• Tidak ada hasil yang ditemukan

Erlin Novita Idje Djami (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Erlin Novita Idje Djami (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

SITUS SENI CADAS SEBAGAI ASET BUDAYA DAN PEMBANGUNAN PARIWISATA

(Studi pengembangan situs seni cadas di kawasan Teluk Bicari dan Selat Maimai, Kabupaten Kaimana, Papua Barat)

Erlin Novita Idje Djami (Balai Arkeologi Jayapura)

Abstract

Rock art sites in the area of the cultural assets worth Kaimana high for the sake of history, science and culture, so it’s worth it if it is developed and utilized. It is also considering the condition of the site is supported with the surrounding natural beauty of the ocean and coral islands, as well as the charm, the expanse of the forest in karst area and village-village population is about. To optimize the potential of art rock then needs to be done the study development on rock art sites in the region, as a form of Kaimana policy implementation in the management of cultural heritage and its environment so that it can have an impact on the increase of living adequate for the present society (especially the local community) in the fi eld of persons coming. Results of the survey has been conducted showing that in the process of development of tourism in the region need to involve local communities Kaimana as key stakeholders, both in the planning and implementation of policies in a bottom up, determined policy along community, as well as patisipasi actively involved in community development programs and support the development of business and economics which is the economic base of society, as well as the need to be supported by regulation as runway departure formally related protection, preservation and utilization of cultural objects.

Keyword:Rock art, development of tourism¸ protection, preservation

Latar Belakang

Penelitian arkeologi di Kaimana menunjukkan bahwa wilayah ini memiliki potensi berupa tinggalan budaya seni cadas. Temuan situs-situs seni cadas tersebut terbentang

(2)

mulai dari pesisir pantai di kawasan Teluk Arguni, Teluk Bitsyari, Selat Maimai, dan Teluk Triton, serta kawasan Danau Kamaka. Adapun temuannya berupa torehan gambar berwarna dan pahatan gambar di permukaan dinding-dinding tebing karang maupun ceruk karang yang berada di atas permukaan air.

Temuan situs-situs seni cadas ini merupakan bentuk ekspresi seni dari nenek moyang berupa lambang atau simbol tentang nilai-nilai kehidupan (Djami, 2008). Ini juga membuktikan bahwa wilayah Kaimana sebagai daerah perlintasan budaya dari Asia ke Australia atau sebaliknya sejak masa prasejarah.

Berdasar temuan tersebut, dapat diposisikan bahwa situs seni cadas di wilayah Kaimana menjadi aset budaya bernilai tinggi bagi kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga layak jika temuan dikembangkan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat. Harapan ini logis, karena ditunjang kondisi wilayah situs dengan keindahan pesona alam sekitarnya berupa lautan dengan pulau-pulau karang serta keindahan bawah lautnya, hamparan hutan pada kawasan karst dan perkampungan-perkampungan penduduk di sekitarnya.

Dalam upaya mengembangkan situs-situs seni cadas di wilayah Kaimana, jika mengacu Pasal 78 UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, menyatakan bahwa pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang melekat

padanya serta dapat memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya dapat digunakan untuk pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

Berkait itu semua, untuk mengoptimalkan potensi seni cadas maka perlu dilakukan studi pengembangan pada situs-situs seni cadas di wilayah Kaimana, sebagai bentuk implementasi kebijakan dalam upaya pengelolaan warisan budaya dan lingkungannya sehingga dapat berdampak pada peningkatkan taraf hidup masyarakat masa kini (khususnya masyarakat setempat) di bidang kepariwisataan. Ini juga mengingat bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi, bahkan kini telah manjadi bagian dari hak asasi manusia dan dapat berkembang sebagai industri yang strategis dalam memajukan perekonomian daerah (Rukendi dan Baskoro, 2010).

(3)

Dalam rangka studi pengembangan aset budaya di daerah Kaimana diperlukan pemahaman yang komprehensif meliputi pemahaman secara yuridis mencakup seluruh peraturan sehingga tidak melanggar ketentuan hukum yang ada, pemahaman secara arkeologis tentang pengertian cagar budaya, dan pemahaman manajerial sebagai kemampuan mengelola cagar budaya sehingga menjadi aset daerah yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan masyarakat (Haryono, 2003).

Sehubungan hal tersebut, menjadi penting diketahui tentang pandangan masyarakat maupun strategi pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Kaimana terkait pengembangan aset-aset seni budaya setempat sebagai destinasi pariwisata. Ada pun lokasi yang menjadi studi pengembangan yaitu dipilih kawasan situs-situs seni cadas yang berada di kawasan Teluk Bicari dan Selat Maimai, Distrik Kaimana.

Berdasarkan latar belakang di atas, selanjutnya ada beberapa permasalahan yang muncul sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut;

1. Apakah situs-situs seni cadas di wilayah Teluk Bicari dan Selat Maimai sudah dimanfaatkan sebagai objek wisata?

2. Potensi-potensi apa saja yang ada di kawasan situs seni cadas tersebut?

3. Bagaimana persepsi masyarakat Kaimana jika situs-situs tersebut dikembangkan sebagai destinasi pariwisata?

4. Apakah situs-situs seni cadas sebagai aset budaya bangsa sudah dicagar-budayakan dan menjadi aset dalam rencana pembangunan pariwisata daerah Kaimana?

5. Bagaimana prospek pengembangan situs-situs seni cadas sehingga dapat menjadi daerah tujuan wisata yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat setempat?

Tujuan dan Sasaran Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pemanfaatan situs-situs seni cadas di kawasan Teluk Bicari dan Selat Maimai sebagai objek wisata.

2. Untuk mengetahui potensi-potensi yang dimiliki kawasan situs-situs tersebut sebagai penunjang pengembangan daerah wisata.

(4)

3. Untuk mengetahui persepsi masyarakat Kaimana jika kawasan situs-situs seni cadas dikembangkan sebagai daerah destinasi pariwisata.

4. Untuk mengetahui tentang situs-situs seni cadas yang sudah dicagar-budayakan dan menjadi aset dalam rencana pembangunan pariwisata daerah Kaimana.

5. Untuk melihat prospek pengembangan situs-situs seni cadas sehingga dapat dijadikan sebagai daerah tujuan wisata yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah tersusunnya data yang komprehensif tentang potensi situs, pandangan masyarakat dari berbagai kepentingan berkaitan dengan pengembangan situs seni cadas sebagai destinasi pariwisata, program Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kaimana, strategi pembangunan daerah Kabupaten Kaimana, dan prospek-prospek pengembangan situs-situs seni cadas yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Kerangka Pemikiran

Situs-situs seni cadas di wilayah Kabupaten Kaimana merupakan salah satu aset budaya daerah yang sangat penting untuk dikembangkan sebagai destinasi pariwisata, dengan harapan nantinya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Pernyataan ini didukung oleh hasil-hasil penelitian arkeologi tentang potensi situs-situs seni cadas di wilayah Kaimana yang memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan sehingga patut dilestarikan dan juga memiliki peluang untuk dimanfaatkan dengan dikembangkan sebagai objek wisata.

Mengacu pada Pasal 1 ayat (29) Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, menyatakan bahwa pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian, dan pada Pasal 78 menjelaskan bahwa pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang melekat padanya dan dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(5)

Dalam rencana pengembangan kawasan situs-situs seni cadas di wilayah Kaimana sebagai destinasi pariwisata, ada beberapa sasaran penting yang menjadi tujuan dari prospek pengembangan situs seperti potensi objek, potensi lingkungan, potensi kebudayaan masyarakat sekitar situs dan aktivitas-aktivatas yang sering terjadi di sekitar situs serta sarana prasarana yang ada. Di samping itu perlu diketahui tentang program Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kaimana yang berkaitan dengan pemanfaatan aset budaya sebagai objek wisata dan juga tentang program strategis Pemda Kabupaten Kaimana berkaitan dengan sasaran pembangunan yang melibatkan aset budaya di dalamnya.

Sedangkan untuk pengembangan situs seni cadas, dibutuhkan juga data pendukung lainnya yaitu pendapat dari berbagai pihak yang dijaring melalui kuesioner maupun wawancara, seperti masyarakat suku-suku asli Kaimana, masyarakat di luar etnik Kaimana yang tinggal di Kaimana, masyarakat dari dunia pendidikan, birokrasi, dan swasta serta pendapat dari para elit politik. Pendapat dari pihak-pihak tersebut dianggap penting karena merekalah yang ikut bertanggungjawab, baik langsung maupun tidak langsung terhadap pemanfaatan maupun pelestarian objek dan lingkungannya.

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang didukung data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dengan metode survai melalui penyebaran kuesioner yang dilakukan dengan mengunjungi serta melakukan wawancara pada masing-masing responden (interview guide).

Sampel individu dipilih menurut metode stratifi kasi sampel acak (Singarimbun dan Effendi, 1989). Metode stratifi kasi sampel acak merupakan suatu metode pengambilan sampel secara acak namun representatif atau mewakili keseluruhan populasi dengan mengambil sampel secara proporsional menurut penggolongan atau stratifi kasi.

Lokasi Penelitian

(6)

Krooy, Desa Marsi, Desa Maimai dan Desa Namatota di Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana - Provinsi Papua Barat.

Populasi

Populasi ditentukan secara kuota yaitu dari 21.205 populasi sesungguhnya diambil 200 orang sebagai sampling populasi yang bertempat tinggal/berdomisili di lokasi penelitian dan berusia 14 tahun ke atas, dengan alasan keterbatasan tenaga, waktu dan dana.

Sampel

Sampel ditentukan berdasarkan kwalifi kasi pekerjaan yang dipilah dalam 5 kategori yaitu birokrasi, guru, pelajar, swasta, dan petani/nelayan. Sedangkan jumlah responden yang ditetapkan adalah 200 orang dengan jumlah sampel setiap kategori ditentukan sebanyak 40 orang.

