah ini terpapar dan kekeringan beberapa waktu, menyebabkan organisme intertidal harus mempunyai kemampuan adaptasi terhadap faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang dinamis ini dapat mempengaruhi pola sebaran komunitas lamun dari waktu ke waktu.

Kawasan intertidal sendiri merupakan kawasan yang tidak stabil secara fisik namun paling diminati untuk dikunjungi karena mudah dijangkau manusia (Yulianda, 2009, Cullen-Unsworth et al., 2014) sehingga rentan terjadi perubahan komunitas (Yulianda et al., 2013). Walaupun per-tumbuhan lamun tergolong cepat, tetapi tumbuhan ini juga sangat sensitif terhadap keadaan substrat. Selain itu, intertidal Madasanger berbatasan langsung dengan Samudera Hindia sehingga tekanan lingkungan pada lamun cenderung lebih besar. Oleh karena itu penelitian ini ber-tujuan untuk mengkaji perubahan komunitas lamun yang terjadi di intertidal Madasanger pada musim kemarau.

II. METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian terletak di kawasan intertidal Madasanger, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 1). Intertidal Madasanger tidak seperti kawasan intertidal pada umumnya karena batimetri di kawasan ini tidak merata. Bagian tepi kawasan ini dangkal, bagian tengah agak dalam kemudian dangkal kembali ke arah laut sampai batas tubir. Secara umum intertidal Madasanger dapat dibedakan menjadi tiga zona, yaitu zona pasang tinggi, zona pasang tengah, dan zona pasang rendah. Sebaran lamun di intertidal Madasanger terdapat pada zona pasang tinggi dan zona pasang tengah, sedangkan pada zona pasang rendah tidak ditemukan habitat lamun. Dengan demikian pengamatan lamun dilakukan pada zona yang terdapat habitat lamun (zona pasang tinggi dan zona pasang tengah), yang selanjutnya dalam penelitian ini disebut zona atas dan zona bawah (Gambar 2). Tipe substrat di intertidal Madasanger berpasir dan berkarang. Substrat semakin kasar ke arah laut dan dominasi karang semakin tinggi. Penelitian ini meng-gunakan data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer komunitas lamun

(3)

dilakukan pada April 2018. Data sekunder yang digunakan, yaitu data jenis dan penutupan lamun 2014-2016 yang diperoleh dari monitoring PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) dan data jenis dan penutupan lamun 2017 hasil monitoring PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (PT. AMNT).

2.2 Pengumpulan Data

Metode pengambilan data mengacu pada Laporan Monitoring Kawasan Intertidal di Batu Hijau (Maluk, Mangkun, Madasanger, Sejorong, dan Puna), serta

Dokumen Monitoring Marine Ecology PT.NNT dan PT.AMNT (tidak dipublikasi). Pengamatan komunitas lamun dilakukan pada transek tetap menggunakan pendekatan spasial berdasarkan keberadaan lamun di daerah intertidal Madasanger. Pengamatan dilakukan pada zona atas dan zona bawah. Setiap zona diletakkan tiga transek kuadrat berukuran 100 x 100 cm2 secara horizontal

sejajar garis pantai dengan jarak 50-100 m (Gambar 3). Kemudian, sebaran spasial lamun dianalisis menggunakan ArcGIS 10.5.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.

(4)

Gambar 3. Rancangan pengamatan komunitas lamun. III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Lamun selalu ditemukan di intertidal Madasanger selama musim kemarau 2014-2018. Komunitas lamun di intertidal Madasanger merupakan komunitas campuran yang terdiri atas lima genus, yaitu

Cymodocea, Halodule, Halophila,

Syringodium dan Thalassia, yang

keber-adaannya mengalami perubahan selama lima tahun (Tabel 1).

Kondisi lamun mengalami fluktuasi yang dinamis secara temporal dan juga spasial. Jenis lamun yang selalu ditemukan dengan komposisi terbanyak di kawasan ini pada periode 2014-2018 adalah Halodule dan

Syringodium, sedangkan jenis Thalassia baru

ditemukan dalam transek pada 2018 (Gambar 4).

Tabel 1. Keberadaan jenis lamun.

Tahun Jenis lamun 2014 2015 2016 2017 2018 Cymodocea v v v Halodule v v v v v Halophila v v v v v Syringodium v v v v v Thalassia v

Sumber: Data monitoring Environmental Marine and Ecology PT. NNT (2014-2016) dan PT. AMNT (2017). Tubir Zona atas Zona bawah Laut

(5)

Gambar 4. Komposisi jenis lamun 2014-2018. Sebaran komunitas lamun mengalami dinamika sepanjang periode 2014-2018 yang ditunjukkan dengan pola spasial yang berbeda pada periode tersebut. Luasan habitat lamun mengalami perubahan setiap tahun selama 2014-2018. Habitat lamun meningkat dari 2014 hingga 2016, dan kembali menurun pada 2017 dan 2018. Sebaran lamun cenderung semakin luas dengan penutupan yang lebih rapat yang puncaknya terjadi pada 2016, meskipun

kemudian mengalami penurunan sampai 2018 (Gambar 5). Pola sebaran keberadaan lamun yang dinamis, diikuti dengan tutupan lamun yang juga dinamis. Tutupan lamun bervariasi setiap tahunnya dengan tutupan lamun rata-rata selama lima tahun berkisar antara 36,5% hingga 75,67% (Gambar 6). Tutupan lamun cenderung lebih tinggi pada daerah dekat dengan tubir daripada daerah dekat pantai.

Gambar 5. Sebaran komunitas lamun 2014-2018.

0% 20% 40% 60% 80% 100% 2014 2015 2016 2017 2018 Ko mp os is i j en is Tahun

(6)

Gambar 2. Tutupan lamun 2014-2018. 3.2. Pembahasan

Jenis-jenis lamun yang ditemukan di kawasan intertidal Madasanger adalah

Cymodocea, Halodule, Halophila,

Syringodium, dan Thalassia. Lamun-lamun

tersebut umumnya tersebar membentuk padang lamun tipe campuran (mixed-species

meadow). Dominasi dari lamun tipe

campuran ini merupakan keunikan dari padang lamun di perairan tropis (Rozaimi et

al. 2017).

Habitat lamun di intertidal Madasanger sangat dipengaruhi oleh dinamika pasang surut. Kondisi lingkungan yang berfluktuasi di habitat pesisir, yang secara berkala terjadi karena siklus pasang surut harian dan variasi musiman, mengontrol zonasi dan karakter dari organisme intertidal dan perairan dangkal (Chappuis et al., 2014). Komunitas lamun terkonsentrasi di bagian Tenggara intertidal Madasanger, yaitu pada substasiun 2 dan 3 baik di zona atas maupun di zona bawah. Sebaran spasial lamun tersebut dipengaruhi oleh batimetri di lokasi ini dengan kedalaman yang meningkat pada substasiun 2 dan 3 yang membuat lamun selalu terendam meskipun saat surut. Kedalaman perairan saat surut pada substasiun 2 dan 3 berkisar antara 30-75 cm, berbeda dengan substasiun 1 yang kedalamannya 0-36 cm. Meskipun lamun secara umum mempunyai kemampuan untuk mentoleransi dan berkembang dalam berbagai lingkungan fisik yang berfluktuasi (Kaewsrikhaw and Prathep, 2014), seperti kekeringan yang terjadi akibat paparan udara saat air surut setiap harinya, pertumbuhan lamun lebih baik pada area yang selalu

terendam. Kaewsrikhaw et al. (2015) menyatakan bahwa kondisi terbaik untuk pertumbuhan Halophila ovalis adalah pada zona intertidal yang lebih rendah. Pada zona intertidal yang lebih tinggi, lamun menghadapi stress yang berasal dari intensitas cahaya yang sangat tinggi dan kekeringan selama periode surut rendah.

Kedalaman air terdangkal terdapat di bagian Barat Laut intertidal Madasanger yaitu pada zona atas substasiun 1. Hal ini menandakan lamun pada substasiun 1 lebih terpapar dibanding lokasi lainnya. Oleh karena itu, lamun yang tumbuh di lokasi ini lebih rentan terhadap kekeringan. Lamun

Cymodocea lebih sedikit tumbuh di daerah

dekat pantai dengan ukuran yang relatif lebih kecil. Menurut Tanaka and Nakaoka (2004),

Cymodocea rotundata dan Thalassia

hemprichii mengecilkan ukuran daunnya

sebagai respon terhadap stress berupa paparan udara.