Wawancara

Wawancara dilakukan dengan beberapa Informan kunci yang berkaitan langsung dengan pengambil kebijakan seperti: Bupati/Bappeda, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kaimana, Tokoh adat dan Tokoh masyarakat masing-masing kampung, Ketua/Anggota DPRD, Kepala Dinas PU, Kepala Dinas Pendidikan, dan Kepala Dinas Perhubungan.

Pengumpulan data

Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan cara: a). Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan daftar pertanyaan dan wawancara mendalam dengan para informan kunci sebagai pengambil kebijakan. b). Data sekunder diperoleh melalui observasi, studipustaka dan dokumentasi.

(7)

Pengolahan data

Dengan melakukan tabulasi data berdasarkan tabel frekuensi menurut pengetahuan responden, pandangan tentang pariwisata dan pemahaman undang-undang cagar budaya yang hasilnya dipersentase untuk mengetahui gambaran umumnya tentang pengetahuan maupun persepsi masyarakat tentang pengembangan situs seni cadas bagi destinasi pariwista. Data hasil survey kemudian dikomparasikan dengan data hasil wawancara untuk memperoleh gambaran suatu kenyataan dan peluang dalam pengembangan situs sebagai destinasi pariwisata.

Keadaan Lingkungan Kaimana

Secara geografi s Kabupaten Kaimana terletak di pesisir selatan pulau Papua yaitu antara 020,90” – 040,20” LS dan 1320,75” 1350,15”BT dengan memiliki luas

wilayah seluruhnya 36.000 Km2 yang meliputi daratan dan perairan. Secara administrasi

Kabupaten Kaimana berbatasan dengan:

1. Kabupaten Teluk Bintuni di sebelah Utara berbatasan dengan dan 2. Kabupaten Teluk Wondama di sebelah Selatan

3. Laut Arafura dan Kabupaten Fakfak di sebelah Barat

4. Kabupaten Nabire dan Kabupaten Mimika di sebelah Timur

Kabupaten Kaimana memiliki topografi yang berteluk-teluk sehingga untuk menjangkau setiap daerah digunakan sarana trasportasi air, sedangkan kenampakan fi siografi snya berupa lahan perpaduan antara bukit-bukit karst yang terjal, diselingi oleh lembah yang curam serta daerah dasar lembah yang landai dengan juluran teluk jauh ke darat, diselingi gisik-gisik pantai dan tebing karang, kondisi ini telah memunculkan suatu bentangan alam yang khas dan unik. Di samping itu, kondisi fi sik seperti ini berdampak pula pada kegiatan pembangunan dan perkembangan wilayah Kabupaten Kaimana.

Iklim dan cuaca kabupaten Kaimana adalah tropis dengan suhu udara maksimum 29.430C dan suhu udara minimum 23.490C. Rata-rata tekanan udara 1010.5 mbs.

Kelembaban udara rata-rata 84.8% dan kecepatan angin 02/170 knot. Banyaknya hari hujan 246 hari dan rata-rata penyinaran matahari 54.3%. (BPS, 2010)

(8)

Sedangkan keadaan vegetasinya berupa hutan mangrove, hutan pantai, hutan rawa campuran dan hutan dataran rendah. Dari berbagai formasi hutan tersebut sebagian merupakan kawasan konservasi, hutan lindung dan sebagian lagi merupakan hutan produksi (Peta 1).

Kabupaten Kaimana adalah salah satu Kabupaten yang dibentuk berdasarkan UU No. 26 Tahun 2002 tentang pembentukan kabupaten di Provinsi Papua tanggal 12 November 2002, dan baru pada tanggal 11 April 2003 diresmikan dengan pelantikan pejabat bupati, dengan demikian yang statusnya tadi sebagai salah satu kecamatan/distrik di kabupaten fakfak menjadi kabupaten Kaimana. Kabupaten ini memiliki 7 Distrik, 2 kelurahan dan 82 kampung yang berada pada area seluas 18.500Km2

Keadaan penduduk yang mendiami wilayah Kabupaten Kaimana terdiri dari 10 suku asli kaimana yaitu suku Buruwai, Irarutu, Iresim, Kambraw, Kamoro, Koiwai, Mairasi, Miera, Mor dan Semimi (Puspar,2010). Di samping itu terdapat kelompok suku lain, baik yang datang dari wilayah Papua maupun dari berbagai tempat di nusantara seperti Jawa, Bugis, Timor, Buton, Kei, dan lainnya serta WNI etnis Tionghoa, yang telah lama dan bahkan sudah hidup-mati di daerah Kaimana. Kondisi ini telah membawa perubahan pada nilai-nilai budaya asli yang mangalami akulturasi dengan nilai-nilai budaya baru, dan ini banyak terjadi pada masyarakat yang tinggal di wilayah Kota Kaimana maupun daerah-daerah pesisir lainnya, sedangkan bagi penduduk yang berdiam di daerah-daerah pegunungan pedalaman belum banyak berinteraksi dengan dunia luar. Keragaman penduduk Kaimana tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembangunan daerah sekalipun ciri lokal budaya setempat perlu lebih ditonjolkan

Mata pencaharian penduduk Kaimana cukup variasi, seperti penduduk asli umumnya lebih pada pengembangan usaha tani subsistem berupa ubi-ubian, sayuran, pisang, sagu, mengumpulkan hasil hutan, berburu dan menangkap ikan, dan sistem ladang berpindah masih dilakukan hingga kini, namun demikian pada saat ini juga telah diberdayakan sejumlah putra daerah asli Kaimana untuk menekuni bidang leveransir dan developer. Adapun mata pencahararian masyarakat pendatang lebih pada pengembangan usaha dagang, perkebunanan, penginapan, industri, dan lainnya, sedangkan penduduk yang menekuni lapangan pekerjaan sebagai PNS hanya sebagian kecil saja dan tedapat di daerah kota, dan bagi PNS bergolongan rendah masih melakukan kegiatan tani yang

(9)

bersifat subsistem. Sedangkan pola konsumsi pangan yang masih membudaya di kalangan penduduk asli adalah berupa ubi-ubian dan sagu, namun makanan tersebut sudah mulai tergeser oleh kehadiran jenis makanan beras.

Permasalahan Pengembangan Kawasan Situs Seni Cadas Sebagai Destinasi Pariwisata

Mengacu pada Pasal 78 Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, menjelaskan bahwa pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memerhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang melekat padanya dan dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, dapat dilakukan dengan menjadikan benda cagar budaya sebagai objek pariwisata. Seperti tinggalan budaya berupa situs-situs seni cadas di wilayah Kaimana yang merupakan peninggalan budaya prasejarah dapat dikembangkan sebagai objek wisata atau daerah tujuan wisata yang berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat jika dikelola dengan baik dan benar.

Oleh karena itu, ada beberapa permasalahan yang cukup penting terkait erat dengan upaya pengembangan situs budaya sebagai destinasi pariwisata, seperti apakah masyarakat tahu keberadaan situs-situs seni cadas di wilayah Teluk Bicari dan Selat Maimai, apakah sudah dijadikan objek wisata, potensi apa saja yang ada di sekitar situs, apakah situs sudah dicagarbudayakan, bagaimana kondisi situs/objek saat ini, bagaimana kesiapan masyarakat, dan bagaimana rencana strategi pembangunan pariwisata di Kabupaten Kaimana.

Sehubungan hal tersebut, sebelum dilakukan pengembangan kawasan situs seni cadas sebagai destinasi pariwisata, sangat penting diketahui tentang pengetahuan dan persepsi masyarakat karena ini berkaitan dengan pembangunan daerah, sehingga nantinya dalam pengembangan pariwisata, partisispasi berbagai pihak sangat diharapkan dan tentunya perlu terlabih dahulu ditanamkan pengetahuan, pengertian supaya gagasan pengembangan situs seni cadas dapat dipersepsi secara benar dan diterima dengan penuh kesadaran oleh berbagai pihak. Karena itu perlu diketahui kemungkinan terjadi perbedaan

(10)

persepsi tentang pariwisata, yang dapat menjadi hambatan sehingga perlu dideteksi sejak awal agar upaya pengembangan situs sebagai destinasi pariwisata dapat berjalan sebagaimana diharapkan, dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat sesuai amanat undang-undang tersebut.

Identitas Responden

Sebelum dilakukan analisis terlebih dahulu perlu diketahui karakter demografi s responden dalam penelitian ini, yang terdiri dari berbagai karakter berbeda seperti telihat pada tabel 1 (terlampir) tampak bahwa berdasarkan jenis kelamin, jumlah responden laki-laki lebih besar (55%) dibanding responden perempuan (45%). Jika dilihat dari kelompok usianya, ditemui responden yang berusia antara 21-30 tahun lebih banyak (32.5%), dibanding responden berusia antara 31-40 tahun (24.5%), responden berusia antara 14-20 tahun (23%) dan responden berusia 41 tahun keatas (20%).

Berkaitan dengan asal suku responden di lokasi penelitian yaitu jumlah suku pendatang lebih banyak 110 (57%) baik yang berasal dari beberapa daerah di Papua maupun dari wilayah nusantara lainnya, dibanding suku asli 90 (43%), bedasarkan klasifi kasi masyarakat suku asli didominasi oleh 40 responden petani/nelayan (100%). Demikian pula dengan agama yang dianut responden yaitu yang beragama Islam (45%), beragama Kristen (43.5%), dan yang beragama Katolik (11.5%).