Sebaran lamun pun banyak berubah terutama di zona atas substasiun 1. Lamun bahkan sempat hilang pada daerah tersebut. Batimetri yang lebih dangkal membuat tekanan lingkungan di daerah ini menjadi lebih tinggi. Tekanan lingkungan yang cukup besar terjadi khususnya akibat pasang surut dan pergerakan air. Energi gelombang terbesar juga terletak di dekat permukaan air (Koch et al., 2006). Permukaan air lebih dangkal di daerah ini sehingga lamun terkena hantaman dari energi gelombang secara langsung. Menurut Koch et al. (2006), substrat pada perairan dangkal dengan energi gelombang yang relatif tinggi biasanya berpasir. Substrat ini menjadi tidak ditumbuhi karena erosi dan timbunan yang terus-menerus. Hal tersebut menyebabkan lamun pada daerah yang lebih dangkal menghilang atau tidak ditemukan pada beberapa waktu. Dinamika lingkungan pada daerah yang lebih dalam cenderung lebih stabil, sehingga lamun dapat tumbuh lebih baik.

Keberadaan dan komposisi jenis lamun di intertidal Madasanger menunjukkan

(7)

dinamika setiap tahunnya. Lamun Thalassia baru ditemukan pada 2018 dan hanya pada transek zona bawah substasiun 3. Sedangkan menurut Yulianda (2009), Thalassia hemprichii merupakan salah satu jenis lamun

yang ditemukan di Madasanger. Hal ini tentunya mengindikasikan terjadinya perubahan sebaran dari lamun jenis ini. Lamun Thalassia yang ditemukan juga hanya dalam jumlah kecil sebesar 28%. Diduga pada 2014-2017 Thalassia tetap ada di intertidal Madasanger namun berada di luar transek pengamatan akibat pergeseran sebaran komunitas lamun yang terjadi.

Sebaran lamun selama musim kemarau di intertidal Madasanger sangat dinamis. Hal tersebut terlihat dari perubahan sebaran juga perubahan tutupan lamun (Gambar 5 dan 6). Lamun Halodule merupakan lamun dengan komposisi terbesar selama lima tahun. Hal ini juga mengindikasikan bahwa lamun Halodule mempunyai tutupan yang lebih tinggi dan sebaran yang lebih luas daripada jenis lamun lainnya. Menurut Hillman et al. (1995) ketika lamun Halodule muncul, lamun ini akan mendominasi di komunitas. Sebaran lamun Halodule ini terjadi akibat hidro-dinamika. Menurut Ooi et al. (2014) pada penelitian di Pulau Tinggi, hidrodinamika meningkatkan penyebaran lamun antar-padang lamun dan menyebabkan tekanan pada substrat khususnya pada lamun

Halodule. Halodule memproduksi biji di

bawah permukaan substrat (Phillips and Menez, 1988). Hidrodinamika menyebabkan erosi substrat dan memicu penyebaran biji lamun jenis ini. Perubahan komunitas lamun ini lebih dipengaruhi oleh pergerakan substrat yang menurut Fortes (1989) merupakan salah satu faktor penting yang berdampak pada sebaran lamun. Pergerakan substrat yang terjadi umumnya akibat tekanan lingkungan dari alam berupa arus dan gelombang pasang surut.

Pertumbuhan lamun akan lebih baik pada salinitas yang lebih tinggi mendekati salinitas optimumnya. Salinitas optimum

untuk sebagian besar spesies lamun berkisar antara 30-40 psu (Touchette, 2007) yang jelas sekali merupakan salinitas air laut. Aliran air tawar ke dalam perairan laut tentunya menurunkan salinitas di perairan tersebut. Masukan air tawar ke perairan laut berkorelasi dengan curah hujan. Rata-rata curah hujan terendah selama periode 2014-2018 adalah pada tahun 2016. Oleh karena itu, diduga hal ini juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sebaran dan tutupan lamun lebih baik pada tahun tersebut. Rata-rata curah hujan Maret-April 2016 berada pada kategori rendah yaitu sebesar 92,6 mm, sedangkan pada 2014-2015 curah hujan di kawasan Madasanger berada pada kategori menengah berkisar antara 146,2-187,3 mm (Data PT NNT, 2014-2016, tidak dipublikasi).

Curah hujan yang relatif lebih rendah pada musim kemarau 2016 mengindikasikan masukan air tawar yang lebih sedikit, sehingga pertumbuhan lamun relatif lebih baik.