Berdasarkan komposisi pendidikan terakhir responden menggambarkan perbedaan yang cukup mencolok, hal ini terlihat dari pendidikan rata-rata SMA dan setara cenderung lebih dominan jumlahnya mencapai (40.5%) yang didominasi oleh siswa SMA, sedangakan yang SMP (15%), yang SD (15%) dan didominasi oleh para petani/nelayan (60%), dan yang lulusan Akademi, S1, S2 (29.5%). Jika dilihat dari pengeluaran perbulan rata-rata menunjukkan bahwa responden berpengeluaran di bawah Rp.500.000,- lebih banyak (35%) dan didominasi oleh kelompok anak sekolah 38 responden (95%) dan petani/nelayan 28 responden (70%). Untuk petani/nelayan dengan pengeluaran di bawah Rp.500.000 perbulan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, karena umumnya pemenuhan kebutuhan mereka didapat dari hasil kebun, hasil hutan, maupun hasil laut yang dikonsumsi sendiri, sedangkan pengeluaran

(11)

responden antara Rp. 500.000 – Rp.1.000.000 rata-rata (18.5%), pengeluaran responden antara Rp. 1.000.000 – Rp.3.000.000 rata-rata (31.5%), pengeluaran responden antara Rp. 3.000.000 – Rp.5.000.000 rata-rata (9.5%), pengeluaran responden antara Rp. 5.000.000 – Rp.10.000.000 rata-rata (1.5 %) dan pengeluaran responden di atas 10 juta rata-rata (4%) didominasi kelompok swasta (20%).

Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Distrik Kaimana dengan melakukan survai kuantitatif di Kelurahan Kaimana Kota, Kelurahan Krooy, Kampung Marsi, Kampung Maimai dan Kampung Namatota. Adapun sasaran survai adalah beberapa kelompok mansyarakat yang diklasifi kasi berdasarkan pekerjaan yaitu kelompok birorasi, guru, pelajar, petani dan swasta, yang dijaring pendapatnya melalui kuesioner untuk memperolah gambaran tentang pengetahuan maupun pandangan mereka terkait upaya pengembangan situs-situs seni cadas sebagai destinasi pariwisata. Sedangkan observasi dilakukan di kawasan situs seni cadas di wilayah Teluk Bicari dan Selat Maimai meliputi: kondisi objek lukisan dan potensi-potensi lingkungan yang dapat menunjang daerah wisata, baik lingkungan alam maupun lingkungan budayanya.

Hasil survei

Pengetahuan Masyarakat Tentang Seni Cadas

Kaimana sebagai salah satu kawasan yang sangat potensial dengan tinggalan budaya seni cadas, berdasarkan hasil penelitian arkeologi, temuan seni cadas di wilayah Kaimana berada di kawasan Teluk Bicari, Kampung Maimai/Selat Namatota, Teluk Triton, Danau Kamaka, dan Teluk Arguni. Temuan seni cadas ini merupakan salah satu bentuk rekaman jejak kehidupan manusia masa lampau berupa torehan gambar pada permukaan dinding-dinding tebing karang dan ceruk sebagai himpunan symbol atau lambang yang mengandung nilai-nilai kehidupan (Djami, 2008; Nuraini, 2000).

Keberadaan seni cadas tersebut sebagai bukti bahwa wilayah ini merupakan daerah perlintasan budaya dari wilayah Asia ke Australia maupun sebaliknya yang terjadi

(12)

sejak masa prasejarah, hal ini juga tergambar melalui keberadaan motif bumerang salah satu bentuk senjata asli suku aborigin yang mendiami wilayah Australia maupun motif kapak batu sebagai salah satu ciri budaya Austronesia.

Temuan situs-situs seni cadas di wilayah Kaimana untuk pertama kalinya dipublikasikan oleh W.J. Cator tahun 1939 yang menyebutkan tentang asal usul seni cadas di Tanjung Bitsyari dan Desa Maimai, bahwa lukisan-lukisan tersebut tidak dibuat oleh nenek moyang masyarakat setempat, karena dalam cerita nenek moyang mereka tidak ada kaitanya dengan lukisan tetapi dibuat oleh orang asing yang datang dari Timur. Dengan demikian Cator berpendapat bahwa orang asli Papua hanya sebagai pengguna, dan pendapatnya ini didukung pula oleh Roder (1959). Pada tahun 1964, Galis menulis tentang seni cadas di teluk teluk bitsyari berupa lukisan berwarna merah bergambar 3 sosok manusia yang berada diantara titik-titik dan gambar ikan seperti Kristal. Tahun 1976, Souza dan Solheim menuliskan hasil ekspedisi mereka tentang lukisan cadas di wilayah desa Maimai dan mereka mengklasifi kasi lukisan serta memaknainya sebagai gambaran dunia spiritual dan kosmos. Pada tahun 1980, Nitihaminoto menjelaskan tentang lukisan cadas yang berada di dua tempat di tanjung bitsyari. Tahun 1993, Chaloupka menggambarkan keberadaan beberapa lokasi di wilayah Kaimana yang memiliki lukisan yang tampaknya cukup kuno, dan dapat dihubungkan dengan awal dimulainya tradisi lukisan, dan ia menyatakan bahwa lukisan di Kaimana lebih tua dari lukisan di Teluk Berau. Pada tahun 2004, Arifi n dan Delanghe, menuliskan tentang seni cadas di wilayah Kaimana yang meliputi wilayah Teluk Bitsyari, Desa Maimai, Desa Namatota, Teluk Triton, dan Danau Kamaka. Pada tahun 2008, Djami dalam artikelnya menulis tentang seni cadas di wilayah Kaimana yang meliputi wilayah Desa Marsi (Teluk Bitsyari), Desa Maimai dan Desa Namatota, dan memaknai lukisan dalam hubungannya dengan kehidupan religi, mata pencaharian, dan kehidupan sosial budaya. Dan pada tahun 2010, Djami, Gonthier, dan Budiman dalam ekspedisi lengguru Kaimana, menulis tentang temuan situs seni cadas di Kawasan Teluk Triton dan Kawasan Teluk Arguni, yang menggambarkan tentang kehidupan manusia, simbol-simbol kekuatan dan perlindungan.

Terkait dengan keberadaan tinggalan situs-situs seni cadas tersebut, merupakan gambaran bukti perjalanan sejarah manusia dan peranan wilayah ini sudah sejak jaman prasejarah, dan tinggalan budaya tersebut sebagai sumber daya budaya yang bernilai tinggi serta memiliki prospek untuk dimanfaatkan dan dikembangkan bagi kepentingan masyarakat melalui kegiatan kepariwisataan.

(13)

Sehubungan dengan hal tersebut, hasil survai menggambarkan bahwa ada 80.5% responden tahu bahwa di wilayah Kaimana terdapat objek budaya seni cadas dan 19.5% tidak tahu, dan umumnya kelompok yang tahu tersebut didominasi oleh kelompok petani 40 responden (100%), hal ini karena kelompok tersebut berdiam di area sekitar situs seni cadas. Sedangkan sumber informasi tentang keberadaan seni cadas di peroleh dari koran (1.5%), internet (1,5%), TV (2.5%), guru (0.5%), teman (13.5%), keluarga (7.5%), tetangga (2%), melihat sendiri (51%) dan tidak menjawab (20%), dan hal inipun didominasi oleh kelompok petani karena letak lukisan berada di wilayah tempat mereka mencari ikan dan daerah lalulintas antarkampung. Di samping itu, sangat penting diketahui tentang pengetahun masyarakat akan lokasi situs seni cadas di wilayah Kaimana. Berdasarkan (tabel 10) menggambarkan bahwa ada 15% responden menjawab tentang lokasi situs seni cadas di wilayah Teluk Arguni, Teluk Bicari, Kampung Maimai, dan Teluk Triton, sedangkan 48% responden mengetahui lokasi situs seni cadas di wilayah Teluk Bicari dan Kampung Maimai, sedangkan 5% responden mengetahui di kawasan Teluk Triton dan Danau Kamaka, adapun 8% responden mengetahui hanya di Kampung Maimai, dan 0.5% responden mengetahui lokasi situs seni cadas di kawasan teluk Triton, serta 3% responden hanya tahu yang berada di teluk Bicari dan 20.5% lainnya tidak menjawab. (lampiran tabel 2). Mengacu pada jawaban-jawaban responden tersebut sebagai gambaran bahwa di wilayah Kaimana merupakan kawasan yang potensial dengan temuan situs-situs seni cadas dan keberadaannya juga diketahui oleh sebagian besar masyarakat Kamana dari dari berbagai kalangan.

Hasil Observasi Lapangan

Observasi lapangan dengan melakukan pengamatan secara langsung di situs-situs seni cadas yang berada di kawasan Teluk Bicari dan Selat Maimai untuk menemukan potensi-potensi lain yang ada di kawasan tersebut yang juga dipandang sebagai aset wisata. Selain itu, juga dilakukan pengamatan secara khusus terhadap objek seni cadas untuk mengetahui kondisi fi sik objek dan tingkat kerusakannya serta kemungkinan pemberian penanganan awal bagi perlindungan objek lukisan sehingga terhindar dari kerusakan.

Hasil observasi lingkungan di kawasan situs seni cadas yang meliputi wilayah Teluk Bicari hingga Selat Maimai terdapat sejumlah potensi alam maupun budaya yang

(14)

sangat mendukung jika kawasan tersebut dikembangkan sebagai destinasi pariwisata. Adapun potensi-potensi tersebut berupa: (1). Potensi hamparan ceruk maupun tebing-tebing maupun ceruk karang yang mengandung lukisan; (2). Pesona laut dan keindahan pulau-pulau karang; (3) Keindahan pantai-pantai pasir putih yang diapit pantai tebing karang; (4). Keindahan ekosistem bawah laut berupa terumbu karang dan aneka biota laut; (5). Keindahan hamparan hutan lindung, hutan produksi konservasi, hutan produksi terbatas; (6). Keberadaan perusahaan dan area penangkaran mutiara; (7). Keberadaan perusahaan ikan Avona Mina Lestari; (7). Keindahan perkampungan-perkampungan penduduk; (8). Keramahan penduduk; (9). Kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat; (10). Keberadaan lokasi pengolahan rumput laut; (11). Keberadaan tinggalan budaya berupa gua-gua tengkorak; (12). Keberadaan peninggalan kerajaan Islam Namatota; (13). Terdapat atraksi budaya berupa ritual sasi gama; dan (14). Kegiatan nelayan yang mencari ikan serta anak-anak yang bermain perahu disoreh hari. Potensi-potensi yang ada tersebut merupakan modal utama apabila kawasan tersebut dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata.

Sedangkan hasil pengamatan terhadap objek lukisan pada dinding tebing karang maupun ceruk karang yang berada di area Teluk Bicara dan selat Maimai, diperoleh suatu kenyataan bahwa terdapat beberapa tebing maupun ceruk yang mengandung lukisan telah terkena perbuatan vandalisme berupa coretan-coretan yang mengakibatkan motif lukisan tidak dapat dinikmati keunikan maupun keindahannya. Selain itu juga terdapat beberapa lukisan yang telah dijalari oleh akar-akar pohon yang tumbuh di atas tebing, maupun pohon yang tumbuh dekat lukisan serta juga terdapat lukisan yang tertutup oleh rumah-rumah tawon. Kerusakan lukisan juga disebabkan oleh rembesan air hujan yang mengalir melalui permukaan lukisan.

Melihat kondisi objek lukisan tersebut, perlu segera dilakukan konservasi objek lukisan sehingga dapat bertahan lebih lama. Sebagai tahap awal yang perlu segerah dilakukan adalah dengan membersihkan objek secara alami seperti mengeluarkan segala bentuk objek pengganggu lukisan dengan tidak merusak objek lukisan. Selain itu untuk, perlu dilakukan atau diberikan penyadaran kepada masyarakat agar melindungi lukisan sehingga terhindar dari kerusakan maupun

(15)

kepunahan, terutama yang disebabkan oleh ulah manusia seperti perbuatan vandalisme. Sedangkan kerusakan disebabkan faktor iklim berupa kelembaban udara dan temperatur, pengaruh cahaya, akibat mikro organisme, perlu mendapat penangnan secara khusus.

Terkait dengan adanya kerusakan-kerusakan terhadap cagar budaya tersebut yang mangancam kelestariannya maka perlu adanya langkah-langkah pelestarian benda cagar budaya dengan segera diberi perlindungan hukum dan konservasi.

Pemanfaatan Situs Seni Cadas di wilayah Teluk Bicari dan Selat Maimai

Temuan objek budaya seni cadas di wilayah kampung Marsi (kawasan Teluk Bicari) dan di wilayah kampung Maimai (Selat Maimai) merupakan peninggalan sejarah budaya manusia yang tidak hanya dijadikan sebagai objek penelitian dan pendidikan, tetapi juga memiliki potensi lain seperti peningkatan

ekonomi masyarakat yaitu dengan dikembangkan menjadi objek wisata. Oleh karena itu, ada beberapa hal penting yang perlu diketahui: tentang situs dan pemanfaatannya, masyarakat dan kebudayaannya, lingkungan sekitarnya dan program pemerintah terkait dengan pengembangan aset budaya tersebut.

Sehingga untuk mengembangkan kawasan situs seni cadas kawasan Teluk Bicari dan Selat Maimai sebagai daerah tujuan wisata, maka yang sangat penting diketahui adalah: apakah situs-situs tersebut sudah menjadi objek wisata atau belum? Berdasarkan hasil surai terlihat bahwa ada 53 responden atau 26.5% menyatakan bahwa objek seni cadas di wilayah tersebut sudah dimanfaatkan sebagai objek wisata, sedangkan 147 responden (73.5%) menyatakan bahwa situs-situs seni cadas belum dijadikan sebagai objek wisata. (Tabel 4)

Tabel: 4

Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pemanfaatan Situs Seni Cadas Sebagai Objek Wisata

Jawaban Jumlah %

Pemanfaatan situs seni cadas sebagai objek wisata

Sudah 53 26.5

Belum 147 73.5

(16)

Dari jawaban-jawaban responden tersebut dapat diketahui bahwa situs seni cadas sudah menjadi objek wisata, karena mereka melihat adanya aktivitas wisatawan yang datang mengunjungi dan berfoto-foto di area situs, di samping itu juga ada beberapa responden yang pernah berwisata ke objek lukisan cadas, hal ini karena kawasan situs-situs seni cadas tersebut memiliki keunikan dan keindahan tersendiri yang menarik untuk dijadikan objek wisata.

Menurut Kepala Bidang Pengembangan Objek Wisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kaimana, Jafar Werfete, (dalam wawancara, 2011). menyatakan bahwa objek-objek seni cadas tersebut belum secara resmi dijadikan sebagai daerah tujuan wisata. Namun demikian, objek seni cadas telah masuk dalam perencanaan Rancangan Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Kaimana beserta objek-objek sejarah budaya maupun objek alam lainnya.

Tabel: 5

Frekuensi Jumlah Responden Yang Pernah Melihat atau Mengunjungi Objek

Jawaban Jumlah Persentase Masyarakat yang pernah melihat

atau mengunjungi objek

Pernah 102 51.0

Tidak pernah

98 49.0

Total 200 100.0

Untuk melihat potensi situs sebagai objek wisata, juga penting diketahui: apakah masyarakat Kaimana pernah melihat atau mengunjungi objek-objek tersebut? Tabel 5 menggambarkan bahwa ada sebanyak 102 responden (51.0%) menjawab bahwa mereka pernah melihat atau mengunjungi objek seni cadas sedangkan 98 responden (49.0%) lainnya belum pernah. Sehubungan dengan responden yang pernah melihat atau mengunjungi objek lukisan, berdasarkan hasil penelusuran tentang alasan mereka (tabel 6) ditemui 71 responden (35.5%) menyatakan karena lokasi lukisan berdekatan dengan pemukiman penduduk, di jalur lalulintas antarkampung dan juga berada di area mencari ikan atau memancing, dan ini didominasi oleh kelompok petani, ditemui pula 23 responden (11.5%) dengan alasan berwisata, 10 responden (5.0%) menjawab karena tugas, dan hanya 1 responden (0.5%) menyebutkan untuk ziarah, sedangkan 95 responden (47.5%) tidak menjawab.

(17)

Tabel: 6

Distribusi Jawaban Responden Tentang Alasan Melihat/ Mengunjungi Objek Lukisan

Birokrasi Guru Pelajar Petani Swasta Total

F % F % F % F % F % F % Alasan melihat lukisan dinding Wisata 8 20.0 5 12..5 6 15.0 - - 4 10.0 23 11.5 Tugas 9 22.9 1 2.5 - - - - 10 5.0 Ziarah 1 2.5 - - - - 1 0.5 Lainnya: Dekat tempat tinggal, hanya lewat, dan mancing 2 5.0 11 27.5 1 2.5 40 100.0 17 42.5 71 35.5 Tidak jawab 20 50.0 24 60.0 32 80.0 - - 19 47.5 95 47.5 Total 40 100 40 100.0 40 100 40 100 40 100.0 200 100.0 Masih dalam kaitan alasan mengunjungi objek wisata lukisan, ternyata untuk mnegunjungi objek lukisan juga dipengaruhi oleh jenis transportasi yang digunakan. Mengingat letak objek lukisan cadas berada di wilayah perairan laut, tentunya sarana transportasi laut yang menjadi andalan utama seperti tercermin dari jawaban responden tentang jenis transpotasi yang digunakan saat datang ke lokasi seni cadas yaitu ada 33 responden (16.5%) menjawab menggunakan perahu, 62 responden (31.0%) menggunakan

long boat, 9 responden (4.5%) menggunakan speed boat dan 96 responden (48.0%) tidak

menjawab karena mereka belum pernah ke lokasi lukisan dan juga karena tidak tahu tentang keberadaan seni cadas (tabel 7).

Tabel: 7

Distribusi Jawaban Responden Tentang Jenis Tarnsportasi Yang Digunakan ke Loksai Situs Seni Cadas

Jawaban F Persentase

Jenis alat trasnportasi yang digunakan waktu datang ke loksi situs seni cadas

Perahu 33 16.5

Long boat 62 31.0 Speed boat 9 4.5 Tidak jawab 96 48.0

(18)

Dalam melakukan kunjungan ke situs seni cadas, ditemui beberapa kendala yang dihadapi, berdasarkan jawaban responden tentang kendala tersebut berupa ketidaknyamanan dalam sarana transportasi dinyatakan oleh 20 responden (10.0%), 6 responden (3.0%) menyatakan persewaan sarana transportasi mahal, 77 responden (38.5%) menyatakan keadaan cuaca buruk dan 97 responden (48.5%) menyebutkan tidak tahu (tabel 8).

Dalam kaitan dengan pernyataan tersebut telah pula memberikan gambaran bahwa pada umumnya kondisi sarana transportasi laut yang digunakan memang memadai dari segi ukuran maupun tingkat keamanan dan kenyamanannya seperti penggunaan perahu maupun long boat, sedangkan yang menyatakan persewaan mahal disebabkan tidak menggunakan alat transportasi sendiri, karena pada umumnya masyarakat di Kaimana memiliki alat transportasi laut yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga bagi orang luar perlu melakukannya dengan cara menyewa alat transportasi atau sewa long boat. Sementara itu bagi responden yang menyatakan karena keadaan cuaca buruk dapat dikatakan logis, sebab di Kaimana jika ingin menikmati keindahan alam laut dan sekitarnya, pertimbangan keadaan cuaca sangat penting sehingga pengunjung perlu menyesuaikan dengan bulan dan juga musim angin.

Tabel: 8

Distribusi Jawaban Responden Tentang Kendala Untuk Melihat Seni Cadas

Pernyataan Jawaban F Persentase

Kendala akan mengunjungi situs seni cadas

Transportasi tidak nyaman 20 10.0 Sewa kendaraan mahal 6 3.0

Cuaca buruk 77 38.5

Tidak tahu 97 48.5

Total 200 100.0

Kendala di loksi situs seni cadas

Tidak ada tempat berdiri 20 10.0 Tidak nyaman dari perahu 79 39.5

Tidak ada 5 2.5

Tidak tahu 96 48.0

Total 200 100.0

Selain kendala saat berkunjung, kendala juga ditemui ketika pengunjung menikmati lukisan, di mana dari pernyataan responden yang pernah datang ke lokasi

(19)

lukisan ada 20.0% responden menyatakan bahwa di lokasi lukisan tidak ada tempat berdiri saat melihat lukisan, sedangkan 39.5% responden menyatakan kurang nyaman karena melihat dari dalam perahu, dan 2.5% responden menyatakan tidak ada kendala saat melihat lukisan dan 48% responden menyatakan tidak tahu, karena mereka tidak pernah mengalami sendiri (tabel 8). Sehubungan dengan penyataan-pernyataan tersebut, karena lokasi maupun letak lukisan yang berada pada dinding tebing karang yang langsung berbatasan dengan laut, untuk melihat atau menikmati lukisan harus dari atas perahu, sehingga ketidaknyaman pasti akan terjadi dikarenakan jenis alat trasportasi kurang menunjang, sedangkan penyediaan tempat berdiri sebagai bahan masukan terkait dengan penataan situs. Bagi responden yang menjawab tidak ada kendala, karena perahu dan laut memang merupakan bagian dari kehidupan maupun aktivitas mereka sehari-hari.