IV. KESIMPULAN

Kondisi lingkungan intertidal Madasanger menyebabkan terjadinya dinamika komunitas lamun yang dapat dilihat dari perubahan komposisi jenis lamun dan perubahan sebaran komunitas lamun. Perubahan sebaran komunitas lamun di intertidal Madasanger terjadi secara temporal maupun spasial. Sebaran lamun ter-konsentrasi pada daerah dengan kedalaman air yang lebih tinggi atau dekat tubir dengan jenis lamun dominan Halodule dan

Syringodium. Perubahan sebaran lamun pada

periode tahun yang berbeda menunjukkan adanya dinamika komunitas lamun di intertidal Madasanger yang diduga disebab-kan oleh pergeradisebab-kan substrat. Curah hujan yang lebih rendah menyebabkan masukan air tawar ke perairan menjadi lebih sedikit sehingga sebaran dan tutupan lamun menjadi lebih baik.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada PT. Amman Mineral Nusa Tenggara atas izin penelitian di salah satu lokasi monitoring lingkungan, beserta seluruh staf Environmental Marine

and Ecology yang telah banyak membantu

selama penelitian. DAFTAR PUSTAKA

Chappuis, E., M. Terradas, M.E. Cefali, S. Mariani, and E. Ballesteros. 2014. Vertical zonation is the main distribution pattern of littoral assemblages on rocky shores at a regional scale. Estuarine, Coastal and

Shelf Science, 147:113-122. http://dx.

doi.org/10.1016/j.ecss.2014.05.031. Cullen-Unsworth, L.C., L.M. Nordlund, J.

Paddock, S. Baker, L.J. McKenzie, and R.K.F. Unsworth. 2014. Seagrass meadows globally as a coupled social–ecological system: Implications for human wellbeing.

Mar. Pollut. Bull., 83:387-397.

http://dx.doi.org/10.1016/j.marpolbul. 2013.06.001.

Fortes, M.D. 1989. Seagrasses: a resources unknown in the ASEAN region. ICLARM Education Series 5, International Center for Living Aquatic Resources Management. Manila. 46 p.

Hillman, K., A.J. McComb, and D.I. Walker. 1995. The distribution, biomass and primary production of the seagrass

Halophila ovalis in the Swan/Canning

Estuary, Western Australia. Aquat

Bot., 51:1-54. https://doi.org/10.1016/

0304-3770(95)00466-D.

Koch, E.W., J.D. Ackerman, J. Verduin, M. van Keulen. 2006. Fluid Dynamics in Seagrass Ecology—from Molecules to Ecosystems. In: Larkum, A.W.D et

al. (ed.). Seagrasses: Biology, Ecology and Conservation. Springer. Netherlands. 193-225 pp.

Kaewsrikhaw, R., and A. Prathep. 2014. The effect of habitats, densities and seasons on morphology, anatomy and pigment content of the seagrass

Halophila ovalis (R.Br.) Hook.f. at

Haad Chao Mai National Park, Southern Thailand. Aquat Bot., 116: 69-75. https://dx.doi.org/10.1016/j. aquabot.2014.01.009.

Kaewsrikhaw, R., R.J. Ritchie, and A. Prathep. 2016. Variations of tidal exposures and seasons on growth, morphology, anatomy and physiology of the seagrass Halophila ovalis (R.Br.) Hook. f. in a seagrass bed in Trang Province, Southern Thailand.

Aquat Bot., 130:11-120. http://dx.doi.

org/doi:10.1016/j.aquabot.2015.12.00 6.

Ooi, J.L.S., K.P. Van Niel, G.A. Kendrick, and K.W. Holmes. 2014. Spatial Structure of Seagrass Suggests That Size-Dependent Plant Traits Have a Strong Influence on the Distribution and Maintenance of Tropical Multispecies Meadows. PLoS ONE, 9(1):1-11. e86782.doi:10.1371/journa l.pone.0086782.

Phillips, R.C., and E.G. Menez. 1988.

Seagrasses. Smithsonian Institution

Press. Washington, D.C. 104 p. Poedjirahajoe, E., N.P.D. Mahayani, B.R.

Sidharta, dan M. Salamuddin. 2013. Tutupan lamun dan kondisi ekosistemnya di kawasan pesisir Madasanger, Jelenga, dan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat. J. Ilmu

dan Teknologi Kelautan Tropis, 5(1):

36-46. http://dx.doi.org/10.28930/ jitkt.v5i1.7744.