Tabel: 9

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Kunjungan Ke Situs Seni Cadas di Tahun Ini

Pernyataan Jawaban F Persentase

Jumlah kunjungan ke situs seni cadas tahun ini

5 kali 20 10.0 3 kali 8 4.0 1-2 kali 25 12.5 Sering 25 12.5 Tidak pernah 122 61.0 Total 200 100.0

Pada penelususran lebih jauh berkait kunjungan situs yang dilakukan responden di tahun 2011 ini, jelas menggambarkan bahwa 10% responden ditemui dan menyatakan bahwa telah 5 kali mereka mengunjungi atau melihat objek seni cadasi, 4.0% responden menyatakan 3 kali, sedangkan 12.5% responden menyatakan 1-2 kali, 12.5% menyatakan sering dan 61% responden menyatakan tidak pernah. Perlu diketahui bahwa beberapa responden yang menyatakan sering, dikarenakan lokasi lukisan yang berada di jalur perlayaran dan tempat mencari ikan, sedangkan bagi yang menjawab kunjungan 1, 2, 3, dan 5 kali, karena mereka hanya melewati atau saat bertugas dan pulang kampung (tabel 9).

(20)

Potensi Kawasan Situs Seni Cadas di Teluk Bicari dan Selat Maimai

Sudah menjadi suatu syarat bagi daerah tujuan wisata memiliki potensi yang menjadi daya tarik, yang dapat dinikmati, dan memberi kepuasan bagi penikmatnya. Dalam kaitan ini, berdasarkan hasil survai diperoleh suatu gambaran tentang potensi situs seni cadas dan potensi lingkungan alam serta potensi lingkungan budayanya. Seperti terlihat pada tabel 10 yang menggambarkan tentang daya tarik yang dimiliki situs seni seni cadas, yaitu diketahui oleh 73 responden atau 36,5%.

Tabel: 10

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Daya Tarik Situs Seni Cadas

Pernyataan Jawaban F Persentase

Yang menarik dari situs seni cadas

Gambar lukisannya unik 73 36.5 Pesona alamnya indah 29 14.5 Letak objeknya khas 10 5.0 Variasi warna lukisan 2 1.0 Tidak tahu 86 43.0

Total 200 100.0

menjawab karena gambar lukisan cadasnya unik, sedangkan 29 responden (14.5%) menjawab karena pesona alamnya indah, 10 responden (5,0%) menjawab karena letak objek lukisan yang khas, dan ditemui hanya 2 responden (1,0%) menjawab karena warna lukisannya bervariasi, sedangkan sebanyak 86 responden (43,0%) responden menjawab tidak tahu (lihat tabel 10).

Mengacu pada jawaban-jawaban responden tersebut, cukup menggambarkan bahwa keadaan objek dan situs seni cadas, sebagai objek sejarah budaya yang bernilai tinggi. Data ataupun gambaran ini mengindikasikan bahwa situs seni cadas layak dinikmati sekaligus layak dijadikan sebagai objek wisata maupun daerah tujuan wisata karena kekuatan daya tarik yang dimiliki oleh situs tersebut.

(21)

Tabel: 11

Distribusi Jawaban Responden Tentang Kegiatan Yang Terjadi di kawasan Situs Seni Cadas

Pertnyataan Jawaban F Persentase Kegiatan di kawasan

sekitar situs seni cadas Sasi laut 27 13.5 Memancing 82 41.0 Lalulintas perahu antarkampung 56 28.0 Syuting 9 4.5 Tidak tahu 26 13.0 Total 200 100.0

Pada penelusuran lebih lanjut mengenai kegiatan yang terjadi di kawasan situs seni cadas seperti terlihat pada (tabel 11) di atas menggambarkan bahwa ada 82 responden (41,0%) menjawab memancing, dan ini didukung pula karena lokasi situs seni cadas berada di area tempat masyarakat mencari ikan, dan kegiatan memancing dapat dilihat setiap harinya, sedangkan 56 responden (28%) menjawab lalulintas perahu antarkampung yang juga merupakan pemandangan setiap hari, sedangkan 26 responden (13.5%) menjawab

sasi laut atau sasi nggama yaitu suatu ritual adat terkait dengan perlindungan biota laut

tertentu seperti perburuan ikan, teripang/lola, lobster, dan batu laga, sehingga dalam mengeksploitasinya tidak dilakukan secara sembarangan tetapi mengikuti aturan-aturan adat dengan sanksi yang jelas jika ada yang melanggar, dan prosesi adat buka - tutup sasi memiliki dayatarik tersendiri dan hanya terjadi pada saat-saat tertentu saja. Sedangkan ditemui 9 responden (4.5%) menjawab syuting yang biasanya dilakukan oleh wisatawan maupun mahasiswa yang datang ke lokasi lukisan untuk melihat-lihat sekaligus mengambil gambar dengan handicamp, sedangkan 26 responden (13,0%) lainnya menjawab tidak tahu. Dari beberapa jawaban responden tersebut menggambarkan bahwa potensi-potensi lain yang ada atau terjadi di kawasan situs seni cadas, dapat juga dijadikan atau dipandang sebagai dayatarik wisata.

(22)

Tabel: 12

Distribusi Jawaban Responden Tentang Potensi Lingkungan Kawasan Situs Seni Cadas

Jawaban F Persentase

Potensi lingkungan kawasaan situs seni cadas Pesona laut 120 60.0 Pulau-pulau karang 33 16.5 Perkampungan penduduk 12 6.0 Hutan 5 2.5 Tidak tahu 30 15.0 Total 200 100

Pada tabel 12 di atas, menggambarkan jawaban responden tentang potensi-potensi alam di kawasan situs seni cadas, yaitu ada 120 responden (60.0%) menjawab pesona laut, 33 responden (16.5%) menjawab pulau-pulau karang, 12 responden (6.0%) menjawab perkampungan penduduk, dan hanya 5 responden (2.5%) menjawab hutan, sedangkan 30 renponden atau 15.0% lainnya menyatakan tidak tahu. Jawaban-jawaban responden tersebut juga merupakan sebuah pandangan mereka tentang apa yang dilihat maupun dialaminya.

Sehubungan dengan pernyataan tersebut, didukung oleh hasil observasi dan potensi-potensi tersebut merupakan daya tarik daerah wisata di samping objek seni cadas.

Persepsi Masyarakat Jika Situs Dijadikan Objek Wisata

Untuk menjadikan suatu situs atau objek budaya menjadi objek wisata, tentunya dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama masyarakat yang berada di wilayah sekitar situs, dan juga sangat penting mengetahui pendapat atau pandangan mereka apabila situs tersebut dijadikan sebagai daerah tujuan wisata. Dari hasil survei pendapat masyarakat tentang pengembangan situs seni cadas sebagai destinasi pariwisata, semua responden menjawab setuju (100%) dengan rencana tersebut (tabel 13). Karena dengan dibukanya situs seni cadas sebagai destinasi pariwisata akan berdampak positif bagi masyarakat sekitarnya, dan juga dengan tetap melihat kemungkinan yang bersifat negatif dari pariwisata sehingga dapat diminimalisir dampak negatif tersebut.

(23)

Tabel 13

Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pengembangan situs seni cadas sebagai destinasi pariwisata

Jawaban Frekuensi Persentase Pengembangan situs seni cadas

sebagai destinasi pariwisata

Setuju 200 100.0

Tidak setuju -

-Total 200 100.0

Hal ini terlihat dari jawaban hasil survei yang berkaitan dengan alasan, kenapa mereka setuju jika situs seni cadas dijadikan sebagai daerah tujuan wisata (tabel 14). Berdasarkan jawaban-jawaban responden yang ada, ditemui sejumlah 68 responden (34%) menyatakan dengan dibukanya situs sebagai destinasi pariwisata maka akan membuka lapangan kerja baru bagi mereka, dimana dari hasil observasi mata pencaharian masyarakat di beberapa kampung yang berada di kawasan situs, pada umumnya sebagai petani dan nelayan yang bersifat subsistem. Oleh karena itu, dengan dijadikannya situs sebagai objek wisata, akan berdampak pada percepatan pembangunan infrastruktur dan membuka lapangan kerja maupun peluang usaha baru bagi masyarakat yang kiranya mampu mendorong laju perekonomian mereka. Selain itu juga ada 55 responden (27.5%) menjawab sebagai kebanggaan daerah jika situs seni cadas dijadikan sebagai objek wisata, sedangkan 41 responden (20.5%) menjawab bahwa akan bertambah jumlah objek wisata di Kaimana, dan 36 responden (18%) lainnya menjawab memberdayakan masyarakat, yaitu dengan dijadikan situs seni cadas sebagai daerah tujuan wisata tentunya masyarakat di sekitar situs perlu diberdayakan dan diutamakan sehingga mereka dapat berperan aktif dalam pengelolaan dan pelestarian situs.

Tabel 14.

Frekuensi Jawaban Responden Tentang Alasan Jika Situs Seni Cadas Menjadi Daerah Tujuan Wisata

Jawaban Frekuensi %

Alasan jika situs seni cadas menjadi daerah tujuan wisata

Membuka lapangan kerja 68 34,0 Kebanggaan daerah 55 27.5 Bertambah objek wisata di

Kaimana 41 20.5

Memberdayakan masyarakat 36 18,0

(24)

Mengingat pemberdayaan masyarakat dianggap sangat penting karena terkait dengan manajemen pengembangan situs yang meliputi objek dan lingkungan sebagai daya tarik, sarana prasarana penunjang, dan sumberdaya masyarakat. Oleh karena itu, bentuk pemberdayaan masyarakat yang perlu dilakukan berupa pelatihan keterampilan didukung oleh 92 responden (46%), sedangkan 49 responden (24.5%) lainnya menyatakan sebagai bentuk peninggkatan pengetahuan. Ditemui pula 24 responden (12%) menyantakan bahwa pemberdayaan masyarakat sebagai upaya membangun sarana ekonomi masyarakat, 22 responden (11%) menyatakan dengan menghidupkan atau mengembangkan industri kecil masyarakat, dan hanya 4 responden (2%) yang menyatakan sebagai bentuk motivasi (tabel 15).

Tabel 15

Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pemberdayaan Masyarakat

Pernyataan Jawaban Frekuensi %

Bentuk pemberdayaan masyarakat.

Pelatihan ketrampilan 92 46,0 Peningkatan pengetahuan 49 24.5 Memberikan modal usaha 9 4.5 M e n g h i d u p k a n / m e n g e m b a n g k a n

industri kecil masyarakat 22 11,0 Membangun sarana ekonomi 24 12,0

Lainnya, motivasi 4 2,0

Total 200 100,0

Pemberdayaan masyarakat sangat penting dilakukan, agar masyarakat lokal memiliki kesiapan dan dapat berperan aktif dalam pengelolaan maupun menikmati segala bentuk sumberadaya yang mereka miliki, sehingga mereka tidak lagi dipandang sebagai penonton pembangunan, tetapi menjadi pelaku pembangunan yang berdampak pada kesejahteraan.

Pemahaman Masyarakat Terhadap UU Cagar Budaya

Sebelum mengetahui pemahaman masyarakat mengenai Undang-Undang tentang Cagar Budaya, terlebih dahulu perlu diketahui bagaimana pandangan mereka tentang pelestarian warisan budaya itu sendiri dan terutama tinggalan budaya berupa situs seni

(25)

cadas. Berdasarkan hasil survai, diperoleh suatu gambaran pandangan masyarakat tentang pelestarian situs seni cadas sebagai hal yang penting (tabel 16), karena dipandang bahwa situs-situs seni cadas tersebut merupakan warisan nenek moyang yang harus dijaga dan dilestarikan.

Tabel 16

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pentingnya Pelestarian Situs Seni Cadas

Jawaban Jumlah Persentase

Pentingnya Pelestarian Situs Seni Cadas

Penting 200 100,0 Tidak penting -

-Total 200 100,0

Penelusuran lebih lanjut dari pernyataan tersebut, diperoleh beberapa alasan pentingnya tentang pelestarian situs seni cadas (tabel 17) yaitu ada 147 responden (73%) menyatakan alasannya karena situs seni cadas bernilai tinggi bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, sedangkan 29 responden (14.5%) menjawab karena situs tersebut merupakan identitas budaya dan 12% responden menjawab karena situs tersebut merupakan warisan nenek moyang. Pernyataan tersebut didukung pula oleh manfaat seni cadas sebagai objek wisata yang didukung oleh 114 responden (57%), sebagai simbol kepemilikan wilayah adat dinyatakan 39 responden (19.5%), sebagai objek pendidikan oleh 22 responden (11%), sebagai objek penelitian oleh 18 responden(9%) dan ada 7 responden (3.5%) yang tidak menjawab.

Pandanga-pandangan tentang alasan pelestarian tersebut sebagai gambaran bahwa situs-situs seni cadas memang layak dilestarikan karena nilai-nilai sejarah budaya yang terkandung di dalamnya, dan ada berbagai manfaat bagi pengembangan objek untuk kepentingan pariwisata yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan, sebagai symbol kepemilikan wilayah ulayat bagi suatu kelompok suku, bermanfaat bagi pendidikan untuk menanamkan kesadaran jatidiri bangsa, di samping itu juga objek budaya sebagai merupakan sarana pendidikan yang positif yang dapat membawa generasi mudah menjadi lebih kreatif dan lebih maju dalam berfi kir maupun bertindak. Sedangkan bagi dunia penelitian, dapat menjadi objek kajian bagi berbagai disiplin ilmu, untuk mengungkapkan segala bentuk kerarifan lokal budaya masa lamapu dan juga untuk melihat suatu perkembangan teknologi.

(26)

Tabel: 17

Distribusi Jawaban Responden Tentang Alasan Pelestarian Situs Seni Cadas

Pernyataan Jawaban Jumlah %

Pentingnya pelestarian situs seni cadas

Bernilai tinggi bagi sejarah, ilmu

pengetahuan, dan kebudayaan 147 73.5 Warisan nenek moyang 24 12,0

Identitas budaya 29 14.5

Total 200 100,0

Manfaat seni cadas Objek wisata 114 57,0 Simbol kepemilikan wilayah adat 39 19.5

Objek pendidikan 22 11,0

Objek penelitian 18 9,0

Tidak jawab 7 3.5

Total 200 100,0

Sebagai warisan budaya bernilai tinggi bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, serta memiliki berbagai manfaat, maka situs seni cadas sudah sepatutnya mendapat perlindungan hokum. Sejauh ini perlindungan yang ada pada situs-situs seni cadas tersebut baru sebatas perlindungan adat. Namun demikian terkait dengan pemberian perlindungan hukum terhadap objek budaya tersebut, mendapat respon positif dan dukungan dari masyarakat (tabel 18).

Tabel 18.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Pemberian Perlindungan Hukum Pada Situs Seni Cadas

Pernyataan Jawaban Jumlah % Situs seni cadas sudah

mendapat perlindungan hukum Sudah 37 18.5 Belum 87 43.5 Tidak tahu 76 38 Total 200 100

Bentuk perlindungan yang ada Aturan Adat 37 18.5 Tidak tahu 163 81.5

Total 200 100

Setuju diberi perlindungan hukum

Setuju 200 100

Tidak setuju -

(27)

Terkait dengan perlindungan warisan budaya, dengan telah diberlakukannya UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka kehadiran undang-undang tersebut sangat diperlukan bagi pelestarian dan pemanfaatan warisan budaya. Namun demikian, apakaah kehadirannya sudah diketahui oleh masyarakat Kaimana? Berdasarkan hasil survai membuktikan bahwa ada 119 responden (59.5%) menyatakan belum pernah mendengar tentang undang-undang tersebut dan 81 responden (40.5%) lainnya sudah mendengar (tabel 19).

Melihat kondisi seperti terlihat jelas bahwa masih cukup banyak masyarakat yang belum tahu tentang undang-undang tersebut, apalagi dari tabel terlihat pada kelompok petani yang umumnya tinggal dekat situs seni cadas, hanya ditemui hanya 9 responden atau 22.5% (n.40) yang sudah tahu sedangkan sebanyak 31 responden atau 77.3% (n.40) menyatakan belum pernah mengetahui.

Demikian halnya di kalangan pekerja swasta ditemui hanya 8 responden atau 20% (n.40) yang pernah mendengar keberadaan UU Cagar Budaya, sisanya yaitu 32 responden atau 80% (n.40) belum pernah mendengar UU Cagar Budaya. Fenomena ini cukup memprihatinkan karena justeru pihak swastalah yang seharusnya terlebih dahulu memahami regulasi sehingga siap untuk bergabung sekaligus mengembangkan objek wisata setempat. Jika kondisinya masih demikian, sangat dimungkinkan kalangan swasta di luar Kaimana yang nantinya akan turut ambil bagian dalam pengembangan objek wisata setempat.

Tabel 19

Distribusi Jawaban Responden Menurut Frekuensi Mendengar Tentang UU Cagar Budaya

Birokrasi Guru Pelajar Petani Swasta Total

F % F % F % F % F % F %

Pernah 25 62.5 20 50 19 47.5 9 22.5 8 20 81 40.5 Belum pernah 15 37.5 20 50 21 52.5 31 77.5 32 80 119 59.5 Total 40 100.0 40 100 40 100 40 40 200 100

Menyimak tabel 19 di atas, dapat diketahui bahwa di kalangan pendidikan atau kaum terpelajar yang disebut guru dan pelajar masih perlu ditingkatkan wawasan mereka tentang pemahaman UU Cagar Budaya. Ini terlihat dari hasil survai yang menggambarkan

(28)

bahwa 50% para guru sudah pernah mendengar adanya UU Cagar Budaya, sementara 50% belum pernah mendengar tentang adanya kebijakan atau regulasi tersebut. Di kalangan murid/pelajar pun demikian, ditemui 21 responden atau 52.5% (n.40) yang belum mendengar dan hanya ada 19 responden yang menyatakan pernah mendengar UU Cagar Budaya. Fenomana demikian tentu menggugah Dinas Pendidikan setempat untuk turut serta menyosialisasikan UU Cagar Budaya sehingga mereka mendapat sentuhan informasi mengenai kekayaan budaya dan pariwisata setempat. Bagaimana pun juga sosialisasi UU Cagar Budaya perlu mendapat perhatian sekaligus ditingkatkan bagi kalangan yang berkecimpung di bidang pendidikan.

Sementara itu, di kalangan birokrasi pada umumnya dalam konteks ini cukup membanggakan, ini terbukti bahwa 25 responden atau 62.5% (n.40) menyatakan pernah mendengar/mengetahui UU Cagar Budaya. Pengetahuan dan pemahaman terhadap regulasi di kalangan birokrasi ini setidaknya akan mendukung kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun kebijakan di tingkat daerah.

Selanjutnya, pada komposisi tabel 20 di bawah ini, dapat diketahui tentang sumber informasi masyarakat mengenai undang-undang cagar budaya yakni ada 45 responden atau 22.5% memperoleh informasi melalui sosialisasi, sebanyak 24 responden atau 12.5% menyebut melalui penyuluhan, 12 responden atau 6% dengan melalui media TV, dan 119 responden atau 59.5% tidak menjawab.