Rozaimi, M., M. Fairoz, T.M. Hakimi, N.H. Hamdan, R. Omar, M.M Ali, and S.A. Tahirin. 2017. Carbon stores from a tropical seagrass meadow in the midst of anthropogenic disturbance. Mar. Pollut. Bull.,

(9)

https://dx.doi.org/10.1016/j.marpolbu l.2017.03.073.

Short, F., T. Carruthers, W. Dennison, and M. Waycott. 2007. Global seagrass distribution and diversity: A bioregional model. J. Exp. Mar. Biol.

Ecol., 350:3-20. https://dx.doi.org/10.

1016/j.jembe.2007.06.012.

Short, F.T., B. Polidoro, S.R. Livingstone, K.E. Carpenter, S. Bandeira, J.S. Bujang, H.P. Calumpong, T.J.B. Carruthers, R.G. Coles, W.C. Dennison, P.L.A. Erftemeijer, M.D. Fortes, A.S. Freeman, T.G. Jagtap, A.H.M. Kamal, G.A. Kendrick, W. Judson Kenworthy, Y.A. La Nafie, I.M. Nasution, R.J. Orth, A. Prathep, J.C. Sanciangco, B. van Tussenbroek, S.G. Vergara, M. Waycott, and J.C. Zieman. 2011. Extinction risk assessment of the world's seagrass species. Biol. Conserv., 144(7): 1961-1971. https://dx.doi.org/10.1016/j. biocon.2011.04.010.

Tanaka , Y. and M. Nakaoka. 2004. Emergence stress and morphological constraints affect the species

distribution and growth of subtropical intertidal seagrasses. Mar. Ecol. Prog.

Ser., 284:117-131. http://dx.doi.org/

10.3354/meps284117.

Touchette, B.W. 2007. Seagrass-salinity interactions: Physiological mechanisms used by submersed marine angiosperms for a life at sea.

J. Exp. Mar. Biol. Ecol., 350(1-2):

194-215. https://dx.doi.org/10.1016/ j.jembe.2007.05.037.

Yulianda F. 2009. Biota intertidal di Batu Hijau. PT Newmont Nusa Tenggara. Sumbawa. 112 hlm.

Yulianda, F., M.S. Yusuf, dan W. Prayogo. 2013 Zonasi dan kepadatan komunitas intertidal di daerah pasang surut, pesisir Batu Hijau, Sumbawa.

J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 5(2):409-416. http://dx.doi.

org/10.28930/jitkt.v5i2.7569.

Received : 21 February 2019

Reviewed : 12 March 2019

(10)

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.
Gambar 3. Rancangan pengamatan komunitas lamun.
Gambar 5. Sebaran komunitas lamun 2014-2018.
Gambar 2. Tutupan lamun 2014-2018.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Karakter Reproduksi Ikan Nila Pandu F6 Oreochromis niloticus Persilangan Strain Nila Merah Singapura Menggunakan Sistem Resiprokal Pada Pendederan 1.. Journal of

Nawawi (2012:109) menjelaskan bahwa ketiga faktor, yaitu individu, organisasi dan teknologi informasi merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan, di mana

Misi ini merupakan upaya Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dalam menjaga cita-cita mulia yang memerlukan dukungan dari seluruh komponen masyarakat dalam pelaksanaan

Sama seperti Azka dalam buku ini, ia juga kesal karena baju kesayangannya.. Bagaimana Azka menyelesaikan masalahnya, silakan membaca

Kinerja industri minuman ringan di Indonesia diwakili oleh variabel Price Cost Margin (PCM) dan variabel-variabel yang digunakan dalam mewakili faktor-faktor yang memengaruhi

Macam mana abang tau Faiz tak sihat?” Aku bertanya, menutup mulut yang menguap dengan belakang tangan.. Kepala aku garu-garu

1) Mampu mengajukan pertanyaan seperti “Jelaskan teknik pembuatan karya seni rupa yang disajikan” atau “Jelaskan bahan yang digunakan dalam pembuatan seni rupa

penelitian sebelumnya yaitu penelitian Leicht menyebutkan bahwa teknik ekstubasi sadar dengan atau tanpa lidokain intravena 1,5 mg/kgBB dengan jarak pemberian