Tabel 20.

Frekuensi Jawaban Responden Tentang Sumber Perolehan Informasi Undang-Undang Cagar Budaya

Jawaban Jumlah Persentase

Sumber perolehan informasi dari Sosialisasi 45 22.5 Penyuluhan 24 12.0 TV 12 6.0 Tidak jawab 119 59.5 Total 200 100.0

Sebagaimana pentingnya undang-undang tersebut, maka sepatutnya diketahui oleh masyarakat luas, sehingga mereka dapat berperan secara aktif dalam perlindungan warisan budaya dari kepunahan dan kehilangan. Untuk itu pemberian penyuluhan

(29)

mengenai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya perlu lebih ditingkatkan agar diketahui oleh seluruh warga masyarakat, mengingat baik langsung maupun tidak langsung mereka akan bersentuhan dengan warisan budaya. Sehingga mereka dapat secara langsung melindungi maupun memanfaatkan warisan budaya sesuai ketentuan yang berlaku.

Selain undang-undang cagar budaya, perlu juga dibuatkan peraturan daerah sebagai bentuk regulasi bagi perlindungan dan pemanfaatan warisan budaya, berdasarkan hasil survai ada 198 responden atau 99% mendukung adanya perda bagi perlindungan warisan budaya (tabel 21).

Tabel 21

Distribusi Jawaban Responden Tentang Perlunya Perda bagi Perlindungan Warisan Budaya di Kaimana

Jawaban Jumlah Persentase Perlukah perda bagi perlindungan

warisan budaya

Perlu 198 99.0

Tidak Perlu 2 1.0

Total 200 100.0

Dalam kaitan hal tersebut di atas, berdasarkan hasil survai ditemui sejumlah 84 responden atau 42% menjawab bahwa Peraturan Daerah (Perda) merupakan wujud nyata perlindungan budaya daerah, 69 responden atau 34% menjawab agar warisan budaya lebih diperhatikan, sedangkan 45 responden atau 22.5% menjawab bahwa Perda sebagai kekuatan hukum dan ditemui hanya 2 responden atau 1% tidak menjawab (tabel 22).

Tabel 22

Distribusi Jawaban Responden Tentang Alasan Perlu Adanya Perda bagi Perlindungan Warisan Budaya di Kaimana

Jawaban Jumlah Persentase

Alasan perlu Perda bagi warisan budaya

Agar warisan budaya lebih diperhatikan 69 34.5 Wujudnyata perlindungan budaya daerah 84 42.0 Sebagai kekuatan hukum 45 22.5

Tidak jawab 2 1.0

(30)

Dari gambaran tersebut terlihat bahwa masyarakat Kaimana 99% telah menyadari pentingnya perlindungan warisan budaya daerah dan untuk itu diperlukan regulasi yang jelas, seperti Peraturan Daerah bagi perlindungan dan pemanfaatan budaya daerah dan juga merupakan landasan hukum bagi pembangunan kebudayaan daerah kaimana. Oleh karena itu, rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Kaimana, agar segara dibahas dan ditetapkan sehingga dalam pengembangan aset budaya dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang ada, terutama situs-situs seni cadas dan warisan sejarah budaya lainnya terjamin kelestariannya dan masyarakat sekitarnya dapat memanfaatkannya sebagai sumber peningkatan ekonoomi..

Prospek Pengembangan Situs Sebagai Destinasi Pariwisata

Melihat potensi-potensi yang dimiliki kawasan situs seni cadas (BAB II), menunjukkan bahwa kawasan tersebut memiliki peluang besar dijadikan sebagai destinasi pariwisata. Sejalan dengan itu, dibutuhkan suatu bentuk manajeman kawasan dan regulasi yang tepat. Perlu diketahui bahwa dengan dijadikannya kawasan situs seni cadas sebagai destinasi pariwisata, tentunya berdampak pada pembangunan masyarakat seperti: (1). Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membuka kesempatan usaha/lapangan kerja, (2). Mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, sehingga memberi manfaat sosial budaya dan sosial ekonomi bagi masyarakat daerah serta terpeliharanya mutu lingkungan hidup, (3). Meningkatkan kepuasan wistawan dan memperluas pangsa pasar, (4). Iklim pembangunan yang berdayaguna, produktif, transparan, serta pelayanan masyarakat, dan (5). Pemberdayaan masyarakat

Sehubungan hal tersebut, dari hasil survai diperoleh gambaran tentang rencana masyarakat jika kawasan situs seni cadas dijadikan sebagai daerah tujuan wisata, yaitu sebanyak 120 responden atau 60% menyatakan akan berwisata, sedangkan sejumlah 36 responden atau 18% menyatakan akan buka usaha persewaan perahu, 34 responden atau 17% akan membuka usaha rumah makan, 8 responden atau 4% ingin mempromosikan objek, dan ditemui hanya 2 responden atau 1% yang menyebut akan membuka usaha penginapan (tabel 23).

(31)

Tabel 23.

Frekuensi Jawaban Responden Tentang Rencana Mereka Apabila Situs Dikembangkan Sebagai Objek Wisata

Pernyataan Jawaban Frekuensi Persentase Rencana yang dilakukan bila

situs dikembangkan sebagai objek wisata

Membuka rumah makan 34 17.0

Akan berwisata 120 60.0

Menyewakan perahu 36 18.0

Mempromosikan 8 4.0

Buka usaha penginapan 2 1.0

Total 200 100.0

Sedangkan penelusuran tentang pelibatan masyarakat untuk pengembangan situs seni cadas sebagai objek wisata, disetujui semua responden atau 100% (lihat tabell 24).

Tabel 24.

Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pelibatan Masyarakat Dalam Pengembangan Situs Seni Cadas

Pernyataan Jawaban Frekuensi Persentase Pelibatan Masyarakat Dalam

Pengembangan Situs Seni Cadas

Setuju 200 100.0

Tidak setuju -

-Total 200 100.0

Dan bahkan bentuk pelibatan masyarakat pada (tabel 25) ditemui sebanyak 65 responden atau 32.5% menjawab pada bagian pembangunan sarana penunjuang, sedangkan 39 responden atau 19.5% menekankan pada perencanaan, ditemui pula 36 responden atau 18% menyatakan pentingnya pengambilan keputusan, dan sebanyak 60 responden atau 30% menyebutkan perlunya pengelolaan, agar masyarakat benar-benar dilibatkan secara penuh mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan juga dalam pengambilan keputusan (bottom up).

Tabel 25.

Frekuensi Jawaban Responden Tentang Bagian Yang Perlu Melibatkan Masyarakat Dalam Pengembangan Daerah Wisata

Pernyataan Jawaban Frekuensi Persentase Bagian yang perlu

melibatkan masyarakat dalam pengembangan daerah wisata

Perencanaan 39 19.5 Pengambilan keputusan 36 18.0 Pembangunan sarana penunjang 65 32.5 Pengelolaan 60 30.0 Total 200 100%

(32)

Dalam suatu perencanaan pengembangan kawasan situs seni cadas sebagai destinasi pariwisata, campurtangan pemerintah sangat diperlukan seperti dalam aspek pengaturan, kebijakan dan fasilitas, serta dalam pengaturan dengan memberikan ruang gerak lebih luas pada masyarakat setempat untuk dapat lebih menentukan nasibnya sendiri, dan masyarakat tetap dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Hal ini dilakukan agar dalam pengembangan situs dapat berjalan dengan tidak merugikan pihak manapun, dan masyarakat sebagai pemilik situs dapat lebih optimal dalam mengambil bagian guna peningkatan ekonomi mereka. Untuk itu perlu dilakukan usaha meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang tabiat pariwisata dan industri pariwisata serta dampaknya.

Terkait dengan destinasi pariwisata tentunya harus didukung pula oleh sarana dan prasarana penunjang selain objek itu sendiri, berdasarkan hasil survai menyatakan bahwa seluruh responden yang berjumlah 200 orang atau 100% mendukung adanya pembangunan sarana penunjang pariwisata (tabel 26)

Tabel 26

Frekuensi Jawaban Responden Tentang Perlunya Pembangunan Saran Pariwisata

Jawaban Frekuensi Persentase

Perlu pembangunan sarana

penunjang pariwisata Perlu 200 100.0 Tidak perlu

Total 200 100.0

Untuk itu masyarakat mengharapkan agar dalam pembangunan sarana penunjang pariwisata, didasarkan pada cirri-ciri budaya lokal (tabel 27), seperti dalam bentuk arsitektur rumah didukung oleh 120 responden atau 60%, dalam bentuk ornamen hiasan didukung oleh 80 responden atau 40% responden (tabel 28).

Tabel 27.

Frekuensi Jawaban Responden TentangPembangunan Sarana Penunjang Pariwisata Dengan Ciri Budaya Lokal

Pernyataan Jawaban Frekuensi Persentase Pembangunan sarana penunjang wisata

berciri budaya lokal Setuju 199 99.5

Tidak setuju 1 0.5

(33)

Tabel 28.

Frekuensi Jawaban Responden Tentang Bentuk Ciri Budaya Lokal Pada Bangunan Sarana Penunjang Wisata

Jawaban Frekuensi Persentase

Bentuk Ciri Budaya Lokal Pada Sarana Penunjang Wisata

Arsitektur rumah 120 60.0 Ornamen hiasan 80 40.0

Total 200 100.0

Sehubungan dengan hal di atas, sebagai salah satu upaya untuk pelestarian budaya daerah dan juga sebagai gambaran jatidiri masyarakat setempat yang dapat disaksikan maupun dinikmati kearifan dan keindahan budayanya, oleh wisatawan sebagai suatu ciri khas (pesona) yang berbeda dengan wilayah lainnya, dan juga merupakan kebanggaan masyarakat maupun daerah setempat.

Berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, maka yang menyangkut destinasi pariwisata jika mengacu pada (Pasal 14 UU No.10 Tahun 2009, tentang Kepariwisataan) maka suatu destinasi pariwisata meliputi daya tarik wisata, kawasan pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran, jasa informasi pariwisata, jasa konsultan pariwisata, jasa pramuwisata, wisata tirta dan spa. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan destinasi pariwisata tersebut, diperlukan waktu yang cukup panjang dan perencanaan yang matang, serta kegiatan kepariwisataan tetap berlangsung.

Oleh sebab itu dalam pengembangan situs-situs seni cadas di kawasan Taluk Bicari hingga Selat Maimai sebagai destinasi pariwisata, perlu dipersiapkan dengan melakukan konservasi objek agar tetap lestari dan penataan situs serta kawasan situs dan pengaturan serta penataan kegiatan masyarakat, selain itu perlu dipersiapkan sarana prasarana penunjangnya seperti penyediaan ruang pentas budaya, ruang atraksi seperti laut dan hutan, rumah makan, hotel, sarana komunikasi, fasilitas mck, penukaran uang, fasilitas kesehatan bangunan pusat kerajinan, pasar, program sapta pesona dan pelestarian lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat, edukasi dan informasi bagi wisatawan. Dan yang tidak kalah pentingnya, adalah aksesibilitas berupa sarana trasportasi yang aman, nyaman dan layak, yang menyebabkan kemudahan bagi wisatawan berkunjung ke destinasi tersebut.

(34)

Sebagaimana situs-situs seni cadas di kawasan Teluk Bicari Dan Selat Maimai dalam perencanaan untuk dijadikan sebagai salah satu objek yang wisata di Kaimana, maka langkah awal yang perlu diambil adalah inventarisasi dan pemetaan potensi-potensi aset wisata di kawasan tersebut bersama masyarakat lokal, penataan objek, promosi, pembuatan produk-produk wisata, pemasaran dan mempersiapkan SDM yang capable dengan tetap memerhatikan trend perubahan global di masa depan.

Di samping itu, pembangunan sarana prasaran penunjang pariwisata segera dilakukan dan terutama yang menyangkut kebutuhan wisatawan untuk datang berkunjung, seperti jalan yang menghubungkan daerah kota ke kawasan objek wisata, sehingga untuk mengunjungi objek tidak terlalu jauh menggunakan trasportasi laut, selain itu perlu pembangunan dermaga serta penyediaan alat trasportasi yang memadai yang dikelola masyarakat lokal. Sehubungan hal tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kaimana menyatakan bahwa dalam program pembangunan kabupaten Kaimana terkait infrastruktur sedang belangsung berupa pembangunan jalan-jalan yang menghubungkan seluruh wilayah di Kaimana, dan juga yang berkaitan dengan kawasan-kawasan wisata, serta sarana penunjang lainnya. Selain itu juga terkait dengan sarana perhubungan, bahwa pemerintah kabupaten kaimana telah menyediakan beberapa alat transportasi darat maupun air (kapal perintis) yang dapat digunakan masyarakat untuk membawa hasil kebunya yang akan diperdagankan di pasar yang ada di wilayah Kaimana (wawancara dengan kepala dinas perhubungan kabupaten Kaimana), terkait alat transportasi untuk wisata berupa perahu, long boat maupun speed

boat yang dapat digunakan untuk mengantar wisatawan berkeliling menikmati keindahan

objek wisata, dan untuk itu sekiranya dikelola oleh masyarakat lokal dengan menyediakan tempat-tempat persewaan.

Perlu diketahui bahwa dalam konsep pembangunan kawasan wisata, melibatkan banyak pihak terkait seperti: pemerintah, swasta, dan masyarakat, yang masing-masing memiliki porsinya tersendiri, seperti pemerintah dalam hal pengaturan, kebijakan dan fasilitas, sedangkan swasta dalam hal pembangunan sarana penunjang daerah wisata seperti hotel, rumah makan, alat trasnpotrasi dan lain sebagainya, dan masyarakatpun memiliki peluang kerja serta dapat membuka usaha sendiri dengan menyediakan rumah sewa, menghidupkan kerajinan tradisional, kuliner tradisional dan lain sebagainya. Sedangkan untuk pengelolaan objek seni cadas itu sendiri, seyogyanya berada di tangan pemerintah demi kelestarian nilai-nilai yang terkandung dan tetap terjaga keasliannya.

(35)

Dalam hubungan antar-stakeholders seperti disebut di atas maka telihat jelas bahwa semua pihak yang ada saling berhubungan satu dengan lainnya untuk satu tujuan yaitu: menjadikan kawasan situs seni cadas sebagai destinasi pariwisata. Berkait hal maka diperlukan regulasi yang tepat berupa peraturan daerah yang melindungi semua pihak sesuai peran masing-masing, terutama bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.

Dengan demikian agar situs seni cadas dapat menjadi daerah tujuan wisata yang menarik, maka perlu dilakukan penataan lingkungan situs dan kawasan situs, penyediaan fasilitas sarana prasaran penunjang bagi wisatawan, penyediaan produk-produk wisata, promosi daerah wisata dengan dibuatkan paket perjalanan wisata yang variatif, paket wisata minat khusus, paket wisata pendidikan dan lainnya, jaminan keamanan dan kenyamanan bagi wisatawan, mempersiapkan masyarakat yang terbuka dan ramah, dan tidak kalah pentingnya yaitu perlu pengaturan tarif wisata yang jelas dan memuaskan. Semua ini dilakukan dengan tujuan agar destinasi pariwisata tersebut tetap dikunjungi dan para wisatawan memiliki kesan yang baik serta merasa puas (satisfaction) sehingga mereka akan datang kelak di kemudian hari.

Kesimpulan

Dari berbagai analisis atau pembahasan seperti uraian di atas selanjutnya dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Situs-situs seni cadas di wilayah Teluk Bicari hingga Selat Maimai, distrik Kaimana belum secara resmi dibuka atau dijadikan sebagai objek maupun daerah tujuan wisata, namun demikian ke depannya sedang dipersiapkan untuk dijadikan sebagai salah satu objek dan daerah tujuan wisata.

Di wilayah sekitar situs seni cadas (di kawasan Teluk Bicari hingga Selat Maimai) memiliki sejumlah potensi berupa panorama lingkungan alam berupa pesona lautnya, pesona bawah laut dengan keindahan terumbu karang dan aneka biota laut, keindahan gugusan pulau-pulau karang, hamparan hutan konservasi maupun hutan peruntukan lain, pantai-pantai pasir putih yang dibatasi pantai tebing karang, penangkaran mutiara, perusahaan ikan, budidaya rumput laut, keindahan perkampungan penduduk yang dibangun secara mengelompok di pesisir-pasisir pantai, pemandangan nelayan yang

(36)

sedang memancing, keindahan objek budaya berupa gua tengkorak di pesisir tebing karang teluk bicari dan di pulau Namatota, peninggalan kerajaan Islam Namatota, dan ritual adat berupa acara sasi nggama, sistem ladang berpindah, serta kerajinan-kerajinan tradisonal maupun kulinernya yang perlu dibangkitkan dan dikembangkan.

Terkait rencana pengembangan situs seni cadas sebagai objek dan daerah tujuan wisata mendapat respon positif dari masyarakat Kaimana, baik yang ada di Kota maupun di wilayah sekitar situs, dan bahkan masyarakat tersebut mau terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pengembangan situs sebagai destinasi pariwisata.

Sejauh ini situs-situs seni cadas di wilayah Kaimana belum dicagar-budaya, namun demikian ke depannya akan dicagar-budayakan dan dipersiapkan regulasi yang jelas dalam bentuk peraturan daerah yang sekaligus memperkuat perlidungan, pelestarian dan pemanfaatan warisan budaya daerah Kaimana.

Situs seni cadas sebagai aset budaya sudah masuk dalam rencana pembangunan pariwista daerah Kaimana kedepannya dan pada saat ini masih dalam taraf persiapan dan promosi.

Melihat potensi kawasan situs maupun dukungan masyarakat, merupakan suatu peluang bagi peningkatan pendapatan masyarakat maupun pendapatan daerah apabila dikelola sacara professional dan dapat bersaing dengan wilayah lainnya di Indonesia. Untuk itu, dalam proses pembangunan pariwisata daerah Kaimana perlu melibatkan masyarakat lokal sebagai stakeholders utama, baik dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah secara bottom up dimana kebijakan ditentukan bersama masyarakat, serta patisipasi masyarakat aktif terlibat dalam program pembangunan dan mendukung pengembangan bisnis dan ekonomi yang merupakan basis ekonomi masyarakat, serta ditunjang oleh regulasi atau aturan hukum yang jelas.

Saran

Dalam rangka menjadikan kawasan situs seni cadas sebagai destinasi pariwisata, maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kaimana:

Gambar

Gambar lukisannya unik 73 36.5 Pesona alamnya indah 29 14.5 Letak objeknya khas 10 5.0 Variasi warna lukisan 2 1.0

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar informan mengakui bahwa tugas camat dalam menyelenggarakan tugas umum pemerintahan pada umumnya sudah dapat

​ Conclusions: ​ The side effects of measles immunization, the influence of health workers' behavior and religious figures related to non-immunization against measles, and the

Uji ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan jumlah ransum harian berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang, pertambahan bobot, laju pertumbuhan spesifik benih ikan peres

Kondisi serapan maksimum adsorben lumpur diaktivasi dengan KOH terhadap ion Cr(VI) terjadi pada pH 1 dan adsorben lumpur segar terjadi pada pH 2 dengan waktu

BIM Cihideung mempunyai perancangan di masa akan datang iaitu mahu menjadi pusat sumber perundingan perniagaan, pusat sumber pembangunan komuniti, latihan pengurusan dan

Gangguan kesehatan tidak diketahui atau tidak diperkirakan dalam penggunaan normal. Mutagenisitas sel

Oleh karena itu faktor penting dalam nilai suatu informasi (yaitu: kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan) merupakan faktor yang harus dikelola dengan baik oleh perusahaan